BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides obliquus obliquus, Globigerinoides subquadratus, Globorotalia continuosa, Globorotalia mayeri, Globorotalia peripheroronda, Orbulina suturalis, Orbulina universa, dan Sphaeroidinellopsis seminulina seminulina. Kumpulan mikrofosil tersebut menunjukkan bahwa umur dari Formasi Ngrayong adalah N.9 - N.11 menurut zonasi Blow (1969) atau awal Miosen Tengah - tengah Miosen Tengah. 3.2.2.4 Lingkungan Pengendapan Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. Berdasarkan fosil-fosil foraminifera bentos yang ditemukan pada sampel yang diambil dari lokasi BG4, SD9, dan NG11 (Lampiran B), yaitu Elphidium sp., Ammonia sp., dan Triloculina sp., menunjukkan lingkungan pengendapan pada neritik tepi (klasifikasi Rauwenda dkk., 1984) atau pada kedalaman 5 - 20 m. Adanya foraminifera plangton pada sisipan batulempungnya menunjukkan lingkungan laut murni, dan jumlahnya yang sedikit menunjukkan lingkungan laut dangkal. Batupasir kuarsa dengan ukuran butir halus hingga sedang, bentuk butiran membundar tanggung hingga menyudut, adanya struktur sedimen laminasi sejajar dan perlapisan bersilang, menunjukkan mekanisme pengendapan arus traksi. Dari analisis-analisis di atas, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Formasi Ngrayong diendapkan pada lingkungan transisi - neritik tepi dengan mekanisme arus traksi dalam kondisi regresi. 3.2.2.5 Hubungan Stratigrafi Formasi Ngrayong memiliki hubungan yang selaras dengan Formasi Tawun yang ada di bawahnya. Hal ini didasarkan pada kemenerusan waktu pengendapan dan kedudukan lapisan batuan yang tidak banyak berubah. 39 BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.3 Formasi Bulu 3.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan Formasi Bulu membentuk morfologi punggungan homoklin di daerah Gunung Baladewa. Penyebaran satuan ini secara lateral menempati sekitar 15% dari luas daerah penelitian, ditandai warna biru terang pada peta geologi (Gambar 3.7 dan Lampiran E3). Singkapan umumnya dalam kondisi agak segar yang tersingkap hampir di seluruh Gunung Baladewa dan di daerah Kebon. Ketebalan formasi ini sulit diketahui karena pengukuran penampang stratigrafi sulit untuk dilakukan sebab terbatas dan tidak menerusnya singkapan. Namun, berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, ketebalan Formasi Bulu adalah sekitar 203 - 351 meter. 3.2.3.2 Ciri Litologi Formasi Bulu disusun oleh litologi batugamping bioklastik. Ciri litologi dari batugamping bioklastik pada pengamatan di lapangan (Foto 3.21 dan Foto 3.22) yaitu berwarna putih kekuningan, terpilah buruk, kemas terbuka, kompak, terjadi pelarutan, tersusun atas fosil foraminifera besar, koral, kuarsa, matriks berupa mikrokristalin kalsit. Berdasarkan pengamatan sayatan tipis pada sampel yang diambil dari lokasi AL3 (Lampiran A), ciri batugamping bioklastik yaitu terpilah buruk, kemas terbuka, berukuran 0,02 mm hingga 0,04 mm, butiran tersusun oleh mineral opak, foraminifera besar, foraminifera kecil, dan koral, matriks berupa lumpur karbonat, semen spari kalsit, porositas interpartikel. Hasil analisis sayatan tipis batugamping bioklastik ini menghasilkan nama packstone (Dunham, 1962). 40 BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.3.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel batugamping yang diambil dari lokasi AB2.10 (Lampiran B), dengan ditemukannya fosil-fosil foraminifera besar berupa Cycloclypeus sp. dan Lepidocyclina sp., maka diperoleh umur dari Formasi Bulu adalah Te5 - Tg mengikuti Klasifikasi Huruf Tersier Adams (1970) atau Miosen Awal - Miosen Akhir. Namun dilihat dari umur formasi yang ada di bawah dan di atasnya, yakni Formasi Ngrayong yang berumur N.9 - N.11 dan Formasi Wonocolo yang berumur N.15 - N.17, maka dapat disimpulkan bahwa Formasi Bulu terbentuk pada zona N.12 N.14 menurut zonasi Blow (1969) atau berumur tengah Miosen Tengah hingga akhir Miosen Tengah. 3.2.3.4 Lingkungan Pengendapan Formasi Bulu kemungkinan diendapkan pada lingkungan laut dangkal (zona neritik). Batugamping dengan fasies packstone menunjukkan bahwa Formasi Bulu terbentuk pada daerah dengan kemiringan lereng atau dalam sistem pengendapan karbonat (James, 1983 dalam Tucker dan Wright, 1990) berada di daerah fore reef. 3.2.3.5 Hubungan Stratigrafi Berdasarkan adanya suatu zona waktu yang hilang (datum gap) antara Formasi Wonocolo dengan Formasi Ngrayong, yaitu hilangnya zona N.12 - N.15 di bagian selatan daerah penelitian, dapat diinterpretasikan bahwa setelah pengendapan Formasi Ngrayong, di bagian selatan daerah penelitian terjadi lakun sedimentasi atau sebagai daerah tererosi. Dengan demikian, Formasi Bulu diendapkan setelah Formasi Ngrayong tererosi, dan dengan kemiringan lapisan yang berbeda dengan Formasi Ngrayong yang ada di bawahnya, maka dapat disimpulkan bahwa adanya bidang ketidakselarasan bersudut antara Formasi Bulu dengan Formasi Ngrayong. 3.2.4 Formasi Wonocolo 3.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan Formasi Wonocolo membentuk morfologi bukit-bukit dan lembah-lembah di bagian utara dan selatan daerah penelitian. Penyebaran formasi ini secara lateral 42 BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN menempati sekitar 22% dari luas daerah penelitian, ditandai warna hijau pada peta geologi (Gambar 3.7 dan Lampiran E3). Jurus lapisan pada formasi ini berarah relatif barat daya-timur laut dengan kemiringan lapisan sebesar 16° - 22°. Singkapansingkapan yang masuk ke dalam formasi ini tersebar di Kali Kedungtatang, Kali Wugu, Kali Ceper, Kali Gempol, dan Kali Bengir. Ketebalan formasi ini sulit diketahui karena pengukuran penampang stratigrafi sulit untuk dilakukan sebab terbatas dan tidak menerusnya singkapan. Namun, berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, ketebalan Formasi Wonocolo adalah sekitar 126 m - 518 meter. 3.2.4.2 Ciri Litologi Formasi Wonocolo dicirikan oleh napal dengan sisipan batugamping kalkarenit. Ciri litologi dari napal pada pengamatan di lapangan (Foto 3.23, Foto 3.24, dan Foto 3.25) yaitu berwarna abu-abu terang, agak lapuk, memperlihatkan struktur sedimen laminasi sejajar (Foto 3.26). Hasil analisis kalsimetri (Lampiran C) menunjukkan kadar CaCO3 sekitar 15% - 47%, sehingga termasuk ke dalam N-L, napal lempungan, sampai dengan napal (klasifikasi Pettijohn, 1957). Ciri litologi dari batugamping kalkarenit pada pengamatan di lapangan (Foto 3.27 dan Foto 3.28) yaitu berwarna abu-abu kecoklatan, terpilah baik, kemas tertutup, porositas sedang, kompak, besar butir pasir halus, tebal lapisan 20 cm hingga lebih dari 3 m. Berdasarkan pengamatan sayatan tipis pada sampel yang diambil dari lokasi KD10 (Lampiran A), ciri batugamping kalkarenit yaitu terpilah buruk, kemas terbuka, tersusun oleh butiran kuarsa, mineral opak, foraminifera kecil, dan alga, berukuran 0,03 mm hingga 0,25 mm, berbentuk membundar tanggung hingga menyudut tanggung, matriks berupa lumpur karbonat, semen spari kalsit, porositas interpartikel. Hasil analisis sayatan tipis batugamping kalkarenit ini menghasilkan nama packstone (Dunham, 1962). 43