PENGARUH TINGKAT KESERINGAN MENONTON TELEVISI PADA JAM BELAJAR DAN KONTROL ORANG TUA PADA REMAJA DENGAN PERILAKU BELAJAR SISWA SMP MUHAMMADIYAH 1 SRAGEN TAHUN AJARAN 2008/2009 Disusun oleh: Arifin Johan Fuadi D 3204007 SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 PERSEMBAHAN Kepada : Ibu dan ayah tercinta Kakak dan adikku tersayang Sahabat-sahabatku tercinta almamaterku MOTTO Waktu adalah laksana pedang, Jika kita tidak pandai menggunakan pedang, niscaya pedang tersebut akan menebas diri kita sendiri ( Hadits) ABSTRAK ARIFIN JOHAN FUADI, Pengaruh tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orang tua pada remaja dengan perilaku belajar siswa SMP MUHAMMADIYAH 1 Sragen Tahun ajaran 2008/2009. Surakarta : Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) adanya pengaruh/sumbangan antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dengan perilaku belajar, (2) adanya pengaruh/sumbangan antara kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar, (3) adanya pengaruh/sumbangan secara bersama-sama antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar. Penelitian ini dilakukan di SMP MUHAMMADIYAH 1 Sragen yang mempunyai 879 siswa. Dari jumlah populasi tersebut diambil sampel sejumlah 90 siswa. Sampel diambil dengan menggunakan teknik random sampling dan teknik proporsional sampling. Teknik pengumpulan data ketiga variabel dengan menggunakan angket. Teknik analisis data dengan menggunakan korelasi product moment dan Regeresi dua prediktor. Pengolahan data dengan menggunakan program SPSS 10. Berdasarkan hasil pengolahan data dapat disimpulkan : (1) ada pengaruh yang signifikan tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dengan perilaku belajar (rx1y= - 0,436 sedang rtabel = + 0,267 pada α = 0,01 taraf signifikansi 99%) dengan besarnya sumbangan -44,8%, (2) ada pengaruh yang signifikan antara kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar (rx2y = 0,216 sedang rtabel = 0,205 pada α = 0,05 taraf signifikansi 95%), dengan besarnya sumbangan 23,8%, (3) ada pengaruh/sumbangan secara bersama-sama antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar siswa dimana besarnya sumbangan 23% di dalam populasi dan 24,7% di dalam sampel. ix KATA PENGANTAR Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat & hidayah-Nya. Sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH KESERINGAN MENONTON TELEVISI PADA JAM TINGKAT BELAJAR dan KONTROL ORANG TUA PADA REMAJA DENGAN PERILAKU BELAJAR SISWA” yang disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis telah mendapat banyak bantuan dan dukungannya dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Drs. H. Supriyadi. SN.SU selaku dekan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas Sebelas Maret. 2. Dra. HJ. Trisni Utami. M.Si selaku ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. 3. Dra. LV. Ratna Devi S, M.Si selaku ketua Jurusan Sosiologi Non-reg, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. dan selaku pembimbing dalam penulisan Skripsi. 4. Dra. Gerarda Sunarsih, MA selaku Pembibing Akademik. 5. Mulyono Raharjo S.Pd selaku kepala sekolah SMP MUHAMMADIYAH 1 Sragen yang memberikan ijin dan waktu kepada saya untuk penelitian. vi 6. Kepada semua angkatan mahasiswa sosiologi non-reg, khususnya kepada angkatan 2004 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih 7. Semua informan, terima kasih atas segala keterbukaan & keramahan, yang diberikan kepada saya, dan teman-teman yang telah banyak membantu kepada penulis dalam rangka menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi masih banyak kekurangan disana-sini. Oleh karena itu kritik membangun sangat diharapkan demi karya yang lebih baik. Surkarta, 2010 Penulis vii DAFTAR ISI COVER ........................................................................................................................ i HALAMAN JUDUL ................................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................. v KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi MOTTO ....................................................................................................................... viii ABSTRAK .................................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................................... x DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………...... 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………………… 6 C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………. 6 D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………... 7 E. Tinjauan Pustaka ……………………………………………………...... 7 E.1. Konsep yang Digunakan…………………………………………… 7 E.1.1 Tingkat Keseringan Menonton Televisi …………………… 7 E.1.2 Jam Belajar…………………………………………………. 10 x E.1.3. Kontrol Orang tua …………………………………………. 11 E.1.4. Remaja ………………………….…………………………. 12 E.1.5. Perilaku Belajar Siswa ………….………………………… 15 E.2. Teori yang Digunakan ………………………………………….... 17 E.3. Penelitian Terdahulu yang Menjadi Acuan ……………………… 27 F. Kerangka Pemikiran ……………………………………………………. 36 G. Variabel-variabel yang Digunakan……………………………………... 36 H. Hipotesis ……………………………………………………………….. 37 Definisi Konseptual ……………………………………………………. 37 J. Definisi Operasional …………………………………………………… 38 K. Metodologi Penelitian ………………………………………………….. 39 1. Jenis Penelitian …………………………………………………….. 39 2. Lokasi Penelitian …………………………………………………... 39 3. Sumber Data ……………………………………………………….. 40 4. Populasi dan Sampel ……………………………………………….. 40 5. Tehnik Pengambilan Sampel ………………………………………. 41 6. Metode Pengumpulan Data ………………………………………… 42 7. Teknik Analisa Data ……………………………………………….. 42 I. BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Deskripsi Responden …………………………………………………... 43 B. Deskripsi Lokasi ……………………………………………………….. 45 1. Lokasi Geografis …………………………………………………… 45 2. Keadaan Demografis ......................................................................... 46 3. Kondisi Fisik Gedung ……………………………………………… 51 4. Kegiatan Belajar Mengajar ............................................................... 52 xi 5. Program Sekolah …………………………………………………... 54 6. Tata Tertib …………………………………………………………. 57 7. Struktur Organisasi ………………………………………………… 58 BAB III DESKRIPSI DATA TINGKAT KESERINGAN MENONTON TELEVISI PADA JAM BELAJAR, KONTROL ORANGTUA, DAN PERILAKU BELAJAR A. Variabel Independen (Tingkat Keseringan Menonton Televisi Pada Jam Belajar) ............................................................................................ 62 B. Variabel Independen (Kontrol Orangtua Pada Remaja) ......................... 63 1. Indikator Perhatian Orangtua Pada Jam Belajar ............................. 63 2. Indikator Pengawasan Orangtua Pada Jam Belajar ......................... 64 3. Indikator Pengendalian Orangtua Pada Jam Belajar ....................... 66 C. Variabel Dependen (Perilaku Belajar Siswa) ......................................... 69 1. Indikator Tingkah Laku Siswa Dalam Menyelesaikan Tugas atau Pekerjaan rumah ................................................................................ 69 2. Indikator Usaha Siswa Untuk Memperdalam Materi Pelajaran Pada Jam Belajar ............................................................................... 71 BAB IV ANALISI S DATA A. Analisis Product Moment ……………………………………………… 74 B. Analisis Regresi Dua Prediktor ……………………………………….. 77 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………………………. 80 B. Saran ………………………………………………………………………... 85 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 87 LAMPIRAN ………………………………………………………………………… 89 xii DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Distribusi sampel penelitian ……………………………………………. 41 Tabel 2.1. Siswa SMP Muhammadiyah 1 Sragen berdasar kelas dan jenis kelamin tahun ajaran 2008/2009 ………………………………………. 47 Tabel 2.2. Daftar guru dan karyawan SMP Muhammadiyah 1 Sragen berdasar mata pelajaran yang diajarkan ……………………………… 48 Tabel 2.3 Jadwal pakaian seragam SMP Muhammadiyah 1 Sragen ……………. 58 Tabel 3.1. Tingkat Keseringan Menonton Televisi pada Jam Belajar ……………. 62 Tabel 3.2. Perhatian Orang tua pada Jam Belajar ……………………………….. 64 Tabel 3.3. Pengawasan Orang tua pada Jam Belajar ……………………………. 66 Tabel 3.4 Pengendalian Orang tua pada Jam Belajar ……………………………… 67 Tabel 3.5. Kontrol Orang tua pada Remaja ……………………………………… 69 Tabel 3.6. Tingkah laku siswa dalam menyelesaikan tugas belajar atau PR …… 70 Tabel 3.7. Usaha Siswa untuk memperdalam Pelajaran pada Jam Belajar …….. 72 Tabel 3.8 Perilaku Belajar Siswa …………………………………………………. 73 Tabel 4.1 Matrik korelasi antar variabel …………………………………………. 75 Tabel 4.2 Model Summary ……………………………………………………….. 78 Tabel 4.3 Koefisien regresi ………………………………………………………. 78 xiii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur organisasi SMP Muhammadiyah 1 Sragen .................... xiv 59 DAFTAR LAMPIRAN Surat Keterangan Pra-Survey ........................................................................... 89 Permohonan Ijin penelitian .............................................................................. 90 Surat Tugas ...................................................................................................... 91 Surat Keterangan penelitian ............................................................................. 92 Journal Internasional ........................................................................................ 93 Angket .............................................................................................................. 98 SPSS Regresion dan Correlations .................................................................... 101 Tabel Kerja Analisis regresi Dua Prediktor ..................................................... 102 Data dan Z-score .............................................................................................. 105 Tabel Signifikasi koefisien korelasi ................................................................. 108 Denah Lokasi ................................................................................................... 109 Denah Sekolah SMP Muhammadiyah 1 Sragen .............................................. 110 xv 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak-anak remaja adalah Generasi masa depan yang menjadi harapan bangsa. Di zaman yang modern ini banyak anak tumbuh dalam pengaruh lingkungan dan media informasi yang mengglobal. Mereka terabaikan oleh orangtuanya karena kesibukan kerja, bahkan sejak bayi ia hanya diasuh oleh baby sitter atau dititipkan nenek atau tetangganya. Orangtua beranggapan dengan memenuhi kebutuhan materinya berarti telah dapat memberikan kebahagiaan. Seharusnya orangtualah peletak pendidikan dasar terhadap anaknya. Kasih sayang dan perhatian orangtua akan menjadi landasan yang kokoh bagi rasa kemanusiaan seorang anak kelak jika ia telah dewasa. Namun sebaliknya, jika orangtua mengabaikan anaknya, disengaja maupun tidak, anak itu kelak menjadi manusia berkepribadian labil, indivisualis, mementingkan diri sendiri, dan tidak memiliki rasa perhatian terhadap kepentingan orang lain. (Ibnu Musthafa, 1992: 24) Saat ini bekerja sudah tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan keluarga, bukan lagi memenuhi kebutuhan pokok, bahkan lebih mengarah kepada mengejar kepuasan pribadi. Komunikasi antar anggota keluarga dianggap sebagai sesuatu yang tidak begitu penting. Anak-anak dibiarkan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Sementara itu, tantangan yang merusak 2 moral, sebagai dampak dari teknologi yang disalahgunakan dan yang terpulas oleh kepentingan ekonomi sudah tidak dapat terbendung lagi. Media informasi seperti televisi, yang seharusnya berpengaruh besar terhadap pendidikan, telah tercemar oleh kepentingan-kepentingan bisnis yang mengutamakan keuntungan semata. Seksualitas yang semestinya tertutup secara halus dan sopan, diobral menjadi bumbu-bumbu bisnis untuk menarik keuntungan. Batas-batas menonton film-film dewasa tak dapat dikendalikan, sehingga anak-anak yang belum cukup umur dengan leluasa menyaksikan adegan percintaan orang dewasa yang menyimpang dari moral dan agama. Dalam situasi ini anak-anak dididik menjadi dewasa lebih dini. Televisi merupakan media elektronik yang sangat mudah dimiliki oleh setiap keluarga dewasa ini. Harganya tidak terlalu mahal dan terjangkau oleh masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, sehingga hampir setiap keluarga memilikinya. Untuk mengakses acara televisipun juga tidak ditarik biaya, bahkan pajak televisi sekarang tidak ada. Pemirsa televisi bisa mendapat suguhan beragam acara dari stasiun televisi secara gratis. Stasiun televisi tersebut antara lain: ANTV, RCTI, SCTV, Indosiar, Metro TV, TV One, dan lain-lain. Kecuali stasiun TV tersebut juga terdapat beberapa Stasiun TV berlangganan, dimana untuk mengakses acaranya dengan ditarik biaya langganan, seperti ESPN, Astro TV, dan Indovision. Televisi telah dijadikan sebagai bagian dari upaya melepas lelah setelah seharian sekolah atau bekerja. Buat orang tua atau orang dewasa tidak terlalu menjadi masalah karena hanya untuk mengobati rasa capek. Buat anak-anak 3 atau remaja, televisi berubah tidak saja menjadi pilihan kegiatan di waktu luang, tetapi telah menjadi pilihan utama. Jadi bagus atau buruk, penting, tidak penting, luang atau sibuk, banyak tugas sekolah atau tidak, ada kegiatan atau tidak, tetap meng-on-kan televisi. Televisi memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Selain dapat menjadi sumber informasi, televisi juga dapat menjadi sumber hiburan yang murah dan menyenangkan. Aktivitas menonton televisi dapat menyita waktu belajar, beribadah, dan silaturahmi dalam keluarga. Dampak negatif yang ditimbulkannya dapat berupa peniruan peran, gaya hidup yang tidak sehat, dan pola hidup konsumtif. Karena itu bisa dimengerti, jika tudingan banyak diarahkan ke media televisi sebagai penyebab munculnya gaya hidup konsumeristik dan hedonistik. Langsung atau tidak langsung televisi berpengaruh pada perilaku dan pola pikir masyarakat Indonesia. (Sunardian Wirodono, 2006: ix) Dengan adanya televisi anak-anak cenderung menjadi malas dalam beraktivitas apalagi belajar. Setiap kali mereka merasa bosan, mereka tinggal memencet remote kontrol dan langsung menemukan hiburan. Bila ada perbedaan minat pada program acara dengan anggota keluarga yang lain dapat menjadi pertengkaran. Mereka seakan-akan tidak punya pilihan lain karena tidak dibiasakan untuk mencari aktivitas lain yang menyenangkan selaian menonton televisi. Olah raga menjadi tidak suka, kemandirian bekerja semakin berkurang, dan ingin seenaknya sendiri. 