Branding dalam Politik Elektoral (Kajian Komunikasi Politik

advertisement
Branding dalam Politik Elektoral
(Kajian Komunikasi Politik Pasangan Joko Widodo dan
Basuki Tjahaja Purnama dalam Pilkada DKI Jakarta 2012)
Gadis
Effy Rusfian
Program Studi Hubungan Masyarakat
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Abstrak
Penggunaan konsep-konsep pemasaran di dunia politik bukanlah merupakan hal baru,
termasuk di dalamnya konsep branding. Mulai banyak aktor politik, partai politik, atau
kebijakan publik menggunakan pendekatan branding untuk dapat mempersuasi, bahkan
mendapatkan dukungan publik. Penelitian ini berupaya menggali upaya sepasang kandidat
menggunakan pendekatan tersebut dalam kontestasi pemilihan kepala daerah, melalui
kacamata political public relations. Perumusan dan penerapan political branding JokowiAhok, pasangan yang kemudian memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2012, menjadi sentral
tulisan ini. Melalui wawancara mendalam dengan tim ahli yang terlibat dalam penggunaan
konsep ini, ditemukan bahwa kemampuan tim ahli membaca konteks sosial, politik, maupun
historis menjadi dasar bagi political branding Jokowi-Ahok, khususnya dalam menentukan
positioning, sekaligus political brand dan media yang cocok untuk mengkomunikasikannya.
Berdasarkan analisis tadi, merek politik pun dibuat bertumpu pada kekuatan figur pasangan
ini untuk dapat meraih simpati publik, meskipun wacana politik, cara kampanye, dan baju
kotak-kotak turut membantu mereka mengokohkan merek politik tersebut untuk sedapat
mungkin menghasilkan publisitas di media cetak, elektronik, online, maupun jejaring sosial
dibandingkan mengandalkan iklan politik. Hasil penelitian ini bagaimana pendekatan
branding diformulasikan dengan baik pada konteks politik dengan mempergunakan perspektif
political public relations, dan di saat yang sama memberikan alternatif dalam menggalang
partisipasi politik di tengah situasi yang semakin tersekularisasi.
The use of marketing concepts in political arena is nothing new, including branding.
Nowadays, political actors, political parties, or public policies use branding approach to
persuade, even to gain public support. This research studies how a pair of candidates adopts
the same approach to win a local election through political public relations approach.
Jokowi-Ahok’s political branding, the final winning pair of the 2012 Jakarta Gubernatorial
Election, is the central of this paper. In depth interviews with their branding expertise were
conducted, and it is found that the proficiency in understanding social, political, and
historical contexts became the overlaying foundation of Jokowi-Ahok’s political branding, in
which it involves positioning, political brand, and media used for communicating the brand.
Through the same analysis, their political brand was made to rely most on their figures,
although political ideas, campaign maneuvers and checkers shirt also play a part, all were
meant to create publicity in printed, electronic, online and social media. The result of this
research shows how branding approach is applied in political context, especially in political
public relations perspective, and at the same time gives alternative to gain political
participation in the more secularized politics.
Kata Kunci ( Keywords): Integrated Marketing Communication, Jokowi-Ahok, Pilkada DKI
Jakarta 2012, Political Branding, Political Communication, Political Public Relations.
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Pendahuluan
menilai negatif perilaku politisi. Tidak
Indonesia telah mengadakan pemilihan
berhenti sampai di situ, persepsi negatif ini
kepala daerah (pilkada) secara langsung
kemudian
semenjak
menurunnya minat publik pada parpol, di
tahun
2001,
yang
disusul
berbanding
mana
tahun 2004. Pemilihan langsung membawa
kemudian
konsekuensi, peluang keterlibatan publik
partai, hanya 5,8% yang tertarik dengan
menjadi
visi partai (“Buruknya Citra”).
luas.
Pendekatan
hanya
74,1%
dengan
pemilihan umum langsung pertama pada
terbuka
sebanyak
lurus
responden
menginginkan
uang
behavioral yang fokus pada sosok tidak
lagi mendominasi kajian tentang politik
karena ternyata keberhasilan politik tidak
Hal
ini
ditengarai
banyak
pengamat
sebagai akibat dari banyaknya politisi
hanya ditentukan oleh kapasitas dan kerja
berbendera parpol yang terjerat kasus
personal seorang elit politik, tetapi juga
korupsi (“Buruknya Citra“), kebohongan
ditentukan oleh rekayasa politik (political
publik, menyandang jabatan yang tidak
engineering),
sesuai dengan kompetensi (DMS, 2011),
di
mana
citra
dan
elektabilitas menjadi konsep yang tidak
atau
dinilai
telah
didominasi
oleh
dapat diabaikan.
kepentingan partai, dan bukan rakyat
(Yohan Wahyu, 2012).
Sayangnya, data di lapangan menunjukkan
bahwa partai politik (parpol) maupun
Ironis, karena kemajuan teknis demokrasi
politisi yang menjadi kadernya saat ini
berupa banyaknya jumlah parpol yang
dicitrakan negatif oleh masyarakat. Sebut
diharapkan dapat menampung aspirasi
saja hasil penelitian dari Lingkaran Survei
yang bervariasi, kemudian tidak diimbangi
Indonesia (LSI) yang mencatat penurunan
dengan peningkatan partisipasi politik
persepsi positif atas citra politisi selama
masyarakat akibat buruknya citra tadi.
2005 hingga 2011 sebesar 21 persen
Beranjak dari sejumlah 6,3% dari tahun
1999, ke 16% di tahun 2004, hingga 29,1%
(DMS, 2012).
di tahun 2009, angka golongan putih
Di tahun 2013, justru angka tersebut
(golput) di negeri ini terakumulasi menjadi
semakin memburuk, seperti dibukukan
hampir 30% hanya dalam 12 tahun (Dewi
oleh Indonesia Network Elections Survey
Mardiani, 2012).
(INES) dengan 80,4% responden yang
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Pada titik itulah, perencanaan dan praktik
akan membantu membangun pendekatan
political public relations yang berfokus
citra dengan lebih komprehensif, sehingga
pada
tidak
penciptaan
pengelolaan
citra,
isu
dan
sekaligus
opini
lagi
melulu
beroritentasi
pada
publik
pembentukan citra yang favourable, tetapi
dibutuhkan untuk memungkinkan politisi
secara spesifik “unik“ dan “berbeda“
maupun parpol membangun, memperkuat,
sehingga mampu bersaing dalam kompetisi
dan
yang timbul di bidang politik sembari
mempertahankan
eksistensinya.
