ASPEK-ASPEK KEKUDUSAN J.C. Ryle Penerbit Momentum 2003 Copyright © momentum.or.id Aspek-aspek Kekudusan (Aspects of Holiness) Oleh: J.C. Ryle Penerjemah Editor Tata Letak Desain Sampul Editor Umum : Sonya Widjaja : Ellen Hanafi : Djeffry : Djeffry : Solomon Yo Copyright © 1999 by Grace Publications Originally published in English under the title, Aspects of Holiness Grace Publications Trust 175 Tower Bridge Road LONDON SE1 2AH England All rights reserved The Original work of this simplified version (Holiness Its Nature, Hindrances, Difficulties, and Roots) is available from: The Banner Of Truth Trust, The Grey House, 3 Murrayfield Road, Edinburgh, EH12 6EL, Scotland. All rights reserved Hak cipta terbitan bahasa Indonesia pada Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature) Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia. Copyright © 2002 Telp.: +62-31-5472422; Faks.: +62-31-5459275 e-mail: [email protected] Perpustakaan LRII: Katalog dalam Terbitan (KDT) Ryle, J.C., Aspek-aspek Kekudusan/J.C. Ryle, terj. oleh Sonya Wijaya – cet.1 – Surabaya: Momentum, 2003. xiv + 163 hlm.; 14 cm. ISBN: 979-8131-44-4 1. Kehidupan Kristen - Praktis 2003 2. Anugerah - Kekristenan 248.4 (dc20) Cetakan pertama: Februari 2003 Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi, publikasi, atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai satu bab. Copyright © momentum.or.id DAFTAR ISI Prakata Penerbit v Pendahuluan vii BAB 1 Dosa 1 BAB 2 Pengudusan 9 BAB 3 Kekudusan 23 BAB 4 Peperangan 33 BAB 5 Harga yang Harus Dibayar 41 BAB 6 Pertumbuhan 49 BAB 7 Pengharapan yang Pasti 57 BAB 8 Jadilah Seperti Musa 65 BAB 9 Lot – Sebuah Peringatan 71 BAB 10 Seorang Wanita untuk Diingat 79 BAB 11 Kuasa Kristus yang Besar 87 BAB 12 Mengenal Yesus Kristus 95 BAB 13 Gereja Kristus yang Sejati 105 Copyright © momentum.or.id iv ASPEK-ASPEK KEKUDUSAN BAB 14 Kristus Menuntut Gereja-gereja Menjadi Lebih Kudus 111 BAB 15 Mengasihi Kristus Adalah Bagian dari Kekudusan 117 BAB 16 Terpisah dari Kristus 123 BAB 17 Kehausan yang Dipuaskan 127 BAB 18 Kekayaan yang Tidak Terduga 133 BAB 19 Apa yang Dituntut Oleh Zaman dari Kita sebagai Orang Kristen 141 BAB 20 Kristus Adalah Semua … 149 Epilog 161 Copyright © momentum.or.id PENDAHULUAN Oleh RYLE S S elama beberapa tahun (dalam kehidupan Ryle – Ed.) saya berkeyakinan bahwa kekudusan praktis (practical holiness) dan penyerahan diri yang total kepada Allah (self-consecration to God) telah dilalaikan. Kesalehan (godliness) telah dihambat oleh keduniawian, penyerahan diri yang total kepada Kristus (personal devotion to Christ) hampir-hampir tidak ada lagi, dan standar kehidupan Kristen telah diturunkan. Pentingnya untuk “memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita” (Tit. 2:10) telah dilupakan. Tidak ada gunanya kita mengatakan bahwa kita mempunyai ajaran Injili yang baik jika tidak disertai dengan kehidupan yang kudus. Mengaku diri sebagai seorang Kristen yang percaya pada Alkitab tanpa disertai hidup yang kudus, akan segera ditengarai sebagai kepura-puraan, yang membawa celaan bagi kepercayaan kita. Namun sangatlah penting bahwa keseluruhan pokok bahasan ini harus dimengerti dalam terang ajaran Alkitab. Tujuan saya menulis buku ini adalah untuk menyelidiki dan menjelaskan apa yang sesungguhnya Kitab Suci ajarkan tentang masalah ini. Dan karena ada beberapa pemikiran yang salah mengenai hal ini yang diajarkan oleh sebagian orang, maka saya akan mengawali buku ini dengan mengajak Anda mewaspadai kesalahan-kesalahan tersebut. Copyright © momentum.or.id viii ASPEK-ASPEK KEKUDUSAN 1. Apakah bijaksana untuk mengajarkan, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang, bahwa kekudusan orang percaya diperoleh