Mei 2016 1 2 Mei 2016 B ulan Mei sebagai Bulan Maria, akrab kita dengar dan lalu kita sudah terbiasa dengan rutinitas Doa Rosario pada bulan itu. Bila ditelisik lebih dalam ternyata ada sejarah panjang yang melatarbelakangi pendedikasian bulan Mei sebagai bulan penghormatan bagi Bunda Maria. Pada edisi Mei 2016 ini, kami suguhkan tema “De Maria Numquam Satis” (Tidak pernah cukup mengenai Maria). Berangkat dari sebuah adagium kuno yang menyelami misteri Maria dalam kehidupan Gereja yang tidak berkesudahan dan memang tidak pernah ada habisnya. Dalam sajian utama ada beberapa hal yang perlu ditekankan untuk menjadi diskursus pokok kita yaitu perbandingan antara Hawa dan Maria, peran Maria dalam karya keselamatan Yesus dan menyoal Maria itu diangkat Allah ke Surga. Maria itu singkat namanya, dan sederhana akan tetapi sangat berarti dan berperan penting dalam kehidupan kita, serta menggema dalam hati semua orang yang merindukan seorang Bunda yang begitu sempurna. Kini, kita pun sedang membangun gerakan Amalkan Pancasila dengan menjadikan Rosario Merah Putih sebagai penanda gerakan ini. Dalam Rosario ini kita berdoa bersama Bunda Maria bagi keselamatan Bangsa dan Negara. Akhir kata, “Naik Sepeda Ke Malaka untuk membeli roti”…“Mari berdoa bersama Bunda Maria .. Tuhan Memberkati” 4 14 10 - BIDUK KAJ 24 17 - Ya, NamaMu Maria 20 - Bertumbuh Dalam De Maria Numquam Satis Cahaya Kerahiman Ilahi Yang Memberi Kesembuhan Peduli Lingkungan Bagian Dari Iman Sportifitas 22 - Gua Maria Regina Mojosongo Pelindung : RD Rochadi Widagdo. Pemimpin Redaksi : RD Angga Sri Prasetyo. Redaktur Pelaksana : Beny Wijayanto. Sekretaris Redaksi: M. Umi Shella. Editor : Rully Larasati. Staf Redaksi : Fani Natalia, Ignatius Dimas, Wahyu Haryo. Fotografer : Alexander Hendrito, Dani Alyandu. Layout : Hilarion Anggoro. Iklan : Inigo (0813 8178 4803), Stella Intan P (0857 1763 4260) Sirkulasi : Paskalia Yosephin (085883469145), Theodorus Egep Henakin (085693661808). Redaksi menerima kiriman foto (beserta kete­rangan), berita dan artikel dari umat disertai identitas pengirim dan no.telpon/ HP yang dapat dihubungi, Kirim ke [email protected]. Redaksi berhak menyunting semua kiriman berita dan tulisan yang masuk. Tema Bulan Juni 2016 : “Ekaristi” Alamat Redaksi Sekretariat Paroki St.Yohanes Maria Vianney Jl. Bambu Wulung No.60, Bambu Apus, Jakarta Timur Telp: 021-8444893 / 021-84307905 Mei 2016 3 Foto : Komsos / Dani Gereja Katolik memberikan penghormatan yang istimewa kepada Bunda Maria. Gereja meyakini, sosok Perawan Maria menjadi perantara hadirnya karya keselamatan Yesus Kristus di dunia. Gereja pun mendedikasikan Bulan Mei sebagai Bulan Maria, serta Bulan Oktober sebagai bulan Rosario. Dalam suatu perbincangan informal di meja makan Pastoran Cilangkap, suatu pagi di bulan April lalu, Romo RD Rochadi Widagdo mengungkapkan, ada dua sosok perempuan yang bertolak belakang dan memberi warna dalam kehidupan umat manusia. Perempuan pertama adalah sosok Hawa yang menghadirkan malapetaka bagi manusia, sedangkan perempuan yang kedua adalah sosok Maria yang menghadirkan keselamatan. Hawa menjadi simbol ketidaktaatan dan nafsu duniawi yang membawa manusia pada belenggu dosa. Sebaliknya, Maria merupakan simbol ketaatan dan Bunda yang menghadirkan keselamatan lewat karya penebusan 4 Mei 2016 Yesus Kristus puteranya. Pandangan yang membandingkan Hawa dengan Maria, sejatinya sudah berkembang sekitar 18 abad yang lampau. Pastor Alfred McBride O Praem dalam bukunya ‘Images of Mary’ (2004), mengutip pandangan Uskup Ireneus dari Lyons pada tahun 190, tentang perbandingan Hawa dan Maria. “Dan sama seperti melalui seorang perawan yang tidak taat (Hawa), manusia ditampar, jatuh, dan mati, demikian juga melalui seorang Perawan Maria, yang menaati Sabda Allah, manusia disadarkan oleh kehidupan, menerima kehidupan.” Demikian pandangan yang dikemukakan Uskup Ireneus. Sosok Maria yang dipilih dan disucikan Allah untuk menjadi perantara hadirnya Yesus Sang Juru Selamat, tergambar jelas dalam perkataan Malaikat Gabriel saat berjumpa dengan Maria. “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Luk 1:35). Bagaimana Maria menanggapi Firman Allah yang disampaikan melalui Malaikat Gabriel itu? Menerima karunia yang begitu besar, yakni mengandung Anak Allah, bagi Maria yang masih bertunangan, tentu bukanlah perkara mudah. Bisa dibayangkan jika ada seorang anak gadis, tiba-tiba mengandung sebelum bersuami, tentu tidak mudah menghadapi pandangan negatif dari masyarakat di sekitarnya. Namun, justru di situlah Maria memberikan teladan akan ketaatan orang beriman. “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba,” jawab Yesus (Yoh 2:3-4). Menarik menyimak reaksi Maria berikutnya, seperti ditulis dalam Injil itu. Di situ Maria tidak menjawab perkataan Yesus, tetapi justru berkata kepada pelayan-pelayan, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” Dari situ, Yesus kemudian membuat mukjizat dengan mengubah air menjadi anggur yang terbaik. Saat Yesus menderita sengsara di salib, Maria setia mendampingi puteranya. Tentu hal itu tidak mudah. Bayangkan saja, hati ibu mana yang tidak hancur hatinya melihat putera yang dikandung dan dikasihinya, pada akhirnya harus menjalani penderitaan yang demikian hebat dan wafat di salib. Di akhir hayatNya, Yesus pun meminta Maria untuk menjadi ‘Bunda bagi Gereja’, juga ‘Bunda bagi segala bangsa’. “Ibu, inilah, anakmu!” kata Yesus kepada Maria yang berdiri dekat salib bersama murid Yesus. Kepada para muridnya, Yesus berkata, “Inilah Ibumu!” (Yoh 19:26-27). Peran Maria Dalam perjalanan hidupnya, Bunda Maria banyak berperan dalam karya keselamatan Yesus. Dalam peristiwa perjamuan perkawinan di Kana misalnya, di situ Maria seperti menjadi pembuka jalan akan mukjizat pertama yang dihadirkan Yesus puteranya. “Mereka kehabisan anggur,” kata Maria kepada Yesus. “Mau apakah Mei 2016 5 Maria Diangkat ke Surga Setelah peristiwa di salib itu, hampir tidak ada lagi kisah tentang kehidupan Maria selanjutnya. Praktis hanya di Kisah Para Rasul, tertulis tentang Maria yang bertekun sehati dalam doa bersama para murid (Kis 1:14). Pertanyaan yang lantas muncul, apakah Maria di kemudian hari meninggal dunia, mengingat Gereja Katolik sendiri mempunyai dogma tentang Maria Diangkat ke Surga? Alfred McBride menuliskan, kebanyakan Bapa Gereja percaya bahwa Maria meninggal. Sementara beberapa di antaranya berpikir, karena Maria dikandung tanpa noda, dilindungi dari dosa yang membawa kematian, maka tidak ada alasan Maria meninggal. Sungguhpun Yesus, Anak Allah, yang terbebas dari dosa, juga wafat, namun kematianNya itu lebih karena Yesus memasuki kematian untuk menaklukkan dosa dan kematian. Diskursus tentang apakah Maria meninggal atau tidak, terjawab saat Paus Pius XII tanggal 1 November 1950 mengeluarkan dogma tentang Maria Diangkat ke Surga, melalui sebuah konstitusi apostolik yang berjudul Munificentissimus Deus (Kemurahan Allah). Dogma itu menyebutkan, “Bunda Tuhan yang tak bernoda, Perawan Maria 6 Mei 2016 yang abadi, setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi” (MD 44). Menarik jika membandingkan terminologi antara ‘Maria Diangkat ke Surga’ dengan ‘Yesus Naik ke Surga’. Penggunaan kata ‘diangkat’, sejatinya merefleksikan adanya kuasa Allah yang mengangkat Bunda Maria ke surga. Sementara terminologi ‘Yesus Naik ke Surga’ merefleksikan kuasa dan kekuatan Yesus sendiri yang membawaNya ke surga. Menyelami misteri Bunda Maria dalam kehidupan Gereja, memang tidak pernah ada habisnya. Seperti yang disampaikan Santo Bernardus dari Clairvaux, sekitar sembilan abad yang lampau, “De Maria Numquam Satis (tentang Maria tidak pernah cukup atau tidak ada habisnya).” (Wahyu) Paus Fransiskus sedang berdoa menyampaikan intensi bagi perdamaian dunia didepan patung Bunda Maria Foto : catholicfire.blogspot.com B ulan Mei menjadi bulan Maria tidak lepas dari konteks sosial masyarakat Eropa, yang mengalami musim semi pada bulan Mei. Musim semi sangat identik dengan permulaan kehidupan. Dari konteks tersebut, bulan Mei seringkali dihubungkan dengan Bunda Maria, sosok ‘hawa baru’. Hawa sendiri berarti ibu dari semua yang hidup (Kej 3:20) manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup). Bulan Mei yang didedikasikan sebagai bulan Maria ini, diperkenalkan pada akhir abad ke 13 dan berkembang hingga saat ini. Pada masa itu, masyarakat Katolik Eropa sedang giat mengembangkan praktek devosi kepada orang kudus dan secara khusus kepada Bunda Maria. Pada tahun 1815, Paus Pius VII mengumumkan perayaan Bunda Maria Penolong Umat Kristen. Ini merupakan ungkapan syukur beliau setelah dibebaskan dari penjara, berdoa melalui Bunda Maria. Pada tahun 1854 Paus Pius IX mengumumkan dogma ‘Maria Terkandung Tanpa Noda’ yang disebut juga dengan Immaculate Conception. Paus Paulus VI, dalam surat ensikliknya menegaskan, “Bulan Mei adalah bulan di mana devosi umat beriman didedikasikan kepada Bunda Maria yang terberkati,”. Dan pada bulan Mei pula merupakan kesempatan untuk memberikan penghormatan iman dan kasih yang diberikan oleh umat Katolik di setiap bagian dunia kepada Sang Ratu Surga. Sepanjang bulan ini, umat Kristen, baik