Pendekatan branding dianggap tepat untuk
menjawab tantangan-tantangan yang ada,
karena
berfokus
pada
upaya
untuk
mengembalikan
kepercayaan
publik
terhadap sistem demokrasi yang coba
dibangun.
membangun kembali kepercayaan publik
dengan menggali apa yang sesungguhnya
Sayangnya, kajian akademis yang meneliti
diinginkan
dan
oleh
tentang konsep ini masih amat minim
masyarakat,
kemudian
menjadikannya
(Marsh & Fawcett, 2011:1). Untuk itulah
sebagai dasar dasar penciptaan identitas
penulis mencoba menggali penerapannya
dibutuhkan
pembeda bagi satu entitas politik di tengah
ramainya persaingan dengan sejumlah
besar kandidat yang biasanya menawarkan
“produk” serupa. Citra personal kandidat
menjadi salah satu fokus, tetapi branding
juga membantu mengasah rasionalitas
di Indonesia, tepatnya di wilayah DKI
Jakarta sebagai Ibukota Negara, yang
memang juga sarat dengan penggunaan
terminologi komersial seperti brand dan
branding.
konstituen dengan mengangkat visi, misi,
Kasus yang ingin diangkat dalam tulisan
dan
elemen
ini melalui aspek political branding adalah
pembeda yang membentuk merek tersebut.
pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja
ideologi
politik
sebagai
Branding
sendiri
bisa
mendukung
penelitian
political
public
relations,
Purnama (Jokowi-Ahok) dalam kampanye
Pilkada DKI Jakarta 2012. Pasangan ini
khususnya dalam memberikan alternatif
sendiri
dipilih
bagi upaya membina hubungan baik antara
terjangnya dalam kampanye Pilkada DKI
satu entitas politik dengan konstituennya,
Jakarta 2012, yang awalnya sama sekali
yang mau tidak mau mesti adaptif terhadap
tidak disangka-sangka bisa mengalahkan
tantangan-tantangan yang ada.
petahana dan 4 pasangan kandidat lainnya
Branding, seperti dijelaskan sebelumnya,
karena berbagai keterbatasannya, ternyata
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
penulis
atas
sepak
bisa mengembangkan merek politik yang
sukses
sebagai
modal
menggalang
dukungan, bahkan memenangkan pilkada.
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Jokowi-Ahok, seperti halnya kandidat lain,
pemangku kepentingan terkait, tentunya
juga menggunakan simbol partai politik
untuk tujuan politis (Strömbäck & Kiosis,
sebagai
kampanye
2011:1-8). Dalam praktiknya, diperlukan
umum, namun kekuatan mereka terletak
upaya untuk dapat membangun relasi yang
pada penciptaan brand, merek, yang
saling menguntungkan, khususnya dengan
notabene gagal dibangun sebegitu kuatnya
konstituen sebagai penentu akhir sebuah
oleh kandidat lain. Baju kotak-kotak atau
upaya
blusukan tidak bisa direbut Foke atau
kemudian
pasangan
lain,
menyajikan alternatif bagi praktisi political
melakukan
hal
salah
satu
sarana
sekalipun
yang
sama.
mereka
Kenapa?
kampanye
public
politik.
political
relations,
Di
situlah
branding
hadir
untuk
memperkuat
sudah
konsep pencitraan yang ada, dengan
mempatenkannya dalam persepsi publik
berfokus pada usaha menciptakan identitas
melalui mekanisme branding yang sukses.
pembeda di tengah ketatnya persaingan,
Untuk
sekaligus
Karena
Jokowi-Ahok
itu,
penelitian
ini
berusaha
membangun
kembali
kepercayaan publik terhadap demokratisasi
menjawab pertanyaan :
dengan
memahami
betul
apa
yang
Bagaimana Tim Pemenangan JokowiAhok dalam Pilkada DKI Jakarta 2012
diinginkan dan dibutuhkan publik.
memformulasikan dan menerapkan
political branding bagi pasangan ini?
Karena lahir dari ranah marketing, konsep-
Berdasarkan
pertanyaan
tersebut,
konsep branding yang akan menjadi
pedoman dalam penelitian ini juga berasal
dari teori-teori marketing, khususnya pada
penelitian ini berorientasi untuk menggali
bagaimana
tim
ahli
pemahaman Scammel (2007:179) terhadap
Jokowi-Ahok
brand sebagai perkara persepsi, bukan
merumuskan dan menerapkan political
perkara produk. Selain itu, pembagian
dimensi dalam brand milik Zaratonello
branding pasangan ini.
dan Schmitt (2010, dalam Marsh &
Tinjauan Teoretis
Fawcett,
Penelitian ini bermuara pada teori political
eksperensial
public relations sebagai fungsi manajerial
aspek yang menghubungkan konsumen
yang bertujuan membina hubungan baik
dengan merek) dan dimensi psikologis
antara
(mencakup citra merek dan relevansinya
satu
entitas
politik
dengan
dengan
2010:2)
sebagai
(menyangkut
pengetahuan,
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
dimensi
keseluruhan
emosi,
serta
ekspektasi yang dimiliki konsumen
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
mengenai produk; cara sebuah merek
branding milik Al Ries juga akan menjadi
dikonstruksikan) akan digunakan penulis
acuan dalam analisis political branding
Jokowi-Ahok, di samping teori integrated
dalam penelitian ini.
marketing communications oleh Belch &
Definisi branding sendiri akan bertaut pada
apa yang dikemukakan oleh Alsem dan
Kostelijk
(2008)
serta
Van
Riel
dan
Formbrun (2007, dalam Pich, 2012: 49),
yaitu pada penciptaan citra yang diinginkan
dalam bentuk asosiasi nyata maupun abstrak,
yang pada saatnya memiliki kemampuan
untuk menciptakan nilai dan pengaruh di
dalam pikiran konsumen. Mengenai tahapantahapan
atau
proses
dalam
branding,
penelitian ini mengacu pada apa yang
dijelaskan oleh Keller (2008) dalam bukunya
Strategic Brand Management, sekaligus
menggunakan gagasan brand building blocks
miliknya sebagai acuan tujuan dari branding
itu sendiri.
Ketiga
Belch (2009).
