BAB II GERAKAN FEMINISME DALAM PENDIDIKAN A. GERAKAN FEMINISME 1. Pengertian Gerakan Feminisme “Feminisme” asalnya adalah sebuah kata Perancis dan menjadi luas digunakan di Eropa, Amerika Serikat dan di negeri jajahan mereka pada abad 19 dan 20. Pada mulanya ia bermaksud menunjukkan adanya suatu “gerakan kaum perempuan” gerakan ini dimaksudkan untuk memajukan kedudukan kaum perempuan. kemudian gerakan ini semakin lama semakin besar sesuai kondisi zamannya bahkan tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Namun sampai saat ini belum ada definisi yang baku tentang gerakan feminisme tersebut. Secara konsep analisis “feminisme” berkaitan dengan berbagai persoalan seperti proses transformasi. Konsep “perempuan” yang selalu berubah dan goyah itu sendiri, identitas dan kesadaran. Akan tetapi menurut Leuritis yang dikutip oleh Wieringa dijelaskan bahwa feminisme mungkin kembali tentang kementerian ideologi dan cara bagaimana bekerjanya politik ditengah kehidupan sehari-hari, feminisme mendefinisikan sendiri sebagai suatu perihal politik, bukan sekedar politiks seks saja, tetapi politik pengalaman, kehidupan sehari-hari yang pada saatnya kemudian memasuki ruang lingkup ekspresi dan praktek kreatif masyarakat .1 Maka feminisme bukan hanya politik dan etika perubahan, tetapi juga merupakan proses berwacana (discursive procces) suatu proses yang melahirkan arti, representasi yang menumbangkan gender dan menciptakan representasi gender baru, keperempuanan identitas dan diri kolektif Feminisme mengandung arti banyak yang tidak terbatas pada gerakan mutakhir 1 Saskia Eleonora Wieringa, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia, (Jakarta: Kalyana Mitra Garba budaya, 1999), Cet. I, hlm. 75. 16 17 Menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, dua orang feminis Asia Selatan, tidak mudah untuk merumuskan definisi feminisme yang dapat diterima atau diterapkan pada semua feminis dalam semua waktu dan di semua tempat. Karena feminisme tidak mengambil dasar konseptual teoritis dari rumusan teori tunggal maka definisi feminisme berubah-ubah sesuai dengan perbedaan realitas sosiokultural yang melatarbelakangi lahirnya paham ini, dan perbedaan tingkat kesadaran, persepsi serta tindakan yang dilakukan oleh para feminis itu sendiri.2 Dengan demikian konsep dan definisi gerakan feminisme harus diredefinisi kembali sehingga image dahulu gerakan feminisme adalah gerakan pembenci laki-laki akan berubah dan agar dapat memberi pemahaman terhadap faham yang keliru. Oleh karena itu untuk memahami tentang feminisme harus mempunyai dasar dan landasan yang kuat sehingga tidak memunculkan berbagai interpretasi. Untuk menghindari perbedaan persepsi maka penulis mengambil definisi sebagai berikut: feminisme berasal dari kata “femina” yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki di masyarakat.3 Feminisme sebagai gerakan lebih menekankan pada definisi sebagai satu faham yang memperjuangkan kebebasan perempuan dari dominasi lakilaki. Selain itu gerakan feminisme berusaha mendobrak ketahanan masyarakat yang semuanya didasarkan pada peran gender. Sementara itu konsep gender adalah pembagian lelaki dan perempuan yang dikrontruksikan secara sosial maupun kultural.4 Namun ketika dilihat dalam Islam wanita (perempuan) dan pria adalah sama-sama manusia, 2 Yunahar Ilyas, Feminisme Dalam Kajian Tafsir Al-qur’an Klasik dan Kontemporer, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 40. 3 Fatalaya S. Hubies dalam Dadang S. Anshori dkk. (Eds.), Membincangkan Feminisme Refleksi Muslimah Atas Peran Sosial Kaum Wanita, ( Bandung: Pustaka Hidayah,), 1997, hlm. 19 4 Bainar, Wacana Dalam Keindonesian dan Kemodernan, ( Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1998), hlm. 24. 18 keduanya mendapatkan hak yang sama dan setara.5 Namun kesalahan pemahaman masyarakat dalam pemaknaan konsep gender menghasilkan satu reduksi bahwa isu gender identik dengan isu perempuan. Hal inilah yang menjadi cikal bakal munculnya gerakan feminisme (gerakan perempuan). 2. Sejarah Gerakan Feminisme Feminisme adalah gerakan perempuan pada awalnya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan selama ini ditindas dan dieksploitasi hak-haknya. Kaum perempuan hanya dipandang sebagai second people, makhluk lemah dan selalu bergantung pada kekuatan laki-laki dalam segala bidang. Sehingga hakekat dan subtansi perjuangan feminisme adalah equal of life (kesetaraan martabat dan kehidupan baik di dalam maupun di luar rumah). Perjuangan kaum feminis adalah mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil menjadi adil (gerakan transformasi sosial). Salah satu harapan dari gerakan feminisme ini adalah tuntutan untuk kebebasan dan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam bidang sosial, ekonomi dan kekuasaan politik. Sebagai akibatnya banyak perempuan memasuki dunia maskulin dan berkiprah bersama lakilaki. Partisipasi perempuan secara kuantitatif meningkat dengan pesat sehingga dapat dikatakan sebagai pertanda “kemenangan” kaum perempuan.6 Walaupun sudah banyak perempuan-perempuan yang memperoleh kedudukan sejajar dengan laki-laki, namun kaum feminisme tidak menghentikan langkah dalam berjuang, karena mereka sadar peradaban modern masih belum memberi banyak kesempatan kedudukan yang seimbang. 5Murtadha Muthahari, Hak-Hak Wanita Dalam Islam, Terj M. Hasem, Judul asli The Right of Woman in Islam,( Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2001), hlm. 79. 6 Irwan Abdullah (ed.), Sangkan Peran Gender, ( Yogyakarta: PKK UGM, 1997), hlm. 11. 19 Pada tahun 1980 muncul paradigma baru yang memuji keunggulan kualitas feminim yang memaksimalkan perbedaan alami antara laki-laki dan perempuan yang secara esensial berbeda.7 Hal ini dilakukan sebagai upaya penghormatan terhadap perempuan. Pemujian terhadap kualitas feminis berdasarkan pada perbedaan laki-laki dan perempuan secara alamiah dimaksudkan untuk memberikan penghormatan dan penghargaan kepada kaum perempuan. Penghargaan itu diberikan karena perempuan mempunyai kelebihan. . Gerakan fenimisme, secara umum merupakan suatu reaksi atas ketimpangan dan ketidakadilan yang dihasilkan oleh suatu tatanan sosial yang patriarkhis,secara historis, munculnya gerakan fenimisme di barat sangat berkaitan dengan lahirnya renaissance di Italia yantg membawa fajar kebangkitan kesadaran baru di Eropa.8 Bersamaan itu pula muncullah para humanis yang menghargai manusia, baik laki-laki maupun perempuan sebagai individu yang memiliki kebebasan dalam menggunakan akal budinya, dan bebas dari pemasungan intelektual gereja. Dalam upaya menguak gerakan perempuan maka perlu diketahui dahulu tentang sejarah perempuan. Jika sejarah adalah memori kolektif umat manusia dan memberikan pembenaran moral untuk masa kini, maka ketiadaan perempuan di dalam sejarah” menyesatkannya dengan membuatnya hanya laki-laki saja yang berperan serta dalam kejadian yang di pandang sebagai berjasa dalam memelihara dan dengan menyajikan gambaran yang salah tentang apa yang sebenarnya terjadi.9 Wacana sejarah yang mengingkari tampilnya perempuan juga melestarikan subordinasi mereka, dan citra mereka sebagai penerima pasif dari tindak tanduk yang lain. 7 Ratna Megawangi dalam Sachito Murata,,The Tao of Islam, ( Bandung: Mizan, 2000),hlm. 8. 8 Abdul Mustakim, Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarki, ( Yogyakarta: Sabda Persada , 2003), Cet. I hlm 19. 9 Saskia Eleonora Weiringa, ,Op. cit., hlm. 65. 20 Sejarah merupakan bagian dari politik gender. Untuk memberikan bukti bahwa perempuan terlibat dalam berbagai gerakan yang dirumuskan oleh laki-laki sendiri maka para feminis menulis kisah jasa-jasa perempuan dalam fase sejarah pengimbang yang dikembangkan dalam sejarah sumbangan. Di samping itu semua kepentingan gender perempuan akan dipakai sebagai konsep analisis untuk meneliti berubahnya wacana tentang berbagai organisasi. sebagaimana organisasi membeda-bedakan, merumuskan dan memprioritaskan sejumlah kepentingan yang mereka perjuangkan di tangan konfigurasi politik yang berubah-ubah. Beberapa persoalan dalam konseptualisasi mengenai kebutuhan dan kepentingan perempuan itu kabur dan membingungkan. Seakan-akan terdapat persetujuan, bahwa kebutuhan perempuan dapat dengan mudah diamati dan diperoleh secara langsung dari realitas-realitas perempuan. Sebenarnya kebutuhan dan kepentingan perempuan ada 2 yaitu: strategis diformulasikan dari analisis tentang subordinasi perempuan terhadap lakilaki sedangkan kebutuhan gender praksis diformulasikan dari kondisi real pengalaman perempuan dalam posisi mereka yang ditimbulkan di dalam pembagian kerja secara seksual, karena itulah pada hakikatnya feminisme adalah gerakan transformasi sosial dalam arti tidak hanya melulu memperjuangkan soal perempuan belaka.10 Gerda Lerner menyatakan bahwa kunci pemahaman mengenai sejarah perempuan adalah menerima bahwa ia adalah sejarah mayoritas manusia.11 Tujuan penulisan tentang sejarah perempuan ini adalah untuk memperbaiki perempuan kedalam sejarah dan memperbaiki sejarah dalam perempuan. Penelitian tentang sejarah perempuan akan dicatat sebagai kesadaran sendiri hal ini akan menggabungkan psikis dan sejarah. Selain itu munculnya gerakan feminisme ini muncul akibat adanya pembagian 10 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), Cet VI, hlm. 100. 11 Maggie Humm, Ensiklopedia Feminisme, ( Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hlm. 204. 21 kerja secara seksual, yakni seorang perempuan harus bekerja dan mempunyai tanggung jawab keibuan dan hal ini menjadi penyebab laten dominasi laki-laki. Misalnya keibuan dan kebapakan bukan merupakan yang simetris karena ayah tidak terlalu mempunyai komitmen terhadap rumah.12 Secara global gerakan feminisme muncul dalam tiga konteks Revolusi Perancis, Revolusi Industri dan perang kemerdekaan di Amerika Utara. a. Revolusi Perancis 1789 Shulamit Firestone mendefinisikan revolusi sebagai perolehan kontrol terhadap sarana produksi oleh perempuan, yang akan berakibat pada akhir dari keluarga biologis. Revolusi ini menumbangkan sistem feodal dan memunculkan pandangan baru tentang hubungan laki-laki dan perempuan serta dukungan terhadap hak-hak perempuan. Semangat dan tradisi pencerahan ini diusung oleh seorang feminis liberal yaitu Marry Wollstonecraff (1759-1797) dalam bukunya Vindication of woman yang merupakan pertahanan hak-hak perempuan dan tuntunan yang sama antara anak laki-laki dan perempuan. Pada dekade ini muncul istilah individualisme dimana istilah tersebut berkenaan dengan kepentingan perempuan. Individualisme kepentingan bisa melihat kepentingan masing-masing sebagai hal yang berbeda dari yang lain namun bisa juga melihat mereka sebagai bagian dari model hubungan manusia kontraktual. Dengan adanya revolusi Perancis ini menimbulkan prahara sosial politik dan demokratisasi Eropa Barat. Bersamaan dengan liberalisasi sosial politik itu kaum perempuan bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya dan gerakan ini sering disebut sebagai feminis individualis. b. Revolusi Industri Abad XIX 12 Ibid, hlm. 327. 