ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA BERAT DI RUANG PERINATOLOGI RSUD CIAMIS LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan Oleh : RIFIAN RIA INDARTI NIM. 13DB277141 PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (Winkjosastro, 2008). Angka kematian bayi dan balita (2008-2012) bahwa semua angka kematian bayi dan balita hasil survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 lebih rendah daripada hasil SDKI 2007.Hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 100 kelahiran hidup dan kematian balita adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup dan kemtian terjadi pada neonatus (SDKI, 2012) Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak telah menjadi prioritas utama bagi pemerintah, bahkan sebelum Millenium Developtment goal’s ditetapkan AKI dan AKB merupakan salah satu indikator utama untuk menentukan derajat kesehatan suatu Negara, AKI dan AKB mengindikasikan kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan, kapasitas pelayanan kesehatan, kualitas pendidikan dan pengetahuan masyarakat, kualitas kesehatan lingkungan, sosial budaya serta hambatan dalam memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan (Sarwono, 2010). Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis jumlah kematian bayi umur 0-28 hari tahun 2015 adalah 129 bayi dengan penyebab tertinggi yaitu BBLR 48,06 % lalu penyebab kedua yaitu asfiksia 25,58 %, karena cacat bawaan 14,7% , karena hipotermi yaitu 1,55 %, yang karena lain-lain 10,07 %. Dari data Rumah Sakit Kabupaten Ciamis tahun 2015 jumlah pasien dari 1034 bayi yang ada di perinatologi 86 bayi meninggal. Pada tahun 2015 kejadian asfiksia di RSUD Kabupaten Ciamis yaitu 53 bayi. Kejadian asfiksia di RSUD Kabupaten Ciamis yaitu 5,12 % dari 1034 bayi. Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah 1 2 lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2010). Adapun faktor yang dapat menimbulkan asfiksia yaitu: pre eklampsia, eklampsia, perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusia plasenta), partus lama atau macet,demam selama persalinan,infeksi berat (malaria, shifilis, TBC, HIV) ,kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan), keadaan bayi yaitu bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forcep), kelainan congenital, air ketuban bercampur mekoneum (warna kehijauan), tali pusat, lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapus tali pusat (Dewi, 2010). Klasifikasi asfiksia dan tanda gejala klinis: 1. Asfiksia ringan Pada asfiksia ringan ,tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut : 2. a. Bayi tampak sianosis b. Adanya retraksi sela iga c. Bayi merintih d. Adanya pernafasan cuping hidung e. Bayi kurang aktifitas Asfiksia sedang Pada asfiksia sedang,tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut : 3. a. Freuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit b. Usaha nafas lambat c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik d. Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan e. Bayi tampak sianosis Asfiksia Berat Pada asfiksia berat,bayi akan mengalami asidosis sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut : a. Frekuensi jantung kecil yaitu < 40x/menit b. Tidak ada usaha nafas 3 c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada d. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kebiruan Peran bidan dalam menangani asfiksia yaitu dengan melakukan tindakan resusitasi.Tindakan resusitasi yaitu tindakan dengan mempertahankan jalan nafas agar tetap baik sehingga proses oksigen cukup agar sirkulasi darah tetap baik (Maryanti, dkk, 2011). Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penyusunan kasus komprehensif tentang asfiksia neonatorum sebagai bahan informasi bagi pelayanan kebidanan sehingga dapat menurunkan angka kematian bayi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas,maka rumusan masalah pada studi kasus ini adalah : “Bagaimana asuhan kebidanan komprehensif pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis”? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan komprehensif pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat dengan pendekatan manajemen kebidanan menurut 7 langkah Varney dan pendokumentasian kebidanan dengan metode SOAP. 2. Tujuan Khusus a. Dapat melakukan pengkajian data dasar pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis. b. Dapat menginterpretasi data dasar pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis. c. Dapat mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis. d. Dapat mengidentifikasi dan menetapkan penanganan segera pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis. e. Dapat merencanakan asuhan yang menyeluruh pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis. 4 f. Dapat melaksanakan asuhan yang telah direncanakan pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis. g. Dapat mengevaluasi hasil asuhan yang telah dilaksanakan pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis. D. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Hasil informasi ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi perke mbangan ilmu kebidanan, khususnya dalam pemberian asuhan kebidanan yang komprehensif 2. Manfaat Praktis a. Bagi lahan praktek Manfaat bagi RSUD Ciamis dapat mempertahankan semua pelayanan yang sudah maksimal dan dapat meningkatkan pelayanan kebidanan khususnya penanganan pada bayi baru lahir. b. Bagi institusi Manfaat bagi institusi dapat dijadikan sebagai bahan untuk kepustakaan bagi studi banding selanjutnya. c. Bagi Penulis Manfaat bagi penulis, dapat memahami cara penyusunan dokumentasi asuhan kebidanan komprehensif pada pasien dengan pendekatan 7 langkah Varney. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar 1. Bayi Baru Lahir a. Pengertian bayi baru lahir Bayi baru lahir disebut juga neonatus ialah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dengan kehidupan intrauteri ke kehidupan ekstrauteri. Beralih dari ketergantungan mutlak pada ibu menuju kemandirian fisiologi (Rukiyah, dkk, 2010) b. Penanganan bayi baru lahir Hal-hal yang dibutuhkan pada saat bayi baru lahir adalah : 1) Penilaian awal bayi baru lahir Segera lakukan penilaian awal pada bayi baru lahir secara tepat dan cepat 0-30 detik. Nilai kondisi bayi baru lahir dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a) Apakah bayi menangis dengan kuat atau bernapas dengan tanpa kesulitan. b) Apakah bayi bergerak dengan aktif atau dalam keadaan lemah. c) 2) Apakah warna kulit bayi merah muda, pucat atau biru. Membersihkan jalan nafas Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Apabila bayi tidak langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan nafas, dengan cara sebagai berikut : a) Letakkan bayi dalam posisi terlentang ditempat yang keras dan hangat. b) Gulung sepotong kain dan letakkan dibawah bahu sehingga leher bayi lebih lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang. c) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan menggunakan penghisap lendir. 5 6 d) Tepuk kedua kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi dengan kain kering. Dengan rangsangan ini biasanya bayi segera menangis 3) Memotong dan merawat tali pusat Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak begitu menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali pada bayi kurang bulan. Apabila bayi lahir tidak menangis, maka tali pusat segera dipotong untuk memudahkan melakukan tindakan resusitasi pada bayi. Tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut bayi dengan menggunakan gunting steril dan diikat dengan pengikat steril. Apabila masih terjadi perdarahan dapat dibuat ikatan baru. Luka tali pusat dibersihkan dan dirawat dengan dibilas sabun, dikeringkan dan dibiarkan terbuka jangan dibungkus dengan menggunakan apapun. 4) Mempertahankan suhu tubuh bayi Pada waktu bayi baru lahir, bayi belum mengatur tetap suhu badannya dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus dengan kain kering dan hangat 5) Memberi vitamin k Kejadian perdarahan karena defisiensi vitamin k pada bayi baru lahir dilaporkan cukup tinggi, berkisar 0,25 -0,5 %. Maka pemberian vitamin k setelah bayi lahir bertujuan untuk mencegah perdarahan tersebut. 6) Memberi salep mata Dibeberapa negara perawatan mata bayi baru lahir secara hukum diharuskan untuk mencegah terjadinya oftamia neonatorum. Didaerah dimana prevalensi gonorrhea tinggi. Setiap bayi baru lahir perlu diberi salep mata setelah 1 jam bayi lahir. Pemberian obat mata eritromisin 0,5 % atau tetrasiklin 1 % dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata karena klamida (penyakit menular seksual). 7 7) Identifikasi bayi Apabila bayi dilahirkan ditempat bersalin yang persalinannya mungkin lebih dari persalinan. Maka sebuah alat pengenal yang efektif harus diberikan kepada setiap bayi baru lahir dan harus tetap ditempatnya sampai waktu bayi dipulangkan. 8) Pemantauan bayi baru lahir Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktifitas bayi normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan a) Dua jam pertama sesudah lahir Hal–hal yang dinilai waktu pemantauan bayi pada jam pertama sesudah lahir meliputi kemampuan menghisap, bayi tampak aktif dan lunglai, bayi kemerahan atau biru. b) Sebelum penolong persalinan meninggalkan ibu dan bayinya Penolong persalinan melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap ada tidaknya masalah kesehatan yang memerlukan tindak lanjut, seperti bayi kecil atau kurang bulan, gangguan pernapasan, hipotermia, infeksi, cacat bawaan dan trauma lahir. Ayat yang berhubungan dengan bayi baru lahir Surah Al Hajj ayat 5 8 Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah ,kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam Rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian kami keluarkan kamu sebagai, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) diantara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya….” Pada