BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar). Proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya (Trianto, 2009). Guru dituntut untuk kreatif dalam memilih serta mengembangkan materi pembelajaran yang akan disampaikan di sekolah. Hal ini berkaitan dengan penerapan kurikulum yang dipakai di Indonesia yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang memberi kesempatan kepada guru untuk mengembangkan indikator pembelajarannya sendiri dan pemilihan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan serta tingkat kemampuan masing-masing sekolah. Kurikulum ini, siswa dituntut untuk lebih aktif selama proses pembelajaran sehingga pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru. Guru harus bisa memilih strategi pembelajaran yang tepat bagi peserta didiknya serta menguasai modelmodel pembelajaran agar tercipta proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Pemilihan model pembelajaran yang bervariasi disesuaikan dengan karakteristik siswa serta materi yang akan disampaikan. Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan suasana yang menyenangkan. Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran (Slavin). Siswa harus berperan secara aktif di dalam pembelajaran dan selalu memperhatikan 1 2 teman satu tim (kelompok) agar dapat berkompetisi dengan baik dengan kelompok lain. Guru berperan sebagai fasilitator ataupun motivator selama proses belajar berlangsung. Kegiatan belajar mengajar diharapkan tidak lagi didominasi oleh guru (teacher centered), akan tetapi lebih menempatkan siswa sebagai subyek didik, sehingga dalam kurikulum ini menuntut diterapkannya penggunaan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Sekolah menengah satuan pendidikan kejuruan formal yang (SMK) adalah salah menyelenggarakan pendidikan satu bentuk kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs. SMK sering disebut juga STM (Sekolah Teknik Menengah). Di SMK terdapat banyak sekali Program Keahlian. SMK Muhammadiyah 2 Sragen adalah sekolah menengah kejuruan swasta yang beralamatkan di Jl. Raya Timur Km.3 Nglorog Sragen yang telah mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000 pada tahun 2006 dan mulai tahun 2010 menjadi ISO 9001:2008. SMK Muhammadiyah 2 Sragen memiliki 25 kelas yang terdiri dari kelas X, XI, dan XII yang terbagi kedalam 4 program studi keahlian diantaranya Teknik Instalasi Tenaga Listrik (Listrik), Teknik Pemesinan (Perkakas), Teknik Kendaraan Ringan (Otomotif), Teknik Komputer Jaringan (TKJ). Pembelajaran yang berlangsung di SMK Muhammadiyah 2 Sragen ini terbagi dalam 3 kategori yaitu normatif, adaptif dan produktif sesuai dengan Permendiknas 22 tahun 2006. Salah satu mata pelajaran adaptif di SMK Muhammadiyah 2 Sragen adalah mata pelajaran kimia. Kimia merupakan mata pelajaran prasyarat dan tergolong baru bagi siswa kelas X semua program keahlian, dikarenakan mata pelajaran kimia belum diajarkan tersendiri di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh guru pengampu dan observasi kelas mengatakan bahwa materi kimia di SMK kurang diminati oleh peserta didik. Siswa menganggap bahwa mata pelajaran kimia adalah pelajaran yang sulit. Selain itu penerapan metode diskusi dan latihan – latihan soal tanpa ada variasi metode pembelajaran dan penggunaan media menambah rasa bosan peserta didik terhadap pelajaran kimia sehingga berimbas pada rendahnya minat siswa pada mata 3 pelajaran kimia. Saat proses belajar mengajar berlangsung di kelas siswa tidak antusias mendengarkan penjelasan guru, mereka masih terlihat mengobrol dengan teman diluar topik yang diajarkan. Peserta didik cenderung mengabaikan pertanyaan yang diajukan guru sehingga guru sendiri yang akhirnya menjawab pertanyaan yang ada. Kegiatan merespon atau bertanya jika ada kesulitan sangat jarang dilakukan, rendahnya minat siswa tersebut mengakibatkan prestasi belajar siswa rendah. Hasil wawancara dengan siswa diketahui bahwa mata pelajaran kimia adalah mata pelajaran yang sulit dan membosankan karena pada umumnya berisi materi yang sifatnya hafalan sehingga membutuhkan daya ingat yang kuat dan daya imajinasi yang tinggi yang harus dimiliki oleh siswa. Banyak siswa yang kurang atau bahkan tidak tertarik dalam memahami dan menguasai konsepkonsep dasar pada materi kimia. Siswa SMK cenderung lebih susah dalam menerima pelajaran daripada siswa SMA. Mereka cenderung lebih tertarik dengan praktek daripada hanya mendengarkan. Oleh karena itu, dibutuhkan metode untuk mempermudah dalam memahami materi dimana metode tersebut mengandung sisi yang menarik, menyenangkan, dan mudah dilakukan. Salah satu materi dalam mata pelajaran kimia pada semester ganjil adalah adalah Sistem Periodik Unsur. Materi ini membutuhkan daya hafalan dan pemahaman yang cukup karena siswa akan mulai mempelajari perkembangan dan sifat-sifat keperiodikan unsur (jari-jari atom, keelektronegatifan, energi ionisasi dan afinitas elektron). Berdasarkan data dari guru kimia, prestasi belajar siswa kelas X TKR 4 untuk mata pelajaran kimia pada ulangan semester ganjil juga masih tergolong rendah yang ditunjukkan pada rata – rata kelas sebesar 52,41. Tabel. 