FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JL. Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584 Tel: 0274 - 898444 ext 2097 | Fax: + 2007 http://www.medicine.uii.ac.id/ | Email: [email protected] ABORSI dr.Titik Kuntari, MPH Artinya: Hai manusia, kalau kami ragu tentang hari kebangkitan, sungguh Kami ciptakan kamu semuanya dari tanah kemudian dari setetes mani lalu sebagai alalaq (sesuatu yang menempel) lalu segumpal daging yang berbentuk dan tidak berbentuk agar Kami dapat tunjukkan kepadamu kecermatan kekuasaan Kami. Kami tempatkan di dalam rahim, sesuai kehendak Kami sampai waktu yang telah ditentukan, kemudian Kami keluaarkan kamu sebagai bayi dan kamu mencapai dewasa, di antaramu ada yang dimatikan dan ada yang pikun karena lanjut usia sehingga lupa hal-hal yang diketahuinya {Q.S. Al Hajj:5} Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan cara apapun sebelum janin cukup berkembang dan mampu untuk hidup di luar kandungan. Di Amerika Serikat, definisi ini dikhususkan untuk berakhirnya kehamilan sebelum kehamilan berumur 20 minggu yang didasarkan pada tanggal hari pertama menstruasi terakhir. Definisi lain yang digunakan secara umum adalah kelahiran janin neonatus yang beratnya kurang dari 500 gram. Di beberapa negara Eropa, definisi ini mencakup juga kelahiran janin kurang dari 1000 gram. Secara umum, abortus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu abortus spontan dan abortus induksi. Abortus spontan mengacu kepada proses biologis alamiah yang menyebabkan berakhirnya suatu kehamilan. Sebagian besar hasil konsepsi sel telur dan sperma tidak pernah menjadi bayi. Jika ada sesuatu yang salah pada fetus, rahim sering kali berusaha untuk mengeluarkannya. Hal ini bisa terjadi pada kehamilan dini, dimana seorang wanita hanya mengalami perdarahan pada sekitar waktu menstruasinya, ataupun pada masa kehamilan yang lebih lanjut. Kejadian tersebut sering disebut keguguran (miscarriage), tetapi secara teknik hal tersebut disebut abortus spontan jika terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu. Abortus induksi adalah upaya mengeluarkan hasil konsepsi secara terencana, abortus tipe inilah yang masih menjadi kontroversi sampai saat ini. Elearning Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JL. Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584 Tel: 0274 - 898444 ext 2097 | Fax: + 2007 http://www.medicine.uii.ac.id/ | Email: [email protected] Diperkirakan lebih dari seperlima kehamilan di dunia berakhir dengan aborsi. Perdarahan karena aborsi bertanggung jawab terhadap 13 persen kematian ibu. Beberapa negara mengatur bahwa abortus induksi (aborsi) adalah ilegal tetapi negara lain membolehkan dilaksanakannya abortus induksi atas indikasi apapun. Lalu bagaimana Islam memandang masalah abortus ini? Islam secara nyata menerangkan bahwa haram hukumnya membunuh anak dan perbuatan tersebut termasuk dosa besar. Hal tersebut tercantum dalam QS. Al Israa” (17): 31 dan QS. Al An’aam (6): 140 … Artinya:.. Membunuh anak sungguh dosa yang sangat besar. {QS. Al Israa’ :31} Artinya: Sangat rugi orang yang membunuh anaknya tanpa sebab yang diketahui, dan mereka mengharamkan rezki yang diberikan Allah, dengan cara membawa nama Allah. Mereka sungguh telah sesat dan tidak akan mendapatkan petunjuk. {QS. Al An’aam : 140} Di dalam pandangan Islam, ruh bayi ditiupkan setelah 120 hari atau 4 bulan kehamilan. Ada dua pendapat mengenai pada usia berapa ruh ditiupkan. Pendapat pertama menyebut pada usia 6 minggu (42 hari), yang dirujukkan pada hadiest yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim yang meriwayatkan dari Hudzaifah bin Usaid, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda: ‘Apabila nutfah telah berusia empat puluh dua malam, maka Allah mengutus malaikat, lalu dibuatkan bentuknya, diciptakan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya. Kemudian malaikat bertanya, ya Rabbi, laki-laki ataukah perempuan?’ Lalu Rabb-mu menentukan sesuai kehendak-Nya, dan malaikat menulisnya, kemudian malaikat bertanya, ‘Ya Rabbi, bagaimana ajalnya?’ Lalu Rabb-mu menetapkan sesuai dengan yang dikehendaki-Nya, dan malaikat menulisnya. Kemudian malaikat bertanya, ‘Ya Rabbi bagaimana rezekinya?’ Lalu Rabb-mu menentukan sesuai yang dikehendakinya, dan malaikat menulisnya. Kemudian malaikat itu keluar dengan membawa lembaran catatannya, maka ia tidak menambah dan mengurangi apa yang diperintahkan itu.” Elearning Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JL. Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584 Tel: 0274 - 898444 ext 2097 | Fax: + 2007 http://www.medicine.uii.ac.id/ | Email: [email protected] Sementara, hadiest yang populer di tengah-tengah kita adalah yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Mas’ud r.a.: “Bahwa Rasulullah Saw mengatakan kepada kami, ‘Sesungguhnya tiap-tiap kamu dibentuk di dalam perut ibunya 40 hari berbentuk nutfah (mani), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama 40 hari, kemudian menjadi mudghoh (segumpal daging) selama 40 hari, kemudian dikirimkan kepadanya malaikat meniupkan ruh’...”{Muttafaq ‘alaih} Beberapa Ulama mencoba menyatukan dua perspektif ini dengan mengatakan bahwa malaikat diutus berkali-kali di dalam proses penciptaan seorang manusia. Dan kami setuju dengan pandangan ini. Malaikat diutus pertama kali pada usia 42 hari ketika masih berbentuk nutfah untuk mencatat ketentuan takdir si bayi. Kemudian, malaikat diutus kembali di dalam proses awal penciptaan – seperti yang ditegaskan di dalam ayat berikut ini: Artinya: Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah {Al-Alaq:2}1 Dan kemudian malaikat di utus kembali untuk mencatat berbagai takdir si bayi pada. Dan kemudian malaikat diutus kembali untuk meniupkan ruh, pada saat janin berusia 4 bulan dan kepada janin tersebut disampaikan berbagai ilham. Artinya: dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya {AsySyams:7-8}. Maka Q.S.Asy-Syams:7-8 inilah yang menjadi dasar peniupan ruh kepada seorang bayi. Maka pasca usia 4 bulan, seorang bayi sudah menjadi manusia seperti halnya manusia dewasa. Bayi sudah memiliki organ tubuh yang lengkap dan sudah ditiupkan ruh kepada si bayi. Maka disebut aborsi, ketika menggugurkan kandungan itu dilakukan sebelum ruh ditiupkan atau sebelum usia bayi 4 bulan. Dan ketika ruh sudah ditiupkan (setelah 4 bulan), ada denyut kehidupan di dalam rahim yang dapat dilihat dengan teknologi canggih seperti USG – maka kegiatan menggugurkan kandungan sama saja dengan membunuh orang dewasa yang sama-sama bernyawa. 1 Jika merujuk kepada hadiest Abdurrahman bin Mas’ud di atas, maka proses dari nutfah menjadi alaq (segumpal darah) pada usia ke 80 hari Elearning Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JL. Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584 Tel: 0274 - 898444 ext 2097 | Fax: + 2007 http://www.medicine.uii.ac.id/ | Email: [email protected] Kita dapat melihat, di mana-mana kegiatan aborsi itu menjadi pemandangan biasa. Para mahasiswa-mahasiswi kita, melakukan pacaran yang kebablasen sampai hamil dan tidak berani bertanggung jawab dengan menikah akhirnya memilih menggugurkan kandungannya. Ini dapat menjadi dosa kolektif, artinya para guru/ dosen yang bertugas membina mereka juga berdosa karena tidak menjelaskan secara benar tentang kedudukan dosa besar perilaku aborsi ini. Memang masyarakat kita sekarang, kejamnya melampaui