di gereja maupun secara pribadi di rumah, mempersembahkan penghormatan dan doa dengan penuh kasih kepada Maria dari hati mereka. Pada bulan ini, rahmat Tuhan turun atas kita dalam kelimpahan.” (Paus Paulus VI, The Month of Mary, 1). (Sefin) Mei 2016 7 Oleh : Synesius Firmanto Gatot Gerakan yang dicanangkan dalam Bulan Maria oleh KAJ, yaitu Gerakan Rosario Merah Putih, secara langsung bisa kita rasakan. Awalnya adalah sosialisasi Rosario Merah Putih dalam pertemuan, pelatihan dan pembuatan Rosario Merah Putih pada tanggal 9 April 2016 di Sekolah St. Maria Juanda. M elalui doa Rosario, tercermin kecintaan umat kepada Bunda Maria. Sejak kecil anak-anak sudah diperkenalkan doa Salam Maria dari orang tuanya. Orang tua sangat senang putra-putrinya bisa berdoa Salam Maria dengan baik dan tekun. Doa Salam Maria adalah doa permohonan kepada Bunda Maria, Bunda Gereja. Menghormati Bunda Maria sebagai ibu memberi simbol bahwa semua umat juga menghormat ibu yang melahirkan kita semua. Kita mencintai ibu dalam suka dan dukanya. Itulah satu makna Gerakan Rosario Merah putih dalam lingkup keluarga basis. Jika menilik pengalaman iman umat dalam berdoa melalui Bunda Maria, tentulah sangat beragam. Saya mengingat bagaimana selalu berdoa tiga kali Salam Maria setiap hari pada saat ujian semester. Saya ingat bagaimana mengharapkan pertolongan Bunda Maria melalui doa Salam Maria dalam saat kesulitan ekonomi, dalam menjaga persalinan istri yang melahirkan putri kembar, serta masuk ruang ICU. Doa Salam Maria tidak hanya ‘manjur’ saat didoakan secara pribadi, tetapi juga dalam doa Rosario bersama dalam keluarga, lingkungan, dan komunitas 8 Mei 2016 lainnya. Almarhum RD Ferdinandus Kuswardianto dalam homili pada Novena Santa Maria (2013) di Bapindo Plaza menyebut bahwa doa yang diulang-ulang adalah sebagai mantra. Umat secara berkelompok dan dalam keluarga berdoa dan mengunjungi Goa Maria juga merupakan pengalaman iman yang hidup. Ziarah pada 9 paroki di KAJ akan menjadi pengalaman baru kita bersama. Gerakan Rosario Merah Putih secara nasional untuk menjaga keutuhan Negara kita agar tetap ber-Pancasila, tetap ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, mendoakan jiwa-jiwa para pahlawan bangsa, para pemimpin negara selalu memiliki budaya option for the poor yaitu yang miskin, tersisih dan teraniaya. Disamping itu kita menjaga kekayaan alam Indonesia secara bijaksana sebagai rahim bumi. Harapan dan pengalaman hidup berbangsa dan bernegara yang toleran, transparan dan yang beradap serta tanpa diskrimanasi menjadi tujuan bersama dalam Kesatuan Negara Republik Indonesia. Gerakan Rosario Merah Putih menjadi pijakan kaki burung Garuda dan yang dikalungkan di leher burung Garuda bersama lima dasar negara kita Pancasila. Aku adalah si lembar kuning. Di atas lembaran kertasku tertulis doa yang dilantunkan oleh Santo Yohanes Maria Vianney, doa pembangunan gereja, bacaan kitab suci, dan pengumuman gereja. A ku, si lembar kuning yang awalnya mulus, kemudian berubah bentuk menjadi lipatan-lipatan kumal dan tergeletak lusuh seperti sampah tak berharga di bangku-bangku gereja setiap kali perayaan ekaristi selesai. Perasaanku campur aduk karena sering diperlakukan tidak pantas seperti itu. Sering aku harus menahan diri karena oleh sebagian umat, aku diperlakukan hanya sebagai pelampiasan rasa bosan atau pengusir kantuk pada saat mendengarkan homili dari Pastor yang memimpin upacara agung Ekaristi. Hai umat, bukan homilinya yang membosankan, tetapi kalianlah yang kurang membuka hati akan bimbingan Allah. Terlintas juga pikiran nakal dalam benakku ketika membayangkan para umat pun harus mengalami menjadi sampah seperti aku. Mereka pasti akan nampak lusuh, kusut, muram, sedih, dan sengsara. Hahaha… aku tertawa sendiri membayangkan itulah yang akan terjadi ketika doa-doa mereka yang didaraskan sepenuh hati belum dikabulkan oleh Allah. Ditunda dulu. Dalam sekejap mata, mereka akan Foto Ilustrasi : Komsos / Dani bertingkah seperti orang yang sedang menghadapi cobaan berat. Wajah muram, tubuh lesu, tidak ada senyum, kadang menutup diri. Aku menduga mungkin muncul juga perasaan perasaan menjadi ‘sampah’ karena memandang Allah mengabaikan doadoanya. Wahai umat Gereja Anak Domba Paroki Yohanes Maria Vianney yang budiman, camkanlah, aku ini adalah bentuk nyata dari perkara-perkara kecil seperti yang disabdakan Tuhan Yesus (Lukas 16 : 10): ”Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan, barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar”. Jangan jadikan aku sampah lusuh di rumah Allah Yang Kudus. Perlakukanlah