JURNAL KRITIK SOSIAL DALAM FILM (Studi Analisis Semiotika Kritik Sosial dalam Film “A Copy of My Mind” Karya Joko Anwar) Disusun Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Disusun Oleh MUHAMMAD IKHSAN ADIPRADANA D1214050 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 KRITIK SOSIAL DALAM FILM (Studi Analisis Semiotika Kritik Sosial dalam Film “A Copy of My Mind” Karya Joko Anwar) Muhammad Ikhsan Adipradana Ch Heny Dwi Surwati Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Film A Copy of My Mind is a Indonesian drama film directed and writed by Joko Anwar. This research is aimed to find the meaning contained in A Copy of My Mind as a social criticisms form. This film tells about lovers, Sari (Tara Basro) and Alek (Chicco Jerikho). Sari is a therapist of a beauty salon, while Alek is a subtitle maker of pirated DVD. By accident, they found a DVD containing footage of corruption involving high official and a presidential candidate. In this research, researcher took only a few scenes that according researcher there is a hidden meaning that tucked by the director. The method in this study using semiotics of Roland Barthes. By using this method, the researchers wanted to find out what criticisms is contained in A Copy of My Mind. This analyis was using two stages. The first stage are looking for the meaning of denotations (implicit meaning), and the second stage are looking for the meaning of connotations (explicit meaning) and myths in the scenes that has been selected. Based on the analysis from the selected scenes, there are five categorise of the social criticisms delivered by Joko Anwar. These criticisms are about piracy, the difficulty of finding entertainment, theft, bribery, kidnapping and violence. Keyword: Film, Semiotics, Social criticims. Pendahuluan Berbagai permasalahan sebagai realitas sosial di masyarakat menjadikannya suatu ide dalam membuat cerita film. Kenyataannya bahwa film dapat digunakan sebagai representasi dari permasalahan yang ada di masyarakat. Sebuah film tidak hanya menampilkan pengalaman yang dialami oleh suatu kelompok masyarakat tetapi juga sebagai bentuk deskripsi dalam memaparkan permasalahan apa yang ada pada masa kini. Peneliti memilih media film karena merupakan salah satu produk komunikasi yang populer di masyarakat. Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial membuat film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Hal ini juga yang membuat peneliti tertarik untuk menggunakan film sebagai media untuk diteliti. Film sendiri memiliki definisi yang berbeda di setiap negara. Di Perancis ada pembedaan antara film dan sinema.”Filmis” berarti berhubungan dengan film dan dunia sekitarnya, misalnya sosial politik dan kebudayaan. Kalau di Yunani, dilm dikenal dengan istilah cinema, yang merupakan singkatan dari cinematograph (nama kamera dari Lumiere bersaudara). Cinematographie secara harfiah berarti cinema (gerak), tho atau phytos adalah cahaya, sedangkan graphie berarti tulisan atau gambar. Jadi, yang dimaksud dengan cinematographie adalah melukis gerak dengan cahaya. Ada juga istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu movie yang berasal dari kata move, artinya gambar bergerak atau hidup1. “A Copy of My Mind” adalah film yang mengangkat sebuah kehidupan sepasang jelata yang tak sengaja terjebak pusaran politik kotor para pejabat. Terdapat beberapa kritik sosial terkait realita dan kenyataan kehidupan Ibu Kota yang diselipkan dalam film ini, seperti kasus korupsi, kriminalitas tingkat tinggi hingga yang rendah dan lainnya. Menurut Mohtar Mas’oed, Kritik sosial merupakan sebuah inovasi, artinya bahwa kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan baru - di samping menilai gagasan lama - untuk suatu perubahan sosial2. Keberadaan kritik sosial berfungsi untuk membongkar berbagai masalah yang menyangkut sikap konservatif, status quo, dan vested interest dalam masyarakat untuk melakukan perubahan sosial. 1 2 Nawiroh Vera, Semiotik dalam Riset Komunikasi, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2015, hal.91 Mohtar Mas’oed, Kritik Sosial Dalam Wacana Pembangunan, Yogyakarta: UII Press, 1999, hal. 48 Rumusan Masalah Berdasarkan sajian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana representasi kritik sosial yang ditampilkan dalam “A Copy of My Mind?” Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi Onong menyebutkan komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan, yang di dalamnya terlibat elemen-elemen komunikasi yakni sumber (source), media (channel), penerima (receiver), dan respon (feedback). Agar komunikasi lebih efektif, maka gagasan, ide, dan opini akan di-encode atau diterjemahkan menjadi pesan yang mudah diterima (decode) oleh penerima. Dalam sebuah proses komunikasi, pesan adalah hal yang utama3. Salah satu definisi komunikasi yang paling sering digunakan adalah milik Harold Lasswell, “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” (Siapa Mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana). Melalui definisi tersebut, dapat diturunkan lima unsur komunikasi, yaitu: pengirim (sender) atau komunikator (communicator), pesan, saluran atau media, penerima (receiver) atau komunikate (communicate), dan efek yang terjadi setelah pesan diterima4. 2. Komunikasi Massa Komunikasi massa merupakan jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronis sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Dengan demikian komunikasi massa lebih menitikberatkan pada penyampaian pesan 3 Onong U. Effendy, Ilmu Komunikasi:Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995, hlm. 13 4 Deddy Mulyana, 2007, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya, hal 69-71 kepada khalayak luas melalui media. Media disini merupakan media massa baik cetak maupun elektronik5 Melihat dari pengertian yang telah disebutkan sebelumnya, maka dapat dilihat terdapat karaktersitik komunikasi sebagai berikut. Setidaknya ada lima ciri dari komunikasi massa, diantaranya adalah: komunikasi massa berlangsung satu arah, komunikator pada komunikasi massa melembaga, kesan pada komunikasi massa bersifat umum, media massa menimbulkan keserempakan, komunikasi massa bersifat heterogen. 3. Film Pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman pada Bab 1 mengenai Kententuan Umum Ayat 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan film adalah karya seni budaya uang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kadah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan6. Film merupakan salah satu media komunikasi massa. Dikatakan sebagai media komunikasi massa karena merupakan bentul komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara masal, dalam arti berjumlah banyak, tersebar dimana-mana, khalayaknya heterogen dan anonim, dan menimbulkan efek tertentu. Film dan televisi memiliki kemiripan, terutama sifatnya yang audio visual, tetapi dalam proses produksinya agak sedikit berbeda (Tan dan Wright, dalam Ardianto & Erdinaya, 2005:3). 7 5 Drs. Jalaluddin Rakhmat. Psikologi komunikasi Edisi Revisi, Rosdakarya: Bandung , 2009, Hal 118. 6 _, https://kejaksaan.go.id/upldoc/produkhkm/UU%2033%20Tahun%202009.pdf, pada tanggal 1 Juni 2016 pukul 11.12 7 Vera, Op.Cit., hal 91. 4. Kritik Sosial Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kritik sosial berarti suatu kecaman atau tanggapan yang terkadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan lain sebagainya, yang di dalamnya menyangkut masyarakat.8 Sedangkan dalam teori kritis Mazhab Frankfrut, kritik berarti kemampuan penyadaran diri manusia dari kekuatan hegemonik tertentu sehingga pada gilirannya manusia itu mampu melakukan perlawanan dan perubahan atasnya.9 Secara sederhana, kritik sosial merupakan salah satu bentuk kepekaan sosial. Kritik sosial yang murni tidak didasari kepentingan diri sendiri saja, melainkan mengajak khalayak untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Kritik sosial dinyatakan sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat.10 Adanya kritik dalam masyarakat terkadang masih dipandang sebagai sesuatu yang negatif karena sering menyampaikan kejelekan dan kekurangan orang lain. Namun pada kehidupan modern, kritik lebih ditekankan pada kritik yang membangun. Untuk mencapai tujuannya, kritik sosial harus memperhatikan cara penyampaian dan media yang digunakan. Bahkan media film pun dijadikan sarana penyampaian tentang fenomena yang ada di masyarakat dan memberikan kritik sosial yang dikemas dengan gaya film. Jika dilihat dari sisi komunikasi, rekayasa unsur pesan pada sebuah film sangat mungkin dilakukan. Hal itu tergantung pada siapa khalayak yang dituju, dan melalui media apa pesan tersebut sebaiknya disampaikan. Iklan televisi merupakan salah satu kegiatan komunikasi massa yang banyak menggunakan tanda, baik yang berupa tanda verbal maupun non verbal. 8 ______, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989 Mohtar Mas’oed, Kritik Sosial Dalam Wacana Pembangunan, Yogyakarta: UII Press, 1999, hal. 32 10 Zaini Abar&Akhmad, Kritik Sosial, Pers dan Politik Indonesia: Kritik Sosial Dalam Wacana Pembangunan, Yogyakarta: UII Press, 1999, hal. 47 9 Metodologi Penelitian yang dilakukan ini bersifat interpretatif kualitatif. Data pada penelitian ini adalah data kualitatif (data yang bersifat tanpa angka-angka atau bilangan), sehingga data lebih bersifat kategori substansif yang kemudian diinterpretasikan dengan rujukan, acuan dan referensi-referensi ilmiah. Tujuan penelitian kualitatif adalah bukan untuk mencari sebab akibat, tetapi lebih mencoba untuk memahami suatu situasi tertentu. Prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang atau perilaku yang dapat diamati. 11 Analisis data yang digunakan untuk menganalisa makna dari tanda-tanda pada isu dan kritik sosial dalam film A Copy of My Mind ini menggunakan analisis semiotik Roland Barthes. Berdasarkan proses pemaknaan menurut Barthes yang melalui dua tahap yaitu, denotasi dan konotasi. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber data yang menggali kebenaran data atau informasi melalu sumber yang berbeda, dan yang terakhir adalah triangulasi teori yang dimana hasil akhir penelitian kualitatif dapat berupa rumusan informasi (thesis statement)12. Sajian dan Analisis data Sajian dan analisis data dalam film “A Copy of My Mind” yang menjadi objek penelitian ini dilakukan dengan mengartikan tanda-tanda atau kode-kode yang muncul dalam film ini. Tanda-tanda dalam film ini merepresentasikan lima kategori kritik sosial yang termasuk didalamnya adalah tentang pembajakan, susahnya mencari hiburan, pencurian, penyuapan dan penculikan yang digambarkan oleh sutradara. 11 12 Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1989, hal.3 Ibid. hal. 144-146 A. Analisis Film A Copy of My Mind Budaya Pelanggaran Hak Intelektual pada Film Pembajakan khususnya film dan musik sudah menjadi hal yang biasa. Pembajakan film merupakan jenis pembajakan produk, yang pada umumnya didefinisikan sebagai tindakan memproduksi, memperoleh dan / atau menggunakan salinan secara illegal dari setiap produk yang asli (otentik).13 Joko Anwar menyinggung dua faktor yang menjadikan membeli CD/DVD bajakan sebagai kebiasaan buruk di masyarakat14. Pertama, aksesnya mudah karena tersebar dipinggir jalan bahkan di dalam pusat perbelanjaan dan yang kedua, lemahnya kontrol aparat terhadap kegiatan jual beli CD/DVD bajakan. Berdasarkan pengamatan analisis denotasi dan konotasi pada beberapa shot di atas, diketahui bahwa terdapat tindakan pelanggaran hak kekayaan intelektual pada film yang dilakukan oleh Alek saat memberi subtitle pada DVD yang baru saja ia terima dari Om Ronny. Alek menggunakan salinan secara illegal dari produk otentiknya atau yang biasa kita sebut sebagai pembajakan film. Berdasarkan 13 Jason Ho Charles B. Weinberg, (2011),"Segmenting consumers of pirated movies", Journal of Consumer Marketing, Vol. 28, hal. 252 14 https://beritagar.id/artikel/seni-hiburan/alasan-orang-jakarta-masih-beli-cd-bajakan diakses pada 30 September 2016, pukul 09.12 WIB pengamatan di atas pula lah peneliti dapat mengungkapkan mitos strategi marketing film yang ditunjukkan pada dialog Om Ronny yang mengatakan “Felem art? Bokep? Sekarang ya... bokep kalo dikasi subtitle itu pembelinya lebih banyak. Kita musti kreatif kalau bajakan felem-felem biasa mah, udah kagak laku. Apalagi yang original. alaah.” Mitos lainnya juga terdapat pada gambar diatas, dimana Alek berada di sebuah pusat pertokoan scene 15, yang memperlihatkan Alek berjalan melewati empat orang pembeli DVD bajakan yang sedang memilih DVD pada rak-rak DVD yang tersedia. Hal ini menunjukkan kebiasaan buruk masyarakat yang telah memaklumi pembajakan film15, pembajakan bukan lagi menjadi sebuah pelanggaran yang berarti. Dilema Masyarakat Urban Kategori kedua ini merepresentasikan dilema masyarakat urban bahwa untuk mendapatkan hiburan itu sulit. Sulit disini diartikan sebagai mahal. Untuk orang golongan menengah ke bawah seperti Sari yang berpenghasilan tidak seberapa akan sangat sulit untuk mendapatkan hiburan, apalagi yang gemar menonton film. Saat ini saja bioskop-bioskop di Indonesia hampir seluruhnya dikuasai oleh Cineplex 21 15 https://beritagar.id/artikel/seni-hiburan/alasan-orang-jakarta-masih-beli-cd-bajakan diakses pada 30 September 2016, pukul 09.12 WIB Group, yang sekaligus importir film. Harga paling murah tiket masuk bioskop Cineplex 21 Group adalah Rp.25.000,- dan yang paling mahal adalah Rp.125.000,-16, sudah jelas bagi mereka yang berpenghasilan pas-pasan akan lebih memilih film bajakan untuk mereka tonton. Begitu juga dengan Sari, dia pun masih sulit menikmati film yang dia tonton. Kadang televisinya mati, teks terjemahannya sulit dimengerti dan kadangkala suara filmya menghilang. Kemudian akan sulit juga untuk orangorang yang ingin menikmati film dengan menonton di bioskop, tetapi tidak tersedia di kota mereka. Kurangnya layar bioskop mengakibatkan enggannya distributor film menjajakan film-film mereka. Dari 450 kota yang ada di Indonesia, hanya ada 50 kota yang memiliki layar bioskop. Total seluruh layar di bioskop hanya 800 layar. Perbedaan yang begitu jauh dengan Tiongkok yang memiliki 13 ribu layar, dan Amerika Serikat yang memiliki 15 ribu layar 17. Fakta-fakta diatas membuktikan bahwa masyarakat Indonesia khususnya kaum urban golongan menengah ke bawah dan orang-orang yang tinggal di daerah tertentu memiliki dilema yakni kesulitan untuk mendapatkan hiburan, terutama bagi mereka yang suka menonton film. Pada pengamatan denotasi dan konotasi di atas, bioskop sampai hari ini masih menjadi tempat mewah bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Sudut pandang dari masyarakat tersebut menjadikan hal ini sebagai mitos bahwa bioskop hanya untuk orang berduit. Fakta bahwa bioskop telah dimonopoli oleh Cineplex 21 Group18, semakin menguatkan mitos ini. Dengan berjayanya Cineplex 21 Group tersebut, maka bioskop-bioskop kelas dua yang menayangkan film dengan harga lebih murah mulai hilang tergerus arus monopoli. . 16 http://www.21cineplex.com/ diakses pada 30 September 2016, pukul 13.38 WIB Anneila Firza Kadriyanti,https://www.selasar.com/kreatif/film-indonesia# diakses pada 30 September 2016, pukul 13.43 WIB 18 http://www.21cineplex.com/ diakses pada 30 September 2016, pukul 13.38 WIB 17 Gambaran Pencurian Pada scene-scene ini, produser ingin memberikan pesan bahwa masyarakat di Indonesia yang terlalu toleran terhadap korupsi. Korupsi yang dimaksud disini bukan hanya penyalahgunaan atau penyelewengan uang negara seperti yang terdapat pada KBBI. Korupsi disini diambil dari bahasa latin corruptio dari kata kerja corrumpere memiliki makna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak19. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dan para pejabat saja, tetapi banyak orang yang melakukannya. Bagi mereka tindakan mencuri merupakan suatu hal yang kecil yang mereka anggap sebagai suatu tindakan yang normal. Tidak hanya pembajak DVD saja yang korup, tetapi orang yang membeli hasil bajakannya pun 19 https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi#cite_note-1 diakses pada 30 September 2016, pukul 17.13 WIB ikut korup. Maka dari itu hal-hal yang seperti ini dianggap normal di Indonesia. Dapat dilihat banyak DVD bajakan bertebaran dari pinggir jalan sampai di mall 20. Dari dialog yang dilakukan Alek dan Sari menunjukkan konotasi bahwa sesuatu yang korup mudah ditolerir. Pada scene 18 saat Sari ketahuan mencuri oleh Alek, disitu Alek malah meminta maaf ke Sari ketimbang melaporkannya ke pihak yang berwajib. Lalu pada scene 33 menunjukkan konotasi menyepelekan pelanggaran hukum, disaat Sari ketahuan mencuri, Alek hanya protes dan menunjukkan kekecewaannya terhadap Sari, namun tidak ada hukuman, nasihat atau apapun yang membuat Sari sadar ataupun jera. Berdasarkan pengamatan pada denotasi dan konotasi di atas, peneliti menemukan mitos klepto. Kleptomania (bahasa Yunani: κλέπτειν, kleptein, "mencuri", μανία, "mania") adalah gangguan mental yang membuat penderitanya tidak bisa menahan diri untuk mencuri.21 Mitos tersebut muncul setelah terjadi cedera otak traumatik dan keracunan monoksida. Penderita akan merasa senang dan puas setelah berhasil mengambil sesuatu yang bukan miliknya sendiri atau yang lebih sering kita sebut dengan mencuri. Seperti halnya Sari ia telah dua kali tertangkap basah mencuri DVD, namun tak pernah sekalipun merasa bersalah. Bagi Sari tindakan mencuri merupakan suatu hal yang kecil yang ia anggap sebagai suatu tindakan yang normal. Sang penderita klepto biasanya merasakan rasa tegang subjektif sebelum mencuri dan merasakan kelegaan atau kenikmatan setelah mereka melakukan tindakan mencuri tersebut. Tindakan ini harus dibedakan dari tindakan mencuri biasa yang biasanya didorong oleh motivasi keuntungan dan telah direncanakan sebelumnya. Penyakit ini umum muncul pada masa puber dan ada sampai dewasa. 20 http://screenanarchy.com/2016/03/osaka-2016-joko-anwar-talks-politics-pirates-and-a-copy-of-mymind.html diakses pada 30 September 2016, pukul 17.22 WIB 21 https://id.wikipedia.org/wiki/Kleptomania diakses pada 2 Pebruari 2017, pukul 21.43 WIB Gambaran Penyuapan Dari potongan scene rekaman milik Bu Mirna, disinggung kata “apel” dalam percakapan mereka. jika dikaitkan dengan dialog berikutnya, maka akan didapatkan makna dari kata apel tersebut. Frase pertama, “jumlah apel yang terlalu besar”, berarti para anggota DPR tersebut membutuhkan sesuatu dalam jumlah yang besar. Lalu frase kedua “butuh modal”, yang menunjukkan konotasi bahwa mereka membutuhkan sesuatu dengan jumlah tertentu untuk dijadikan modal untuk membagun hotel. Dari hipotesis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konotasi lainnya pada shot tersebut adalah uang, apel yang dimaksud dalam dialog tersebut adalah uang. Stradara bermaksud menyampaikan bahwa untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu yang sulit didapat, caranya adalah dengan melakukan suap. Di Indonesia sendiri tindakan tersebut sudah menjadi hal yang wajar dimata masyarakat. Banyak masyarakat yang rela untuk memberikan sejumlah uang agar urusan mereka cepat selesai. Contohnya saat mereka berurusan dengan birokrasi pemerintah yang terlalu menyulitkan. Seperti proses pembuatan SIM misalnya. Berdasarkan catatan dari Divisi Humas Polri, sebanyak 160 kasus pungli terjadi di unit yang melayani pembuatan SIM, STNK, dan surat-surat kendaraan lainnya. Hal ini dikarenakan banyaknya persyaratan serta uji praktik yang menyulitkan banyak orang, sehingga menggunakan cara cepat untuk mendapatkan SIM. Lalu, bagi mereka yang gagal dan gagal lagi dalam ujian itu, cari jalan pintas dan bahkan juga dari internal anggota berikan satu peluang terjadinya pungli, sehingga ada dua unsur di sini antara mereka yang ingin cepat lulus dan aparaturnya yang beri kesempatan untuk pungli 22 Pengamatan pada denotasi dan konotasi di atas telah menguak mitos jalan pintas, suatu cara lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan miliknya. Jalan pintas menjadi populer digunakan oleh masyarakat yang tak tahan dengan rumitnya sebuah sistem dengan banyak tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu sebelum mendapatkan apa yang ia inginkan. Gambaran Penculikan dan Kekerasan Pada adegan penculikan yang dilakukan terhadap Alek, terdapat konotasi penculikan bahwa orang tersebut akan disiksa, diasingkan, atau tindakan apa saja yang akan memberikan keuntungan kepada penculik tersebut. Hal ini terdapat pada gambar Alek yang disekap dengan karung dari belakang. Gambar tersebut merepresentasikan tindakan penyiksaan karena Alek yang disekap dengan karung akan mengalami kesulitan bernafas jika terus dibiarkan dalam kondisi kepala tertutup karung. Tindakan penculikan memiliki motif tertentu. Kebanyakan dari kasus yang ada, penculikan identik dengan pemerasan. Pelaku meminta sejumlah uang untuk menebus korban yang telah disandera. Namun, tidak hanya itu, motif lain dari penculikan memang karena gangguan jiwa atau perdagangan orang. Di Indonesia sendiri, kasus perdagangan orang masuk dalam tiga besar terbanyak di dunia . Namun, ada juga orang yang diculik dengan tujuan agar korban penculikan tutup mulut atu bahkan membuka mulut akan suatu informasi. 22 http://news.liputan6.com/read/2629674/polri-proses-pembuatan-sim-paling-rawan-pungli diakses pada tanggal 1 Desember 2016, pukul 19.50 WIB Berdasarkan pengamatan pada denotasi dan konotasi di atas, terdapat mitos otoriter yang mencuat pada gambaran penculikan dan kekerasan ini. Otoriter dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti berkuasa sendiri; sewenang-wenang.23 Jika dalam komunikasi orang otorianisme hanya mengenal komunikasi dalam bentuk instruksi, dalam bertindak mereka suka main kuasa. Yang dimaksud dengan main kuasa adalah pemaksaan kuasa dengan melumpuhkan orang, menggunakan ancaman, dan menyepelekan perkara. Seperti yang terjadi pada Alek, ia menjadi korban otoritarianisme pejabat politik yang telah berani melakukan penculikan dan kekerasan pada Alek. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa sutradara ingin menyampaikan film yang berjudul A Copy of My Mind merepresentasikan kritik sosial dalam lima kategori yang terdiri dari budaya pelanggaran hak kekayaan intelektual pada film, dilema masyarakat urban, gambaran pencurian, gambaran penyuapan serta gambaran penculikan dan kekerasan. Dari jumlah total 51 scene, terpilih gambar-gambar yang merepresentasikan lima kategori diatas. Pada tahapan pertama peneliti akan mencari makna denotasi dan konotasi yang telah ditemukan dari beberapa scene yang sudah masuk kategori kritik sosial. Lalu tahap terakhir dari keseluruhan film diambil garis besar yang merepresentasikan mitos yang ada dalam film ini. Peneliti mendapati beberapa kategori kritik sosial yang disampaikan Joko Anwar dalam film ini, yaitu: 1. Budaya pelanggaran hak kekayaan intelektual pada film di Indonesia merupakan sesuatu hal yang biasa di mata masyarakat. Meskipun hukumannya cukup berat, namun karena lemahnya kontrol aparat kegiatan tersebut masih berjalan di masyarakat. 