ayat ini Allah SWT menerangkan proses kejadian manusia didalam rahim ibunya dan kehidupan manusia setelah ia lahir dan mati sebagai berikut : a. Allah menciptakan manusia pertama, yaitu Adam a.s adalah dari tanah. Kemudian dari Adam diciptakan istrinya Hawa, dari kedua jenis ini berkembang biak manusia dalam proses yang banyak. Dan dapat pula berarti bahwa manusia diciptakan Allah berasal dari sel mani, yaitu perkawinan sperma laki-laki dengan ovum didalam rahim wanita. Kedua sel itu berasal dari darah, darah berasal dari makanan yang dimakan manusia. Makanan manusia ada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan ada yang berasal dari binatang ternak atau hewan-hewan yang. Semuanya itu berasal dari tanah sekalipun telah melalui beberapa proses. b. Karena itu tidaklah salah jika dikatakan bahwa manusia itu berasal dari “nutfah”. Yang dimaksud dengan nutfah ialah setetes mani. Setetes mani laki-laki itu mengandung beribu-ribu sperma yang 9 tidak dapat dilihat dengan mata tanpa menggunakan alat pembesar. Salah satu dari sperma ini bertemu dengan ovum dalam rahim wanita dengan perantaraan persetubuhan yang dilakukan oleh kedua jenis manusia itu. Pertemuan sperma dan ovum ini merupakan perkawinan yang sebenarnya dan pada waktu itulah terjadi proses pertama dari kejadian manusia yang serupa terjadi pula pada binatang. c. Sperma dan ovum yang telah menjadi satu itu bergantung pada dinding rahim si ibu dan setelah beberapa lama berubah menjadi segumpal darah. d. Dan segumpal darah berubah menjadi segumpal daging. e. Dan ada yang menjadi segumpal daging yang sempurna, tidak ada yang cacat dan permulaan pada kejadiannya dan ada pula yang menjadi segumpal daging yang tidak sempurna ,terdapat cacat dan kekurangan. Berdasarkan kejadian sempurna dan tidak sempurna inilah menimbulkan perbedaan bentuk kejadian bentuk manusia perbedaan tinggi dan pendeknya manusia dan sebagainya. 2. BBLR a. Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah Bayi berat lahir rendah (BBLR) atau low birth weight infant (LBWI) adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang 2500 gram (Muslihatun, 2010) b. Etiologi Faktor penyebab kejadian BBLR dibedakan menjadi tiga,yaitu factor ibu, faktor bayi, dan factor lingkungan. Faktor dari ibu yang menyebabkan kejadian BBLR yakni penyakit, usia ibu, keadaan sosial dan sebab lain. Faktor penyakit ibu yang dapat menyebabkan terjaadinya BBLR adalah toksemia gravidarum, Perdarahan antepartum trauma fisik, dan psikologis, nefritis akut, diabetes mellitus dan lain-lain. Faktor usia ibu yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR antara lain usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, multi gravida dengan jarak persalinan terlalu dekat. c. Penatalaksanaan Membersihkan jalan nafas, memotong tali pusat, merawat tali pusat, membersihkan badan bayi, memberikan obat mata, 10 mempertahankan suhu badan dengan cara membungkus badan bayi dengan selimut yang sudah dihangatkan, menidurkan bayi dalam inkubator. Pada jurnal “tingkat keparahan asfiksia neonatorum pada BBLR “ dengan penulis Prima Maulana dkk, dengan sampel 125 BBLR dari hasil hubungan derajat BBLR dengan tingkat keparahan asfiksia neonatorum di RSUD Kabupaten Karanganyar dengan menggunakan analisis Rank Spearman diperoleh p value 0,00 < 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara derajat BBLR dengan derajat asfiksia neonatorum .Semakin tinggi derajat BBLR maka semakin tinggi resiko terjadi asfiksia neonatorum. 3. Asfiksia Neonatorum a. Pengertian Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia (Sarwono, 2010). Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2010) b. Etiologi Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan gas dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan, atau segera setelah lahir. Hampir sebagian asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian selama 11 masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi (Hassan, 2007). Adapun beberapa faktor yang dapat menimbulkan gawat janin atau (asfiksia) adalah : 1) Keadaan Ibu a) Preeklampsia dan eklampsia. b) Perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta). 2) c) Partus lama atau macet. d) Demam selama persalinan. e) Infeksi berat (malaria,shifilis,TBC,HIV). f) Kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan). Keadaan Bayi a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan). b) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forcep). 3) c. c) Kelainan congenital. d) Air ketuban bercampur mekoneum (warna kehijauan). Keadaan tali pusat a) Lilitan tali pusat. b) Tali pusat pendek. c) Simpul tali pusat. d) Prolapsus tali pusat. Komplikasi Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh asfiksia neonatorum adalah 1) Edema otak dan perdarahan otak Para penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat 12 terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak. 2) Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal dengan istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urin sedikit. 3) Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 .Hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif. 4) Koma Apabila pada pasien asfiksia tidak segera ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak. 5) Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, sklera, dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan potensi kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengkapan kadar bilirubin pada otak (Muslihatun, 2010). d. Patofiosiologi Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya 13 asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode apneu, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti dengan pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode apneu yang kedua dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyatakan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang menyebabkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. e. Diagnosis Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia atau hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan adanya tanda-tanda gawat janin. Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu: 1) Denyut jantung janin Frekuensi normal ialah antara 120-160 denyutan per menitnya. Selama his, frekuensi ini bisa turun tetapi diluar his kembali lagi pada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 x /menit nya dan lebih dan jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Dibeberapa klinik elektrokardiografi janin digunakan untuk terus menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan (Muslihatun, 2010). 2) Mekoneum dalam air ketuban 14 Mekoneum dalam presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Pengeluaran mekoneum pada letak kepala menunjukan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga peristaltic usus meningkat dan sfingter ani terbuka, sehngga terjadi pengeluaran mekoneum. Adanya mekoneum dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat terjadi dengan mudah (Muslihatun, 2010). 3) Pemeriksaan PH darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kepala janin dan diambil contoh darah janin.Darah ini diperiksa PH nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya PH. Apabila PH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis (Muslihatun, 2010). 4) Pernafasan Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala masih dijalan lahir, atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplit. Kejadian ini disebut apneu primer (Purnamaningrum, 2010). 5) Usia Ibu Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia muda remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamlian dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan 15 terhadap kehamilan dan persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil. 6) Paritas Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 4 mempunyai angka kematian maternal yang disebabkan perdarahan pasca persalinan lebih tinggi. Paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi dalam kehamilan, persalinan dan nifas (Winkjosastro, 2007). 7) Lama persalinan Menurut tinjuauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang sehingga aliran oksigen ke janin berkurang yang dapat menyebabkan terjadi asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus macet dan persalinan sulit, seperti letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum dan vorcep (JNPK-KR, 2008). f. Penilaian asfiksia pada bayi baru lahir Penilaian awal Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan resusitasi harus segera dimulai Segera setelah lahir, dilakukan penilaian pada setiap bayi dengan cara petugas bertanya pada dirinya sendiri dan harus menjawab dengan segera dalam waktu yang singkat tentang umur kehamilan, keadaan air ketuban, nafas bayi, tonus otot bayi. Bila semua jawaban “Ya”, berarti bayi baik dan tidak memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan asuhan pada bayi normal. Bila salah satu atau lebih jawaban 16 “Tidak”, bayi memerlukan tindakan resusitasi. Segera dimulai dengan langkah awal resusitasi g. Klasifikasi asfiksia dan tanda gejala klinis 1) Asfiksia ringan Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut : 2) a) Bayi tampak sianosis b) Adanya retraksi sela iga c) Bayi merintih d) Adanya pernafasan cuping hidung e) Bayi kurang aktifitas Asfiksia sedang Pada asfiksia sedang, tanda dna gejala yang muncul adalah sebagai berikut : 3) a) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit b) Usaha nafas lambat c) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik d) Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan e) Bayi tampak sianosis Asfiksia berat Pada asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis sehingga memerlukan perbaikan dan resussitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut: a) Frekuensi jantung kecil yaitu < 40x/menit b) Tidak ada usaha nafas c) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada d) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kebiruan (Dewi, 2011) h. Keputusan resusitasi bayi baru lahir 1) Penilaian 17 Sebelum bayi lahir cek kembali umur kehamilan, keadaan air ketuban, segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan) lalu menilai tangis bayi atau nafas bayi, tonus otot bayi. 2) Keputusan Memutuskan bayi perlu resusitasi jika bayi tidak cukup bulan atau bayi megap-megap, tidak bernafas atau tonus otot bayi tidak baik, air ketuban bercampur mekoneum. Tindakan mulai lakukan resusitasi segera jika bayi tidak cukup bulan atau bayi megap-megap atau tidak bernafas dan tonus otot bayi tidak baik, air ketuban bercampur mekoneum. Lakukan resusitasi sesuai dengan indikasinya (JNPK-KR, 2008). i. Hal penting dalam penilaian asfiksia Aspek yang sangat penting dari resusitasi BBL adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan tersebut. Penilaian selajutnya adalah dasar untuk menentukan kesimpulan dan tindakan berikutnya. Upaya resusitasi yang efektif dan efisien berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu penilaian, pengambilan keputusan, dan selajutnya tindak lanjut. Rangkaian tindakan ini merupakan suatu siklus misalnya pada saat anda melakukan rangsangan taktil, anda sekaligus menilai pernafasan bayi. Atas dasar penilaian ini anda akan melakukan langkah berikutnya. Apabila penilaian pernafasan menunjukan bahwa bayi tidak bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat, anda sudah menentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan berikutnya yaitu memberikan ventilasi dengan tekanan positif (VTP). Sebaiknya apabila pernafasannya normal, maka tindakan selanjutnya adalah menilai denyut jantung bayi. Segera setelah memulai suatu tindakan anda harus menilai dampaknya pada bayi dan membuat kesimpulan untuk tahap berikutnya : Tiga point pengkajian klinis 1) Pernafasan 18 Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat .Lakukan auskultasi jika perlu, jika adanya pola pernafasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, nafas tersengal atau mendengkur. Tentukan apakah pernafasannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat (lambat dan tidak teratur) atau tidak ada sama sekali. 2) Denyut jantung Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasikan denyut apeks atau merasakan denyutan umbilicus. Klasifikasikan menjadi > 100 atau <100 x/menit. Angka ini merupakan titik batas yang mengindikasikan ada atau tidak nya hipoksia yang signifikan. Catatan : bayi dengan frekuensi jantung < 60 x/menit, khususnya bayi tanpa frekuensi jantung, membutuhkan pendekatan yang lebih darurat. Awalnya curah jantung mungkin tidak mampu mencukupi perfusi arteri coroner, sampai pada akhirnya tidak mampu sama sekali, walaupun dilakukan ventilasi. 3) Warna Kaji bibir dan lidah bayi yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis perifer (akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi yang pucat mungkin mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah bayi berwarna merah muda, biru atau pucat. Adapun dua komponen lainnya adalah tonus dan respon terhadap rangsangan (Muslihatun, 2010). j. Penatalaksanaan asfiksia Menurut Atikah dan Cahyo (2010) penatalaksanaan asfiksia adalah sebagai berikut : 1) Tindakan umum a) Bersihkan jalan nafas Kepala bayi diletakan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang 19 lebih dalam. Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan penghisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati-hati tidak perlu tergesa-gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti, spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal. b) Rangsang refleks pernafasan Dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles. Bayi yang tidak memperlihatkan usahan bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi. c) Mempertahankan suhu tubuh Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk keadaan asfiksia. Bayi baru lahir secara relatif banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), badan bayi harus keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari plastik. 20 2) Tindakan khusus a) Asfiksia berat Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal, dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80-100 x/menit b) Asfiksia sedang/ringan Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (frog breathing) 1-2 menit yaitu kepala ektensi maksimal beri O2 1-2 x/menit melalui kateter dalam hidung, buka mulut dan hidung serta gerakan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi. 3) Resusitasi Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa bayi baru lahir memerlukan resusitasi, maka tindakan resusitasi harus segera dilakukan. Penundaan pertolongan dapat membahayakan bayi. Pemotongan tali pusat bayi dapat dilakukan di atas perut ibu atau dekat perineum. a) Tindakan resusitasi bayi baru lahir dengan tidak bernafas atau bernafas mengap-mengap. Adapun 