8Strategi Industrialisasi Neraca Pembayaran dan Pemulihan

advertisement
8
Strategi Industrialisasi Neraca
Pembayaran dan Pemulihan
Ekonomi Indonesia
Pendahuluan
Krisis ekonomi yang kita hadapi saat ini bukan semata-mata musibah
nasional, tapi lebih merupakan dampak dari strategi industrialisasi yang
ditempuh Indonesia dimasa lalu. Benar, bahwa semua negara-negara di
kawasan ASEAN mengalami krisis yang sama, tapi yang paling parah adalah
di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa strategi industrialisasi Indonesia
yang menentukan kokohnya fundamen ekonomi sangat rapuh.
Pilihan strategi industrialisasi yang ditempuh, biasanya di didukung
oleh kebijakan makro ekonomi termasuk kebijakan perdagangan. Sehingga,
akan mempengaruhi: alokasi sumber daya di masyarakat, pembiayaan
pembangunan, penggunaan hasil pembangunan dan orientasi pembangunan
(apakah melihat pasar dalam negeri/inward looking ataukah melihat pasar
luar negeri/outward looking). Oleh karena itu, strategi industrialisasi yang
ditempuh juga mempengaruhi neraca berjalan (current account) maupun
neraca pembayaran (balance of payment).
Kalau demikian halnya, maka bila terdapat masalah kendak seimbangan
neraca berjalan dan atau neraca pembayaran seperti yang kita hadapi saat ini,
maka perlu melihat kembali relevansi strategi industrialisasi kita. Menurut
saya, inilah reformasi ekonomi yang paling mendasar yang diperlukan
Indonesia agar keluar dari krisis ekonomi. Sayangnya reformasi ekonomi
yang ditawarkan IMF baru-baru ini, tidak menyentuh reformasi strategi
industrialisasi.
Pada makalah ini akan diuraikan bagaimana pilihan strategi industrialisasi
kita dimasa lalu dilakukan, mempengaruhi neraca transaksi berjalan dan
neraca pembayaran. Kemudian akan diuraikan, bagaimana reformasi strategi
industrialisasi yang harus dilakukan guna membangun kembali fundamen
ekonomi nasional agar Indonesia dapat keluar dari krisis ekonomi. Paling
sedikit dengan reformasi strategi industrialisasi, Indonesia tidak jatuh kedua
kalinya (pada masalah yang sama) dimasa yang akan datang.
R3_bab_8_Edited.indd 123
02/04/2010 17:19:50
Strategi Industrialisasi Neraca Pembayaran dan Pemulihan Ekonomi Indonesia
Strategi Industrialisasi: Sumber Malapetaka
Dimasa lalu, terdapat 3 (tiga) pemikiran strategi industrialisasi yang
berkembang di Indonesia. Pertama, Broadbased-Industry Strategy yakni
strategi industrialisasi berspektrum luas. Pada kenyataannya, strategi ini lebih
menekankan perkembangan industri-industri yang tidak berbasis dalam
negeri (footlose industry) yang bersumber dari relokasi industri dan atau
pengembangan industri negara lain. Contohnya adalah industri elektronika,
tekstil, otomotif, dan lain-lain. Kedua, Hi-tech Industry Strategy yang
mengutamakan industri-industri teknologi canggih berbasis impor, seperti
industri pesawat terbang, industri senjata militer, industri kapal, dan lainlain. Ketiga, strategi agribisnis yakni strategi pembangunan ekonomi berbasis
pertanian dalam negeri yang mengembangkan agroindustri.
Meskipun GBHN setiap Pelita selalu memberi titik berat industrialisasi
nasional pada agribisnis (bentuk pembangunan industri yang didukung oleh
pertanian), namun pada pelaksanaannya strategi yang dikembangkan adalah
strategi industri berspektrum luas yang dikombinasikan dengan strategi
industri canggih. Ciri khas dari pelaksanaan kombinasi strategi industrialisasi
ini antara lain adalah mega proyek, pembiayaan dengan mengandalkan
utang luar negeri dan sumber pemasukan modal lainnya, baik dalam bentuk
investasi langsung maupun dalam investasi portofolio, menggunakan bahan
baku/penolong, tenaga ahli impor serta melibatkan perusahaan swasta dan
Badan Usaha Milik Negara.
