Mei 2016 - Gereja Anak Domba, St.Yohanes Maria Vianney

advertisement
Mei 2016
1
2
Mei 2016
B
ulan Mei sebagai Bulan Maria, akrab kita dengar dan lalu kita sudah terbiasa
dengan rutinitas Doa Rosario pada bulan itu. Bila ditelisik lebih dalam ternyata ada
sejarah panjang yang melatarbelakangi pendedikasian bulan Mei sebagai bulan
penghormatan bagi Bunda Maria.
Pada edisi Mei 2016 ini, kami suguhkan tema “De Maria Numquam Satis” (Tidak pernah
cukup mengenai Maria). Berangkat dari sebuah adagium kuno yang menyelami misteri
Maria dalam kehidupan Gereja yang tidak berkesudahan dan memang tidak pernah ada
habisnya.
Dalam sajian utama ada beberapa hal yang perlu ditekankan untuk menjadi diskursus
pokok kita yaitu perbandingan antara Hawa dan Maria, peran Maria dalam karya
keselamatan Yesus dan menyoal Maria itu diangkat Allah ke Surga.
Maria itu singkat namanya, dan sederhana akan tetapi sangat berarti dan berperan
penting dalam kehidupan kita, serta menggema dalam hati semua orang yang merindukan
seorang Bunda yang begitu sempurna.
Kini, kita pun sedang membangun gerakan Amalkan Pancasila dengan menjadikan
Rosario Merah Putih sebagai penanda gerakan ini. Dalam Rosario ini kita berdoa bersama
Bunda Maria bagi keselamatan Bangsa dan Negara.
Akhir kata, “Naik Sepeda Ke Malaka untuk membeli roti”…“Mari berdoa bersama Bunda
Maria .. Tuhan Memberkati”
4
14
10 - BIDUK KAJ
24
17 - Ya, NamaMu
Maria
20 - Bertumbuh Dalam
De Maria
Numquam Satis
Cahaya Kerahiman Ilahi
Yang Memberi Kesembuhan
Peduli Lingkungan
Bagian Dari Iman
Sportifitas
22 - Gua Maria Regina
Mojosongo
Pelindung : RD Rochadi Widagdo. Pemimpin Redaksi : RD Angga Sri Prasetyo. Redaktur Pelaksana : Beny Wijayanto.
Sekretaris Redaksi: M. Umi Shella. Editor : Rully Larasati. Staf Redaksi : Fani Natalia, Ignatius Dimas, Wahyu Haryo.
Fotografer : Alexander Hendrito, Dani Alyandu. Layout : Hilarion Anggoro. Iklan : Inigo (0813 8178 4803), Stella Intan
P (0857 1763 4260) Sirkulasi : Paskalia Yosephin (085883469145), Theodorus Egep Henakin (085693661808).
Redaksi menerima kiriman foto (beserta
kete­rangan), berita dan artikel dari umat
disertai identitas pengirim dan no.telpon/
HP yang dapat dihubungi, Kirim ke
[email protected]. Redaksi berhak
menyunting semua kiriman berita dan
tulisan yang masuk.
Tema Bulan Juni 2016 :
“Ekaristi”
Alamat Redaksi
Sekretariat Paroki St.Yohanes Maria Vianney
Jl. Bambu Wulung No.60, Bambu Apus, Jakarta Timur
Telp: 021-8444893 / 021-84307905
Mei 2016
3
Foto : Komsos / Dani
Gereja Katolik memberikan penghormatan yang istimewa kepada
Bunda Maria. Gereja meyakini, sosok Perawan Maria menjadi
perantara hadirnya karya keselamatan Yesus Kristus di dunia. Gereja
pun mendedikasikan Bulan Mei sebagai Bulan Maria, serta Bulan
Oktober sebagai bulan Rosario.
Dalam suatu perbincangan
informal di meja makan Pastoran
Cilangkap, suatu pagi di bulan
April lalu, Romo RD Rochadi Widagdo
mengungkapkan, ada dua sosok
perempuan yang bertolak belakang
dan memberi warna dalam kehidupan
umat manusia. Perempuan pertama
adalah sosok Hawa yang menghadirkan
malapetaka bagi manusia, sedangkan
perempuan yang kedua adalah sosok
Maria yang menghadirkan keselamatan.
Hawa menjadi simbol ketidaktaatan
dan nafsu duniawi yang membawa
manusia pada belenggu dosa.
Sebaliknya, Maria merupakan simbol
ketaatan dan Bunda yang menghadirkan
keselamatan lewat karya penebusan
4
Mei 2016
Yesus Kristus puteranya.
Pandangan yang membandingkan
Hawa dengan Maria, sejatinya sudah
berkembang sekitar 18 abad yang
lampau. Pastor Alfred McBride O Praem
dalam bukunya ‘Images of Mary’ (2004),
mengutip pandangan Uskup Ireneus
dari Lyons pada tahun 190, tentang
perbandingan Hawa dan Maria.
“Dan sama seperti melalui seorang
perawan yang tidak taat (Hawa),
manusia ditampar, jatuh, dan mati,
demikian juga melalui seorang Perawan
Maria, yang menaati Sabda Allah,
manusia disadarkan oleh kehidupan,
menerima kehidupan.” Demikian
pandangan yang dikemukakan Uskup
Ireneus.
Sosok Maria yang dipilih dan disucikan
Allah untuk menjadi perantara hadirnya
Yesus Sang Juru Selamat, tergambar
jelas dalam perkataan Malaikat Gabriel
saat berjumpa dengan Maria. “Roh
Kudus akan turun atasmu dan kuasa
Allah Yang Mahatinggi akan menaungi
engkau; sebab itu anak yang akan
kaulahirkan itu akan disebut kudus,
Anak Allah” (Luk 1:35).
Bagaimana Maria menanggapi
Firman Allah yang disampaikan melalui
Malaikat Gabriel itu? Menerima karunia
yang begitu besar, yakni mengandung
Anak Allah, bagi Maria yang masih
bertunangan, tentu bukanlah
perkara mudah. Bisa dibayangkan
jika ada seorang anak gadis, tiba-tiba
mengandung sebelum bersuami, tentu
tidak mudah menghadapi pandangan
negatif dari masyarakat di sekitarnya.