6 (enam) langkah awal tersebut adalah sebagai berikut : (1) Jaga bayi tetap hangat : (2) Atur posisi bayi (3) Hisap lendir (4) Keringkan dan rangsang bayi (5) Atur kembali posisi kepala bayi dan bungkus bayi (6) Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau bernafas megap-megap 21 Tahap II : Ventilasi Ventilasi adalah merupakan tahapan tindakan resusitasi untuk memasukan sejumlah volume udara ke dalam paru dengan tekanan positip untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan atau teratur. (1) Pasang sungkup, dan pegang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi. (2) Ventilasi 2 kali b) Tindakan resusitasi bayi baru lahir dengan air ketuban bercampur mekonium. Mekonium adalah feces pertama dari bayi baru lahir. Mekonium bersifat kental, pekat dan berwarna hijau kehitaman. Biasanya bayi baru lahir mengeluarkan mekonium pertama kali sesudah persalinan (12-24 jam pertama). Untuk itu diperlukan pertolongan segera dengan melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir dengan air ketuban bercampur mekonium. Langkah-langkah tindakan resusitasi BBL dengan air ketuban bercampur mekonium sama dengan pada BBL yang air ketubannya tidak bercampur mekonium, hanya berbeda pada : (1) Saat kepala lahir sebelum bahu keluar, isap lendir dari mulut lalu hidung. (2) Setelah seluruh badan bayi lahir, lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal? (3) Jika bernafas potong tali pusat, dilanjutkan dengan langkah awal. (4) Jika tidak bernafas, letakan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala didekat penolong, buka mulut lebar, usap mulut dan ulangi isap lendir, potong tali pusat, dilanjutkan dengan langkah awal. Tetapi perlu diingat bahwa pemotongan tali pusat dapat merangsang pernafasan bayi, apabila masih ada air ketuban dan mekonium di jalan nafas, bayi bisa tersendak (aspirasi) (Atikah dan Cahyo, 2010) 22 Pada jurnal “faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir” dengan penulis Rika Herawati, dengan sampel 140 ibu bersalin yang bayinya mengalami asfiksia dan 140 ibu bersalin yang bayinya tidak mengalami asfiksia. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,0005 yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara proporsi bayi yang mengalami asfiksia neonatorum pada ibu yang mengalami plasenta previa .lalu dari hasil analisis diperoleh pula nilai r = 0,129 yang menunjukan adanya kekuatan hubungnan antara solusio plasenta dengan asfiksia neonatorum.Hasil analisis diperoleh bahwa nilai r = 0,061 menunjukan ada kekuatan hubungan antara bayi yang lahir dengan gemeli dan kejadian asfiksia neonatorum.Hasil analisis diperoleh bahwa kekuatan hubungan antara gangguan tali pusat dengan asfiksia neonatorum. B. Teori Manajemen Kebidanan Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien 1. Manajemen varney Menurut Walyani (2015) manajemen Varney merupakan pemecahan masalah kesehatan ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dalam proses penatalaksanaan asuhan kebidanan menurut varney ada 7 langkah, meliputi: a. Langkah 1 : Pengumpulan data dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara anamnesa ,pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus dan penunjang. Langkah ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai 23 dengan kasus yang dihadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya sehingga dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi atau masalah klien yang sebenarnya. b. Langkah 2 : Interpretasi data dasar Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dalam merumuskan diagnose atau masalah yang spesifik. Rumusan diagnose dan masalah keduanya digunakan Karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hasil pengkajian. c. Langkah 3 : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengawasi pasien. Bidan bersiap-siap bila masalah potensial benar-benar terjadi. d. Langkah 4 : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera dan kolaborasi. Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambunagan dari proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak (misalnya, perdarahan kala III atau 24 perdarahan segera setelah lahir, distosia bahu, atau nilai APGAR yang rendah). Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter, misalnya prolaps tali pusat. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. e. Langkah 5 : Merencanakan asuhan yang menyeluruh Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi atau masalah klien. Tapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap klien tersebut, apakah kebutuhan perlu konseling, penyuluhan dan apakah pasien perlu dirujuk karena ada masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah lain. Pada langkah ini, tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana asuhan dengan klien dan keluarga, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya. f. Langkah 6 : Melaksanakan Asuhan Pada langkah ini rencana asuhan yang komprehensif yang telah dibuat dapat dilaksanakan secara efisien seluruhnya oleh bidan atau oleh dokter atau tim kesehatan lain. g. Langkah 7 : Evaluasi Melakukan evaluasi hasil dari asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantunan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai diagnosa /masalah. 