Metode Penelitian
Untuk
menunjang
branding
yang
ini,
wawancara lapangan dengan 10 pihak
kunci
yang
terlibat
dalam
political
branding Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI
Jakarta 2012, 2 orang pihak yang terlibat
dalam upaya pemenangan, 2 orang peneliti
yang
mengkaji
penggunaan
media
pasangan kandidat ini, serta 1 pihak yang
tergabung dalam tim kunci pemenangan
Fauzi Bowo, pada saat itu pihak petahana.
Orang-orang
tersebut
dipilih
melalui
criterion sampling, di mana 10 responden
kunci
terlibat
perumusan
karakteristik
penelitian
secara
dan
aktif
penerapan
dalam
political
branding Jokowi-Ahok, menduduki posisi
dicuatkan oleh Adolphsen (2009:5-7) pun
strategis
nantinya akan mewarnai bagian analisis
kandidat, dan bisa berbagi informasi
ini. Perspektif yang digunakan untuk
mendalam mengenai kampanye Jokowi-
menganalisa
Ahok,
proses
branding
sendiri
berpedoman pada salah satu perspektif
yang dikembangkan Smith & French
(2009, dalam Pich, 2012:44), yaitu dengan
menganalisa merek politik dari manajemen
merek itu sendiri, atau dari perspektif
pemasar. Lainnya, 22 immutable laws of
dalam
khususnya
upaya
pemenangan
bagian
political
branding.
Data lapangan berupa rekaman wawancara
mendalam dianalisis dengan konsep dan
atau teori yang relevan dan ditopang oleh
data kajian dari berbagai sumber sekunder,
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
baik dari media massa cetak, online,
ataupun televisi, sekaligus data historis
dari tim pemenangan partai.
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Metode ilustratif pun digunakan dalam
dipercaya berproses atas tiga tahapan
analisis data, dengan menggunakan bukti-
penting, yakni positioning, pembentukan
bukti
empiris
guna
mengilustrasikan
brand, dan brand communication.
konsep dasar yang telah disusun pada
Peneliti meyakini bahwa merek politik
kerangka pemikiran.
Jokowi-Ahok lahir dari sebuah konteks
yang dibaca oleh tim ahli yang memang
Hasil Penelitian
bekerja secara masif dalam membantu
Jika membaca survei yang dirilis berbagai
lembaga
pollster
untuk
menunjukkan
posisi popularitas maupun elektabilitas
Jokowi-Ahok dibandingkan Foke-Nara,
tentunya Jokowi-Ahok dipastikan tidak
membentuk merek tersebut. Konteks itulah
yang
kemudian
menjadi
basis
bagi
pemosisian kandidat sebagai dasar yang
mengawali kegiatan branding.
akan bisa memenangkan Pilkada DKI
Beberapa pihak yang terlibat sebagai tim
Jakarta 2012. Pihak-pihak yang terlibat
ahli, atau orang-orang yang terlibat dalam
membantu kemenangannya beranggapan
membuat blue print pemenangan Jokowi-
bahwa kemenangan ini merupakan efek
Ahok
dari bola salju, di mana pusaran bola ini
ketidakpuasan publik terhadap kinerja
terus berguling dan membesar sehingga
Fauzi Bowo yang mencapai hampir 60%
bola yang sebelumnya kecil dan tidak
versi Political Research Institute for
diperhitungkan
bisa
Demoracy (PRIDE), (David Saut, 2012)
keraguan
setelah hampir 5 tahun memimpin Jakarta.
banyak orang. Jika ingin merumuskan
Menurut Indo Barometer, ketidakpuasan
faktor kemenangan Jokowi-Ahok, ada
terbesar ada pada masalah penanganan
terlalu banyak faktor yang bersinergi.
kemacetan dan bajir, sementara politisi
Namun, peneliti meyakini bahwa jika ingin
Partai Golongan Karya, Indra J. Piliang
mengalahkan
pun
akhirnya
sinisme
dan
merumuskan magnet yang menjadi titik
pusaran bola salju, political branding
telah
melihat
sejak
awal
melihat menilai bahwa birokrasi lah yang
menjadi sumber ketidakpuasan terbesar.
adalah kunci jawabannya.
Ketidakpuasan
inilah
yang
kemudian
Keyakinan itu sendiri muncul sebagai
dimanfaatkan beberapa anggota tim ahli
rangkuman dari analisis penulis atas
kegiatan
political
branding,
yang
untuk ditransformasikan menjadi energi
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
harapan, di mana perlu dimunculkan
seorang tokoh
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
pembaharu,
yang
bertolak
belakang
Mencari tahu tantangan yang dihadapi, isu-
dengan Foke dari segala sisi, termasuk
isu
kemampuannya
masalah.
permukaan,
hingga
Beruntung, Jokowi hadir mengisi posisi itu
merapatkan
barisan
dengan segala antitesis yang dimilikinya,
sebelum membangun merek politik dengan
mulai dari gaya kepemimpinan yang tidak
narasi yang tepat. Merek politik Jokowi
menangani
berjarak dengan rakyat, gaya komunikasi
yang sederhana dan tidak menggunakan
bahasa atau konsep yang rumit, selain
positif, dan visi yang baru untuk Jakarta.
Pada sisi ini, penulis melihat ada aspek
orisinalitas di sana, di mana Jokowi-Ahok
tidak datang sebagai tokoh yang “dipoles”,
melainkan secara nyata memiliki karakter
seperti itu, sehingga menguntungkan tim
ahli untuk menjadikan merek politik yang
kuat. Bisa dikatakan, ada sinergi yang
sangat baik di situ, mengingat apa yang
dibutuhkan tepat dengan apa yang ingin
ditampilkan.
Oleh
karenanya,
letak
positioning
Jokowi-Ahok menjadi jelas, yakni sebagai
antitesis Fauzi Bowo, apapun manuver
yang
berpotensi
mencuat
pesaing
amatlah
di
yang
krusial
pun difokuskan bukan pada keahliannya
seperti Fauzi Bowo, melainkan pada
integritas
personalnya.
kesederhaan,
dan
Kerendahatian,
kesiapan
untuk
memimpin Jakarta menjadi grand ideas
bagi political branding Jokowi-Ahok.
Itulah yang menjelaskan mengapa elemen
merek politik Jokowi-Ahok kemudian
didominasi oleh kekuatan figur, yang
adalah
kombinasi
antara
karakter
kepemimpinan, gaya komunikasi, serta
rekam
jejak
kesemuanya
yang
itu
mengkontraskan
baik,
diharapkan
perbedaan
di
mana
semakin
pasangan
kandidat ini dengan lawan terberatnya.