23 http://kbbi.web.id/otoriter diakeses pada 2 Pebruari 2017, pukul 23.24 WIB 2. Dilema masyarakat urban terutama bagi orang-orang golongan bawah. Bagi mereka yang menyukai film dan menjadikan film sebagai media hiburan mereka, akan sulit untuk menikmatinya karena harga tiket masuk bioskop yang lumayan mahal. Lalu, terbatasnya bioskop yang hanya tersedia di kota-kota tertentu membuat penggemar film baik dari golongan bawah sampai atas akan sulit untuk menikmati pengalaman menonton di bioskop. 3. Gambaran pencurian yang tindakannya dianggap normal bagi beberapa orang. 4. Gambaran penyuapan yang tindakannya dilakukan untuk tercapainya sesuatu yang diinginkan. 5. Gambaran penculikan dan kekerasan yang tindakannya untuk membungkam seseorang atau sekelompok orang. Saran Melalui penelitian ini, peneliti menyampaikan beberapa saran yaitu sebagai berikut: 1. Dalam penelitian semiotika kemungkinan besar adanya berbagai penilaian atau interpretasi dari masing-masing orang. Diharapkan dalam penelitian selanjutnya, apabila dimungkinkan, peneliti dapat melakukan konfirmasisecara langsung dengan narasumber (orang-orang yang terlibat saat pembuatan film). Sehingga dalam analisis yang dilakukan pun dapat lebih tajam dan akurat. 2. Melalui skripsi ini, penulis mengharapkan kepada berbagai pihak (audiens) untuk lebih melihat pesan sebenarnya yang ingin disampaikan oleh sutradara melalui film yang dibuatnya. Sehingga kita tidak hanya menikmati film sebagai media hiburan saja melainkan sebagai media komunikasi. Daftar Pustaka Anonim. (2009). UU 33 Tahun 2009. Diambil dari Kejaksaan Republik Indonesia. https://kejaksaan.go.id/upldoc/produkhkm/UU%2033%20Tahun%202009.pdf, pada tanggal 1 Juni 2016 pukul 11.12 Anonim, (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Anonim. (Tanpa tahun). Cineplex 21. Diambil dari Cineplex21. http://www.21cineplex.com/ diakses pada 30 September 2016, pukul 13.38 WIB Anonim. (2016). Korupsi. Diambil dari Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi#cite_note-1 diakses pada 30 September 2016, pukul 17.13 WIB Anonim. (2014). Kleptomania. Diambil dariWikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Kleptomania diakses pada 2 Pebruari 2017, pukul 21.43 WIB Anonim, (Tanpa tahun). Otoriter. Diambil dari KBBI versi daring. http://kbbi.web.id/korupsi diakses pada 2 Pebruari 2017, pukul 23.24 WIB Djaya, Andi Baso. (2015). Alasan Orang Jakarta Masih Beli CD Bajakan. Diambil dari Beritagar.id. https://beritagar.id/artikel/seni-hiburan/alasan-orangjakarta-masih-beli-cd-bajakan diakses pada 30 September 2016, pukul 09.12 WIB Effendy, Onong U. (1995). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ho, Jason dan Charles B. Weinberg, (2011),"Segmenting consumers of pirated movies", Journal of Consumer Marketing, Vol. 28, hal. 252. Diambil dari Emerald Insight. http://www.emeraldinsight.com/doi/full/10.1108/07363761111143141 Kadriyanti, Anneila Firza. (2016). Cerita Film Indonesia. Diambil dari Selasar Kreatif. https://www.selasar.com/kreatif/film-indonesia# diakses pada 30 September 2016, pukul 13.43 WIB Mas’oed, Mohtar. (1999). Kritik Sosial Dalam Wacana Pembangunan. Yogyakarta: UII Press Mulyana, Deddy. (2007). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya O'Keeffe, Christopher. (2016). Osaka 2016: Joko Anwar Talks Politics, Pirates And A COPY OF MY MIND. Diambil dari Screenanarchy. http://screenanarchy.com/2016/03/osaka-2016-joko-anwar-talks-politicspirates-and-a-copy-of-my-mind.html diakses pada tanggal 31 Agustus 2016 pukul 10.45 WIB dan 30 September 2016, pukul 17.22 WIB Rakhmat, Jalaludin. (2009). Psikologi komunikasi Edisi Revisi. Bandung: Rosdakarya. Salim, Hanz Jimenez. (2016). Polri: Proses Pembuatan SIM Paling Rawan Pungli . Diambil dari Liputan6. http://news.liputan6.com/read/2629674/polri-prosespembuatan-sim-paling-rawan-pungli diakses pada tanggal 1 Desember 2016, pukul 19.50 WIB Vera, Nawiroh. (2015). Semiotik dalam Riset Komunikasi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.