aku penuh rasa syukur karena aku ada untuk membantu kalian memahami sabda Allah sebagai penuntun hidup di dunia ini. Semoga kita semua semakin memahami Injil dan hidup bahagia di dalam nama Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Amin. (Franciscus Adi Prasetyo) Mei 2016 9 Keuskupan Agung Jakarta telah menyiapkan program baru untuk pendataan umat berbasis online dengan nama BIDUK KAJ yang merupakan singkatan dari Basis Integrasi Data Umat Keuskupan Agung Jakarta dengan alamat website https://biduk.kaj.or.id/. Foto : Komsos / Beny L atar belakang dari pembangunan program BIDUK ini adalah upaya Gereja KAJ mengembangkan tata layanan pastoral berbasis data dimana dengan data tersebut menjadikan pelayanan pastoral dapat terselenggara dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Data yang dikumpulkan pada gilirannya diharapkan mampu untuk memberikan informasi dalam merumuskan kebijakan pelayanan pastoral. Dikarenakan pendataan umat perlu keterlibatan semua paroki di Keuskupan Agung Jakarta, maka Paroki St Yohanes Maria Vianney Cilangkap pun, turut serta melancarkan program tersebut dengan memberikan sosialisasi terkait dengan program BIDUK ini kepada para ketua lingkungan di Gereja Anak Domba, Minggu (24/4/2016). Sosialisasi program BIDUK disampaikan oleh Aloysius Gonzaga Widodo selaku Sekretaris II Dewan Paroki Harian (DPH) Paroki St Yohanes Maria Vianney Cilangkap. Dalam presentasinya, AG Widodo memaparkan program BIDUK, tahapan dan cara pengisian data umat secara 10 Mei 2016 online setelah dua minggu sebelumnya telah diedarkan formulir data umat melalui ketua lingkungan. Ditegaskan pula oleh AG Widodo, diharapkan ketua – ketua lingkungan dapat mengisi data secara mandiri dan apabila ada kendala maka para ketua lingkungan tidak usah segan untuk meminta bantuan dari DPH dan Sekretariat Paroki. Dengan mempertimbangkan datadata tersebut, program-program pastoral bisa direncanakan dengan tepat sehingga pelaksanaannya pun membawa dampak positif bagi perkembangan umat. Sebaliknya, tanpa didasari data-data yang bisa dipertanggungjawabkan, program pastoral cenderung direncanakan berdasarkan pertimbangan pribadi, minat/kesukaan, asumsi-asumsi pelayan pastoral, yang bisa tidak sesuai dengan kondisi umat yang hendak dilayani. Akibatnya, Gereja menawarkan banyak kegiatan namun tidak menjawab permasalahan dasar umat secara tepat, bahkan bisa jadi tidak membawa perubahan semakin baik, ujar AG Widodo dalam mengakhiri presentasinya. (Shella/Beny) Foto : Gatot S ynesius Firmanto Gatot menjelaskan bahwa sesuai Arah Dasar 2016-2020 Keuskupan Agung Jakarta, Rosario Merah Putih merupakan salah satu gerakan “Amalkan Pancasila”. Rosario ini juga terbuat dari butiran-butiran manik yang berwarna merah dan putih lengkap dengan medali Kerahiman Allah yang memerdekakan dan logo KAJ serta Salib khas KAJ. Tujuan dari warna rosario Merah putih ini agar kita sebagai warga Indonesia selalu ingat pada Sang Saka Merah Putih dan mampu membangun kesadaran kita di dalam peziarahan ini untuk berdoa bersama Bunda Maria bagi keselamatan Bangsa dan Negara. Berdoa dengan menggunakan Rosario Merah Putih sama seperti berdoa Rosario pada umumnya. Intensi doa saja yang perlu ditambahkan untuk Bangsa dan Negara. “Sebagai wujud dan ungkapan devosi kepada Bunda Maria maka dianjurkan kepada setiap keluarga dapat membuat rosario merah putih,”ujar Gatot dalam akhir penjelasannya. Peserta yang hadir dari OMK, Misdinar dan Wakil Lingkungan serta individual membuat meriah pertemuan tersebut. Peserta menanyakan cara memasukkan tali ke dalam Salib, bagaimana mengikat tali pada segitiga liontin, dan bagaimana menyambung tali yang kurang panjang. Umat bergembira bersama dalam proses latihan dan penyelesaian pembuatan Rosario Merah Putih. Dengan demikian diharapkan nantinya kepada setiap insan di paroki St Yohanes Maria Vianney dapat berdoa kepada Bunda Maria secara lebih mendalam.(Theo) Mei 2016 11 01 Membuat Rosario Foto: Komsos / Wahyu Dalam rangka menyambut Bulan Maria, anak – anak merangkai Rosario Merah Putih didampingi oleh ibu – ibu muda di Lingkungan Maria Magdalena Wilayah IV, Minggu (1/5/2016) 02 Ziarah Foto: Ari Salah satu komunitas ziarah umat Paroki Cilangkap mengunjungi Puri Brata di Sanden, Bantul, Yogyakarta, Jumat (6/5/2016) 12 Mei 2016 03 Ibadat Rosario Foto: Komsos / Dani Pada hari Selasa (10/5/2016) warga lingkungan Lingkungan St Agustinus, Wilayah V, Paroki St Yohanes Maria Vianney melaksanakan Ibadat Rosario. 