Tim pemenangannya menyadari bahwa
yang diambilnya. Fauzi Bowo memang
figur Jokowi adalah produk yang tepat
sejak awal dilihat sebagai kandidat terkuat,
untuk dijual dan karenanya diberikan porsi
sehingga segala sumber daya dan upaya
besar untuk menggalang dukungan. Tetapi,
dikerahkan untuk menciptakan perbedaan
informan lain juga mengakui bahwa di
dari tokoh ini.
Indonesia, figur menjadi satu aspek yang
kuat
dalam
memengaruhi
keputusan
Dari keseluruhan proses itu dapat dinilai
memilih dalam pemilu. Dan hal itu
bagaimana sebenarnya analisis situasi
dibuktikan oleh Pusat Kajian Ilmu Politik
memegang
dalam
Universitas Indonesia (Puskapol UI), yang
pembentukan merek politik yang sukses.
mengadakan penelitian selama 24 Mei
poin
penting
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
hingga 4 Juni 2012, dan menemukan
bahwa 73,6% responden menggunakan
faktor non-program seperti figur maupun
unsur primordial sebagai pertimbangan
dalam memilih calon gubernur.
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Walaupun “pengantinnya” adalah Jokowi-
menjalankan konsep tersebut. Ahok, dalam
Ahok, tidak dapat dipungkiri bahwa figur
konteks ini, secara natural adalah pribadi
Jokowi
banyak
yang tegas, berani, dan berkarakter kuat, ia
mendominasi keseluruhan proses political
bisa menciptakan persepsi sebagai pejabat
branding.
bagaimanapun,
publik yang baik dan bersih, yang justru
Jokowi adalah tokoh yang maju menjadi
menambah kekuatan merek politik mereka.
lah
yang
Sebab,
lebih
biar
calon gubernur, yang akan lebih banyak
tampil sebagai simbol Jakarta, dan lebih
jauhnya lagi, Jokowi secara “hitunghitungan” politik punya modal sosial
politik yang baik dibandingkan Ahok,
terutama mengenai suku budaya (suku
Jawa mendominasi kota Jakarta) dan
agama (Islam merupakan agama mayoritas
di Indonesia, termasuk Jakarta). Kekuatan
figur ini memang menonjol, sebab Jokowi
adalah seorang political marketer sejati,
jika meminjam sebutan yang digunakan
oleh salah satu informan.
Tetapi keahlian itu juga tidak menjadi
berarti ketika tidak didukung dengan
rekam jejak yang baik. Di Solo, Jokowi
berhasil
membuat
gebrakan
dengan
memindahkan pedagang kaki lima di Pasar
Klitikan (“Memimpin Solo”, 2011), Pasar
Klewer, dan Pasar Ngatihardjo tanpa
kekerasan (alias secara damai), yang
totalnya berjumlah 5.800 PKL.
1
Jokowi
menggunakan sistem intervensi sosial
(pendekatan
tanpa
kekerasan)
membuatnya
berbeda
dari
yang
pemimpin
kebanyakan. Gebrakan lainnya juga dapat
Maksudnya, segala hal yang dilakukan
ditemukan pada birokrasi pembuatan KTP,
Jokowi,
diperhitungkannya
perizinan usaha sehingga rakyat bisa
terlebih dahulu, dan dia tahu apa yang
mendapatkan pelayanan pembuatan KTP
dilakukan dapat menarik simpati publik.
dengan Rp 5 ribu dan dalam waktu satu
Mulai dari gaya komunikasinya yang
jam saja dan mendapatkan izin usaha
‘nyeleneh’, tidak menggunakan konsep-
hanya dalam waktu 3-6 hari, selain juga
konsep rumit, melainkan bahasa yang
memperoleh
sangat sederhana dan dapat dicerna seluruh
(SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan
itu
telah
kalangan, atau gaya kepemimpinannya
yang selalu turun ke lapangan, yang ingin
Surat
Izin
Perdagangan
(TDP) secara cuma-cuma (Nugroho &
Nugroho, 2012: 70-71).
menunjukkan kesiapan dan kesigapannya
beraksi. Jokowi, bisa dikatakan mengenal
branding, dan ia sadar bahwa dirinya
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
1
Koran
Jakarta Baru
Edisi Mei, h.
4
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Semuanya
itu
tidak
termasuk
kandidat juga menjadi hal yang lain, tetapi
sektor
tanpa wacana politik, atau yang sering
ekonomi
dikenal sebagai visi, misi, serta ideologi,
masyarakat, yang menjadikan Solo sebagai
seorang ataupun sepasang kandidat tidak
kota dengan tata ruang terbaik kedua di
akan dapat dilihat sebagai kandidat yang
Indonesia, selain mendapatkan hibah Rp
elektabel. Pada ranah inilah kemudian
19,2
tingkatan dari kegiatan branding menjadi
keberhasilannya
kesehatan,
membenahi
tata
miliar
Kementerian
kota,
dan
dan
penghargaan
Keuangan
atas
dari
prestasi
nyata.
Bahwa
menjadikan
sepasang
keuangan yang baik pada tahun 2009, dan
kandidat dikenal adalah target awal. Pada
selama 5 kali berturut-turut mendapatkan
kasus Jokowi-Ahok yang merupakan orang
Anugerah Wahana Tata Nurgraha atas
ketertiban berlalu lintas dan angkutan
non-Jakarta, itu menjadi pekerjaan rumah
yang tidak mudah, apalagi jika dihadapkan
dengan Fauzi Bowo yang selama 10 tahun
umumnya.
menjabat di Pemda Jakarta. Rekam jejak
Ahok juga tidak kalah hebatnya mengenai
yang baik pun diperkenalkan pada tahapan
ini. Kiprahnya sebagai Bupati Belitung
ini. Kiprah keduanya di Solo dan Belitung
Timur yang berhasil mengansuransikan
Timur digaungkan sehingga masyarakat
seluruh penduduknya tanpa terkecuali,
pun mengenal siapa sesungguhnya kedua
selain memungkinkan adanya pengobatan
orang ini.
dan pelayanan kesehatan gratis 2 membuat
Ahok, keturunan Tionghoa yang beragama
Kristen
ini
dengan
gemilangnya
memenangkan pilkada di Belitung Timur
yang mayoritas warganya adalah muslim
Popularitas semata tidak akan menjamin,
dan karenanya publik perlu mengenal siapa
Jokowi-Ahok,
dan
membuat
mereka
menyukainya. Di sinilah karakter yang
keberhasilannya
kuat, yang berbeda dari Fauzi Bowo dan
tersebut, Ahok dinobatkan sebagai Tokoh
pasangannya, Nara dimunculkan. Emosi
yang Mengubah Indonesia oleh Majalah
publik dimainkan untuk mendukung tokoh
Tempo di tahun 2008.
yang
dan
pribumi.
Karena
tidak
bertolak
belakang
dari
petahana, yang diharapkan bisa membawa
Meski begitu, masyarakat Jakarta bukanlah
masyarakat yang mudah untuk disuguhi
angin segar dan perubahan nyata untuk
Jakarta.
karakter yang kuat semata. Popularitas
menjadi
satu
hal,
ketersukaan
pada
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
2
Koran
Jakarta Baru
Edisi Juni, h.
6
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Baru setelah publik paham betul siapa
adalah salah satu contoh bentukan “baru”
mereka,
yang kemudian disisipi kata Jakarta, tetapi
gambaran-gambaran
bagaimana
kota
Jakarta
mengenai
di
bawah
kepemimpinan mereka diajukan kepada
publik. Hal ini tentunya dilakukan guna
menciptakan elektabilitas yang tinggi,
yaitu dengan membiarkan publik melihat
pemimpin seperti apa mereka ini, apa
rencana mereka dan visi yang mereka
miliki untuk Jakarta dan warganya.
sebenarnya merupakan hasil modifikasi
dari yang sudah dikerjakannya di Solo.
Konsistensi
itu
juga
terasa
ketika
kemudian kedua aspek emosional tadi
(karena berada pada tataran persepsi)
ditranslasikan dalam bentuk pengalaman
bagi konstituennya (aspek fisik) melalui
cara kampanye model blusukan dengan
Perlu dicatat, prinsip konsistensi dalam
baju kotak-kotak. Model kampanye seperti
branding menjadi krusial di sini. Sebab
itu konsisten memperlihatkan gaya mereka
wacana politik yang ditawarkan juga perlu
yang ‘nyeleneh’, sekaligus dekat dengan
sesuai dengan karakter mereka sebagai
rakyat, di mana hal tersebut tidak berhasil
pembaharu yang keluar dari pakem. Itulah
dibuat sama kuatnya oleh kandidat lain,
mengapa mereka berencana membangun
yang meskipun mengikuti satu aspek dari
Superblok, atau bangunan vertikal yang
apa yang dibuat Jokowi-Ahok, tidak
terdiri atas pasar, hunian, serta lapak
mempunyai elemen merek politik sama
komersial. Ini adalah ide yang sama sekali
lengkapnya.
baru yang mereka ajukan untuk Jakarta.
Lainnya, sebenarnya hanyalah gagasangagasan
normatif
yang
adalah
hasil
modifikasi dari apa yang sudah dijalankan
oleh Pemda, namun dibungkus dengan
meriah
ala
Jokowi-Ahok
(melalui
reformasi birokrasi, pendekatan yang tidak
elitis, dsb.). Mereka sadar, bahwa melalui
Baju kotak-kotak juga memberikan peran
yang maksimal, karena lahir dari ide
pribadi
Jokowi,
yang
kemudian
memungkinkan kreativitasnya berkembang
dari segi filosofi pakaian, untuk kemudian
diperbolehkan untuk diproduksi, dijual,
dan digunakan oleh masyarakat luas.
Jakarta Baru yang mereka usung, unsur
Keputusan itu menobatkan pasangan ini
kebaruan tidak perlu harus selalu baru,
sebagai pasangan yang amat kontroversial,
tetapi bisa datang dari perspektif yang
karena baru pertama kalinya di Indonesia,
baru,
sebuah baju kampanye kemudian dijual
cara
yang
baru,
atau
hasil
transformasi yang baru. Kartu Sehat dan
untuk
membiayai
Kartu Pintar yang dibawa Jokowi dari Solo
dibagikan
secara
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
kampanye,
gratis
bukan
(Wawancara
informan, 6 Mei 2013). Berbagai media
bahkan mencatat membanjirnya pesanan
baju ini di banyak daerah di Indonesia.
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
yang
Tetapi, tentunya kesemuanya itu tidak
menjadi
berarti
ketika
dikomunikasikan
kepada
tidak
masyarakat
pemilih di Jakarta. Gagasan itulah yang
kemudian
menentukan
selanjutnya,
yakni
tahapan
bagaimana
merek
politik ini dikomunikasikan kepada calon
pemilih, yang dalam kacamata penulis
dapat
dikaji
integrated
Pada
menggunakan
marketing
prinsipnya,
pemasar
untuk
program
menjelaskan
ini
bagaimana
mencoba
kesatuan
communications.
konsep
memperlihatkan
konsep
posisi
ingin
seorang
menciptakan
pemasaran
yang
perusahaan
secara
adalah
interactive
marketing,
personal selling, dan public relations. Ide
dasarnya sebenarnya begitu sederhana,
yaitu bahwa mereka melihat bagaimana
publisitas di media massa, termasuk
elektronik,
cetak,
dan
online
bisa
digunakan untuk menggalang dukungan
dengan keterbatasan gerak Jokowi yang
pada saat itu masih menjabat sebagai
Walikota Solo (sehingga berdampak pada
keterbatasan waktu kampanye yang hanya
bisa memanfaatkan Sabtu dan Minggu).
Segala kekuatan pun diarahkan untuk
menciptakan
word
of
mouth,
yang
harapannya bisa menaikkan nilai berita dan
konsisten di mata konsumen. Dengan
citra
berpijak pada brand dan positioning tadi,
pemberitaan yang kemudian muncul. Jadi,
tim
publisitas dan interactive marketing (yang
pemenangan
Jokowi-Ahok
pun
positif
Jokowi-Ahok
melalui
kemudian mengadakan penelitian untuk
dalam
mencari tahu sumber informasi politik
kehadiran media jejaring sosial) bisa
masyarakat
menjangkau mereka yang memang dapat
Jakarta
melalui
survei.
Berdasarkan survei tersebut, ditemukan
bahwa
kebanyakan
responden
menggunakan saluran media berita di
televisi
untuk
mendapatkan
informasi
politik.
ini
diwakili
dengan
mengakses media, dan amat mendukung
satu sama lain, karena apa yang kemudian
dibahas di media cetak maupun elektronik
menjadi bahan pembicaraan di media
jejaring sosial. Begitu juga sebaliknya.
Dengan berbasis pada fakta tersebut,
segala upaya yang dikerjakan oleh JokowiAhok
konteks
dan
diarahkan
tim
pada
pemenangannya
penciptaan
pun
publisitas.
Untuk itu, publisitas dalam hal ini menjadi
basis dari promotional mix yang lainnya,
Bagi masyarakat yang tidak terjangkau
media,
tim
Jokowi-Ahok
pun
mengandalkan personal selling, yang tidak
lain adalah blusukan, sebutan kegiatan
bagi
Jokowi-Ahok
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
ketika
mereka
mengunjungi masyarakat secara langsung,
berinteraksi dengan mereka, termasuk
mendengarkan
keluh
kesahnya.
Sayangnya, meski dalam satu hari Jokowi
atau Ahok bisa
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
mengunjungi 23 titik tanpa lelah sepanjang
terjadi pada konteks kampanye Jokowi-
waktu kampanye, tidak sampai 10%
Ahok
wilayah Jakarta yang berhasil mereka
konsep hard selling yang diperkenalkan
kunjungi, sehingga untuk menjangkau
dunia pemasaran. Jokowi-Ahok tidak,
keseluruhan wilayah Jakarta, salah satu tim
bahkan anti menggunakan iklan politik
pemenangan menciptakan gerakan relawan
berupa
sebagai juru bicara atau public relations
lainnya, selain menolak beriklan di televisi
Jokowi-Ahok,
Relawan
(karena keterbatasan dana), dan sebaliknya
Jakarta Baru, yang memang dikoordinasi
mempercayakan informasi untuk dapat
secara rapi, diberikan pelatihan selama
disebarluaskan tanpa kontrol yang ketat,
sehari untuk dapat menceritakan siapa
yang adalah melalui publisitas tadi. Bukan
Jokowi-Ahok, dapat menangkis tuduhan-
hanya publisitas di media massa dan
tuduhan tidak benar tentang mereka, dan
jejaring sosial, tetapi juga publisitas yang
juga dimanfaatkan untuk menjadi saksi di
dihasilkan
Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada
sebagai juru bicaranya.
salah
satunya
tidak
serta-merta
spanduk,
baliho,
melalui
menggunakan
poster,
dan
relawan-relawan
saat pemilihan berlangsung.
Di situlah kemudian tercipta integrasi yang
Selain mereka, ada Komunitas Kotak-
efektif, yang membuat merek politiknya
Kotak, Relawan Rumah JB, Kelompok
dikenal dan menguat. Sebagai akibatnya,
Juanda, Kelompok Waru, Gank Kelink,
ketika
dan individu-individu yang secara terpisah
menggagas konsep diri sebagai tokoh
mendukung Jokowi-Ahok yang merupakan
pembaharu yang memiliki visi untuk
sebagian nama kelompok relawan yang
Jakarta, dirinya tidak bisa mengukuhkan
bersimpati bagi pasangan ini, membantu
rekam
Jokowi-Ahok dengan membuat forum
birokrat. Begitu juga dengan Hendardji
diskusi, menjual vcd, dvd, hingga baju
Soepandji yang dikenal sebagai problem
kotak-kotak, atau bahkan membuatkan
solver, tetapi tidak pernah berpengalaman
kampanye kreatif secara cuma-cuma demi
menjabat. Alex Noerdin, di lain pihak,
mempopulerkan keduanya.
tidak bisa dilihat sebagai figur pembaharu
Faisal
jejak
Basri
yang
mencoba
kompeten
untuk
sebagai
karena menyandang gelar yang elitis, yang
Jika dirangkum dengan menggunakan
saat itu mirip dengan gaya Fauzi Bowo
perspektif public relations, sesungguhnya
sebagai pemimpin.
dapat dilihat bagaimana branding yang
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Dengan begitu dapat dilihat secara jelas
politik mendasari keseluruhan proses yang
bagaimana sesungguhnya proses branding
ada,
Jokowi-Ahok
khususnya
(penentuan posisi) sebagai antitesis dari
bagaimana mereka menggunakan branding
kompetitor terkuat, yang adalah petahana
untuk
dan
Fauzi Bowo. Secara konsisten, posisi
jangka
tersebut menjadi acuan bagi pembentukan
panjang, karena kemudian relasi yang
merek politik yang merupakan kombinasi
berhasil
atas dimensi emosional (figur dan wacana
terjadi,
menciptakan
perencanaan
public
mereka
publisitas
relations
kelola
tidak
hanya
berkutat pada konstituen mereka saja,
tetapi juga menarik relawan, media massa,
berbagai kelompok kepentingan untuk
kemudian melirik pasangan yang awalnya
yang
dimulai
oleh
positioning
politik) dan dimensi fisik (cara kampanye
dan baju kotak-kotak). Merek politik ini
kemudian dikomunikasikan kepada calon
pemilih
Jakarta
melalui
integrated
marketing communications (IMC), yang
dipandang sebelah mata ini.
berbasis pada 4 pilar penting, yakni
Pembahasan
personal selling (melalui blusukan) dan
Meskipun penelitian ini menggunakan
public relations (melalui relawan sebagai
paradigma post-positivist untuk melihat
ketepatan teori yang digunakan, fokus dari
penelitian ini tetap ada pada upaya
mengupas
proses
branding
dalam
komunikasi politik Jokowi-Ahok selama
kampanye Pilkada DKI Jakarta 2012,
sehingga bagaimana konsep branding
milik pemasaran yang menjadi tinjauan
teoretis hanya digunakan sebagai pedoman
merunutkan
dan
memetakan
juru bicara), serta publicity (pemberitaan di
media massa) dan interactive marketing
(word of mouth di media jejaring sosial).
Kesemuanya didasarkan pada prinsipprinsip branding yang khas untuk ranah
politik, di mana yang terutama adalah
adanya orisinalitas dan konsistensi yang
harus
dijalankan,
selain
kepekaan
membaca keinginan publik. Keseluruhan
proses ini sendiri juga diarahkan untuk me
temuan
Keseluruhan proses tersebut mengacu pada
penelitian.
Strategic
Gambar 1 menjadi acuan visualisasi untuk
melihat bagaimana sesungguhnya proses
branding dalam kampanye Jokowi-Ahok.