4 Efek negatif media televisi berpengaruh kuat terhadap masyarakat yang pasif dan tidak selektif. Masyarakat demikian akan menerima begitu saja setiap rangsangan (pesan) dari program acara yang ditayangkan oleh televisi. Pemancar televisi yang berorientasi profit cenderung menayangkan film-film yang laku dijual ke pemasang iklan dan yang diminati penonton. Film-film tersebut kerapkali tidak mencerminkan realitas. Namun karena film-film itu dibuat dengan memperhatikan prinsip-prinsip teori komunikasi, khalayak yang menonton akan mempersepsi seolah-olah realitas sebenarnya. Acara informasipun, cenderung menayangkan pembunuhan, perampokan, perkelahian dan sejenisnya. Adegan kekerasan mendominasi televisi nasional dan itulah yang terus-menerus dikonsumsi masyarakat Indonesia. Padahal adegan demikian dapat menjadi model-model agresif yang atraktif bagi pemirsa yang memiliki temperamen, kepribadian, atau kecenderungan kasar dan beringas. Informasi yang ditayangkan televisi sebetulnya mengacaukan hubungan dengan dunia kehidupan langsung dan mengajak pemirsa untuk menyesuaikan diri kepada suatu realitas sosial yang semu. Kebiasaan anak dan remaja menonton televisi dalam waktu yang panjang dapat mengkhawatirkan perkembangan intelektual maupun emosionalnya. Menurut Yayasan Pengembangan Media Anak hal itu disebabkan: pertama, belum terbentuk pola kebiasaan menonton televisi yang sehat. Televisi masih menjadi hiburan utama keluarga yang dikonsumsi setiap hari dalam waktu yang panjang tanpa seleksi yang ketat terhadap pilihan acara yang mereka tonton. Kedua, kebanyakan isi acara televisi kita tidak 5 aman dan tidak sehat.. Banyak acara televisi dengan kandungan materi untuk orang dewasa yang ditayangkan pada jam-jam anak biasa menonton dan kemudian disukai dan ditiru oleh anak-anak. Contoh yang ekstrim, peniruan adegan laga seperti smakdown/tinju dalam tayangan televisi oleh anak telah menimbulkan beberapa korban jiwa. Ketiga, lemahnya peraturan bidang penyiaran dan penegakannya. Pada umumnya kebiasaan menonton televisi anak luput dari perhatian orangtua. Anak dapat menonton televisi setiap saat bahkan pada jam-jam belajar. Acaranyapun anak bisa memilih sesukanya. Mula-mula anak belajar sambil menonton televisi, beberapa saat kemudian belajarnya berhenti dan konsentrasi pada televisi. Anak belajar di depan televisi merupakan akalakalan anak agar dapat menonton televisi tanpa gangguan dari orangtua. Kebiasaan seperti ini menjadi perilaku belajar yang tidak sehat. Tidak mungkin konsentrasi terbelah antara belajar dan televisi. Waktu menonton televisipun kalau dibiarkan tanpa kontrol dari orangtua, anak dapat menonton sampai larut malam. Anak lebih suka bercerita tentang perkembangan sepak bola nasional sampai dunia dari pada meluangkan waktu untuk membaca atau istirahat. Taraf perkembangan emosinya menjadikan anak-anak lebih impulsif (menurutkan) apa yang diinginkannya, menjadi tak terkendali, menirukan, dan mempraktikkan apa yang dilihat dan didengarnya. Televisi menjadi tidak mendidik bila pemanfaatannya tidak terkontrol terhadap waktu maupun selektivitas acaranya. Waktu banyak tersita ke televisi menjadikan semangat belajar 6 berkurang, menurunkan kreativitas, malas bekerja, malas ibadah bahkan bebal dalam menangkap nilai-nilai kebaikan. B. Rumusan Masalah Dari isu-isu di atas Penulis tertarik meneliti tentang pengaruh tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orangtua pada anak dengan perilaku belajar siswa. Masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Adakah pengaruh/sumbangan antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dengan perilaku belajar siswa? 2. Adakah pengaruh/sumbangan antara kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar siswa? 3. Adakah pengaruh/sumbangan secara bersama-sama antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar siswa? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah, ingin membuktikan: 1. Adanya pengaruh/sumbangan antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dengan perilaku belajar. 2. Adanya pengaruh/sumbangan antara kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar. 7 3. Adanya pengaruh/sumbangan secara bersama-sama antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai berikut: 1. Bahan kajian lebih lanjut bagi penelitian khususnya dalam bidang perilaku belajar dalam hubungannya dengan tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orangtua pada remaja. 2. Bahan masukan tentang aktivitas belajar siswa di rumah hingga ke sekolah. 3. Bahan masukan bagi tenaga pendidik, untuk mengarahkan dan memberi dorongan siswa dalam berperilaku belajar yang baik. 4. Sebagai syarat menyelesaikan gelar kesarjanaan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. E. Tinjauan Pustaka E.1. Konsep yang Digunakan E.1.1. Tingkat Keseringan Menonton Televisi Televisi terdiri dari istilah “tele” yang berarti jauh dan “visi” (vision) yang berarti penglihatan. Segi jauhnya diusahakan oleh prinsip radio dan sisi penglihatannya oleh gambarnya (Effendy, 1993:147). Perpaduan radio (broadcast) dan film (moving picture) 8 ini membuat penonton di rumah tidak mungkin menangkap siaran TV, kalau tidak ada unsur-unsur radio. Dan tidak mungkin melihat gambar-gambar yang bergerak tanpa pada layar pesawat TV, jika tidak ada unsur film (Effendy, 1993:148). Televisi adalah satu diantara sekian banyak media massa yang tengah berkembang. Meskipun demikian, perkembangannya terus menerus dan cepat. Hal ini terbukti dari makin banyaknya stasiun televisi swasta bermunculan. Ini dikarenakan media televisi memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan media lain yang lahir saat itu (Kuswandi, 1996:8) Keunggulan televisi sebagai media massa diantaranya televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar. Kekuatan gambar menjadi andalan media televisi, karena gambar yang disajikan bukan gambar mati melainkan gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan pada penonton. Ini jelas menguntungkan televisi untuk digunakan penonton karena sifatnya yang audio visual (Kuswandi, 1996: 23). Kedua, pesan yang disampaikan kepada penonton tidak mengalami proses yang berbelit (Effendy, 1993: 178). Ketiga, media televisi adalah mengusai jarak dan ruang karena media teknologi televisi telah menggunakan elektromagnetik, kabel dan fiber yang dipancarkan melalui transmisi. Dengan demikian sasaran yang dicapai untuk menjangkau massa cukup besar. Nilai aktualitas terhadap suatu 9 liputan atau pemberitaan itu sangat cepat. Daya rangsang seseorang terhadap media televisi cukup tinggi. Tingkat keseringan menonton televisi, menurut Hirsch diartikan sebagai seberapa banyak orang menonton televisi Pecandu berat televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan dan seringkali mempunyai sikap stereotip tentang peran ataupun hal-hal yang lain yang sering muncul di televisi. Pengaruh ini bergantung bukan hanya pada seberapa banyak orang menonton televisi tetapi juga pada faktor pendidikan, penghasilan, dan jenis kelamin penonton. Faktor-aktor tersebut mempengaruhi persepsi tentang dunia serta kesiapan untuk menerima gambaran dunia di televisi sebagai dunia yang sebenarnya. (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 65) Ardianto dan Erdiyana menyatakan bahwa tingkat keseringan menonton televisi adalah frekuensi penggunaan media televisi dengan menghitung berapa lama audience mengikuti program yang ditayangkan. Mengikuti program diartikan sebagai proses mental atau perhatian terhadap program yang ditayangkan dan bukan aktivitas sambilan. (Ardianto dan Erdiyana, 2004: 164) Sedangkan Hayuning Purnama Dewi mengemukakan bahwa tingkat keseringan menonton televisi adalah durasi penggunaan media televisi dalam satu hari atau satu minggu atau satu bulan. (Hayuning Purnama Dewi, 2007: 13) 10 Dari beberapa pendapat di atas, Tingkat Keseringan Menonton Televisi diartikan sebagai seberapa banyak waktu yang digunakan oleh seseorang untuk menonton televisi atau media gambar-dengar dengan menghitung berapa lama audience mengikuti program yang ditayangkan dalam satu hari atau satu minggu atau satu bulan. E.1.2. Jam Belajar Berkenaan dengan tayangan televisi, Ketua komisi D DPRD DIY Erwin Nizar (2008) menyatakan bahwa karena gandrung tontonan sinetron, anak-anak dan remaja rela melepaskan waktu untuk belajar malam hari, karena siaran dilakukan pada jam belajar. Pernyataan ini menyiratkan bahwa jam belajar adalah waktu untuk belajar malam hari. Gunawan Witjaksana (2007) mengemukakan bahwa pukul 18.00 – 20.00 anak-anak dan remaja dengan nikmatnya melahap tayangan televisi pada jam belajar, padahal sebenarnya mereka sadar jam-jam tersebut adalah waktunya untuk belajar. Jam adalah sebuah unit waktu. Dalam bahasa Indonesia, Jika ingin mengungkapkan "masa atau jangka waktu", digunakan kata 'jam' (contoh: Di sekolah selama delapan jam). (Wikipedia Bahasa Indonesia, 2009). Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional memberikan pengertian belajar dengan berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Jam belajar dapat diartikan sebagai masa 11 atau jangka waktu yang digunakan untuk berusaha mencari kepandaian atau ilmu. Dari beberapa pendapat di atas dinyatakan bahwa jam belajar adalah: waktu yang digunakan secara efektif untuk berusaha mencari kepandaian atau ilmu selama satu hari di luar jam untuk belajar di sekolah dalam satuan jam. E.1.3. Kontrol Orangtua Hasibuan Botung (2008) memberikan pengertian kontrol orang tua sebagai perhatian dan pengawasan orang tua yaitu pemberian kebebasan kepada anak untuk memilih dan berinteraksi dengan lingkungan dengan tidak dibiarkan begitu saja. Anak dapat berinteraksi lebih luas (dalam batas-batas yang bernilai positif) dan memiliki pengetahuan tentang norma-norma yang terdapat dalam agama maupun norma-norma yang ada di lingkungan masyarakat, di sekolah, dan di mana saja anak itu berada orang tua mesti harus memperhatikan dan memberikan pengawasan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Kontrol orangtua menurut Irwan Nuryana Kurniawan (2008) diartikan sebagai persepsi sekaligus penerapan pengawasan dan pengendalian kepribadian orangtua dalam menentukan perkembangan dan anak-anaknya. Pengawasan dan pengendalian orangtua tidak berhenti ketika anak menginjak remaja. Masa remaja adalah masa mencari identitas diri, sehingga pengendalian 12 orangtua sangat dibutuhkan untuk memberian arah yang tepat guna mengembangkan potensi yang dimiliki. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (2008) mengartikan kontrol sebagai pengawasan; pemeriksaan; pengendalian. Orangtua adalah ayah ibu kandung atau orang yang dianggap tua (cerdik pandai, ahli, dsb) atau orang-orang yang dihormati (disegani) di kampung; tetua. Pengertian ini menunjukkan bahwa kontrol orangtua adalah pengawasan dan pengendalian yang dilakukan ayah dan ibu kandung, cerdik pandai, dan orang yang dihormati. Dari uraian di atas pengertian kontrol orangtua adalah perhatian, pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh ayah dan ibu dalam menentukan perkembangan dan kepribadian anak. E.1.4. Remaja Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas (2009) menyatakan bahwa Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Di masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak - anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak - anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Menurut Piaget remaja didefinisikan dalam tiga kriteria yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Secara psikologis masa 13 remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Masa remaja adalah usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang dewasa melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat, mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok, tranformasi yang khas dari cara berpikir remaja memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan. (Ade Rahmawati Siregar, 1996: 14-15) Menurut Sarwono (2000) ditinjau dari kesehatan, WHO menetapakan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Selanjutnya WHO menyatakan walaupun definisi di atas didasarkan pada usia kesuburan wanita, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Sementara itu definisi remaja untuk masyarakat indonesia menurut Sarlito (1991) adalah menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan sebagai berikut: 1) Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak(kriteria fisik). 14 2) Dibanyak masyarakat indonesia, usia dianggap akil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial). 3) Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity, menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (Freud) dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget) maupun moral (Kohlberg) (kriteria psikologis). 4) Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orangtua. 5) Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun kehidupan bermasyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja disini dibatasi khusus untuk yang belum menikah Dari beberapa pendapat di atas dapat dinyatkan bahwa remaja adalah manusia yang berumur belasan tahun antara 11 sampai dengan 24 tahun yang masih menggantungkan diri dengan orang tua dan belum menikah. 