Pengembangan Desain Pembelajaran Sains Berbasis Religius Lukman Hakim Abstract: Religion and science are important parts in human history. The adversary between these two does not have to happen, if we want to learn to make the religious ideas meet science, that actually has last for a long time. Religion based science learning, is one of the solutions that can make them meet. The learning process will be more effective, if the teacher can relate the nature phenomenon (science) to religious ideas. This way, the expectation of having future generation with good intelligence in science, and strong belief in God Almighty, can be achieved optimally. Key Words: learning, science, religion Sepanjang sejarah manusia, pertarungan antara sains dan agama seolah tak pernah berhenti. Di satu pihak, ada kelompok saintis yang tak pernah dianggap sebagai intelektual, tetapi kerjanya yang berpijak pada dunia empiris secara nyata telah mengubah dunia seperti yang kita lihat sekarang ini. Di pihak lain, ada para agamawan, kelompok yang secara tradisional menyebut dirinya sebagai kaum yang berhak berbicara semua ihwal tentang kebenaran. Kedua kelompok tersebut seolah tak pernah berhenti untuk saling klaim bahwa merekalah yang berhak menentukan kehidupan. Agama dan sains adalah bagian penting dalam kehidupan sejarah manusia. Bahkan pertentangan antara agama dan sains tak perlu terjadi jika kita mau belajar mempertemukan ide-ide religius dengan sains yang sebenarnya sudah berlangsung lama. Saat ini, di tengah-tengah kemajuan bidang teknologi dan pengetahuan, dunia dihadapkan pada berbagai krisis yang mengancam eksistensi manusia. Bahkan jauh-jauh hari Sayyed Hosen Nasr telah mengidentifikasi krisis eksistensi tersebut sebagai ancaman yang cukup serius. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa krisis eksistensi ini disebabkan karena manusia modern mengingkari kehidupan beragama. Hingga pada akhirnya mereka arogan terhadap agama bahkan tak jarang menolak keberadaan Tuhan. Kemajuan sains membawa dampak pada dinomorduakannya agama. Kenyataan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan kata lain, kematian agama di tengah kedigdayaan sains. Agama semakin tidak memiliki peran strategis dalam posisi manusia modern. Ini menyebabkan krisis spiritual melanda manusia zaman ini. Namun, di tengah krisis spiritual ini, kritik terhadap modernisme juga datang seiring semakin terasa hampanya hidup. Banyak para tokoh intelektual yang mencoba mengambil jalan tengah dengan memadukan sains dan agama. Sebutlah Fritjof Capra, seorang ahli fisika bertangan dingin yang menulis buku The Tao of Phisics mengungkap bahwa adanya paralelisme antara mistisisme timur (Konghucu, Konfusian, dan agama timur lainnya) dengan fisika baru (dalam hal ini sains modern). Paralelisme tersebut dapat menjadi penyatu manusia dalam memasuki kehadiran kemajuan teknologi ini. Menurut Fritjof Capra, keselarasan untuk menemukan ide-ide religius (baca: agama) dengan fisika (baca: sains) sebenarnya sudah berlangsung lama. Hal itu ditandai dengan ditemukannya rumusan fisika kuantum oleh Einstein yang mengawali Lukman Hakim adalah guru Sains Fisika SMP Nasional KPS Balikpapan 7 8 JURNAL PENDIDIKAN INOVATIF VOLUME 3, NOMOR 1, SEPTEMBER 2007 bangkitnya sains modern pasca kemelut berkepanjangan di awal abad ke-20. Albert Einstein dengan teori relativitasnya mengatakan bahwa tidak mungkin alam diciptakan dengan aturan yang tidak bisa diketahui. “Tuhan tidak (sedang) bermain dadu,” katanya. Baik sains maupun agama memiliki dua wajah, intelektual dan sosial. Agama bisa didekati dengan rasional dan empiris dan tidak melulu urusan hati. Sains pun sebaliknya bisa berwajah sosial, tidak melulu urusan rasional dan empiris. Sains mungkin telah berhasil melayani kemanusiaan tetapi ia juga menimbulkan senjata pemusnah massal yang justru mengingkari kemanusiaan. Di sisi lain, agama semakin hari semakin tereduksi oleh sikap para pemeluknya. Agama terus dilembagakan. Diakui atau tidak, banyak kasus yang dilakukan para pelaku komunitas keagamaan justru menyelewengkan toleransi yang dianjurkan oleh agama. Sudah saatnya kini kita menghilangkan dikotomi antara agama dan sains. Kita sudah lama merindukan sebuah hubungan yang harmoni antara ruh spiritualitas agama-agama dan sains. Saatnya agama dan sains menghadirkan kesadaran yang muncul lewat pandangan-pandangan yang lebih harmonis, holistik, serta jauh dari sistem oposisi biner yang diagungkan para penganut positivistik. Agama yang dulu sering tidak menerima penemuan-penemuan sains karena dianggap bertentangan dengan pemahaman wahyu, kini