Branding dalam Politik Elektoral (Kajian Komunikasi Politik Pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama dalam Pilkada DKI Jakarta 2012) Gadis Effy Rusfian Program Studi Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Abstrak Penggunaan konsep-konsep pemasaran di dunia politik bukanlah merupakan hal baru, termasuk di dalamnya konsep branding. Mulai banyak aktor politik, partai politik, atau kebijakan publik menggunakan pendekatan branding untuk dapat mempersuasi, bahkan mendapatkan dukungan publik. Penelitian ini berupaya menggali upaya sepasang kandidat menggunakan pendekatan tersebut dalam kontestasi pemilihan kepala daerah, melalui kacamata political public relations. Perumusan dan penerapan political branding JokowiAhok, pasangan yang kemudian memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2012, menjadi sentral tulisan ini. Melalui wawancara mendalam dengan tim ahli yang terlibat dalam penggunaan konsep ini, ditemukan bahwa kemampuan tim ahli membaca konteks sosial, politik, maupun historis menjadi dasar bagi political branding Jokowi-Ahok, khususnya dalam menentukan positioning, sekaligus political brand dan media yang cocok untuk mengkomunikasikannya. Berdasarkan analisis tadi, merek politik pun dibuat bertumpu pada kekuatan figur pasangan ini untuk dapat meraih simpati publik, meskipun wacana politik, cara kampanye, dan baju kotak-kotak turut membantu mereka mengokohkan merek politik tersebut untuk sedapat mungkin menghasilkan publisitas di media cetak, elektronik, online, maupun jejaring sosial dibandingkan mengandalkan iklan politik. Hasil penelitian ini bagaimana pendekatan branding diformulasikan dengan baik pada konteks politik dengan mempergunakan perspektif political public relations, dan di saat yang sama memberikan alternatif dalam menggalang partisipasi politik di tengah situasi yang semakin tersekularisasi. The use of marketing concepts in political arena is nothing new, including branding. Nowadays, political actors, political parties, or public policies use branding approach to persuade, even to gain public support. This research studies how a pair of candidates adopts the same approach to win a local election through political public relations approach. Jokowi-Ahok’s political branding, the final winning pair of the 2012 Jakarta Gubernatorial Election, is the central of this paper. In depth interviews with their branding expertise were conducted, and it is found that the proficiency in understanding social, political, and historical contexts became the overlaying foundation of Jokowi-Ahok’s political branding, in which it involves positioning, political brand, and media used for communicating the brand. Through the same analysis, their political brand was made to rely most on their figures, although political ideas, campaign maneuvers and checkers shirt also play a part, all were meant to create publicity in printed, electronic, online and social media. The result of this research shows how branding approach is applied in political context, especially in political public relations perspective, and at the same time gives alternative to gain political participation in the more secularized politics. Kata Kunci ( Keywords): Integrated Marketing Communication, Jokowi-Ahok, Pilkada DKI Jakarta 2012, Political Branding, Political Communication, Political Public Relations. Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Pendahuluan menilai negatif perilaku politisi. Tidak Indonesia telah mengadakan pemilihan berhenti sampai di situ, persepsi negatif ini kepala daerah (pilkada) secara langsung kemudian semenjak menurunnya minat publik pada parpol, di tahun 2001, yang disusul berbanding mana tahun 2004. Pemilihan langsung membawa kemudian konsekuensi, peluang keterlibatan publik partai, hanya 5,8% yang tertarik dengan menjadi visi partai (“Buruknya Citra”). luas. Pendekatan hanya 74,1% dengan pemilihan umum langsung pertama pada terbuka sebanyak lurus responden menginginkan uang behavioral yang fokus pada sosok tidak lagi mendominasi kajian tentang politik karena ternyata keberhasilan politik tidak Hal ini ditengarai banyak pengamat sebagai akibat dari banyaknya politisi hanya ditentukan oleh kapasitas dan kerja berbendera parpol yang terjerat kasus personal seorang elit politik, tetapi juga korupsi (“Buruknya Citra“), kebohongan ditentukan oleh rekayasa politik (political publik, menyandang jabatan yang tidak engineering), sesuai dengan kompetensi (DMS, 2011), di mana citra dan elektabilitas menjadi konsep yang tidak atau dinilai telah didominasi oleh dapat diabaikan. kepentingan partai, dan bukan rakyat (Yohan Wahyu, 2012). Sayangnya, data di lapangan menunjukkan bahwa partai politik (parpol) maupun Ironis, karena kemajuan teknis demokrasi politisi yang menjadi kadernya saat ini berupa banyaknya jumlah parpol yang dicitrakan negatif oleh masyarakat. Sebut diharapkan dapat menampung aspirasi saja hasil penelitian dari Lingkaran Survei yang bervariasi, kemudian tidak diimbangi Indonesia (LSI) yang mencatat penurunan dengan peningkatan partisipasi politik persepsi positif atas citra politisi selama masyarakat akibat buruknya citra tadi. 2005 hingga 2011 sebesar 21 persen Beranjak dari sejumlah 6,3% dari tahun 1999, ke 16% di tahun 2004, hingga 29,1% (DMS, 2012). di tahun 2009, angka golongan putih Di tahun 2013, justru angka tersebut (golput) di negeri ini terakumulasi menjadi semakin memburuk, seperti dibukukan hampir 30% hanya