PEMBELAJARAN OPEN-ENDED PADA LUAS SEGITIGA SISWA

advertisement
PEMBELAJARAN OPEN-ENDED PADA LUAS SEGITIGA SISWA
SMA NEGERI 2 INDRAJAYA
* Martunis
ABSTRAK.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan hasil belajar siswa,
ketuntasan belajar siswa, aktivitas siswa dan respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan
pendekatan open-ended. Untuk mencapai tujuan penelitian secara komprehensif seperti di atas,
prosedurnya adalah: (!) mengambil subjek penelitian di kelas X-3 SMA Negeri 2 Indrajaya
sebanyak 31 siswa, (2) menyusun instrumen penelitian yaitu soal mencari luas segitiga untuk
kelas X SMA semester genap, (3) melakukan treatment berupa pembelajaran open-ended bagi
siswa oleh guru, (5) melakukan feed back. Adapun teknik pengumpulan data adalah melalui tes
hasil belajar siswa, observasi aktivitas siswa dan penyebaran angket respon siswa. Sedangkan
teknik pengolahan data, penulis menggunakan analisis deskriptif (persentase). Hasil penelitian
menunjukan bahwa: (1) Hasil belajar siswa melalui pendekatan open-ended mencapai rata-rata
71,03%, (2) siswa mencapai ketuntasan belajar secara klasikal sebanyak 87,1% siswa
memperoleh skor lebih besar dari 65% dari skor total hasil tes, (3) Siswa terlibat secara aktif
dalam kegiatan pembelajaran, (4) Respon siswa positif terhadap pendekatan open-ended.
Kata kunci: Pembelajaran Open-ended, dan Luas segitiga.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan cabang ilmu
pengetahuan yang banyak mengundang
perhatian berbagai elemen dari aspek
kehidupan yang beranekaragam. Berbagai
alasan dikemukakan yang berkaitan dengan
matematika,
diantaranya
matematika
merupakan alat dan ilmu pendukung bagi
cabang ilmu lainnya untuk mendapatkan
solusi dari berbagai permasalahan yang
timbul. Disamping itu, matematika juga
merupakan ilmu yang sangat berguna dalam
kaitannya dengan perilaku kehidupan seharihari. Matematika mengajarkan cara atau
proses berpikir yang terstruktur, logis
(rasional), kritis dan objektif. Semua itu
akan diperoleh dan dinikmati secara mudah
jika adanya ketekunan dan keyakinan yang
penuh
dari
setiap
insan
yang
mempelajarinya sekaligus mencoba untuk
menghilangkan kesan bahwa matematika
merupakan momok yang menakutkan.
Kurangnya minat, bakat, intelegensi,
motivasi dan keadaan psikologis dari siswa
merupakan
faktor
internal
yang
menyebabkan terjadinya kesulitan belajar
matematika. Disamping itu, faktor eksternal
juga sangat berpengaruh diantaranya faktor
lingkungan, pengajaran, kelengkapan dan
fasilitas
alat
pengajaran.
Adapun
penyebabnya adalah dominasi peran guru
yang cenderung menonton dalam berbagai
bentuk masalah yang disajikan dalam
pelajaran matematika. Disinilah peran
seorang
guru
dioptimalkan
untuk
meminimalkan faktor negatif tersebut.
Tugas seorang guru memang sangatlah
berat, karena selain untuk menguasai materi
secara baik, luas dan mendalam juga harus
memiliki kiat khusus melalui strategi dan
pendekatan
pembelajaran
untuk
membangkitkan motivasi dan meningkatkan
pemahaman siswa terhadap suatu materi
yang
diajarkan
sehingga
proses
pembelajaran akan lebih berarti dan
bermakna bagi siswa.
Salah satu pengembangan strategi
dan pendekatan pembelajaran tesebut adalah
didasarkan pada teori kognitif yang lebih
mengacu kepada teori konstruktivis.
Menurut teori ini siswa harus menemukan
sendiri dan menyampaikan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila
aturan-aturan tersebut tidak sesuai dengan
informasi baru yang diterimanya yang
dikenal dengan asimilasi konsep. Dengan
acuan
teori
konstruktivis
tersebut
dikembangkan model dan pendekatan
pembelajaran dengan harapan guru dapat
menerapkannya
dalam
pelaksanaan
pembelajaran untuk memancing aktivitas
siswa. Melalui aktivitas tersebut diharapkan
siswa akan lebih kreatif karena dengan
kreatifitas siswa akan membantu guru dalam
meningkatkan pemahaman siswa terutama
dalam bidang pendidikan. Pendekatan
pembelajaran
(learning
approach)
merupakan cara guru dalam pelaksanaan
pembelajaran agar konsep yang disajikan
bisa beradaptasi dengan siswa (Suherman,
2001:7).
Surakhmad
(1979:75)
mengemukakan bahwa “metode adalah cara
yang didalam fungsinya merupakan alat
untuk mencapai suatu tujuan, makin baik
metode itu makin baik dan efektif pula
pencapaian tujuannya”. Jadi, pemilihan
metode,
model
dan
pendekatan
pembelajaran
yang
tepat
akan
mempermudah
proses
terbentuknya
pengetahuan pada siswa.
Secara
teoritis,
salah
satu
pendekatan pembelajaran yang menjanjikan
dapat mengintegrasikan siswa aktif dan
kreatif dalam pembelajaran yang efektif dan
inovatif melalui penerapan pendekatan
open-ended. Menurut Hedden dan Speer
(dalam Maqsudah, 2003:6) pendekatan
open-ended
adalah
suatu
model
pembelajaran yang dapat memberikan
keleluasaan kepada siswa berpikir secara
aktif dan kreatif dalam menyelesaikan suatu
permasalahan, sehingga bermanfaat untuk
meningkatkan cara berpikir siswa.
Salah satu materi yang dianggap
layak diterapkan dengan pembelajaran
melalui pendekatan open-ended adalah “luas
segitiga”. Luas segitiga yang diajarkan di
SMA merupakan lanjutan dari materi yang
pernah diajarkan di SMP. Contoh
penerapannya adalah untuk menghitung luas
tanah/daerah yang berbentuk segitiga.