15 E.1.5. Perilaku Belajar Siswa Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalah artikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial. (Wikipedia Bahsa Indonesia, 2008) Belajar adalah suatu proses atau usaha seseorang yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik berupa diperolehnya pengetahuan, sikap maupun ketrampilan baru. Kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar. Sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar (Herman Hudoyo 1988: 1). Menurut konsep sosiologi, belajar adalah jantungnya dari proses pembelajaran, pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk memelihara kegiatan belajar tersebut sehingga tiap individu yang belajar akan belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat (http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika). yang baik 16 Dimyati dan Mudjiono, mengemukakan bahwa perilaku belajar siswa adalah proses belajar yang dihayati, dialami, dan sekaligus merupakan aktivitas belajar dari berbagai sumber belajar di lingkungannya. Pengertian ini lebih menekankan bahwa perilaku belajar memposisikan siswa tidak sebagai obyek saja, akan tetapi juga sebagai subyek. (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 259) Axelrod mengemukakan bahwa perilaku belajar adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh murid, mulai dari duduk sampai segala aktivitas seperti melakukan kegiatan membaca, menulis, maupun berhitung. Skinner berpendapat bahwa ada dua jenis perilaku, yaitu perilaku tidak terkontrol dan perilaku terkontrol. Perilaku tidak terkontrol disebut dengan respondent atau classical behavior menghasilkan gerakan refleks, seperti air liur akan terbit jika melihat makananlezat. Sebaliknya, perilaku terkontrol yang disebut dengan operant behavior adalah perilaku yang muncul karena adanya peristiwa-peristiwa atau kejadiankejadian yang dikondisikan sedemikian rupa sebelumnya. (Vera Ginting, 2005: 5) Dari pendapat para ahli di atas dapat dinyatakan bahwa perilaku belajar adalah suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar dalam proses atau usaha secara sadar dengan melibatkan sosio-psikologi yang ditandai dengan perubahan tingkah laku 17 sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik diperolehnya pengetahuan, sikap, atau ketrampilan. E.2. Teori yang Digunakan Menurut Emile Durkheim, sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam, yaitu dalam bentuk material dan nonmaterial. Bentuk material, yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial inilah yang merupakan bagian dari dunia nyata. Bentuk nonmaterial, yaitu sesuatu yang ditangkap nyata (eksternal). Fakta ini bersifat intersubyektif yang hanya muncul dari dalam kesadaran manusia. Dalam penelitian ini ketiga variabel, yaitu tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar, kontrol orangtua pada remaja, dan perilaku belajar merupakan fakta sosial dalam bentuk nonmaterial. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi keluarga yang mengkaji perkembangan individu dalam konteks keluarga dan masyarakat. Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Setiap individu memiliki peran yang berbeda di dalam keluarga. Menurut Goode keluarga itu menyumbangkan hal-hal berikut kepada masyarakat: kelahiran, pemeliharan fisik anggota keluarga, penempatan anak dalam 18 masyarakat, pemasyarakatan, dan kontrol sosial. Perkembangan anak sangat ditentukan oleh kiprah orangtua. (Wlliam J. Goode, 1995: 9) Dinamika proses globalisasi saat ini, telah merasuki setiap sendi kehidupan baik dikehendaki atau tidak. Implikasi mendasar, berupa bertemunya beragam bentuk kehidupan yang melibatkan empat aspek kondisi manusia, yang oleh Robertson disebutkan sebagai: (1) masyarakat nasional, (2) individu, (3) system masyarakat dunia, dan (4) kemanusiaan. Hubungan keempat-empatnya dinamis, misalnya, antara masyarakat nasional dengan individu, sistem masyarakat dunia dengan kemanusiaan. Kemampuan diantara satuan-satuan aspek tersebut pada gilirannya menciptakan fenomena-fenomena baru. (Argyo Demartoto, 2007: 123-124) Perubahan sosial yang terjadi akibat persinggungan keempat aspek kondisi manusia di atas, secara sosiologis menimbulkan fakta-fakta yang ada di masyarakat. Persinggungan ini akan semakin terasa akibatnya dengan munculnya kemajuan media informasi termasuk televisi. Perwujudan perubahan dapat berupa kemajuan atau kemunduran, luas ataupun terbatas, cepat maupun lambat. Menurut Soemadjan dan Soemardi perubahan-perubahan sosial dapat mengenai norma-norma, nilai-nilai, pola-pola perilaku, organisasi, susunan dan stratifikasi kemasyarakatan serta lembaga kemasyarakatan. (Soemadjan dan Soemardi, 1974: 487) 19 Berbeda dengan media cetak yang lebih menitik beratkan pada sasaran intelektual, televisi menjadikan emosional sebagai sasaran utamanya. Media cetak seperti koran, majalah, tabloid dan sebagainya mengarahkan dominasi karyanya pada akal pembacanya, sedang televisi akan membawa penonton untuk lebih banyak melibatkan perasaannya. Oleh karena itu wajar bila penonton televisi dari anak-anak sampai orang dewasa mengikuti gaya/peran sebagaimana yang ditontonnya dalam televisi. Dengan kata lain televisi mampu menyulap sikap dan perilaku masyarakat. Effendy mengemukakan efek media televisi yang meliputi efek kognitif, efek afektif, dan efek behavior sebagai berikut: 1) Efek kognitif, adalah akibat yang timbul pada diri penonton yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini, media dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Melalui media televisi, individu memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah dikunjungi secara langsung. Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi pada masyarakat modern karena mereka memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media televisi. Singkatnya kognitif memiliki hubungan atau penalaran yang mempengaruhi proses penambahan pengetahuan pada pikiran manusia, yang menyebabkan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak jelas menjadi jelas. 20 2) Efek Afektif, televisi bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah, benci, kesal, kecewa, penasaran, sayang, cemas, sisnis, kecut dan sebagainya. Mungkin pengalaman pribadi pernah atau mengalam perasaan sedih dan menangis ketika menyaksikan adegan yang mengharukan dalam sinetron televisi atau dalam film. 3) Efek Behavior, merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Behavior bersangkutan dengan niat, tekat, upaya, usaha, yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Behavior disinggung diatas yang mempengaruhi ketertarikan terhadap media massa. Efek behavior tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa melainkan didahului oleh efek kognitif atau efek afektif. (Effendy, 1993: 318-319) Menurut Syaiful Imam (2007) televisi dapat mempengaruhi seseorang secara fisik, motorik, psikis, dan emosional. Dampak televisi dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) Dampak fisik – motorik Dampak secara fisik dan motorik seseorang yang keseringan menonton televisi ditengarai oleh kegemukan, gangguan tidur, gangguan pada otot mata, dan kemampuan motorik anak tidak terasah normal. Kegemukan disebabkan anak kurang bergerak dan banyak 21 makan-makanan ringan. Kegemukan merupakan salah satu faktor risiko utama bagi munculnya penyakit diabetes tipe-2 dan jantung koroner. Riset yang dilakukan Knights of Columbus Developmental Centre, Saint Louis Amerika Serikat menemukan hubungan antara televisi dan gangguan tidur pada anak. Seperti dikutip jurnal American Academy of Pediatrics, anak-anak yang terlampau lama menonton televisi, tidurnya akan kurang nyenyak, sering mengigau, dan terbangun di malam hari. Pandangan yang hanya ke satu arah, berpeluang menimbulkan gangguan pada otot mata. Karenanya, tidak disarankan menonton televisi dari jarak dekat. Efeknya memang tidak berkaitan dengan radiasi. Namun menyaksikan televisi kurang dari jarak 1,5 m akan menegangkan bola mata dan membuat mata jadi cepat lelah. Menonton adalah kegiatan pasif, kemampuan motorik halus dan kasar anak tidak terasah optimal. 2) Dampak psikis – emosional Dampak secara sosial dan emosional anak yang sering menonton televisi ditandai oleh miskinnya komunikasi, tidak pandai bergaul, gelisah, agresif, gemar berkata-kata kasar, impulsif, konsumtif, kurang semangat belajar, pola pikir sederhana, dan kurang konsentrasi. Dampak televisi perlu diantisipasi oleh orang tua. Goode mengemukakan bahwa anak manusia tidak dapat bertahan hidup, jika tidak ada orangtua yang telah disosialisir untuk memeliharanya. 22 Sosialisasi secara turun temurun menjadikan orangtua memiliki kewajiban moral untuk menanamkan nilai-nilai dan pengetahuan mengenai kelompoknya dan belajar mengenai peran sosial yang cocok dengan kedudukannya. (Wlliam J. Goode, 1995: 39). BKKBN (2006) mengemukakan cara membina Keluarga Bahagia Sejahtera melalui Program 8 Fungsi Keluarga: 1) Fungsi Keagamaan Keluarga adalah tempat pertama seorang anak mengenal agama. Keluarga juga yang dapat menanamkan dan menumbuhkan serta mengembangkan nilai-nilai agama, sehingga anak menjadi manusia yang berakhlaq baik dan bertaqwa. 2) Fungsi Sosial Budaya Manusia adalah mahluk sosial. Ia bukan hanya membutuhkan orang lain tetapi juga membutuhkan interaksi dengan orang lain. Setiap keluarga tinggal di suatu daerah dengan memiliki kebudayaan tersendiri. Keluarga sebagai bagian dari masyarakat yang diharapakan mampu mempertahankan dan mengembangkan sosial budaya setempat. Disamping itu keluarga juga mampu menanamkan rasa memiliki terhadap budaya daerahnya tetapi tidak berlebih-lebihan sehingga ia mampu menghargai perbedaan budaya daerah lainnya. 23 3) Fungsi Cinta dan Kasih Sayang. Mendapatkan cinta kasih adalah hak anak dan kewajiban orang tua untuk memenuhinya. Dengan kasih sayang orang tuanya, anak belajar bukan hanya menyayangi yang lainnya tetapi juga belajar menghargai yang lain. Membimbing dan mendidik anak dengan penuh cinta kasih akan membuat anak berkembang menjadi anak yang lembut, penuh kasih sayang dan bijaksana. 4) Fungsi Melindungi Keluarga mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung bagi anggota keluarga, dalam hal ini dimaksudkan bahwa keluarga harus memberikan rasa aman, tenang dan tentram bagi anggota keluarganya. Dalam ajaran Islam bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah diperolehnya rasa aman, tenang dan tentram. 5) Fungsi Reproduksi Salah satu tujuan perkawinan adalah melestarikan keturunan, karena itu pengembangan keturunan menjadi tuntunan fitrah manusia. Tidak mendapat keturunan bagi suatu keluarga akan mengurangi kebahagiaanya bahkan menjadi sebab penderitaan batin. 6) Fungsi Mendidik dan Sosialisasi Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anakanaknya. Keluarga selain berfungsi sebagai pendidik juga sebagai 24 pembimbing dan pendamping dalam tumbuh kembang anak baik secara fisik, mental, sosial dan spiritual. 7) Fungsi Ekonomi Pemenuhan kebutuhan berupa sandang pangan dan papan adalah kewajiban setiap orang tua, tetapi selain dari itu adalah bagaimana mendorong anggota keluarganya untuk hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan sehingga ia dapat menghargai setiap jerih payah yang telah dilakukan oleh orang tuanya. 8) Fungsi Pelestarian Lingkungan Kemampuan keluarga dalam pelestarian lingkungan merupakan langkah yang positif. Penempatan diri untuk keluarga sejahtera dalam lingkungan sosial budaya dan lingkungan alam yang dinamis secara serasi, selaras dan seimbang. Upaya pengembangan fungsi keluarga ini dimaksudkan sebagai wahana bagi keluarga agar dapat mengaktualisasikan diri dalam membangun dirinya menjadi keluarga sejahtera dengan difasilitasi oleh Institusi masyarakat sebagai lingkungan sosialnya dan dukungan kemudahan dari pemerintah. Baumrind berasumsi bahwa perilaku asuh yang normal dari orang tua berkisar seputar masalah kontrol. Meskipun orang tua berbeda-beda dalam cara mereka mengontrol atau mensosialisasikan anaknya dan berbeda pula dalam tingkat kontrol yang mereka terapkan, tetapi Baumrind berasumsi bahwa peranan utama semua 25 orang tua adalah mempengaruhi, mengajar, dan mengontrol anaknya. Dari hasil penelitiannya, Baumrind mengidentifikasi empat gaya asuh sebagai berikut: 1) Gaya asuh otoriter Orang tua dengan gaya asuh otoriter cenderung rendah dalam dimensi tuntutannya. responsifnya dan tinggi dalam dimensi Orang tua ini menciptakan lingkungan yang terstruktur dan tertata rapi dengan aturan-aturan yang jelas. Mereka menetapkan standar yang absolut untuk perilaku anaknya, menerapkan disiplin yang ketat dan menuntut kepatuhan yang segera, serta kurang menggunakan metode persuasi. Orang tua yang otoriter juga cenderung kurang menggunakan cara-cara persuasi yang lebih lembut terhadap anaknya; mereka tidak menunjukkan kasih sayang, pujian ataupun imbalan. Akibatnya, orang tua yang otoriter cenderung menciptakan model agresif dalam cara memecahkan konflik dan model interaksi sosial yang kurang ramah. (Moore 1992, dalam Didi Tarsidi 2007) 2) Gaya asuh permisif Orangtua dengan pola asuh permisif cenderung moderat hingga tinggi dalam dimensi responsifnya tetapi rendah dalam dimensi tuntutannya. Orang tua dengan gaya asuh ini menerapkan relatif sedikit tuntutan kepada anaknya dan 26 cenderung inkonsisten dalam menerapkan disiplin. Mereka selalu menerima impuls, keinginan dan perbuatan anaknya, dan cenderung kurang memonitor perilaku anaknya. Meskipun anaknya cenderung ramah dan mudah bergaul, tetapi mereka kurang memiliki pengetahuan tentang perilaku yang tepat untuk situasi sosial pada umumnya dan kurang bertanggung jawab atas perilakunya yang salah. (Moore 1992, dalam Didi Tarsidi 2007) 3) Gaya asuh otoritatif Orang tua yang otoritatif tinggi dalam dimensi responsifnya dan moderat dalam dimensi tuntutannya. Mereka memonitor dan menetapkan standar