Namun, justru di situlah Maria
memberikan teladan akan ketaatan
orang beriman. “Sesungguhnya aku ini
hamba Tuhan; jadilah padaku menurut
perkataanmu itu” (Luk 1:38).
engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku
belum tiba,” jawab Yesus (Yoh 2:3-4).
Menarik menyimak reaksi Maria
berikutnya, seperti ditulis dalam Injil itu.
Di situ Maria tidak menjawab perkataan
Yesus, tetapi justru berkata kepada
pelayan-pelayan, “Apa yang dikatakan
kepadamu, buatlah itu!” Dari situ, Yesus
kemudian membuat mukjizat dengan
mengubah air menjadi anggur yang
terbaik.
Saat Yesus menderita sengsara
di salib, Maria setia mendampingi
puteranya. Tentu hal itu tidak mudah.
Bayangkan saja, hati ibu mana yang
tidak hancur hatinya melihat putera
yang dikandung dan dikasihinya, pada
akhirnya harus menjalani penderitaan
yang demikian hebat dan wafat di salib.
Di akhir hayatNya, Yesus pun meminta
Maria untuk menjadi ‘Bunda bagi
Gereja’, juga ‘Bunda bagi segala bangsa’.
“Ibu, inilah, anakmu!” kata Yesus kepada
Maria yang berdiri dekat salib bersama
murid Yesus. Kepada para muridnya,
Yesus berkata, “Inilah Ibumu!” (Yoh
19:26-27).
Peran Maria
Dalam perjalanan hidupnya, Bunda
Maria banyak berperan dalam karya
keselamatan Yesus. Dalam peristiwa
perjamuan perkawinan di Kana
misalnya, di situ Maria seperti menjadi
pembuka jalan akan mukjizat pertama
yang dihadirkan Yesus puteranya.
“Mereka kehabisan anggur,” kata
Maria kepada Yesus. “Mau apakah
Mei 2016
5
Maria Diangkat ke Surga
Setelah peristiwa di salib itu, hampir
tidak ada lagi kisah tentang kehidupan
Maria selanjutnya. Praktis hanya di
Kisah Para Rasul, tertulis tentang
Maria yang bertekun sehati dalam doa
bersama para murid (Kis 1:14).
Pertanyaan yang lantas muncul,
apakah Maria di kemudian hari
meninggal dunia, mengingat Gereja
Katolik sendiri mempunyai dogma
tentang Maria Diangkat ke Surga?
Alfred McBride menuliskan,
kebanyakan Bapa Gereja percaya bahwa
Maria meninggal. Sementara beberapa
di antaranya berpikir, karena Maria
dikandung tanpa noda, dilindungi dari
dosa yang membawa kematian, maka
tidak ada alasan Maria meninggal.
Sungguhpun Yesus, Anak Allah, yang
terbebas dari dosa, juga wafat, namun
kematianNya itu lebih karena Yesus
memasuki kematian untuk menaklukkan
dosa dan kematian.
Diskursus tentang apakah Maria
meninggal atau tidak, terjawab saat
Paus Pius XII tanggal 1 November 1950
mengeluarkan dogma tentang Maria
Diangkat ke Surga, melalui sebuah
konstitusi apostolik yang berjudul
Munificentissimus Deus (Kemurahan
Allah). Dogma itu menyebutkan, “Bunda
Tuhan yang tak bernoda, Perawan Maria
6
Mei 2016
yang abadi, setelah menyelesaikan
perjalanan hidupnya di dunia, diangkat
tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan
surgawi” (MD 44).
Menarik jika membandingkan
terminologi antara ‘Maria Diangkat ke
Surga’ dengan ‘Yesus Naik ke Surga’.
Penggunaan kata ‘diangkat’, sejatinya
merefleksikan adanya kuasa Allah
yang mengangkat Bunda Maria ke
surga. Sementara terminologi ‘Yesus
Naik ke Surga’ merefleksikan kuasa
dan kekuatan Yesus sendiri yang
membawaNya ke surga.
Menyelami misteri Bunda Maria
dalam kehidupan Gereja, memang
tidak pernah ada habisnya. Seperti
yang disampaikan Santo Bernardus dari
Clairvaux, sekitar sembilan abad yang
lampau, “De Maria Numquam Satis
(tentang Maria tidak pernah cukup atau
tidak ada habisnya).” (Wahyu)
Paus Fransiskus sedang berdoa
menyampaikan intensi bagi perdamaian
dunia didepan patung Bunda Maria
Foto : catholicfire.blogspot.com
B
ulan Mei menjadi bulan
Maria tidak lepas dari konteks
sosial masyarakat Eropa, yang
mengalami musim semi pada bulan
Mei. Musim semi sangat identik
dengan permulaan kehidupan. Dari
konteks tersebut, bulan Mei seringkali
dihubungkan dengan Bunda Maria,
sosok ‘hawa baru’. Hawa sendiri berarti
ibu dari semua yang hidup (Kej 3:20)
manusia itu memberi nama Hawa
kepada isterinya, sebab dialah yang
menjadi ibu semua yang hidup).
Bulan Mei yang didedikasikan sebagai
bulan Maria ini, diperkenalkan pada
akhir abad ke 13 dan berkembang
hingga saat ini. Pada masa itu,
masyarakat Katolik Eropa sedang giat
mengembangkan praktek devosi kepada
orang kudus dan secara khusus kepada
Bunda Maria.
Pada tahun 1815, Paus Pius VII
mengumumkan perayaan Bunda Maria
Penolong Umat Kristen. Ini merupakan
ungkapan syukur beliau setelah
dibebaskan dari penjara, berdoa melalui
Bunda Maria. Pada tahun 1854 Paus
Pius IX mengumumkan dogma ‘Maria
Terkandung Tanpa Noda’ yang disebut
juga dengan Immaculate Conception.
Paus Paulus VI, dalam surat ensikliknya
menegaskan, “Bulan Mei adalah
bulan di mana devosi umat beriman
didedikasikan kepada Bunda Maria
yang terberkati,”. Dan pada bulan Mei
pula merupakan kesempatan untuk
memberikan penghormatan iman dan
kasih yang diberikan oleh umat Katolik
di setiap bagian dunia kepada Sang Ratu
Surga.
Sepanjang bulan ini, umat Kristen,
baik di gereja maupun secara pribadi
di rumah, mempersembahkan
penghormatan dan doa dengan penuh
kasih kepada Maria dari hati mereka.
Pada bulan ini, rahmat Tuhan turun atas
kita dalam kelimpahan.” (Paus Paulus VI,
The Month of Mary, 1). (Sefin)
Mei 2016
7
Oleh : Synesius Firmanto Gatot
Gerakan yang dicanangkan dalam Bulan Maria oleh KAJ, yaitu Gerakan Rosario
Merah Putih, secara langsung bisa kita rasakan. Awalnya adalah sosialisasi Rosario
Merah Putih dalam pertemuan, pelatihan dan pembuatan Rosario Merah Putih pada
tanggal 9 April 2016 di Sekolah St. Maria Juanda.
M
elalui doa Rosario, tercermin
kecintaan umat kepada
Bunda Maria. Sejak kecil
anak-anak sudah diperkenalkan doa
Salam Maria dari orang tuanya. Orang
tua sangat senang putra-putrinya bisa
berdoa Salam Maria dengan baik dan
tekun. Doa Salam Maria adalah doa
permohonan kepada Bunda Maria,
Bunda Gereja. Menghormati Bunda Maria sebagai
ibu memberi simbol bahwa semua umat
juga menghormat ibu yang melahirkan
kita semua. Kita mencintai ibu dalam
suka dan dukanya. Itulah satu makna
Gerakan Rosario Merah putih dalam
lingkup keluarga basis.
Jika menilik pengalaman iman
umat dalam berdoa melalui Bunda
Maria, tentulah sangat beragam. Saya
mengingat bagaimana selalu berdoa tiga
kali Salam Maria setiap hari pada saat
ujian semester. Saya ingat bagaimana
mengharapkan pertolongan Bunda
Maria melalui doa Salam Maria dalam
saat kesulitan ekonomi, dalam menjaga
persalinan istri yang melahirkan putri
kembar, serta masuk ruang ICU.
Doa Salam Maria tidak hanya ‘manjur’
saat didoakan secara pribadi, tetapi
juga dalam doa Rosario bersama dalam
keluarga, lingkungan, dan komunitas
8
Mei 2016
lainnya. Almarhum RD Ferdinandus
Kuswardianto dalam homili pada
Novena Santa Maria (2013) di Bapindo
Plaza menyebut bahwa doa yang
diulang-ulang adalah sebagai mantra.
Umat secara berkelompok dan dalam
keluarga berdoa dan mengunjungi Goa
Maria juga merupakan pengalaman
iman yang hidup. Ziarah pada 9 paroki
di KAJ akan menjadi pengalaman baru
kita bersama.
Gerakan Rosario Merah Putih secara
nasional untuk menjaga keutuhan
Negara kita agar tetap ber-Pancasila,
tetap ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
mendoakan jiwa-jiwa para pahlawan
bangsa, para pemimpin negara
selalu memiliki budaya option for the
poor yaitu yang miskin, tersisih dan
teraniaya. Disamping itu kita menjaga
kekayaan alam Indonesia secara
bijaksana sebagai rahim bumi. Harapan
dan pengalaman hidup berbangsa dan
bernegara yang toleran, transparan dan
yang beradap serta tanpa diskrimanasi
menjadi tujuan bersama dalam
Kesatuan Negara Republik Indonesia.
Gerakan Rosario Merah Putih menjadi
pijakan kaki burung Garuda dan yang
dikalungkan di leher burung Garuda
bersama lima dasar negara kita
Pancasila.
Aku adalah si lembar kuning.
Di atas lembaran kertasku tertulis
doa yang dilantunkan oleh Santo
Yohanes Maria Vianney, doa
pembangunan gereja, bacaan kitab
suci, dan pengumuman gereja.
A
ku, si lembar kuning yang
awalnya mulus, kemudian
berubah bentuk menjadi
lipatan-lipatan kumal dan tergeletak
lusuh seperti sampah tak berharga
di bangku-bangku gereja setiap kali
perayaan ekaristi selesai. Perasaanku
campur aduk karena sering
diperlakukan tidak pantas seperti itu.
Sering aku harus menahan diri karena
oleh sebagian umat, aku diperlakukan
hanya sebagai pelampiasan rasa
bosan atau pengusir kantuk pada saat
mendengarkan homili dari Pastor yang
memimpin upacara agung Ekaristi.
Hai umat, bukan homilinya yang
membosankan, tetapi kalianlah yang
kurang membuka hati akan bimbingan
Allah. Terlintas juga pikiran nakal dalam
benakku ketika membayangkan para
umat pun harus mengalami menjadi
sampah seperti aku. Mereka pasti akan
nampak lusuh, kusut, muram, sedih,
dan sengsara. Hahaha… aku tertawa
sendiri membayangkan itulah yang
akan terjadi ketika doa-doa mereka
yang didaraskan sepenuh hati belum
dikabulkan oleh Allah. Ditunda dulu.
Dalam sekejap mata, mereka akan
Foto Ilustrasi : Komsos / Dani
bertingkah seperti orang yang sedang
menghadapi cobaan berat. Wajah
muram, tubuh lesu, tidak ada senyum,
kadang menutup diri. Aku menduga
mungkin muncul juga perasaan
perasaan menjadi ‘sampah’ karena
memandang Allah mengabaikan doadoanya.