Materi luas segitiga juga merupakan salah
satu materi yang menyumbangkan soal
dalam distribusi soal tes/ujian, baik UN
(Ujian Nasional) maupun tes SPMB (Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru) dan materi
luas segitiga juga merupakan materi yang
diajarkan secara berkelanjutan dari tingkat
SMP sampai Perguruan Tinggi yang saling
keterkaitan.
Materi luas segitiga yang dipelajari
secara berkelanjutan tentu harus benar-benar
bisa dipahami secara berkelanjutan pula.
Oleh karena itu, hendaknya si pengajar/guru
dapat
memilih
dan
menggunakan
pendekatan pembelajaran yang sesuai dan
relevan agar siswa mampu memahami dan
menguasai materi tersebut secara mudah.
Bertolakbelakang
pada
acuan
tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk
mengamati dan meneliti tentang kegiatan
pembelajaran
matematika
dengan
menerapkan pendekatan open-ended.
B.
Rumusan Masalah dan Tujuan
Penelitian
Berdasarkan uraian di atas yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1) Bagaimana pencapaian hasil belajar
siswa tentang luas segitiga yang
diperoleh
melalui
penerapan
pendekatan open-ended?
2) Apakah siswa mencapai ketuntasan
belajar melalui pendekatan openended pada materi luas segitiga?
3) Bagaimana aktivitas siswa selama
proses pembelajaran dengan
pendekatan open-ended?
4) Bagaimana respon siswa terhadap
penerapan pendekatan open-ended?
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka yang menjadi tujuan dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan:
1) Hasil belajar siswa tentang Luas
Segitiga
melalui
penerapan
pendekatan open-ended.
2) Ketuntasan belajar siswa pada
materi Luas Segitiga setelah
mengikuti pembelajaran dengan
pendekatan open-ended.
3) Aktivitas siswa selama proses
pembelajaran.
4) Respon siswa terhadap pelaksanaan
pembelajaran pendekatan openended.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Matematika dalam
Pandangan Konstruktivis
Belajar
dan
pembelajaran
merupakan suatu rangkaian proses kegiatan
yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.
Melalui belajar seorang akan mengalami
perubahan dalam kehidupan baik dari pola
berpikir, keterampilan maupun tingkah laku.
Hal ini sejalan dengan definisi belajar yang
dikemukakn oleh Slameto (1995: 2), ia
mengatakan bahwa belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secaca keseluruhan sebagai
hasil pengalaman sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Namun pada
hakekatnya, menurut paham konstruktivis
belajar adalah suatu proses yang dilakukan
seseorang
untuk
mengkonstruksi
pengetahuan karena seseorang hanya dapat
mengetahui
sesuatu
yang
telah
dikonstruksinya.
Proses
konstruksi
pengetahuan
dilakukan
melalui
pengorganisasian antara aktivitas fisik
(kegiatan indera) dan aktivitas mental
(proses berpikir). Proses berpikir sangat
penting karena pengetahuan itu hanya dapat
dibangun dalam pikiran seseorang (Piaget
dalam Suhartati, 2006:91). Sementara itu
untuk menumbuhkan aktivitas fisik sangat
dibutuhkan lingkungan belajar yang dapat
memberikan pengalaman belajar bagi siswa.
Menurut seorang ahli konstruktivis Vigotsky
(Suparno, 1997:45) menyatakan bahwa
budaya dan konteks mempunyai pengaruh
proses dalam proses kontruksi pengetahuan.
Ini juga meyakini bahwa dengan interaksi
sosial dapat membatu seseorang untuk
mengkonstruksi pengetahuannya yang lebih
sesuai dengan kontruksi para ahli (dalam
Suhartati, 2006:91). Disamping itu, ahli
konstruktivis lain juga berpendapat bahwa
belajar juga dipandang sebagai proses aktif
dan konstruktif yang menuntut siswa untuk
menyelesaikan masalah, oleh karena itu
dibutuhkan lingkungan belajar agar siswa
dapat
menemukan
konsep
dasar,
keterampilan algoritma proses heuristic dan
kebiasaan bekerjasama serta berefleksi Cobb
(Suherman, 2001:72).
Berdasarkan pendapat para ahli
diatas dapat disimpulkan bahwa untuk
mendapatkan hasil belajar yang optimal dan
produk yang berkualitas perlu adanya
lingkungan belajar yang baik dengan
perencanaan yang maksimal. Perencanaan
lingkungan belajar dapat dirancang dan
diorganisir
dalam
sebuah
proses
pembelajaran. Pembelajaran dapat dikatakan
sebagai proses eksternal yang sengaja
dirancang dan direkayasa dalam upaya
penataan lingkungan untuk memberikan atau
menciptakan suasana sehingga proses
belajar berlangsung secara optimal.
Belajar matematika merupakan
keharusan bagi semua siswa dari SD sampai
SMA bahkan sampai mahasiswa di
Perguruan Tinggi. Cornelius (Suhartati,
2007:1) memberikan lima alasan perlunya
belajar matematika, yaitu matematika
merupakan sarana untuk:
1. berpikir jelas dan logis,
2. memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari,
3. mengenal pola-pola hubungan
dan generalisasi pengalaman,
4. mengembangkan kreativitas,
5.
meningkatkan
kesadaran
terhadap perkembangan budaya.
Tujuan
belajar
yang
telah
disebutkan di atas akan terealisasi dengan
baik jika ada proses pembelajaran yang baik
pula. Selama ini pembelajaran yang
dipraktekkan masih tergolong konvensional.
Schoenfeld (dalam Yuwono, 2001:6)
menyatakan
bahwa
pembelajaran
konvensional mengakibatkan siswa bekerja
secara prosedural tanpa proses pemahaman.