hanya melalui iman dan sama sekali tanpa usaha pribadi orang percaya itu? Tidak ada orang Kristen yang telah diajar dengan baik akan mengingkari bahwa iman kepada Kristus merupakan awal dari segala kekudusan. Sebelum kita percaya kepada-Nya kita tidak mempunyai kekudusan sama sekali. Tetapi dalam hal ini Kitab Suci dengan jelas mengajarkan kepada kita bahwa di samping mempunyai iman, orang percaya perlu melakukan usaha secara pribadi untuk hidup dalam kekudusan. Rasul Paulus yang menulis, “Hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah” (Gal. 2:20) juga menulis, “Aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya” (1Kor. 9:27). Di bagian lain kita membaca, “Marilah kita menyucikan diri kita. … Baiklah kita berusaha. … Marilah kita … berlomba dengan tekun” (2Kor. 7:1; Ibr. 4:11; 12:1). Menurut ajaran Kitab Suci, ada perbedaan antara bagaimana iman membenarkan 1 kita dan bagaimana iman menguduskan 2 kita. Iman yang membenarkan adalah kasih karunia yang kita terima hanya dengan percaya, berserah, dan bersandar pada Kristus (Rm. 4:5). Semua orang yang hanya dengan percaya kepada Kristus akan dibenarkan. Iman yang menguduskan adalah kasih karunia yang sama seperti pegas utama pada sebuah jam dinding yang mendorong orang percaya menuju kekudusan; “Hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih” (Gal. 5:6). Di seluruh Perjanjian Baru tidak ditemukan pokok bahasan tentang “kekudusan oleh iman.” Perjanjian Baru memang memberitahu kita bahwa kita dibenarkan oleh iman tanpa perbuatan hukum Taurat, namun tidak ada satu bagian Alkitab pun yang memberitahu kita bahwa kita dikuduskan tanpa disertai perbuatan hukum Taurat. Sebaliknya, kita belajar bahwa “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati” (Yak. 2:17). Copyright © momentum.or.id Pendahuluan ix 2. Apakah bijaksana untuk mengabaikan, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang, begitu banyak nasihat praktis untuk hidup dalam kekudusan yang ditemukan dalam Khotbah di Bukit dan pada bagian akhir surat-surat Paulus? Tidak ada orang percaya yang telah diajar dengan baik akan meragukan perlunya bergaul dengan Allah setiap hari dan membiasakan diri untuk secara teratur mendekatkan diri kepada Tuhan Yesus Kristus dalam doa dan saat teduh pribadi. Tetapi Perjanjian Baru tidak merasa cukup mengajar kita hanya hal-hal yang umum. Sebaliknya, kita mendapati bahwa Perjanjian Baru berbicara tentang banyak hal yang mendetail dan hal-hal yang khusus. Penggunaan lidah kita, perangai kita, kecenderungan alami kita, perilaku kita sebagai orangtua atau anak, tuan atau hamba, suami, istri, pemerintah, rakyat, kelakuan kita di kala sakit atau sehat, di kala kaya atau miskin – semua ini adalah perkara-perkara yang dibicarakan Alkitab secara mendetail. Kekudusan lebih daripada sekadar air mata dan keluhan, gelora jasmani, denyut nadi yang lebih cepat, cinta yang menggebu-gebu kepada seorang pengkhotbah atau kelompok orang percaya. Kekudusan ialah “menjadi serupa dengan gambaran Anak [Allah]” (Rm. 8:29). Kekudusan ialah sesuatu yang dapat dilihat oleh orang lain, sampai pada bagian-bagian terkecil dari karakter, kebiasaan, dan perilaku sehari-hari kita. 3. Apakah bijaksana untuk mengajarkan bahwa adalah mungkin bagi orang percaya untuk mencapai suatu standar kekudusan yang sempurna dalam kehidupan ini sekarang? Tidak perlu diragukan lagi, bahwa dalam Kitab Suci orang percaya selalu didorong untuk mengusahakan diri supaya sempurna (2Kor. 13:11). Namun sejauh ini saya belum menemukan satu ayat pun dalam Alkitab yang mengajarkan bahwa kemerdekaan yang sempurna dan menyeluruh dari dosa itu bisa terjadi atau telah dicapai dalam hidup ini oleh orang percaya, siapa pun dia. Kesem- Copyright © momentum.or.id x ASPEK-ASPEK KEKUDUSAN purnaan yang komparatif memang dapat diterima, tetapi kesempurnaan yang harfiah dan mutlak tidak pernah diakui keberadaannya bahkan oleh orang-orang kudus yang paling hebat sekalipun dari abad mana pun juga. Dan orang-orang kudus dalam sejarah Alkitab seperti Daud, Paulus, Yohanes, tidak ragu-ragu untuk menyatakan bahwa mereka menyadari adanya kelemahan dan dosa di dalam hati mereka sendiri. Saya terpaksa menyimpulkan bahwa orang-orang yang mempercayai kesempurnaan tanpa dosa dalam kehidupan di dunia ini adalah orang yang tahu sedikit sekali tentang natur dosa atau kesucian Allah. Saya memprotes ajaran yang tidak alkitabiah seperti ini karena merupakan khayalan yang berbahaya. Hal itu menimbulkan perasaan muak pada orang-orang yang berpikiran jeli dan menjauhkan mereka dari iman Kristen, karena mereka sadar bahwa ajaran itu adalah keliru. Hal itu juga membuat tertekan sebagian anak-anak Allah yang terbaik karena merasa bahwa mereka jauh dari kemungkinan untuk mencapai kesempurnaan seperti itu, dan membuat orang-orang yang lemah imannya menjadi sombong ketika membayangkan bahwa mereka telah mencapai sesuatu padahal tidaklah demikian. 4. Apakah bijaksana untuk menyatakan dengan begitu yakin, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang, bahwa Roma 7 bukan menjelaskan pengalaman orang kudus, melainkan pengalaman orang yang belum dilahirkan kembali? Ini merupakan pokok bahasan yang sudah diperdebatkan sejak zaman Paulus. Namun harus ditekankan bahwa semua tokoh Reformator, orang Puritan, dan banyak mahasiswa Alkitab lainnya setuju bahwa Paulus di sini menjelaskan pengalaman hidup orang Kristen. (Ryle menyertakan sederet daftar nama, termasuk Haldane dan Owen, yang membela pendapat bahwa saat itu Paulus sedang menulis pengalaman pribadinya). Mengabaikan pendapat Copyright © momentum.or.id Pendahuluan xi yang berbobot dari para Reformator dan orang Puritan ini tentunya tidak bijaksana, bukan? 5. Apakah bijaksana untuk memahami pernyataan “Kristus di dalam kita” dengan cara sedemikian rupa sehingga mengesankan sesuatu yang tidak alkitabiah? Tidak diragukan bahwa pernyataan “Kristus di dalam kita” adalah sesuai dengan Kitab Suci (Rm. 8:10; Gal. 2:20; Ef. 3:17; Kol. 3:11). Sebagian orang dengan jelas mengatakan bahwa kita harus memahami kebenaran ini demikian: bahwa orang percaya tidak bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan, karena Kristus yang ada di dalam merekalah yang melakukan segala sesuatu! Hal ini tidak benar. Dengan berkata seperti ini berarti kita mengabaikan fakta bahwa kehadiran Kristus di dalam diri orang percaya ialah melalui kehadiran Roh Kudus di dalam mereka. Kristus sebagai Imam Besar kita yang dibangkitkan, secara khusus berada di sebelah kanan Allah Bapa untuk menaikkan doa syafaat bagi umat-Nya sampai Ia datang kembali. Roh Kudus, Penolong yang menyertai kita selama-lamanya (Yoh. 14:16), Dialah yang melaksanakan tugas khusus untuk mendorong kita terus bertumbuh dalam pengudusan. Jangan pernah lupa bahwa kebenaran yang diputarbalikkan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh sebagian orang yang telah memutarbalikkan kebenaran “Kristus di dalam kita” ini, adalah awal dari munculnya bidah-bidah yang membahayakan. 