Untuk mendukung strategi industrialisasi tersebut, tentu saja kebijakan
makro ekonomi juga disesuaikan. Salah satu kebijakan makro yang paling
mendasar adalah kebijakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
(kurs rupiah) yang dibuat secara artifisial terlalu tinggi dari nilai keseimbangan
pasar (artificial overvalued exchange rate). Kebijakan kurs yang demikian, diluar
kebiasaan negara-negara sedang berkembang yang umumnya menerapkan
kebijakan kurs yang secara artifisial terlalu rendah dari nilai keseimbangan
pasar (artificial undervalued exchange rate). Dengan kebijakan kurs rupiah
tersebut, analog dengan mensubsidi impor sekaligus menerapkan pajak ekspor.
Sebagai contoh, bila kurs rupiah keseimbangan pasar adalah Rp 5000/US$,
kemudian pemerintah menetapkan kurs resmi sebesar Rp 2500/ US$, maka
setiap satu dolar impor hanya memerlukan Rp 2500 yang lebih sedikit dari
kurs mekanisme pasar yakni Rp 5000. Sementara itu, setiap satu dolar hasil
ekspor, hanya bernilai Rp 2500 yang lebih kecil dari yang seharusnya yakni
Rp 5000, Artinya, dengan kebijakan kurs rupiah yang overvalued tersebut,
ada insentif untuk mengimpor dan disinsentif untuk ekspor.
124
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_8_Edited.indd 124
02/04/2010 17:19:50
Strategi Industrialisasi Neraca Pembayaran dan Pemulihan Ekonomi Indonesia
Dengan strategi industrialisasi tersebut dan didukung oleh kebijakan
kurs rupiah yang overvalued, telah mendorong cepat perkembangan industriindustri yang berbasis impor disatu sisi dan menekan pertumbuhan industriindustri ekspor. Sehingga mempengaruhi kinerja transaksi berjalan maupun
neraca pembayaran (lihat Tabel).
Pertama, impor bahan baku makin meningkat dari tahun ke tahun dan
produksinya ditujukan terutama untuk pasar domestik (dolar gali rupiah).
Akibatnya neraca ekspor industri non-agribisnis makin lama makin besar
defisitnya. Bila tahun 1985 defisit perdagangan industri non-agribisnis masih
US$ 8.1 milyar, meningkat menjadi US$ 9.42 miliar pada tahun 1995.
Kedua, dalam melakukan impor bahan baku dan penolong juga
menggunakan jasa angkutan dan asuransi luar negeri. Selain itu juga di impor
tenaga ahli (konsultan), royalti, dll. Akibatnya ekspor neto jasa menjadi defisit
besar.
Ketiga, strategi industrialisasi yang didukung oleh kebijakan kurs yang
overvalued menekan pertumbuhan agribisnis dalam negeri, melalui berbagai
cara: (1) meningkatnya impor produk agribisnis (seperti 5 tahun terakhir)
karena subsidi nilai tukar, (2) tertekannya ekspor agribisnis karena “pajak” nilai
tukar, dan (3) tingginya suku bunga domestik karena dana tersedot pada mega
proyek (disamping tingginya biaya operasi dan pemeliharaan/maintenance
cost perbankan karena bangunan “mercu suar”). Namun demikian neraca
perdagangan agribisnis masih tetap surplus bahkan surplusnya meningkat
dari tahun ke tahun. Ini berarti sendainya tidak ada tekanan tersebut surplus
perdagangan agribisnis dapat lebih besar dari yang sekarang ini.
Keempat, besarnya defisit perdagangan non-agribisnis dan jasa
dibandingkan dengan surplus perdagangan agribisnis dan migas,
mengakibatkan terjadinya defisit transaksi berjalan dari tahun ke tahun.
Defisit transaksi berjalan tersebut makin lama makin membesar.
Kelima, defisit transaksi berjalan tersebut di tutup-tutupi oleh aliran
modal asing dan utang luar negeri, sehingga neraca pembayaran Indonesia
kelihatannya surplus dari tahun ketahun. Surplus neraca pembayaran tersebut
adalah semu, karena hanya surplus pada tahun berjalan dimana modal asing
(utang luar negeri masuk). Namun setelah itu, setelah bembayaran kembali
jatuh tempo, defisit yang sebenarnya baru terlihat. Saat itulah (awal Agustus
1997) awal terjadinya krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi,
resesi, depresi dan stagnasi seperti sekarang ini. Dengan kata lain, sumber
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_8_Edited.indd 125
125
02/04/2010 17:19:50
Strategi Industrialisasi Neraca Pembayaran dan Pemulihan Ekonomi Indonesia
krisis ekonomi kita adalah keroposnya fundamen neraca pembayaran kita
yang dibangun diatas strategi industrialisasi yang keliru.