Disamping itu, kegiatan pembelajaran lebih
didominasi oleh guru dan siswa cenderung
bersifat pasif. Hal itu tidak sejalan dengan
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu,
pengembangan pembelajaran matematika
didasarkan paham konstruktivis. Menurut
Ridhwan (2006:63) “Konstruktivisme lahir
oleh gagasan Jean Piageat dan Vigotsky,
dimana keduanya menekankan bahwa
perubahan kognitif hanya terjadi jika
konsepsi-konsepsi yang telah dipahami
diolah
melalui
suatu
proses
ketidakseimbangan dalam upaya memakai
informasi-informasi baru”. Menurut Nickson
(Hudojo, 1998:6), pembelajaran matematika
menurut pandangan konstruktivis adalah
usaha membantu siswa untuk mengkontruksi
konsep-konsep
atau
prinsip-prinisp
matematika dengan kemampuannya sendiri
melalui proses internalisasi sehingga konsep
tersebut terbangun kembali. Pengetahuan
tidak dapat ditransfer begitu saja dari
seseorang kepada orang lain, melainkan
diinterpretasikan sendiri oleh masingmasing orang. Dengan demikian tujuan
pembelajaran
berdasarkan
pandangan
konstruktivis
adalah
membangun
pemahaman.
Pembelajaran matematika dalam
pandangan konstruktivis menurut Hudojo
(1998:7) mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Siswa
terlibat
aktif
dalam
belajarnya, siswa belajar materi
matematika
secara
bermakna
dengan bekerja dan berpikir,
2) Informasi baru harus dikaitkan
dengan
informasi
sebelumnya
sehingga menyatu dengan skemata
yang dimiliki siswa , dan
3) Orientasi
pembelajaran
adalah
investigasi dan penemuan yang pada
dasarnya
adalah
pemecahan
masalah.
Namun
disamping
kemampuan pemecahan masalah,
pembelajaran
matematika
jika
ditinjau dari aspek kompetensi yang
ingin dicapai maka matematika juga
menekankan
pada
penguasaan
konsep dan materi serta algoritma
penyelesaian.
Peranan guru dan pembelajaran
berdasarkan
pandangan
konstruktivis
menurut Suparno (1997:65) adalah sebagai
fasilitator dan mediator yang bertugas untuk:
(1) menyediakan pengalaman belajar yang
memungkinkan
siswa
mengkontruksi
pengetahuan dengan benar, (2) menyediakan
atau memberikan kegiatan yang merangsang
rasa ingin tahu siswa, dan (3) memonitor
dan mengevaluasi proses belajar siswa.
Evaluasi dilakukan sepanjang proses
pembelajaran berlangsung untuk memantu
perkembangan pemahaman siswa dan
mengawasi proses kontruksi pengetahuan
yang dibuat siswa.
Berdasarkan filsafat konstruktivis
ini banyak muncul pendekatan-pendekatan
yang diikuti bermacam strategi belajar,
diantaranya adalah pendekatan penemuan,
pemecahan masalah (problem solving),
problem posing, investigasi, open-ended dan
pendekatan realistik (dalam Suherman,
2001:70). Strategi belajar yang tertuang
dalam beragam model pembelajaran makin
gencar dikembangkan seiring dengan
munculnya pendekatan tersebut, Soekamto
dkk (1995:7) mengemukakan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosudur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan tertentu dan
berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Dengan demikian berarti guru harus
mampu
mengkondisikan
kegiatan
pembelajaran yang dapat melibatkan siswa
secara aktif dalam kegiatan belajar. Guru
harus dapat memilih pendekatan yang
diterapkan dalam pembelajaran matematika
untuk dapat merangsang siswa kreatif
membangun
pemahaman
tentang
pengetahuan yang dipelajarinya.
B. Pembelajaran Matematika dengan
Pendekatan Open-Ended
Problem open-ended merupakan
problem yang diformulasikan memiliki
multi jawaban yang benar. Problem ini
disebut juga problem tak lengkap atau
problem terbuka. Hancock (Suhartati,
2007:3) menyatakan bahwa masalah openended adalah soal yang memiliki lebih dari
satu selesaian yang benar. Selain itu masalah
open-ended juga mengarah siswa untuk
menggunakan keragaman cara atau metode
penyelesaiannya sehingga sampai pada suatu
jawaban yang diinginkan (Maqsudah,
2003:17).
Pembelajaran matematika melalui
pendekatan open-ended adalah pembelajaran
yang menggunakan masalah open-ended dan
dimulai dengan memberikan masalah
terbuka
kepada
siswa.
Kegiatan
pembelajaran harus membawa siswa dalam
menjawab permasalahan dengan banyak
cara dan mungkin juga banyak jawaban
yang benar sehingga mengundang potensi
intelektual dan pengalaman siswa dalam
proses menemukan sesuatu yang baru.
Dalam menyelesaikan masalah (problem
solving), guru berusaha agar siswa
mengkombinasikan
pengetahuan,
ketrampilan, dan cara berpikir matematika
yang telah dimiliki sebelumnya Sawada
(Muqsudah, 2003:17). Ciri penting dari
masalah open-ended adalah terjadinya
keleluasaan siswa untuk memakai sejumlah
metode dan segala kemungkinan yang
dianggap paling sesuai untuk menyelesaikan
masalah. Artinya pertanyaan open-ended
diarahkan untuk mengiring tumbuhnya
pemahaman atas masalah yang diajukan
guru. “Adapun bentuk-bentuk soal yang
dapat diberikan melalui pendekatan openended terdiri dari tiga bentuk, yaitu: (1) soal
untuk mencari hubungan, (2) soal
mengklasifikasikan dan, (3) soal mengukur”
(Sawada dalam Maqsudah, 2003:18-21).
Pendekatan open-ended menjanjikan
suatu kesempatan kepada siswa untuk
maksimal dan berkomunikasi melalui proses
belajar mengajar sehingga akan membangun
kegiatan interaktif antara matematika dan
siswa. Perlu digaris bawahi kegiatan
matematika dan kegiatan siswa disebut
terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut
yaitu:
1) kegiatan siswa harus terbuka,
2) kegiatan matematika adalah ragam
berpikir,
3) kegiatan siswa dan kegiatan
matematika
merupakan
satu
kesatuan.
Sifat keterbukaan dalam pendekatan
tersebut dikatakan hilang apabila guru hanya
mengajukan satu alternatif cara dalam
menjawab
permasalahan
(Suherman,
2001:114).