6. Apakah bijaksana untuk memisahkan pertobatan (conversion) dari pengudusan (consecration) atau “hidup yang lebih tinggi,” sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang? Ada pandangan yang mengatakan bahwa ada dua macam orang Kristen, yaitu orang Kristen yang sudah bertobat dan orang Kristen yang menikmati kehidupan yang lebih tinggi dalam suatu Copyright © momentum.or.id xii ASPEK-ASPEK KEKUDUSAN pengudusan yang sempurna. Dikatakan bahwa bisa terjadi lompatan yang tiba-tiba dan seketika dari pengalaman pertobatan ke pengalaman pengudusan, seolah-olah orang percaya itu memerlukan pertobatan yang kedua. Saya menduga bahwa orang-orang yang mengajarkan hal semacam ini mempunyai pandangan yang dangkal tentang pertobatan. Satu-satunya garis pemisah yang dibicarakan firman Allah ialah garis pemisah antara orang percaya dan orang tidak percaya, antara orang yang hidup secara rohani dan yang mati secara rohani. Di dalam masing-masing kelompok ini, tanpa diragukan lagi terdapat ukuran yang berbeda-beda tentang dosa dan kasih karunia. Bagi orang percaya, dibutuhkan pertumbuhan yang bertahap dalam kasih karunia, pengetahuan, dan pola pikir rohani. Tetapi lompatan tiba-tiba dan seketika dari pengalaman pertobatan ke pengalaman pengudusan tidak saya jumpai di dalam Alkitab. Saya sungguh meragukan apakah seseorang bisa dipertobatkan jika ia tidak dikuduskan oleh Allah. Seseorang selalu dapat semakin dikuduskan seiring dengan bertumbuhnya kasih karunia Allah di dalam dia. Tetapi memikirkan bahwa seseorang bisa mengalami kelahiran baru tanpa dikuduskan, bagi saya itu menandakan pemahaman yang buruk tentang apa arti pertobatan. 7. Apakah bijaksana untuk mengajarkan kepada orang percaya bahwa mereka tidak usah memikirkan pergumulan melawan dosa, sebaliknya cukup asal menyerahkan diri kepada Allah? Ungkapan serahkan dirimu muncul hanya di satu tempat dalam Perjanjian Baru (Rm. 6:13-19, versi King James). Dalam ayat-ayat itu, menyerahkan diri kita dimengerti sebagai kewajiban semua orang percaya. Namun kata “serahkan” bukanlah berarti menyerahkan diri kita secara pasif ke dalam tangan orang lain, melainkan lebih pada menyerahkan diri secara aktif agar berguna bagi orang lain, sebagaimana tertulis “Serahkanlah dirimu kepada Allah” (Rm. 6:13, versi New International). Copyright © momentum.or.id Pendahuluan xiii Ada dua puluh atau tiga puluh bagian lain dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa orang percaya tidak boleh duduk diam, tetapi harus bangun dan bekerja. Suatu peperangan, pertempuran, kehidupan tentara, pergumulan, dibicarakan sebagai ciri khas kehidupan Kristen. Kalau bukan begitu, mengapa kita harus mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah? (Ef. 6:10-18). Orang akan bersitegang untuk mencampuradukkan dua hal yang berbeda. Dalam pembenaran kita diajar untuk percaya, hanya percaya; dalam pengudusan kita diajar untuk berjaga-jaga, berdoa, dan bertempur. Saya sudahi pendahuluan saya sampai di sini dengan perasaan sangat khawatir. Saat ini (abad ke-19 – Ed.), ada suatu sikap di antara orang-orang yang mengaku diri Kristen yang membuat saya amat prihatin tentang masa depan. Di tengah banyak orang muncul ketidakacuhan yang luar biasa terhadap Kitab Suci dengan akibat kurangnya iman yang benar. Ada selera yang meningkat terhadap hal-hal yang berbau sensasi, ribuan orang akan berkumpul untuk mendengarkan pembicara baru dan doktrin baru tanpa mempertimbangkan apakah yang mereka dengar itu benar atau tidak. Kumpulan orang banyak, tangisan, dan emosi yang digairahkan tanpa henti, merupakan satu-satunya perkara yang dipedulikan orang. Selama pengkhotbahnya “pintar” dan “menggairahkan,” maka banyak orang tampaknya mempunyai anggapan bahwa semua itu benar. Kerinduan hati saya dan doa yang saya panjatkan setiap hari ialah agar kekudusan bertambah dengan pesat di antara orangorang yang mengaku diri Kristen. Dan saya percaya bahwa semua orang yang berusaha keras untuk mengembangkannya akan setia pada apa yang diajarkan Kitab Suci dan dengan hati-hati membedakan doktrin yang berlainan; “Jika engkau mengucapkan apa yang berharga dan tidak hina, maka engkau akan menjadi