yang jelas bagi perilaku anaknya, bersifat asertif, tetapi pendisiplinan tidak intrusif ataupun restriktif. yang diterapkannya bersifat Metode suportif, tidak menghukum. Mereka menginginkan anaknya menjadi asertif dan memiliki tanggung jawab sosial, dan mampu mengatur dirinya sendiri (self-regulated) serta kooperatif. Gaya asuh inilah yang oleh Baumrind dan kolega-koleganya ditemukan paling fasilitatif dalam perkembangan kompetensi sosial selama awal masa kanak-kanak dan masa-masa perkembangan selanjutnya. (Moore, 1992 dalam Didi Tarsidi 2007) 4) Gaya asuh tak peduli Orang tua dengan gaya asuh “tak peduli” (uninvolved) rendah dalam dimensi responsifnya maupun dimensi tuntutannya 27 (Darling, 1999 dalam Didi Tarsidi 2007). Dalam kasus yang ekstrim, orang tua ini akan mengabaikan anaknya atau bahkan menolak kehadirannya, meskipun sebagian besar orangtua dengan tipe gaya asuh ini termasuk ke dalam kategori orang tua yang normal. (Didi Tarsidi, 2007) Menurut Dimyati dan Mudjiono, Perilaku belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: (a) sikap terhadap belajar, (b) motivasi belajar, (c) konsentrasi belajar, (d) kemampuan mengolah bahan ajar, (e) kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar, (f) kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan, (g) kemampuan berprestasi, (h) rasa percaya diri, (i) Keberhasilan belajar, (j) kebiasaan belajar, dan (k) cita-cita siswa. Sedang faktor eksternal meliputi: (a) sarana dan prasarana belajar, (b) lingkungan sosial siswa. (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 239) E.3. Penelitian Terdahulu yang Menjadi Acuan 1) Korelasi Konflik Anak - Orangtua, perkelahian Sesama Anak dan Kejahatan Remaja dengan Jumlah Jam Menonton Televisi Menurut Aji Baroto (2008), studi beberapa tahun terakhir terhadap 732 anak menyimpulkan bahwa konflik dengan orangtua, perkelahian sesama anak, dan kejahatan remaja ternyata erat kolerasinya dengan jumlah jam menonton TV. Anak yang sejak dini selama bertahun-tahun menonton tayangan mistis kelak akan 28 tumbuh menjadi orang yang selalu ketakutan dan kelak ketika dewasa ia akan mengambil keputusan hanya mengandalkan emosinya saja. Menonton TV juga akan mengurangi kemampuannya untuk menyenangkan diri sendiri dan melumpuhkan kemampuannya untuk mengemukakan pendapatnya secara logis dan sensitif. 2) Journal of Youth and Adolescence, Dr. Janet Hyde dan timnya dari University of Wisconsin meneliti 273 remaja yang berusia antara 13 dan 15 tahun. Penelitian ini mempelajari hubungan antara frekuensi menonton televisi dan hubungan keluarga dengan perilaku seks dini di kalangan remaja. Terlalu banyak menonton televisi, rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri, tingginya tingkat kekecewaan dan buruknya hubungan keluarga dapat menjadi rumus yang meningkatkan prilaku seks dini di kalangan remaja, demikian hasil suatu studi baru. Penelitian ini menyimpulkan : a. Sebanyak 15% dari mereka telah melakukan hubungan seks dini."Anak-anak yang melakukan perbuatan seks dini sangat tak mungkin untuk menggunakan pelindung sehingga menambah besar resiko kehamilan di kalangan remaja dan menderita penyakit yang menular melalui hubungan seks," kata Hyde. Salah satu faktor terbesar bagi hubungan seks dini oleh remaja adalah menonton televisi, sebagian karena program televisi 29 menggambarkan tingkat seksualitas yang lebih tinggi buat remaja dan orang dewasa dibandingkan dengan yang ada dalam kenyataan, kata para peneliti itu."Banyak ahli komunikasi mengatakan bahwa sewaktu kita menonton banyak bahan seperti itu, kita dibuat percaya bahwa itu nyata. Dalam kasus ini, anakanak yang banyak menonton TV percaya bahwa semua anak sebenarnya melakukan hubungan seks, sehingga mereka akan melakukannya juga atau mereka akan merasa terasing. ," kata Hyde yang melaporkan temuan timnya di dalam.TV juga seringkali tak menggambarkan konsekuensi negatif hubungan seks, seperti kehamilan yang tak dikehendaki atau penyakit yang menular melalui hubungan seks, katanya.Tetapi itu bukan satusatunya faktor resiko bagi remaja untuk memulai hubungan seks sebelum berusia 15 tahun. b. Anak perempuan yang telah melakukan hubungan seks secara dini memiliki penghargaan diri yang lebih rendah, hubungan yang buruk dengan orang-tua mereka, hidup bersama ibu tunggal atau orang-tua tiri, memperlihatkan tanda gangguan hiperaktif kekurangan-perhatian (ADHD), tak berprestasi di sekolah, dan lebih banyak menonton televisi. c. Anak laki-laki yang melakukan hubungan seks dini lebih lauh melewati masa puber, memiliki penghargaan diri yang rendah, memperlihatkan tanda ADHA dan gangguan pembangkangan- 30 penentangan (ODD), memiliki hubungan buruk dengan orangtua mereka dan juga lebih banyak menonton telvisi dibandingkan anak laki-laki lain. d. Para peneliti tersebut menyarankan agar semua faktor resiko mengenai seks dini oleh remaja ditangani dan orang-tua ikut dalam proses itu, selain guru dan pembimbing. Mereka juga menyerukan dilancarkannya program pendidikan seks menyeluruh sehingga remaja dapat melindungi diri mereka jika mereka melakukan hubungan seks. "Jika kita memiliki pendidikan seks yang menyeluruh sehingga anak-anak benarbenar dapat memiliki pilihan yang mereka ketahui dan melindungi diri mereka, itu adalah strategi yang jauh lebih baik. (http://www.republika.co.id) 3) Jurnal Ilmu Psikologi: dr. Brian A. Primack, seorang asisten guru besar pengobatan dan dokter anak di University of Pittsburgh School of Medicine melakukan penelitian bahwa “Keseringan nonton televisi bisa picu stress”. Sejumlah remaja yang dilibatkan dalam riset ini menghadapi keganjilan lebih banyak seperti depresi pada tujuh tahun kemudian. Risiko ini meningkat setiap jam menonton televisi dalam satu hari. Lebih dari 4.000 remaja berpartisipasi dalam riset tersebut diberikan pertanyaan pada 1995 soal jumlah jam yang mereka habiskan untuk menonton tayangan televisi, kaset video, bermain game komputer atau 31 mendengarkan radio. Mereka mengaku rata-rata setiap hari kurang lebih 5 sampai 7 jam termasuk 2 atau 3 jam nonton tayangan televisi. Tujuh tahun kemudian, responden yang sudah berusia 22 tahun, 308 atau 7,4% anak muda mengalami gejala yang setingkat dengan depresi. Insiden dari gejala ini secara langsung berkaitan dengan jumlah jam nonton televisi dan media elektronik lainnya yang dilaporkan pada awal riset. Banyak kejadian yang mengundang depresi pada tayangantayangan televisi dan kemungkinan adanya proses menginternalisasi kejadian-kejadian tersebut. Televisi banyak menayangkan berita-berita buruk dan tayangan berulangkali bisa memicu proses tersebut. Tayangan komersil TV juga bisa menimbulkan pengaruh. Kurang lebih 20.000 iklan televisi dalam satu tahun, dan proporsi besar dari tayangan itu mendatangkan fakta bahwa kehidupan tidaklah sempurna. Tayangan televisi mungkin juga menggantikan aktivitas sosial, intelektual dan atletik yang bisa melindungi diri dari depresi. Menonton televisi pada tengah malam bisa menggangu jam tidur yang normal yang penting bagi pengembangan intelektual dan emosi. (http://www.ilmupsikologi.com) 4) Menurut laporan dalam edisi Mei 2007 Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine, salah satu JAMA/Archives, yaitu Remaja yang menonton televisi selama tiga jam atau lebih per hari mungkin pada 32 peningkatan resiko kesulitan perhatian dan belajar pada usia remaja dan awal dewasa. Jeffrey G. Johnson, Ph.D., Columbia University College of Dokter dan Ahli Bedah dan New York State Psychiatric Institute, New York, dan rekannya mempelajari 678 keluarga di New York. Orang tua dan anak-anak diwawancarai tentang kebiasaan televisi dan masalah sekolah tiga kali antara 1983 dan 1993, ketika anak-anak rata-rata 14, 16 dan 22 tahun. Antara tahun 2001, dan 2004 ketika anak-anak dalam penelitian ini telah mencapai rata-rata usia 33, mereka memberikan informasi tentang mereka sekunder dan pendidikan pasca-sekolah menengah, termasuk apakah mereka lulus dari sekolah tinggi atau kuliah. Pada usia 14, 225 (33,2 persen) dari remaja melaporkan bahwa mereka melihat tiga atau lebih jam televisi per hari. "Televisi waktu melihat pada usia rata-rata 14 tahun dikaitkan dengan risiko tinggi untuk selanjutnya sering kesulitan perhatian, sering gagal untuk menyelesaikan pekerjaan rumah, kebosanan sering di sekolah, kegagalan untuk menyelesaikan sekolah tinggi, nilai yang buruk, sikap negatif tentang sekolah (yaitu, membenci sekolah ), kegagalan akademik keseluruhan di sekolah menengah dan kegagalan untuk mendapatkan pos-sekunder (misalnya, perguruan tinggi, universitas, sekolah pelatihan) pendidikan, "penulis menulis. "Asosiasi ini tetap signifikan setelah covariates dikontrol." Covariates ini termasuk 33 karakteristik keluarga dan masalah sebelumnya dengan pemikiran, pembelajaran dan memori. Para peneliti juga melakukan analisis untuk mengetahui 14 asosiasi antara perhatian dan masalah belajar pada usia 14 tahun dan kebiasaan televisi berikutnya. Hanya dua dari analisis ini disarankan asosiasi apapun, yang menunjukkan bahwa menonton televisi memberikan kontribusi bagi kesulitan belajar dan bukan sebaliknya. "Hasil menunjukkan bahwa meskipun anak muda dengan perhatian atau masalah belajar dapat menghabiskan lebih banyak waktu menonton televisi daripada pemuda tanpa kesulitan-kesulitan ini, kecenderungan ini mungkin tidak akan menjelaskan pengaruh yg lebih besar dari hubungan antara menonton televisi dan perhatian dan kesulitan belajar selama masa remaja," mereka menulis. Secara keseluruhan, temuan memiliki implikasi pencegahan penting, penulis melanjutkan. "Mereka berpendapat bahwa dengan mendorong anak muda untuk menghabiskan kurang dari tiga jam per hari menonton televisi, orang tua, guru dan para profesional perawatan kesehatan mungkin dapat membantu mengurangi kemungkinan bahwa remaja berisiko akan mengembangkan perhatian yang terus-menerus dan belajar kesulitan," mereka menyimpulkan. Studi Masa Depan bisa menyelidiki apakah jenis lainnya mempromosikan kegiatan - seperti olahraga, musik atau seni - juga 34 bisa membantu mengurangi risiko masalah belajar selama tahuntahun remaja. rch Pediatr Adolesc Med. 2007; 161:480-486. Penelitian ini didukung oleh dana dari National Institute of Mental Health dan National Institute on Drug Abuse. Source: www.sciencedailv.com 5) Menurut laporan dalam edisi Maret 2010 Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine, salah satu JAMA/arsip jurnal. Remaja yang menghabiskan lebih banyak waktu menonton televisi atau menggunakan komputer tampaknya memiliki hubungan yang lebih rendah dengan orangtua mereka dan teman-teman. Rosalina Richards, Ph.D., dari University of Otago, Dunedin, Selandia Baru, dan rekannya mempelajari 3.043 remaja berusia 14-15 tahun 2004. Remaja tersebut menyelesaikan kuesioner tentang kebiasaan waktu senggang mereka, serta penilaian terhadap keterikatan mereka kepada orangtua dan teman-teman. Secara keseluruhan, remaja lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi atau bermain di komputer, semakin besar kemungkinan mereka untuk melaporkan rendah kedekatan kepada orang tua (dengan kata lain, kesulitan membentuk hubungan atau ikatan emosional). Risiko rendah kedekatan dengan orang tua meningkat 4 persen untuk setiap jam yang dihabiskan untuk menonton televisi dan 5 persen untuk setiap jam yang dihabiskan untuk bermain di komputer. Sebaliknya, remaja yang menghabiskan lebih banyak waktu untuk membaca dan 35 mengerjakan pekerjaan rumah melaporkan tingkat yang lebih tinggi dari keterikatan pada orang tua. Para peneliti juga menilai tanggapan dari 976 wawancara orang-orang yang berada di bawah 15 tahun pada tahun 1987 sampai 1988. Antara remaja ini, lebih banyak waktu menonton televisi dikaitkan dengan kurang kedekatan kepada orang tua dan teman-temannya. Untuk setiap tambahan jam televisi, remaja memiliki risiko kenaikan dari 13% dari kedekatan rendah kepada orangtua mereka dan 24 persen peningkatan risiko rendah kedekatan pada rekan-rekan mereka. "Rekomendasi bahwa anak-anak yang kurang menonton televisi kadang-kadang bertemu dengan keprihatinan yang tidak mampu mendiskusikan pertunjukan atau karakter popular dapat menghambat hubungan teman sebaya, temuan dalam dokumen ini tidak menunjukkan bahwa kurang menonton televisi merusak persahabatan remaja." Mengingat pentingnya kedekatan kepada orangtua dan teman-teman dalam kesehatan dan perkembangan remaja, perhatian tingkat tinggi tentang waktu menonton layar kaca di kalangan remaja dibenarkan. Peneliti menyimpulkan: "Dengan kemajuan yang cepat berbasis layar, pilihan untuk hiburan, komunikasi dan pendidikan, penelitian berkelanjutan diperlukan untuk memantau dampak teknologi ini ada pada pembangunan sosial dan kesejahteraan psikologis dan fisik di kalangan remaja." Source: www.sciencedaily.com 36 F. Kerangka Pemikiran Orangtua memiliki peran sentral dalam perkembangan anak-anaknya. Tanpa fungsi kendali orangtua, anak cenderung berbuat semaunya, menuruti kesenangannya tanpa mempedulikan akibat dari perbuatannya. Aktivitas anak di rumah, seperti menonton televisi pada jam belajar akan menjadi kebiasaan yang tidak baik. Jam belajar menjadi berkurang bahkan anak menjadi malas belajar. Dengan sentuhan kontrol orangtua diharapkan kebiasaan anak menonton televisi pada jam belajar dapat ditekan. Anak memanfaatkan jam belajar dengan baik sehingga dihasilkan perilaku belajar yang efektif. G. Variabel-variabel yang digunakan Penelitian ini akan menggunakan variable-variabel sebagai berikut: 1. Variabel independen 1: Tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar 2. Variabel independen 2: Kontrol orang tua pada remaja 3. Variabel Dependen : Perilaku Belajar Siswa Adapun hubungan antar variabel dapat digambarkan sebagai berikut: X1 Y X2 Keterangan: X1 : Tingkat keseringan menonton televisi X2 : Kontrol orang tua pada remaja Y : Perilaku belajar siswa 37 H. Hipotesis 1. Ada pengaruh/sumbangan antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dengan perilaku belajar siswa. 