04 Ulang Tahun Foto: Komsos / Dani Komsos Gereja anak Domba, pada hari Minggu (15/5/2016) merayakan ulang tahun RD TAM Rochadi Widagdo yang ke-58 di Pastoran Paroki St Yohanes Maria Vianney. Mei 2016 13 Ketekunan bergumul dengan doa, membawa Herman pada sebuah pengalaman spiritual, yakni beroleh penampakan cahaya kerahiman ilahi pada 2001. Melalui cahaya ilahi itu pula, Herman dikaruniai berkat untuk menghadirkan kesembuhan bagi orangorang di sekitarnya. Foto : Komsos / Wahyu S ejak hijrah ke Jakarta dari Padang tahun 1998, Herman yang saat itu berusia 48 tahun, berkomitmen untuk berdoa Novena Kerahiman Ilahi secara rutin pada pukul 03.00 dini hari. Memasuki millenium baru tahun 2001, secara rutin pada pukul 15.00, lelaki kelahiran Flores, 1 Agustus 1950 itu, juga mendoakan kaum lemah, miskin, tersingkir, cacat dan mereka yang sakit (ia mengistilahkan KLMTCS). Kepedulian mendoakan mereka yang lemah, tidak lepas dari pekerjaan yang digelutinya, yakni sebagai Manajer di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bangun Mitra Sejati, serta sebagai Ketua Penggerak Paguyuban Penggerak Swadaya Masyarakat. Pekerjaan itu membuatnya bertemu beragam 14 Mei 2016 kelompok masyarakat, baik mereka yang miskin, di penjara, terbelenggu prostitusi, sakit, korban narkotika, dan pengidap HIV/AIDS. “Saat itu saya berpikir, harus ada yang mendoakan mereka secara khusus, yang peduli kepada mereka secara rohani, tanpa mereka tahu. Secara fisik saya mungkin tidak bisa berbuat banyak, tapi secara rohani saya produktif mendoakan,” kata Herman, yang merupakan warga di Lingkungan Maria Magdalena, Paroki St Yohanes Maria Vianney Cilangkap. Pergumulan dengan doa itu pula yang membawanya pada sebuah penampakan cahaya kerahiman ilahi. Pada suatu Kamis dini hari pukul 03.00 di tahun 2003, saat mendaraskan doa di rumahnya, Herman seperti melihat sebuah cahaya terang yang menghampirinya. Entah apa yang menggerakkan saat itu, secara perlahan ia merengkuh cahaya itu menggunakan tangan kiri. Saking gembiranya, ia lantas berdoa mengucap syukur hingga pukul 05.00. Sejak peristiwa itu, suami dari Yohana Fransiska Puji Padmaningsih ini tidak langsung menyadari bahwa ia diberi karunia untuk menyembuhkan lewat doa. Ia tetap menjalani rutinitas kesehariannya dan tetap berdoa rutin. Bagi Herman, doa seperti menjadi nafas hidupnya. Ketekunan berdoa itu pula yang menyertai karyanya sebagai misionaris awam yang dikirim dari Ruteng ke Padang pada tahun 1976 hingga 1998. Selain menjadi pendamping bagi kaum muda dan menjadi Direktur Radio Don Bosco milik Keuskupan Padang, ayah dari dua anak ini juga aktif mendampingi kelompok pecinta alam di sana. Herman baru menyadari diberi karunia Tuhan untuk menyembuhkan lewat doa, setelah rekoleksi katekis dan pamong lingkungan tahun 2006 di Cibubur. Dalam doa umat di pertemuan itu, secara spontan ia mendoakan semua pasangan muda yang belum juga dikaruniai anak. Salah seorang peserta rekoleksi bernama Daniel, ternyata tersentuh dengan doanya. Daniel lantas meminta Herman untuk mendoakan secara khusus, dirinya dan istrinya, Clara. “Iman kamu sudah pasti membuahkan hasil,” kata Herman, menanggapi permintaan itu. Ia pun mengajak pasangan muda itu untuk berdoa rutin bersamanya dari jarak jauh, setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat, pukul 22.00. Selang sebulan berikutnya, Clara hamil. Pasangan muda itupun akhirnya dikaruniai anak. Pengalaman kedua, saat ia membantu keluarga pemulung di Bambu Apus. Keluarga muslim yang kurang mampu itu memiliki anak perempuan SMA bernama Indri. Pada saat itu, sang ibu tengah mengandung hampir tiga bulan. Sekitar pukul 24.00, Indri menelepon Herman yang sudah dianggap seperti pamannya sendiri. Indri dengan sedih menceritakan kalau orang tuanya berencana mengugurkan bayi dalam kandungan itu karena tidak memiliki biaya untuk merawatnya. Mendengar kabar itu, Herman lantas menemui keluarga itu dan meminta untuk tetap mempertahankan janin tersebut, meski keseharian keluarga itu kekurangan. Herman lantas meminta keluarga itu untuk rutin berdoa bersamanya, sesuai iman masing-masing. Secara rutin, Herman juga memberikan air mineral yang telah didoakannya, agar di minum sang ibu bayi itu sebagai kekuatan. Ia juga memberikan ikan hidup dan menyuruh sang ayah bayi itu membuat kolam ikan untuk dipelihara. Setelah cukup besar, ikan-ikan itu dikonsumsi menjadi sumber protein bagi keluarga tersebut. Hasilnya, sang bayi lahir sehat dan keluarga itu berangsur sejahtera. Sejak dua pengalaman itu, kian banyak orang dari berbagai kepercayaan yang memintanya untuk didoakan. Prinsipnya sederhana, ia meminta kepada cahaya kerahiman ilahi, yang tak