BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hukum pidana bertujuan mengatur ketertiban dalam masyarakat, yang diwujudkan dalam fungsinya sebagai salah satu alat pengendalian sosial. Hal ini menentukan pengaturan perbuatan yang dilarang, dan bagi siapa saja yang melakukannya diberi sanksi, serta kekhasan sanksi hukum pidana sangat keras, yang bisa mnegurangi kemerdekaan fisik maupun psikis, malahan menghilangkan nyawa alias pidana mati. Kehidupan dan pergaulan dalam masyarakat meliputi rampai kehidupan yakni politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang keseluruhannya ini merupakan satu kesatuan yang memerlukan pengaturan dan di dalamnya hukum pidana beroperasi melaksanakan fungsinya (Supanto, 2010: 13). Jangkauan hukum pidana adalah terbatas. Usaha pemberantasan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan di lapangan politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya (Sudarto, 1986: 116). Pencucian uang sudah begitu populer di sebagian masyarakat kita. Banyak kasus pencucian uang yang baru-baru ini muncul ke permukaan. Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang. Pencucian uang merupakan cara pelaku kejahatan untuk menyembunyikan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar harta kekayaan hasil tindak pidana tesebut tampak sah atau legal. Pencucian uang tidak hanya sekedar masalah internal Indonesia, tetapi juga merupakan masalah dunia Intrnasional. Oleh kaena itu, berbagai konferensi telah diadakan dalam upaya membahas cara-cara atau metode-metode yang sebaiknya digunakan untuk mencegah dan pemberantasan jenis kejahatan tersebut. Terlebih lagi, dengan telah dibentuknya Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering oleh Negara-negara yang tergabung dalam G-7, 1 upaya untuk mengintensifkan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang menjadi lebih terkoordinasi dengan baik. Berkaitan dengan itu, FATF mengimbau Negara-negara termasuk Indonesia agar ikut memerangi perbuatan pencucian uang sebagai suatu kejahatan lanjutan dari transnasional organized crime, yaitu dengan mengkriminalisasikan kejahatan pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang dilarang dan diancam dengan pidana dalam hukum pidana masing-masing Negara (M.Arief Amrullah, 2004 : v). Pencucian uang telah menjadi permasalahan yang menarik bagi masyarakat dunia pada hampir dua dekade dan khususnya Dewan Eropa (Counciling of Europe) yang merupakan organisasi internasional pertama. Dalam rekomendasi Komite para menteri dari tahun 1980 telah mengingatkan masyarakat internasional akan bahaya-bahayanya terhadap demokrasi Rule of Law (Hans G. Nilson, 1996 : ix). Dalam rekomendasi tersebut juga dinyatakan bahwa transfer dana dari Negara satu ke Negara lainya dan proses pencucian uang kotor melalui penempatan dalam sistem ekonomi telah meningkatkan permasalahn serius, baik dalam skala nasional maupun internasional. Namun demikian, hampir satu dekade rekomendasi tersebut tidak berhasil menarik perhatian masyarakat internasional terhadap masalah tersebut. Baru kemudian setelah meledaknya perdagangan gelap narkotika pada tahun 1980-an, telah menyadarkan masyarakat internasional bahwa pencucian uang telah menjadi sebuah ancaman terhadap seluruh keutuhan sistem keuangan dan pada akhirnya dapat menimbulkan permasalahan serius terhadap stabilitas demokrasi dan Rule of Law. Tindak pidana pencucian uang merupakan salah satu jenis kejahatan yang potensial dalam mengancam berbagai kepentingan baik dalam skala nasional maupun internasional. Money laundering merupakan sebuah istilah yang kali pertama digunakan di Amerika Serikat. Istilah tersebut menunjuk kepada pencucian hak milik mafia, yaitu hasil usaha yang diperoleh secara gelap yang dicampurkan dengan maksud menjadikan seluruh hasil tersebut seolah-olah diperoleh dari sumber yang sah (M. Arief Amrullah, 2004 : 8-9) 2 Dalam struktur kejahatan transnasional yang terorganisasi, money laundering termasuk salah satu kejahatan lanjutan (Muladi , 1995 : 6). Namun justru money laundering merupakan sarana dari berbagai jenis kejahatan yang termasuk dalam organized crime untuk mengaburkan asal-usul perolehan kekayaan. Sarana untuk proses penyembunyian itu, baik melalui bank maupun non bank ataupun dengan cara-cara lainya, seperti pembelian barang-barang berharga. Sehubungan dengan upaya mengkriminalisasikan kejahatan pencucian uang menjadi suatu perbuatan yang dilarang dalam suatu undang-undang, tidak dapat dilepaskan dari makin berkembangnya berbagai kejahatan termasuk pencucian