Menurut Maqsudah (2003:141-144), bentuk
pembelajaran dengan pendekatan openended yang dapat meningkatkan pemahaman
siswa adalah suatu pebelajaran yang
menggunakan strategi tiga tahapan yaitu
tahap awal, tahap inti dan tahap akhir.
Ketiga tahapan tersebut dilaksanakan secara
klasikal dan secara kelompok serta
kelompok dilengkapi dengan penggunaan
Lembar Kerja Siswa (LKS).
Secara
sistematis
bentuk
pembelajaran tersebut dapat digambarkan
Pembelajaran
menginvestigasi berbagai strategi dan cara
secara diagram blok seperti yang tertera di
yang diyakini sesuai dengan kemampuan
bawah ini:
mengelaborasi permasalahan. Tujuannya
agar berpikir matematika melalui kegiatan
kreatif siswa dapat berkembang secara
Tahap Awal
(Klasikal)
Aktifitas
Pengenalan
(Klasikal)
Pemberian
Masalah dan LKS
Tahap Inti
Tahap Akhir
(Klasikal)
Aktifitas
Pemahaman
(kelompok)
Aktifitas
Pemantapan
(Kelompok)
Gambar 1: Skema Pembelajaran Open-Ended
Dari skema di atas, ketiga tahapan
pembelajaran dapat diuraikan secara rinci
sebagai berikut:
Tahap awal, merupakan tahap
persiapan siswa untuk mengikut kegiatan
pembelajaran. Pada tahap ini guru
menjelasan tujuan pembelajaran, pendekatan
atau model serta strategi yang akan
dilakukan dalam kegiatan pembelajaran,
mengaktifkan kemampuan dasar siswa,
mengaitkan materi yang akan dipelajari
dengan materi sebelumnya serta mengaitkan
motivasi siswa.
Tahap Inti, kegiatan pada tahap ini
dibagi dalam tiga aktivitas yaitu aktivitas
pengenalan, aktivitas pemahaman dan
aktivitas pemantapan.
Kegiatan siswa dalam aktivitas
pengenalan antara lain membaca dan
memahami masalah yang ada pada LKS,
menjawab pertanyaan yang diajukan guru
serta menyelesaikan masalah dengan
mengkonstruksi ide-ide dan pengetahuan
dasar yang dimiliki secara individu.
Kegiatan siswa pada aktivitas
pemahaman antara lain menyelesaikan
masalah
didalam
kelompok
dengan
melakukan kolaborasi dan pengabungan ideide yang diperoleh dari setiap anggota
kelompok menuju sebuah kesimpulan yang
akan
dipresentasikan
dan
dipertanggungjawabkan di depan kelas.
Pada saat diskusi kelas, siswa mencatat halhal penting sebagai bahan sharing pendapat.
Pada aktivitas pemantapan, kegiatan
yang dilakukan adalah siswa memberikan
tanggapan dan komentar serta kritikan
terhadap jawaban atau kesimpulan dari
penyelesaian
masalah
yang
telah
disampaikan. Selain itu guru mengajukan
beberapa pertanyaan untuk memancing
respon siswa yang belum muncul.
Tahap Akhir, kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini adalah guru
mengarahkan siswa untuk membuat
kesimpulan dari hasil pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan
kegiatan
refleksi
untuk
mengecek
pemahaman siswa yaitu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada siswa tentang
materi yang telah dipelajari.
Dari tahapan pembelajaran di atas,
jelaslah bahwa pembelajaran matematika
dengan pendekatan open-ended juga tidak
terlepas dari gabungan beberapa metode
pembelajaran. Hal yang paling menonjol
adalah metode kooperatif (kerja kelompok).
Metode ini tepat karena akan mendorong
siswa aktif menemukan sendiri pengetahuan
melalui keterampilan proses dan kerjasama.
Namun, agar dapat bekerjasama dengan baik
di dalam kelompoknya, Wardono (dalam
Waluya dkk, 2006:279) mengatakan bahwa:
Ada 5 keterampilan kooperatif yang
harus diajarkan, yaitu:
1) berada dalam tugas, artinya tetap
berada dalam kerja kelompok dan
menyelesaikan
masalah
yang
menjadi tanggung jawabnya.
2) mengambil giliran dan mengambil
tugas, artinya bersedia menerima
tugas dan membantu menyelesaikan
tugas.
3) mendorong partisipasi, artinya
memotivasi teman sekelompok
untuk memberikan kontribusi.
4) mendengarkan dengan aktif, artinya
mendengar
dengan
menyerap
informasi yang disampaikan oleh
teman dan menghargai pendapat
teman.
5) Bertanya,
artinya
terampil
menanyakan
informasi
atau
penjesan lebih lanjut dari teman
sekelompok.
Jika semua siswa telah memiliki
ketrampilan
kooperatif
yang
telah
disebutkan
diatas
maka
keiatan
pembelajaran akan berjalan dengan lancar.
C. Keunggulan dan Kelemahan
Pembelajaran Matematika dengan
Pendekatan Open-Ended
Pembelajaran matematika dengan
pendekatan open-ended ternyata terdapat
beberapa keunggulan dan kelemahan
(Suherman, 2001:121).
Keunggulan dari pendekatan openended antara lain:
a) Siswa berpartisipasi lebih aktif
dalam pembelajaran dan sering
mengekpresikan idenya.
b) Siswa memiliki kesempatan lebih
banyak
dalam
memanfaatkan
pengetahuan
dan
keterampilan
matematika secara komprehensif.
c) Siswa
dengan
kemampuan
matematika rendah dapat merespon
permasalahan dengan cara mereka
sendiri.
d) Siswa dengan cara intrinsik
termotivasi untuk memberikan bukti
atau penjelasan.
e) Siswa memiliki pengalaman banyak
untuk menemukan sesuatu dalam
menjawab permasalahan.