lain adalah hati Yesus sendiri, untuk menyembuhkan orang yang didoakannya. “Saya hanya mengajak orang untuk lebih dekat dengan Tuhan melalui doa. Berkat kesembuhan yang mereka terima, sejatinya akibat dari iman mereka itu sendiri. Saya hanya membantu lewat doa,” katanya. (wahyu/pasha) Mei 2016 15 Oleh : RD Angga Sri Prasetyo Banyak dari kita kerap kali berdoa untuk mohon sesuatu kepada Allah dengan perantaraan Bunda Maria (bisa melalui novena, atau ziarah ke goa-goa Maria). Dan persis ketika banyak orang mengatakan bahwa ia berdoa kepada Allah melalui perantaraan Bunda Maria, muncul pertanyaan dalam benakku, bukankah Pengantara kita satu-satunya adalah Yesus Kristus? Lantas bagaimana ‘kepengantaraan’ Maria itu perlu dimengerti? A da sebuah ungkapan menarik tentang Maria, “De Maria numquam satis”. Arti dari ungkapan itu adalah bahwa Maria tidak pernah cukup diperbincangkan, diperdebatkan, dimuliakan. Konon, ungkapan itu dicetuskan oleh para ahli ilmu ketuhanan yang ingin menunjukkan sekaligus menyanjung besarnya nama Maria sebagai Bunda Yesus. Namun demikian, ungkapan itu sebenarnya perlu juga dikhawatirkan karena memiliki cita rasa yang dapat merelatifkan martabat dan daya guna Pengantara tunggal antara Allah dan manusia, yakni Yesus Kristus sendiri. Maka, perlu kita tegaskan kembali bahwa peranan Maria dan tugas Bunda Tuhan Yesus itu sendiri serba khas, tapi tidak pernah mengurangi atau menambah sedikit pun pada peranan Putranya (Lih. LG 62). Di satu sisi kita percaya bahwa Yesus Kristus adalah Pengantara satu-satunya. Namun di lain sisi, penghormatan yang begitu besar terhadap Maria, justru dapat merelatifkan sifat ‘kepengantaraan’ Yesus Kristus itu sendiri. Maka kita perlu mengerti perihal makna ‘kepengantaraan’ Maria. 16 Mei 2016 “peranan Maria dan tugas Bunda Tuhan Yesus itu sendiri serba khas, tapi tidak pernah mengurangi atau menambah sedikit pun pada peranan Putranya” Perihal tentang Maria, Konsili Vatikan II sendiri mencoba untuk menghindar dari gelar ‘pengantara segala rahmat’, meski dengan sedikit menahan diri, juga turut mengungkapkan fakta perihal ‘kepengantaraan’ Maria. Akan tetapi fakta itu diwartakan sedemikian rupa sehingga ‘kepengantaraan’ Kristus sendirilah yang utama. ‘Kepengantaraan’ Maria harus dimengerti pada taraf bahwa semua orang yang memerlukan keselamatan, termasuk Maria sendiri, dan bukan pada taraf satu-satunya Juru Selamat yang membawa keselamatan. Hidup surgawi Maria pada hakikatnya bercorak pengantara dalam arti bahwa Maria di surga mendoakan kita yang ada di dunia. Hidupnya berupa tukar cinta kasih yang sempurna dan sekaligus keprihatinan yang penuh harapan. Oleh : RD Rochadi Widagdo Saat kita berdoa litani untuk Bunda Maria ada begitu banyak nama gelar sebutan untuk Bunda Maria. Semua nama mengandung arti dan makna yang mendalam bagi yang menyandangnya. Dengan deretan nama yang begitu panjang, menengarai betapa Bunda Maria sangat berarti, berperan dalam kehidupan iman kita. M aria, nama yang sesungguhnya singkat sederhana, namun bergema di setiap hati yang merindukan seorang Bunda yang sempurna. Begitu banyak orang merindukan ibu terutama saat kita menderita. Kita selalu memanggilmanggil ibu, mama, biyung saat berada dalam penderitaan; aduh ibu, aduh biyung, dsb. Bunda Maria hadir saat kekurangan anggur dalam perkawinan di Kana. Beliau selalu hadir saat dunia menderita (lihat Kisah Penampakan Maria). Beliau akan hadir juga saat kita, anak-anak-Nya menderita. Kita semua berasal dari rahim ibu, dibentuk di dalamnya. Ibu mempunyai peran sangat penting dan besar dalam diri kita. Ibu yang baik melahirkan anak-anak yang baik. Ibu yang sempurna melahirkan anakanak yang sempurna. Ibu Tuhan melahirkan anak-anak Tuhan. Kita bersyukur diberi Tuhan Yesus ibunya, Maria: “Ibu, inilah, anakmu! Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya: inilah ibumu” (Yoh.19:26-27) Anugerah terbesar dalam hidup iman kita adalah Bunda Tuhan, Maria. Ibu Tuhan akan menjadikan kita anakanak Tuhan. Inilah jawaban paling jitu bagi semua orang yang menderita, yang rindu akan ibu yang sempurna. Ibu tidak hanya memberikan susu, namun juga rahim yang penuh kasih sayang, kelembutan hati dan hidupnya. Yesus anak Maria, tumbuh berkembang dalam rahim-Nya. Dan jadilah Dia sebagai anak manusia dan Anak Allah. Kita bukan saja anak-anak manusia, namun juga anak-anak Allah, anak-anak Bunda Maria. Sebutlah nama ibu Maria dan jadilah anak-anak Allah. Ya nama-Mu Maria, Bunda yang kucinta. Merdu menawan hati segala anak-Mu. Patutlah nama itu hidup di batinku. Dan nanti kuucapkan di saat