2. Ada pengaruh/sumbangan antara kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar siswa. 3. Ada pengaruh/sumbangan secara bersama-sama antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar siswa. I. Definisi Konseptual 1. Tingkat Keseringan Menonton Televisi Tingkat keseringan menonton televisi merupakan banyaknya waktu yang digunakan oleh seseorang untuk menonton televisi dengan menghitung berapa lama seseorang tersebut mengikuti program yang ditayangkan dalam satu hari atau satu minggu atau satu bulan. 2. Jam Belajar Jam belajar adalah waktu yang digunakan secara efektif untuk berusaha mencari kepandaian atau ilmu selama satu hari di luar jam untuk belajar di sekolah yaitu antara jam 18.00 sampai dengan 20.30. 3. Kontrol Orangtua Kontrol orang tua adalah perhatian, pengawasan, dan pengendalian yang dilakukan oleh ayah dan ibu dalam menentukan perkembangan dan kepribadian anak. 38 4. Remaja Remaja adalah manusia yang berumur belasan tahun antara sebelas sampai dengan dua puluh empat tahun yang masih menggantungkan diri dengan orang tua dan belum menikah 5. Perilaku Belajar Siswa Perilaku belajar siswa adalah suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar dalam proses atau usaha secara sadar dengan melibatkan sosio-psikologi yang ditandai dengan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik diperolehnya pengetahuan, sikap, atau ketrampilan J. Definisi Operasional 1. Tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar Variabel tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar diukur dengan menghitung banyaknya waktu yang digunakan untuk menonton televisi antara jam 18.00 – 20.30 setiap harinya. 2. Kontrol orangtua pada remaja Veriabel kontrol orang tua pada remaja diukur dengan indikatorindikator sebagai berikut: a. Perhatian orang tua pada jam belajar. b. Pengawasan orang tua pada jam belajar. c. Pengendalian orang tua pada jam belajar. 39 3. Perilaku belajar siswa Variabel perilaku belajar siswa diukur dengan indikator-indikator sebagai berikut: a. Tingkah laku siswa dalam menyelesaikan tugas belajar atau pekerjaan rumah. b. Usaha siswa untuk memperdalam materi pelajaran pada jam belajar. K. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif eksplanatoris. Menurut Bailey penelitian eksplanatori mempunyai tujuan untuk menguji hipotesis yang menyatakan hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih (Irawan Suhartono, 2000: 33). Penelitian ini akan menguji hubungan antara variabel tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar, kontrol orang tua pada remaja, dan perilaku belajar siswa yang sudah dirumuskan hipotesanya. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang analisisnya secara umum memakai statistik. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini di lakukan di SMP Muhammadiyah 1 Sragen, dengan pertimbangan sebagai berikut: a. SMP Muhammadiyah 1 Sragen memiliki siswa yang variatif dalam tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar . b. SMP Muhammadiyah 1 Sragen memiliki siswa yang variatif dari segi kontrol orangtua. 40 c. SMP Muhammadiyah 1 Sragen memiliki siswa dengan perilaku belajar yang bermacam-macam. 3. Sumber data a. Data primer Data primer adalah data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar variable yang diteliti, yang meliputi: 1) tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar, 2) kontrol orangtua pada remaja, dan 3) perilaku belajar siswa. Data ini diperoleh secara langsung dari responden siswa SMP Muhammadiyah 1 Sragen. b. Data sekunder Data ini digunakan untuk mendeskripsikan lokasi penelitian, jumlah siswa dan penyebarannya menurut latar belakang keluarga. Data ini merupakan data yang diambil dari dokumentasi SMP Muhammadiyah 1 Sragen. Data yang diperoleh adalah adalah letak dan luas lahan, jumlah siswa, pekerjaan orang tua, dan lingkungan sosial siswa (desa/kota). 4. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Muhammadiyah 1 Sragen berjumlah 879 orang. Kelas VII dengan jumlah siswa 301 orang terdiri dari laki-laki 148 orang dan perempuan 153 orang. Kelas VIII dengan jumlah siswa 333 orang terdiri dari laki-laki 183 orang dan perempuan 150 orang. Kelas IX dengan jumlah siswa 245 orang terdiri dari laki-laki 132 orang dan perempuan 113 orang. 41 Penentuan jumlah sampel ditentukan melalui rumus Slovin dalam Husein Umar (1999) sebagai berikut: Keterangan: n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi e : toleransi karena ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel (presisi) 5. Teknik Pengambilan Sampel a. Proporsional Sampling Yaitu penentuan sampel dengan jalan mengambil individu yang terdapat dalam masing-masing kategori populasi sesuai dengan proporsi atau perimbangannya. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kategori adalah kelas VII, VIII, dan IX yang terdiri dari lakilaki dan perempuan. Adapun distribusi sampel secara proporsional adalah sebagai berikut: Tabel 1.1 Distribusi sampel penelitian Kelas VII Populasi Laki- Peremlaki puan 148 153 Jumlah Populasi Jumlah Sampel 301 31 Sampel Laki- Peremlaki puan 15 16 VIII 183 150 333 34 19 15 IX 132 113 245 25 13 12 Jumlah 463 416 879 90 47 43 Sumber: Monografi SMP Muhammadiyah 1 Sragen 2008/2009 42 b. Random Sampling Teknik ini memberi kemungkinan yang sama bagi individu yang menjadi anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel penelitian. Teknik ini menerapkan azas tanpa pilih-pilih. Siapa saja yang menjadi anggota populasi punya kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Adapun untuk mendapatkan sampel dilakukan melalui cara undian. 6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner atau angket. Angket merupakan daftar pertanyaan untuk diisi sendiri oleh responden. Pertanyaan diturunkan dari definisi operasional. Dalam penelitian ini questioner digunakan untuk mendapatkan data primer atas variable-variabel yang diteliti, yaitu: a. Tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar. b. Kontrol orang tua pada remaja. c. Perilaku belajar siswa 7. Teknik Analisis Data Dalam melakukan analisis data, penulis akan memanfaatkan peralatan komputer dengan program SPSS untuk analisis product moment dan analisis regresi dua prediktor. BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Deskripsi responden Responden dalam penelitian ini mengambil di sekolah Swasta yaitu SMP Muhammadiyah 1 Sragen dengan pertimbangan bahwa sekolah tersebut memiliki karakteristik yang sesuai dengan judul skripsi yang penulis ambil. Karakteristik itu antara lain lokasinya di tengah kota, Kualitas Sekolah terakreditasi A, orientasi orangtua terhadap kualitas pendidikan anak tinggi, dan siswa tidak hanya berasal dari wilayah sekitar sekolah, tetapi banyak juga yang berasal dari luar kota Sragen. Responden diambil dari berbagai kelas, yaitu dari kelas 7, kelas 8, dan kelas 9. Usia responden bervariasi dari 13 tahun hingga 15 tahun. Secara psikologis variasi usia tersebut termasuk kategori masa remaja dimana individu tidak lagi merasa di bawah tingkat orang dewasa melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sehingga dianggap dengan akil balik. Masa ini merupkan penyempurnaan identitas diri, dimana individu mudah terpengaruh oleh kejadian yang ada disekitarnya. Baik kejadian yang berada di dalam rumah tangga seperti kontrol orangtua, maupun kejadian yang berada dalam media informasi seperti televisi. Waktu responden banyak yang digunakan untuk menambah pengalaman belajar dengan pelajaran tambahan dan melalui kegiatan ekstra kurikuler, seperti pramuka (HW: Hisbul Wathon), PMR, Band, Drum 43 Band, dan bela diri “Tapak Suci”, seni baca Al-Quran, dan lain-lain. Kegiatan ini cukup memberi kegiatan positif kepada responden, dan tetap memberi cukup waktu luang untuk beristirahat. Waktu luang banyak digunakan oleh responden untuk bermain bersama teman sebaya, olah raga, atau menonton televisi. Menonton televisi, ada yang sekedar untuk hiburan, ada yang untuk menyerap informasi baru, dan ada juga yang sekedar iseng untuk teman aktivitas tertentu. Bahkan pada jam belajar antara jam 18.00 – 20.30 responden ada juga yang menonton televisi. Televisi dapat memberikan efek kognitif, afektif, dan behavior pada responden . Efek kognitif, membantu responden dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Efek afektif, responden dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah, benci, kesal, kecewa, penasaran, sayang, cemas, sisnis, kecut dan sebagainya. Efek behavior, responden dapat meniru perilaku, tindakan atau kegiatan. Kontrol orangtua terhadap responden meskipun berbeda-beda, tetapi peran utamanya adalah mempengaruhi, mengajar, dan mengendalikan anaknya. Ada orangtua dengan gaya asuh otoriter, cenderung rendah dalam dimensi responsifnya dan tinggi dalam dimensi tuntutannya. Ada yang berpola asuh permisif, cenderung moderat hingga tinggi dalam dimensi responsifnya tetapi rendah dalam dimensi tuntutannya. Ada yang berpola asuh otoritatif, tinggi dalam dimensi responsifnya dan moderat dalam 44 dimensi tuntutannya. Dan ada yang berpola asuh “tak peduli”, rendah dalam dimensi responsifnya maupun dimensi tuntutannya Perilaku belajar responden bervariasi yang merupakan pencerminan dari pengalaman belajar dari lingkungannya, baik lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah. Perilaku belajar ini merupakan tindakan sosial yang sangat mendasar dalam proses atau usaha secara sadar dengan melibatkan sosio-psikologi yang ditandai dengan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik diperolehnya pengetahuan, sikap, atau ketrampilan. Perilaku belajar responden dipengaruhi oleh banyak hal antara lain kontrol orangtua, pemanfaatan media informasi baik media cetak maupun media elektronik, pemanfaatan waktu luang, pemanfaatan jam belajar, motivasi, disipiln diri, harmonisasi hubungan dalam keluarga, sarana belajar, dan lain-lain. B. Deskripsi Lokasi 1. Lokasi Geografis Sekolah SMP Muhammadiyah 1 Sragen terletak di Jln. Raya Sukowati, Nomor 207, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen. Lokasinya berada di pinggir jalan raya Sukowati, jalan utama Solo – Surabaya. SMP Muhammadiyah 1 Sragen berjarak 30 km dari Solo apabila ditempuh dengan kendaraan bermotor memakan waktu kurang lebih 1 jam. dari ibu kota propinsi jawa tengah berjarak sekitar 130 km, bila ditempuh dengan kendaraan bermotor membutuhkan waktu kurang lebih 3,5 jam. 45 Posisi SMP Muhammadiyah Berdekatan dengan Kantor Pos, BRI, Kejaksaan, Pemda, Kantor Polisi Lalu Lintas, Kantor Pos, Masjid Raya Al-Falah, Pasar Kota, tempat hiburan atrium. Tepatnya kurang lebih 200 meter ke barat dari pos polisi lalu lintas atau sekitar 500 meter ke timur dari masjid raya . Untuk lebih jelasnya lihat pada lampiran. 2. Keadaan Demografis Siswa-siswi SMP Muhammadiyah 1 Sragen semua berjumlah 879 siswa terbagi dalam 21 kelas yaitu kelas VII berjumlah 7 kelas (klas VII. A – Klas VII. B), Kelas VIII berjumlah 8 kelas (klas VIII. A – klas VIII.B), dan Kelas IX berjumlah 6 kelas (klas IX. A – Klas IX. B). Dari 879 siswa terdiri dari 463 laki-laki dan 416 perempuan. Deskripsi siswa berdasar jenis kelamin dan kelas dapat dilihat pada tabel 2.1. Tenaga pengajar atau guru dan karyawan sekolah SMP Muhammadiyah 1 Sragen ada 57 orang yang terdiri dari 49 tenaga pengajar termasuk kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, 5 karyawan serta 2 orang pesuruh serta 1 penjaga sekolah. Deskripsi tenaga pengajar dan karyawan dapat dilihat pada tabel 2.2 46 Tabel 2.1 Siswa SMP Muhammadiyah 1 Sragen Berdasar Kelas dan Jenis Kelamin Tahun ajaran 2008/2009 No Kelas Jml. Jenis Kelamin Laki-laki Peremp 22 21 Jml. Total 1 VII. A 2 VII. B 21 22 43 3 VII. C 22 22 44 4 VII. D 20 22 42 5 VII. E 20 22 42 6 VII. F 21 22 43 7 VII. G 22 22 44 Jumlah 148 153 301 8 VIII. A 32 8 40 9 VIII. B 20 22 42 10 VIII. C 23 19 42 11 VIII. D 24 18 42 12 VIII. E 27 16 43 13 VIII. F 18 23 41 14 VIII. G 18 23 41 15 VIII. H 21 21 42 Jumlah 183 150 333 16 IX. A 23 19 42 17 IX. B 23 18 41 18 IX. C 22 19 41 19 IX. D 22 19 41 20 IX. E 22 19 41 21 IX. F 20 19 39 Jumlah 132 113 245 Total 463 416 879 Sumber: Monografi SMP Muhammadiyah 1 Sragen 47 43 Tabel 2.2. Daftar Guru dan Karyawan SMP Muhammadiyah 1 Sragen Berdasar Mata Pelajaran yang Diajarkan No Urt Nama Mata Pelajaran IX Jml jam Ket VIII 4 7 5 8 6 6 7 21 8 3 A-F 2,3 1 1 2 Supaniyo 2 Mulyono R., SPd l.IPSTerpadu 2. BP - BK 3. Kep. Seklh Erna Muriyani, 1. Aqidah 2 SH, SHI .Ibadah 3. Walikelas 4 4 12 6 26 9. A-F 1,&3 - 8 66 22 2.A-H 3. A-F 3. A-F 4 Muh.lV^a'ruf As 1. AlQur'an 2. Ibadah - 88 _ 16 2.A-H 2.A-H 5 Supomo, SAg 1 . Al qur'an 2. Tarikh 7 8 - 15 6 Eka Fitriani, SPI 1. Ibadah 2. Aqidah 3. Wali kelas 7 7 - - 16 l.A-F l.A-F 3.A-I l.A-F l.A-F 2.A-G 7 Hj. Sri Hastutik, S.Ag 1. AlQur'an 2. Akhlaq 3. Wali Kelas - 8 66 22 3. A-F 2.A-H 3. A-F 8 NB Gunawan, S.Ag 1. Akhlaq 2. Tarikh 7 7 - 14 2.A-G 2.A-G 9 Dra. A. Mulyaningsih PKn Wali Kelas 4 16 22 l.AB 2.A-H 10 Sri Rahmani PKn 1 0 - 12 24 l.D-F 2.A-G 11 Dra. Noor Shanti Hd Bhs. Indonesia Wali Kelas - 20 22 3.A-E 3 3 l.Tarikh. 