Disamping
keunggulan
yang
diperoleh, terdapat beberapa kelemahan dari
penerapan pembelajaran dengan pendekatan
open-ended antara lain:
a) Membuat dan menyiapkan masalah
matematika yang bermakna bagi
siswa bukanlah pekerjaan mudah.
b) Mengemukakan
masalah
yang
langsung yang dapat dipahami siswa
sangat sulit sehingga banyak siswa
mengalami kesulitan bagaimana
merespon masalah yang diberikan.
c) Siswa dengan kemampuan tinggi
bisa merasa ragu atau mencemaskan
jawaban mereka.
d) Mungkin ada sebagian siswa yang
merasa keegiatan belaar mereka
tidak
menyenangkan
karena
kesulitan yang mereka hadapi.
Jadi, di samping keunggulan yang
menjanjikan pembelajaran lebih bermakna
namun harus disadari bahwa untuk
mendapatkan hasil yang optimal dibutuhkan
kerja yang maksimal dan guru yang inovatif
serta motivatif untuk membuat siswa aktif
dan kreatif.
III.
SUBYEK
SAMPEL
DAN
INSTRUMEN PENELITIAN
Penelitian ini bernuansa eksperimen
berbasis Peneltian Tindakan Kelas (PTK.
Subyek penelitian adalah siswa kelas X
Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Indrajaya
Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Sedangkan
alat ukurnya berupa soal essay matematika
untuk kelas X SMA semester genap dan
penilaiannya berpedoman pada item tujuan
penelitian seperti yang telah digambarkan di
atas. Selain itu kerpada semua siswa
diberikan angket isian untuk menilai
keaktifan siswa dalam kelas.
IV.
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Secara
umum penelitian ini
mengungkapkan tiga macam temuan yaitu
intensitas
keaktifan
siswa
selama
berlangsungnya
proses
pembelajaran,
kemampuan berpikir kritis siswa menurut
level sekolah dan pola kesalahan dalam
menjawab soal cerita. Temuan intensitas
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
dinilai berdasarkan hasil pengamatan guru
terhadap siswa dan pengamatan siswa
terhadap siswa lainnya di dalam kelompok.
Tujuannya untuk mengungkap apa yang
dilakukan siswa selama berlangsungnya
proses pembelajaran yang berbasis inkuairi.
Sedangkan temuan kemampuan berpikir
kritis siswa diperoleh berdasarkan hasil tes
awal, evaluasi 1, evaluasi 2 dan tes akhir
terhadap siswa dari enam lokasi/daerah uji
coba.
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Belajar Siswa
Pada penelitian ini, hasil belajar siswa
diperoleh melalui tes akhir belajar secara
tertulis dan dikerjakan secara mandiri.
Penilaian dilakukan pada akhir proses
kegiatan pembelajaran secara keseluruhan.
Data hasil belajar dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1: Data Hasil Tes Siswa
No
Kode
Soal
Total
Keterangan
siswa
10 Subjek 1
2
Subjek 2
3 111
Subjek 3
4
Subjek 4
5
Subjek 5
6
Subjek 6
7
Subjek 720
8 8 Subjek 8
9
Subjek 9
10 Subjek 10
11 Subjek 11
12 Subjek 12
13 Subjek 13
14 Subjek 14
15 Subjek 15
16 Subjek 16
17 Subjek 17
18 Subjek 18
19 Subjek 19
20 Subjek 20
21 Subjek 21
22 Subjek 22
23 Subjek 23
24 Subjek 24
25 Subjek 25
26 Subjek 26
27 Subjek 27
28 Subjek 28
29 Subjek 29
30 Subjek 30
31 Subjek 31
Rata - Rata
1
2
3
4
20
20
20
20
20
20
20
18
20
18
20
20
20
20
20
18
20
15
16
20
18
18
20
20
20
16
16
20
20
20
20
19,13
20
12
20
20
12
20
20
20
20
14
10
18
20
20
10
12
12
20
11
20
20
20
10
20
20
20
10
20
20
10
15
16,13
18
14
19
19
12
19
16
10
14
15
13
13
18
17
17
15
14
14
3
19
13
13
18
16
18
10
10
16
17
12
14
14,58
10
20
18
19
16
18
4
10
16
18
20
18
18
10
20
20
20
8
2
19
6
6
20
20
18
5
18
10
18
6
18
14,97
Dari data di atas diperoleh jangkauan data
adalah 59 dengan skor tertinggi 91 dan
terendah adalah 32. Sedangkan rata-rata
hasil belajar siswa adalah 71,03 dari skor
maksimal 100 dari 5 soal yang tersedia,
sebahagian besar siswa tidak dapat
menyelesaikan butir soal nomor 5 karena
keterbatasan waktu yang tersedia.
2. Ketuntasan Hasil Belajar
Berdasarkan nilai tes hasil belajar
yang telah dipaparkan di atas menunjukan
3. Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran
Data pengamatan mengenai aktivitas
siswa selama kegiatan pembelajaran
diperoleh dari 3 kali pertemuan Hasil dan
5
0
0
11
13
7
13
7
8
10
0
7
8
13
0
8
0
0
8
0
13
8
8
8
8
13
0
0
0
10
5
10
6,23
68
66
88
91
67
90
67
66
80
65
70
69
89
67
75
65
66
65
32
90
65
65
76
84
89
51
54
66
85
53
77
71,03
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
bahwa 27 siswa sudah mencapai skor
minimal 65% dari skor total, sehingga 27
siswa tersebut dinyatakan telah tuntas
belajar secara individual. Adapun siswa
yang tidak mencapai skor minimal 65% dari
total skor adalah 4 siswa. Secara persentase
diperoleh banyaknya siswa yaang tuntas
belajar secara individu adalah 87,1%. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa ketuntasan belajar
secara klasikal sudah tercapai.
pengamatan dinyatakan dengan persentase
dan disajikan dalam bentuk tabel berikut ini.