ajalku. Ya nama yang keramat, perisai hidupku. Dengan nama Maria, aku pasti menang. Patutlah nama itu hidup di batinku. Dan nanti kuucapkan di saat ajalku. Bila hatiku risau, dan dirundung duka. Kuingat nama ibu yang pasti menghibur. Patutlah nama itu hidup di batinku. Dan selalu kuucapkan hingga ajalku. Mei 2016 17 1 2 3 4 6 5 7 9 8 18 Mei 2016 Ayo tulis doamu dan masukkan kedalam amplop cinta untuk Bunda Maria Rajin berdoa itu baik loooh :) Ikuti langkah membuatnya seperti pada gambar dibawah ini ya. 1 2 3 4 5 6 Mei 2016 19 Foto : Komsos / Dani Bernardus Eka Candra Mardika dan Vinsensius Dwi Candra Nugraha, merupakan kakak beradik dari pasangan Fransiscus Sugiyanta dan Maria Christin, umat lingkungan Paulus Wilayah IX Paroki St. Yohanes Maria Vianney. B akat mereka sebagai pemain bulutangkis handal makin dikenal sejak mengikuti pertandingan Olahraga Cup antar OMK Wilayah. Sebenarnya, bulutangkis memang bukan hal yang terlalu asing bagi mereka, karena selama empat tahun mereka telah bergabung di klub olahraga bulutangkis PB Garuda, sebuah komunitas yang membina anak-anak usia dini untuk menjadi seorang atlet handal, Bernard dan Vinsen telah membuktikan kerja keras dan semangatnya dalam berlatih dengan kerap menjuarai beberapa pertandingan. Sebut saja meraih Juara III dalam pertandingan Ganda tingkat Kota Administratif Jakarta Selatan, Runner Up dalam kejuaraan tingkat daerah DKI Jakarta, dan sering terpilih menjadi wakil untuk perlombaan antar klub di Ibu Kota. “Menjadi atlet itu memang tidak mudah, apalagi kalau masih junior seperti kami. Tetapi yang penting, dalam berlatih harus terus semangat, jangan mudah bosan, mau menerima masukan dari pelatih dan selalu sportif disetiap permainan,” ungkap Bernard siswa kelas XI SMAN 105 Jakarta. Dukungan orang tua dalam 20 Mei 2016 mengembangkan bakat kedua remaja ini tidak pernah putus. Secara tidak langsung, bakat sang ayah yang juga aktif berolahraga, menurun kepada dua anaknya. “Papa sudah main bulutangkis sejak masih kuliah sampai kerja. Makanya kami sering diajak untuk ikut bermain,” tuturnya sambil bernostalgia mengingat masa awal ia diajak oleh sang ayah. Bercita-cita sebagai seorang akuntan publik dan atlet bulutangkis, Bernard dan Vinsen juga memiliki niat mulia dalam usianya yang masih terbilang muda. Keinginan untuk membentuk komunitas bulutangkis di Gereja Anak Domba sempat terbesit dan menggebu dalam hati mereka. “Kami ingin sekali membentuk komunitas resmi untuk merangkul teman-teman yang senang olahraga bulutangkis. Bagi pasangan kakak beradik ini, saling mendukung disetiap latihan dan pertandingan adalah hal yang utama. Keduanya berprinsip untuk mendahulukan sportivitas daripada juara tetapi dengan cara yang tidak jujur. Bagi mereka, berusaha untuk mengakui kelemahan diri dan kekuatan lawan bermain dalam pertandingan adalah harga mati sebuah kemenangan. (fani) Mei 2016 21 Rindangnya pepohonan yang ada di lokasi Gua Maria Mojosongo, menciptakan suasana sejuk dan asri bagi siapa saja yang berkunjung kesana. Ditata dengan begitu apik menjadikan peziarahan penuh dengan kesan menarik. Foto : Komsos / Beny Lebih akrab dikenal dengan nama Gua Maria Mojosongo, gua ini masuk wilayah Paroki SP. Maria Regina Purbowardayan Surakarta. Tepatnya di Kampung Debegan, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Provinsi Jawa Tengah, sekitar + 3 km dari pusat Kota Surakarta. 22 Mei 2016 Para peziarah yang datang biasanya membawa pulang air suci yang dialirkan melalui keran-keran yang tersedia di sumber air Mojosongo. Selain dapat menyegarkan tubuh, kita pun akan mendapatkan kesegaran jiwa. Foto : Komsos / Beny T iba di lokasi, pintu gerbang dengan dua patung besar yaitu Bunda Maria dan Santo Yusuf, menyambut pengunjung. Jika akan melakukan ibadah jalan salib, arahkan perjalanan ke bagian kanan. Suasana sejuk dan asri tercipta berkat rindangnya pohon. Anda juga bisa memotong jalan langsung ke Gua Maria melalui beberapa anak tangga di sebelah kiri dan kanan. Rute jalan salib berakhir di tempat doa yang berhiaskan Salib Yubileum berukuran besar dan patung replika La Pieta (patung yang menggambarkan tubuh Yesus di pelukan ibu-Nya Maria setelah penyaliban Yesus), ukiran batu berbentuk menyerupai Hosti Raksasa bertuliskan “Aku lah kebangkitan dan hidup. Barangsiapa yang percaya kepada-Ku, ia akan hidup” (Yoh 11 : 25). Tujuh buah pilar menjadi bagian bangunan di tempat doa, yang melambangkan tujuh sakramen. Tidak itu saja, pada dinding di sebelah kiri terdapat tulisan doa Bapa Kami dalam beberapa bahasa yaitu Indonesia, Jawa, Inggris, Latin. Tersedia