Analisis atas konteks historis, sosial, dan
brand
management
yang
dikemukakan oleh Keller (2008), di mana
kemudian
merek
politik
dikaji
menggunakan konsep Zaratonello dan
Schmitt (2010) dalam melihat dimensi
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
yang menyusunnya. Untuk konsep IMC
sendiri,
penelitian
ini
menggunakan
konsep yang dikembangkan oleh Belch &
Belch (2009). Prinsip-
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
keti
ng
Political
Public
Relations
Relawan
Media
Pemilih
Partai
Polit
ical
Mar
Problematika dan
Pencapaian DKI
Jakarta
Kondisi Psikologis dan
Demografis
Masyarakat Jakarta
Kont
eks
Sosia
l,
Politi
k,
Histo
ris
Kelompok
Kepentingan
Poli
tica
l
Kontributor
Bra
ndi
ng
s
i
P
s
i
k
o
l
o
g
i
s
F
i
g
u
r
Politica
l
Brandi
ng
Joko
wiAho
k
W
a
c
a
n
a
P
o
l
i
t
i
k
Positioning
Politi
cal Brand
Jok
owiAho
k
D
i
m
e
n
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Di
m
en
si
Fis
ik
C
a
r
a
K
a
m
p
a
n
y
e
Kepemimpinan Fauzi
Bowo
B
a
j
u
K
o
t
a
k
-
Elektabilitas
Ketersukaan
Popularitas
K
o
t
a
k
Brand
Communication:
Integrated Marketing
Communications
Publicity
Interactive
Marketing
Personal Selling
Public Relations
Gambar 1. Kerangka Sintesis
Political Branding JokowiAhok
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
prinsip yang dikembangkan Al Ries (2000)
tidak ada otentisitas yang dikedepankan
menjadi panduan untuk melihat prinsip-
oleh aktor politik, melainkan upaya-upaya
prinsip branding dalam wilayah politik,
menciptakan impresi semata. Branding,
sementara brand building blocks yang juga
milik Keller (2008) disesuaikan dengan
bentuk piramida popularitas, ketersukaan,
dan elektabilitas.
diharapkan bisa membawa angin segar
untuk
membantu
publik
melupakan
pandangan negatifnya atas citra tadi.
Di samping itu, pendekatan branding, yang
memperkenalkan aktor politik layaknya
Penelitian ini juga turut membuktikan
asumsi Scammell bahwa merek politik
tidak menjadikan produk sebagai sentral,
tetapi
berfokus
membangun
masyarakat
pada
bagaimana
pengalaman
melalui
berbagai
dengan
elemen
komunikasi. Keberhasilan tim ahli untuk
produk komersial, juga dapat membantu
upaya
memperkuat
pembangunan
pencitraan
reputasi
dan
(reputation
building) menjadi lebih spesifik. Hal itu
dimungkinkan karena pendekatan ini tidak
lagi
berpedoman
menciptakan
pada
persepsi
bagaimana
publik
yang
menentukan saluran komunikasi yang tepat
favourable terhadap suatu entitas politik,
lah yang kemudian mengukuhkan persepsi
tetapi
tentang merek politik di dalam benak
menciptakan identitas pembeda, citra yang
masyarakat. Tanpa komunikasi tersebut,
unik, yang menonjolkan satu entitas
produk politik sebaik apapun kemudian
dibandingkan
tidak
pembeda itu mempercepat pemilih untuk
akan
dikenal
publik,
apalagi
mendapatkan dukungan suara.
penulis percaya bahwa konsep ini bisa
menjadi pendekatan baru dalam disiplin
ilmu kehumasan, khususnya bagi political
relations
dalam
dari
entitas
gagasan
sejenis.
untuk
Titik
mengambil keputusan tanpa ragu, dan
Dalam ranah public relations sendiri,
public
bertolak
membina
efektif
dalam
mendulang
kesetiaan
pemilih, tentunya ketika dipertahankan
dengan baik.
Merek politik Jokowi-Ahok yang sukses
membuktikan kepada dunia bahwa polesan
hubungannya dengan konstituen. Konsep
“citra”
kini
dipandang
negatif
bagi
yang diperkenalkan konsep pencitraan
sebagian publik Indonesia karena identik
tidak lagi laku untuk menjual sebuah
dengan
produk.
upaya
“polesan”
untuk
mengundang simpati publik. Maksudnya,
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Nyata, pendekatan ini juga bisa menjadi
jawaban bagi situasi politik yang semakin
tersekularisasi
dan
menyebabkan
masyarakat meninggalkan loyalitas pada
agama, suku, atau ras dan mengandalkan
rasionalitas, atau mereka yang terlanjur
mengembangkan apatisme dan
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
sinisme terhadap dunia politik. Sebab,
pembuatan
pemerekan politik memudahkan mereka
konsistensi untuk setiap aktivitas branding
untuk memanfaatkan rasio tersebut dan
tersebut.
memilih pemimpin berdasarkan kualitas,
kemampuan
bukan sekadar pencitraan semata. Ada
presisi.
bukti berupa rekam jejak yang baik
sebagai elemen merek politik. Tentunya itu
bisa
menjadi
ukuran
kualitas
untuk
dipertimbangkan pemilih.
Adolphsen juga sesuai dengan tantangantantangan politik yang dihadapi Indonesia
saat ini, di mana partisipasi politik, minat
publik, serta kepercayaan publik terhadap
sistem
politik
dibutuhkan
telah
suatu
berorientasi
luntur
sehingga
pendekatan
pada
yang
pembangunan
filosofis,
Tentunya
disertai
membaca
publik
serta
dengan
dengan
Meskipun penelitian ini tidak berhasil
memotret political branding dalam konsep
political marketing secara utuh, melainkan
sebagai
Political Branding, seperti digagaskan oleh
narasi
entitas
yang
berdiri
sendiri,
peneliti meyakini bahwa sesungguhnya
branding bukan hanya pekerjaan kecil
yang bisa diabaikan. Jika dikelola dengan
benar, branding sebenarnya dapat menjadi
inti bagi kegiatan marketing sebagai
sebuah konsep besar, untuk kemudian
dijadikan
acuan
bagi
pengelolaan
hubungan dengan konstituen pada political
public relations.
kepercayaan tadi.
Salah seorang tim ahli Jokowi-Ahok yang
Siapapun dapat mengembangkan merek
politiknya dengan baik, asalkan mampu
menciptakan
diferensiasi
dan
membangunnya atas kapasitas dirinya.
Kemampuan menjadi pemasar bagi diri
sendiri memang menjadi krusial dalam
kasus
Jokowi-Ahok,
yang
meragukan
banyak orang dalam menduplikasi sistem
yang dibangun mereka. Namun, peneliti
meyakini bahwa kunci sebenarnya ada
pada
prinsip-prinsip
mewajibkan
branding
orisinalitas,
yang
otentisitas,
juga ahli political marketing menunjukkan
bahwa branding hanyalah sebagian kecil
dari kerja yang mereka lakukan. Namun,
sebaliknya, peneliti meyakininya sebagai
titik pusat bola salju, di mana segala
sesuatunya berpusat pada merek ini.