penyambung lidah bagi-Ku” (Yer. 15:19)." Copyright © momentum.or.id xiv ASPEK-ASPEK KEKUDUSAN 1 Membenarkan/Pembenaran. Membenarkan seseorang berarti menyatakan orang itu benar. Kata ini adalah kata yang berhubungan dengan hukum pengadilan; seorang hakim yang membenarkan seseorang, menyatakan bahwa orang itu berada dalam keadaan benar. Allah membenarkan orang percaya berdasarkan apa yang telah dilakukan Yesus Kristus bagi umat-Nya. 2 Menguduskan/Pengudusan. Pengudusan ialah karya utama Roh Kudus Allah di dalam diri orang percaya yang melaluinya Ia menjadikan orang percaya itu semakin kudus (dipisahkan bagi Allah). Karya ini tidak pernah sempurna dalam kehidupan di dunia ini, tetapi akan menjadi sempurna di sorga. (Definisi diambil dari A Dictionary of Theological terms, diterbitkan oleh Grace Publications Trust) Copyright © momentum.or.id 1 DOSA “… dosa ialah pelanggaran hukum Allah” (IYoh. 3:4) P P engetahuan yang benar tentang dosa merupakan dasar dari pemahaman yang benar tentang Kekristenan. Tanpa itu, kebenaran-kebenaran seperti pembenaran, pertobatan,1 dan pengudusan menjadi sekadar kata dan nama belaka. Hal pertama yang Allah lakukan ketika Ia menarik orang kepada diri-Nya ialah memberi mereka kesadaran batiniah bahwa mereka adalah pendosa-pendosa yang bersalah di hadapan-Nya. Sama seperti penciptaan dunia dimulai dengan datangnya terang (Kej. 1:3), demikian pula kesadaran baru tentang dosa ini merupakan permulaan dari penciptaan ulang kerohanian seseorang. Allah memberi terang di dalam hati kita melalui Roh Kudus dan kehidupan rohani kita pun dimulai (2Kor. 4:6). 1. Beberapa Definisi tentang Dosa Dosa merupakan penyakit moral yang luas sekali yang mempengaruhi seluruh umat manusia. Dosa terdiri dari perbuatan, perkataan, pikiran, atau khayalan apa pun yang tidak seturut dengan pikiran dan hukum Allah. Penyimpangan sedikit saja, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, dari kehendak dan karakter Allah yang dinyatakan adalah dosa, dan serta-merta membuat kita Copyright © momentum.or.id 2 ASPEK-ASPEK KEKUDUSAN bersalah di hadapan Allah. Terlalu mudah bagi kita untuk melanggar hukum Allah dalam pikiran atau kehendak kita meskipun tidak ada perbuatan jahat yang kelihatan. Dengan secara tak terbantahkan, Tuhan telah menempatkan masalah ini dalam Khotbah-Nya di Bukit (Mat. 5:21-28). Juga mudah sekali kita melanggar hukum Allah dengan tidak melakukan apa yang Ia perintahkan. Sekali lagi Yesus menyatakan ini dengan sangat jelas, “Ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum” (Mat. 25:41-43). Dan saya harus mengingatkan Anda bahwa mungkin saja kita melakukan dosa namun kita tidak menyadarinya. Israel, umat Allah, diajar tentang dosa yang tidak disengaja (Im. 4) yang dibenarkan oleh Tuhan Yesus ketika Ia berkata, “Barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima … pukulan” (Luk. 12:48). Baiklah kita ingat bahwa pengetahuan kita yang tidak sempurna bukanlah alasan supaya terlepas dari tanggung jawab atas perbuatan dosa kita. 2. Asal Mula dan Sumber Dosa Keberdosaan kita tidak bermula dari luar tetapi dari dalam diri kita. Itu bukanlah akibat dari pendidikan pada masa kecil, juga bukan didapat dari pergaulan dan teladan yang buruk. Tidak! Dosa adalah penyakit keluarga yang kita bawa sejak lahir, yang kita warisi dari orangtua pertama kita, Adam dan Hawa. “Dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang …” (Rm. 5:12). Bayi tercantik yang lahir tahun ini bukan “si kecil yang tanpa dosa,” melainkan si kecil yang berdosa. Cukup Anda mengamati bagaimana bayi itu berkembang, maka Anda akan segera melihat di dalamnya benihbenih kebohongan, perilaku buruk, sikap mementingkan diri sendiri, sikap menonjolkan kemauan sendiri, keras kepala, keserakahan, iri hati, hawa nafsu. Semua itu jika dibiarkan dan dituruti akan bertumbuh secepat rumput liar di kebun. Siapakah yang mengajar- Copyright © momentum.or.id Dosa 3 kan hal-hal ini kepada anak itu? Hanya Alkitab yang bisa menjawab pertanyaan ini! “Dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang” (Mrk. 7:21-23). 