orang-orang kafir di zaman jahiliyah dulu. Di masa pra-Islam, memang ada tradisi malu jika memiliki anak perempuan. Sehingga jika isteri-isteri mereka melahirkan anak perempuan, maka anak-anak tersebut dibunuh dengan cara dikubur hidup-hidup. Namun saat ini perilaku kita jauh lebih sadis lagi. Bahkan, sebelum anaknya sempat lahirpun sudah dibinasakan melalui praktek aborsi kriminalis/ provokatus tersebut. Alasan Melakukan Aborsi Berbagai kasus aborsi seringkali dilatarbelakangi oleh faktor sosial ekonomi. Misalnya, sebuah keluarga miskin, anak sudah banyak, tidak melaksanakan KB, akhirnya sang ibu hamil. Sebagian memutuskan untuk melanjutkan kehamilan, tetapi sebagian lagi memutuskan untuk menggugurkan kandungannya. Pada kondisi ini, Islam jelas mengatur dalam QS. Al An’aam (6): 151, yang artinya: … … Artinya:... jangan pula kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami memberi rezki kepadamu termasuk mereka... Demikian juga pada QS. Al Israa’ (17): 31, yang artinya: Jangan kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezki mereka dan kamu juga... Selain itu, yang sekarang banyak terjadi adalah pengguguran kandungan dilakukan pada kasus kehamilan di luar nikah (perzinahan). Penelitian Kessler dan Dillon, 2005 menunjukkan bahwa sebagian besar aborsi dilakukan oleh wanita yang single dan belum pernah menikah (67%) Elearning Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JL. Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584 Tel: 0274 - 898444 ext 2097 | Fax: + 2007 http://www.medicine.uii.ac.id/ | Email: [email protected] Sumber: Kessler dan Dillon, 2005 Sebagian besar pelaku aborsi adalah wanita usia muda. Delapan dari setiap sepuluh kelahiran hidup pada remaja usia kurang dari 15 tahun melakukan aborsi, dan 4 pada setiap sepuluh kelahiran hidup pada remaja usia 15-19 tahun. Maka salah satu langkah yang antisipatif dan tepat dalam hal ini adalah menghindari perzinahan. Karena bagaimanapun perzinahan adalah sesuatu yang haram, sesuai dengan aturan Islam dalam QS. Al Israa’:32 Jangan kamu dekati zina, zina itu sungguh perbuatan keji. QS. Al Israa’:32 Sumber: Kessler dan Dillon, 2005 Dokter yang membantu melakukan pengguguran kandungan, sesungguhnya telah melanggar sumpah dokter dan etika kedokteran serta hukum positif yang berlaku di Indonesia. Pada awal profesinya, seorang dokter telah bersumpah untuk menghargai kehidupan sejak awal kehidupan. Lalu bagaimana kita menyikapi adanya oknum dokter yang melakukan praktek aborsi? Semuanya kembali kepada hati nurani kita. Aborsi menurut Hukum Elearning Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JL. Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584 Tel: 0274 - 898444 ext 2097 | Fax: + 2007 http://www.medicine.uii.ac.id/ | Email: [email protected] Berdasarkan Undang- undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 15 ayat (1) dan (2), aborsi dibenarkan menurut hukum apabila dengan alasan pertimbangan medis, yaitu kehamilan tersebut bila dilanjutkan akan membahayakan nyawa ibu dan janinnya. Tindakan medis (aborsi) sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan tim ahli. Aborsi tersebut hanya dapat dilakukan dengan persetujuan dari ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya. Lalu bagaimana dengan abortus provokatus ilegal? Sesuai namanya, abortus ilegal jelas dilarang hukum positif kita. Seorang ibu yang sengaja menggugurkan, orang yang menggugurkan atau membantu menggugurkan, semuanya terkena ancaman hukuman pidana. KUHP mengatur hal tersebut sebagai berikut: Pasal 346 : "Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun . (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 349 : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. Akibat Aborsi Elearning Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JL. Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584 Tel: 0274 - 898444 ext 2097 | Fax: + 2007 http://www.medicine.uii.ac.id/ | Email: [email protected] Di negara- negara sedang berkembang, angka kematian karena aborsi tidak aman jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara yang telah maju. Oleh karena itu, angka kematiannya lebih tinggi. Data dari Ilorin, Nigeria yang dikumpulkan pada tahun 19921994 dan mencakup 144 wanita yang melakukan aborsi tidak aman (separohnya berusia kurang dari 20 tahun) menunjukkan bahwa angka kematian akibat aborsi mencapai 9 persen. Komplikasi lainnya adalah sepsis pada 27 persen kasus, anemia karena perdarahan 15 persen, leher rahim sobek 5 persen, infeksi panggul sebanyak 3 persen, kandungan sobek 3 persen, komplikasi lain di dinding vagina serta luka peritonium. Kematian juga terjadi akibat gagal ginjal atau terjadi komplikasi sekunder (Wilopo, 2005). Perdarahan dan infeksi merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas maternal. Meskipun sangat jarang, kira-kira tiga perempat kasus choriocarcinoma terjadi setelah aborsi. Infertilitas bisa terjadi karena terjadinya sumbatan tuba yang mengalami inflamasi setelah aborsi yang terinfeksi (Pernoll, 2001). Dalam jangka sedang sesudah mengalami aborsi, seorang wanita biasanya akan merasa bersalah, disforia dan cemas. Dalam waktu yang lebih lama, rasa bersalah ini akan muncul sebagai stress dan gejala depresi berat. Depresi ini lebih sering muncul jika kehamilan tersebut sangat diharapkan, wanita yang menunggu lama untuk punya keturunan, wanita yang seluruh anaknya meninggal, wanita yang pernah mengalami aborsi sebelumnya, wanita muda dengan aborsi berulang atau keguguran yang terjadi pada usia kehamilan yang lebih tua. Dukungan sosial yang rendah, masalah perkawinan atau keluarga dan pengalaman terdahulu yang lebih buruk meningkatkan sekuel emosional setelah aborsi spontan (Pernoll, 2001). Menikah karena hamil Tidak kalah penting pada bab ini, kami mencantumkan pembahasan tentang sebuah masalah pelik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita dan banyak sekali terjadi, yakni masalah hamil dan kemudian baru menikah. Di masyarakat kita, pernikahan biasanya diselenggarakan pada bulan ba’da mulud (maulid Nabi Saw) atau pada bulan Rabiul awal. Sebenarnya di dalam pandangan Islam, semua bulan baik untuk melaksanakan hajat atau kegiatan apapun juga termasuk bulan muharram – sebagai bulan yang paling dihindari oleh masyarakat kita untuk menggelar acara. Sehingga, kadang-kadang atas nama budaya dan tradisi ini syari’at dikorbankan. Aqad nikah ditunda. Karena pengantinnya sudah merasa “legal” karena mungkin sudah bertunangan lama, akhirnya kebablasen sehingga sang calon isteri malah hamil duluan. Dan multivariat kemungkinan lainnya. Elearning Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JL. Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584 Tel: 0274 - 898444 ext 2097 | Fax: + 2007 http://www.medicine.uii.ac.id/ | Email: [email protected] Dewasa ini masyarakat kita semakin permissive saja. Jika ada pengantin yang melangsungkan aqad nikah dalam keadaan hamil duluan, dianggap biasa saja dan bukan masalah. Ada pula artis yang menikahnya baru sebulan tetapi kehamilannya sudah berusia empat bulan. Orang yang hamil duluan dibantu, dido’akan, diberikan sumbangan dan seterusnya – bagaimana azab tidak turun terus silih berganti jika sikap ummat justru “mendukung” hal-hal seperti ini. Belum lagi adapula kebiasaan, hamil dengan si “A” tetapi menikahnya dengan si “B” entah karena sebab si laki-laki melarikan diri karena tidak siap bertanggung jawab atas kehamilan sang kekasih atau juga karena orang tua tetap tidak setuju dengan pilihan puterinya. Di desa-desa berkembang pula kebiasaan di mana jika orang tua tidak menyetujui sebuah hubungan cinta, kemudian sang pacar dihamili dulu untuk memaksa orang tua menyetujui hubungan mereka. Semua ini adalah perbuatan bathil. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan prinsip sebagai berikut: Artinya: laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin {An-Nuur:3} Pernikahan yang diawali dengan kehamilan terlebih dahulu menurut pandangan jumhur Ulama sebagai nikah syubhat – dengan persepsi bahwa nikah tersebut sah menurut pandangan syari’at, namun faktanya pernikahan tersebut tidak sah. Menurut Syaikh Al-Faqih Abdurrahman Al-Adni, bahwa pernikahan dengan keadaan si pengantin perempuan sudah hamil terlebih dahulu itu tidak sah, sampai ke duanya menikah kembali dengan akad nikah yang benar. Jadi adanya pernikahan dalam keadaan si mempelai wanita yang sudah hamil duluan tujuannya hanya untuk memberikan status yang jelas terhadap nashab anak menurut pandangan hukum positif. Sementara dalam pandangan hukum Islam, mereka tetap berkewajiban mengulangi akad nikahnya setelah si wanita bersalin. Dan sampai si wanita bersalin, si pengantin tetap belum boleh berhubungan layaknya pasangan suami isteri sampai akad nikahnya diulang secara sah dan benar. Dan nashab si anak hasil zinah tadi dinashabkan kepada ibunya dan tidak sah dinashabkan kepada ayahnya. Dengan demikian, hubungan antara si anak yang Elearning Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JL. Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584 Tel: 0274 - 898444 ext 2097 | Fax: + 2007 http://www.medicine.uii.ac.id/ | Email: [email protected] dilahirkan dengan berzinah terlebih dahulu dengan saudara-saudaranya yang lahir di dalam kerangka pernikahan yang sah adalah se-ibu tidak se-ayah. Yang berarti mereka mahram, namun tidak bisa menjadi wali nikahnya. Ketika yang lahir dari produk zinah itu adalah anak perempuan, maka setelah dewasa yang menjadi wali nikahnya adalah negara. Dalielnya dapat kita lihat di dalam hadiest berikut ini: “Ayyumro’atin nakahat bighayri izni waliyyihaa fanikahuhaa batilun...Fa’instajaru fassulthanu waliyyu man laa waliyyalahu (Siapa saja wanita yang menikah tanpa izin dari walinya maka pernikahannya batil..., dan jika para wali berselisih untuk menikahkannya maka sulthan adalah wali bagi seorang wanita yang tidak punya wali).”{HR.Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah – disahihkan oleh Ibnu ‘Awanah, Ibnu Hibban dan AlHakim} Menurut Imam Ash-Shan’ani di dalam kitab Subulus-Salam (3/187): Hadiest ini menunjukkan bahwa sulthan adalah wali bagi seorang wanita yang tidak punya wali dalam pernikahannya, baik karena wali memang tidak ada atau walinya ada tetapi menolak untuk menikahkannya. Di negara kita, yang diberikan kewenangan untuk menikahkan para wanita yang sistem perwaliannya ada masalah adalah pihak petugas penghulu dari KUA (Kantor Urusan Agama). Sehingga untuk anak-anak perempuan yang dilahirkan di luar pernikahan yang sah (atau hasil perzinahan) ketika sudah dewasa dan akan menikah, perwaliannya diserahkan kepada pihak KUA atau kepada ‘Ulama yang mengetahui benar hukum Islam tentang masalah ini dengan menjelaskan keadaan si calon mempelai secara detil. Kemudian ada pula pertanyaan yang mengatakan, bukankah seorang anak hasil zinah itu ashabahnya – ber-nashab kepada ibunya? Sehingga ‘ashobah melalui ibunya diperkenankan menjadi wali nikahnya? Maka jawaban yang tepat, seperti yang pernah disampaikan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni (6/183). Ibnu Qudamah menjelaskan