Ketika merek ini berhasil dibangun dengan
baik, maka yang lainnya akan mengikuti.
Walau begitu, tentunya penelitian lebih
lanjut atas gagasan tersebut diperlukan
untuk menjadikannya aliran baru dalam
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
konsep pemasaran.
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Kesimpulan
branding tersebut. Ada juga beberapa hasil
Proses branding Jokowi-Ahok diawali
temuan dari penelitian ini yang bisa
dengan analisis konteks sosial, politik,
dikembangkan dengan lebih maksimal,
historis yang kemudian menghasilkan ide
seperti bagaimana masing-masing elemen
utama bagi pembentukan merek politik
IMC digunakan secara mendetil mencakup
Jokowi-Ahok sebagai tokoh yang mampu
aspek
memperbarui Jakarta, dengan karakter,
bagaimana elemen tersebut berkontribusi
wacana politik, dan cara kampanye yang
secara nyata terhadap komunikasi merek
berbeda dengan petahana. Merek politik
politik. Evaluasi dari kinerja branding juga
yang dibangun atas aspek psikologis (figur
bisa
dan
kemudian
popularitas, ketersukaan, dan elektabilitas
diperkenalkan kepada masyarakat melalui
dari waktu ke waktu selama aktivitas
aspek fisik (cara kampanye dan baju
branding diimplementasikan. Selain itu,
kotak-kotak), dengan berbagai saluran
mengkaji
komunikasi yang terintegrasi.
dilakukan dalam kajian atas political
Publicity, interactive marketing, personal
marketing, sehingga didapatkan gambaran
selling, dan public relations dipilih untuk
yang lebih mendalam akan keseluruhan
dapat menjangkau masyarakat secara luas,
proses, dibandingkan sebagai entitas yang
baik yang memiliki akses kepada media
terpisah dan berdiri sendiri.
wacana
politik)
perencanaan,
dipantau
pelaksanaan,
dengan
political
dan
mengukur
branding
baik
ataupun tidak. Dengan berpedoman pada
prinsip orisinalitas, otentisitas, kekuatan
Saran Praktis
narasi, dan konsistensi, political branding
Penciptaan political brand tidak bisa
Jokowi-Ahok
mengandalkan
kemudian
mampu
konsultan
bertumpu
pada
politik,
mengukuhkan persepsi publik atas mereka
melainkan
tokoh
itu
sebagai tokoh pembaharu bagi Jakarta.
sendiri. Artinya, karakter kepemimpinan,
gaya komunikasi, dan rekam jejak menjadi
Saran
modal utama untuk dapat membangun
Saran Akademis
merek politik yang sukses, di mana hal
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut yang
tersebut
mengambil perspektif konstituen dalam
menjadi tanggung jawab konsultan politik.
melihat
kandidat
Tugas yang bisa dijalankan konsultan
yang
adalah membantu menentukan wacana
sehingga
political
tercipta
branding
gambaran
komprehensif atas keseluruhan proses
tidak
bisa
dilimpahkan
politik dan cara kampanye,
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
dan
maupun kemasan yang sesuai dengan figur
tersebut dengan menekankan prinsipprinsip orisinalitas dan konsistensi guna
/2012/04/18/164727/1895
542/10/ .
Wahyu, Y. (2012, 19 Maret). Citra
mengasah efektivitas merek politik, selain
Buruk dan Sikap Antiparpol.
membantu
Diperoleh pada 8 Juli 2013 pada
memetakan khalayak dan membuat strategi
yang tepat bagi kandidat.
http://www.pdiperjuanganjatim.org/v03/index.php?mod=be
rita&id=5464.
Kepustakaan
www.bbc.co.uk. (2011, 4 Agustus).
Memimpin Solo Ala Jokowi.
Diperoleh pada 6 Mei 2013 dari
http://www.bbc.co.uk/indonesia/m
ajalah/2011/08/110804_tokohjoko
widodo.shtml
www.jppn.com. (2011, 3 Oktober).
Mardiani, D. (2012, 23 Februari). Golput
Cenderung Meningkat. Diperoleh
pada 8 Juli 2013 pada
http://www.republika.co.id/berita/
nasional/politik/12/02/23/lzuknzgolput-cenderung-meningkat.
Nugroho, B. dan A.D. Nugroho.
(2012). Jokowi Politik
Citra Politisi Kian Buruk.
Tanpa Pencitraan. Jakarta:
Diperoleh pada 8 Juli 2013
PT Gramedia Pustaka
pada
Utama.
http://www.jpnn.com/read/201
Strömbäck, J., Maier, M., Kaid, L. L.
1/10/03/104532/Citra-Politisi-
(Eds.) (2011). Political
Kian- Buruk-.
Communication and Election
www.indonesian.irib.ir. (n.d.). Buruknya
Citra Politikus Nasional di Mata
Publik. Diperoleh pada 8 Juli
2013 pada
http://indonesian.irib.ir/headline//asset_
publisher/eKa6/content/buruknya
-citra-politikus-nasional-di-matapublik/pop_up.
Saut, P. D. (2012, 18 April)
Survei Pride: Masyarakat
Jakarta Tak Puas dengan
Foke. Diperoleh pada 26
April 2013 dari
http://news.detik.com/read
Campaigns for the European
Parliament. (London: Ashgate,
2011).
Scammell, M. (2007). “Political brands
and consumer citizens: The
rebranding of Tony Blair.” The
Annals of the American Academy
of Political and Social Science.
611 (1).
Marsh, D. & Fawcett, P. (2011).
“Branding, politics and
democracy.” Journal of
Policy Studies, 32. 5.
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Marsh, D. & Fawcett, P. (2010).
Branding, Politics and
Democracy, Paper yang
dipresentasikan pada
Australian Political
Science Association
Conference di
Melbourne, September
2010.
Pich, C. M. (2012). “An Exploration
of the Internal/External Brand
Orientations of David
Cameron’s Conservative
Party.” The University of Hull.
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Keller, K. L. (2008). Strategic Brand
Management. (New Jersey: Prentice
Hall).
Adolphsen, M. (2009). Branding in
Election Campaigns, Just a
Buzzword or a New Quality in
Political Communication?
London: London School of
Economics and Political Science.
Branding dalam ..., Gadis, FISIP UI, 2013
Download