dalam 12 tahun (Dewi oleh Indonesia Network Elections Survey Mardiani, 2012). (INES) dengan 80,4% responden yang Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Pada titik itulah, perencanaan dan praktik akan membantu membangun pendekatan political public relations yang berfokus citra dengan lebih komprehensif, sehingga pada tidak penciptaan pengelolaan citra, isu dan sekaligus opini lagi melulu beroritentasi pada publik pembentukan citra yang favourable, tetapi dibutuhkan untuk memungkinkan politisi secara spesifik “unik“ dan “berbeda“ maupun parpol membangun, memperkuat, sehingga mampu bersaing dalam kompetisi dan yang timbul di bidang politik sembari mempertahankan eksistensinya. Pendekatan branding dianggap tepat untuk menjawab tantangan-tantangan yang ada, karena berfokus pada upaya untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi yang coba dibangun. membangun kembali kepercayaan publik dengan menggali apa yang sesungguhnya Sayangnya, kajian akademis yang meneliti diinginkan dan oleh tentang konsep ini masih amat minim masyarakat, kemudian menjadikannya (Marsh & Fawcett, 2011:1). Untuk itulah sebagai dasar dasar penciptaan identitas penulis mencoba menggali penerapannya dibutuhkan pembeda bagi satu entitas politik di tengah ramainya persaingan dengan sejumlah besar kandidat yang biasanya menawarkan “produk” serupa. Citra personal kandidat menjadi salah satu fokus, tetapi branding juga membantu mengasah rasionalitas di Indonesia, tepatnya di wilayah DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara, yang memang juga sarat dengan penggunaan terminologi komersial seperti brand dan branding. konstituen dengan mengangkat visi, misi, Kasus yang ingin diangkat dalam tulisan dan elemen ini melalui aspek political branding adalah pembeda yang membentuk merek tersebut. pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja ideologi politik sebagai Branding sendiri bisa mendukung penelitian political public relations, Purnama (Jokowi-Ahok) dalam kampanye Pilkada DKI Jakarta 2012. Pasangan ini khususnya dalam memberikan alternatif sendiri dipilih bagi upaya membina hubungan baik antara terjangnya dalam kampanye Pilkada DKI satu entitas politik dengan konstituennya, Jakarta 2012, yang awalnya sama sekali yang mau tidak mau mesti adaptif terhadap tidak disangka-sangka bisa mengalahkan tantangan-tantangan yang ada. petahana dan 4 pasangan kandidat lainnya Branding, seperti dijelaskan sebelumnya, karena berbagai keterbatasannya, ternyata Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 penulis atas sepak bisa mengembangkan merek politik yang sukses sebagai modal menggalang dukungan, bahkan memenangkan pilkada. Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Jokowi-Ahok, seperti halnya kandidat lain, pemangku kepentingan terkait, tentunya juga menggunakan simbol partai politik untuk tujuan politis (Strömbäck & Kiosis, sebagai kampanye 2011:1-8). Dalam praktiknya, diperlukan umum, namun kekuatan mereka terletak upaya untuk dapat membangun relasi yang pada penciptaan brand, merek, yang saling menguntungkan, khususnya dengan notabene gagal dibangun sebegitu kuatnya konstituen sebagai penentu akhir sebuah oleh kandidat lain. Baju kotak-kotak atau upaya blusukan tidak bisa direbut Foke atau kemudian pasangan lain, menyajikan alternatif bagi praktisi political melakukan hal salah satu sarana sekalipun yang sama. mereka Kenapa? kampanye public politik. political relations, Di situlah branding hadir untuk memperkuat sudah konsep pencitraan yang ada, dengan mempatenkannya dalam persepsi publik berfokus pada usaha menciptakan identitas melalui mekanisme branding yang sukses. pembeda di tengah ketatnya persaingan, Untuk sekaligus Karena Jokowi-Ahok itu, penelitian ini berusaha membangun kembali kepercayaan publik terhadap demokratisasi menjawab pertanyaan : dengan memahami betul apa yang Bagaimana Tim Pemenangan JokowiAhok dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 diinginkan dan dibutuhkan publik. memformulasikan dan menerapkan political branding bagi pasangan ini? Karena lahir dari ranah marketing, konsep- Berdasarkan pertanyaan tersebut, konsep branding yang akan menjadi pedoman dalam penelitian ini juga berasal dari teori-teori marketing, khususnya pada penelitian ini berorientasi untuk menggali bagaimana tim ahli pemahaman Scammel (2007:179) terhadap Jokowi-Ahok brand sebagai perkara persepsi, bukan merumuskan dan menerapkan political perkara produk. Selain itu, pembagian dimensi dalam brand milik Zaratonello branding pasangan ini. dan Schmitt (2010, dalam Marsh & Tinjauan Teoretis Fawcett, Penelitian ini bermuara pada teori political eksperensial public relations sebagai fungsi manajerial aspek yang menghubungkan konsumen yang bertujuan membina hubungan baik dengan merek) dan dimensi psikologis antara (mencakup citra merek dan relevansinya satu entitas politik dengan dengan 2010:2) sebagai (menyangkut pengetahuan, Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 dimensi keseluruhan emosi, serta ekspektasi yang dimiliki konsumen Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 mengenai produk; cara sebuah merek branding milik Al Ries juga akan menjadi dikonstruksikan) akan digunakan penulis acuan dalam analisis political branding Jokowi-Ahok, di samping teori integrated dalam penelitian ini. marketing communications oleh Belch & Definisi branding sendiri akan bertaut pada apa yang dikemukakan oleh Alsem dan Kostelijk (2008) serta Van Riel dan Formbrun (2007, dalam Pich, 2012: 49), yaitu pada penciptaan citra yang diinginkan dalam bentuk asosiasi nyata maupun abstrak, yang pada saatnya memiliki kemampuan untuk menciptakan nilai dan pengaruh di dalam pikiran konsumen. Mengenai tahapantahapan atau proses dalam branding, penelitian ini mengacu pada apa yang dijelaskan oleh Keller (2008) dalam bukunya Strategic Brand Management, sekaligus menggunakan gagasan brand building blocks miliknya sebagai acuan tujuan dari branding itu sendiri. Ketiga Belch (2009). Metode Penelitian Untuk menunjang branding yang ini, wawancara lapangan dengan 10 pihak kunci yang terlibat dalam political branding Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2012, 2 orang pihak yang terlibat dalam upaya pemenangan, 2 orang peneliti yang mengkaji penggunaan media pasangan kandidat ini, serta 1 pihak yang tergabung dalam tim kunci pemenangan Fauzi Bowo, pada saat itu pihak petahana. Orang-orang tersebut dipilih melalui criterion sampling, di mana 10 responden kunci terlibat perumusan karakteristik penelitian secara dan aktif penerapan dalam political branding Jokowi-Ahok, menduduki posisi dicuatkan oleh Adolphsen (2009:5-7) pun strategis nantinya akan mewarnai bagian analisis kandidat, dan bisa berbagi informasi ini. Perspektif yang digunakan untuk mendalam mengenai kampanye Jokowi- menganalisa Ahok, proses branding sendiri berpedoman pada salah satu perspektif yang dikembangkan Smith & French (2009, dalam Pich, 2012:44), yaitu dengan menganalisa merek politik dari manajemen merek itu sendiri, atau dari perspektif pemasar. Lainnya, 22 immutable laws of dalam khususnya upaya pemenangan bagian political branding. Data lapangan berupa rekaman wawancara mendalam dianalisis dengan konsep dan atau teori yang relevan dan ditopang oleh data kajian dari berbagai sumber sekunder, Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 baik dari media massa cetak, online, ataupun televisi, sekaligus data historis dari tim pemenangan partai. Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Metode ilustratif pun digunakan dalam dipercaya berproses atas tiga tahapan analisis data, dengan menggunakan bukti- penting, yakni positioning, pembentukan bukti empiris guna mengilustrasikan brand, dan brand communication. konsep dasar yang telah disusun pada Peneliti meyakini bahwa merek politik kerangka pemikiran. Jokowi-Ahok lahir dari sebuah konteks yang dibaca oleh tim ahli yang memang Hasil Penelitian bekerja secara masif dalam membantu Jika membaca survei yang dirilis berbagai lembaga pollster untuk menunjukkan posisi popularitas maupun elektabilitas Jokowi-Ahok dibandingkan Foke-Nara, tentunya Jokowi-Ahok dipastikan tidak membentuk merek tersebut. Konteks itulah yang kemudian menjadi basis bagi pemosisian kandidat sebagai dasar yang mengawali kegiatan branding. akan bisa memenangkan Pilkada DKI Beberapa pihak yang terlibat sebagai tim Jakarta 2012. Pihak-pihak yang terlibat ahli, atau orang-orang yang terlibat dalam membantu kemenangannya beranggapan membuat blue print pemenangan Jokowi- bahwa kemenangan ini merupakan efek Ahok dari bola salju, di mana pusaran bola ini ketidakpuasan publik terhadap kinerja terus berguling dan membesar sehingga Fauzi Bowo yang mencapai hampir 60% bola yang sebelumnya kecil dan tidak versi Political Research Institute for diperhitungkan bisa Demoracy (PRIDE), (David Saut, 2012) keraguan setelah hampir 5 tahun memimpin Jakarta. banyak orang. Jika ingin merumuskan Menurut Indo Barometer, ketidakpuasan faktor kemenangan Jokowi-Ahok, ada terbesar ada pada masalah penanganan terlalu banyak faktor yang bersinergi. kemacetan dan bajir, sementara politisi Namun, peneliti meyakini bahwa jika ingin Partai Golongan Karya, Indra J. Piliang mengalahkan pun akhirnya sinisme dan merumuskan magnet yang menjadi titik pusaran bola salju, political branding telah melihat sejak awal melihat menilai bahwa birokrasi lah yang menjadi sumber ketidakpuasan terbesar. adalah kunci jawabannya. Ketidakpuasan inilah yang kemudian Keyakinan itu sendiri muncul sebagai dimanfaatkan beberapa anggota tim ahli rangkuman dari analisis penulis atas kegiatan political branding, yang untuk ditransformasikan menjadi energi Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 harapan, di mana perlu dimunculkan seorang tokoh Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 pembaharu, yang bertolak belakang Mencari tahu tantangan yang dihadapi, isu- dengan Foke dari segala sisi, termasuk isu kemampuannya masalah. permukaan, hingga Beruntung, Jokowi hadir mengisi posisi itu merapatkan barisan dengan segala antitesis yang dimilikinya, sebelum membangun merek politik dengan mulai dari gaya kepemimpinan yang tidak narasi yang tepat. Merek politik Jokowi menangani berjarak dengan rakyat, gaya komunikasi yang sederhana dan tidak menggunakan bahasa atau konsep yang rumit, selain positif, dan visi yang baru untuk Jakarta. Pada sisi ini, penulis melihat ada aspek orisinalitas di sana, di mana Jokowi-Ahok tidak datang sebagai tokoh yang “dipoles”, melainkan secara nyata memiliki karakter seperti itu, sehingga menguntungkan tim ahli untuk menjadikan merek politik yang kuat. Bisa dikatakan, ada sinergi yang sangat baik di situ, mengingat apa yang dibutuhkan tepat dengan apa yang ingin ditampilkan. Oleh karenanya, letak positioning Jokowi-Ahok menjadi jelas, yakni sebagai antitesis Fauzi Bowo, apapun manuver yang berpotensi mencuat pesaing amatlah di