harus bersikap lebih inklusif. Sains yang sering dianggap bebas nilai sehingga melupakan nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan oleh agama juga harus membuat ruang yang lebih lebar bagi saran-saran kaum agamawan. Dengan mempelajari secara komprehensif, kita bisa mengetahui keselarasan relasi agama dan sains. HAKIKAT PEMBELAJARAN SAINS Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan sains di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Mata pelajaran sains berhubungan dengan mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. Kurikulum sains disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan sains secara nasional. Saat ini kesejahteraan bangsa tidak hanya bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, social, dan kepercayaan (kredibilitas). Dengan demikian tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan sains menjadi suatu keharusan. Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standar lokal saja sebab perubahan global telah sangat besar mempengaruhi ekonomi suatu bangsa. Industri baru dikembangkan dengan berbasis kompetensi sains dan teknologi tingkat tinggi, maka bangsa yang berhasil adalah bangsa yang berpendidikan dengan standar mutu yang tinggi. Pengembangan kurikulum sains merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta tuntutan desentralisasi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Kompetensi sains menjamin pertumbuhan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip alam, kemampuan bekerja, dan bersikap ilmiah sekaligus pengembangan kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlak mulia. HAKIKAT PEMBELAJARAN SAINS BERBASIS RELIGIUS Tuhan mempersilakan manusia untuk memikirkan alam semesta berikut isinya dan segala konteksnya. Kecuali Dzat Tuhan, karena alam pikiran manusia tidak akan pernah mencapainya. Hal Hakim, Pengembangan Desain Pembelajaran Sains Berbasis Religius ini adalah sebagaimana tercantum dalam sebuah hadits Nabi: “Pikirkanlah ciptaan Allah dan jangan memikirkan Dzat Allah, sebab kamu tak akan mampu mencapai-Nya”. Bahkan dalam QS Ar Rahmaan Ayat 33, Tuhan berfirman: “Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.” Menurut hemat penulis, apa yang disabdakan Nabi dan yang difirmankan Tuhan ini memberikan kesempatan kepada manusia untuk melakukan pemikiran dan eksplorasi terhadap alam semesta. Upaya penaklukan ruang angkasa harus dilihat sebagai suatu ibadah manusia yang ditujukan selain untuk memahami rahasia alam, juga demi masa depan kehidupan manusia. Pencarian ilmu bagi manusia agamis adalah kewajiban sebagai bentuk eksistensi keberadaannya di alam semesta ini. Ilmu pengetahuan dapat memperluas cakrawala dan memperkaya bahan pertimbangan dalam segala sikap dan tindakan. Keluasan wawasan, pandangan, serta kekayaan informasi akan membuat seseorang lebih cenderung kepada objektivitas, kebenaran, dan realita. Ilmu yang benar dapat dijadikan sarana mendekatkan kebenaran dalam berbagai bentuk. Orang yang berilmu melebihi orang yang banyak ibadah. Ilmu manfaatnya tidak terbatas, bukan hanya bagi pemiliknya, tetapi ia membias ke orang lain yang mendengarkannya atau yang membaca karya tulisnya. Sementara itu, ibadah manfaatnya terbatas hanya pada si pelakunya. Ilmu dan pengaruhnya tetap abadi dan lestari selama masih ada orang yang memanfaatkannya, meskipun sudah beberapa ribu tahun. Tetapi pahala yang diberikan pada peribadahan seseorang, akan segera berakhir dengan berakhirnya pelaksanaan dan kegiatan ibadah tersebut. Pada kenyataannya kita memang tidak bisa mencampuradukkan pola pikir sains dengan agama. Terdapat perbedaan cara pikir agama dengan sains. Agama memang mengajarkan untuk menjalani agama dengan penuh keyakinan. Sedangkan sebaliknya dalam sains, skeptisme dan keragu-raguan justru menjadi acuan untuk terus maju, mencari dan memecahkan rahasia alam. Sains seharusnya memang dapat diuji dan diargumentasi oleh semua orang tanpa memandang apapun keyakinannya. Semua penganut agama ha- 9 rus memahami bahwa bumi berputar mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya. Semua penganut agama harus paham bahwa sinar matahari dapat dikonversi menjadi energi. Karena hal ini memang terbukti melalui pendekatan sains. Belajar sains adalah juga belajar untuk memahami hakekat kehidupan manusia, dengan segala kekurangan dan keterbatasannya. Dengan belajar sains, kita belajar untuk rendah hati. Oleh karena itu, pembelajaran sains seyogyanya ditujukan untuk peningkatan harkat kehidupan manusia sebagai penghuni alam semesta ini. Dan hal ini telah secara eksplisit dikemukakan dalam semua kitab