Bagaimanapun pahitnya krisis ekonomi yang sedang kita hadapi, disadari
bahwa dibalik itu semua, mekanisme pasar (invisible hand-nya Adam Smith)
sedang melakukan koreksi terhadap strategi industrialisasi kita. Koreksi pasar
ini, suka atau tidak suka harus diakui baik oleh pemerintah, dunia usaha, dan
seluruh masyarakat. Pengakuan secara jujur akan koreksi pasar terhadap strategi
industrialisasi kita, merupakan dasar dari pemulihan ekonomi nasional.
Persoalannya adalah paling sedikit sampai saat ini, pemerintah tampaknya
belum (tidak?) mengakui koreksi pasar terhadap strategi industrialisasi. Hal
ini ditunjukkan antara lain, pertama, masih terfokusnya program pemulihan
ekonomi pada upaya penguatan rupiah, secara artifisial dan sangat jangka
pendek, melalui kebijakan moneter yang sangat kontraktif. Menurut
pendapat saya, kurs rupiah tidak perlu dipaksa menguat, biarkan mekanisme
pasar menemukan keseimbangannya. Hal yang diperlukan adalah stabilitas
kurs yakni mendorong ekspor tanpa harus berkonsekuensi pada impor bahan
baku. Kedua, tampaknya pemerintah masih ingin tetap mempertahankan
dan menyelamatkan industri-industri berbahan baku impor, meskipun pada
kenyataannya sudah bangkrut. Ketiga, belum ada program yang serius, untuk
mendorong agribisnis dalam negeri, yang nyata-nyata merupakan kelompok
industri yang mampu menyumbang ekspor neto selama ini dan pada masa
resesi saat ini masih mampu bertahan.
Saya khawatir bila cara-cara seperti itu yang dilakukan pemerintah, dalam
memulihkan ekonomi hanya berhasil dalam jangka sangat pendek. Kurs rupiah
dapat saja dipaksa menguat mendekati Rp 5000/US$. Namun segera setelah
target kurs rupiah tersebut dicapai, dunia swasta yang memiliki utang luar
negeri (meski berhasil dijadwal ulang 1-2 tahun lagi), akan memburu dolar,
untuk persiapan pembayaran utang dan untuk impor bahan baku. Kalau hal
ini terjadi, maka rupiah kembali terdepresiasi dan terjadi bersamaan dengan
musim kemarau, sehingga kurs ekonomi yang akan kita hadapi mungkin
lebih sulit dari yang telah kita alami selama ini.
Pemulihan Ekonomi Melalui Sektor Agribisnis
Kenyataan menunjukkan bahwa selain industri migas, sektor agribisnis
adalah penyumbang ekspor neto yang penting selama hampir 30 tahun
Indonesia membangun. Pada masa krisis ekonomi saat ini, sektor ekonomi
yang masih mampu bertahan adalah sektor agribisnis. Pengalaman ini
seharusnya menyadarkan kita semua (termasuk pemerintah), bahwa kita
126
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_8_Edited.indd 126
02/04/2010 17:19:50
Strategi Industrialisasi Neraca Pembayaran dan Pemulihan Ekonomi Indonesia
harus meninggalkan strategi industrialisasi berspektrum luas dan canggih
serta kembali ke strategi industrialisasi berbasis agribisnis.
Sektor agribisnis yang saya maksudkan mencakup 4 (empat) subsektor
yaitu: pertama, subsektor agribisnis hulu yakni industri-industri yang
menghasilkan sarana produksi (input) pertanian, seperti industri pembibitan/
pembenihan, industri pupuk, industri pestisida, industri alat dan mesin
pertanian dll; kedua, subsektor usahatani yang kita sebut sebagai pertanian
primer; ketiga, subsektor agribisnis hilir yakni industri yang mengolah hasil
pertanian primer menjadi produk olahan seperti industri ban dan produk
karet, industri minyak goreng dan oleo kimia, industri pengolahan ikan,
industri kayu lapis dan rayon, industri pengolahan hasil peternakan, dll. beserta
hasil kegiatan perdagangarmya; dan keempat, subsektor yang menyediakan
jasa bagi agribisnis seperti perbankan, transportasi, lembaga penelitian dan
pengembangan, kebijakan pemerintah, dll.
Dengan cakupan yang demikian, maka sektor agribisnis merupakan mega
sektor dalam perekonomian nasional, melibatkan seluruh wilayah nasional,
melibatkan dan menghidupi sekitar 80 persen penduduk Indonesia, menyerap
sebagian besar angkatan kerja nasional dengan berbagai kualitas dan berbagai
latar belakang sosial budaya.
Dengan menjadikan sektor agribisnis sebagai strategi industrialisasi
nasional akan mampu memulihkan ekonomi nasional dan membangun
fundamen neraca pembayaran Indonesia yang kuat dalam jangka panjang.