yang krusial pun difokuskan bukan pada keahliannya seperti Fauzi Bowo, melainkan pada integritas personalnya. kesederhaan, dan Kerendahatian, kesiapan untuk memimpin Jakarta menjadi grand ideas bagi political branding Jokowi-Ahok. Itulah yang menjelaskan mengapa elemen merek politik Jokowi-Ahok kemudian didominasi oleh kekuatan figur, yang adalah kombinasi antara karakter kepemimpinan, gaya komunikasi, serta rekam jejak kesemuanya yang itu mengkontraskan baik, diharapkan perbedaan di mana semakin pasangan kandidat ini dengan lawan terberatnya. Tim pemenangannya menyadari bahwa yang diambilnya. Fauzi Bowo memang figur Jokowi adalah produk yang tepat sejak awal dilihat sebagai kandidat terkuat, untuk dijual dan karenanya diberikan porsi sehingga segala sumber daya dan upaya besar untuk menggalang dukungan. Tetapi, dikerahkan untuk menciptakan perbedaan informan lain juga mengakui bahwa di dari tokoh ini. Indonesia, figur menjadi satu aspek yang kuat dalam memengaruhi keputusan Dari keseluruhan proses itu dapat dinilai memilih dalam pemilu. Dan hal itu bagaimana sebenarnya analisis situasi dibuktikan oleh Pusat Kajian Ilmu Politik memegang dalam Universitas Indonesia (Puskapol UI), yang pembentukan merek politik yang sukses. mengadakan penelitian selama 24 Mei poin penting Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 hingga 4 Juni 2012, dan menemukan bahwa 73,6% responden menggunakan faktor non-program seperti figur maupun unsur primordial sebagai pertimbangan dalam memilih calon gubernur. Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Walaupun “pengantinnya” adalah Jokowi- menjalankan konsep tersebut. Ahok, dalam Ahok, tidak dapat dipungkiri bahwa figur konteks ini, secara natural adalah pribadi Jokowi banyak yang tegas, berani, dan berkarakter kuat, ia mendominasi keseluruhan proses political bisa menciptakan persepsi sebagai pejabat branding. bagaimanapun, publik yang baik dan bersih, yang justru Jokowi adalah tokoh yang maju menjadi menambah kekuatan merek politik mereka. lah yang Sebab, lebih biar calon gubernur, yang akan lebih banyak tampil sebagai simbol Jakarta, dan lebih jauhnya lagi, Jokowi secara “hitunghitungan” politik punya modal sosial politik yang baik dibandingkan Ahok, terutama mengenai suku budaya (suku Jawa mendominasi kota Jakarta) dan agama (Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, termasuk Jakarta). Kekuatan figur ini memang menonjol, sebab Jokowi adalah seorang political marketer sejati, jika meminjam sebutan yang digunakan oleh salah satu informan. Tetapi keahlian itu juga tidak menjadi berarti ketika tidak didukung dengan rekam jejak yang baik. Di Solo, Jokowi berhasil membuat gebrakan dengan memindahkan pedagang kaki lima di Pasar Klitikan (“Memimpin Solo”, 2011), Pasar Klewer, dan Pasar Ngatihardjo tanpa kekerasan (alias secara damai), yang totalnya berjumlah 5.800 PKL. 1 Jokowi menggunakan sistem intervensi sosial (pendekatan tanpa kekerasan) membuatnya berbeda dari yang pemimpin kebanyakan. Gebrakan lainnya juga dapat Maksudnya, segala hal yang dilakukan ditemukan pada birokrasi pembuatan KTP, Jokowi, diperhitungkannya perizinan usaha sehingga rakyat bisa terlebih dahulu, dan dia tahu apa yang mendapatkan pelayanan pembuatan KTP dilakukan dapat menarik simpati publik. dengan Rp 5 ribu dan dalam waktu satu Mulai dari gaya komunikasinya yang jam saja dan mendapatkan izin usaha ‘nyeleneh’, tidak menggunakan konsep- hanya dalam waktu 3-6 hari, selain juga konsep rumit, melainkan bahasa yang memperoleh sangat sederhana dan dapat dicerna seluruh (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan itu telah kalangan, atau gaya kepemimpinannya yang selalu turun ke lapangan, yang ingin Surat Izin Perdagangan (TDP) secara cuma-cuma (Nugroho & Nugroho, 2012: 70-71). menunjukkan kesiapan dan kesigapannya beraksi. Jokowi, bisa dikatakan mengenal branding, dan ia sadar bahwa dirinya Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 1 Koran Jakarta Baru Edisi Mei, h. 4 Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Semuanya itu tidak termasuk kandidat juga menjadi hal yang lain, tetapi sektor tanpa wacana politik, atau yang sering ekonomi dikenal sebagai visi, misi, serta ideologi, masyarakat, yang menjadikan Solo sebagai seorang ataupun sepasang kandidat tidak kota dengan tata ruang terbaik kedua di akan dapat dilihat sebagai kandidat yang Indonesia, selain mendapatkan hibah Rp elektabel. Pada ranah inilah kemudian 19,2 tingkatan dari kegiatan branding menjadi keberhasilannya kesehatan, membenahi tata miliar Kementerian kota, dan dan penghargaan Keuangan atas dari prestasi nyata. Bahwa menjadikan sepasang keuangan yang baik pada tahun 2009, dan kandidat dikenal adalah target awal. Pada selama 5 kali berturut-turut mendapatkan kasus Jokowi-Ahok yang merupakan orang Anugerah Wahana Tata Nurgraha atas ketertiban berlalu lintas dan angkutan non-Jakarta, itu menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah, apalagi jika dihadapkan dengan Fauzi Bowo yang selama 10 tahun umumnya. menjabat di Pemda Jakarta. Rekam jejak Ahok juga tidak kalah hebatnya mengenai yang baik pun diperkenalkan pada tahapan ini. Kiprahnya sebagai Bupati Belitung ini. Kiprah keduanya di Solo dan Belitung Timur yang berhasil mengansuransikan Timur digaungkan sehingga masyarakat seluruh penduduknya tanpa terkecuali, pun mengenal siapa sesungguhnya kedua selain memungkinkan adanya pengobatan orang ini. dan pelayanan kesehatan gratis 2 