uang baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun korporasi dalam batas wilayah suatu Negara ataupun yang dilakukan melintasi batas wilayah Negara lain, sedangkan kejahatan-kejahatan tersebut dapat menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya. Hal itu pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh pelaku, karena apabila langsung digunakan akan mudah dilacak oleh aparat penegak hukum. Untuk itu, si pelaku terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem perangkat sistem keuangan, terutama ke sistem perbankan. Dengan cara demikian, diharapkan asal-usul harta kekayaan tidak mudah dilacak oleh penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan itu dikenal dengan pencucian uang. Indonesia yang menganut sistem devisa bebas dan diakui pula oleh Dana Moneter Internasional (IMF), yang berarti Indonesia memasuki era komitmen jangka panjang kepada dunia internasional bahwa tidak ada pembatasan dalam lalu lintas pembayaran maupun transfer devisa. Namun, komitmen tersebut membawa akibat yang luas dalam sistem devisa nasionaln terutama dalam menghadapi para spekulan yang memiliki sumber-sumber keuangan, baik yang bersih maupun yang haram dan selalu ingin mencoba kemampuan otoritas moneter dalam menjaga stabilitas nilai tukar melalui operasi pasar terbuka ( Rijanto Sastroatmodjo, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 3, 1998: 19-20). Jadi dengan 3 dianutnya sistem devisa bebas, ada kaitanya dengan keterbatasan dana bagi pembiayaan pembangunan, karena itu Pemerintah menerapkan kebijakan yang bertujuan mengundang investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dalam kondisi demikian, tidak menutup kemungkinan terjadinya pencucian uang di Indonesia. Akibatnya, hal itu perlu mendapat perhatian karena di banyak Negara perbuatan pencucian uang telah telah dikatagorikan sebagai suatu tindak pidana (Bambang Setijoprodjo, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 3, 1998: 7). Indonesia sudah memiliki Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang sebagamana diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, maka dengan adanya undang-undang tersebut, menunjukan bahwa masalah pencucian uang tersebut ternyata tidak hanya berada dalam tataran bidang hukum perdata, melainkan juga hukum administrasi dan hukum pidana. Bahwa undang-undang tersebut perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional, maka perlu diganti dengan undang-undang tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang. Indonesia dan Malaysia merupakan Negara tetangga yang jaraknya saling berdekatan, maka pengaruh ekonomi, politik, maupun sosial budaya saling berpengaruh antara kedua negara tersebut, dengan demikian kejahatan transnasional seperti korupsi dan pencucian uang, dapat berkembang di kedua Negara tersebut. Ada sebuah mengimplementasikan “Rencana program kerja tingkat ASEAN untuk Aksi ASEAN Menghadapi Kejahatan Transnasional” (The ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime”), antara lain, dalam menghadapi money laundering (tindak pidana pencucian uang, disingkat TPPU). Dalam progam kerja tersebut anatara lain dinyatakan agar dilakukan kompilasi peraturan perundang-undangan nasional mengenai “AntiMoney Laundering” dan meninjau masalah keiminalisasi TPPU di Negara ASEAN. Kasus pencucian uang di Malaysia yang dilakukan oleh orang berkewarganegaraan Indonesia terus bertambah. Orang-orang yang mempunyai 4 harta hasil dari kejahatan lalu dibawa ke Malaysia dan dilakukan penyamaran harta sedemikian rupa agar tidak diketahui asal dari harta tersebut, tetapi pada akhirnya akan diketahui oleh pemerintah Malaysia itu sendiri karena Predicate Offence dalam undang-undang Malaysia dibuat dengan banyak macam delik. Di Malaysia pengaturan tindak pidana pencucian uang di atur dalam undang-undang yaitu dalam Anti-Money Laundering Act 2001 Undang-Undang nomor 613 tertanggal 5 Juli 2001. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pengaturan tindak pidana pencucian uang di Indonesia dan di Malaysia untuk dapat mengetahui pengaturan pencucian uang di Indonesia dan Malaysia. Untuk itu, penulis mengangkat judul untuk penulisan hukum (skripsi) ini, yaitu: “STUDI KOMPARASI PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA DAN MALAYSIA” Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka penulis mengemukakan 2 pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pengaturan tindak pidana pencucian uang di Indonesia dan Malaysia ? 