Wahai umat Gereja Anak Domba
Paroki Yohanes Maria Vianney yang
budiman, camkanlah, aku ini adalah
bentuk nyata dari perkara-perkara
kecil seperti yang disabdakan Tuhan
Yesus (Lukas 16 : 10): ”Barangsiapa
setia dalam perkara-perkara kecil, ia
setia juga dalam perkara-perkara besar.
Dan, barangsiapa tidak benar dalam
perkara-perkara kecil, ia tidak benar
juga dalam perkara-perkara besar”.
Jangan jadikan aku sampah lusuh di
rumah Allah Yang Kudus. Perlakukanlah
aku penuh rasa syukur karena aku ada
untuk membantu kalian memahami
sabda Allah sebagai penuntun hidup di
dunia ini. Semoga kita semua semakin
memahami Injil dan hidup bahagia di
dalam nama Allah Bapa, Putra, dan Roh
Kudus. Amin. (Franciscus Adi Prasetyo)
Mei 2016
9
Keuskupan Agung Jakarta telah
menyiapkan program baru untuk
pendataan umat berbasis online
dengan nama BIDUK KAJ yang
merupakan singkatan dari Basis
Integrasi Data Umat Keuskupan
Agung Jakarta dengan alamat
website https://biduk.kaj.or.id/.
Foto : Komsos / Beny
L
atar belakang dari pembangunan
program BIDUK ini adalah upaya
Gereja KAJ mengembangkan
tata layanan pastoral berbasis
data dimana dengan data tersebut
menjadikan pelayanan pastoral
dapat terselenggara dengan baik dan
dapat dipertanggungjawabkan. Data
yang dikumpulkan pada gilirannya
diharapkan mampu untuk memberikan
informasi dalam merumuskan kebijakan
pelayanan pastoral.
Dikarenakan pendataan umat
perlu keterlibatan semua paroki di
Keuskupan Agung Jakarta, maka
Paroki St Yohanes Maria Vianney
Cilangkap pun, turut serta melancarkan
program tersebut dengan memberikan
sosialisasi terkait dengan program
BIDUK ini kepada para ketua lingkungan
di Gereja Anak Domba, Minggu
(24/4/2016).
Sosialisasi program BIDUK
disampaikan oleh Aloysius Gonzaga
Widodo selaku Sekretaris II Dewan
Paroki Harian (DPH) Paroki St
Yohanes Maria Vianney Cilangkap.
Dalam presentasinya, AG Widodo
memaparkan program BIDUK, tahapan
dan cara pengisian data umat secara
10
Mei 2016
online setelah dua minggu sebelumnya
telah diedarkan formulir data umat
melalui ketua lingkungan.
Ditegaskan pula oleh AG Widodo,
diharapkan ketua – ketua lingkungan
dapat mengisi data secara mandiri
dan apabila ada kendala maka para
ketua lingkungan tidak usah segan
untuk meminta bantuan dari DPH dan
Sekretariat Paroki.
Dengan mempertimbangkan datadata tersebut, program-program
pastoral bisa direncanakan dengan
tepat sehingga pelaksanaannya
pun membawa dampak positif bagi
perkembangan umat. Sebaliknya,
tanpa didasari data-data yang bisa
dipertanggungjawabkan, program
pastoral cenderung direncanakan
berdasarkan pertimbangan pribadi,
minat/kesukaan, asumsi-asumsi
pelayan pastoral, yang bisa tidak
sesuai dengan kondisi umat yang
hendak dilayani. Akibatnya, Gereja
menawarkan banyak kegiatan namun
tidak menjawab permasalahan dasar
umat secara tepat, bahkan bisa jadi
tidak membawa perubahan semakin
baik, ujar AG Widodo dalam mengakhiri
presentasinya. (Shella/Beny)
Foto : Gatot
S
ynesius Firmanto Gatot menjelaskan
bahwa sesuai Arah Dasar 2016-2020
Keuskupan Agung Jakarta, Rosario
Merah Putih merupakan salah satu
gerakan “Amalkan Pancasila”. Rosario ini
juga terbuat dari butiran-butiran manik
yang berwarna merah dan putih lengkap
dengan medali Kerahiman Allah yang
memerdekakan dan logo KAJ serta Salib
khas KAJ.
Tujuan dari warna rosario Merah putih
ini agar kita sebagai warga Indonesia
selalu ingat pada Sang Saka Merah Putih
dan mampu membangun kesadaran kita
di dalam peziarahan ini untuk berdoa
bersama Bunda Maria bagi keselamatan
Bangsa dan Negara. Berdoa dengan
menggunakan Rosario Merah Putih sama
seperti berdoa Rosario pada umumnya.
Intensi doa saja yang perlu ditambahkan
untuk Bangsa dan Negara.
“Sebagai wujud dan ungkapan devosi
kepada Bunda Maria maka dianjurkan
kepada setiap keluarga dapat membuat
rosario merah putih,”ujar Gatot dalam
akhir penjelasannya.
Peserta yang hadir dari OMK, Misdinar
dan Wakil Lingkungan serta individual
membuat meriah pertemuan tersebut.
Peserta menanyakan cara memasukkan
tali ke dalam Salib, bagaimana mengikat
tali pada segitiga liontin, dan bagaimana
menyambung tali yang kurang panjang.
Umat bergembira bersama dalam proses
latihan dan penyelesaian pembuatan
Rosario Merah Putih. Dengan demikian
diharapkan nantinya kepada setiap insan
di paroki St Yohanes Maria Vianney dapat
berdoa kepada Bunda Maria secara lebih
mendalam.(Theo)
Mei 2016
11
01
Membuat Rosario
Foto: Komsos / Wahyu
Dalam rangka menyambut Bulan Maria, anak – anak merangkai Rosario Merah Putih didampingi
oleh ibu – ibu muda di Lingkungan Maria Magdalena Wilayah IV, Minggu (1/5/2016)
02
Ziarah
Foto: Ari
Salah satu komunitas ziarah umat Paroki Cilangkap mengunjungi Puri Brata di Sanden, Bantul, Yogyakarta,
Jumat (6/5/2016)
12
Mei 2016
03
Ibadat Rosario
Foto: Komsos / Dani
Pada hari Selasa (10/5/2016) warga lingkungan Lingkungan St Agustinus, Wilayah V, Paroki St Yohanes
Maria Vianney melaksanakan Ibadat Rosario.