Tabel 2. Persentase Aktivitas Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran
Katagori Pengamatan
Mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru atau teman
Membaca, memahami masalah di LKS
Menyelesaikan masalah/ menemukan
cara penyelesaian masalah di LKS
Bertanya
kepada
guru
atau
teman,menyampaikan pendapat /ide
kepada guru atau teman
Bekerjasama/berdiskusi
dalam
kelompok
Menarik kesimpulan suatu konsep atau
prosedur
Perilaku yang tidak relevan dengan
KBM
Persentase Aktivitas Siswa dalam
Pembelajaran (%)
RP I
RP II
RP III
Persentase
Rata-Rata
(%)
14,81%
8,89%
12,22%
11,97%
11,11%
8,89%
12,22%
8,15%
24,44%
31,11%
25,56%
27,04%
28,15%
24,44%
32,22
28,27%
10,37%
17,78%
11,11%
13,09%
10,37%
6,67%
11,11%
9,38%
0,74%
3,33%
2,22%
2,1%
Berdasarkan tabel di atas dan mengacu pada
kriteria waktu ideal aktivitas siswa dalam
pembelajaran, maka dapat disimpulkan
bahwa aktivitas siswa untuk masing-masing
kategori pada setiap pembelajaran adalah
sesuai dengan rencana pembelajaran yaitu
terlibat secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
4. Respon Siswa
Data respon siswa diperoleh dari
penyebaran angket yang dilakukan setelah
semua kegiatan pembelajaran selesai
dilaksanakan. Angket respon siswa yang
diisi oleh 31 siswa dikelompokkan dalam
beberapa aspek tinjauan dinyatakan dalam
bentuk persentase dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 3. Persentase Perasaan Siswa Terhadap Komponen Mengajar
Aspek Respon siswa
1.
2.
3.
4.
5.
Model Pembelajaran
Meteri Pelajaran
LKS
Suasana Pembelajaran di Kelas
Cara Guru Mengajar
Respon Siswa
Senang
Tidak
83,87 %
16, 13 %
80,65 %
19,35 %
35,48 %
64,52 %
83,87 %
16,52 %
80,65 %
19,35 %
Tabel 4. Persentase Tanggapan Siswa Terhadap Komponen Mengajar
Aspek Respon siswa
Respon Siswa
Baru
Tidak
1.
2.
3.
4.
5.
Model Pembelajaran
Materi Pelajaran
LKS
Suasana Pembelajaran di Kelas
Cara Guru Mengajar
83,47 %
35,48 %
64,52 %
41,94 %
45,16 %
16,13 %
64,52 %
35,48 %
58,06 %
54,84 %
Tabel 5. Persentase Pendapat Siswa tentang Minat untuk Mengikuti Pembelajaran
Selanjutnya dengan Open-Ended
Aspek Respon siswa
Pendapat siswa tentang minat untuk mengukuti pembelajaran
selanjutnya dengan pendekatan open-ended
Respon Siswa
Berminat
Tidak
83,87 %
16,13 %
Tabel 6. Persentase Pendapat Siswa Tentang Pemahaman Bahasa yang Digunakan
Aspek Respon siswa
1. Lembar Kerja Siswa
2. Tes Hasil Belajar
Respon Siswa
Jelas
Tidak
45,16 %
54,84 %
67,74 %
32,26 %
Dari tabel di atas terlihat bahwa lebih dari
80% siswa berminat untuk mengikuti
pembelajaran berikutnya dengan pendekatan
open ended dan mereka senang terhadap semua
komponen pembelajaran kecuali LKS, karena
menurut sebagian besar siswa LKS merupakan
komponen baru yang jarang digunakan sehingga
siswa tidak dapat memahami secara baik
petunjuk dari LKS yang disajikan. Namun
secara keseluruhan respon siswa terhadap
komponen pembelajaran dapat digolongkan
positif.
B. Pembahasan
Kegiatan
pembelajaran
matematika
dengan pendekatan open-ended yang telah
dipraktekkan di kelas X-3 SMA Negeri 2
Indrajaya Kabupaten Pidie menunjukan hasil
yang positif ditinjua dari hasil belajar,
ketuntasan belajar, aktivitas siswa maupun
respon siswa. Hal ini menunjukan bahwa
pendekatan open-ended cocok diterapkan dalam
pembelajaran matematiaka khususnya pada
materi
Luas
Segitiga.
Namun
perlu
digarisbawahi bahwa tidak semua materi cocok
diajarkan dengan pendekatan open-ended. Oleh
karena itu guru harus mampu menyesuaikan
materi yang diajarkan dengan model,
pendekatan dan metode serta strategi
pembelajaran yang akan diterapkan.
Berdasarkan data hasil pengamatan di atas
menunjukan bahwa hasil belajar siswa pada
materi Luas Segitiga yang diperoleh melalui
penerapan pendekatan open-ended mencapai
skor rata-rata siswa sebesar 71,03 dengan skor
tertinggi 91 dan skor terendah adalah 32 dari
skor maksimal yaitu 100. sebagian besar siswa
mampu menjawab secara maksimal 4 soal dari 5
soal yang diberikan. Salah satu penyebabnya
adalah karena sebagian siswa kurang memahami
petunjuk soal sehingga waktu yang tersedia
tidak cukup untuk menyelesaikan semua soal.
Hasil tes belajar menunjukan bahwa
jumlah siswa yang tuntas belajar adalah 27 siswa
dan siswa yang tidak tuntas belajar berjumlah 4
siswa, artinya secara persentase siswa yang
tuntas belajar mencapai 87,1% dari keseluruhan
siswa. Dengan demikian penerapan pendekatan
open-ended pada materi Luas Segitiga dapat
mencapai ketuntasan belajar siswa secara
klasikal.
Kegiatan
pembelajaran
melalui
pendekatan open-ended juga menunjukan hasil
yang positif terhadap aktivitas siswa pada setiap
pertemuan. Sebagian besar siswa antusias dan
memiliki motivasi tinggi serta aktif dalam
kegiatan pembelajaran baik secara individu
maupun secara kelompok. Aktivitas dan respon
siswa terhadap materi muncul sesuai dengan
harapan yang diinginkan. Buktinya persentase
seluruh aktivitas siswa yang diamati berada
dalam batas-batas waktu ideal yang telah
ditetapkan pada aspek pengamatan dengan
toleransi 5 %. Walaupun demikian dalam proses
pembelajaran masih ada kendala yang dihadapi
oleh siswa dan guru baik dari segi teknis
maupun dari segi nonteknis.