2. Apa kelemahan dan kelebihan dalam predicate offence dan sanksi tindak pidana pencucian uang di Indonesia dan Malaysia? Tujuan Penelitian Suatu penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Adapuntujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia dan Malaysia. b. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia dan Malaysia. 5 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam hal perbandingan hukum pidana. b. Untuk melatih kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu dan teori hukum yang telah diperoleh selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta khususnya di bidang hukum pidana. c. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Manfaat Penelitian Suatu penelitian bertujuan agar hasilnya dapat bermanfaat, penulis berharap kegiatan penelitian ini akan bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan dibidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur, referensi, dan bahan-bahan informasi ilmiah, khususnya mengenai Tndak Pidana Pencucian Uang. c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitianpenelitian sejenisnya pada tahap selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang akan diteliti. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan sumbangan pemikiran pada pihak-pihak terkait tentang perbandingan hukum pidana. 6 c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama di bangku kuliah. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara dan langkah-langkah yang efektif dan efisien untuk mencari dan menganalisis data dalam rangka menjawab masalah yang akan dibahas. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan penelitian ini adalah penelititan normatif.Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada dengan mendasarkan hukum sebagai suatu norma. Sebenarnya istilah penelitian hukum normative tidak perlu, karena istilah penelitian hukum atau legal research (atau dalam bahasa Belanda rechsonderzoek), sudah jelas bahwa penelitian tersebut bersifat normative (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 55-56). Penelitian ini bersifat normatif karena menurut Peter Mahmud Marzuki, kembali kepada fungsi penelitian, adapun penelitian hukum (legal research) berusaha menemukan kebenaran koherensi, yaitu apakah aturan hukum sesuai norma hukum dan apakah yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan prinsip hukum (bukan hanya sesuai dengan aturan hukum) atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 47) 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat preskriptif dan terapan. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang 7 bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan normanorma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. (Peter Mahmud Marzuki, 2011: 22). Ilmu hukum bukan termasuk ke dalam ilmu deskriptif, melainkan ilmu yang bersifat preskriptif dimana tidak memerlukan hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya namun memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya dilakukan. (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 59 dan 69).Preskriptif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://kbbi.web.id/preskriptif) adalah bersifat memberi petunjuk atau ketentuan; bergantung pada atau menurut ketentuan resmi yang berlaku. Maka, sifat preskriptif dalam penelitian ini adalah dimaksudkan untuk memberi petunjuk atau ketentuan atas hasil penelitian yang telah dilakukan. Argumentasi dilakukan untuk memberikan preskriptif mengenai benar atau salah menurut hukum tmengenai tindak pidana perdagangan orang dihubungkan dengan fakta atau peristiwa hukum pencucian uang yang terjadi di masyarakat yang kemudian dihubungkan dengan hasil penelitian. 3. Pendekatan Penelitian Menurut Peter Mahmud Marzuki didalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekaan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 133). Dalam penelitian hukum yang penulis lakukan, penulis menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach). Pendekatan undangundang (statute approach) dilakukan dengan menelaah peraturan 8 perundang-undangan dan regulasi yang cukup mampu menampung permasalahan hukum yang ada. Suatu penelitian hukum normative yang menggunakan pendekatan perundang-undangan ini akan lebih akurat apabila dibantu oleh salah satu atau lebih pendekatan yang cocok. Hal ini dilakukan untuk memperkaya pertimbangan- pertimbangan hukum yang tepat untuk menghadapi permasalahn hukum yang ada dan dalam penulisan penelitian hukum ini penulis juga menggunakan pendekatan komparatif (comparative approach). Pendekatan komparatif (comparative approach) dilakukan dengan membandingkan undang-undang suatu Negara dengan undangundang dari satu Negara atau lebih Negara lain mengenai hal yang sama (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 135). Berdasarkan pendekatan tersebut, maka penulis akan melakukan pendekatan dengan membandingkan undang-undang mengenai pencucian uang yang berlaku di Indonesia dan di Malaysia. 