22 Industrialisasi menyebabkan percepatan urbanisasi dan diferensiasi antara kelas menengah dan buruh upah. Perempuan kelas menengah keatas secara hukum bergantung sepenuhnya pada suami mereka dan terikat di sektor domestik. Definisi tentang kerja seringkali tidak hanya menyangkut apa yang dilakukan seseorang, tetapi juga menyangkut kondisi yang melatarbelakangi kerja tersebut, serta penilaian sosial yang diberi. Selain itu dalam gerakan studi perempuan semangat melakukan pengkategorisasian kerja, orang sering membuat dikotomi antara apa yang disebut kerja produksi dan kerja repoduksi.13 Dengan adanya konsep ini yang menjadi korban tetap perempuan. Lagi-lagi hal ini disebabkan karena adanya pembedaan kerja secara seksual. Akses pekerjaan dan pendidikan akan sulit atau bahkan hilang ketika mereka hidup sendirian. Perempuan Grassroot seperti buruh, PRT dan pelacur mengalami eksploitasi (buruh misalnya bekerja 1416 jam sehari). Sehingga terjadi pemogokan yang dilancarkan pada tanggal 8 Maret 1910 dalam Konferensi Perempuan Sosialis II di Kopenhagen. Selanjutnya tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Perempuan Internasional. c. Perang Kemerdekaan di Amerika Utara Perang ini dilakukan untuk menentang kolonialis Inggris dan mendukung hak-hak warga negara. Pada masa ini perjuangan untuk membebaskan perbudakan sangat gigih dilakukan hingga setengah abad kemudian, muncul slogan “semua orang adalah sama”. Pergerakan perempuan menaruh perhatian banyak pada hubungan antara rasialisme dan seksisme. Suatu hubungan sosial yang merendahkan perempuan, keyakinan dan praktek sosial yang seksis bukan hanya membatasi aktivitas perempuan, namun merupakan cara 13 Ratna Saptari, Brigicte Holner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Graffiti, 1997), hlm. 15. 23 yang praktis untuk melakukan pembedaan antara kedua jenis kelamin, karena keduanya tidak didasarkan pada pembuktian.14 Psikoanalisis feminis menyatakan bahwa seksisme berasal pada pembentukan identitas gender serta bentukan budaya kontemporer. Sedangkan Ras merupakan gambaran kepribadian dan perempuan sebagai makhluk sosial dan ras menentukan konteks penindasan seksual. Adapun tokoh-tokohnya adalah Susan B. Anthony, Elizabet Cody Staron. Perjuangan mereka menitikberatkan pada pembebasan budak dan kaum perempuan. Pada abad 19 dan awal abad 20 dinamika gerakan feminisme difokuskan pada suatu isu yaitu untuk mendapatkan hak memilih (the right to vote). Bersamaan dengan itu muncul beberapa aliran gerakan feminisme pada gelombang pertama abad XIX. 3. ALIRAN GERAKAN FEMINISME 1. Feminisme Liberal Feminis liberal berakar pada kebangkitan liberalisme yang lahir bersamaanyang lahir bersamaan dengan pertumbuhan kapitalisme. Liberalisme menganggap bahwa semua memiliki potensial individu yang sama ukuranya. Fokus perjuangan perempuan dalam aliran ini adalah melakukan perubahan ditingkat legislatif untuk mendapatkan hak perempuan dalam bidang pendidikan, hak milik, alat kontrasepsi, perceraian, pekerjaan, dan hak pilih. Kaum liberal percaya bahwa kebebasan dan persamaan berakar pada rasionalis, dan karena Tuhan rasional, maka mereka menuntut hak yang sama seperti kaum lakilaki. Tokoh-tokohnya John Stuart Mills dan Harbet Taylor Milles (suami isteri), Marry Wallstonecraft dalam Vindication the Right of Women menyatakan agar kaum perempuan menggunakan otaknya (rasio) untuk mendapatkan yang mereka inginkan. Ia menganjurkan 14 Maggie Humm, loc.cit, hlm. 425. 24 agar perempuan lebih berani mengekspresikan dirinya. Sementara John Stuart Mills (1851) mengajukan proses atas hukum dan perkawinan yang mana ia pandang sangat merugikan perempuan. Kaum feminisme liberal tidak mempermasalahkan ketidakadilan struktural dan penindasan ideologi patriarki. Feminisme liberal lebih memfokuskan pada perubahan undang-undang dan hukum yang dianggap dapat melestarikan sistem patriarkhi.15 Gerakan pada pandangan feminis liberalis memiliki konsep dasar individu. Ketidakadilan adanya pelanggaran terhadap kebebasan individu yang berlangsung melalui pembangunan dan perbaikan konsep pada kelompok tertentu (tertindas). Kesetaraan hanya dapat dicapai melakukan perubahan peraturan (hukum) dan pendidikan. Analisis feminisme liberal yangmenjadi aliran mainstream ini mendapatkan kritik dari aliran teori sosial feminisme lain.16 2. Feminisme Marxis Feminis Marxis merupakan reaksi atas feminis liberal dan menolak gagasan biologis sebagai dasar pembedaan gender. Penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi, sehingga persoalan perempuan selalu diletakkan dalam kerangka kritik atas kapitalisme, karena laki-laki mengontrol produksi menjadi bagian kekayaan (properti) belaka. Aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan isu bahwa ketimpangan peran antara kedua jenis kelamin itu sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor budaya alam.17 Di samping itu penindasan perempuan dilanggengkan dengan pelbagai cara dan alasan. Misalnya dengan “eksploitasi pulang ke rumah.” proses eksploitasi bisa 15 Mansur Fakih et.al, Membincangkan Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam, ( Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 228. 16 Siti Handayani, et. al, Merekontruksi Realitas Dengan Perspektif Gender, ( Yogyakarta: SBBY,1997), hlm. 10. 17 Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-qur’an, ( Jakarta: Paramadia, 2001), Cet. II, hlm. 65. 25 produktif (dalam industri) sehingga sangat bermanfaat dalam rangka reproduksi buruh murah (buruh perempuan sebagai buruh cadangan). Kondisi ini tentu saja sangat menguntungkan industri dan memperkuat posisi tawar kapitalis, hal ini dapat berimplikasi pada existensi buruh. Pembebasan individual adalah mustahil karena seksisme adalah persoalan sosial yang berhembus dari penindasan institusional terhadap perempun dalam kapitalisme. Dalam posisi ini baik laki-laki maupun perempuan sama-sama tertindas (buruh) dari pemilik modal, keterpukulan kaum laki-laki pekerja menjadi sebab pengembangan kesadaran kelas sampai mereka menyadari kepentingan kelas mereka di atas kepentingan mereka sebagai individu dan hingga pada akhirnya bergabung dengan kaum feminis. Perjuangan Marxis untuk mengembangkan kesadaran ini dalam kelas pekerja karena analisis mereka membawa mereka untuk mengerti bahwa perjuangan oleh perempuan melawan penindasan mereka sebagai perempuan dan perjuangan untuk menghilangkan ketidaksetaraan kelas berjalan terus. Ini dilakukan hingga revolusi. Sebaliknya hubungan yang erat antara penindasan gender dan kelas memberikan arahan kepada perjuangan sosialisme sebuah perjuangan terpadu juga. Tak ada revolusi sosialis tanpa pembebasan perempuan, tak ada pembebasan perempuan tanpa revolusi sosialis. Sesungguhnya persoalan perempuan itu bersifat struktural dan penyelesaiannya pun terjadi bila ada perubahan struktur kelas. Adapun tujuan feminisme marxis adalah mendriskipsikan basis material ketundukan perempuan dan hubungan antara model – model produksi dan status perempuan serta menerapkan teori perempuan dalam kelas pada peran keluarga. Pada dasarnya feminisme Marxisme belum mampu menjawab mengapa penindasan perempuan tidak berakhir bahkan dituduh sebagai kelompok yang buta gender. Lebih dari itu semua feminis 26 marxis justru melahirkan aliran baru yang banyak mengkritiknya yaitu feminis sosialis dan ekofeminis. Gerakan feminis sosialis berlangsung di dua front yaitu ; melawan kapitalisme dan menghadapi hubungan sosial dominasi lakilaki. Aliran ini bertujuan menghapuskan ketidakadilan kelas dan gender. Disamping itu mengkritik aliran marxis yang mengesampingkan dominasi laki-laki yang merupakan penyebab subordinasi perempuan. Gerakan dari ekofeminisme biasanya dianggap sebagai kajian dari feminis kultural. Perpaduan antara kajian ilmu ekologi dan feminisme akan mewujudkan lingkungan yang humanis. Yang dikatakan sebagai lingkungan yang humanis adalah lingkungan yang tertata ( built enveriovment).18 3. Feminisme Radikal Feminisme gelombang kedua pertama kali menggunakan istilah radikal untuk dimaksudkan sebagai teori sosial yang lebih revolusioner dari pada teori-teori New Left dari mana radikalisme muncul dikutip dari Mary Doly menggunakan radikal yang dimaksudkan sebagai metafisik dari pada radikal sebagai istilah politik atau sosial. Feminisme radikal menyatakan bahwa patriarkhi adalah karakteristik yang ada dalam masyarakat dan bertujuan menghancurkan sistem kelas jenis kelamin. Adapun yang melatarbelakangi adalah dominasi laki-laki dan klaim bahwa semua bentuk penindasan adalah perpanjangan dan supremasi laki-laki, penindasan yang terjadi pada perempuan menurut Ti Grace Atkinson adalah bahwa sistem peran laki-laki perempuan secara politik menindas. Adapun bentuk penindasan itu secara psikologis dan bukan ekonomis. 