STATISTIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Ilmu hubungan internasional sebagai cabang dari ilmu politik memang memiliki karakteristik yang berbeda dengan disiplin ilmu politik (dikebanyakan jurusan ilmu politik) yang kurikulumnya sense domestic politic-nya tampak kental. Disiplin ilmu hubungan internasional yang selama ini banyak didominasi oleh issue hubungan antar negara sebagai aktor utama pasca perjanjian West-Phalia menjadikan banyak kajian statistik kurang banyak diminati. Tampaknya terdapat semacam keraguan besar untuk bisa memaknai perilaku negara dengan melakukan penghitungan angka-angka. Atau apakah mungkin melakukan penelitian dengan basis negara, dan peneliti melakukan treatment tertentu kepada negara. Secara teknis memang sulit melakukan penelitian dengan berbasis pendekatan kuantitatif dalam konteks pembangunan teori. Hal inilah yang kemudian menyebabkan disiplin ilmu hubungan internasional sangat miskin teori yang berbasis penelitian hubungan internasional murni. Kebanyakan teori-teori hubungan internasional mengadopsi teori dari disiplin ilmu lain, atau ilmu induknya yakni ilmu sosial dan politik. Seperti teori persepsi dari Kenneth E. Boulding sedikit banyak mengambil analogi pembangunan teori dari disiplin ilmu psikologi. Atau teori-teori perang dalam Walter S. Jones juga banyak mengambil bangunan teori konflik, baik yang berbasis liberalis, atau marxis. Teori-teori dependensia dari Cardoso dan Galtung dalam batas tertentu juga banyak meminjam landasan-landaan teoretik dari disiplin ilmu politik yang berbasis kelas. Dari paparan ini tampaknnya sulit menemukan teori dalam hubungan internasional yang genuine disiplin ilmu hubungan internasional. Dalam pandangan penulis, disiplin ilmu hubungan internasional lebih banyak memprodusi konsep-konsep, variabel, preposisi atau maksimal dalam pembentukan hipotesa, akan tetapi untuk teori tampaknya belum tampak yanng mapan banyak mengadopsi disiplin ilmu politik pada umumnya. Akan tetapi kalau kita menyimak lebih seksama, pergeseran issue dalam hubungan internasional yang sebelumnya berbasis high politics yang kemudian bergeser ke low politics, dan di tingkat aktor yang sebelumnya banyak berbasis negara semakin bergeser dengan basis non negara menjadikan kajian kuantitatif menjadi menemukan momentum untuk berkembang. Aktor Hubungan internasional yang semakin longgar dan relatif tidak terikat oleh ikatan kepentingan nasional dan geografis atau dalam kata lain memberikan loyalitasnya pada kepentingan groupnya atau bahkan kepentingan global menjadi arah universalisme semakin menggejala. Isue ekonomi yang kemudian mengantikan issue idiologi-militer menjadikan reasoning ekonomi yang rasionalisme didukung oleh pendekatan kuantitatif seperti menemukan momentum baru. Selama ini banyak analisis mencoba menjelaskan fenomena ekonomi dengan penjelasan dari sudut politiknya, sekarang ada kecenderungan faktor ekonomi sengaja dipisahkan dari gejala politik . Fenomena ini bisa dilihat dari fakta-fakta internasional, seperti kasus Jepang yang tetap mapan meski digoncang instabilitas politik. Dan tampaknya kecenderungan ini semakin akan menguat sehubungan sangat merugikannya mengkaitkan gejala ekonomi dan politik. Jika demikian halnya studi ilmu hubungan internasional, dengan issue main-stream ekonomi akan memberikan apresiasi yang lebih baik terhadap pendekatan kuantitatif, dan dengan demikian akan berbanding lurus dengan penggunaan statistik sebagai alat bantunya. Jika kita juga mau meneliti dengan seksama dan obyektif, ilmu hubungan internasaional dalam periode perang dingin banyak melandasakn pada issue high politics, ternyata tak bisa menghindarkan dari gejala statistik. Bagaimana tidak negara yang saling bersitegang dalam konteks idiologi dan militer harus senantiasa menyakinkan sekutu, bahkan kompetitornya bahwa dialah yang paling berkuasa dan powerful. Proses ini mau tidak mau memerlukan statistik secara rigid. Inilah yang kemudian mengilhami pengembangan tehnologi statistik dalam studi propaganda. Studi propaganda dalam kajian ilmu politk, dalam bahasa sederhana merupakan media perang informasi dalam bentuk iklan sampai bentuk propaganda politik untuk mendapatkan dukungan dari fihak lain, ataupun membuat lawan atau kompetitor menjadi under-estimate dengan kemampuannya. Studi propaganda merupakan studi untuk membuat memenangkan opini dalam masyarakat ditengah opini yang sangat beragam. Dengan menggunakan metode statistik seorang publik figur bisa menyerang argumentasi fihak kompetitornya, atau mempertahankan argumentasinya. Dalam