Dengan memberi prioritas pada percepatan pernbangunan sektor
agribisnis, akan mampu memberikan solusi bagi pemulihan ekonomi nasional.
Meningkatnya produksi produk-produk agribisnis akan meningkatkan
ekspor tanpa harus mengimpor bahan baku. Meningkatnya ekspor berarti
meningkatkan penawaran valuta asing (dolar) sehingga akan memperkuat
(apresiasi) rupiah secara gradual. Selain produk agribisnis untuk ekspor,
produk agribisnis bahan pangan juga meningkat, sehingga ketersediaan
bahan pangan didalam negeri juga meningkat. Mengingat harga-harga bahan
pangan masih merupakan komponen terpenting dalam menentukan laju
inflasi domestik, maka dengan peningkatan produksi pangan tersebut akan
dapat menurunkan laju inflasi yang sudah sangat tinggi saat ini. Kemudian
karena teknologi produksi agribisnis umumnya bersifat padat karya dengan
kisaran kualitas tenaga kerja yang sangat luas, maka peningkatan produksi
agribisnis dalam negeri akan diikuti dengan penyerapan tenaga kerja. Hal ini
dapat menurunkan pengangguran yang sangat tinggi saat ini. Turunnya inflasi
dan pengangguran serta stabilitas kurs rupiah yang reasonable, merupakan
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_8_Edited.indd 127
127
02/04/2010 17:19:50
Strategi Industrialisasi Neraca Pembayaran dan Pemulihan Ekonomi Indonesia
kondisi pulihnya (recovery) perekonomian nasional.
Dengan secara konsisten membangun sektor agribisnis maka dapat
meningkatkan produktivitas, diversifikasi produk agribisnis ekspor, diversifikasi
produk bahan pangan sedemikian rupa, sehingga akan meningkatkan ekspor
dan meningkatkan ketahanan pangan (food security), akumulasi penerimaan
valas hasil ekspor produk agribisnis akan meningkatkan cadangan devisa,
sehingga dapat membayar hutang luar negeri yang sudah terlanjur besar
selama ini. Kalaupun pinjaman luar negeri atau modal asing (capital inflow)
masih diperlukan, bila digunakan untuk pembangunan agribisnis ekspor
tidak akan menjadi beban berat, karena “dolar menjadi dolar”. Bahkan,
dengan meningkatnya produksi dan produktivitas sektor agribisnis berarti
meningkatkan pendapatan sebagian besar (seluruh) rakyat Indonesia.
Meningkatnya pendapatan rakyat ini akan meningkatkan penerimaan pajak
dan tabungan, sehingga selain dapat membiayai anggaran pemerintah dari
sumber domestik, juga dapat menekan gap tabungan-investasi. Itu berarti
pelaksanaan pembangunan nasional makin mengarah “rupiah menjadi dolar”
dan makin mengandalkan kemampuan sendiri, sehingga makin mengurangi
ketergantungan pada pinjaman luar negeri.
Keseluruhan hal diatas akan memperkokoh fundamen neraca pembayaran
Indonesia. Suatu neraca pembayaran yang dipotong oleh strategi industrialisasi
yang berakar di dalam negeri (sektor agribisnis) akan cukup kokoh dan tidak
mudah digoyahkan oleh spekulator. Kalaupun ada goncangan eksternal
(external shock) sebagai konsekuensi globalisasi, perekonomian nasional tidak
akan langsung “terjun bebas”. Kuatnya fundamen ekonomi suatu bangsa
bukan perekonomian yang tidak pernah mengalami goncangan, tapi ketika
goncangan datang mampu mengatasinya secepat mungkin, tanpa mengibarkan
bendera SOS.
Catatan Penutup
Untuk memulihkan perekonomian nasional, kita memerlukan reformasi
ekonomi yang paling mendasar yakni reformasi strategi industrialisasi, dari
strategi spektrum luas dan canggih kepada agribisnis. Sayangnya, reformasi
ekonomi yang ditawarkan IMF tidak menyentuh reformasi strategi
industrialisasi tersebut; sehingga mau kemana arah reformasi ekonomi
tidak sistematis. Seharusnya, konsep reformasi ekonomi yang dicanangkan
pemerintah sebagai IMF plus, plusnya adalah reformasi strategi industrialisasi
tersebut diatas. Sayangnya, plusnya ternyata adalah membagi-bagi sembako,
subsidi warteg dan menggali uang dalam parit (proyek padat karya).
128
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_8_Edited.indd 128
02/04/2010 17:19:50
Download