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Jenis data dalam penelitian normatif yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah daya yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Di dalam penelitian hukum, digunakan data sekunder yang dibedakan dalam:Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, yurisprudensi, traktat, serta bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya RUU, RPP, hasil penelitian (hukum), hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, dan sebagainya. Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan: a. Bahan Hukum Primer 1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; 9 2) Anti-Money Laundering and Anti-Terrorism Financing Act 2001, Act 613; 3) Akta Pencegahan Pengubahan Wang Haram dan Pencegahan Pembiayaan Keganasan (Pindaan) 2014 b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder meliputi hasil karya ilmiah dan penelitian-penelitian yang relevan atau terkait dengan penelitian ini termasuk diantaranya skripsi, thesis, disertasi, maupun jurnal-jurnal hukum, serta kamus-kamus hukum dan buku yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 195-196). Maka dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang penulis pakai adalah: 1) Jurnal-jurnal mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang, baik jurnal internasional maupun jurnal nasional; 2) Laporan-laporan resmi mengenai pencucian uang; 3) Kamus-kamus hukum seperti Black’s Law Dictionary dan Kamus Besar Bahasa Indonesia; dan 4) Buku yang berkaitan dengan penelitian hukum, tindak pidana, dan pencucian uang. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang dipakai dalam pengumpulan bahan hukum dalam penelitian hukum ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen (library research). Teknik pengumpulan bahan hukum ini dengan cara membaca, mengkaji, dan membuat catatan dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, serta tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah yang menjadi objek penelitian. Metode studi kepustakaan atau studi dokumen (library research) ini adalah dengan mempergunakan content analysis atau menganalisis konten bahan hukum tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2011: 21). Dalam menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum, penulis melakukan kegiatan berupa membaca, mengkaji, dan membuat catatan-catatan 10 kecil dari peraturan perundang-undangan mengenai perdagangan orang di Indonesia dan Australia, buku-buku mengenai perdagangan orang, dan jurnal-jurnal baik nasional maupun internasional yang membahasa mengenai perncucian uang. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode silogisme yang menggunakan pola berpikir deduktif. Penggunaan metode deduksi ini adalah berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, setelah itu dapat ditarik kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 89). Sehingga dapat diambil kesimpulan teknik analisis deduksi silogisme dalam penelitian hukum ini adalah menganalisis ketentuan dan peraturan perundang-undangan mengenai pencucian uang di Indonesia dan Malaysia sebagai premis mayor dan pencucian uang di Indonesia dan Malaysia sebagai premis minor yang kemudian ditarik kesimpulan. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini, penulis akan memaparkan mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 11 Dalam bab ini, penulis akan memaparkan 2 (dua) sub bab, yaitu mengenai kerangka teori yang menjelaskan mengenai Tinjauan tentang Perbandingan Hukum, Tinjauan tentang Tindak Pidana, dan Tinjauan tentang Pencucian Uang, dan kerangka pemikiran. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, penulis akan menguraikan hasil penelitian yang akan membahas dan menjawab permasalahan hukum yaitu pengaturan tindak pidana pencucian uang di Indonesia dan persamaan dan perbedaan pengaturan tindak pidana pencucian uang di Indonesia dan Malaysia. BAB IV : PENUTUP Bab ini akan menjelaskan secara singkat tentang kesimpulan secara singkat tentang kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas perumusan masalah, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 12