3. Mengenai Dampak Dosa Kita jangan sampai keliru mengenai hal ini; satu-satunya dasar yang aman untuk memahaminya ialah apa yang diajarkan Alkitab. “Segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata” (Kej. 6:5); “Betapa liciknya hati, lebih licik daripada segala sesuatu” (Yer. 17:9). Dosa ialah penyakit yang menjalar ke seluruh aspek pikiran kita; pengertian, afeksi, daya nalar, kehendak, semuanya tertular. Bahkan hati nurani dibutakan sehingga tidak bisa diandalkan sebagai pemandu yang pasti bagi perilaku yang benar kecuali hati itu diterangi oleh Roh Kudus. Semua ini bisa disembunyikan di balik perilaku yang santun. Memang benar bahwa banyak orang mempunyai keahlian yang mulia dan memperlihatkan kemampuan yang sangat hebat dalam hal seni, ilmu pengetahuan, dan kesusastraan. Tetapi fakta yang tidak dapat dipungkiri ialah bahwa kita “mati” dalam perkara-perkara rohani. Secara alami, kita tidak mempunyai rasa takut dan kasih dalam hati kita kepada Allah. Hal yang terbaik yang ada di dalam diri kita sedemikian dicemari oleh segala kerusakan dalam diri kita sehingga kontras antara keduanya justru menunjukkan besarnya dosa di dalam diri kita. Kuasa dosa itu begitu rupa sehingga bahkan setelah kita mengalami pertobatan oleh pekerjaan Roh Kudus dalam hidup kita, kita masih merasakan kekuatannya. Kita tidak pernah bisa membebaskan diri dari akar dosa di dalam kita. Bagi orang percaya, hanya ada satu hal yang bisa kita pastikan, yaitu bahwa oleh kasih karunia2 Allah di dalam diri kita, dosa diperlemah dan di- Copyright © momentum.or.id 4 ASPEK-ASPEK KEKUDUSAN kendalikan. Tetapi peperangan yang harus kita lakukan setiap hari antara keinginan daging dan keinginan roh membuktikan adanya kuasa dan daya tahan yang begitu luar biasa dari dosa. Saya tidak melihat adanya bukti yang lebih kuat mengenai keabsahan Alkitab tentang asal mula manusia daripada kenyataan adanya dosa dalam diri manusia secara universal. Jika kita menerima bahwa semua orang adalah keturunan dari sepasang suami istri, dan bahwa pasangan itu telah memberontak terhadap Allah, maka keadaan natur kemanusiaan kita menjadi mudah untuk dijelaskan. Jika kita menolak kisah dari kitab Kejadian, sebagaimana yang dilakukan beberapa orang, maka kita akan mendapat kesulitan untuk menerangkan dampak dan kuasa dosa yang luar biasa pada zaman ini. Berbahagialah orang percaya yang memahami fakta dosa dan yang dapat berkata, “Syukur kepada Allah yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus Tuhan kita,” sambil tidak pernah lupa untuk berjaga-jaga dan berdoa supaya jangan jatuh ke dalam pencobaan. 4. Mengenai Kejahatan Dosa Saya kira dengan konsep kita yang kurang memadai tentang dosa, kita takkan pernah bisa memahami kengerian dosa yang dahsyat dalam pandangan Allah yang suci. Seorang yang buta takkan bisa membedakan karya seni yang termasyhur dari rambu desa yang kasar; seorang tuli takkan bisa membedakan siulan yang sederhana dari suara organ yang hebat. Mari kita tanamkan dalam pikiran kita bahwa “Mata-Mu [Allah] terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman” (Hab. 1:13) dan bahwa oleh karenanya “Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati” (Yeh. 18:4). Bahkan dari bibir Tuhan Yesus kita mendengar kata-kata, “Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal” (Mat. 25:46). Ini Copyright © momentum.or.id