2.Kemuh kelas VII 48 1 12 2 Murti Hayu T, SPd 3 Bhs. Indonesia Wali Kelas Bhs. Indonesia Wali Kelas Bhs. Indonesia 4 - 5 16 13 Maimin 4 16 14 Rajiyo Utomo, S.Pd 2 0 - 15 Nur Rochmah, S.Pd Bhs. Indonrsia Jaga / Piket 1 4 4 16 Sri Handini, S.Pd Bhs. Inggris Wali Kelas Laboran Hasniar Bhs. Inggris Mufidati, S.Pd Wali Kelas - 18 Suyatmi, SPd Bhs. Inggris 4 19 Qomariah Fitriani, SPd Bahasa Inggris 1 6 20 Suparno DP 21 Untung Slameto 22 Supardi 23 E. Pujiastuti, SPd 24 Anik Susilowati 1 .Matematika 1. Matematika 2. Jaga Labrn 1. Matematika 2. Wali Kelas 1. Matematika 2. Wali Kelas 3. Perpustakaan 1. Matematika 2. Wali Kelas 17 49 6 7 18 8 2.A-D 3.F 22 LA 2.E-H - 20 l.B-F - - 18 l.G 16 4 24 2.A-D 3. A 20 26 LA 3.B-F 16 - 20 LB 2.EH - - 16 l.C-G 20 20 3.A-E 18 2. E_H 4 4 16 2 1 2 1 6 16 4 22 2.A-D 3.F 6 - 20 l.A-C 18 LA-D 1 25 2 Drs. Wartono 3 l.IPS:SejEko 4 26 Drs. Suhardiman 8 27 Edi Marsudi 28 Kusni Priyono, S.Pd LIPS :SejEko 2. Wali Kelas l.IPS:SejEko 2.Wali kelas l.IPS:Geo 2. Wali kelas 29 Eko Sri Lestari, S.Pd LIPS 1 2 30 Taufiq Sudarsono, ST l.IPA 2 Wali Kelas - 31 Andi Pratikno, S.Pd l.IPA -Fisika 32 Tutik Andriyani, SPd 33 Maknawiyah, SPd 1. IPA2. Wali Kelas l.IPA 2. Laboran 34 Umi Dwi Rahayu, ST l.IPA 35 Suyatno 1 . Kesenian 36 Sujani Al Rasyid, S.Pd 1 .Kesenian 37 Robet Doni, S.Pd 1 .Penjaskes 6 38 Munawar Isnaini, SPd Tri Suseno, SPd 8 39 1 .Penjaskes 1 .Penjaskes 50 8 5 6 24 16 16 - 4 24 16 1 2 7 24 8 3.B-F 10 LAB 26 l.FG 2.A-C 22 2.A-D 3. A 18 l.CDE 2.E-G 26 3.A-F 21 2,A-D 12 l.A-F 1 8 6 - - - 24 l.A-C 2.A-G 16 - 16 2.E-H 1 4 6 12 20 l.A-G 2.A-C 10 22 2.D-H 3.A-F 8 14 l.ABC 2. A-D 8 l.D-G 20 3.A-I 12 8 1 40 2 Iswanto, S.Kom 3 4 ITek.Informa 1 si dan 4 Komksi 1 .Tek.Informa si Komputer 2. Laboran l.Bhs. Jawa 6 5 6 41 Sulhan Fathoni , S.Pd 42 Rini Pujiastuti, SPd 43 Suharni, SPd l.Bhs. Jawa 2.Wali Kelas 8 44 Suwardi, SPd - - 45 Nur Cahyani, S.Pd - 44 46 Rustiningsih 7 2 4 47 Drs. Sumanto 1 .Elektronika l.PKK/ Tabus 2. BP / BK 3. Wall Kelas l. PKK/ Tabus 2. Laboran PKh 3. Wall kelas l.BP/BK - 48 Dra. Farida Hd l.BP/BK 1 4 6 12 2 7 20 8 l.A-G. 2.F-H 24 2.A-E 3.A-F 12 24 l.abc 2. A-H 6 20 l.D-G 3.A-F 14 6 3.A-F 24 2.A-D 3.A-F 8 15 l.A-G 2. E-H 16 - 24 1,2,3 2 12 16 1,2,3 10 16 Sumber: Monografi SMP Muhammadiyah 1 Sragen 3. Kondisi Fisik Gedung Bangunan sekolah SMP Muhammadiyah 1 sragen berdiri di atas tanah seluas 2714 m2. Bangunan terdiri dari 2 lantai, yaitu lantai pertama terbagi atas kantor kepala sekolah, ruang tata usaha (TU), ruang laboratorium IPA, ruang koperasi sekolah, ruang UKS, musholla, ruang perpustakaan, ruang staf dan guru, ruang pertemuan, ruang kesenian, 51 ruang majelis ekonomi, gudang, ruang kelas VII.A, VII.C – VII.G dan (IX.A – IX.F) dan kamar mandi atau WC. Bangunan dari lantai 2 terbagi atas ruang komite & osis, laboraturium bahasa, ruang BK/BP, laboraturium komputer, laboraturium PKH, dan ruang kelas, VII.B, (VIII.A – VIII.H). Dilihat dari semua Kondisi semua bangunan gedung SMP MUHAMMADIYAH 1 SRAGEN masih dalam keadaan baik dan memenuhi syarat untuk proses belajar mengajar. Untuk lebih jelas gambar denah lokasi dapat dilihat di lampiran. 4. Kegitan Belajar Mengajar Kegiatan belajar mengajar di SMP Muhammadiyah 1 Sragen terbagi atas: a. Kegiatan intra terbagi atas : yaitu kegiatan tatap muka antara dan murid dalam kelas. Adapun lama pembagian waktu belajar tiap hari di sekolah SMP Muhammadiyah 1 Sragen adalah sebagai berikut : Kelas I, II dan III : - Lama tatap muka 2 jam 45 menit - Jumlah mata pelajaran 7 x 45 menit - Masuk jam 07.00 - Pulang jam 12.45 (senin-kamis), jum’at jam 11.00 dan sabtu jam 12.15 - Istirahat dua kali (15 menit) 52 b. Kegiatan ekstra kurikuler yaitu kegiatan di luar jam pelajaran, biasanya diadakan sore hari atau pulang sekolah yang bersifat menambah ketrampilan, kemampuan berorganisasi atau penyalur bakat. Untuk SMP Muhammadiyah 1 Sragen terdapat beberapa kegiatan ekstra kurikulernya, antara lain : - Hizbul Waton Ditujukan untuk kelas VII, yaitu kegiatan kepanduan Hizbul Waton. Diadakan setiap hari kamis jam 13.00 – 14.30 - Seni Musik Ditujukan untuk siswa-siswi kelas VII - IX yang berminat. Diadakan setiap hari senin jam 13.00 – 14.30 - Bahasa Inggris Ditujukan untuk kelas VII – VIII yang berminat, diadakan setiap hari sabtu setelah pelajaran berakhir antara jam 12.15 – 14.45 - Tapak Suci Ditujukan untuk kelas VII – VIII, diadakan setiap hari rabu antara jam 15.00 – 17.00 - PMR ( palang merah remaja ) Ditujukan untuk kelas VII – VIII, diadakan setiap rabu antara jam 13.00 – 14.30 - Seni baca Al-Quran dan Qoriah Ditujukan untuk kelas VII – VIII yang berminat, diadakan setiap hari sabtu setelah pelajaran berakhir antara jam 12.15 – 14.45 53 5. Program Sekolah a. Kegiatan Harian 1) Memeriksa daftar hadir guru, Tenaga teknis pendidikan dan tenaga tata usaha. 2) Mengatur dan memeriksa kegiatan 7 K di sekolah. 3) Memeriksa perangkat pengajaran dan persiapan lainnya yang menunjang proses belajar mengajar. 4) Menyelesaikan surat-menyurat, angka kridit guru. 5) Mengatasi hambatan-hamabatan terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar. 6) Mengatasi kasus yang terjadi hari itu. 7) Melaksanakan supervisi kegiatan belajar mengajar. b. Kegiatan mingguan 1) Upacara bendera pada hari senin dan hari besar lainnya. 2) Senam kesegara jasmani. 3) Memeriksa agenda dan menyelesaikan surat – surat. 4) Mengadakan rapat mingguan untuk menjadi rencana minggu berikutnya. 5) Memeriksa keuangan sekolah. 6) Mengatur penyediaan perlengkapan kantor/sekolah. c. Kegiatan Bulanan 1) Pada awal bulan dilakukan kegiatan rutin antara lain : 54 a) Melaksanakan penyelesaian setoran uang sekolah, gaji dan rencana bulanan. b) Melaksanakan Pemeriksaan umum, antara lain : Buku kas Daftar hadir guru dan pegawai tata usaha Kumpulan bahan evaluasi, berikut analisanya Kumpulan parangkat pengajaran Diagram pencapaian kurikulum Diagram pencapaian daya serap siswa Program perbaikan dan pengayaan/remidi Buku catatan pelaksanaan Bimbingan penyuluhan (BP/BK) 2) Memberi petunjuk kepada guru-guru tentang siswa yang perlu diperhatikan, kasus yang perlu diketahui dalam rangka pembinaan kegiatan siswa. d. Kegiatan Semesteran 1) Menyelenggarakan perawatan, perbaikan alat-alat yang diperlukan. 2) Menyelenggarakan pengisian buku induk siswa. 3) Menyelenggarakan persiapan UU/ulangan blok akhir semester. 4) Menyelenggarakan Evaluasi kegiatan OSIS, BK/BP, UKS dan kegiatan Ekstra kulikuler lainnya. 5) Menyelenggarakan kegiatan akhir semester, antara lain : Daftar kelas 55 Catatan tentang siswa yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Kumpulan nilai ( leger ). Pengisian nilai semesteran. Pembagian buku Raport Pemanggilan orang tua/wali siswa sejauh diperlukan untuk berkonsultasi. e. Kegiatan Akhir Tahun pelajaran 1) Menyelenggarakan Penutupan Buku Inventaris dan keuangan. 2) Menyelenggarakan Ulangan umum dan ujian Nasional ( UAN ). 3) Kegiatan kenaikan dan kelulusan : Persiapan daftar kumpulan /leger. Penyiapan bahan – bahan untuk rapat guru. Pengisian buku Laporan dan penilaian hasil belajar. 4) Menyelenggarakan evaluasi pelaksanaan program sekolah tahun pelajaran yang bersangkutan dan menyusun program sekolah yang akan datang. 5) Menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah ( RAPBS ) 6) Menyelenggarakan pembuatan perbaikan dan pemeliharaan sekolah dan alat-alat bantu pendidikan dan inventarisasinya. 7) Menyelenggarakan pembuatan laporan akhir tahun pelajaran. 56 8) Menyelenggarakan kegiatan penerimaan siswa baru (PSB), meliputi: Pembuktikan panitia. Penyusun syarat penerimaan siswa. Penyiapan formulir dan pengumuman siswa yang diterima. Pengumuman siswa yang diterima dan daftar ulang. f. Kegiatan Awal Tahun Pelajaran 1) Merencanakan kebutuhan guru setiap mata pelajaran. 2) Pembagian tugas mengajar. 3) Menyusun program pengajaran, jadwal pelajaran dan kalender Pendidikan. 4) Menyusun kebutuhan buku pelajaran, Buku pegangan Guru. 5) Menyusun kelengkapan alat pelajaran, dan bahan pelajaran. 6) Rapat Guru. 6. Tata Tertib Untuk menunjang kelancaran dan ketertiban proses belajar mengajar di sekolah maka perlu di buat tata tertib bagi segenap warga sekolah. Adapun tata tertib di SMP Muhammadiyah 1 Sragen adalah sebagai berikut : a. Pelajaran dimulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 12.45 (seninkamis), hari jum’at 11.00. dan sabtu 12.15 b. Setiap guru dan siswa diwajibkan datang 10 menit sebelum pelajaran dimulai. 57 c. Setiap Guru dan siswa diwajibkan memakai seragam yang telah ditentukan Tabel 2.3. Jadwal Pakaian Seragam SMP Muhammadiyah 1 Sragen No. Hari 1 Senin 2 Selasa 3 Rabu 4 Kamis 5 Jumat 6 Sabtu Seragam Guru Seragam Murid Safari OSIS Hem Berdasi Hizbul Waton Batik Batik Sumber: Monografi SMP Muhammadiyah 1 Sragen d. Bila berhalangan hadir wajib membuat surat ijin. e. Setiap siswa wajib bersikap sopan dan hormat keapada guru dan teman. f. Setiap warga sekolah wajib menjaga kebersihan, ketertiban, keamanan lingkungan. g. Setiap warga sekolah wajib mendukung terciptanya lingkungan belajar yang nyaman dan harmonis. 7. Struktur Organisasi Agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik maka diperlukan kerja sama yang terorganisir dengan baik pula. Untuk itu perlu dibutuhkan struktur organisasi yang jelas supaya setiap elemen di sekolah mampu menjalankan fungsi sesuai dengan peran masing-masing. 58 Untuk memperjelas dapat dilihat dari skema struktur organisasi SMP Muhammadiyah 1 Sragen berikut ini: STRUKTUR ORGANISASI SMP MUHAMMADIYAH 1 SRAGEN MAJLIS DIKDASMEN /KOMITE SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SRAGEN KEPALA SEKOLAH Ka. TATA USAHA Wa. Ka. Urusan Sapras Wa.Ka. Urusan Kesiswaan Wa. Ka. Urusan Kurikulum 1. Bag. Perpustakaan 2. Bag. BP/BK 3. Bag. UKS 4. Unit Usaha Wali Kelas dan Guru SISWA Gambar 2.1. Struktur Organisasi SMP Muhammadiyah 1 Sragen 59 Wa.Ka Urusan Ciri Khusus BAB III DESKRIPSI TINGKAT KESERINGAN MENONTON TELEVISI PADA JAM BELAJAR, KONTROL ORANG TUA, DAN PERILAKU BELAJAR Bab ini akan menyajikan data primer dari semua variabel penelitian, yaitu 2 variable bebas (independent) dan 1 variabel tergantung (dependent). Variabelvariabel tersebut meliputi: 1. Tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar (Independent variable). 2. Kontrol orang tua (Independent variable). 3. Perilaku belajar siswa (Dependent variable) Tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar pada penelitian ini diartikan sebagai seberapa banyak waktu yang digunakan oleh responden untuk menonton televisi antara jam 18.00 – 20.30 dalam setiap harinya. Untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar digunakan 1 indikator yang dijabarkan dalam 2 pertanyaan. Kontrol orang tua diartikan sebagai perhatian, pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh ayah dan ibu dalam menentukan perkembangan dan kepribadian anak. Untuk mengukur tinggi rendahnya kontrol orang tua digunakan 3 indikator 10 pertanyaan. Ketiga indikator tersebut adalah : - Perhatian orang tua pada jam belajar. - Pengawasan orang tua pada jam belajar. - Pengendaliaan orang tua pada jam belajar. 60 Perilaku belajar siswa dapat dinyatakan bahwa suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar dalam proses atau usaha secara sadar dengan melibatkan sosio-psikologi yang ditandai dengan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan baik diperolehnya pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Untuk mengukur tinggi rendahnya perilaku belajar siswa digunakan 2 indikator dan 8 pertanyaan. Kedua indikator tersebut adalah : - Tingkah laku siswa dalam menyelesaikan tugas belajar atau pekerjaan rumah. - Usaha siswa untuk memperdalam materi pelajaran pada jam belajar. Di dalam variabel tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar digunakan satu pertanyaan terbuka dengan alternatif jawaban 0 sampai dengan 150 menit dan satu pertanyaan tertutup dengan tiga alternatif jawaban dan dinilai dengan 3 tingkatan yaitu : - Jawaban yang mendukung hipotesis diberi skor 3 - Jawaban yang kurang mendukung hipotesis diberi skor 2 - Jawaban yang tidak mendukung hipotesis diberi skor 1 Untuk variabel kontrol orang tua pada remaja digunakan 10 pertanyaan tertutup dengan alternatif jawaban dan dinilai dengan 3 tingkatan yaitu : - Jawaban yang mendukung hipotesis diberi skor 3 - Jawaban yang kurang mendukung hipotesis diberi skor 2 - Jawaban yang tidak mendukung hipotesis diberi skor 1 Untuk variabel perilaku belajar siswa digunakan 8 pertanyaan tertutup dengan alternatif jawaban dan dinilai dengan 3 tingkatan yaitu : - Jawaban yang mendukung hipotesis diberi skor 3 61 - Jawaban yang kurang mendukung hipotesis diberi skor 2 - Jawaban yang tidak mendukung hipotesis diberi skor 1 Berikut ini adalah data selengkapnya dari indikator-indikator variabel yang meliputi : A. Variabel Independen ( Tingkat Keseringan Menonton Televisi pada Jam Belajar ) Indikator menghitung banyaknya waktu yang digunakan untuk menonton televisi antara jam 18.00 – 20.30 setiap harinya. Indikator ini dijabarkan dalam 2 item pertanyaan yaitu : 1) Berapa lama menonton televise antara jam 18.00 – 20.30 WIB 2) Acara apakah yang disaksikan Item nomer 2 merupakan pertanyaan kualitatif yang tidak di ikut sertakan untuk analisis data. Oleh karena itu variabel ini memiliki frekuensi tunggal yaitu : skor 1 kurang mendukung hipotesis atau kategori rendah (R), skor 2 cukup mendukung hipotesis atau kategori sedang (S), skor 3 sangat mendukung hipotesis kategori tinggi (T). Berikut ini tabel tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar di SMP Muhammadiyah 1 Sragen: Tabel 3.1 Tingkat Keseringan Menonton Televisi pada Jam Belajar No Tingkat Keseringan Menonton Televisi pada Jam Belajar Frekuensi % 1 Tinggi 18 20 % 2 Sedang 47 52,22 % 3 Rendah 25 27,78 % Sumber: Hasil analisis data 62 Tabel 3.1 di atas menunjukan bahwa 90 responden terdapat 18 responden atau 20 % mempunyai kategori tinggi, 47 responden atau 52,22% mempunyai kategori sedang dan 25 responden atau 27,78 % mempunyai kategori rendah. Hal ini berarti tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar berada pada kategori sedang. Acara yang sering disaksikan ialah sinetron. B. Variabel independen ( Kontrol Orang tua pada remaja ) 1. Indikator Perhatian orang tua pada jam belajar Indikator ini di jabarkan 4 item pertanyaan yaitu : 1) Yang dilakukan orang tua untuk memperhatikan kebiasaan dalam belajar 2) Yang dilakukan orang tua agar anak bersemangat belajar 3) Yang dilakukan orang tua bila anak sakit pada saat belajar 4) Yang dilakukan orang tua bila anak kelihatan murung pada saat belajar Berdasarkan data yang diperoleh setelah penskoran, maka diketahui skor tertinggi dari indikator perhatian orang tua pada jam belajar adalah 12 dan skor terendah 4 . Apabila dibuat tiga kelas, interval kelasnya ditentukan sebagai berikut: i= Dimana, R+1 k i = Interval kelas R = Range, yaitu selisih skor tertinggi dengan skor terendah K = jumlah kelas 63 Berdasarkan rumus tersebut diperoleh nilai interval kelas sebagai berikut: i= Tinggi ( T ) 12 − 4 + 1 9 = = 3 3 3 : 10 - 12 Sedang ( S ) : 7 - 9 Rendah ( R ) : 4 - 6 Berikut ini tabel distribusi frekuensi dari indikator perhatian orang tua pada jam belajar : Tabel 3.2 Perhatian orang tua pada jam belajar Perhatian orang tua No pada jam belajar Frekuensi % 1 Tinggi 31 34,44 2 Sedang 35 38,89 3 Rendah 24 26,67 Sumber: Hasil analisis data Tabel 3.2 di atas menunjukan bahwa 90 responden terdapat 31 responden atau 34,44 % mempunyai kategori tinggi, 35 responden atau 38,89 % mempunyai kategori sedang dan 24 responden atau 26,67 % mempunyai kategori rendah. Hal ini berarti indikator perhatian orang tua pada jam belajar berkategori sedang. 