Pada pertemuan pertama, kegiatan awal
dilakukan adalah guru melakukan sharing info,
memberikan informasi tentang tujuan, materi,
dan model pendekatan pembelajaran yang akan
dilaksanakan serta mengaitkan materi yang akan
dipelajari dengan materi sebelumnya. Adapun
tujuan pembelajaran pada pertemuan pertama
adalah mengingat kembali penggunaan rumus
luas segitiga jika panjang alas dan tinggi segitiga
itu diketahui. Luas segitiga ABC jika panjang
alas dan tinggi segitiga itu diketahui dapat
digunakan rumus :
L=
1
2
at
Keterangan :
L = Luas segitiga
a = Panjang alas
t = Tinggi segitiga
Rumus luas segitiga diatas dapat
digunakan untuk mencari luas segitiga lancip
dan segitiga tumpul yang panjang alas dan
tingginya diketahui.
Menurut pengamatan peneliti dan
observer, kegiatan awal pembelajaran siswa
terlihat sangat kaku. Hal ini disebabkan karena
siswa belum terbiasa dengan masalah openended yang disajikan di dalam LKS sehingga
mereka untuk memahami masalah LKS dan
siswa tidak tahu apa yang harus mereka
kerjakan. Pada pertemuan ini siswa diminta
untuk mencari luas segitiga ABC yang panjang
alas dan tingginya diketahui.
Setelah
siswa
mengingat
kembali
penggunaan rumus luas segitiga dengan panjang
alas dan tinggi segitiga itu diketahui, kemudian
peneliti mengarahkan siswa dalam berdiskusi
untuk mencari rumus luas segitiga jika tiga
unsur
dalam
segitiga
itu
diketahui.
Kemungkinan dari tiga unsur yang diketahui itu
adalah:
1) Panjang dua sisi dan besar sudut yang
diapit oleh kedua sisi itu (ss.sd.ss)
2) Besar dua sudut dan panjang satu sisi
yang terletak di antara kedua sudut itu
(sd.ss.sd)
3) Panjang dua sisi dan besar satu sudut
yang berhadapan dengan salah satu sisi
itu (ss.ss.sd)
4) Panjang ketiga sisinya (ss.ss.ss)
Pada
pertemuan
kedua,
proses
pembelajaran berjalan dengan baik dan lancar
dan siswa pun sudah mulai terbiasa dengan
kegiatan pembelajaran yang dilakukan sehingga.
Adapun tujuan pembelajaran yaitu menentukan
luas suatu segitiga jika:
 Dua sisi dan satu sudut dari segitiga
itu diketahui
 Dua sisi dan sebuah sudut di hadapan
sisi dari segitiga itu diketahui
Kegiatan pembelajaran
langsung
menuju
fokus
permasalahan
dengan
membagikan
LKS
kepada
siswa
dan
mengarahkan siswa agar membentuk kelompok
berdasarkan pertemuan sebelumnya. Beberapa
kelompok langsung terlihat aktif berdiskusi di
dalam kelompok (17,78%). Mereka mencoba
memahami dan menyelesaikan masalah yang
ada di LKS (31,11%). Sementara itu hasil kerja
kelompok didiskusikan di depan kelas.
Pada pertemuan ketiga, melanjutkan
tujuan pembelajaran pada pertemuan kedua yaitu
menentukan luas suatu segitiga jika :
 Dua sudut dan satu sisi dari segitiga
itu diketahui
 Ketiga sisi dari sebuah segitiga
diketahui
Pada
pertemuan
ketiga,
kegiatan
pembelajaran tetap berjalan seperti pertemuan
sebelumnya dan berlangsung dengan baik dan
lancar. Aktivitas siswa didominasi dengan
kegiatan bertanya dan menyampaikan pendapat
kepada guru/teman baik di dalam kelompok
maupun diskusi kelas (32,22%) sehingga
kegiatannya
terkesan
aktif.
Kegiatan
pembelajaran berakhir dengan penarikan
kesimpulan secara menyeluruh tentang rumus
mencari luas segitiga.
Berdasarkan rician kegiatan pada setiap
pertemuan maka dapat diperoleh rata-rata waktu
yang banyak digunakan adalah untuk bertanya
dan menyampaikan pendapat/ide kepada guru
atau teman (28,27%) dan menyelesaikan
masalah atau menemukan cara menyelesaikan
masalah di LKS (27,04%) serta bekerjasama
atau berdiskusi dengan kelompok (13,09%).
Data ini menerangkan bahwa pembelajaran
matematika melalui pendekatan open-ended
dapat meningkatkan aktivitas dan kreatifitas
siswa dalam mengekplorasi masalah dengan
menggunakan ide-ide yang dimiliki untuk
menarik suatu kesimpulan. Hal ini senada
dengan pernyataan Suherman (2001:121), ia
mengatakan bahwa melalui pendekatan openended, siswa berpartisipasi lebih aktif dalam
pembelajaran dan sering mengekspresikan
idenya dan merespon masalah dengan cara
mereka sendiri sehingga siswa termotivasi untuk
memberikan bukti dan penjelasan mengenai
hasil temuannya. Disampinng itu, pendekatan
open-ended yang dilakukan dengan metode
diskusi kelompok (kooperatif) ternyata juga
dapat mengaktifkan siswa baik secara individual
maupun
berkelompok
sehingga
dapat
meminimalisasikan waktu yang terbuang untuk
perilaku yang tidak sesuai dengan Kegiatan
Belajar Mengajar (2,1%). Dengan Demikian
pemblajaran melalui pendekatan open-ended
dapat digolongkan baik dan efektif.