membuat Ahok, keturunan Tionghoa yang beragama Kristen ini dengan gemilangnya memenangkan pilkada di Belitung Timur yang mayoritas warganya adalah muslim Popularitas semata tidak akan menjamin, dan karenanya publik perlu mengenal siapa Jokowi-Ahok, dan membuat mereka menyukainya. Di sinilah karakter yang keberhasilannya kuat, yang berbeda dari Fauzi Bowo dan tersebut, Ahok dinobatkan sebagai Tokoh pasangannya, Nara dimunculkan. Emosi yang Mengubah Indonesia oleh Majalah publik dimainkan untuk mendukung tokoh Tempo di tahun 2008. yang dan pribumi. Karena tidak bertolak belakang dari petahana, yang diharapkan bisa membawa Meski begitu, masyarakat Jakarta bukanlah masyarakat yang mudah untuk disuguhi angin segar dan perubahan nyata untuk Jakarta. karakter yang kuat semata. Popularitas menjadi satu hal, ketersukaan pada Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 2 Koran Jakarta Baru Edisi Juni, h. 6 Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Baru setelah publik paham betul siapa adalah salah satu contoh bentukan “baru” mereka, yang kemudian disisipi kata Jakarta, tetapi gambaran-gambaran bagaimana kota Jakarta mengenai di bawah kepemimpinan mereka diajukan kepada publik. Hal ini tentunya dilakukan guna menciptakan elektabilitas yang tinggi, yaitu dengan membiarkan publik melihat pemimpin seperti apa mereka ini, apa rencana mereka dan visi yang mereka miliki untuk Jakarta dan warganya. sebenarnya merupakan hasil modifikasi dari yang sudah dikerjakannya di Solo. Konsistensi itu juga terasa ketika kemudian kedua aspek emosional tadi (karena berada pada tataran persepsi) ditranslasikan dalam bentuk pengalaman bagi konstituennya (aspek fisik) melalui cara kampanye model blusukan dengan Perlu dicatat, prinsip konsistensi dalam baju kotak-kotak. Model kampanye seperti branding menjadi krusial di sini. Sebab itu konsisten memperlihatkan gaya mereka wacana politik yang ditawarkan juga perlu yang ‘nyeleneh’, sekaligus dekat dengan sesuai dengan karakter mereka sebagai rakyat, di mana hal tersebut tidak berhasil pembaharu yang keluar dari pakem. Itulah dibuat sama kuatnya oleh kandidat lain, mengapa mereka berencana membangun yang meskipun mengikuti satu aspek dari Superblok, atau bangunan vertikal yang apa yang dibuat Jokowi-Ahok, tidak terdiri atas pasar, hunian, serta lapak mempunyai elemen merek politik sama komersial. Ini adalah ide yang sama sekali lengkapnya. baru yang mereka ajukan untuk Jakarta. Lainnya, sebenarnya hanyalah gagasangagasan normatif yang adalah hasil modifikasi dari apa yang sudah dijalankan oleh Pemda, namun dibungkus dengan meriah ala Jokowi-Ahok (melalui reformasi birokrasi, pendekatan yang tidak elitis, dsb.). Mereka sadar, bahwa melalui Baju kotak-kotak juga memberikan peran yang maksimal, karena lahir dari ide pribadi Jokowi, yang kemudian memungkinkan kreativitasnya berkembang dari segi filosofi pakaian, untuk kemudian diperbolehkan untuk diproduksi, dijual, dan digunakan oleh masyarakat luas. Jakarta Baru yang mereka usung, unsur Keputusan itu menobatkan pasangan ini kebaruan tidak perlu harus selalu baru, sebagai pasangan yang amat kontroversial, tetapi bisa datang dari perspektif yang karena baru pertama kalinya di Indonesia, baru, sebuah baju kampanye kemudian dijual cara yang baru, atau hasil transformasi yang baru. Kartu Sehat dan untuk membiayai Kartu Pintar yang dibawa Jokowi dari Solo dibagikan secara Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 kampanye, gratis bukan (Wawancara informan, 6 Mei 2013). Berbagai media bahkan mencatat membanjirnya pesanan baju ini di banyak daerah di Indonesia. Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 yang Tetapi, tentunya kesemuanya itu tidak menjadi berarti ketika dikomunikasikan kepada tidak masyarakat pemilih di Jakarta. Gagasan itulah yang kemudian menentukan selanjutnya, yakni tahapan bagaimana merek politik ini dikomunikasikan kepada calon pemilih, yang dalam kacamata penulis dapat dikaji integrated Pada menggunakan marketing prinsipnya, pemasar untuk program menjelaskan ini bagaimana mencoba kesatuan communications. konsep memperlihatkan konsep posisi ingin seorang menciptakan pemasaran yang perusahaan secara adalah interactive marketing, personal selling, dan public relations. Ide dasarnya sebenarnya begitu sederhana, yaitu bahwa mereka melihat bagaimana publisitas di media massa, termasuk elektronik, cetak, dan online bisa digunakan untuk menggalang dukungan dengan keterbatasan gerak Jokowi yang pada saat itu masih menjabat sebagai Walikota Solo (sehingga berdampak pada keterbatasan waktu kampanye yang hanya bisa memanfaatkan Sabtu dan Minggu). Segala kekuatan pun diarahkan untuk menciptakan word of mouth, yang harapannya bisa menaikkan nilai berita dan konsisten di mata konsumen. Dengan citra berpijak pada brand dan positioning tadi, pemberitaan yang kemudian muncul. Jadi, tim publisitas dan interactive marketing (yang pemenangan Jokowi-Ahok pun positif Jokowi-Ahok melalui kemudian mengadakan penelitian untuk dalam mencari tahu sumber informasi politik kehadiran media jejaring sosial) bisa masyarakat menjangkau mereka yang memang dapat Jakarta melalui survei. Berdasarkan survei tersebut, ditemukan bahwa kebanyakan responden menggunakan saluran media berita di televisi untuk mendapatkan informasi politik. ini diwakili dengan mengakses media, dan amat mendukung satu sama lain, karena apa yang kemudian dibahas di media cetak maupun elektronik menjadi bahan pembicaraan