2. Indikator Pengawasan orang tua pada jam belajar Indikator ini dijabarkan dalam 3 item pertanyaan yaitu : 1) Yang dilakukan orang tua dalam mengawasi anak saat belajar 64 2) Yang dilakukan orang tua ketika anak tidak ada di rumah pada jam belajar 3) Yang dilakukan orang tua bila anak menghidupkan telivisi pada jam belajar Berdasarkan data yang diperoleh setelah penskoran, maka diketahui skor tertinggi dari indicator perhatian orang tua pada jam belajar adalah 9 dan skor terendah 3. Apabila dibuat tiga kelas, interval kelasnya ditentukan sebagai berikut: i= Dimana, R+1 k i = Interval kelas R = Range, yaitu selisih skor tertinggi dengan skor terendah K = jumlah kelas Berdasarkan rumus tersebut diperoleh nilai interval kelas sebagai berikut: i= Tinggi ( T ) 9−3 +1 7 = = 2,33 3 3 : 7,66 – 8,99 Sedang ( S ) : 5,33 – 6,66 Rendah : 3 – 4,33 Berikut ini tabel distribusi frekuensi dari indicator pengawasan orang tua pada jam belajar : 65 Tabel 3.3 Pengawasan orang tua pada jam belajar No Pengawasan orang tua pada jam belajar Frekuensi % 1 Tinggi 17 18,89 2 Sedang 60 66,67 3 Rendah 13 14,44 Sumber : Hasil analisis data Tabel 3.3 di atas menunjukan bahwa 90 responden terdapat 17 responden atau 18,89 % mempunyai kategori tinggi, 60 responden atau 66,67 % mempunyai kategori sedang dan 13 responden atau 14,44 % mempunyai kategori rendah. Hal ini berarti indicator pengawasan orang tua pada jam belajar berkategori sedang. 3. Indikator Pengendalian orang tua pada jam belajar Indikator ini dijabarkan dalam 3 item pertanyaan yaitu : 1) Orang tua menciptakan kondisi rumah pada jam belajar 2) Yang dilakukan orang tua agar anak dapat belajar dengan nyaman 3) Yang dilakukan orang tua untuk mengendalikan anak agar belajar pada jam belajar Berdasarkan data yang diperoleh setelah penskoran, maka diketahui skor tertinggi dari indikator perhatian orang tua pada jam belajar adalah 9 dan skor terendah 3. Apabila dibuat tiga kelas, interval kelasnya ditentukan sebagai berikut: 66 i= Dimana, R+1 k i = Interval kelas R = Range, yaitu selisih skor tertinggi dengan skor terendah K = jumlah kelas Berdasarkan rumus tersebut diperoleh nilai interval kelas sebagai berikut: i= Tinggi ( T ) 9−3 +1 7 = = 2,33 3 3 : 7,66 – 8,99 Sedang ( S ) : 5,33 – 6,66 Rendah ( R ) : 3 – 4,33 Berikut ini tabel distribusi frekuensi dari indicator pengendalian orang tua pada jam belajar : Tabel 3.4 Pengendalian orang tua pada jam belajar No Pengendalian Frekuensi % orangtua pada jam belajar 1 Tinggi 14 15,56 2 Sedang 58 64,44 3 Rendah 18 20 Sumber : Hasil analisis data Tabel 3.4 di atas menunjukan bahwa 90 responden terdapat14 responden atau 15,56 % mempunyai kategori tinggi, 58 responden atau 67 64,44 % mempunyai kategori sedang dan 18 responden atau 20 % mempunyai kategori rendah. Hal ini berarti indikator pengendalian orang tua pada jam belajar berkategori sedang. 4. Variabel kontrol orang tua Berdasarkan data yang diperoleh setelah penskoran, maka diketahui skor tertinggi dari variabel kontrol orang tua pada remaja adalah 28 dan skor terendah 10. Apabila dibuat tiga kelas, interval kelasnya ditentukan sebagai berikut: i= R+1 k Dimana, I = Interval kelas R = Range, yaitu selisih skor tertinggi dengan skor terendah K = jumlah kelas Berdasarkan rumus tersebut diperoleh nilai interval kelas sebagai berikut: i= Tinggi ( T ) 28 − 10 + 1 19 = = 6,33 3 3 : 22,66 – 27,99 Sedang ( S ) : 16,33 – 21,66 Rendah ( R ) : 10 – 15,33 Berikut ini tabel distribusi frekuensi dari variabel kontrol orangtua adalah sebagai berikut: 68 Tabel 3.5 Kontrol orangtua pada remaja No kontrol orangtua Frekuensi % pada remaja 1 Tinggi 35 38,89 2 Sedang 39 43,33 3 Rendah 16 17,78 Sumber : Hasil analisis data Tabel 3.5 di atas menunjukan bahwa 90 responden terdapat 35 responden atau 38,89 % mempunyai kategori tinggi, 39 responden atau 43,33 % mempunyai kategori sedang dan 16 responden atau 17,78 % mempunyai kategori rendah. Dengan demikian kontrol orangtua pada remaja berada pada kategori sedang. C. Variabel Dependent ( Perilaku Belajar siswa ) 1. Indikator tingkah laku siswa dalam menyelesaikan tugas belajar atau pekerjaan rumah. Indikator ini dijabarkan dalam 4 item pertanyaan : 1) Tingkah laku anda saat mengerjakan PR di rumah 2) Bagaimana dalam menyelesaikan pekerjaan rumah dari guru 3) Yang dilakukan untuk menumbuhkan semangat belajar 4) Kebiasaan ketika sedang belajar pada jam belajar Berdasarkan data yang diperoleh setelah penskoran, maka diketahui skor tertinggi dari indicator perhatian orang tua pada jam belajar adalah 12 dan skor terendah 4. Apabila dibuat tiga kelas, interval kelasnya ditentukan sebagai berikut: 69 i= R+1 k Dimana, i = Interval kelas R = Range, yaitu selisih skor tertinggi dengan skor terendah K = jumlah kelas Berdasarkan rumus tersebut diperoleh nilai interval kelas sebagai berikut: i= Tinggi ( T ) : 10 - 12 Sedang ( S ) : 7-9 Rendah (R) :4-6 12 − 4 + 1 9 = =3 3 3 Berikut ini tabel distribusi frekuensi dari indicator tingkah laku siswa dalam menyelesaikan tugas belajar atau pekerjaan rumah : Tabel 3.6 Tingkah laku siswa dalam menyelesaikan tugas belajar atau PR No Tingkah laku siswa Frekuensi % dalam menyelesaikan PR 1 Tinggi 24 26,67 2 Sedang 42 46,68 3 Rendah 24 26,67 Sumber : Hasil analisis data Tabel 3.6 di atas menunjukan bahwa 90 responden terdapat 24 responden atau 26,57 % mempunyai kategori tinggi, 42 responden atau 46,67 % mempunyai kategori sedang dan 24 responden atau 26,67 % 70 mempunyai kategori rendah. Hal ini berarti indicator tingkah laku siswa dalam menyelesaikan tugas belajar atau pekerjaan rumah berkategori sedang. 2. Indikator usaha siswa untuk memperdalam materi pelajaran pada jam belajar Indikator ini dijabarkan dalam 4 pertanyaan yaitu : 1) Usaha yang dilakukan untuk dapat memahami materi pelajaran pada jam belajar 2) Cara untuk memperdalam materi pelalajaran pada jam belajar 3) Yang dilakukan bila mengalami kesulitan belajar pada jam belajar 4) Yang dilakukan pada jam belajar ketika menghadapi ulangan/tes/ujian Berdasarkan data yang diperoleh setelah penskoran, maka diketahui skor tertinggi dari indikator perhatian orang tua pada jam belajar adalah 11 dan skor terendah 4. Apabila dibuat tiga kelas, interval kelasnya ditentukan sebagai berikut: i= R+1 k Dimana, i = Interval kelas R = Range, yaitu selisih skor tertinggi dengan skor terendah K = jumlah kelas Berdasarkan rumus tersebut diperoleh nilai interval kelas sebagai berikut: i= Tinggi ( T ) 11 − 4 + 1 8 = = 2,66 3 3 : 9,32 – 10,98 71 Sedang ( S ) : 6,66 – 8,32 Rendah ( R ) : 4 – 5,66 Berikut ini tabel distribusi frekuensi usaha siswa untuk memperdalam materi pelajaran pada jam belajar : Tabel 3.7 Usaha siswa untuk memperdalam materi pelajaran pada jam belajar No Usaha siswa untuk memperdalam materi Frekuensi % pelajaran pada jam belajar 1 Tinggi 33 36,67 2 Sedang 37 41,11 3 Rendah 20 22,22 Sumber : Hasil analisis data Tabel 3.7 di atas menunjukan bahwa 90 responden terdapat 33 responden atau 36,67 % mempunyai kategori tinggi, 37 responden atau 41,11 % mempunyai kategori sedang dan 20 responden atau 22,22 % mempunyai kategori rendah. Hal ini berarti indikator usaha siswa untuk memperdalam materi pelajaran pada jam belajar berkategori sedang. 3. Variabel Perilaku Belajar Siswa Berdasarkan data yang diperoleh setelah penskoran, maka diketahui skor tertinggi dari variabel perilaku belajar siswa adalah 22 dan skor terendah 9. Apabila dibuat tiga kelas, interval kelasnya ditentukan sebagai berikut: 72 i= R+1 k Dimana, I = Interval kelas R = Range, yaitu selisih skor tertinggi dengan skor terendah K = jumlah kelas Berdasarkan rumus tersebut diperoleh nilai interval kelas sebagai berikut: i= 22 − 9 + 1 14 = = 4,66 3 3 Tinggi ( T ) : 18,32 – 21,98 Sedang ( S ) : 13,66 – 17,32 Rendah ( R ) : 9 – 12,66 Berikut ini tabel distribusi frekuensi variabel perlaku belajar siswa: Tabel 3.8 Perilaku belajar siswa No Perilaku belajar Frekuensi % siswa 1 Tinggi 31 34,44 2 Sedang 32 35,56 3 Rendah 27 30,00 Sumber : Hasil analisis data Tabel 3.8 di atas menunjukan bahwa 90 responden terdapat 31 responden atau 34,44 % mempunyai kategori tinggi, 32 responden atau 35,56 % mempunyai kategori sedang dan 27 responden atau 30 % mempunyai kategori rendah. Dengan demikian perilaku belajar siswa berada pada kategori sedang. 73 BAB IV ANALISIS DATA Bab ini memuat analisis hubungan antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dengan perilaku belajar siswa serta analisis hubungan antara kontrol pada orang tua pada remaja dengan perilaku belajar siswa dan analisias hubungan secara bersama-sama antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dengan kontrol orang tua pada remaja dengan perilaku belajar siswa. A. ANALISIS PRODUCT MOMENT Menggunakan statistik product moment dihasilkan angka korelasi yang digunakan untuk menggambarkan taraf dan arah hubungan antara 2 variabel, yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). yaitu hubungan antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dengan perilaku belajar siswa dan hubungan antara kontrol orang tua pada remaja dengan perilaku belajar siswa. Perhitungan analisis product moment dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Berdasarkan output SPSS (lihat lampiran) diperoleh hasil sebagai berikut (angka dalam tabel merupakan koefisien kolerasi). 74 Tabel 4.1. Matrik korelasi antar variabel Tingkat keseringan menonton televisi Kontrol orang tua Tingkat keseringan menonton televisi 1 Kontrol orang tua Perilaku belajar -0.436** 1 0.216* Perilaku belajar 1 *. Korelasi signifikan pada 95% **. Korelasi signifikan pada 99% Sumber : Hasil pengolahan data menggunakan program SPSS 10 Keterangan : (X1) = Nilai standar (Variabel Independent) Tingkat Keseringan Menonton Televisi pada Jam Belajar (X2) = Nilai standar (Variabel independent) Kontrol Orang Tua Pada Remaja (Y) = Nilai standar (Variabel Dependent) Perilaku Belajar Siswa 1. Hubungan antara Variabel Tingkat Keseringan Menonton Televisi Pada Jam Belajar dengan Perilaku Belajar Siswa. a. Perumusan Hipotesis H0 : tidak ada hubungan antara variabel tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dengan Perilaku belajar Siswa. Ha : semakin tinggi tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar maka perilaku belajar siswa menjadi jelek. 75 b. Kategori Pengambilan kesimpulan Menggunakan program SPSS dapat diperoleh nilai koefisien product moment. Pengambilan kesimpulan dapat dilakukan berdasarkan kategori sebagai berikut. H0 diterima apabila nilai koefisien korelasi rx1y < rtabel Ha diterima apabila nilai koefisien korelasi rx1y > rtabel c. Hasil Perhitungan dan Interpretsi Dari table 4.1 diketahui bahwa besarnya rx1y= -0,436 sedang rtabel =+0,267 pada taraf signifikansi 99%. Perbandingan antara koefisien korelasi (rx1y) dengan rtabel menunjukan bahwa rx1y lebih besar dibandingkan rtabel α = 0,01 dan N = 90. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ha diterima atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar maka perilaku belajar menjadi jelek. 2. Hubungan antara Variabel kontrol orangtua pada remaja dengan Perilaku Belajar Siswa. a. Perumusan Hipotesis H0 : tidak ada hubungan antara variabel kontrol orang tua pada remaja dengan Perilaku belajar Siswa. Ha : semakin tinggi kontrol orangtua pada remaja maka perilaku belajar siswa menjadi baik. 76 b. Kategori Pengambilan kesimpulan Menggunakan program SPSS dapat diperoleh nilai koefisien korelasi Tunggal. Pengambilan kesimpulan dapat dilakukan berdasarkan kategori sebagai berikut. H0 diterima apabila nilai koefisien korelasi rx2y < rtabel Ha diterima apabila nilai koefisien korelasi rx2y > rtabel c. Hasil Perhitungan dan Interpretsi Dari table 4.1 diketahui bahwa besarnya rx2y = 0,216 sedang rtabel = 0,205 pada taraf signifikansi 95%. Perbandingan antara koefisien korelasi (rx2y) dengan rtabel menunjukan bahwa rx2y lebih besar dibandingkan rtabel α = 0,05 dan N = 90. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ha diterima atau dengan kata lain semakin tinggi kontrol orangtua pada jam belajar maka perilaku belajar semakin baik. B. ANALISIS REGRESI DUA PREDIKTOR Menggunakan statistik regresi dua prediktor dihasilkan angka regresi yang digunakan untuk menggambarkan hubungan secara bersama-sama antara 2 variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). yaitu hubungan secara bersamasama antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar siswa. Perhitungan analisis regresi dua prediktor dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Berdasarkan output SPSS (lihat lampiran) diperoleh hasil sebagai berikut: 77 Tabel 4.2 Model Summary Std. Error of the Model Estimate 1 .497 .247 .230 3.0710 a. Predictors: (constant), Kontrol Orangtua pada Remaja, Tingkat Keseringan Menonton Televisi pada Jam Belajar. Sumber : Hasil pengolahan data menggunakan program SPSS 10 R R. Square Adjusted R. Square Tabel 4.2 diatas yaitu model summary menyatakan bahwa : - Adjusted R. Square 0,230 artinya Pengaruh secara bersama-sama antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orangtua pada remaja terhadap perilaku belajar sebesar 23 % di dalam populasi. - R. Square 0,247 artinya pengaruh secara bersama-sama antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orangtua pada remaja terhadap perilaku belajar sebesar 24,7 % di dalam sampel. Tabel 4.3 Koefisien Regresi Model Unstandardized Coefficients B Std. Error Standardized coefficients Beta t 1(Constant) 16,606 1.635 10.157 Tingkat (Keseringan Menonton Televisi -2,269 0,472 -0,448 -4.809 pada Jam Belajar) (Kontrol Orangtua 0,173 0,068 0,238 2.555 pada Remaja) a. Dependent Variable: Perilaku Belajar Siswa Sumber : Hasil pengolahan data menggunakan program SPSS 10 78 Sig. .000 .000 .012 Tabel 4.3 diatas mengenai koefisien regresi menyatakan bahwa : - Persamaan Regresi untuk Sampel Y = 16,606 + -2,269 X1 + 0,173 X2 - Persamaan Regresi untuk Populasi Y = 16,606 + -0,448 X1 + 0,238 X2 - Pengaruh/sumbangan Tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar terhadap perilaku belajar adalah sebesar -44,8% - Pengaruh/sumbangan kontrol orangtua pada remaja terhadap perilaku belajar adalah sebesar 23,8% 79 80 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh/sumbangan antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dengan perilaku belajar siswa, pengaruh/sumbangan antara kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar siswa, dan pengaruh/sumbangan antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar siswa. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kesimpulan Empiris Kesimpulan empiris ini didasarkan pada realita empiris tiap-tiap variabel penelitian pada lokasi penelitian. Secara umum dapat dinyatakan keadaan masing-masing variabel sebagai berikut: a. Tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar termasuk kategori tinggi sebanyak 18 responden atau 20%, kategori sedang sebanyak 47 responden atau 52,22% kategori sedang, dan kategori rendah sebanyak 25 responden atau 27,78% . b. Kontrol orangtua pada remaja termasuk kategori tinggi sebanyak 35 responden atau 38,89%, kategori sedang sebanyak 39 responden atau 43,33%, dan kategori rendah sebanyak 16 responden atau 17,78%. 81 c. Perilaku belajar siswa termasuk kategori tinggi sebanyak 31 responden atau 34,44%, kategori sedang sebanyak 32 responden atau 35,56%, kategori rendah sebanyak 27 responden atau 30,00%. d. Dari hasil perhitungan product moment, diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Hubungan antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dengan perilaku belajar siswa, diperoleh rx1y = -0,436 > r tabel = +0,267 pada α = 0,01 N = 90 dan taraf signifikansi 99%. Dengan demikian dapat disimpulkan semakin tinggi tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar maka perilaku belajar menjadi jelek. 2) Hubungan antara kontrol orangtua pada remaja dengan perilaku belajar siswa, diperoleh rx2y = 0,216 > r tabel = 0,205 pada α = 0,05 N = 90 dan taraf signifikansi 95%. Dengan demikian dapat disimpulkan semakin tinggi kontrol orangtua pada remaja maka perilaku belajar semakin baik. e. Dari perhitungan regresi dua prediktor dengan menggunakan SPSS: 1) Model Summary - Adjusted R. Square 0,230 artinya Pengaruh secara bersama-sama antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol orangtua pada remaja terhadap perilaku belajar sebesar 23 % di dalam populasi. - R. Square 0,247 artinya pengaruh secara bersama-sama antara tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar dan kontrol 82 orangtua pada remaja terhadap perilaku belajar sebesar 24,7 % di dalam sampel. 2) Koefisien Regresi - Persamaan Regresi untuk Sampel Y= 16,606 + -2,269 X1 + 0,173 X2 - Persamaan Regresi untuk Populasi Y= 16,606 + -0,448 X1 + 0,238 X2 - Pengaruh/sumbangan Tingkat keseringan menonton televisi pada jam belajar terhadap perilaku belajar adalah sebesar -44,8% - Pengaruh/sumbangan kontrol orangtua pada remaja terhadap perilaku belajar adalah sebesar 23,8% 2. Kesimpulan Teoritis Kesimpulan teoritis diperoleh berdasarkan pada hasil penelitian di lapangan yang berkaitan dengan teori yang digunakan dalam kerangka pemikiran. Kesimpulan ini untuk melihat apakah hasil penelitian dapat mendukung teori yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan teori pendekatan sosiologi keluarga yang mengkaji perkembangan individu dalam konteks keluarga dan masyarakat. Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Setiap individu memiliki peran yang berbeda di dalam keluarga. Menurut William J. Goode keluarga itu menyumbangkan hal-hal berikut kepada masyarakat, kelahiran, pemeliharaan fisik anggota masyarakat, penempatan anak dalam masyarakat, pemasyarakatan, dan kontrol sosial 83 (William J. Goode 1995: 9). Perkembangan anak sangat ditentukan oleh kiprah orangtua. Dalam penelitian ini mengkaji tentang perhatian, pengawasan dan pengendalian orangtua pada remaja terhadap perilaku belajarnya, pada jam belajar dirumah antara pukul 18.00 – 20.30. Bila perhatian, pengawasan dan pengendalian orangtua yang semakin besar terhadap remaja, Maka menjadikan tingkah laku remaja dalam menyelesaikan tugas belajar dan pekerjaan rumah semakin baik, serta usaha untuk memperdalam materi pelajaran juga semakin baik. Sosiologi keluarga tidak lepas dari dinamika proses globalisasi, yang berimplikasi bertemunya beragam bentuk kehidupan. Persinggungan empat aspek kondisi manusia seperti masyarakat nasional, individu, sistem masyarakat dunia, dan kemanusiaan pada gilirannya menciptakan fenomena-fenomena baru. Persinggungan ini semakin terasa akibat munculnya televisi. Perwujudan perubahan dapat berupa kemajuan atau kemunduran, luas ataupun terbatas, cepat atau lambat. Menurut Soemardjan dan Soemardi perubahan sosial yang terjadi dapat berupa norma-norma, nilai-nilai dan pola-pola perilaku (Soemardjan dan Soemardi, 1974: 487). Semakin lama siswa dalam menonton televisi pada jam belajar maka perilaku belajar mereka kurang baik yang ditengarai dengan kurang adanya minat dalam tugas belajar atau pekerjaan rumah dan dalam memperdalam materi pelajaran. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini mendukung teori sosiologi keluarga William J. Goode. 84 3. Implikasi Metodologis Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif eksplanatoris, yaitu menurut Balley penelitian eksplanatoris mempunyai tujuan untuk menguji hipotesis yang menyatakan hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih. (Irawan Suhartono, 2000: 33) Penelitian ini menggunakan metode survei dimana kuesioner dipakai sebagai satu-satunya instrumen utama untuk mengumpulkan data yang terdiri atas 20 pertanyaan. Pertanyaan – pertanyaan tersebut diturunkan dari indikator-indikator yang terdapat pada masing-masing variabel yang diharapkan dapat mengukur pengertian-pengertian konseptual dari variabel yang diteliti. Pada variabel tingkat keseringan menonton televisi di ukur dengan indikator menghitung banyaknya waktu yang digunakan untuk menonton televisi antara jam 18.00 – 20.30 setiap harinya. Pada variabel kontrol orangtua pada remaja di ukur dengan indikator perhatian orangtua pada jam belajar, pengawasan orangtua pada jam belajar dan pengendalian orangtua pada jam belajar. Variabel perilaku belajar siswa diukur dengan indikator tingkah laku siswa dalam menyelesaikan tugas belajar atau pekerjaan rumah dan usaha siswa untuk memperdalam materi pelajaran pada jam belajar. Hasil pengumpulan data melalui kuesioner dalam penelitian ini memberikan hasil yang cukup memuaskan, karena data yang terkumpul terasa cukup terbuka. Oleh karena itu penggunaan koesioner sebagai satu- 85 satunya instrumen utama dalam pengumpulan data pada penelitian ini cukup memadai. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode proposional sampling yaitu penentuan sampel dengan jalan mengambil individu yang terdapat dalam masing-masing kategori populasi sesuai dengan proporsi atau penimbangnya. Selain itu juga menggunakan metode random sampling yaitu penarikan sampel secara acak, dimana setiap anggota populasi mempunyai kemungkinan yang sama untuk menjadi anggota sampel. Dalam penelitian ini sudah cukup menjamin secara pasti seluruh kelompok ( sub populasi ) yang ada dapat terjaring di dalam sampel. Analisa data yang digunakan dengan metode analisa kuantitatif yang menunjuk pada kuantitas yang dinyatakan dengan angka-angka. Penggunaan analisa product moment dan analisa regresi dua prediktor dapat diandalkan menjawab perumusan masalah, tujuan penelitian dan dapat menguji hipotesis yang diajukan. B. SARAN Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak yang berkompeten di dalamnya. 1. Bagi siswa Agar siswa lebih dapat mengatur waktu belajar dan menonton televisi serta dapat membedakan tayangan yang baik dan buruk. 86 2. Bagi guru Agar mengarahkan siswa untuk senantiasa hati-hati dalam memilih tayangan televisi dan memberikan penyuluhan kepada orang tua siswa agar memberikan perhatian, pengawasan dan pengendalian kepada putraputrinya selama berada diluar jam sekolah dan memberikan dorongan pada siswa agar rajin belajar. 3. Bagi sekolah Agar memberikan situasi dan kondisi sekolah yang mengarah kepada kenyamanan belajar, sehingga perilaku belajar siswa dapat terbina dengan baik 4. Bagi orang tua untuk mengontrol anak-anak dengan sebaik-baiknya dengan mengatur kegiatan anak dan menyediakan waktu untuk menemaninya ketika menonton televisi. 5. Bagi pemerintah Agar membuat perda tentang mematikan televisi pada jam belajar antara jam 18.00 s/d 20.30, sehingga para pelajar dapat memanfaatkannya untuk belajar seefektif mungkin. 6. Bagi peneliti lain Peneliti menyadari bahwa apa yang peneliti peroleh dari hasil penelitian ini baru merupakan sebagaian kecil dari fenomena social yang terdapat dalam lokasi. Dalam artian masih banyak lagi permasalahan yang dapat digali bagi pihak-pihak yang berkeinginan melanjutkan atau melakukan di lokasi 87 DAFTAR PUSTAKA Ardianto dan Erdiyana. 2004. Komunkasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Ardianto. 2007. Peran Komunikasi Massa terhadap Perubahan Pola Perilaku Masyarakat . Universitas Malikussaleh Ariesandi. 14-6-2007. Ada 3 Tipe Orangtua: Anda tipe yang Mana?. http://www.sekolahorangtua.com Astuti, Santi Indra. 14-8-2007. Media Literacy: Memerdekakan Khalayak dari Kapitalisme Media. http://communicare-santi.blogspot.com Bahri, Syaiful. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Jakarta: Rineka CIpta Baroto, Aji. 6-6-2008. Dampak Tayangan Televisi terhadap Perkembangan Jiwa Anak . www.bbawor.blogspot.com Burton, Graeme. 2007. Membincangkan Televisi Sebuah Pengantar Kepada Studi Televisi. (Edisi Terjemahan oleh Laily Rahmawati). Yogyakarta: Jalasutra BKKBN Prop. Jabar. 2006. Buku Pedoman Advokasi dan KIE Program KB bagi Tokoh Agama. Demartoto, Argyo. 2007. Mosaik dalam Sosiologi. Surakarta: UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press) Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia . 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php Dewi, Hayuning Purnama. 2007. Pengaruh Terpaan Program Cinemania terhadap Sikap Masyarakat Surabaya dalam menentukan Fil Layar Lebar Terbaru yang Ditonton di Bioskop (Skripsi). Surabaya: Universitas Petra Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Effendy. 1993. Televisi Siaran, Teori dan Praktik. Bandung: Mandar Maju. Ginting, Vera. 2005. Penguatan membaca, fasilitas sekolah dan keterampilan dasar membaca serta minat baca murid. Jakarta: Jurnal Pendidikan Penabur Goode, William J. 1995. The Family (edisi terjemahan Sosiologi Keluarga oleh Laila Hanoum Hasyim Sosiologi Keluarga). Jakarta: Bumi Aksara Hornby AS. 1995. Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of Current English. New York: Oxford University Press Hudoyo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta. http://id. wikipedia. org/wiki/Matematika 88 Imam, Syaiful. 26-9-2007. Mengintip Dampak SI Layar Kaca. http://www.mailarchive.com Johnson, Jeffrey G. 9-5-2007. Frequent TV Viewing During Adolesence Linked with Risk of Attention and Learning Difficulties. Science Daily Kurniawan, Irwan Nuryana. 6-9-2008. Bentuk-bentuk Keyakinan Orangtua. http://kurniawan.staf.uii.co.id Kuswandi. 1996. Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Media Televisi). Jakarta. Rineka Cipta Richards, Rosalina, and Dunedin. 2-3-2010. Teens with More Screen Time Have Lower-Quality Relationships. Science Daily Maspaitella, Elifas Tomix. 2008. http://kutikata.blogspot.com/ Masyarakat Transisi dan Modern. Murtiningsih, Siti. 2004. Pendidikan Alat Perlawanan Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire. Yogyakarta: Resist Book Musthafa, Ibnu. 1993. Keluarga Islam Menyongsong Abad 21. Bandung: AlBayan Sarwono, Sarlito Wirawan. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Press ____________________. 2000. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada Siregar, Ade Rahmawati. 2006. Harga Diri Remaja Obesitas. Medan: USU Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu pengantar. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada Soemardjan Selo, dan Soelaiman Soemardi. 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Suhartono, Irawan. 2000. Metode Penelitian Sosial. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Tarsidi, Didi. 25-11-2007. Peranan Orangtua dalam Perkembangan Kompetensi sosial Anak. http://d-tarsidi.blogspot.com Umar, Husein. 1999. Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Wikipedia Bahasa Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/ Wirodono, Sunardian. 2006. Matikan TV-mu Teror Media Televisi di Indonesia. Yogyakarta: Resist Book Witjaksana, Gunawan. 2007. Jam Belajar dan Media Literacy. Suara Merdeka 16 Juni 2007 Zali. 26-9-2007. Rangsang Audiovisual vs Otak. http://www.mail-archive.com