Respon
siswa
terhadap
kegiatan
pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan
menunjukan tanggapan yang positif. Hal itu
dapat dibuktikan dari angka persentase yang
menunjukan lebih dari 80% siswa senang
terhadap komponen mengajar seperti model
pembelajaran dan suasana pembelajaran
(83,87%), serta materi pelajaran dan cara guru
mengajar (80,65%). Menurut pengakuan siswa
materi pelajaran, cara guru menngajar dan
suasana kelas selama kegiatan pembelajaran
adalah hal yang tidak baru lagi bagi siswa
karena sudah sering dipraktekkan selama ini,
akan tetapi model pendekatan open-ended yang
diterapkan adalah hal yang baru bagi siswa,
merekapun tertarik dan berminat untuk
mengikuti pembelajaran berikutnya dengan
menggunakan model pendekatan open-ended
pada materi yang berbeda. Hal itu ditunjukan
dengan angka persentase terhadap aspek yang
direspon masing-masing mencapai 83,87%.
Namun, sebagian besar siswa memberikan
tanggapan
negatif
terhadap
komponen
pembelajaran LKS. Dari 31 siswa hanya 35,48%
yang senang terhadap komponen pembelajaran
tersebut. Hal itu disebabkan karena LKS
merupakaan komponen pembelajaran baru
(64,52%) yang jarang digunakan dalam proses
pembelajaran sehingga siswa sulit memahami
petunjuk dan bahasa yang digunakan dalam
LKS.
Jadi,
untuk
kelancaran
proses
pembelajaran guru memberikan informasi
tambahan terhadap masalah dan kesulitan yang
dihadapi siswa. Secara keseluruhan dapat
diambil kesimpulan bahwa respon siswa
terhadap kegiatan pembelajaran melalui
pendekatan open-ended adalah positif.
Walaupun uraian di atas menunjukan
bahwa pembelajaran matematika melalui
pendekatan open-ended efektif dan lebih mudah
membentuk dan menetapkan pemahaman siswa
dalam mengajar materi Luas Segitiga, namun
perlu disadari bahwa pembelajaran tersebut tidak
efesien dari segi waktu karena membutuhkan
waktu yang lama untuk mengkontruksi ide-ide
siswa dalam menemukan hubungan menuju
suatu kesimpulan. Di samping itu, pada
penelitian ini masih ada beberapa kelemahan
pada perlakuan seperti pada penyajian masalah
di dalam LKS dan tes hasil belajar. Siswa
menanggapi bahwa bahasa yang digunakan di
dalam LKS dan tes hasil belajar masih susah
untuk dipahami sehingga diperlukan informasi
tambahan dari guru. Peneliti menyadari satu
faktor rendahnya rata-rata nilai siswa
dipengaruhi oleh kurang pahamnya siswa
terhadap bahasa yang digunakan dalam tes hasil
belajar. Oleh karena itu, untuk menerapkan
model
pendekatan
open-ended
dalam
pembelajaran matematika dibutuhkan persiapan
yang maksimal dalam mempersiapkan perangkat
pembelajaran sehingga proses pembelajaran
dapat berlangsung dengan baik dan akan
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan
sesuai dengan Rencana Pembelajaran (RP) yang
telah dirancang.
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
diambil kesimpulan:
1. Hasil belajar siswa melalui pendekatan
open-ended mencapai rata-rata 71,03%
2. Siswa mencapai ketuntasan belajar
secara klasikal yaitu sebanyak 87,1%
siswa memperoleh skor  65% dari
skor total hasil tes,
3. Siswa terlibat secara aktif dalam
kegiatan pembelajaran,
4. Respon
siswa
positif
terhadap
pendekatan open-ended.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan di atas berikutnya
disajikan beberapa rekomendasi:
1. Diharapkan kepada guru agar dapat
melakukan persiapan yang maksimal
untuk menyajikan dan mengkontruksi
masalah open-ended, baik dari segi
kesesuaian materi, bentuk masalah
maupun dari segi penggunaan bahasa
yang digunakan di dalam LKS.
2. Diharapkan kepada guru SMA Negeri 2
Indrajaya Kabupaten Pidie untuk
menerapkan pendekatan open-ended
pada materi Luas Segitiga serta materi
lainnya yang dianggap cocok dengan
pendekatan open-ended.
3. Diharapkan guru dapat memadukan
masalah open-ended dengan model dan
pendekatan pembelajaran lain sehingga
kegiatan pembelajaran lebih menarik
dan variatif serta lebih bermakna dan
bermamfaat bagi siswa dan guru.
DAFTAR PUSTAKA
Hudojo, H. 1998. Pembelajaran matematika
menurut Pandangan
Kontruktivistik.
Makalah disajikan Dalam Seminar Nasional
Pendidikan
Matematika. Malang 4 Maret:
Program Pasca Sarjana IKIP Malang.
Ridhwan, M dan Samsul Bahri. 2006. “Teori
yang Mendasari Belajar dan
Pembelajaran”.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu. 3(2): 90-94
Slameto. 1995. Belajar dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Rhineka Cipta,
Jakarta.
Soekamto. 1995. Teori Belajar dan ModelModel Pembelajaran. PAU Dirjen
Dikti:
Jakarta
Suherman, 2001. Common texbook, Strategi
Pembelajaran Matematika
Kontemporer.
Untuk mahasiswa, guru dan calon guru bidang
studi pendidikan matematika. Tim MKPBM
Jurusan Pendidikan Matematika F.MIPA JICA
UPI Bandung
Suhartati. 2007. Penggunaan Masalah OpenEnded dalam Pendekatan
Pembelajaran
Matematika Realistik. Makalah disajikan dalam
Seminar
dan Workshop Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI) FKIP
Unsyiah Banda Aceh, 9-10 April
Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivitas dalam
pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius
Surakhmad, W. 1979. Metodelogi Pengajaran
Nasional. Jakarta: Jemmas.
Yuwono, 1.2001. RME (Realistik Mathematics
Education) dan hasil studi Awal
Implementasi di SLTP. Makalah
disampaikan dalam Seminar Nasional
Realistic Mathematics Education
(RME). F MIPA UNESA Surabaya, 24 Januari.
Wardono. 2006. Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Keterlibatan Siswa dan
guru
SLTP melalui pembelajaran yang
menyenangkan dan bermakna.
PTK
Kolabosari antara Dosen dan Guru SLTP di
Pekalongan Jurusan
Matematika F.MIPA
Univ. Semarang. Prosiding Koferenssi Nasional
Matematika XIII, 24-27 Juli.
Download