04
Ulang Tahun
Foto: Komsos / Dani
Komsos Gereja anak Domba, pada hari Minggu (15/5/2016) merayakan ulang tahun RD TAM Rochadi
Widagdo yang ke-58 di Pastoran Paroki St Yohanes Maria Vianney.
Mei 2016
13
Ketekunan bergumul dengan
doa, membawa Herman pada
sebuah pengalaman spiritual,
yakni beroleh penampakan
cahaya kerahiman ilahi pada
2001. Melalui cahaya ilahi
itu pula, Herman dikaruniai
berkat untuk menghadirkan
kesembuhan bagi orangorang di sekitarnya.
Foto : Komsos / Wahyu
S
ejak hijrah ke Jakarta dari Padang
tahun 1998, Herman yang saat itu
berusia 48 tahun, berkomitmen
untuk berdoa Novena Kerahiman Ilahi
secara rutin pada pukul 03.00 dini hari.
Memasuki millenium baru tahun 2001,
secara rutin pada pukul 15.00, lelaki
kelahiran Flores, 1 Agustus 1950 itu,
juga mendoakan kaum lemah, miskin,
tersingkir, cacat dan mereka yang sakit
(ia mengistilahkan KLMTCS).
Kepedulian mendoakan mereka yang
lemah, tidak lepas dari pekerjaan yang
digelutinya, yakni sebagai Manajer di
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Bangun Mitra Sejati, serta sebagai
Ketua Penggerak Paguyuban Penggerak
Swadaya Masyarakat. Pekerjaan itu
membuatnya bertemu beragam
14
Mei 2016
kelompok masyarakat, baik mereka
yang miskin, di penjara, terbelenggu
prostitusi, sakit, korban narkotika, dan
pengidap HIV/AIDS. “Saat itu saya berpikir, harus ada
yang mendoakan mereka secara
khusus, yang peduli kepada mereka
secara rohani, tanpa mereka tahu.
Secara fisik saya mungkin tidak bisa
berbuat banyak, tapi secara rohani saya
produktif mendoakan,” kata Herman,
yang merupakan warga di Lingkungan
Maria Magdalena, Paroki St Yohanes
Maria Vianney Cilangkap.
Pergumulan dengan doa itu pula
yang membawanya pada sebuah
penampakan cahaya kerahiman ilahi.
Pada suatu Kamis dini hari pukul 03.00
di tahun 2003, saat mendaraskan
doa di rumahnya, Herman seperti
melihat sebuah cahaya terang yang
menghampirinya. Entah apa yang
menggerakkan saat itu, secara perlahan
ia merengkuh cahaya itu menggunakan
tangan kiri. Saking gembiranya, ia lantas
berdoa mengucap syukur hingga pukul
05.00.
Sejak peristiwa itu, suami dari
Yohana Fransiska Puji Padmaningsih
ini tidak langsung menyadari bahwa ia
diberi karunia untuk menyembuhkan
lewat doa. Ia tetap menjalani rutinitas
kesehariannya dan tetap berdoa rutin.
Bagi Herman, doa seperti menjadi
nafas hidupnya. Ketekunan berdoa
itu pula yang menyertai karyanya
sebagai misionaris awam yang dikirim
dari Ruteng ke Padang pada tahun
1976 hingga 1998. Selain menjadi
pendamping bagi kaum muda dan
menjadi Direktur Radio Don Bosco milik
Keuskupan Padang, ayah dari dua anak
ini juga aktif mendampingi kelompok
pecinta alam di sana.
Herman baru menyadari diberi karunia
Tuhan untuk menyembuhkan lewat doa,
setelah rekoleksi katekis dan pamong
lingkungan tahun 2006 di Cibubur. Dalam
doa umat di pertemuan itu, secara
spontan ia mendoakan semua pasangan
muda yang belum juga dikaruniai anak.
Salah seorang peserta rekoleksi bernama
Daniel, ternyata tersentuh dengan
doanya. Daniel lantas meminta Herman
untuk mendoakan secara khusus, dirinya
dan istrinya, Clara.
“Iman kamu sudah pasti membuahkan
hasil,” kata Herman, menanggapi
permintaan itu. Ia pun mengajak
pasangan muda itu untuk berdoa rutin
bersamanya dari jarak jauh, setiap
hari Senin, Rabu, dan Jumat, pukul
22.00. Selang sebulan berikutnya, Clara
hamil. Pasangan muda itupun akhirnya
dikaruniai anak.
Pengalaman kedua, saat ia membantu
keluarga pemulung di Bambu Apus.
Keluarga muslim yang kurang mampu itu
memiliki anak perempuan SMA bernama
Indri. Pada saat itu, sang ibu tengah
mengandung hampir tiga bulan. Sekitar
pukul 24.00, Indri menelepon Herman
yang sudah dianggap seperti pamannya
sendiri. Indri dengan sedih menceritakan
kalau orang tuanya berencana
mengugurkan bayi dalam kandungan
itu karena tidak memiliki biaya untuk
merawatnya.
Mendengar kabar itu, Herman lantas
menemui keluarga itu dan meminta
untuk tetap mempertahankan janin
tersebut, meski keseharian keluarga itu
kekurangan. Herman lantas meminta
keluarga itu untuk rutin berdoa
bersamanya, sesuai iman masing-masing.
Secara rutin, Herman juga memberikan
air mineral yang telah didoakannya,
agar di minum sang ibu bayi itu sebagai
kekuatan. Ia juga memberikan ikan
hidup dan menyuruh sang ayah bayi itu
membuat kolam ikan untuk dipelihara.
Setelah cukup besar, ikan-ikan itu
dikonsumsi menjadi sumber protein bagi
keluarga tersebut. Hasilnya, sang bayi
lahir sehat dan keluarga itu berangsur
sejahtera.