pula ruangan devosi dan bangku taman yang melingkar di bawah pohon rindang dipergunakan sebagai tempat duduk. Untuk menyegarkan tubuh, Anda bisa membasuh wajah atau membawa pulang air suci yang dialirkan melalui keran-keran yang tersedia di sumber air Mojosongo. Berdasarkan prasasti pembangunan, Gua Maria ini diresmikan dan diberkati oleh Uskup Agung Semarang Mgr. Julius Darmaatmadja, SJ pada tanggal 25 Desember 1983. Sekelumit sejarah yang dapat menjadi catatan, tempat ini sudah seringkali dipakai untuk berdoa Rosario dan memberikan pengalaman spiritual bagi para peziarah. Kerinduan umat terutama di Kota Berseri yang hendak berdevosi akhirnya terkabulkan dengan adanya Gua Maria Regina Mojosongo. Hingga saat ini aktivitas rutin yang dijalankan adalah Misa Ekaristi setiap malam Jumat pertama dengan dipimpin oleh Para Pastor di Kevikepan Surakarta. Bagi yang menghendaki ziarah ke Gua Maria Mojosongo dapat menghubungi Sekretariat Paroki SP. Maria Regina Purbowardayan Telp: (0271) 656620. (Beny) Mei 2016 23 Foto : Komsos / Beny Isu tentang lingkungan hidup kini menjadi salah satu isu yang mendesak untuk disikapi oleh Gereja karena kepedulian pada lingkungan hidup adalah perwujudan iman kristiani. Paus Fransiskus dalam ‘Laudato Si’ justru menegaskan bahwa kepedulian dan upaya menjaga lingkungan hidup itu bukan pilihan melainkan keharusan. Kemudian Gereja memberikan tanggapan atas isu lingkungan hidup ini dengan adanya Seksi Lingkungan Hidup di setiap Paroki. P aroki St Yohanes Maria Vianney Cilangkap telah memiliki Seksi Lingkungan Hidup yang saat ini di bawah koordinasi oleh Petrus Chrysologus Agus Irianto atau yang akrab dipanggil Ari. Pria kelahiran Sragen, 14 Desember 1957 ini bukanlah orang yang baru dalam kegiatan pelayanan di gereja. Pernah menjadi koster tanpa upah di Paroki Santa Maria Fatima Sragen semasa belia, aktif di Mudika (MudaMudi Katolik) semenjak lajang, hingga saat ini aktivitasnya di gereja pun belum surut. Ia pun tercatat sebagai Prodiakon, 24 Mei 2016 Ketua Lingkungan 3 periode sewaktu di Paroki Aloysius Gonzaga Cijantung dan pernah menjabat Bendahara DPH Paroki, Ketua Wilayah IV dan Humas PPG di Paroki Cilangkap. Menjabat sebagai Seksi Lingkungan Hidup memang sangat pas dengan pekerjaannya saat itu sebagai General Affair Service di salah satu perusahaan swasta. Lingkup pekerjaannya menyangkut rumah tangga perusahaan seperti penanganan limbah, perawatan gedung, dan perawatan aset. Berdasarkan pengalamannya itu pula lah, beliau juga pernah direkomendasi “Lingkungan hidup harus dilihat dari kacamata yang lebih holistik atau menyeluruh, terutama karena menyangkut kebutuhan hidup orang banyak” Foto : Komsos / Beny oleh Alm. Romo Anto dalam pelatihan Excellent Service dengan harapan mampu meningkatkan kualitas pelayan pastoral di gereja. Menurut Ari, lingkungan hidup di paroki bukanlah semata-mata hanya berurusan dengan sampah atau mengurusi tanaman. “Lingkungan hidup harus dilihat dari kacamata yang lebih holistik atau menyeluruh, terutama karena menyangkut kebutuhan hidup orang banyak. Yang perlu diperhatikan dalam gereja adalah bagaimana pengaturan sumur resapan sebagai tampungan air, sistem pengolahan limbah, antisipasi polusi yang dihasilkan oleh sistem pendingin ruangan gereja, pemasangan soundsystem yang menghasilkan suara yang bagus, landscape taman dengan tanaman yang mampu menyerap karbondioksida, tanggung jawab umat pada kebersihan gereja,” ujarnya. Ia lantas menambahkan bahwa paroki yang ramah lingkungan merupakan sebuah kerangka sistem, dimana gereja menciptakan sebuah habitus baru dengan berperan aktif memberikan penyadaran pentingnya kepedulian menjaga lingkungan hidup kepada umat. Meskipun pembangunan gereja belum selesai, Ari berharap bahwa umat turut terlibat dalam aksi peduli lingkungan hidup secara pribadi maupun sosial. Mulai dengan membuang sampah pada tempatnya, memilah sampah, mengurangi pemakaian styrofoam dan kantong plastik, beralih dengan menggunakan tas ramah lingkungan. Pada intinya ada tiga jenis kegiatan menuju paroki ramah lingkungan yaitu kampanye/penyadaran, membuat aturan pendukung dan aksi nyata. Di akhir wawancara suami dari Elizabeth Allyasih ini mengatakan, “Paroki ramah lingkungan sudah seharusnya didukung oleh umat. Tidak semata menjadi tanggung jawab Seksi Lingkungan Hidup saja. Motto saya, lebih baik saya melayani daripada dilayani, dan tentu menjalin kerjasama dengan seksi – seksi yang lain di Paroki ini.” (Beny) Mei 2016 25 Maria itu Bunda Allah, Bunda Gereja dan teladan hidup kita 26 Mei 2016 Mei 2016 27 28 Mei 2016