di media jejaring sosial. Begitu juga sebaliknya. Dengan berbasis pada fakta tersebut, segala upaya yang dikerjakan oleh JokowiAhok konteks dan diarahkan tim pada pemenangannya penciptaan pun publisitas. Untuk itu, publisitas dalam hal ini menjadi basis dari promotional mix yang lainnya, Bagi masyarakat yang tidak terjangkau media, tim Jokowi-Ahok pun mengandalkan personal selling, yang tidak lain adalah blusukan, sebutan kegiatan bagi Jokowi-Ahok Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 ketika mereka mengunjungi masyarakat secara langsung, berinteraksi dengan mereka, termasuk mendengarkan keluh kesahnya. Sayangnya, meski dalam satu hari Jokowi atau Ahok bisa Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 mengunjungi 23 titik tanpa lelah sepanjang terjadi pada konteks kampanye Jokowi- waktu kampanye, tidak sampai 10% Ahok wilayah Jakarta yang berhasil mereka konsep hard selling yang diperkenalkan kunjungi, sehingga untuk menjangkau dunia pemasaran. Jokowi-Ahok tidak, keseluruhan wilayah Jakarta, salah satu tim bahkan anti menggunakan iklan politik pemenangan menciptakan gerakan relawan berupa sebagai juru bicara atau public relations lainnya, selain menolak beriklan di televisi Jokowi-Ahok, Relawan (karena keterbatasan dana), dan sebaliknya Jakarta Baru, yang memang dikoordinasi mempercayakan informasi untuk dapat secara rapi, diberikan pelatihan selama disebarluaskan tanpa kontrol yang ketat, sehari untuk dapat menceritakan siapa yang adalah melalui publisitas tadi. Bukan Jokowi-Ahok, dapat menangkis tuduhan- hanya publisitas di media massa dan tuduhan tidak benar tentang mereka, dan jejaring sosial, tetapi juga publisitas yang juga dimanfaatkan untuk menjadi saksi di dihasilkan Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada sebagai juru bicaranya. salah satunya tidak serta-merta spanduk, baliho, melalui menggunakan poster, dan relawan-relawan saat pemilihan berlangsung. Di situlah kemudian tercipta integrasi yang Selain mereka, ada Komunitas Kotak- efektif, yang membuat merek politiknya Kotak, Relawan Rumah JB, Kelompok dikenal dan menguat. Sebagai akibatnya, Juanda, Kelompok Waru, Gank Kelink, ketika dan individu-individu yang secara terpisah menggagas konsep diri sebagai tokoh mendukung Jokowi-Ahok yang merupakan pembaharu yang memiliki visi untuk sebagian nama kelompok relawan yang Jakarta, dirinya tidak bisa mengukuhkan bersimpati bagi pasangan ini, membantu rekam Jokowi-Ahok dengan membuat forum birokrat. Begitu juga dengan Hendardji diskusi, menjual vcd, dvd, hingga baju Soepandji yang dikenal sebagai problem kotak-kotak, atau bahkan membuatkan solver, tetapi tidak pernah berpengalaman kampanye kreatif secara cuma-cuma demi menjabat. Alex Noerdin, di lain pihak, mempopulerkan keduanya. tidak bisa dilihat sebagai figur pembaharu Faisal jejak Basri yang mencoba kompeten untuk sebagai karena menyandang gelar yang elitis, yang Jika dirangkum dengan menggunakan saat itu mirip dengan gaya Fauzi Bowo perspektif public relations, sesungguhnya sebagai pemimpin. dapat dilihat bagaimana branding yang Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Dengan begitu dapat dilihat secara jelas politik mendasari keseluruhan proses yang bagaimana sesungguhnya proses branding ada, Jokowi-Ahok khususnya (penentuan posisi) sebagai antitesis dari bagaimana mereka menggunakan branding kompetitor terkuat, yang adalah petahana untuk dan Fauzi Bowo. Secara konsisten, posisi jangka tersebut menjadi acuan bagi pembentukan panjang, karena kemudian relasi yang merek politik yang merupakan kombinasi berhasil atas dimensi emosional (figur dan wacana terjadi, menciptakan perencanaan public mereka publisitas relations kelola tidak hanya berkutat pada konstituen mereka saja, tetapi juga menarik relawan, media massa, berbagai kelompok kepentingan untuk kemudian melirik pasangan yang awalnya yang dimulai oleh positioning politik) dan dimensi fisik (cara kampanye dan baju kotak-kotak). Merek politik ini kemudian dikomunikasikan kepada calon pemilih Jakarta melalui integrated marketing communications (IMC), yang dipandang sebelah mata ini. berbasis pada 4 pilar penting, yakni Pembahasan personal selling (melalui blusukan) dan Meskipun penelitian ini menggunakan public relations (melalui relawan sebagai paradigma post-positivist untuk melihat ketepatan teori yang digunakan, fokus dari penelitian ini tetap ada pada upaya mengupas proses branding dalam komunikasi politik Jokowi-Ahok selama kampanye Pilkada DKI Jakarta 2012, sehingga bagaimana konsep branding milik pemasaran yang menjadi tinjauan teoretis hanya digunakan sebagai pedoman merunutkan dan memetakan juru bicara), serta publicity (pemberitaan di media massa) dan interactive marketing (word of mouth di media jejaring sosial). Kesemuanya didasarkan pada prinsipprinsip branding yang khas untuk ranah politik, di mana yang terutama adalah adanya orisinalitas dan konsistensi yang harus dijalankan, selain kepekaan membaca keinginan publik. Keseluruhan proses ini sendiri juga diarahkan untuk me temuan Keseluruhan proses tersebut mengacu pada penelitian. Strategic Gambar 1 menjadi acuan visualisasi untuk melihat bagaimana sesungguhnya proses branding dalam kampanye Jokowi-Ahok. Analisis atas konteks historis, sosial, dan brand management yang dikemukakan oleh Keller (2008), di mana kemudian merek politik dikaji menggunakan konsep Zaratonello dan Schmitt (2010) dalam melihat dimensi Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 