2. Metode yang digunakan dalam pendokumentasian data perkembangan asuhan kebidanan ini adalah SOAP : a. S : Subyektif Data dari pasien didapat dari anamnesa yang merupakan langkah I Varney. b. O : Obyektif Hasil pemeriksaan fisik pemeriksaan diagnostik dan pendukung lain untuk mendukung asuhan. c. A : Assesment atau analisa data 25 Kesimpulan apa yang dibuat dari data subyektif dan obyektif tersebut merupakan langkah II, III, IV Varney. d. P : Plan atau penatalaksanaan Menggambarkan pelaksanaan dari tindakan dan evaluasi perencanaan berdasarkan assessment sebagai langkah V, VI, VII Varney. 26 Dari penjelasan diatas dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut: Alur pikir Bidan Proses Management Kebidanan Pencatatan dari asuhan kebidanan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan 7 Langkah (varney) SOAP NOTES Data Subjektif & Objektif Masalah/Diagnosa Antisipasi masalah potensial/diagnosa lain Assement/Diagnosa Menetapkan kebutuhan segera untuk konsultasi, kolaborasi Plan : Perencanaan Asuhan a. Konsul b. Tes diagnostik Implementasi c. Rujukan Evaluasi d. Pendidikan d. Konseling e. Follow up Gambar 1.2 Skema langkah-langkah proses manajemen [Sumber : Dwana, dkk. 2008] C. Kewenangan Bidan Berdasarkan peraturan menteri kesehatan (permenkes) Nomor 1464/menkes/per/x/2010 pasal 11 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan, kewenangan yang dimiliki bidan, berwenang melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi 27 menyusui dini, injeksi vitamin k, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat, penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk, penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan rujukan, pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah, pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah, pemberian konseling dan penyuluhan, pemberian surat keterangan kelahiran, pemberian surat keterangan kematian. D. Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat 1. S : Adapun data dari bayi asfiksia berat antara lain a. Identitas bayi, yang perlu dikaji dengan menggunakan nama ibu yang bertujuan agar dapat mengenal bayi sehingga tidak keliru dengan bayi yang lain, jenis kelamin agar tidak terjadi kesalahan. b. Identitas penanggung jawab, meliputi : nama, umur, agama, suku / bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat. c. Keluhan utama Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan serta tidak bernafas dan menangis kurang baik. d. Riwayat penyakit sekarang Proses persalinan, bayi lahir tidak dapat bernafas secara spontan dengan apgar skor : 1-3 2. O : keadaan umum bayi asfiksia biasanya lemah, apgar skornya 1-3, PB ≤ 46 cm, LK ≤ 33 cm, LD ≤ 30 cm,rambut lanugo masih banyak 3. P : Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan a. Masukan dalam incubator. b. Keringkan dan selimuti bayi bayi dengan kain bersih dan hangat. c. Atur posisi dengan kepala ekstensi. d. Berikan O2. e. Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir. f. Puasakan bayi. g. Observasi tanda-tanda vital. h. Ganti popok. i. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi pada asfiksia berat. DAFTAR PUSTAKA Al Quran surat Al Hajj ayat 5. Abdurahman, (2011) Asuhan Neonatus .Jakarta : Salemba Medika Atikah,. P & Cahyo,.S. I. (2010) BBLR : Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika. Dewi, Vivian Nanny Lia, (2011) Asuhan Neonatus dan Anak Balita. Jakarta : Salemba Medika. Dwana, dkk (2008) Langkah-langkah 7 Varney dalam Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. Hassan, (2007) Asuhan Neonatus dan Balita. Jakarta : Salemba Medika. Herawati, R. (2013) Faktor-faktor yang menyebabkan asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir.http://jurnal.akbidpasirpengairan.ac.id/index. [diakses tanggal 24 Mei 2016]. JNPK-KR. (2008) Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : TIM. Maryanti, dkk (2011) Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta Maulana, P (2013)Tingkat keparahan asfiksia pada BBLR.http://jurnal.unimus .ac.id/indexphp/kedokteran/article/view. diakses tanggal 24 Mei 2016. Muslihatun W. (2010) Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakakarta : Citramaya. Prawirohardjo Sarwono (2010) Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka. Purnamaningrum, (2010) Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta : Trans Info Medika. Rukiyah, Ai Yeyeh, Lia Yulianti. (2010) Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta : Salemba Medika. Sujianti, Dwi Maryanti, Tri Budiarti. (2011) Buku Ajar Neonatus Anak dan Balita. Yogyakarta : Nuha Medika. Winjkosastro Hanifa. (2007) Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : YBP-SP.