1.1. Nilai Ulangan Semester Ganjil Kelas X TKR 4 SMK Muhammadiyah 2 Sragen Tahun Pelajaran 2013/2014 Kriteria Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata Persentase ketercapaian Nilai 35,00 85,00 52,41 15,63 % 4 Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model- model pembelajaran yang berorentasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal. Model Rotating Trio Exchange merupakan cara terperinci bagi siswa untuk mendiskusikan permasalahan dengan sebagian (dan biasanya memang tidak semua) teman kelas mereka. Pertukaran pendapat ini biasanya dengan mudah diarahkan kepada materi yang akan diajarkan dikelas. Metode pembelajaran tersebut dapat membuat siswa lebih aktif dan memudahkan mereka dalam memahami materi yang diajarkan. Kelebihan dari Rotating Trio Exchange (RTE) adalah Peserta didik bersemangat dalam melakukan sehingga materi mudah diterima. Selain itu, peserta didik pembelajaran tidak akan mengalami kejenuhan karena peserta didik memiliki banyak kesempatan untuk bertukar pendapat dengan anggota baru disetiap sesi pertanyaan. (Silberman, 2012 : 103). Penerapan dengan teknik merotasi pertukaran pendapat kelompok tiga orang ini diyakini dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar, karena siswa dapat diajak untuk berfikir secara aktif dalam menyelesaikan soal dari guru. (Arifin, 2011 : 97). Media pembelajaran dibutuhkan dalam mempelancar proses pembelajaran. Media pembelajaran memiliki banyak jenis dan tidak ada satupun media yang paling baik dibandingkan dengan media yang lain. Sedangkan pembelajaran media jika digunakan dengan baik dapat menjadikan pembelajaran menjadi peransang, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan presepsi yang sama oleh semua siswa. Keberhasilan menggunakan media dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar pergantung pada isi pesan, cara menjelaskan pesan dan karakteristik penerima pesan (Sutjiono, 2005:82). Tidak berarti bahwa semakin canggih media yang digunakan akan semakin tinggi hasil belajar atau sebaliknya. Media pembelajaran yang sederhana lebih efektif dan lebih efesien jika dikemas 5 dengan tepat serta disajikan kepada siswa yang tepat pula. Multimedia menggalakkan pembelajaran kooperatif dan interaktif di antara siswa melalui diskusi serta memudahkan pembelajaran yang berasaskan konstruktivisme. Penyajian materi dengan menggunakan multimedia ini diharapkan dapat meningkatkan respon siswa serta memiliki sikap ingin tahu sehingga memicu siswa untuk meningkatkan aktivitas belajarnya. Selain itu, dalam pembelajaran RTE dibutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga dengan adanya multimedia ini akan dapat membantu guru dalam proses pembelajaran yaitu pada saat penyajian materi serta disaat konfirmasi. Salah satu multimedia yang digunakan sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan prestasi siswa adalah Macromedia Flash. Penggunaan Macromedia flash bertujuan untuk menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa. Keunggulan dari Macromedia Flash dilengkapi dengan action script (perintah tindakan) sehingga membuat presentasi atau perangkat ajar menjadi lebih variatif dan tentunya lebih menarik dibandingkan dengan program presentasi lainnya. Kelemahan Macromedia Flash adalah waktu belajarnya lama apalagi bagi yang belum pernah menggunakan software desain grafis sebelumnya. Prestasi belajar siswa tidak hanya dipengaruhi oleh metode pembelajaran sebagai faktor eksternal, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor internal. Faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah kesehatan, cacat tubuh, kematangan dan kesiapan, intelegensi, minat, bakat, dan motif (Slameto, 2010:54). Salah satu kemampuan primer dari intelegensi yaitu kemampuan memori. De Block menyatakan bahwa pada saat mempelajari materi untuk pertama kali, siswa mengolah bahan pelajaran yang kemudian disimpan dalam ingatan dan akhirnya materi yang telah disimpan itu direproduksikan pada saat dibutuhkan (Winkel, 1999: 66). Menurut Atkinson (1999: 355) “Menambahkan hubungan yang bermakna merupakan suatu bantuan ingatan kuat”. 6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan: 1. Apakah penerapan pembelajaran RTE dilengkapi macromedia flash dapat meningkatkan kemampuan memori siswa di SMK Muhammadiyah 2 Sragen pada materi sistem periodik unsur ? 2. Apakah penerapan pembelajaran RTE dilengkapi macromedia flash dapat meningkatkan prestasi belajar siswa di SMK Muhammadiyah 2 Sragen pada materi sistem periodik unsur ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan: 1. Meningkatkan kemampuan memori siswa di SMK Muhammadiyah 2 Sragen pada materi sistem periodik unsur dengan menerapkan model pembelajaran RTE dilengkapi macromedia flash. 2. Meningkatkan prestasi belajar siswa di di SMK Muhammadiyah 2 Sragen pada materi sistem periodik unsur dengan menerapkan model pembelajaran RTE dilengkapi macromedia flash D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai bahan pertimbangan, masukan serta acuan bagi penelitian selanjutnya. b. Menambah ilmu pengetahuan tentang penerapan model pembelajaran RTE dilengkapi macromedia flash terhadap kemampuan memori dan prestasi belajar khususnya pada materi sistem periodik unsur. 2. Manfaat praktis Manfaat praktis dari penelitian ini dapat dilihat dari hal-hal berikut: a. Manfaat Bagi Siswa Penelitian tindakan kelas ini dapat menambah pengalaman belajar siswa yang menarik dan bermakna. Dengan penerapan model pembelajaran RTE dilengkapi macromedia flash, dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 7 b. Manfaat Bagi Guru Penelitian tindakan kelas ini dapat menambah pengalaman bagi guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang baru, dengan pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran yang sebelumnya belum dilakukan oleh guru khususnya pada materi sistem periodik unsur.