18 hlm.129 Judi Wacjman, Feminisme Versus Tehnologi, ( Yogyakarta: SBBY dan OXFAM), 27 Feminisme radikal merupakan sebuah fenomena baru tumbuh dalam gerakan pembebasan Amerika Serikat diakhir tahun 1960-an. Mereka yang terlihat pada umumnya adalah perempuan berkulit putih, kelas menengah dan para perempuan berpendidikan tinggi. Teori feminisme radikal mempunyai tujuan yang sama dengan feminis lainnya. Namun mempunyai pandangan berbeda terhadap aspek biologis. (nature).19 Sehingga feminis radikal sering menyerang institusi keluarga yang berpotensi besar melanggengkan sistem patriarkhi. Hal ini termanifestasikan dalam manifesto feminis radikal yang berjudul Notes from the second sex (1970) yang mengatakan bahwa lembaga perkawinan adalah lembaga formalisasi untuk menindas wanita. Kaum feminis radikal ini menegaskan bahwa pengalaman dan kepentingan-kepentingan mereka adalah pusat teori dan aksi mereka. Satu-satunya teori adalah”oleh dan untuk mereka.” Salah satu temanya yaitu tentang fundamental bahwa kelompok perempuan yang merupakan kelompok sosial. Dengan demikian perempuan membuat kontrol laki-laki di segala aspek kehidupan baik domestik maupun publik. Bahkan untuk masalah yang sifatnya privacypun juga tetap dalam controlling kaum feminis misalnya perkawinan, reproduksi, keharusan seksual dan lain-lain. Di sisi lain gerakan feminisme ini terjadi tumpang tindih dengan pola-pola yang lain. Dengan kata lain para feminis ingin mengkampanyekan bahwa seorang wanita dapat hidup tanpa kehadiran seorang pria disisinya.20 Pada fase awal feminis radikal terperosok dalam persoalan biologis namun pada akhir merambah ke 2 sektor yaitu wilayah ekonomi dan tubuh kaum perempuan yang mudah dieksploitasi 19 20 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda, ( Bandung: Mizan,1999), hlm. 178. Ibid, hlm. 180. 28 Dalam pada itu, kendati feminisme radikal mengakui adanya keragaman dikalangan kaum perempuan, namun mereka lebih mengutamakan adanya kesamaan dikalangan perempuan disamping menujukan perbedaan antara kaum perempuan dan lelaki. Salah satu pengertian yang mendasar di dalam konsepsi mereka persaudaraan perempuan itu bersifat global (sisterhood is global) artinya setiap perempuan di dunia lebih banyak persamaannya. Dengan memandang kategori “seks” sebagai dasar pembedaan dalam masyarakat serta kelas dan ras sebagai faktor pendukung maka dominasi laki-laki, subordinasi terhadap perempuan merupakan suatu model konseptual yang bisa menjelaskan berbagai bentuk penindasan dan patriarki adalah syitem hierarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan penguasa ekonomi. Atas dasar ini muncul slogan “The personal is political” yang mana hal ini dapat memberi peluang politik bagi kaum perempuan, karena dominasi laki-laki tidak hanya di arena publik, tetapi juga domestik yang sangat pribadi. Maka usaha-usaha untuk menghapuskan subordinasi justru dimulai dari dalam rumah. Aliran ini terutama menyoroti dua konsep “patriarkhi dan seksualitas” isu-isu yang menjadi perhatian aliran ini diantaranya kekerasan fisik (physic violence) dan seksual, lesbianisme, androgini dan tekanan pada budaya dan ruang gerak perempuan menjadi perhatian khusus. Menurut Martha Shelley (1970) bahwa perempuan lesbian perlu dijadikan model sebagai perempuan mandiri.21 Adapun strategi para feminis radikal dalam rangka mewujudkan cita-citanya adalah pembebasan perempuan dengan cara.22 21 22 Mansur Fakih, et.al, Op.cit, hlm. 226. Abdul Mustakim, Op.cit, hlm. 29. 29 Pertama melalui organisasi perempuan yang terpisah dan memiliki otonomi. Kedua melalui kultural feminisme yaitu menciptakan budaya yang berpusat pada perempuan. Feminis lesbian yang di identikan dengan feminis radikal menyatakan bahwa cita-cita perempuan tidak akan pernah berhasil kalau masih berhubungan dengan laki-laki sehingga perlu adanya pemutusan hubungan laki-laki dan perempuan. 4. Feminisme Muslim Feminisme tidak hanya diartikan sebagai sebuah sudut pandang ( Perspektif) yang memiliki akar sejarah yang berbeda – beda melainkan telah menjadi sebuah gerakan dalam sejarah itu sendiri.23 Feminisme lebih dikenal sebagai women liberation, suatu upaya kaum Hawa dalam melindungi dirinya dari ekspolitasi kaum Adam. Emansipasi yang semakin banyak didengungkan ternyata menimbulkan permasalahan tersendiri dikalangan umat Islam. Menurut Qosim Amin seorang pembaharu Islam dan aktivis feminis yang dikutip oleh Rustam mengatakan bahwa faktor penyebab keterbelakangan umat Isalam adalah persepsi dan perlakuan yang salah terhadap wanita. Oleh karena ia menggagas munculnya gerakan emansipasi perempuan sebagai salah satu antisipasi umat untuk mengejar ketertinggalan.24 Seorang aktivis gerakan perempuan Amina Wadud Muhsin memberikan kritik terhadap ayat- ayat al-Quran yang dianggap meupakan penyebab adanya bias gender. Pemahaman dituangkan dalam pikiranya yang menganalisis dari berbagai segi misalnya dari proses penciptaan, proses fungsi jasamani bahkan perbedaan ganjaran antara laki-laki dan perempuan diakhirat nanti.25 Amina mengawali pembahasanya dengan mengkritik penafsiran – penafsiran yang selam ini adan mengenai masalah wanita dalam Islam. Ia 23 Dadang S, Ansari, (Eds), Membincangkan Feminisme, ( Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), hlm. 50. 24 Sri Suhandjati, (Ed), Bias Jender dalam Pemahaman Islam, ( Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 193. 25 Amina Wadud Muhsin, Wanita di Dalam Alqur’an, ( Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm.57-60. 30 membagai penafsiran tersebut kedalam tiga kategori: tradisional, reaktif, dan holistik.26 Secara ringkas metode penafsiran yang digunakan oleh Amina melalui kategori analisis: (1) dalam konteksnya, (2) dalam konteks pembahasan topik yang sama dalam Alqur’an, (3) menyangkut bahasa dan struktur sintaksis yang digunakan dalam Alqur’an, berpegang teguh pada prinsip- prinsip Al- qur’an, (5) dalam konteks Alqur’an sebagai weltanschauung atau pandangan hidup.27 Adapun tokoh perempuan muslim yang lain antara lain Fatima Mernisi, Rifat Hasan, Ashghar Ali dan Mansour Fakih di Indonesia. Ashghar menggugat kesadaran kaum muslim dengan mengatakan bahwa; demi mengekalkan kekuasaan atsa perempuan, masyrakat kerapkali mengekang norma-norma yang adil dan egaliter yang ada dalam Alquran. Ia juga mengatakan bahwa kondisi zaman sekarang sudah berbeda dengan yang dulu. Menurutnya hukum syariah dibuat secara evolutif dan memakan waktu yang berabad-abad dan kondisi masyrakatpun tidak statis semestinya syariahpun yang merupakan kaidah-kaidah yang diperlukan untuk mengatur hidup manusia baik dalam hubunganya dengan Tuhan maupun manusia semestinya tidak statis. Keadilan yang dijustifikasi agama, dalam pandangan kaum feminis, adalah pangkal penindasan perempuan dan yang perlu dilakukan adalah rekontruksi terhadap ajaran-ajaran agama. Sekarang yang diperlukan adalah gagasan pembaharuan yang memperhatikan persoalan perempuan muslimah adalah membentuk formasi gerakan yang menuntut dimulainya kembali kehidupan yang islami terlebih dahulu, kemudian barulah terjadi pembebasan perempuan muslimah sebagai konsekuensi logisnya.28 Disamping itu yang perlu dilakukan adalah perlu adanya reformasi 26 Nurul Agustin, Tradisionalisme Islam dan Feminisme dalam Jurnal Ulumul Qu’ran, Edisi khusus, No 5 & 6, Vol. V, Tahun 1994, hlm. 53. 27 Ibid, hlm. 54. 28 Shalah Qazan, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan, (Solo: Era Intermedia, 2001), hlm. 23. 31 intelektualitas perempuan agar ia dapat berpartisipasi mewujudkan revolusi Islam yang menyeluruh bersama laki-laki, karena ia juga merupakan bagian dari revolusi Islam sendiri. Islam juga menghendaki agar ia berpartisipasi secara sadar, terencana, dan paham bukan sekedar ikut-ikutan atau berdasar kebodohan ataupun kelalaian.29 Namun sayang nya, kesadaran perempuan muslimah Indonesia datang bersamaan dengan masuknya gerakan emansipasi perempuan yang di tempat asal munculnya, Eropa barat, mulai abad ke-19 dan di Amerika Serikat denga Women Liberation bangkit pada abad ke- 20. Kebersamaan bangkitnya kesadaran pada satu sisi dan masuknya gerakan emansipasi perempuan yang datang dari kedua kawasan tersebut pada sisi lain, mempengaruhi kebersihan makna mengaburkan arti kesadaran itu. kesadaran diatasbahkan 30 Gerakan perempuan dalam Islam sendiri secara terpisah tidak ada yang terintegrasi dalam berbagai bidang. Dalam masyarakat Islam dan masyarakat lain terletak pada pandangan teologi dan karena itu tidak dapat dilampaui tanpa membongkar dasar-dasar teologis itu. Itu sebabnya Islam membutuhkan “Teologi Feminis”, yaitu teologi dari sudut pandang perempuan, sebagai tandingan teologi tradisional yang dikuasai laki-laki.31 4. Gerakan Perempuan di Indonesia Gerakan perempuan di seluruh dunia dalam buku Development, Crisis, end Alternatif Vision, yang diterbitkan oleh DAWN (Development alternative With Women For New Era) yang dikutip oleh Widanti, menyerukan : “Kami menginginkan dunia dimana ketidakadilan berdasarkan kelas, gender dan ras lenyap dari setiap negara. Kami menginginkan dunia dimana kebutuhan pokok menjadi hak dasar dan dimana kemiskinan dan segala kekerasan dilenyapkan setiap orang akan memiliki kesempatan mengembangkan potensi dan kreatifitannya masing-masing serta nilai 29 Ibid, hlm. 58. Lily Zakiyah Munir ( Eds), Memposisikan Kodrat Perempuan dan Perubahan dalam Perspektif Islam, ( Bandung: Mizan, 1999), hlm.133. 31 Fatima Mernisi dan Riffat Hasan, Setara di hadapan Allah, ( Yogyakarta: LSPPA, 2000), Cet. I, hlm. xiii 30 32 pemeliharaan dan solidaritas dalam diri perempuan menjadi ciri hubungan yang manusiawi. Dalam dunia seperti itu produktif perempuan akan diperbaharui. Pengasuhan anak sama-sama menjadi tugas seluruh lakilaki, perempuan dan masyarakat.” 32 Makna yang tersirat dalam kutipan diatas adalah bahwasanya lakilaki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Misal dalam hal hak asuh anak ini bukan hanya menjadi tanggung jawab perempuan saja akan tetapi laki-laki juga punya hak asuh. Di Indonesia perjuangan pergerakan perempuan yang lelah diawali bersama-sama dengan perjuangan kemerdekaan, mirip dengan gerakan perempuan di negara yang pernah di jajah oleh negara-negara Eropa. Suara perempuan sedunia melalui DAWN telah mewakili kepentingan gerakan-gerakan perempuan di negara ketiga seperti Indonesia. Strategi DAWN demi perubahan mencakup perbaikan kontrol perempuan atas keputusan ekonomi. Srategi lain yaitu pemanfaatan organisasi-organisasi perempuan kelas bawah sebagai forum untuk menyusun kebijakan dengan memasukkan pengalaman dan kepedulian perempuan miskin. Dalam lingkup ekonomi, mereka berpendapat bahwa kelompok miskin harus menjadi sentral bagi pembuatan perencanaan dan mengajukan kebijakan yang mengembalikan kemandirian. Untuk melihat gerakan perempuan di Indonesia secara komprehensif ada beberapa tahap yang disesuaikan dengan masa dan situasi politik dimana gerakan politik tumbuh. a. Masa Kolonial ( 1928- 1941) Pada masa kolonial khususnya pada akhir abad XIX dan awal abad XX terdapat beberapa tokoh perempuan diberbagai penjuru Indonesia, yang mana mereka tampil memperjuangkan hak rakyat. Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia, Crhishtina Martha Tiahahu, Dewi Sartika adalah perjuangan senjata melawan Belanda yang sedang terjadi saat itu. Selain itu juga lahir tokoh perempuan yang lain yaitu 32 Agnes Widanti, “Gerakan Perempuan dan Demokrasi”, tt., hlm. 2 33 RA Kartini,33 yang berhasil membuka sekolah yang pertama untuk gadis-gadis pribumi, karena itulah perjuangan kartini, cita-cita kartini ialah gambaran perjuangan dan cita-cita semua wanita di negeri ini.34 Banyak hal yang telah dilakukan kartini terhadap perjuangan pembebasan perempuan baik dari belenggu dominasi laki-laki maupun penjajah hal ini dapat dilihat dari kutipan suratnya sebagai berikut: Aku sudah berjuang, bergulat menderita, dan aku tidak bias menjadi beban penderitaan ayah…tapi lebih suka aku membuat diriku luka parah sampai ke hakku sendiri… tak perlu kukatakan kepadamu, betapa beratnya bagiku, berbuat bertentangan dengan dari hati nuraniku sendiri, keyakinanku yang paling suci … sekarang ketahuilah olehmu sehingga mana girang bahagiaku, rasa hinaku, rasa maluku, aku telah dipertunangkan Bupati Rembang, seorang duda dengan 6 anak dan 3 isteri. Aku tak perlu banyak bercerita lagi padamu, bukan ? kamu cukup mengetahui aku. Biarlah menjadi penghiburan bagimu bahwa menundukkan aku disisinya… Dan perlahan-lahan menjadi terang di mata hatiku bahwa pada saat sekarang mustahil bagi seorang gadis pribumi untuk berdiri sendiri, bekerja ditengah-tengah orang banyak, ia dibayangi oleh bahaya besar dari sisi laki-laki. Bagi laki-laki Jawa tidak ada perempuan yang terlalu buruk, sekarang kita tahu itu ........kita harus singkirkan angan-angan pergi ke Betawi untuk belajar. Kutipan-kutipan dari surat Kartini tanggal 14 Juli 1903, dalam dalam tahun 1987.35 Dari surat tersebut di atas Kartini bukanya melarang wanita kawin akan tetapi diharapkan belajar dahulu agar lebih cakaplah dia dalam mendidik anaknya dan lebih cakaplah dia mengatur rumah tangganya dan lebih majulah bangsanya.36 Gerakan perempuan pada masa kolonial dalam literaturnya dikemukakan bahwa gerakan ini di Indonesia pada masa sebelum perang keanggotaannya berasal dari kalangan atas, perjuangan 33 Kartini adalah tokoh perempuan yang lahir di Jepara yang merupakan putra Bupati sehingga memungkinkan dia untuk dapat mengakses informasi dari segala penjuru sehingga seolah-olah dia mendapatkan hak yang lebih dari yang lain. 34 Arminja Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang, ( Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hlm. 17. 35 Saskia Eleonora Wirienga, Op.cit, hlm. 84. 36 Arminjn Pane, Op.cit, hlm. 16. 34 pendidikan untuk kaum perempuan dan reformasi perkawinan merupakan masalah yang utama. Organisasi perempuan yang pertama tumbuh pada masa perjuangan nasional adalah Poeteri Merdeka yang didirikan pada tahun 1912, mempunyai ide-ide nasionalis dan ada hubungan dengan organisasi pertama Budi Oetomo. Pada dasarnya gerakan perempuan di Indonesia adalah barang impor dari Barat yang merupakan gejala konkret yang kita hadapi langsung.37 Setelah puteri merdeka ini, kemudian muncul banyak organisasi perempuan yang juga menghasilkan banyak terbitan yang berbicara tentang kejamnya perkawinan anak-anak dan permaduan. Dimasa ini juga muncul perkumpulan-perkumpulan perempuan dengan nama Puteri Sejati dan Wanita Utama. Sesudah tahun 1920 dalam skala lebih luas kaum perempuan mulai mengorganisasikan diri menurut garis agama. Aisyiyah, organisasi perempuan dalam Muhammadiyah dibentuk pada tahun 1917. selain itu ada juga beberapa organisasi perempuan dari Kristen dan Katolik. Peranan seorang isteri dan ibu yang baik sangat diutamakan. Dan agar semua itu berjalan dengan baik, dianjurkan perempuan memperoleh pendidikan dan ketrampilan, antara organisasi Islam dan organisasi perempuan yang lain, dipisahkan sangat dalam oleh masalah sentral yaitu poligami. Ketika organisasi Kristen dan lainnya melawan poligami, sementara Aisyiyah menginginkan perbaikan kondisi di dalam poligami. Dalam banyak hal sejarah gerakan perempuan ini tidak terlepas dari gerakan nasional. Setiap organisasi nasional atau partai politik berusaha membangun gerakan perempuannya sendiri. Dan kebanyakan anggotanya adalah perempuan kelas menengah keatas, kesulitan yang dihadapi kaum perempuan buruh terdapat dalam kalangan perempuan yang aktif dalam Syarikat Islam. 37 Fauzie Ridjal et. al., Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, ( Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1993), hlm. 119. 35 Pada era 30-an gerakan perempuan mengorganisasikan demontrasi politik buruh perempuan, menuntut perbaikan kondisi kerja dan perbaikan upah sementara satu-satunya organisasi perempuan Aisyiyah, tetapi organisasi ini tidak boleh menyuarakan tuntutan-tuntutan sosial, dan pandangan mereka tentang perempuan sangat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam ortodoks yang lebih berorientasi pada kaum laki-laki. Kelahiran Aisyah tidaklah dimulai dengan gagasan besar, tetapi bertolak dari kesadaran akan keperluan sosial yang riil menurut “Persepsi reformis Islam”.38 Sehingga cukup beralasan ketika Aisyiyah menolak penghapusan poligami. Pada awal era ini, gerakan perempuan di Indonesia masih bersifat kedaerahan perhatian mereka terhadap isu-isu perempuan tidak jauh berbeda dengan yang menjadi perhatian negara lain, seperti permaduan dan pelacuran. Dan transformasi informasi dilakukan terbatas pada kalangan atas melalui terbitan yang mereka buat sampai pada Konggres Perempuan Nasional Indonesia I yang diselenggarakan di Yogyakarta 1928 mosi tentang reformasi perkawinan dan pendidikan perempuan diterima. Tetapi sampai terbentuknya konggres perempuan Indonesia (KPI) pada tahun 1955 (sebelumnya bernama Perhimpunan Isteri Indonesia) dua isu besar itupun masih belum ada perubahan yang signifikan. Sebagaimana layaknya organisasi reformasi Islam, sejak semula Aisyiyah telah melibatkan diri dalam usaha pemberantasan segala hal yang dianggap perbuatan khurafat dan bid’ah syar’iah dan berusaha pula melukiskan pengetahuan dan memperdalam kesadaran keislaman.39 Dalam masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda kaum perempuan Indonesia mengusahakan persatuan dan kerja sama antar organisasi wanita ( red: Perempuan) untuk mencapai cita-citanya. 38 Lies M. Marcoes Natsir dan John Hendrik Meuleman, Wanita Islam Indonesia Dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: INIS, 1993), hlm. 78. 39 Loc.cit, hlm. 78 36 Dengan semangat Sumpah Pemuda dan atas inisiatif organisasiorganisasi perempuan diselenggarakanlah Kongres Wanita ( perempuan) Indonesia I di Yogyakarta. Salah satu keputusannya adalah mendirikan badan federasi dengan nama " Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia" ( PPPI) yang kemudian namanya berubah menjadi Perikatan Perkumpulan Isteri Indonesia (PPII ) Dalam beberapa Konggres Perempuan Indonesia (KPI) tersebut hal yang selalu mendapat perhatian adalah : 1. Kedudukan wanita dalam pewarisan (Islam) 2. Perlindungan wanita dan anak-anak dalam perkawinan 3. Mencegah perkawinan anak-anak 4. Pendidikan bagi anak-anak Indonesia khususnya bagi anak-anak gadis didirikan yayasan "Seni Derma" untuk membantu anak-anak gadis yang tidak mampu membayar sekolahnya. Hal yang terpenting dalam PPPI atau PPII adalah keputusan bahwa kesatuan pergerakan perempuan Indonesia berasaskan kebangsaan dan menyatakan diri bagian dari pergerakan kebangsaan Indonesia. Disamping itu kaum perempuan Indonesia juga turut serta dalam Perkumpulan Pemberantas Perdagangan Perempuan dan Anak- anak (P4A) . Untuk meningkatkan kualitas kaum perempuan sendiri dibentuk Badan Pemberantasan Buta Huruf (BPBH) Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perjuangan pergerakan kaum perempuan saat memasuki dalam berbagai bidang kehidupan. b. Masa Pendudukan Jepang dan Perang Kemerdekaan Sampai era 30-an ketika perhatian utama pada masalah reformasi perkawinan ada satu organisasi isteri sedar (1932) yang tidak pernah berkompromi dengan isu yang menimbulkan kontradiksi diantara organisasi perempuan Islam dengan lainnya. Sampai pada masa pendudukan Jepang, Isteri Sedar adalah satu-satunya organisasi perempuan yang cukup radikal dan terbuka mengecam pemerintahan 37 kolonial dan mengambil perhatian pada anti kapitalisme. Munculnya organisasi Isteri Sedar dimaksudkan hendak mengelakan diri dari PPII.40 Isteri Sedar melakukan konggres tahun 1932 dipimpin oleh ketuanya Suwarni Pringgodigdo ia menyerukan agar kaum perempuan Indonesia terjun dalam perjuangan kemerdekaan nasional, pada konggres itu Sukarno menyerukan agar perempuan membantu lakilaki namun yang bertanggung jawab tetap laki-laki. Walau demikian tidak merubah pendirian Isteri Sedar terhadap kemerdekaan nasional terletak diatas prasyarat kesamaan atas perempuan dan laki-laki. Sebenarnya dalam Konggres Isteri Sedar itu akan membahas persoalan perubahan UU perkawinan namun tidak terjadi konsensus hingga pada konggres tersebut ada pengalihan isu yaitu perdagangan wanita, hak suara wanita perlunya kantor penerangan tenaga kerja untuk perempuan. Fujinkai sebuah organisasi perempuan Jepang bekerja berdasarkan hierarki dengan suami (isteri pegawai negeri) bergerak dalam isu pemberantasan buta huruf dan kerja-kerja sosial dan menjadi satu-satunya organisasi yang legal. Tujuan umum Fujinkai ialah untuk memobilisasi tenaga kerja perempuan guna mendukung tentara Jepang dalam perang Asia Timur Raya. Pada prakteknya mereka menengok para prajurit Jepang yang menderita luka, menjahit kaus kaki yang robek, menghibur serdadu Jepang dan peta. Mereka mendapat sekedar latihan melakukan tugas pembelaan nasional, seperti kegiatan menghasilkan dan mendistribusikan bahan pangan, serta membuat dapur minum.41 Banyak hal lain yang dikerjakan oleh masing-masing cabang Fujinkai sesuai dengan kebutuhan. Penempaan mental sebagai perempuan tidak kalah dengan laki-laki bahwa perjuangan kaum perempuan pada masa ini lebih 40 41 Saskia Eleonora Weirienga, Op.cit, hlm. 131. Saskia Eleonora Weiringa, Op.cit, hlm. 149. 