Sejak dua pengalaman itu, kian banyak
orang dari berbagai kepercayaan yang
memintanya untuk didoakan. Prinsipnya
sederhana, ia meminta kepada cahaya
kerahiman ilahi, yang tak lain adalah hati
Yesus sendiri, untuk menyembuhkan
orang yang didoakannya.
“Saya hanya mengajak orang untuk
lebih dekat dengan Tuhan melalui doa.
Berkat kesembuhan yang mereka terima,
sejatinya akibat dari iman mereka itu
sendiri. Saya hanya membantu lewat
doa,” katanya. (wahyu/pasha)
Mei 2016
15
Oleh : RD Angga Sri Prasetyo
Banyak dari kita kerap kali berdoa untuk mohon sesuatu kepada Allah dengan perantaraan
Bunda Maria (bisa melalui novena, atau ziarah ke goa-goa Maria). Dan persis ketika banyak
orang mengatakan bahwa ia berdoa kepada Allah melalui perantaraan Bunda Maria,
muncul pertanyaan dalam benakku, bukankah Pengantara kita satu-satunya adalah Yesus
Kristus? Lantas bagaimana ‘kepengantaraan’ Maria itu perlu dimengerti?
A
da sebuah ungkapan menarik
tentang Maria, “De Maria
numquam satis”. Arti dari
ungkapan itu adalah bahwa Maria
tidak pernah cukup diperbincangkan,
diperdebatkan, dimuliakan. Konon,
ungkapan itu dicetuskan oleh para
ahli ilmu ketuhanan yang ingin
menunjukkan sekaligus menyanjung
besarnya nama Maria sebagai Bunda
Yesus. Namun demikian, ungkapan itu
sebenarnya perlu juga dikhawatirkan
karena memiliki cita rasa yang dapat
merelatifkan martabat dan daya guna
Pengantara tunggal antara Allah dan
manusia, yakni Yesus Kristus sendiri.
Maka, perlu kita tegaskan kembali
bahwa peranan Maria dan tugas Bunda
Tuhan Yesus itu sendiri serba khas,
tapi tidak pernah mengurangi atau
menambah sedikit pun pada peranan
Putranya (Lih. LG 62). Di satu sisi kita
percaya bahwa Yesus Kristus adalah
Pengantara satu-satunya. Namun di
lain sisi, penghormatan yang begitu
besar terhadap Maria, justru dapat
merelatifkan sifat ‘kepengantaraan’
Yesus Kristus itu sendiri. Maka
kita perlu mengerti perihal makna
‘kepengantaraan’ Maria.
16
Mei 2016
“peranan Maria dan tugas Bunda
Tuhan Yesus itu sendiri serba khas,
tapi tidak pernah mengurangi
atau menambah sedikit pun
pada peranan Putranya”
Perihal tentang Maria, Konsili Vatikan
II sendiri mencoba untuk menghindar
dari gelar ‘pengantara segala rahmat’,
meski dengan sedikit menahan diri,
juga turut mengungkapkan fakta
perihal ‘kepengantaraan’ Maria. Akan
tetapi fakta itu diwartakan sedemikian
rupa sehingga ‘kepengantaraan’
Kristus sendirilah yang utama.
‘Kepengantaraan’ Maria harus
dimengerti pada taraf bahwa semua
orang yang memerlukan keselamatan,
termasuk Maria sendiri, dan bukan
pada taraf satu-satunya Juru Selamat
yang membawa keselamatan. Hidup
surgawi Maria pada hakikatnya bercorak
pengantara dalam arti bahwa Maria
di surga mendoakan kita yang ada di
dunia. Hidupnya berupa tukar cinta
kasih yang sempurna dan sekaligus
keprihatinan yang penuh harapan.
Oleh : RD Rochadi Widagdo
Saat kita berdoa litani untuk Bunda Maria ada begitu banyak nama gelar sebutan
untuk Bunda Maria. Semua nama mengandung arti dan makna yang mendalam bagi
yang menyandangnya. Dengan deretan nama yang begitu panjang, menengarai
betapa Bunda Maria sangat berarti, berperan dalam kehidupan iman kita.
M
aria, nama yang sesungguhnya
singkat sederhana, namun
bergema di setiap hati yang
merindukan seorang Bunda yang
sempurna. Begitu banyak orang
merindukan ibu terutama saat kita
menderita. Kita selalu memanggilmanggil ibu, mama, biyung saat berada
dalam penderitaan; aduh ibu, aduh
biyung, dsb. Bunda Maria hadir saat
kekurangan anggur dalam perkawinan
di Kana. Beliau selalu hadir saat dunia
menderita (lihat Kisah Penampakan
Maria). Beliau akan hadir juga saat kita,
anak-anak-Nya menderita.
Kita semua berasal dari rahim ibu,
dibentuk di dalamnya. Ibu mempunyai
peran sangat penting dan besar dalam
diri kita.
Ibu yang baik melahirkan anak-anak
yang baik.
Ibu yang sempurna melahirkan anakanak yang sempurna.
Ibu Tuhan melahirkan anak-anak Tuhan.
Kita bersyukur diberi Tuhan Yesus
ibunya, Maria: “Ibu, inilah, anakmu!
Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya:
inilah ibumu” (Yoh.19:26-27) Anugerah terbesar dalam hidup iman
kita adalah Bunda Tuhan, Maria. Ibu Tuhan akan menjadikan kita anakanak Tuhan. Inilah jawaban paling jitu
bagi semua orang yang menderita, yang
rindu akan ibu yang sempurna. Ibu tidak hanya memberikan susu,
namun juga rahim yang penuh kasih
sayang, kelembutan hati dan hidupnya.
Yesus anak Maria, tumbuh
berkembang dalam rahim-Nya. Dan
jadilah Dia sebagai anak manusia dan
Anak Allah.
Kita bukan saja anak-anak manusia,
namun juga anak-anak Allah, anak-anak Bunda Maria. Sebutlah nama ibu Maria
dan jadilah anak-anak Allah.
Ya nama-Mu Maria, Bunda yang kucinta.