yang menyusunnya. Untuk konsep IMC sendiri, penelitian ini menggunakan konsep yang dikembangkan oleh Belch & Belch (2009). Prinsip- Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 keti ng Political Public Relations Relawan Media Pemilih Partai Polit ical Mar Problematika dan Pencapaian DKI Jakarta Kondisi Psikologis dan Demografis Masyarakat Jakarta Kont eks Sosia l, Politi k, Histo ris Kelompok Kepentingan Poli tica l Kontributor Bra ndi ng s i P s i k o l o g i s F i g u r Politica l Brandi ng Joko wiAho k W a c a n a P o l i t i k Positioning Politi cal Brand Jok owiAho k D i m e n Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Di m en si Fis ik C a r a K a m p a n y e Kepemimpinan Fauzi Bowo B a j u K o t a k - Elektabilitas Ketersukaan Popularitas K o t a k Brand Communication: Integrated Marketing Communications Publicity Interactive Marketing Personal Selling Public Relations Gambar 1. Kerangka Sintesis Political Branding JokowiAhok Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 prinsip yang dikembangkan Al Ries (2000) tidak ada otentisitas yang dikedepankan menjadi panduan untuk melihat prinsip- oleh aktor politik, melainkan upaya-upaya prinsip branding dalam wilayah politik, menciptakan impresi semata. Branding, sementara brand building blocks yang juga milik Keller (2008) disesuaikan dengan bentuk piramida popularitas, ketersukaan, dan elektabilitas. diharapkan bisa membawa angin segar untuk membantu publik melupakan pandangan negatifnya atas citra tadi. Di samping itu, pendekatan branding, yang memperkenalkan aktor politik layaknya Penelitian ini juga turut membuktikan asumsi Scammell bahwa merek politik tidak menjadikan produk sebagai sentral, tetapi berfokus membangun masyarakat pada bagaimana pengalaman melalui berbagai dengan elemen komunikasi. Keberhasilan tim ahli untuk produk komersial, juga dapat membantu upaya memperkuat pembangunan pencitraan reputasi dan (reputation building) menjadi lebih spesifik. Hal itu dimungkinkan karena pendekatan ini tidak lagi berpedoman menciptakan pada persepsi bagaimana publik yang menentukan saluran komunikasi yang tepat favourable terhadap suatu entitas politik, lah yang kemudian mengukuhkan persepsi tetapi tentang merek politik di dalam benak menciptakan identitas pembeda, citra yang masyarakat. Tanpa komunikasi tersebut, unik, yang menonjolkan satu entitas produk politik sebaik apapun kemudian dibandingkan tidak pembeda itu mempercepat pemilih untuk akan dikenal publik, apalagi mendapatkan dukungan suara. penulis percaya bahwa konsep ini bisa menjadi pendekatan baru dalam disiplin ilmu kehumasan, khususnya bagi political relations dalam dari entitas gagasan sejenis. untuk Titik mengambil keputusan tanpa ragu, dan Dalam ranah public relations sendiri, public bertolak membina efektif dalam mendulang kesetiaan pemilih, tentunya ketika dipertahankan dengan baik. Merek politik Jokowi-Ahok yang sukses membuktikan kepada dunia bahwa polesan hubungannya dengan konstituen. Konsep “citra” kini dipandang negatif bagi yang diperkenalkan konsep pencitraan sebagian publik Indonesia karena identik tidak lagi laku untuk menjual sebuah dengan produk. upaya “polesan” untuk mengundang simpati publik. Maksudnya, Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Nyata, pendekatan ini juga bisa menjadi jawaban bagi situasi politik yang semakin tersekularisasi dan menyebabkan masyarakat meninggalkan loyalitas pada agama, suku, atau ras dan mengandalkan rasionalitas, atau mereka yang terlanjur mengembangkan apatisme dan Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 sinisme terhadap dunia politik. Sebab, pembuatan pemerekan politik memudahkan mereka konsistensi untuk setiap aktivitas branding untuk memanfaatkan rasio tersebut dan tersebut. memilih pemimpin berdasarkan kualitas, kemampuan bukan sekadar pencitraan semata. Ada presisi. bukti berupa rekam jejak yang baik sebagai elemen merek politik. Tentunya itu bisa menjadi ukuran kualitas untuk dipertimbangkan pemilih. Adolphsen juga sesuai dengan tantangantantangan politik yang dihadapi Indonesia saat ini, di mana partisipasi politik, minat publik, serta kepercayaan publik terhadap sistem politik dibutuhkan telah suatu berorientasi luntur sehingga pendekatan pada yang pembangunan filosofis, Tentunya disertai membaca publik serta dengan dengan Meskipun penelitian ini tidak berhasil memotret political branding dalam konsep political marketing secara utuh, melainkan sebagai Political Branding, seperti digagaskan oleh narasi entitas yang berdiri sendiri, peneliti meyakini bahwa sesungguhnya branding bukan hanya pekerjaan kecil yang bisa diabaikan. Jika dikelola dengan benar, branding sebenarnya dapat menjadi inti bagi kegiatan marketing sebagai sebuah konsep besar, untuk kemudian dijadikan acuan bagi pengelolaan hubungan dengan konstituen pada political public relations. kepercayaan tadi. Salah seorang tim ahli Jokowi-Ahok yang Siapapun dapat mengembangkan merek politiknya dengan baik, asalkan mampu menciptakan diferensiasi dan membangunnya atas kapasitas dirinya. Kemampuan menjadi pemasar bagi diri sendiri memang menjadi krusial dalam kasus Jokowi-Ahok, yang meragukan banyak orang dalam menduplikasi sistem yang dibangun mereka. Namun, peneliti meyakini bahwa kunci sebenarnya ada pada prinsip-prinsip mewajibkan branding orisinalitas, yang otentisitas, juga ahli political marketing menunjukkan bahwa branding hanyalah sebagian kecil dari kerja yang mereka lakukan. Namun, sebaliknya, peneliti meyakininya sebagai titik pusat bola salju, di mana segala sesuatunya berpusat pada merek ini. Ketika merek ini berhasil dibangun dengan baik, maka yang lainnya akan mengikuti. Walau begitu, tentunya penelitian lebih lanjut atas gagasan tersebut diperlukan untuk menjadikannya aliran baru dalam Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 konsep pemasaran. Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Kesimpulan branding tersebut. Ada juga beberapa hasil Proses branding Jokowi-Ahok diawali temuan dari penelitian ini yang bisa dengan analisis konteks sosial, politik, dikembangkan dengan lebih maksimal, historis yang kemudian menghasilkan ide seperti bagaimana masing-masing elemen utama bagi pembentukan merek politik IMC digunakan secara mendetil mencakup Jokowi-Ahok sebagai tokoh yang mampu aspek memperbarui Jakarta, dengan karakter, bagaimana elemen tersebut berkontribusi wacana politik, dan cara kampanye yang secara nyata terhadap komunikasi merek berbeda dengan petahana. Merek politik politik. Evaluasi dari kinerja branding juga yang dibangun atas aspek psikologis (figur bisa dan kemudian popularitas, ketersukaan, dan elektabilitas diperkenalkan kepada masyarakat melalui dari waktu ke waktu selama aktivitas aspek fisik (cara kampanye dan baju branding diimplementasikan. Selain itu, kotak-kotak), dengan berbagai saluran mengkaji komunikasi yang terintegrasi. dilakukan dalam kajian atas political Publicity, interactive marketing, personal marketing, sehingga didapatkan gambaran selling, dan public relations dipilih untuk yang lebih mendalam akan keseluruhan dapat menjangkau masyarakat secara luas, proses, dibandingkan sebagai entitas yang baik yang memiliki akses kepada media terpisah dan berdiri sendiri. wacana politik) perencanaan, dipantau pelaksanaan, dengan political dan mengukur branding baik ataupun tidak. Dengan berpedoman pada prinsip orisinalitas, otentisitas, kekuatan Saran Praktis narasi, dan konsistensi, political branding Penciptaan political brand tidak bisa Jokowi-Ahok mengandalkan kemudian mampu konsultan bertumpu pada politik, mengukuhkan persepsi publik atas mereka melainkan tokoh itu sebagai tokoh pembaharu bagi Jakarta. sendiri. Artinya, karakter kepemimpinan, gaya komunikasi, dan rekam jejak menjadi Saran modal utama untuk dapat membangun Saran Akademis merek politik yang sukses, di mana hal Dibutuhkan penelitian lebih lanjut yang tersebut mengambil perspektif konstituen dalam menjadi tanggung jawab konsultan politik. melihat kandidat Tugas yang bisa dijalankan konsultan yang adalah membantu menentukan wacana sehingga political tercipta branding gambaran komprehensif atas keseluruhan proses tidak bisa dilimpahkan politik dan cara kampanye, Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 dan maupun kemasan yang sesuai dengan figur tersebut dengan menekankan prinsipprinsip orisinalitas dan konsistensi guna /2012/04/18/164727/1895 542/10/ . Wahyu, Y. (2012, 19 Maret). Citra mengasah efektivitas merek politik, selain Buruk dan Sikap Antiparpol. membantu Diperoleh pada 8 Juli 2013 pada memetakan khalayak dan membuat strategi yang tepat bagi kandidat. http://www.pdiperjuanganjatim.org/v03/index.php?mod=be rita&id=5464. Kepustakaan www.bbc.co.uk. (2011, 4 Agustus). Memimpin Solo Ala Jokowi. Diperoleh pada 6 Mei 2013 dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/m ajalah/2011/08/110804_tokohjoko widodo.shtml www.jppn.com. (2011, 3 Oktober). Mardiani, D. (2012, 23 Februari). Golput Cenderung Meningkat. Diperoleh pada 8 Juli 2013 pada http://www.republika.co.id/berita/ nasional/politik/12/02/23/lzuknzgolput-cenderung-meningkat. Nugroho, B. dan A.D. Nugroho. (2012). Jokowi Politik Citra Politisi Kian Buruk. Tanpa Pencitraan. Jakarta: Diperoleh pada 8 Juli 2013 PT Gramedia Pustaka pada Utama. http://www.jpnn.com/read/201 Strömbäck, J., Maier, M., Kaid, L. L. 1/10/03/104532/Citra-Politisi- (Eds.) (2011). Political Kian- Buruk-. Communication and Election www.indonesian.irib.ir. (n.d.). Buruknya Citra Politikus Nasional di Mata Publik. Diperoleh pada 8 Juli 2013 pada http://indonesian.irib.ir/headline//asset_ publisher/eKa6/content/buruknya -citra-politikus-nasional-di-matapublik/pop_up. Saut, P. D. (2012, 18 April) Survei Pride: Masyarakat Jakarta Tak Puas dengan Foke. Diperoleh pada 26 April 2013 dari http://news.detik.com/read Campaigns for the European Parliament. (London: Ashgate, 2011). Scammell, M. (2007). “Political brands and consumer citizens: The rebranding of Tony Blair.” The Annals of the American Academy of Political and Social Science. 611 (1). Marsh, D. & Fawcett, P. (2011). “Branding, politics and democracy.” Journal of Policy Studies, 32. 5. Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Marsh, D. & Fawcett, P. (2010). Branding, Politics and Democracy, Paper yang dipresentasikan pada Australian Political Science Association Conference di Melbourne, September 2010. Pich, C. M. (2012). “An Exploration of the Internal/External Brand Orientations of David Cameron’s Conservative Party.” The University of Hull. Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013 Keller, K. L. (2008). Strategic Brand Management. (New Jersey: Prentice Hall). Adolphsen, M. (2009). Branding in Election Campaigns, Just a Buzzword or a New Quality in Political Communication? London: London School of Economics and Political Science. Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013