38 bersifat ke dalam (internal untuk memperbaiki dan melahirkan sejumlah konsep gerakan perempuan yang bersifat egaliter). Gerakan nasional lainnya seperti Gerakan Wanita Sosialis melakukan gerakan bawah tanah pada masa pendudukan Jepang, sesudah Jepang kalah dan Belanda berusaha kembali menguasai gerakan perempuan tidak terlepaskan dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Walaupun gerakan perempuan telah mencapai moment kesatuan tertinggi, tetapi gerakan yang ada tidak dicapai atas dasar perjuangan bersama yang interest perempuan. Sehingga pada masa ini muncul ketegangan diantara muslim dan non muslim dalam masalah poligami selain itu juga tentang buruh perempuan masih kabur yang mana isu ini nantinya akan menjadi konsenitas permasalahan berbagai organisasi perempuan” kiri”. c. Masa Orde Lama Pada masa ini Indonesia memasuki tahun 1950-an sambil mencari-cari doktrin, kebijakan dan metode pemerintahan untuk mengisi tabularasa kemerdekaannya yang baru. Feith salah seorang pengamat yang jeli dalam sejarah Indonesia pada periode ini mengatakan bahwa unsur mistik magis sangat kuat mencuat selama masa revolusi. Masyarakat desa percaya bahwa “kemenangan perang kemerdekaan Indonesia tergantung pada semangat” mereka sendiri dan para pemimpin dan bahwa kemerdekaan itu akan mendatangkan jaman baru yang makmur. Setelah perjuangan kemerdekaan mengalami kelesuan dalam bergerak. Hal ini terjadi karena kondisi setelah merdeka berbeda dengan sebelum merdeka. Apabila dizaman perjuangan Sukarno mampu mengorganisir kekuatan kolektif perempuan namun saat ini kaum perempuan mempunyai orientasi lain. Obsesi yang ingin dicapai berkeinginan untuk menggagalkan reformasi perkawinan. Kenyataanya keinginan besar tersebut belum dapat diwujudkan karena terhadang oleh benteng yang besar yaitu dominasi laki-laki dimana 39 ruang publik dan dilegitimasikan adalah milik laki-laki. Perjuangan yang dilakukan belum banyak mendapatkan hasil hal ini terbukti dengan masih statisnya posisi perempuan sebagai manusia kelas dua.. Sesudah tahun 1950 terutama dalam menghadapi pemilu 1955, Persatuan Gerakan Perempuan di Indonesia dibangun seiring dengan perjuangan yang mulai hancur. Berbagai macam-macam partai politik memobilisasi penghasil suara dalam pemilu. Salah satunya adalah Gerwani, hanya Gerwani sajalah satu-satunya organisasi perempuan yang mengaku “politik” pada umumnya , sebagai bidang yang sah untuk perempuan. Dengan cerdiknya organisasi ini bergerak ditengahtengah medan politik yang disibukan untuk berusaha menjembatani jurang antara “politik laki-laki” dan “kebutuhan sosial perempuan” tapi, bahkan di dalam batas-batas “keluarga komunis” yang dipimpin laki-laki, mereka dirasakan sebagai mengganggu kodrat perempuan.42 Gerwani merupakan organisasi perempuan pada masa demokrasi terpimpin, yang mampu mendominasi kancah politik Indonesia dan organisasi perempuan sayap kiri pada waktu itu. Konggres Wanita Indonesia secara aktif membina dengan organisasi wanita luar negeri sebagai upaya untuk meningkatkan sinergitas gerakan. Situasi politik negara menjadi tak menentu sampai dikeluarkanya dekrit presiden 5 Juli 1959. Pasca ini gerkan perempuan diarahkan menjadi "alat revolusi".43 d. Masa Orde Baru Apakah ada gerakan perempuan Indonesia pada masa orde baru? Sebuah pertanyaan yang belum ada jawabanya bahkan masih menjadi perdebatan dikalangan aktivis demokrasi dan perempuan. Pada masa ini ada anggapan bahwa gerakan sosial saat ini tidak ada namun ketika mengacu pada definisi terbaru gerakan sosial itu ada. Sebagai bukti yaitu adanya gerakan perempuan dan lingkungan hidup. 42 43 SaskianEleonora Weireinga, Op.cit, hlm. 223. Kowani, Op. Cit., hlm. 162. 40 Gerakan perempuan saat ini mulai bangkit dengan memunculkan diskursus tentang penggunaan kata perempuan sebagai upaya mengentaskan diri dari keterkungkungan orde baru yang menggunakan kata wanita sebagai wujud dominasi rezim saat itu. Alvarez dalam bukunya berjudul Engendering Democracy In Brazil; Women's Movements In Transiton Politics (1990) yang dikutip oleh Yanti Muchtar mendefenisikan sebuah gerakan perempuan adalah gerkan sosial dan politik yang terdiri dari sebagian besar perempuan yang memperjuangkan keadilan gender.44 Dalam hal ini yang dimaksud adalah organisasi independent yang berupa kelompokkelompok studi dan organisasi non pemerintah. Gerakan perempuan pada masa orde baru muncul sebagai interaksi faktor-faktor politik makro (berkaitan dengan politik gender orde baru demokratisasi yang semakin menguat sejak 80-an) dan mikro (wacana feminisme pada masa orba). Politik gender orde baru mengarahakan perempuan untuk menjadi ibu dan isteri. Hal inilah yang menyebabkan hancurnya gerakan perempuan orde lama dan menghalangi tumbuhnya gerakan feminisme pada masa orde baru.45 Langgenngnya kekuasaan orde baru selain karena persoalan dominasi negara atas masyarakat sipil, struktur kelas, struktur ekonomi politik global dan gender. Dalam usahanya memperkuat politik gender tersebut, orde baru merevitalisasi organisasi perempuan yang berhubungan dengan organisasi pemerintah pada tahun 1974 menjadi Dharma Wanita, Dharma Pertiwi dan PKK. Dan untuk tingkat desa selain Aisyiyah hanya PKK yang diperbolehkan bergerak. Politik gender ini juga termanifestasi dalam GBHN dan undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Aplikasi politik gender sampai mempolitisir dan menggunakan tubuh perempuan sebagai instrumen bahwa gerakan perempuan 44 Yanti Muchtar, Jurnal Perempuan, ( Jakarta: Yayasan jurnal Perempuan dan Ford Foundation, 2001), Edisi 14, hlm. 8. 45 Ibid, hlm. 9 41 Indonesia mengalami kelemahan baik dari segi ideologi maupun segi sosial. Lalu manakah gambaran perempuan yang ideal menurut orde baru ? perempuan yang ideal dalam orde baru adalah yang sopan, lemah lembut dengan menggendong anaknya.46 Organisasi-organisasi perempuan ini telah mengebiri kreatifitas perempuan dan menjadikan perempuan sebagai alat pemerintah yang dapat dimanfaatkan dengan gratis seperti PKK dengan posyandu dan keluarga berencana (KB) mereka aktif karena takut kondisi suaminya yang pegawai negeri akan buruk jika mereka tidak aktif. Sebaliknya pemerintah dapat memobilisasi tenaga perempuan dalam jumlah banyak melalui instansi pemerintah untuk melaksanakan program pemerintah secara sukarela dalam arti tanpa dibayar. Akibatnya organisasi-organisasi ini tidak mendidik perempuan di tingkat bawah. Pandangan pemerintah orde baru terhadap emansipasi perempuan mengatakan bahwa, karena sejak kemerdekaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi perempuan yang cukup lebar sudah diperoleh dan undang-undang dasar menjamin kesamaan hak perempuan dan laki-laki di Indonesia, maka emansipasi perempuan Indonesia sudah sama sekali terjamin, hingga karenanya gerakan feminisme tidak diperlukan di Indonesia.47 Pada masa orde baru dapat dikatakan bahwa gerakan perempuan di Indonesia mengalami kelemahan baik dari segi ideologi maupun segi sosial. Hal ini terjadi karena adanya perubahan ekonomi yang cepat yang berimplikasi pada perubahan tatanan sosial dan politik perempuan di Indonesia masih terbatas pada kalangan menengah atau jika ada rakyat jelata yang dilibatkan mereka hanya dijadikan objek politik saja. 46 Elvy Ria Pasaribu, dkk, (eds), Indonesia Masa Depan Dalam Perspektif Perempuan, ( Salatiga: Yayasan Bina Darma (YBD), 2000), hlm. 17. 47 Sasakia Eleonora Wierienga, hlm. 27. 42 Secara ringkas politik gender dan gerakan perempuan di rezim Orba didasarkan pada ideologi ibuisme. Disamping itu juga gerakan perempuan yang progresif telah dimusnahkan oleh rezim yang berkuasa melalui politik gender yang memarginalkan perempuan di seluruh lapisan masyarakat. e. Masa Reformasi Sampai Sekarang Reformasi politik di Indonesia sebenarnya memberikan harapan besar bagi kaum perempuan yang selama 32 tahun terpasung hak politiknya. Kekerasan politik, termasuk kekerasan Negara merupak salah satu cirri menonjol dalam sejarah Abad XX dalam seluruh sejarah peradaban manusia. Ironisnya kekerasan politik sangat kurang mendapatkan perhatian serius dikalangan ilmuwan sosial. Hingga di penghujung abad ini masih terlalu banyak yang belum dipahami bahkan tidak mampu dipertanyakantentang seluk beluk kekerasan politik termasuk kekerasan negara terhadap perempuan. Kekerasan politik lebih dipahami secar kritis, dianalisis dengan perangkat ilmu sosial yang tersedia dan diangkat sebagi sebuah pemahaman teoritik. Dalam situasi demikian dapatlah dipahami jika kekerasan politik lebih banyak dicatat dan dikisahakan oleh penggiat Hak Asasi Manusia, kalangan jurnalis, juru propaganda dan juga pihak korban. Tanpa analisis kritis dan perdebatan teoritik yang memedai kekerasan sosial hampir selalu dibicarakan terutama kalu bukan semata-mata saebagi " alat" kekuasaan dari satu pihak untuk menjadi , memepertahankan atau memperbesar kepentingan dengan cara melukai, membunuh dan menyiksa orang lain. Dengan kata lain dalam keawaman yang menggelisahkan, kekerasan politik pada umunya dianggap tidak lebih dari dalam dirinya.48 48 Arel Hariyanto, Negara dan Kekerasan Terhadap Perempuan, ( Jakarta: YJP dan Ford Foundation, 2000), hlm. 58. 43 Dalam era reformasi yang diawali peristiwa 1 Mei 1998 berdampak baik positif maupun negatif. Dampak positifnya yaitu mampu menurunkan penguasa tahta rezim otoriter hingga naiknya masa transisi domokrasi. Namun disisi lain banyak terjadi pelecehan dan kekerasan seksual sehingga banyak korban pemerkosaan. Kasus ini menunjukan betapa lantangnya suara maskulinas dan kurangnya perhatian terhadap perempuan korban peristiwa tersebut. Gerakan-gerakan perempuan yang sebelumnya tidak mempunyai energi muncul dengan berbagai usaha pemberdayaan hakhak perempuan khususnya hak politik dalam rangka mengentaskan perempuan dari kubangan politik yang destruktif.49 Gerakan perempuan atau lebih tepatnya gerakan feminis menyangkut dua hal. Pertama, sikap yang teguh mengenai kesederajatan laki-laki dan perempuan; kedua, komitmen untuk mengubah struktur, sistem , alam pikiran yang menimbulkan ketidakadilan.50 Perjuangan perempuan memang harus menyangkut sistem dan struktur di samping gender. Untuk mewujudkan itu semua gerakan feminisme harus berangkat dari bawah sehingga pengalaman buruh orde baru tentang ibuisme agar tidak terulang lagi. Disisi lain di era reformasi yang harus dilakukan perempuan adalah mampu menjadi pasangan atau patner laki-laki dalam menentukan berbagai kebijakan. Hal itu dapat dilakukan perempuan jika perempuan dapat masuk ke legeslatif karena disanalah wahana untuk membuat kebijakan, walaupun demikian kuota tersebut harus diimbangi keinginan perempuan dalam politik 5. Dampak Gerakan Feminisme Upaya untuk mengaitkan gerakan feminisme disatu pihak dengan gerakan di Indonesia seperti telah dikemukakan di depan, kini hanya dapat 49 Gus Dur, dalam Tari Siwi Utami, Perempuan Politik di Parlemen, ( Yogyakarta: Gema Media, 2001), hlm. 50 Elvy Ria Pasaribu, Op.cit, hlm. 21. 