Merdu menawan hati segala anak-Mu.
Patutlah nama itu hidup di batinku.
Dan nanti kuucapkan di saat ajalku.
Ya nama yang keramat, perisai hidupku.
Dengan nama Maria, aku pasti menang.
Patutlah nama itu hidup di batinku.
Dan nanti kuucapkan di saat ajalku.
Bila hatiku risau, dan dirundung duka.
Kuingat nama ibu yang pasti menghibur.
Patutlah nama itu hidup di batinku.
Dan selalu kuucapkan hingga ajalku.
Mei 2016
17
1
2
3
4
6
5
7
9
8
18
Mei 2016
Ayo tulis doamu dan masukkan
kedalam amplop cinta untuk Bunda Maria
Rajin berdoa itu baik loooh :)
Ikuti langkah membuatnya seperti pada gambar dibawah ini ya.
1
2
3
4
5
6
Mei 2016
19
Foto : Komsos / Dani
Bernardus Eka Candra Mardika dan Vinsensius Dwi Candra Nugraha, merupakan
kakak beradik dari pasangan Fransiscus Sugiyanta dan Maria Christin, umat
lingkungan Paulus Wilayah IX Paroki St. Yohanes Maria Vianney.
B
akat mereka sebagai pemain
bulutangkis handal makin dikenal
sejak mengikuti pertandingan
Olahraga Cup antar OMK Wilayah.
Sebenarnya, bulutangkis memang
bukan hal yang terlalu asing bagi
mereka, karena selama empat tahun
mereka telah bergabung di klub
olahraga bulutangkis PB Garuda,
sebuah komunitas yang membina
anak-anak usia dini untuk menjadi
seorang atlet handal, Bernard dan
Vinsen telah membuktikan kerja keras
dan semangatnya dalam berlatih
dengan kerap menjuarai beberapa
pertandingan. Sebut saja meraih Juara
III dalam pertandingan Ganda tingkat
Kota Administratif Jakarta Selatan,
Runner Up dalam kejuaraan tingkat
daerah DKI Jakarta, dan sering terpilih
menjadi wakil untuk perlombaan antar
klub di Ibu Kota.
“Menjadi atlet itu memang tidak
mudah, apalagi kalau masih junior
seperti kami. Tetapi yang penting, dalam
berlatih harus terus semangat, jangan
mudah bosan, mau menerima masukan
dari pelatih dan selalu sportif disetiap
permainan,” ungkap Bernard siswa kelas
XI SMAN 105 Jakarta.
Dukungan orang tua dalam
20
Mei 2016
mengembangkan bakat kedua remaja
ini tidak pernah putus. Secara tidak
langsung, bakat sang ayah yang juga
aktif berolahraga, menurun kepada dua
anaknya. “Papa sudah main bulutangkis
sejak masih kuliah sampai kerja.
Makanya kami sering diajak untuk ikut
bermain,” tuturnya sambil bernostalgia
mengingat masa awal ia diajak oleh
sang ayah.
Bercita-cita sebagai seorang akuntan
publik dan atlet bulutangkis, Bernard
dan Vinsen juga memiliki niat mulia
dalam usianya yang masih terbilang
muda. Keinginan untuk membentuk
komunitas bulutangkis di Gereja Anak
Domba sempat terbesit dan menggebu
dalam hati mereka. “Kami ingin sekali
membentuk komunitas resmi untuk
merangkul teman-teman yang senang
olahraga bulutangkis. Bagi pasangan
kakak beradik ini, saling mendukung
disetiap latihan dan pertandingan
adalah hal yang utama. Keduanya
berprinsip untuk mendahulukan
sportivitas daripada juara tetapi dengan
cara yang tidak jujur. Bagi mereka,
berusaha untuk mengakui kelemahan
diri dan kekuatan lawan bermain dalam
pertandingan adalah harga mati sebuah
kemenangan. (fani)
Mei 2016
21
Rindangnya pepohonan yang
ada di lokasi Gua Maria
Mojosongo, menciptakan
suasana sejuk dan asri bagi
siapa saja yang berkunjung
kesana. Ditata dengan begitu
apik menjadikan peziarahan
penuh dengan kesan menarik.
Foto : Komsos / Beny
Lebih akrab dikenal dengan nama Gua Maria Mojosongo, gua
ini masuk wilayah Paroki SP. Maria Regina Purbowardayan
Surakarta. Tepatnya di Kampung Debegan, Kelurahan
Mojosongo, Kecamatan Jebres, Provinsi Jawa Tengah, sekitar
+ 3 km dari pusat Kota Surakarta.
22
Mei 2016
Para peziarah yang datang
biasanya membawa pulang
air suci yang dialirkan melalui
keran-keran yang tersedia di
sumber air Mojosongo. Selain
dapat menyegarkan tubuh,
kita pun akan mendapatkan
kesegaran jiwa.
Foto : Komsos / Beny
T
iba di lokasi, pintu gerbang
dengan dua patung besar
yaitu Bunda Maria dan Santo
Yusuf, menyambut pengunjung. Jika
akan melakukan ibadah jalan salib,
arahkan perjalanan ke bagian kanan.
Suasana sejuk dan asri tercipta berkat
rindangnya pohon. Anda juga bisa
memotong jalan langsung ke Gua
Maria melalui beberapa anak tangga di
sebelah kiri dan kanan.
Rute jalan salib berakhir di tempat
doa yang berhiaskan Salib Yubileum
berukuran besar dan patung replika La
Pieta (patung yang menggambarkan
tubuh Yesus di pelukan ibu-Nya Maria
setelah penyaliban Yesus), ukiran batu
berbentuk menyerupai Hosti Raksasa
bertuliskan “Aku lah kebangkitan
dan hidup. Barangsiapa yang percaya
kepada-Ku, ia akan hidup” (Yoh 11 : 25).