banyak hal sebelumnya statistik memiliki kaitan erat dengan bidang Propaganda. Pada periode perang dingin, studi propaganda dan diplomasi menjadi studi yang sangat menarik. Hakekatnya studi propaganda tidak banyak berbeda dengan studi periklanan, yakni berusaha mempengaruhi jalan fikir audience atau fihak yang menjadi target. Ilmu statistik seringkali menjadi instrument utama untuk mempengaruhi pola fikir, yang menjadi fokus studi prpopaganda. Bagaimana Israel, suatu negara kecil dan terpencil di Timur Tengah menjadi sangat powerful juga tidak lepas dari managemen propaganda yang baik dari Israel. Dengan ilmu statistik, memungkinkan Israel memodifikasi kemampuannya di atas kekuatan yang sebenarnya. Hal ini akan berimplikasi kepada rival Israel untuk berfikir dua kali kalau hendak melakukan serangan ke Israel. Demikian pula fenomana Amerika Serikat yang selama ini sebagai negara yang sangat aman, negara yang tidak bisa disentuh oleh kekuatan militer baik dari jarak dekat maupun jauh. Propaganda Amerika Serikat sebagai negara tak terkalahkan dalam teknologi militer, juga tidak bisa dilepaskan dari modifikasi ilmu statistik yang dipublikasikan secara luas. Ternyata di tanggal 11 September 2001, Amerika Serikat kebobolan bahkan dipecundangi di wilayah pusatnya yakni Washington DC, bahkan pangkalan dan markas besar militer Pentagon juga menuai pil pahit. Tidak jauh berbeda dengan studi diplomasi, yang lebih menfokuskan perjuangan pencapaian kepentingan dengan jalan damai yakni berupa penggunaan informasi yang sebaikbaiknya. Arti diplomasi yang berasal dari kata “diploma” yang maknanya melipat merupakan entry point bahwa masalah pengolahan informasi menjadi hal yang sangat penting. Dengan menggunakan metode statistik yang akurat memungkinkan seorang diplomat memiliki sejumlah reasoning yang mapan untuk menegosiasikan kepentingan yang diembannya. Adalah sangat naif kiranya jika seorang diplomat tidak memiliki referensi metode statistik dalam menjalankan peran-perannya. Dengan kacamata ini, dalam batas tertentu perspektif seperti ini akan memberikan ruang yang longgar bagi statistik untuk memberikan perlengkapan untuk keperluan tersebut. Statistik sebagai ilmu mengolah informasi akan dapat memberikan informasi yang disusun secara rasional, dan dapat mengkemas banyaknya ragam data dalam informasi yang tunggal dan mengarah. Dengan pengolahan informasi yang baik, maka sebenarnya proses psy-war sudah dilakukan, dan statistik akan memberikan cara bagaimana memenangkan psy-war terebut. Demikian pula disiplin Studi Opini Publik, yang lebih menunjukkan nunasa yang lebih ramah dan elegan. Berbeda dengan propaganda, yang memiliki makna peyoratif (makna yang menjadi semakin memburuk), yang sangat berdekatan dengan issue yang berbasis high-politics. Studi opini publik semakin hari semakin menarik dikaji dan dipergunakan oleh para praktisi politik, apalagi ditengah pergerseran issue dari high politics menuju low politics. Opini publik selama ini hanya dipergunakan oleh kalangan periklanan, bagaimana membuat effect demonstrasi untuk menggiring perilaku memilih (voting behaviour) suatu produk. Ternyata dalam struktur politik dan hubungan internasionalpun tak memungkiri bahwa ide politik pun harus diiklankan kepada khalayak. Dalam dunia iklan hampir sudah menjadi aksioma, bahwa barang dengan kualitas yang baikpun tidak akan laku tanpa iklan, tetapi barang yang kualitas tidak baik dengan cara iklan baranfg tersebut akan laku. Sehingga dalam batas tertentu, politik sekarang ini telah menjadi komoditas yang harus dipercantik kemasannya dan ditawarkan pada publik agar meresponnya dengan baik. Kebijakan negara adikuasapun, yang selama perang dingin tidak banyak melakukan upaya iklan dan persuasif di mana mereka lebih mengedepankan power relationship, jika suatu aktor powerful maka apapun idenya, gagasannya akan mudah, dan pasti diterima. Dalam struktur hubungan internasional yang semakin terbuka, dan menjunjung hak asasi manusia proses mempengaruhi orang lain akan lebih elegan melalui studi opini publik. Untuk bisa menyusun pembuatan opini yang baik, sekaligus membuat fikiran orang lain terlibat, maka studi statistik akan dapat membantu untuk itu. Statistik akan mampu membuat informasi yang memiliki spektrum audiens yang luas, dan masih tetap bisa menjaga tujuannya yang informatif. Kalau disampaikan dalam bahasa verbal dan teoretis, meskipun sampai derajat yang protagonis sekalipun, akan banyak struktur informasi yang tertinggal. Sehingga statistik dalam posisi ini akan mampu membantu proses pembentukan opini yang baik.