44 dilaksanakan secara impresionik. Ini adalah beberapa hal yang merupakan dampak gerakan feminisme dalam kehidupan . Secara umum gerakan feminisme membawa perubahan besar dalam ini kehidupan. Misalnya dalam Islam tidak ada larangan perempuan untuk menjadi pemimpin. Tidak seharusnya seorang pemimpin itu laki-laki, sehingga yang penting bukan laki-laki atau perempuan namun bagaimana kapabilitasnya dalam memenuhi persyaratan menjadi seorang pemimpin. R.A. Kartini sebagai bunga bangsa mempunyai harapan dan cita- cita besar terutama menggugah aspirasi pendidikan bagi perempuan. Pengaruh perjuangannya masih dapat dirasakan. Tampilnya gerakan feminisme atau gerakan perempuan yang terangsang oleh gerakan Sumpah Pemuda sekaligus kebangkitan kaum perempuan. Kebangkitan tersebut memberi peluang kepada kaum perempuan untuk lebih aktif dalam organisasi sehingga kehidupan perempuan dapat terangkat. Dengan demikian ruang gerak perempuan semakin luas sehingga akses informasi dan pendidikan dalam genggaman perempuan. Disisi lain gerakan feminisme mempunyai dampak diantaranya; 1) Semakin dipahaminya tentang peran gender, 2) Semakin pahamnya perempuan terhadap HAM dan HAP, 3) Adanya kuota 30 % bagi perempuan dalam daftar Caleg dan diberlakukan juga pada berbagai instansi atau lembaga tertentu, 4) Dimasukkanya materi kesetaraan gender dalam kurikulum pendidikan, 5) Banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan yang mendapat penyelesaian, 6) kasus perceraian semakin meningkat. Berkaitan dengan caleg UU No. 12 Tahun 2003 tentang pemilu pasal 65 ayat 1 telah mengamatkan kepada partai politik untuk menempatkan perempuan sebagai calon sekurang-kurangnya 30 %. Keterwakilan perempuan dalam lembaga pengambilan kebijakan publik sangat penting. Hal ini karena jumlah pemilih perempuan lebih banyak 45 ketimbang laki-laki. Selain itu karena selama ini banyak kebijakan yang mengabaikan kepentingan perempuan. Dalam hal ini perempuan mampu merubah tatanan budaya yang maskulin menjadi feminim walaupun tidak dapat dilakukan secara sekaligus akan tetapi membutuhkan langkah yang sporadik. Sebagai mandat dalam pesta demokrasi memilih perempuan merupakan langkah strategis untuk memenuhi keterwakilan di lembaga pengambilan kebijakan publik. B. PENDIDIKAN 1. Pengertian Dalam kaitannya dengan pendidikan sejarah mempunyai peran penting. Kemudian sebagai cabang ilmu pengetahuan sejarah mengungkapkan peristiwa-peristiwa masa silam, baik peristiwa soal politik, ekonomi, maupun agama dan budaya dari suatu bangsa, negara atau dunia.51 Sejarah telah membolehkan bahwa lahirnya Islam disertai dengan adanya revolusi pendidikan oleh Nabi pada masa itu. Beliau mengajarkan ilmu-ilmu agama ini diawali dengan turunnya wahyu yang pertama yaitu surat al-Alaq yang berisi perintah untuk belajar, sehingga Nabi berhasil mengubah masyarakat Arab Jahiliyah menjadi masyarakat Islam yang modern dan hal inilah yang mempengaruhi perkembangan Islam. Sebelum mendiskripsikan pengertian pendidikan Islam, maka ada baiknya penulis menggambarkan pengertian pendidikan terlebih dahulu. M. Chabib Thoha menyatakan bahwa untuk memahami pengertian pendidikan dengan benar, pendidikan perlu dibedakan menjadi 2 pengertian, yaitu pengertian yang bersifat teoritik filosofis dan pengertian dalam arti praktis.52 Menurutnya pendidikan dalam arti pertama, adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan berdasarkan kepada 51 52 hlm. 98. Zuhairimi dkk, Sejarah Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 82. M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 46 pemikiran normative, spekulatif, rasional empirik, rasional filosofik maupun histories filosofik. Kedua, pendidikan dalam arti praktek yaitu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi diri dengan segala sapek didalamnya secara terarah guna mendapatkan perubahan tingkah laku untuk mewujudkan manusia yang berkepribadian luhur. Sedangkan pendidikan dalam arti praktis para ahli pendidikan merumuskannya secara bervariasi. - Menurut George F. Kneller Education is the procces of self realization, in which the self realization and develops all its potentialities.53 Pendidikan adalah proses relisasi diri dimana proses realisasi adalah pengembangan seluruh potensi. Maksud dari pernyataan diatas adalah pendidikan merupakan proses untuk merealisasikan diri dan mengembangakan potensi diri. Jadi dalam proses belajar mengajar peserta didik itu bukan barang jadi yang mudah dibentuk sesuka hati pendidik namun siswa memiliki potensi dan kemampuan dasar untuk dikembangkan. - Menurut Fredirick J.Mc Donald Education is a process or a activity which is directed at producing desirable changes in the behavior of human beings.54 “Pendidikan adalah suatu proses atau aktivitas yang secara langsung diharapkan bisa menghasilkan perubahan tingkah laku”. Pengertian diatas dapat dimaknai bahwa pendidikan merupakan proses atau aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu yaitu adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku diharapkan dapat mewujudkan diri yang dewasa. Karena tujuan pendidikan adalah proses pendewasaan diri. 53 George F. Kneller, Logic and language of Education ,( New York: john Kend Willey inc, 1996), hlm. 14-15. 54 Fredirick J. Mc. Donald, Education Psychology, ( Sanfransisco: Wadsmorth Publishing Company, Inc, 1959), hlm. 4 47 - Menurut Abdurrahman Annahlawi ﺍﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﺍﻻﺳﻼ ﻣﻴﺔ ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻨﻈﻴﻢ ﺍﻟﻨﻔﺴﻲ ﻭﺍﻻﺟﺘﻤﺎﻋﻲ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺆﺩﻱ ﺇﱄ 55 .ﺍﻋﺘﻨﺎﻕ ﻹﺳﻼﻡ ﻭ ﺗﻄﺒﻴﻘﺔ ﻛﻠﻴﺎﰲ ﺣﻴﺎﺓ ﺍﻟﻔﺮﺩ ﻭﺍﳉﻤﺎﻋﺔ Pendidikan Islam merupakan pengatur kehidupan manusia baik secara pribadi maupun kelompok yang mengajak kepada kebaikan dan mengikuti Islam secara menyeluruh didalam kehidupan individu dan kelompok. Maksud dari pernyataan diatas adalah bahwasanya pendidikan Islam berfungsi mengatur kehidupan manusia baik individu maupun kelompok dengan harapan dapat mengikuti Islam secara menyeluruh, karena pada dasarnya pendidikan Islam berdasar atas sumber hukum Islam. - Menurut Shaleh Abdul Aziz Abdul Majid ﻓﺎﻟﺘﺮﺑﻴﺔ.ﺑﺎﻥ ﺍﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﻫﻲ ﺍﳌﻮﺛﺮﺍﺕ ﺍﶈﺘﻠﻔﺔ ﺍﱃ ﺗﻮﺟﻪ ﻭﺗﺴﻴﻄﺮﻋﻠىﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻔﺮﺩ 56 ﺍﺫﻥ ﺗﻮﺟﻴﻪ ﻟﻠﺤﻴﺎﺓ ﺍﻭﺗﺸﻜﻴﻞ ﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﻣﻌﻴﺸﺘﻨﺎ Bahwasanya Tarbiyah adalah usaha-usaha yang bervariasi yang ditujukan kepada setiap kehidupan individu. Adapun Tarbiyah merupakan proses untuk memudahkan jalan untuk mencapai tujuan hidup. Secara implisit kalimat diatas mengandung makna sesungguhnya pendidikan Islam adalah proses untuk mencapai tujuan hidup manusia. - Menurut Musthafa Al Ghulayani : ﺍﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﻫﻰ ﻏﺮﺱ ﺍﻻﺧﻼ ﻕ ﺍﻟﻔﺎﺿﻠﺔ ﰲ ﻧﻔﻮﺱ ﺍﻟﻨﺎﺳﺌﲔ ﻭﺳﻘﻴﻬﺎﲟﺎﺀﺍﻻﺭﺷﺎﺩ ﺎ ﺍﻟﻔﻀﻴﻠﺔ ﺣﱴ ﺗﺼﺒﺢ ﻣﻠﻜﺔ ﻣﻦ ﻣﻠﻜﺎﺕ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﰒ ﺗﻜﻮﻥ ﲦﺮﺍ,ﻭﺍﻟﻨﺼﻴﺤﺔ 57 . ﻭﺍﳋﲑ ﻭﺣﺐ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﻟﻨﻔﻊ ﺍﻟﻮﻃﻦ Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia dalam jiwa anak-anak yang sedang tumbuh dan menyirami dengan siraman petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi suatu watak yang melekat dalam jiwa, kemudian buahnya berupa keutamaan, kebaikan , suka beramal demi kemanfaatan bangsa. Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses pengembangan potensi diri dengan segala aspek 55 Abdurahman Annahlawi, Ushul Attarbiyah Al Islamiyah Wa Asalibiha, ( Suriyah : Darul Fikr, t.th), hlm. 21. 56 Shaleh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid, Attarbiyah Wa Thuruqul Tadriisi, (Mesir : Darul Ma'arif, 1979), hlm. 13. 57 Muhammad Musthafa Al Gulayani, Idhatun Nasyiin, ( Beirut: Al Maktabah Al Ahliyah, 1949), hlm. 189. 48 di dalamnya secara terarah guna mendapatkan perubahan tingkah laku untuk mewujudkan manusia yang berkepribadian luhur. Sedangkan pengertian pendidikan Islam menurut beberapa ahli berbeda-beda. Menurut Ahmad Daeng Marimba "Pendidikan Islam adalah bimbingan atau pertolongan secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada si terdidik dalam perkembangan jasmaniah dan rohaniah ke arah kedewasaan dan seterusnya kearah terbentuknya kepribadian muslim".58 Sementara itu Chabib Thoha memberikan definisi "Pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah, dasar dan tujuan serta teori-teori yang ditanggung untuk melaksanakan praktek pendidikan didasarkan pada nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi".59 Menurut Ali Ashraf "Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih stabilitas murid-murid sedemikian rupa sehingga dalam perilaku terhadap kehidupan lingkungan dan keputusan begitu pula pendekatan mereka terhadap sesama ilmu pengetahuan mereka diatur oleh nilai- etika Islam yang sangat dalam dirasakan".60 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah aktifitas pendidikan yang berupa latihan, bimbingan, pengembangan fitrah dan sumber daya manusia baik jasmani maupun rohani berdasarkan etika dan hukum Islam dengan tujuan terbentuknya insan kamil sebagai wujud manusia dewasa yaitu pribadi muslim yang muttaqin. Dari pengertian diatas pendidikan Islam terkandung unsur pokok. a. Proses latihan, bimbingan dan pengembangan b. Fitrah manusia (potensi) c. Hukum dan etika Islam d. Insan kamil. 58 Ahmad Daeng Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, ( Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 41. 