Tujuh buah pilar menjadi bagian
bangunan di tempat doa, yang
melambangkan tujuh sakramen. Tidak
itu saja, pada dinding di sebelah kiri
terdapat tulisan doa Bapa Kami dalam
beberapa bahasa yaitu Indonesia,
Jawa, Inggris, Latin. Tersedia pula
ruangan devosi dan bangku taman
yang melingkar di bawah pohon
rindang dipergunakan sebagai
tempat duduk. Untuk menyegarkan
tubuh, Anda bisa membasuh wajah
atau membawa pulang air suci yang
dialirkan melalui keran-keran yang
tersedia di sumber air Mojosongo.
Berdasarkan prasasti pembangunan,
Gua Maria ini diresmikan dan
diberkati oleh Uskup Agung Semarang
Mgr. Julius Darmaatmadja, SJ
pada tanggal 25 Desember 1983.
Sekelumit sejarah yang dapat menjadi
catatan, tempat ini sudah seringkali
dipakai untuk berdoa Rosario dan
memberikan pengalaman spiritual
bagi para peziarah.
Kerinduan umat terutama di Kota
Berseri yang hendak berdevosi
akhirnya terkabulkan dengan adanya
Gua Maria Regina Mojosongo. Hingga
saat ini aktivitas rutin yang dijalankan
adalah Misa Ekaristi setiap malam
Jumat pertama dengan dipimpin oleh
Para Pastor di Kevikepan Surakarta.
Bagi yang menghendaki ziarah
ke Gua Maria Mojosongo dapat
menghubungi Sekretariat Paroki SP.
Maria Regina Purbowardayan Telp:
(0271) 656620. (Beny)
Mei 2016
23
Foto : Komsos / Beny
Isu tentang lingkungan hidup kini menjadi salah satu isu yang mendesak untuk
disikapi oleh Gereja karena kepedulian pada lingkungan hidup adalah perwujudan
iman kristiani. Paus Fransiskus dalam ‘Laudato Si’ justru menegaskan bahwa
kepedulian dan upaya menjaga lingkungan hidup itu bukan pilihan melainkan
keharusan. Kemudian Gereja memberikan tanggapan atas isu lingkungan hidup ini
dengan adanya Seksi Lingkungan Hidup di setiap Paroki.
P
aroki St Yohanes Maria Vianney
Cilangkap telah memiliki Seksi
Lingkungan Hidup yang saat
ini di bawah koordinasi oleh Petrus
Chrysologus Agus Irianto atau yang
akrab dipanggil Ari. Pria kelahiran
Sragen, 14 Desember 1957 ini bukanlah
orang yang baru dalam kegiatan
pelayanan di gereja.
Pernah menjadi koster tanpa upah
di Paroki Santa Maria Fatima Sragen
semasa belia, aktif di Mudika (MudaMudi Katolik) semenjak lajang, hingga
saat ini aktivitasnya di gereja pun belum
surut. Ia pun tercatat sebagai Prodiakon,
24
Mei 2016
Ketua Lingkungan 3 periode sewaktu
di Paroki Aloysius Gonzaga Cijantung
dan pernah menjabat Bendahara DPH
Paroki, Ketua Wilayah IV dan Humas
PPG di Paroki Cilangkap.
Menjabat sebagai Seksi Lingkungan
Hidup memang sangat pas dengan
pekerjaannya saat itu sebagai General
Affair Service di salah satu perusahaan
swasta. Lingkup pekerjaannya
menyangkut rumah tangga perusahaan
seperti penanganan limbah, perawatan
gedung, dan perawatan aset.
Berdasarkan pengalamannya itu pula
lah, beliau juga pernah direkomendasi
“Lingkungan hidup harus dilihat
dari kacamata yang lebih holistik
atau menyeluruh, terutama karena
menyangkut kebutuhan hidup
orang banyak”
Foto : Komsos / Beny
oleh Alm. Romo Anto dalam pelatihan
Excellent Service dengan harapan
mampu meningkatkan kualitas pelayan
pastoral di gereja.
Menurut Ari, lingkungan hidup di
paroki bukanlah semata-mata hanya
berurusan dengan sampah atau
mengurusi tanaman. “Lingkungan hidup
harus dilihat dari kacamata yang lebih
holistik atau menyeluruh, terutama
karena menyangkut kebutuhan hidup
orang banyak. Yang perlu diperhatikan
dalam gereja adalah bagaimana
pengaturan sumur resapan sebagai
tampungan air, sistem pengolahan
limbah, antisipasi polusi yang dihasilkan
oleh sistem pendingin ruangan
gereja, pemasangan soundsystem
yang menghasilkan suara yang bagus,
landscape taman dengan tanaman yang
mampu menyerap karbondioksida,
tanggung jawab umat pada kebersihan
gereja,” ujarnya.
Ia lantas menambahkan bahwa paroki
yang ramah lingkungan merupakan
sebuah kerangka sistem, dimana gereja
menciptakan sebuah habitus baru
dengan berperan aktif memberikan
penyadaran pentingnya kepedulian
menjaga lingkungan hidup kepada umat.
Meskipun pembangunan gereja
belum selesai, Ari berharap bahwa
umat turut terlibat dalam aksi peduli
lingkungan hidup secara pribadi
maupun sosial. Mulai dengan
membuang sampah pada tempatnya,
memilah sampah, mengurangi
pemakaian styrofoam dan kantong
plastik, beralih dengan menggunakan
tas ramah lingkungan.
Pada intinya ada tiga jenis kegiatan
menuju paroki ramah lingkungan yaitu
kampanye/penyadaran, membuat
aturan pendukung dan aksi nyata. Di
akhir wawancara suami dari Elizabeth
Allyasih ini mengatakan, “Paroki ramah
lingkungan sudah seharusnya didukung
oleh umat. Tidak semata menjadi
tanggung jawab Seksi Lingkungan
Hidup saja. Motto saya, lebih baik saya
melayani daripada dilayani, dan tentu
menjalin kerjasama dengan seksi – seksi
yang lain di Paroki ini.” (Beny)
Mei 2016
25
Maria itu
Bunda Allah,
Bunda Gereja
dan teladan
hidup kita
26
Mei 2016
Mei 2016
27
28
Mei 2016
Download