suci agama, tanpa perlu diperdebatkan atau dikait-kaitkan dengan kaidah sains. Sains sebenarnya dapat mempertebal keyakinan dan keimanan. Namun demikian iman juga dapat digoyahkan oleh sains seandainya dicampuradukkan dengan pemahaman agama. Pengkaitan fenomena alam dengan ayat-ayat suci secara serampangan bisa jadi malah akan memberikan pemahaman yang salah. Bagi para agamawan yang kurang memahami sains, tindakan ini akan menyesatkan. Sebaliknya, mengkaitkan sains dengan agama oleh mereka yang tidak atau kurang dibekali agama, bisa membuat kesimpulan yang diambil menjadi konyol dan menggelikan. Selain para ilmuwan perlu mempelajari dan mendalami agama, para agamawan seharusnya juga mempelajari ilmu pengetahuan alam. Dengan demikian tidak terjadi benturan yang terlalu besar, atau jarak yang terlalu lebar, yang memisahkan prinsip dan sudut pandang antara sains dan agama. IMPLEMENTASI DI SEKOLAH Pembelajaran sains berbasis religius merupakan suatu langkah yang revolusioner karena dapat mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu: memahamkan anak tentang konsep-konsep sains dan menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi permasalahan sekarang adalah bagaimana implementasi pembelajaran sains berbasis religius ini diterapkan di sekolah agar dua tujuan utama di atas dapat tercapai secara bersama-sama. Untuk menjawab permasalahan di atas, setidaknya ada dua metode pembelajaran. Pertama, bagi guru sains yang mempunyai kemampuan untuk JURNAL PENDIDIKAN INOVATIF VOLUME 3, NOMOR 1, SEPTEMBER 2007 10 menjelaskan kejadian-kejadian alam (baca: konsep sains) ditinjau dari agama, maka ini akan lebih efektif dan akan mendapatkan hasil yang optimal. Kedua, bagi guru sains yang kurang memahami hubungan antara kejadian-kejadian alam dengan penjelasan-penjelasan yang bersifat agama, maka hal ini dapat diatasi dengan cara team teaching antara guru sains dan guru agama. Guru sains menjelaskan tentang konsep-konsep sains sebagaimana biasanya dan guru agama menjelaskan tentang materi pembelajaran tersebut dari sudut pandang agama. Tabel 1. Tahapan Pembelajaran Sains Berbasis Religius No Tahap Pembelajaran Alokasi Waktu 1. 2. Konsep sains murni Ide-ide religius 4 jam pelajaran 1 jam pelajaran Evaluasi (assesment) dalam pembelajaran sains berbasis religius sudah memenuhi ranah penilaian dalam kurikulum berbasis kompetensi. Ranah yang dinilai dan bentuk evaluasinya antara lain: pertama, kognitif. Ranah ini meliputi tes tulis yang berhubungan dengan konsep sains secara umum dan hubungan antara sains dengan agama dan studi literatur tentang kejadian-kejadian alam yang dihubungkan dengan agama, misalnya studi tentang jagat raya yang dihubungkan dengan firman-firman Tuhan yang ada di dalam kitab suci. Kedua, psikomotorik. Ranah ini dievaluasi menggunakan rubrik aspek psikomotorik. Penilaian aspek psikomotorik diperoleh dari kegiatan praktikum sehari-hari. Aspek-aspek yang dinilai adalah mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan kegiatan, dan berkomunikasi. Ketiga, afektif. Ranah ini dievaluasi dari sikap siswa selama pembelajaran dan diluar pembe- lajaran. Penilaian afektif ini memang sulit karena guru tidak bisa menilai satu persatu siswa. Sehingga sebagai solusinya dapat menggunakan kuesioner sebagai penilaian afektif dan secara langsung penilaian pengaruh ide religius include di dalamnya. KESIMPULAN Pembelajaran sains berbasis religius adalah pembelajaran sains yang diintegrasikan dengan beberapa ide religius. Metode pembelajarannya bisa dipakai adalah team teaching antara guru sains dengan guru agama atau guru sains yang mampu menjelaskan hubungan fenomena alam dengan firman-firman Tuhan. Sedangkan penilaian (assessment) berupa kognitif, psikomotorik, dan afektif. Kalau semua hal di atas telah dilaksanakan dengan baik maka diharapkan dapat membentuk generasi yang tidak hanya cerdas dalam hal ilmu pengetahuan (sains) tetapi juga mempunyai rasa keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan melihat segala fenomena alam ciptaanNya. DAFTAR RUJUKAN Anonim. 2005. Renungan Jum’at. (Online), (www. pikiran-rakyat.com, diakses tanggal 1 Agustus 2007) Anonim. 2007. Sains dan Agama Peranannya dalam Kehidupan Manusia dan dalam Hakekat Kebenaran. (Online), (www.strategika.word press.com, diakses tanggal 1 Agustus 2007) Anonim. 2007. Tanpa judul. (Online), (www.pi kiran-rakyat.com, diakses tanggal 1 Agustus 2007) Anonim. Tanpa tahun. Tanpa judul. (Online), (www.asepbunyamin.wordpress.com, diakses tanggal 1 Agustus 2007) Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Standar Kompetensi. Jakarta: Depdiknas