59 Chabib Thoha, Op.Cit, hlm. 99 60 Ali Ashraf, Harison –horison Baru Pendidikan Islam, ( Jakarta: Pustraka Firdaus, 1984), hlm. 23. 49 2. Tujuan Pendidikan Islam Dalam pelaksanan pendidikan itu harus ada orientasi yang jelas terhadap apa ingin dicapai yaitu tujuan. Dikemukakan disini tujuan adalah apa yang dicanangkan oleh manusia diletakkannya sebagai pusat perhatian dan demi merealisasikannya dia menata tingkah lakunya.61 Kemudian ditambahkan pula bahwa pendidikan Islam sarat dengan pengembangan diri dan penataan perilaku serta emosi manusia dengan landasan dienul Islam.62 Hasan Langgulung menyatakan bahwa berbicara tentang tujuan pendidikan tidak dapat meninggalkan pembicaraan mengenai tujuan hidup. Sebab pendidikan bertujuan memelihara kehidupan manusia.63 Sedangkan tujuan pendidikan adalah pembahasan yang diharapkan setelah subjek didik mengalami perubahan proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya.64 Pada dasarnya bicara tentang tujuan pendidikan Islam tidak dapat dilepaskan dengan tujuan pendidikan nasional. Hal ini karena terkait dengan persoalan struktural dan institusioal pendidikan Islam. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang tujuan pendidikan nasional dikatakan sebagai “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, 61 Abdurrrahman Annahlawi, Usul al-Islamiyah wa Asaibuha, Terjemahan. Drs. Herry Noer Ali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, CV. Diponegoro, Bandung: 1989, hlm. 160. 62 Abdurrahman Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani Press, Jakarta: 1999, hlm. 177. 63 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan “Suatu Analisa Psikologi Filsafat dan Pendidikan, Pustaka Al-Husna, Jakarta: 1986, hlm. 33. 64 Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta: 1979, hlm. 399. 50 berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.65 Sementara itu antara pendidikan Islam dan pendidikan nasional Indonesia tak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Hal ini dapat ditelusuri dari dua segi: Pertama, dari konsep penyusunan sistem pendidikan nasional Indonesia itu sendiri, kedua dari hakekat pendidikan Islam dalam kehidupan beragaman kaum muslimin di Indonesia.66 Kemudian langkah selanjutnya adalah bahwasanya tujuan pendidikan Islam adalah dilihat dari pendidikan nasional yang kemudian diintegralkan dengan asas dan hukum Islam. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang unik karena tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia. Dalam Islamlah tujuan pendidikan termaktub yaitu menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa kepadaNYA dan dapat mencapai kehidupan di dunia dan akhirat.67 Dengan demikian tujuan pendidikan Islam adalah perwujudan nilai-nilai Islam dalam pribadi peserta didik yang diikhtiyarkan oleh pendidik melalui proses yang berakhir pada produk yang berkepribadian Islam, beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat. Pendidikan Islam berjangkauan sama luasnya dengan kebutuhan hidup manusia modern masa kini dan masa mendatang, dimana manusia tidak hanya memerlukan iman dan agama melainkan juga ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat untuk memperoleh kesejahteraan 65 UU No. 20 Tahun 2003, Tentang Sisdiknas beserta penjelasannya, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm. 7. 66 Zuhairini dkk, Op.cit, hlm. 231. 67 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Mordenisasi Menuju Milenium Baru, ( Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm 8. 51 hidup di dunia sebagai sarana untuk mencapai kehidupan spiritual yang bahagia di akhirat.68 Pendidikan Islam adalah pendidikan yang sadar dan bertujuan dan meletakkan asas-asas dan hukum Islam sebagai landasan pijakan. Sebagai karakteristik pendidikan yang bercorak Islam maka perumusan tujuan mengacu dan berpijak pada hukum-hukum ajaran Islam. Adapun tujuan pendidikan Islam menurut M. Atiyah al-Abrasyi mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak yang utama atau pembentukan moral yang tinggi.69 Sedangkan Chabib Thoha mengatakan" tujuan pendidikan Islam adalah: 1. Menumbuh dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT. 2. Membina dan memupuk akhlaqul karimah. 3. Menumbuhkan jiwa dan sikap yang selalu beribadah pada Allah. 4. menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang beramar ma’ruf nahi munkar. 5. menumbuhkan kegiatan ilmiah melalui kegiatan penelitian, baik terhadap kehidupan manusia, alam maupun makhluk lainnya."70 Kemudian menurut Ahmad Daeng Marimba dengan jelas mengatakan "tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim".71 Lain halnya dengan Zakiah Darajat mengemukakan bahwa "tujuan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhir terdapat pada waktu hidup di dunia telah berakhir pula. Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung taqwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah 68 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1990), Cet. I, hlm 55. 69 M. Atiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bulan Bintang, t.th), hlm. 10. 70 Chabib Thoha, Op.cit, hlm. 101-102. 71 Ahmad Daeng Marimba, Op.cit, hlm. 49. 52 akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhir hidupnya".72 Dengan demikian berdasarkan rumusan-rumusan yang ada di atas maka dapat diambil sebuah konsep tentang tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya pribadi muslim sebagai generasi penerus bangsa yang taat pada Allah Swt didasari cerdasnya otak dan etos kerja yang tinggi serta beramar ma’ruf dan nahi munkar. 3. Dasar Pendidikan Islam Yang dimaksud dengan dasar pendidikan disini ialah landasan yang mendasari seluruh aktifitas pendidikan Islam, baik dalam dataran konsep maupun praktis. Dalam pendidikan dan pembinaan kepribadian arah dari semua kegiatan. Dengan adanya dasar maka berfungsi sebagai sumber semua peraturan yang diciptakan sebagai pegangan langkah dan pelaksanaan serta sebagai jalur langkah yang menentukan arah tersebut. .73 Pendidikan merupakan satu hal yang mutlak adanya dan pada dasarnya manusia adalah makhluk pedagogik. Maka dasar pendidikan yang dimaksud ialah nilai- nilai tertinggi yang dijadikan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa dimana pendidikan itu berlaku. Pada pembahasan ini adalah tentang pendidikan Islam maka pandangan hidup yang digunakan adalah pandangan muslim (Islam). Secara prinsip, dasar-dasar pendidikan Islam diletakkkan pada dasar ajaran Islam serta pandangan hidup Islam dengan segala aspek budayanya. Kemudian untuk lebih mendetail maka dalam hal ini akan diuraikan tentang landasan dan dasar pendidikan. 1. Al-Qur’an Yang mendasari pendidikan Islam yang pertama adalah Alqur’an yang firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Allah melalui Jibril kepada Muhammad. Dalam Al-qur’an terkandung 2 72 Zakiah Darajat dkk, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara dan Binbaga Depag RI, 1996), hlm. 31. 73 Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1994) hlm. 153. 53 prinsip besar yang berhubungan dengan keimanan dan amal. Setiap muslim percaya bahwa Al-qur’an adalah sumber nilai ajaran Islam yang paling utama.74 Al-Qur’an diturunkan kepada manusia untuk memberikan petunjuk ke arah jalan yang diridhai-Nya. Pendidikan dalam Al-qur’an adalah pendidikan yang menyeluruh meliputi segala aspek manusia yang menjadi tekanannya adalah segi rohaniah dan jasmaniah lebih tepatnya segi psikofisik dan psikomotorik.75 Dari sini dapat dilihat secara jelas bahwa pendidikan itu benar-benar menekankan adanya perubahan yang positif baik jasmani maupun rohani, karena Islam berlandaskan al-Qur’an sebagai sumber utama oleh karena pendidikan Islam yang merupakan manifestasi ajaran Islam seharusnya menjadikan al-Qur’an sebagai dasar dalam penyusunan teori dan konsep pendidikannya. Dan di dalam al-Qur’an itu sendiri sudah jelas bahwa Islam menginginkan perubahan yang hal ini ditandai dengan wahyu pertama QS. Al-Alaq ayat 1-5. . ﺍﻗﺮﺃ ﻭﺭﺑﻚ ﺍﻻﻛﺮﺍﻡ. ﺧﻠﻖ ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ ﻣﻦ ﻋﻠﻖ.ﻚ ﺍﻟﹼﺬﻯ ﺧﻠﻖﺍﻗﺮﺃ ﺑﺎﺳﻢ ﺭﺑ . ﻋﻠﹼﻢ ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ ﻣﺎﱂ ﻳﻌﻠﻢ.ﺍﻟﹼﺬﻯ ﻋﻠﹼﻢ ﺑﺎﻟﻘﻠﻢ Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang mulia. Yang mengajarkan manusia dengan kalam( pena). Mengajarkan apa-apa yang belum diketahuinya. 76 ( QS. Al-Alaq 1-5). 2. Assunah Sunnah Rasul sering disebut dengan hadits ialah berupa ucapan, perbuatan atau taqrir Nabi yang mengandung ajaran-ajaran Islam. Pada dasarnya as-Sunnah dimaksudkan untuk mewujudkan 2 tujuan pertama: 74 Al-Ghazali, Permata Al-Qur’an, ( Jakarta: CV. Rajawali, 1985), hlm. VI Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, ( Yogyakarta: LPPAI dan UII Press, 2001), hlm. 94. 76 Mohamad Zuhri, Terjamah Juz 'Ama,( Jakarta: Pustaka Amani, 1994), hlm. 46-47.s 75 54 menjelaskan kandungan al-Qur’an, kedua; menerangkan syari’at dan adab-adab lain.77 Berkaitan dengan pendidikan, as-Sunnah berfungsi sebagaimana al-Qur’an dalam mendidik dan meluruskan jalan bagi manusia. Dalam arah pendidikan nasional as-Sunnah mempunyai peranan yaitu menterjemahkan konsep pendidikan menurut al-Qur’an memberikan gambaran kesimpulan tentang metodologi pengajaran di masa Rasulullah. Kemudian terkait dengan hal itu pendidikan Islam dengan landasan asSunnah diharapkan mampu memberikan warna dalam pembentukan watak muslim. Jika pendidikan Islam meletakkan dasar pada al-Qur’an dan asSunnah maka yang harus adalah nilai aqidah, keimanan, berfikir logis, keseimbangan dan rahmatan lil ‘alamin. Hal ini membawa dampak bahwa dalam rangka penyusunan konsep teoritis maupun operasional praktis seharusnya pendidikan Islam diarahkan untuk pembentukan pribadi muslim beraqidah, taat, berakhlak mulia dengan disertai sebagai pemimpin bumi. 4. Kurikulum Dalam Pendidikan Islam Pengertian kurikulum Sebelum berbicara lebih jauh alangkah lebih baiknya diketahui terlebih dahulu tentang apa itu kurikulum. " " Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin yakni kurikulum awalnya mempunyai a running course dan dalam bahasa Perancis yakni courier berarti to run, berlari. Istilah itu kemudian digunakan untuk sejumlah mata pelajaran (courses) yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar penghargaan dalam dunia pendidikan yang dikenal dengan ijazah".78 Menurut Arifin "dalam proses pendidikan itu seharusnya ada arah tujuan pendidikan, suatu tujuan kependidikan yang hendak dicapai 77 Abdurrahman Annahlawi, Op.cit, hlm. 46. Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hlm. 3-4. 78 55 harus dicanangkan (diprogramkan) dalam apa yang disebut kurikulum".79 Kurikulum adalah program belajar atau dokumen yang berisikan hasil belajar yang diniah (diharapkan dimiliki siswa) di bawah tanggung jawab sekolah untuk mencapai definisi tentang kurikulum, jangan terlalu luas karena akan kabur, menurutnya kurikulum adalah “a plan for learning.” 80 Dalam hal ini dimaksudkan bahwa kurikulum itu sebenarnya meliputi pengalaman yang terencana namun ada juga yang tidak terencana yang sering disebut “hidden kurikulum” atau kurikulum tersembunyi. Menurut penulis bahwa kurikulum adalah sejumlah materi (baik jelas maupun tersembunyi yang harus diselesaikan dengan jangka waktu tertentu yang telah terprogramkan. Kurikulum Pendidikan Islam Kurikulum pendidikan Islam bersumber dari tujuan pendidikan Islam misalnya saja tujuan pendidikan menurut paham pragmatisme, yang menitikberatkan pemanfaatan hidup manusia di dunia, yang menjadi standart ukurannya sangat relatif, yang bergantung pada kebudayaan atau peradaban manusia.81 Di samping itu orientasi pendidikan Islam memiliki keterkaitan dengan fungsi manusia yaitu sebagai “khalifah fil ardh”. Agar fungsi kekholifahan dapat berjalan dengan baik maka perlu adanya reorientasi kurikulum. Orientasi kurikulum pendidikan Islam pada dasarnya yaitu pengembangan ketiga aspek yaitu mempunyai proyeksi kedepan, inovatif learning, aktif serta tidak dogmatis. Kurikulum sesungguhnya itu merupakan jawaban atas kebutuhan peserta didik. Sumber dan materi pendidikan dalam kurikulum pendidikan Islam hendaknya dikembangkan melalui bahan yang ada dalam al-Qur’an dan sunnah serta pemahaman realitas yang ada. Jadi kurikulum Islam seharusnya ditata dengan rapi agar tidak normatif. Disisi lain kurikulum 79 Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 84. Nana Sudjana, dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, ( Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2002), hlm. 3. 81 S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, ( Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 10 80 56 dalam pendidikan Islam itu harus integral antara pendidikan umum dan Islam. Komponen Penyusun Kurikulum Melihat pengertian diatas maka dapat diketahui komponennya sebagai berikut: • Tujuan • Isi materi • Organisasi strategi • Media PBM • Evaluasi Dalam hal menyusun kurikulum harus memperhatikan aspek – aspek tersebut. Selain memperhatikan aspek diatas hendaknya kurikulum disusun berdasarkan realitas masyarakat sehingga pendidikan yang ada tidak jauh dari harapan masyarakat Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kurikulum sedapat mungkin tidak normatif akan tetapi kontekstual. 5. Pendidikan Berperspektif Gender Pendidikan berfungsi sebagai alat transformasi sosial, demikian John Dewey mengatakan, yang dikutip oleh Budi Rajab. Sifat transformasi itu dimungkinkan karena melalui pengajaran di sekolah yang terorganisir orang dapat mengenal kemampuan dan kekuatan dirinya sendiri didorong untuk mempertanyakan berbagai asumsi serta terus mencari kebenaran. Arah pendidikan yang dimaksud untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia seluas-luasnya dan diharapkan dapat tumbuh menjadi manusia bebas dan mampu berfikir kritis dan dapat memberi penilaian sendiri atas berbagai situasi yang dihadapi, merefieksikannya, dan kemudian menjadikanya landasan untuk realitas itu sendiri. Pendidikan bukan sekedar mendorong manusia menerima dan beradaptasi dengan realitas, tapi ikut mebuat sejarah itu sendiri.82 82 hlm. 23. Budi Rajab , Jurnal Perempuan, ( Jakarta : YJP dan Ford Fondation , 2001), Edisi 23, 57 Karena itu Dewey merekomendasikan, bahwa pendidikan sekolah ini secara langsung mesti diarahkan pada upaya-upaya untuk membentuk masyarakat demokratis. Bila melihat bahwa sebetulnya sudah ada basis legal yang mendukung kesetaraan gender dalam pendidikan, maka seringkali pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan kaum feminis adalah : lalu dimana persoalanya ? Bukankah aturan-aturan yang ada mendukung kesetaraan perempuan dalam pendidikan. Sebaliknya, kaum feminispun balik bertanya, mengapa aturan-aturan legal yang telah disepakati tetap meminggirkan kaum perempuan dalam pendidikan? Bagi kaum feminis ada 2 permasalahannya yang harus diperhatikan yakni; pertama, aturan-aturan legal yang ditetapkan te rnyata masih sangat umum dan belum secara spesifik masuk turunan-turunan gender pendidikan dalam perundang-undangan di Indonesia. Kedua, untuk membuat sebuah kebijakan yang melindungi hak-hak perempuan dalam pendidikan, maka perlu sebuah kajian dan pemahaman tentang isu-isu perempuan tidak diperhitungkan maka kebijakan-kebijakan yang dihasilkan akan sangat tidak berguna dan bahkan bisa jadi menguatkan bias gender dalam pendidikan. Banyak orang yang menyangka bahwa feminisme merupakan istilah baru atau paling tidak berkembang pada saat-saat "The Flower Generation "83 (tahun-tahun 1960-an), namun jauh dari saat itu sudah ada. Seperti tulisan dihalaman sebelumnya ada beberapa teori feminis liberal persoalan akses pendidikan sangat diperlukan oleh kaum perempuan dengan dengan menyediakan program pelayanan bagi anak perempuan dan keluarga yang kurang beruntung dan melakukan penuntutan kesetaraan pendidikan yang sifatnya tidak radikal atau tidak mengancam. Teori feminis radikal menyatakan bahwa bias gender dalam pendidikan adalah budaya patriarkhal, opresi seksualitas, pemberdayaan perempuan, mensentralkan kepentingan perempuan. Kemudian kalau menurut teori postsrukturalis dan postmodernisme melakukan penaturan bahasa-bahasa pendidikan yang sangat bias oleh sebab itu teori bukan saja mengajak mereka yang berkepentingan dengan pendidikan untuk merubah kurukulum tetap melihat bagaimana kurikulum bias gender terbentuk dan 83 Ibid, hlm. 89. 58 beroperasi secara luas. Adapun harapan yang dapat dibangun terhadap perubahan pendidikan dengan adanya gerakan feminis yang dilakukan berbagai elemen dalam bentuk kebijakan-kebijakan sebagai berikut: 1. Kebijakan yang memastikan akses pendidikan Kebijakan inilah yang sering dilakukan oleh feminis liberal, misalnya memastikan bahwa perempuan tidak akan diarahkan pada pada pendidikan yang stereotype, tidak mengalami diskriminasi dalam penyeleksian studi, adanya bantuan finansial bagi mereka yang membutuhkan bahkan lebih jauh dari itu perlu adanya tindakan afirmasi (Affirmative action), dan penyediaan fasilitas yang memadai termasuk kualitas pengajar yang telah ikut pendidikan berperspektif gender. 2. Kebijakan memperhatikan adanya persoalan budaya patriarkal Hal tersebut diatas, banyak mendapat inspirasi dari pandangan feminis radikal yang menginginkan adanya sangsi terhadap institusi pendidikan yang mempraktekkan diskriminasi gender. 3. Kebijakan perekonomian (persoalan kemiskinan) Kebijakan ini mengupayakan pendidikan gratis demi akses pendidikan untuk semua golongan. Disamping itu persoalan kurikulum dan fasilitas seharusnya memadai dan berkualitas. 4. Kebijakan yang memperhatikan kurikulum dan teks-teks sekolah Hal ini dilakukan menganalis dan merubah teks-teks yang bias gender. Dan pendidikan harus diajarkan dalam setiap tingkat pendidikan. Sebuah idealitas yang ingin dicapai dalam gerakan feminisme dalam dunia pendidikan adalah bagaimana, menciptakan pendidikan yang bebas gender dimana tidak lagi ada pembedaan peran Sebuah upaya yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan sensitifitas dalam lingkunagan pendidikan adalah melalui Gender mainstreaming dan gender analysys training. Sedangkan secara akadamis yang diperlukan dalam training ini akan muncul sensitivitas baik secara overt maupun hidden curriculum adalah perspektif gender. Yang dimaksud overt curiculum adalah bagaimana persoalan gender terefleksi 59 secara nyata dalam kurikulum yang tersedia sebagi bahan perkuliahan atau pembelajaran. sedangkan hidden kurikulum adalah perspektif komunitas yang menyampaikan materi kurikulum tersebut.84 Konsep pendidikan berwawasan gendr gender sangat ideal,diman pendidikan dalam berbagiai dimensi baik perencanaan, kebijakan dan pelaksanaan mempunya waawsan dan kepekaan terhadapa masalah gender. Yang demikian dapat meluruskan pemhaman dan sikap yang tidak menimbulkan ketimpangan gender. Upaya mewujudkan konsep ini tidak mudah, karen aberbagai faktor yang cukup mempengaruhinya terlebih dahulu berkaitan dengan masalah budaya dan kebijakan. Oleh karena untuk menghadapi persolan tersebut dan sebagai upya untuk mewujudkan sebuah pendidikan yang berwawasan gender tentunya diperlukan langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan tersebut. Pertama, sosialisasi pemahaman pegarusutaam gender kepada stake holder secara terus menerus. Upaya ini dilakukan untuk menamkan nilai-nilai adil gender dengan harapan akan tumbuh kesadaran kritis tentang kesadaran gender pada pengambil kebijakan khususnya yang terkait dengan pendidikan. Kedua,dalam rangka memberikan kesempatan dan keluasaan akses serta peningkatan partisipasi anak perempuan, maka program pendidikan alternatif merupakan sebuah kemungkina. Halini memberikan kesempatan kepada perempuanputus sekolah, disamping memberikan bea siswa bagi perempuan. Ketiga, menciptakan mengembnagkan metode pembelajaran yang peka gender. Misalnya dengan revisi buku yang ada serta adanya perubahan pemahaman kognitif ataupun perilaku guru dalam menyampaikan pesanh agar tidak terjadi sesuatu yang timpang. Keempat, perlu adanya perubahan budaya secara secara sporadic agar tercipta kondisi budaya yang egaliter baik dalam struktur masyarakat maupun keluarga. Dalam keluarga harus dilakuakan sosialisasi tentang 84 Siti Ruhaini Zuhayatin," Kajian Gender di Perguruan Tinggi Islam Indonesia Catatan dari PSW IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam, Komarudin Hidayat dan Hendro Prasetyo, Problem dan Prospek IAIN Antologi Pendidikan Tinggi Islam , ( Jakarta: Depag RI, 2000), hlm. 306-307 60 pendidikan tidak membedakan, karena keluarga merupakan pondasi perkembangan anak.