bahwa kedudukan mereka sebagai ‘ashobah anak zinah itu hanya dalam hal waris saja dan tidak berlaku dalam perwalian nikah. Selanjutnya, sepasang pezinah keduanya berstatus zinah selama belum bertaubat dari perzinahan yang sudah mereka lakukan. Jika kemudian yang akan menikahinya adalah laki-laki yang menzinahinya, maka wajib pula bagi laki-laki tersebut untuk bertaubat. Kemudian wajib pula bagi si wanita tersebut untuk melaksanakan istibra’ yaitu menunggu bersihnya rahim dari bibit laki-laki yang berzinah dengannya dengan cara menunggu sampai selesai waktu haidnya. Bagaimana dengan masa ‘iddah? Dalam konteks ini, tidak ada ‘iddah karena ‘iddah adalah hak suami yang menceraikan isterinya sedangkan pezinah statusnya adalah fajir (pezinah) – demikian pendapat yang dikemukakan oleh Syaikh Ibnu “Utsaimin dalam Kitab Asy-Syarhul Mumti. Elearning Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JL. Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584 Tel: 0274 - 898444 ext 2097 | Fax: + 2007 http://www.medicine.uii.ac.id/ | Email: [email protected] Namun, jika terjadi kehamilan maka istibra’ atau memastikan rahimnya kosong adalah dengan menunggu sampai si wanita melahirkan anaknya. Sehingga, apa yang biasa dilakukan oleh masyarakat kita dengan meng-aborsi rahimnya untuk membersihkan rahim jelas sebuah perbuatan salah dan dosa besar. Sementara kehamilannya disebabkan oleh perzinahan yang dilakukannya secara sadar. Demikian juga, dengan menikah dalam keadaan si pengantin wanita sudah hamil, dan tidak mengulangi akad nikahnya setelah si wanita melahirkan juga sebuah model pernikahan yang salah. Sehingga, ketika terjadi kehamilan di luar nikah di antara laki-laki dan perempuan yang masih sama-sama gadis/bujangan – boleh saja untuk dinikahkan terlebih dahulu di KUA sebagai prosedur untuk berbagai urusan administrasi anak nanti (akte kelahiran dll), namun setelah akad nikah si pengantin di pisah dulu di rumah orang tuanya masingmasing. Dan setelah si wanita bersih rahimnya (istibra’) setelah melahirkan, maka akad nikahnya baru diulang, dan mereka baru sah menjadi sepasang suami isteri dalam pandangan Islam, dan diperkenankan untuk berada di satu rumah dan berhubungan layaknya sepasang suami isteri. Namun, status nashab si anak hasil perzinahan terhadap saudara-saudara kandungnya yang lain tetap harus sangat diperhatikan seperti penjelasan terdahulu pada bagian bab tulisan ini.Wallahu A’lamu Bishawwab DAFTAR PUSTAKA Abdushshamad, M.K. Mukjizat Ilmiah dalam Al Quran. Akbar Media Eka Sarana. 2002 Al Asyhar, T.2004. Fiqih Gaul. Be The New You. P.T. Syaamil Cipta Media. Bandung Al Bukhary, Al Iman Muhammad. 2010. Shahih Al- Bukhari. Prilaku Kehidupan Rasulullah SAW. Pustaka Adil. Surabaya Almath, M.F. Qobasun Min Nuri Muhammad. 1974 (edisi bahasa Indonesia) Asy sya’rawi, M.M., 1995. Anda Bertanya Islam Menjawab Jilid 1-5. Gema Insani Press. Jakarta Dahlan, A.R,2010. Ushul Fiqh. Edisi 1. Amzah. Jakarta Kessler, J., Dillon, J. The Demographics of Abortion. The Great Divide Between Abortion Rhetoric and Abortion Reality. Third Way Issues Brief. August 30,2005 Payande, Abulghasim. 2011. Nahjul Fashahah. Ensiklopedi Hadis Masterpiece Muhammad SAW (edisi terjemahan). Pustaka Iman. Jakarta Pernoll,M.L. 2001. Benson & Pernolls’s Handbook of Obstetrics & Gynecology.10th edition. McGraw-Hill. Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya. UII Press Wilopo, S.A. 2005. Makalah Kunci. Seminar Kita Selamatkan remaja dari Aborsi dalam Rangka Pemantapan Keluarga Berkualitas 2015. Medan 11 April 2005. Yasin, N. 2008. Fikih Kedokteran (edisi Terjemahan). Pustaka Al Kautsar. Jakarta Elearning Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM)