Retailing Mix

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1. Bauran Penjualan Eceran (Retailing Mix)
Usaha eceran membutuhkan strategi-strategi yang terpadu agar di dalam
mengambil suatu keputusan tidak menyebabkan kerugian bagi perusahaan.
Beberapa pakar ekonomi menyebut strategi ritel dengan istilah retailing mix
(bauran penjualan eceran) yang pada dasarnya bauran penjualan eceran ini
mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bauran pemasaran (marketing mix).
Bauran penjualan eceran terdiri dari unsur-unsur strategis yang digunakan
untuk mendorong pembeli melakukan transaksi usahanya dengan pendagang
eceran tertentu. Penjabaran unsur-unsur dari bauran penjualan eceran dari masingmasing pakar berbeda satu sama lain, tetapi jika dikaji lebih jauh akan tampak
kesamaan konsep dan tujuannya. Penjabaran unsur-unsur bauran penjualan eceran
tersebut dapat diihat berdasarkan tabel di bawah ini:
TABEL 2.1
DEFINISI BAURAN PENJUALAN ECERAN (RETAILING MIX)
NO
1
AHLI
DEFENISI
Dunne,
Lusch
Grifith (dalam
Foster 2008:51)
dan
Bob
2
Masson, Mayer, F. Ezeel
(dalam
Bob
Foster
2008:51)
3
Kotler dan
(2008:442)
Amstrong
Kombinasi dari merchandising, harga, periklanan dan
promosi, pelayanan konsumen dan penjualan, serta suasana
toko dan desain toko yang digunakan untuk memuaskan
konsumen.
Semua variabel yang dapat digunakan sebagai strategi
pemasaran untuk berkompetesi pada pasar yang dipilih. Dalam
variabel penjualan eceran termasuk produk, harga, pajangan,
promosi, penjualan secara pribadi, dan pelayanan kepada
konsumen (customer service)
Keputusan pemasaran pedagang eceran terdiri dari keputusan
pasar sasaran, keputusan ragam produk dan perolehan,
keputusan pelayanan dan suasana toko, keputusan harga,
keputusan promosi dan keputusan tempat.
13
14
NO
4
AHLI
Berman
dan
(dalam
Bob
2008:51)
DEFENISI
Evans
Foster
Untuk bentuk toko yang berdasarkan stote based retail
terdapat strategi bauran penjualan eceran yang terdiri dari
lokasi department store (store location), prosedur
pembelian/pelayanan (operating procedures), produk/barang
yang ditawarkan (goods offered), harga barang (pricing
tactics), suasana department store (store atmosphere),
karyawan (customer service), dan metode promosi
(promotional methods).
Sumber: Berdasarkan Berbagai Referensi Buku
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa bauran penjualan
eceran dapat diartikan meliputi beberapa variabel utama yaitu merchandising
(pengelolaan barang dagangan), store location (lokasi toko), prosedur pembelian,
pricing tactics, store atmosphere (suasana toko), karyawan, dan promosi.
Penjelasan mengenai bauran pemasaran ritel di atas adalah sebagai berikut:
1. Lokasi
Lokasi ritel sangat mempengaruhi tingkat profitabilitas dan keberhasilan usaha
dalam jangka panjang. Selain itu lokasi juga akan mempengaruhi jumlah
konsumen untuk datang ke lokasi yang strategis.
2. Operation procedures atau pelayanan
Pelayanan yang berkualitas tinggi dapat mempengaruhi program relationship
retailing yang didalamnya termasuk desain untuk menarik, memelihara, dan
meningkatkan custumer relationship.
3. Merchandising merupakan perencanaan dan pengendalian dalam pembelian
dan penjualan barang dan jasa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
pengecer.
15
4. Pricing Tactics atau harga merupakan faktor utama penentuan posisi dan
harus diputuskan sesuai dengan pasar sasaran, bauran ragam produk, dan
pelayanan, serta persaingan.
5. Atmosphere dalam Gerai
Store Atmosphere diciptakan untuk melayani target market untuk menyentuh
emosi konsumen dan memberi pengalaman berbelanja yang berujung pada
tercapainya sasaran jangka pendek atau penjualan dan sasaran jangka panjang
berupa citra positif dan rekomendasi
6. Karyawan toko
Bisnis ritel bukan hanya sekedar bisnis penjualan barang dagangan tetapi di
dalamnya melibatkan unsur jasa. Ujung tombak usaha jasa adalah orang atau
dalam suatu bisnis ritel biasanya disebut sebagai pramuniaga atau karyawan.
7. Metode promosi
Komunikasi dengan konsumen adalah penting untuk merangsang, mendorong
penjualan produk, dan mempertahankan image toko.
2.1.2. Konsep Pengelolaan Barang Dagangan
Kunci untuk membuat angka penjualan dalam bisnis ritel terus
mengalami peningkatan adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu
yang baik. Tujuan utama ritel pada umumnya adalah menjual barang dagangan
dan memberikan pelayanan terbaik mereka. Oleh karena itu, menentukan barang
apa yang harus ditawarkan pada pelanggan dan berapa banyak jumlahnya
merupakan tugas utama dari peritel. Ketersedian barang dagangan tersebut dikenal
dengan istilah merchandising atau pengelolaan barang dagangan. Tabel 2.2
16
menyajikan berbagai defenisi mengenai pengelolaan barang dagangan sebagai
berikut :
TABEL 2.2
DEFINISI PENGELOLAAN BARANG DAGANGAN
NO
AHLI
DEFINISI
William J. Stanton dan “Perencanaan dalam perusahaan untuk menghasilkan jasa atau
1
Y. Lamarto (1996;8)
produk yang tepat, dalam harga yang pantas dan dengan warna
dan ukuran yang sesuai.
Michael
Levy
dan Merchandising is the process by a wich retailer atteps to offer
2
Barton
A.
Witz the right quantity of the right merchandise, in the right place, at
(2001:348)
the right time, while meeting the company’s financial goal.
Artinya pengelolaan barang dagangan adalah proses yang
dilakukan oleh retailer dalam menawarkan barang dalam
jumlah yang tepat, pada lokasi yang tepat, pada waktu yang
tepat untuk mencapai tujuan keuangan perusahaan.
Dunne,
Lusch
dan Grup produk yang sangat berhubungan satu sama lain yang
3
Griffith (dalam Bob ditujukan untuk kegunaan akhir yang dijual kepada grup
Foster 2008:54)
konsumen yang sama atau dengan kisaran agar yang hampir
sama
Berman
dan
Evans Merchandising consists of the activities involved in acquiring
4
(dalam
Bob
Foster particular goods anad or services and making them available
2008:54)
at the places, times, and prices and in the quantity that enable a
retailer to reach its goals
Buchari
Alma
(2004:13)
Merchandising adalah kebijakan kaum produsen untuk
5
mendekatkan hasil produksinya kepada selera konsumen
Hendri Ma’ruf
Kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis
6
(2006:135)
yang dijalani toko (produk berbasis makanan, pakaian, barang
kebutuhan rumah, produk umum, dan lain-lain, atau kombinasi)
untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu dan harga
yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel.
Bob Foster (2008:54)
Perencanaan dan pengendalian dalam pembelian dan penjualan
7
barang dan jasa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
pengecer
Sumber: Berdasarkan Berbagai Referensi Buku
Berdasarkan definisi di atas jelas bahwa kegiatan penyediaan barang
dagangan oleh peritel disediakan untuk konsumen akhir untuk disediakan dalam
toko pada jumlah, waktu dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau
perusahaan ritel.
2.1.2.1. Karakteristik Barang Dagangan Ritel
Pengelolaan barang dagangan merupakan salah satu bidang yang
berperan dalam menentukan keunggulan bersaing dari peritel. Merchandising
17
berasal dari kata merchandise yang artinya barang yang diperdagangkan. Citra
toko atau ritel dapat dibangun berdasarkan karakteristik barang dagangan yang di
pajang atau ditawarkan untuk dibeli pelanggan. Peritel harus memutuskan
karakteristik barang dagangan yang dipilih untuk ditawarkan pada pelanggan.
Menurut Christina Whidya Utami (2008:93) karakteristik barang dagangan dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Convenience goods (produk kemudahan)
Jenis yang relatif murah dan menggunakan sedikit upaya untuk berbelanja
sehingga konsumen tidak perlu bersusah payah berbelanja. Jenis produk yang
termasuk dalam kategori convenience goods antara lain seperti permen,
minuman ringan, sisir, aspirin, perangkat keras yang kecil, cuci kering, dan
pencuci mobil.
2. Shopping goods (produk belanja) yaitu barang dagangan yang membutuhkan
proses evaluasi lebih dibandingkan saat membeli consumer goods seperti
pakaian.
3. Impulse goods yaitu pembelian barang dagangan yang biasanya tanpa rencana
misalnya hard, soft, basic, fashion, permen, koran, majalah yang ditempatkan
di depan kasir supermarket, dan lainnya.
2.1.2.2. HIERARKI MERCHANDISING
Peritel biasanya akan menetapkan hirarki barang dagangan dalam
mempermudah mengelompokkan barang dagangan. Hirarki barang dagangan
adalah urutan kelompok barang dagangan yang disusun untuk memudahkan
18
peritel mengelola barang dagangan. Hirarki barang dagangan juga digunakan
sebagai upaya memudahkan pengidentifikasian dan pendataan barang dagangan.
Sistematika hirarki barang dagangan dimulai dari hirarki yang paling tinggi adalah
perusahaan, divisi, kategori, subkategori, segmen, sub segmen item (SKU/stock
keeping unit).
). Untuk tujuan mempermudah memahami pengertian hirarki
manajemen barang dagangan dalam Gambar 2.1 berikut ini:
Company
Divison
category
Sub-category
Segment
Sub-Segment
item/SKU
Sumber : Christina Whidya Utami (2008:77)
GAMBAR 2.1
MERCHANDISE HIERARCHY
Hierarki
ierarki barang dagangan dapat disusun ke dalam bentuk piramida,
pada bagian teratas adalah company sampai bagian paling bawah adalah item.
Keberadaan item pada bagian paling dasar menunjukkan bahwa variasi dan
jumlah item barang dagangan merupakan yang paling besar di antara hierarki
barang dagangan yang lain. Contoh hirarki pengelolaan barang dagangan menurut
Christina Whidya Utami
tami (2008:50)
(2008
dapat dilihat pada Tabel 2.3 pada halaman
selanjutnya:
19
1
2
3
4
5
6
TABEL2.3
CONTOH MERCHANDISE HIERARCHY
COMPANY
Hypermarket/Supermarket/Minimarket
Division
Hardgoods
Non-Food
Food
Category
Household
Body care
Cooking Needs
Sub-Category
Peralatan dapur
Skin Care
Noodle & pasta
Segment
Tempat minum
Face Care Instant Noodle
Sub-Segment
Termos air
Cleanser
Softpack
Perishable
Produce
Fruit
Import fruit
Citrus fruit
Sumber : Chiristina Whidya Utami (2008:50)
Secara nyata tidak mungkin membiarkan proses pembelian tanpa
mengelompokkan item barang dagangan ke dalam kategori-kategori. Secara
sederhana kategori dapat dipahami sebagai kelompok barang yang dalam persepsi
konsumen saling berhubungan dan atau pemakaiannya dapat saling mensubstitusi.
Secara umum kategori merupakan keragaman item yang dilihat pelanggan.
Manajemen kategori adalah proses mengatur bisnis ritel dengan tujuan
memaksimalkan penjualan dan keuntungan dari kategori. Masing-masing kategori
pengelolaan barang dagangan di toko dapat memerankan berbagai peran sebagai
berikut:
No
1
2
3
4
TABEL 2.4
PERAN MANAJEMEN KATEGORI
Peran manajemen kategori
Perilaku konsumen
DESTINATION
Menentukan di mana dan kapan seseorang
berbelanja
ROUTLINE
Pada saat berbelanja pada tempat tujuan
berbelanja, sekalian mengisi troll
Occasional
Dibeli hanya pada saat dibutuhkan
FILL-IN
Impulse/tidak dijadikan alasan untuk pergi
berbelanja
Sumber: Christina Whidya Utami (2008: 78)
Dibeli secara berkala
Selektif sangat memperhtikan harga
Loyalitas cukup signifikan
Dibeli secara rutin
Sangat memperhatikan value
Loyalitas di atas rata-rata
Dibeli berdasarkan hanya bila
diperlukan
Sangat dipengaruhi kenyamanan
Loyalitas rendah
Impulse
sangat
dipengaruhi
kenyamanan
Konsumen berperilaku secara berbeda dalam merespon keberadaan
kategori tersebut. Dengan demikian, toko harus pandai dan kreatif dalam
20
menetapkan kategori pengelolaan barang dagangan yang dapat memainkan peran
tersebut. Ritel dituntut untuk dapat mengelola dan mengatur barang dagangan
yang akan ditawarkan kepada konsumen. Langkah pengaturan arah pengelolaan
barang dagangan dalam ritel menurut Levi dan Weitz yang dikutip dalam
Christina Whidya Utami (2008:91) adalah sebagai berikut:
Retail
Strategi
Item Baru
Analisis
Pasar
Assortment
Planning
Tipe Toko
Sales & Gross
Marketing
Plan
Merchandising
category
Seasonal
Plan
Margin Mix
Promotion
Plan
SKU by Store
Sourching &
Buying Plan
Logistic
Key Supplier
Partnership
Service Level
Analysis
Sales & Gross
Marketing
Analysis
Report
Analysis
Store Survey
& Feedback
Competitive
Survey
Privte Brand
Development
Planogram
Product
Knowledge Traing
Store
Sumber : Levy dan Weltz yang dikutip oleh Christina Whidya Utami (2008:91)
GAMBAR 2.2
PROSES MERCHANDISING CYCLE
Proses
merchandise
cycle
dalam
langkah
pengaturan
arah
merchandising terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis pasar dan segmentasi
2. Analisis pasar dilakukan dengan meneliti pasar, konsumen dan pesaing, perlu
diperhatikan siapa yang harus melakukannya, di mana, kapan dan bagaimana
melakukannya.
3. Menentukan target pasar
21
4. Menetapkan tujuan dan memutuskan berdasarkan tren secara umum dalam
pasar, kelompok pengelolaan barang dagangan mana yang patut mendapat
perhatian lebih.
5. Assortment plan adalah aktivitas untuk melakukan perencanaan terhadap
merchandising category dan margin mix.
6. Merchandising category adalah kelompok barang dalam persepsi konsumen
saling berhubungan dan atau pemakaiannya dapat saling mendistribusi
7. Margin mix adalah komposisi margin yang terbaik ditentukan berdasarkan
peranan dari masing-masing kategori barang (category rule).
8. Sales and general merchandising plan
9. Sourching and buying plan
10. Logistic
11. Penjualan dan general merchandising analysis
12. SKU (Stock Keeping Unit), SKU dalam toko mempunyai pemahaman bahwa
pada setiap toko atau kelompok toko memiliki daftar item atau SKU yang
berbeda sesuai dengan pasar sasarannya.
13. Planogram adalah di setiap SKU toko ditetapkan alamat gondola atau rak dan
shelving serta besarnya facing display. Planogram ditentukan berdasarkan alur
kebiasaan belanja konsumen (consumen decision tree) sedangkan besarnya
facing dipengaruhi oleh rencana ataupun hasil penjualan.
14. Product Knowledge Training Store terkait dengan informasi produk baru yang
dikirim ke toko beserta planogramnya yang selalu diperbaharui. Alasan-alasan
untuk menjawab mengapa diperlukan item baru yang harus dijual dalam toko
yaitu karena adanya permintaan pasar atau permintaan konsumen, adanya
penawaran supplier, differentiation, margin yang lebih baik bagi toko, untuk
meningkatkan produktivitas dari space (ruang pajang).
2.1.2.3. Manajemen Pengelolaan Barang Dagangan
Sebuah ritel akan mengalami kesuksesan finansial jika mereka
merencanakan dengan baik penerapan finansial dari kegiatan barang dagangan
mereka. Tujuan dari manajemen barang dagangan adalah mengidentifikasikan
bahwa target konsumen benar-benar menginginkan barang tersebut dan mampu
menjaga ketersediaan barang dagangan pada jumlah dan harga yang tepat serta
waktu dan tempat konsumen menginginkannya. Manajemen pengelolaan barang
dagangan meliputi tiga hal yaitu :
22
1. Perencanaan barang dagangan
Perencanaan barang dagangan merupakan pencarian serangkaian bauran
barang dagangan yang mencakup luas dan dalamnya lini produk guna memenuhi
kepuasan target konsumen. Menurut Hendri Ma’ruf (2006:141) hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam merencanakan pengelolaan barang dagangan dapat dilihat
pada Gambar 2.3 sebagai berikut:
INOVASI
PERAMALAN
ASSORTMENT
PERENCANAAN
MERCHANDISING
TIMING & LOKASI
MEREK
Sumber : Hendri Ma’ruf (2006:141)
GAMBAR 2.3
KOMPONEN MANAJEMEN MERCHANDISING
Secara ringkas penjelasan mengenai komponen-komponen manajemen
pengelolaan barang dagangan sebagai berikut:
a. Peramalan, jumlah barang yang hendak disediakan peritel dalam gerainya
terkait dengan rencana penjualan dalam jangka setahun.
b. Inovasi produk ritel harus diciptakan secara inovatif, faktor utama yang
diperhatikan dalam melakukan inovasi adalah target market.
c. Assortment, keanekaragaman tersebut terdiri atas dua hal antara lain wide
(lebar)
d. Merek, peritel dapat membuat merek sendiri yang disebut private label, yang
jika berhasil dijalankan akan memperoleh keuntungan.
e. Timing dan Alokasi
Persediaan barang agar dapat disajikan dengan cepat setiap harinya di gerai
harus disiapkan secara terencana.
23
2. Pembelian Barang Dagangan
Pembelian barang dagangan meliputi pembuatan berbagai keputusan yang
berkaitan dengan sentralisasi atau desentralisasi pembelian, sumber barang
dagangan (supplier), dan negosiasi dengan pemasok. Pemilihan pemasok adalah
suatu keputusan yang krusial, selain berhubungan dengan kredibilitas dan jaminan
mutu barang, hal itu juga sangat terkait dengan efisiensi biaya, baik biaya
pengiriman, biaya tunggu, maupun biaya penyimpanan. Semua akan berdampak
pada semakin efisiennya operasi bisnis ritel yang dijalankan sehingga pihak
peritel lebih fokus pada pelayanan pelanggannya.
3. Pengawasan Barang Dagangan
Pengawasan disini meliputi penjagaan terhadap tingkat ketersediaan barang
dagangan dan menjaga persediaan dari kerusakan dan kehilangan akibat kelalaian
pegawai, pencurian toko, atau sebab lain yang menyebabkan hilangnya
pengelolaan barang dagangan.
2.1.2.4. Komponen Pengelolaan Barang Dagangan
Citra sebuah toko atau ritel dapat dibangun berdasarkan karakteristik
barang dagangan yang dipajang atau ditawarkan untuk dibeli oleh pelanggan.
Komponen dalam karakteristik pengelolaan barang dagangan menurut Christina
Whidya Utami (2008:18) terdiri dari quality, price, dan assortment.
2.1.2.4.1. Quality atau Kualitas
Kualitas produk merupakan salah satu alat andalan pemasaran suatu
perusahaan. Kualitas mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja produk dan
24
jasa, yang dapat mendekatkan pada nilai dan kepuasan. Menurut American society
for quality control yang di kutip oleh Kotler & Amstrong (2008:226) bahwa
kualitas adalah sifat dan karakteristik total dari sebuah produk atau jasa yang
berhubungan dengan kemampuannya memuaskan kebutuhan pelanggan.
Kotler dan Amstrong (2008:226), mendefinisikan kualitas sebagai berikut:
“Kualitas produk adalah kemampuan produk untuk melaksanakan
fungsinya, termasuk didalamnya keawetan, keandalan, ketepatan,
kemudahan dipergunakan dan diperbaiki serta atribut bernilai yang lain”.
Besterfield, et al (1999) yang dikutip dalam Bilson Simamora (2002:120)
“melihat kualitas dari performa dan harapan. Apabila performa dapat dapat
memenuhi atau melampaui harapan, maka produk itu berkualitas”. Konsumen saat
ini memilih produk yang bermutu tinggi dengan penyesuaian harga yang relatif
rendah. Christina Whidya Utami (2008:95) mengemukakan pendapat mengenai
kesesuaian harga dengan kualitas sebagai berikut :
”Keputusan penetapan harga semakin penting karena pelanggan saat ini
cenderung mencari nilai barang (value) ketika mereka membeli barang
dagangan atau jasa, dimana nilai disini berarti hubungan antara apa yang
diperoleh pelanggan (barang dan jasa) dan apa yang harus dia bayar untuk
mendapatkan manfaat barang tersebut”
Tujuan utama ritel pada umumnya adalah menjual barang dagangan dan
memberikan pelayanan terbaik mereka, oleh karena itu untuk dapat terus
meningkatkan agak penjualan dalam bisnis ritel harus menjual atau menyediakan
barang dengan mutu yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Christina Whidya Utami (2008:27):
“Kunci untuk merealisasikan angka penjulan agar terus mengalami
peningkatan dalam bisnis ritel adalah menjual atau menyediakan barang
dengan mutu atau kualitas yang baik dan variatif sehingga mampu
menjawab kebutuhan pelanggan”.
25
Fandy Tjiptono (2008:25) menyatakan bahwa dalam mengevaluasi suatu
keputusan pembelian yang menitikberatkan pada kepuasan terhadap kualitas
produk mengacu pada berbagai faktor antara lain:
1. Performance (Kinerja) merupakan karakterisitik produk inti yang meliputi
merek, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek-aspek kinerja individu.
2. Features (Keistimewaan tambahan) dapat berbentuk produk tambahan dari
suatu produk inti yang dapat menambah nilai dari suatu produk.
3. Conformance (Kesesuaian), ketepatan dalam menyesuaikan barang yang akan
dijual dengan kebutuhan konsumen dapat menarik konsumen melakukan
pembelian, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Christina Whidya Utami
(2006:154): “Setiap department store harus dapat menyediakan barang tepat
atau sesuai dengan waktu misalnya: penetapan penyediaan barang pada saat
hari raya, barang atau produk yang dibutuhkan oleh konsumen”.
4. Reliability (Keandalan) berkaitan dengan timbulnya kemungkinan suatu
produk mengalami keadaan tidak berfungsi (malfunction) pada suatu periode.
5. Daya tahan berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus
digunakan (mencakup umur teknis dan umur ekonomis penggunaan produk)
6. Serviceability
(Kemampuan
pelayanan)
meliputi
dengan
kecepatan,
kompetensi, kenyamanan serta penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, dilihat melalui panca indera manusia, seperti suatu produk yang
terdengar oleh konsumen, bentuk fisik suatu produk yang menarik, model atau
desain yang artistik, warna dan sebagainya.
26
8. Perceived quality (kualitas yang dipersepsikan), citra dan reputasi produk
serta tanggung jawab perusahaan terhadap produk.
2.1.2.4.2. Price
Dalam arti yang sempit, harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas
suatu produk atau jasa. Dalam arti luas, harga adalah jumlah dari seluruh nilai
yang ditukar konsumen atas manfaat memiliki dan menggunakan produk atau jasa
tersebut. Kotler (2008:82):mengemukakan penjelasan mengenai harga berikut ini:
“Kebijaksanaan penetapan harga yang dilakukan oleh pengecer merupakan
factor positioning yang penting, dan harus ditetapkan dengan
mempertimbangkan target pasar dan jasa yang ditawarkan dan persaingan
dengan pengecer lain. Semua pengecer senantiasa berkeinginan
menetapkan harga yang tinggi dengan volume yang tinggi pula.“
Penetapan harga dan persaingan harga adalah masalah utama yang
dihadapi dalam semua lingkungan bisnis terutama bisnis ritel. Menurut Christina
Whidya Utami (2008:95) : ”Keputusan penetapan harga semakin penting karena
pelanggan saat ini cenderung mencari nilai barang (value) ketika mereka membeli
barang dagangan atau jasa.”
a. Pendekatan dalam penetapan harga
Setelah strategi penetapan harga, yang perlu ditetapkan oleh ritel adalah
harga untuk setiap item dengan memperhatikan harga jual impas, permintaan dan
persaingan. Harga pada retailer store bervariasi, ada ritel yang memasang harga
mati dan ada pula yang menetapkan harga fleksibel atau dapat ditawar untuk
barang-barang yang dibutuhkan konsumen rumah tangga. Dalam pasar ritel
27
sekarang, terdapat dua strategi penetapan harga yang berlainan menurut Christina
Whidya Utami (2008:98) yaitu sebagai berikut:
1. Penetapan harga rendah setiap hari (EDLP; everyday low pricing) yang
menekankan kontinuitas harga ritel pada level antara harga non obral regular
dan harga obral diskon besar pesaing ritel (tak selalu berarti termurah).
2. High atau low pricing (HLP), ritel menawarkan harga yang kadang di atas
EDLP pesaing dengan memakai iklan untuk mempromosikan obral dalam
frekuensi yang cukup tinggi.
Barang dagangan yang tergolong kelas rata-rata dan dijual di lokasi biasa
akan dijual dengan harga yang umum. Sementara itu produk eksklusif yang unik
biasanya dijual di lokasi strategis dengan sedikit pesaing, biasanya akan dijual
dengan harga yang relatif tinggi. Sebaliknya produk yang sangat popular dan
banyak dibuat orang sehingga tersebar hingga ke pelosok akan dijual dengan
harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau harga umum. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Menurut Hendri Ma’ruf (2006:157):
“Harga rendah sering dijadikan sebagai strategi yang amat efektif menarik
pembeli karena harga rendah berarti penghematan sehingga muncullah
strategi harga bersaing atau “pricing below the market” yaitu harga jual
eceran yang lebih rendah, baik sedikit atau banyak, dibandingkan harga
jual eceran dari rata-rata pesaing”.
b. Komponen Pendukung Reputasi Harga
Penetapan harga mempengaruhi reputasi sebuah ritel. Terdapat 5 aktivitas
yang dapat mendukung dibangunnya reputasi harga bagi sebuah ritel menurut
Christina Whidya Utami (2008:105) antara lain :
28
a. Mengubah harga pada rak pajang setiap hari (everyday shelf price), reputasi
harga yang baik akan terbangun jika ritel sangat memperhatikan perubahan
harga untuk setiap item yang dijual dalam rak.
b. Komunikasi harga, ritel harus menghargai komunikasi dengan pelanggan
tentang informasi harga yang ditetapkan untuk setiap item barang dagangan.
c. Harga promosi, secara konsisten ritel harus melakukan promosi harga untuk
item barang dagangan tertentu. Kegiatan ini dipandang sebagai cara efektif
untuk menarik minat pelanggan agar berkunjung.
d. Harga per unit, ritel harus mengkomunikasikan harga per unit barang
dagangan pada pelanggan.
e. Pemahaman pelanggan terhadap nilai item harga (know-value item price), nilai
item barang akan terbentuk sejalan dengan pertimbangan pelanggan terhadap
manfaat yang didapatkan dari item produk.
c. Strategi untuk meningkatkan penjualan
Ketika peritel melayani pasar sasaran yang sangat sensitif terhadap harga
maka harga dapat digunakan untuk meningkatkan penjualan ritel. Oleh karena itu,
bagi peritel perlu untuk membangun reputasi harga yang baik di mata
pelanggannya. Penyampaian informasi mengenai harga perlu secara konsisten dan
tepat diberikan kepada konsumen agar memudahkan konsumen
untuk
mendapatkan informasi terhadap barang yang akan dibelinya. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan menurut Christina Whidya Utami
(2008:105):
29
“Ritel harus menghargai komunikasi pada pelanggan tentang informasi
harga yang ditetapkan ritel untuk setiap item barang dagangan. Hal ini
akan efeketif dijalankan apabila dilakukan kontrol terhadap konsistensi
antara harga yang dikomunikasikan dan harga nyata yang harus konsumen
bayar”.
Kemampuan ritel dalam menetapkan strategi harga membutuhkan
kemampuan ritel untuk melihat peluang dalam melakukan dan menetapkan
diskriminasi harga. Berikut ini merupakan beberapa strategi penetapan harga yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan penjualan dengan diskriminasi harga
menurut Christina Whidya Utami (2008:107) adalah sebagai berikut:
a. Markdown adalah diskriminasi harga tingkat kedua karena melalui markdown
sebenarnya ritel telah membebankan harga berbeda kepada konsumen yang
berbeda atas dasar sifat penawaran.
b. Kupon adalah diskon harga item tertentu ketika dibeli di suatu toko
c. Rabat merupakan bagian dari harga pembelian yang dikembalikan kepada
pembeli dimana rabat membebani ritel dengan biaya penanganan.
d. Price Bundling adalah penawaran dua atau lebih produk yang berbeda untuk
penjualan atau obral pada satu harga.
e. Multiple unit pricing, sama dengan price bundling tetapi produknya sama
bukan berbeda.
f. Variable pricing atau zona penetapan harga yaitu pembebanan harga yang
berbeda dalam toko, pasar atau zona yang berbeda untuk menghadapi situasi
persaingan yang berbeda.
Ketika peritel melayani pasar sasaran yang sangat sensitif terhadap harga
maka harga dapat digunakan untuk merangsang penjualan ritel. Terdapat tiga
30
strategi untuk meningkatkan penjualan tanpa menggunakan diskriminasi harga
menurut Christina Whidya Utami (2008:108) yaitu sebagai berikut:
a. Leader Pricing, ritel menetapkan harga lebih rendah daripada normalnya
untuk item tertentu, hal ini dilakukan untuk meningkatkan arus lalu lintas
pelanggan atau untuk meningkatkan penjualan produk pelengkap atau
komplementer.
b. Pricing lining (harga bertingkat), ritel menawarkan sejumlah poin harga
terbatas yang ditentukan sebelumnya dalam suatu klasifikasi. Manfaatnya bagi
pelanggan dan ritel adalah menyingkirkan kebingungan yang muncul dari
pilihan harga ganda.
c. Penetapan harga ganjil (odd pricing), pemakaian suatu harga yang berakhir
dalam jumlah atau bilangan ganjil. Untuk produk yang sensitif harga, banyak
ritel yang membulatkan ke bawah untuk menciptakan citra harga positif.
2.1.2.4.3. Assortment (Keragaman Produk)
Tujuan utama ritel umumnya adalah menjual barang dagangan dan
memberikan pelayanan terbaik mereka. Oleh karena itu, menentukan barang apa
yang harus ditawarkan pada pelanggan dan berapa banyak jumlahnya merupakan
tugas utama dari semua ritel. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Christina Whidya Utami (2008:27):
“Kunci untuk merealisasikan angka penjualan agar terus mengalami
peningkatan dalam bisnis ritel adalah menjual atau menyediakan barang
dengan mutu atau kualitas yang baik dan variatif sehingga mampu
menjawab kebutuhan pelanggan”.
31
Christina Whidya Utami (2008:89) mendefiniskan assortment sebagai
sejumah SKU dalam kategori breadth yang baik dan dept yang juga dapat
digunakan saling bergantian, hal yang serupa juga dikemukakan menurut Hendri
Ma’ruf (2006:144) yaitu assortment menunjuk pada keanekaragaman kategori
produk yang terdiri dari wide dan deep. Assortment peritel harus sesuai dengan
harapan belanja pasar sasarannya. Itulah yang sebenarnya menjadi kunci
keberhasilan bisnis ritel dalam memenangkan persaingan perusahaan sejenisnya.
Menurut Christina Whidya Utami (2006:155):
“Semakin tinggi pengelolaan barang dagangan, semakin besar jumlah stok
cadangan. Memilih cadangan yang tepat adalah kunci sukses dari proses
perencanaan keberagaman, karena jika barang terlalu rendah maka ritel
akan kehilangan penjualan dan pelanggan”.
Keragaman produk juga bisa dilihat dari kualitas barang yang ditawarkan,
sehingga konsumen tertarik dengan ragam kualitas produk dan rentang produk
yang diperdagangkan. Hal ini sesuai dengan penjelasan menurut Hendri Ma’ruf
(2006:138): “Keinginan konsumen atas keragaman barang membuat peritel harus
menyediakan merchandise yang banyak jenisnya dan banyak pilihan atas masingmasing jenis”. Menurut Christina Whidya Utami (2006:150): “Proses perencanaan
keberagaman semua ritel menghadapi masalah mengenai strategi yang paling
dasar untuk memperoleh keuntungan yang bersaing dan dapat menopang
keseluruhan rencana kerja ritel tersebut”.
a. Dimensi Keragaman Produk
Menurut Christina Whidya Utami (2008:18), hal penting dari
keragaman produk yang perlu dipertimbangkan adalah:
32
1. Ketersediaan produk baru, persentase permintaan untuk beberpa SKU yang
memuaskan. Menurut Christina Whidya Utami (2008:146) ketersediaan
produk baru berkaitan dengan saran penjualan yaitu:
“Terdapat beberapa barang yang dianjurkan dapat dijadikan sebagai saran
penjualan, dimana saran penjualan dapat dijadikan sebagai alat efektif dalam
beberapa tahap proses pembelian yang biasanya digunakan untuk membangun
prefensi pembeli, keyakinan dan aksi. Barang tersebut seperti produk-produk
baru, konsumen sering kali menerima sesuatu yang berbeda, jadi sangat tepat
untuk membeli produk baru yang disarankan di pasaran”.
2. Merek yang bervariasi, kategori barang dagangan yang beranekeragam dari
beberapa merek yang dijual oleh pengecer. Tersedianya berbagai macam
merek dapat memenuhi dan memuaskan segala kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Menurut Sopiah dan Syihabudin (2008:143):”Peritel dapat
menawarkan berbagai merek yang akan memperoileh keuntungan-keuntungan
diantaranya peningkatan citra toko dan keunggulan dalam omset penjualan”.
3. Berbagai desain produk dan warna, selain pengecer menyelenggarakan barang
dagangan dengan berbagai merek yang bervariasi, untuk dapat membuat
konsumen lebih tertarik hingga memutuskan untuk membeli maka pengecer
harus menyediakan berbagai macam desain dari produk ataupun warna dari
suatu produk yang bervariasi.
4. Berbagai variasi produk, berbagai merek dengan berbagai desain produk juga
warna dari suatu produk merupakan keanekaragaman dari suatu produk.
Menurut Christina Whidya Utami (2006:155):”Kesesuaian jumlah barang
yang meliputi banyaknya variasi produk yang dijual dan banyaknya item
pilihan dalam masing-masing kategori produk. Menurut Hendri Ma’ruf
33
(2006:137), gerai minimarket biasanya mempunyai komposisi merchandising
seperti berikut:
a.
b.
c.
d.
Produk makanan dan minuman
Produk nonfoods (seperti sabun)
Perishable (seperti buah-buahan yang cepat busuk)
Umum (seperti baterai)
(60%)
(20%)
(10%)
(10%)
5. Ketersediaan berbagai merek dan produk untuk dipilih, penyediaan berbagai
merek dan produk untuk dipilih disini adalah ketersediaan akan barang
dagangan dengan berbagai merek dan produk yang bervariasi bagi konsumen.
Menurut Christina Whidya Utami (2008:83):
“Pilihan produk atau barang dagangan baru yang akan dipajang dalam rakrak penjualan akan sangat bergantung pada evaluasi terhadap kebutuhan
konsumen akan produk yang ingin dibeli pada ritel tersebut maka peritel
dituntut untuk menyiapkan barang dagangan dengan variasi produk dalam
ruang pajangnya”.
b. Klasifikasi Keragaman Produk
Keanekaragaman kategori dalam keragaman produk mempunyai beberapa
klasifikasi berdasarkan jenisnya menurut Hendri Ma’ruf (2006:144) adalah :
1. Wide yaitu banyaknya variasi kategori produk yang dijual yang meliputi
banyak ragam kategori dan sempit yaitu sedikit ragam kategori produk.
2. Deep (dalam) yaitu banyak item pilihan dalam masing-masing kategori produk
yang meliputi banyaknya pilihan (warna, ukuran, bahan, dan lain-lain) dalam
setiap kategori produk dan dangkal yaitu sedikit pilihan dalam setiap kategori
produk.
34
Menurut Peter Mc Gloldrick yang dikutip oleh Hendri Ma’ruf (2006:146),
penerapan aspek keragaman dapat dilihat sebagai berikut :
Sempit
Jumlah item dalam setiap kategori
Dalam/
banyak
Sedikit
Jumlah Kategori
Lebar
Contoh : category killer
Sisi Positif :
1. Pasar yang fokus
2. Citra sebagai spesialis
3. Pilihan bagus dalam kategori
4. Berpeluang besar memenuhi kebutuhan pelanggan.
5. Staf yang berketerampilan khusus
6. Pelanggan biasanya loyal
Sisi Negatif :
1. Rentan terhadap perubahan selera
2. Tidak bersifat one-stop shopping
3. Tidak terlalu butuh cross-selling
4. Pelanggan dapat bingung
Contoh : Departement store besar
Sisi Positif :
1. Daya tarik bagi masyarakat luas
2. Pilihan banyak
3. One-stop shooping
4. Berpeluang besar memenuhi kebutuhan pelanggan
5. Pelanggan biasanya loyal
6. Potensi lalu lintas mobil tinggi
Sisi negatif :
1. Investasi besar dalam persediaan
2. Lebih banyak rak untuk barang slow moving
3. Risiko mode kadaluarsa
4. Biasanya berbiaya tinggi untuk pelayanan
Contoh : Covenience store
Sisi Positif :
1. Terunggul dalam pasar convenience
2. Turnover persediaan tinggi
3. Konsentrasi pada item yang menguntungkan
4. Strategi harga rendah
Sisi Negatif:
1. Pilihan sedikit
2. Kurang berpeluang memenuhi kebutuhan banyak pelanggan
3. Citra lemah dalam ragam produk
4. Kurang croos-selling
Contoh : General Discounter
Sisi Positif :
1. Daya tarik bagi umum
2. Bias fokus pada item yang paling menguntungkan atau
yang paling murah
3. Ada upaya cross-selling
4. Potensi lalu lintas mobil tinggi
5. Strategi harga murah
Sisi Negatif :
1. Variasi sedikit dalam suatu kategori
2. Kurang berpeluang memenuhi kebutuhan semua
pelanggan
3. Sangat mungkin loyalitas rendah
4. Citra yang kurang kuat
Sumber : McGoldrick, hal 308 yang dikutip oleh Hendri Ma’ruf (2006:147)
GAMBAR 2.4
ASPEK WIDE AND DEEP DALAM ASSORMENT PRODUCT
Aspek wide dan deep menurut Hendri Ma’ruf (2006:144) dapat
diklasifikasikan menjadi empat (4) jenis assortment yaitu antara lain :
1. Narrow and deep (sempit dan dalam) yaitu sedikit ketegori produk tetapi
masing-masing kategori disediakan banyak pilihan, biasanya dilakukan oleh
gerai seperti category killer.
2. Wide and Deep (lebar dan dalam) yaitu banyak kategori produk jenis yang
masing-masing dengan banyak pilihan, biasanya dilakukan oleh gerai seperti
hypermarket.
35
3. Wide and Shallow (lebar dan dangkal) yaitu banyak kategori produk tetapi
masing-masing hanya tersedia sedikit pilihan, contoh biasanya dilakukan oleh
gerai seperti general discounter.
4. Narrow and Shallow (sempit dan dangkal) yaitu sedikit kategori produk jenis
yang masing-masing dengan sedikit pilihan, contoh convenience store dan
minimarket.
Menurut Berry Berman dan Joel R. Evans yang dikutip oleh Hendri
Ma’ruf (2006:148), memuat keuntungan dan kerugian strategi keragaman produk
seperti pada Tabel 2.5 berikut ini:
TABEL 2.5
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
STRATEGI KERAGAMAN PRODUK PADA MERCHANDISING
KEUNTUNGAN
KERUGIAN
Wide & deep
(banyak ragam kategori produk dan masing-masing banyak pilihan)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
Pasarnya luas
Tersedianya banyak pilihan
Lalu lintas orang tinggi
Loyalitas pelanggan
One-stop shopping
Kekecewaan pelanggan rendah
1.
2.
3.
4.
Investasi sangat besar untuk persediaan
Citra sebagai pengecer “gado-gado
Banyak item yang turn-overnya rendah
Sebagian merchandising akan menjadi usang
Wide & Shallow
(banyak ragam kategori produk dan masing-masing sedikit pilihan )
Lalu lintas orang tinggi
1. Pilihan sedikit pada produk-produk yang tersedia
One-stop shopping waktu
2. Sebagian pelanggan dikecewakan
Menyenangkan pelanggan yang berorientas
3. Banyak item yang turn-overnya rendah
Tidak membutuhkan investasi sebanyak wide 4. Loyalitas pelanggan berkurang
& deep
5. Citra tidak kuat
Narrow & deep
(sedikit ragam kategori produk dan masing-masing banyak pilihan)
Citra sebagai gerai khusus/spesialis
1. Terlalu menekankan sedikit kategori
Pilihan banyak dalam kategori yang dijual
2. Bukan sebagai gerai one-stop shopping
Staf yang terampil
3. Rawan terhadap perubahan tren/siklus
Loyalitas pelanggan
4. Jauh dari scrambled merchandising
Tidak memerlukan investasi banyak cara wide 5. Perlu upaya besar untuk memperluas cakupan
& deep
rumah-tangga yang dilayani (trading area)
Tidak ada pelanggan yang dikecewakan
Loyalitas pelanggan
Narrow & shallow
(sedikit ragam kategori produk dan masing-masing sedikit pilihan)
Turn-Over tinggi
1. Kategori sedikit dan pilihan juga sedikit
36
KEUNTUNGAN
KERUGIAN
2. Paling irit dibandingkan dengan cara-cara di atas 2. Sebagian pelanggan dikecewakan
3. Ditujukan pada pelanggan yang berorientasi 3. Citra lemah
waktu
4. Loyalitas rendah
5. Cakupan wilayah tidak besar
6. Jauh dari scrambled
Sumber : Hendri Ma’ruf (2006:148)
Tantangan peritel yang seharusnya dimulai setelah ragam produk dan
tingkat kualitas produk telah diidentifikasi. Berawal dari saat itu, pasti selalu ada
pesaing yang juga hadir dengan ragam dan kualitas produk yang sama. Di sini,
tantangannya adalah bagaimana seorang peritel bisa mengembangkan strategi
diferensiasi produknya.
2.1.3. Konsep Perilaku Konsumen
2.1.3.1. Definisi Perilaku Konsumen
Produsen semakin menyadari bahwa perilaku konsumen memiliki
kepentingan tersendiri bagi mereka, karena berbagai alasan terutama memberikan
kepuasan semaksimal mungkin kepada konsumen.
Menurut Kotler dan Amstrong dalam Ratih Hurriyati (2005: 67): “Perilaku
konsumen adalah perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun
rumah tangga yang membeli produk untuk konsumsi personal”. Menurut
Barkowitz et. Al dalam Djaslim Saladin (2003:2):
“Consumer behavior, the
actions a person takes in purchasing and using products and services, incluiding
the metal and social processes that precede and follow these action”. Artinya:
perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang diambil seseorang dalam
pembelian dan penggunaan barang dan jasa, termasuk proses pemikiran serta
proses sosial yang mendahului dan diikuti tindakan tersebut.
37
2.1.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.
Menurut Kotler dan Amstrong (2008:197), faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkah laku konsumen itu terdiri dari budaya, sosial, pribadi, dan psikologi. Hal
ini terlihat dalam Gambar 2.5 berikut ini:
BUDAYA
SOSIAL
PRIBADI
PSIKOLOGI
Budaya
Sub Budaya
Kelompok acuan
Keluarga
Umur dan tahap daur hidup
Persepsi
Situasi ekonomi
Pengetahuan
Gaya hidup
Keyakinan dan
Kepribadian dan Konsep diri
Kelas Sosial
Motivasi
Pekerjaan
sikap
Peran dan status
Sumber : Kotler dan Amstrong (2008:197)
GAMBAR 2.5
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAH LAKU KONSUMEN
Sebagian besar dari faktor-faktor tersebut tidak dapat dikendalikan oleh
pemasar, namun mereka tetap harus memperhitungkannya. Kotler dan Amstrong
(2008:197) menjelaskan faktor-faktor tersebut sebagai berikut:
1. Faktor Budaya yang terdiri dari beberapa sub yaitu :
Pertama, Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar
yang terdiri dari kumpulan nilai, preferensi dan perilaku. Kedua, Sub Budaya
banyak sub-budaya yang membentuk segmen pasar yang penting, dan pemasar
sering merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan mereka. Ketiga, Kelas Sosial, menunjukkan preferensi produk dan
merek yang berbeda dalam banyak hal.
2. Faktor Sosial yang terdiri dari beberapa sub yaitu :
Pertama, Kelompok Acuan yaitu seseorang terdiri dari semua kelompok yang
mempengaruhi langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau
perilaku seseorang. Kedua, Keluarga yang merupakan organisasi pembelian
yang paling penting dalam masyarakat, dan ia telah menjadi objek penelitian
PEMBELI
38
yang luas. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang sangat
berpengaruh. Kita dapat membedakan antara dua keluarga dalam kehidupan
pembeli. Kelurga orientasi tersendiri dari orangtua dan saudara kandung
seseorang. Ketiga, Peran dan status kedudukan seseorang dapat ditentukan
melalui peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan
dilakukan seseorang. Masing-masing peran tersebut menghasilkan status.
3. Faktor Pribadi yang terdiri dari beberapa sub yaitu :
Pertama, Usia dan Tahap Siklus hidup konsumsi juga dibentuk oleh siklus
hidup keluarga. Pemasar sering memilih kelompok-kelompok berdasarkan
siklus hidup sebagai pasar sasaran mereka. Kedua, Pekerjaan dan lingkungan
ekonomi. Pemasar berusaha mengidentifikasikan kelompok profesi yang
memiliki minat di atas rata-rata atas produk dan jasa mereka. Ketiga, Gaya
Hidup orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan
yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Keempat, Kepribadian
dan Konsep Diri. Kepribadian adalah karakteristik psikologis seorang yang
berbeda dengan orang lain yang menyebabkab tanggapan yang relatif
konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya.
4. Faktor Psikologis yang terdiri dari beberapa sub yaitu :
Pertama, Motivasi, seseorang memiliki kebutuhan yang banyak dalam waktu
tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis, kebutuhan muncul dari
tekanan biologis seperti lapar, haus dan tidak nyaman. Kedua,
Pengetahuan/Pembelajaran meliputi proses perubahan tingkah laku seseorang
yang timbul dari pengalaman.
Pilihan pembelian dipengaruhi empat faktor psikologi utama: motivasi,
persepsi, pembelajaran, serta kepercayaan dan sikap. Motivasi adalah kebutuhan
yang mendorong seseorang secara kuat mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut.
Persepsi adalah menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan informasi guna
membentuk gambaran yang berarti tentang dunia. Pembelajaran adalah perubahan
perilaku seseorang karena pengalaman. Keyakinan adalah pemikiran dekriptif
yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu. Sikap adalah evaluasi, perasaan,
dan kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidak sukanya seseorang
terhadap objek atau ide.
39
2.1.3.3. Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan Konsumen
Menurut Kotler dan Amstrong (2008: 147), konsumen akan melewati lima
tahap proses pengambilan keputusan yaitu pengenalan masalah, pencarian
informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan pasca pembelian.
Pengenalan
kebutuhan
Pencarian
Informasi
perilaku
Evaluasi
Keputusan
Perilaku
Alternatif
Pembelian
Pascapembelian
Sumber: (Kotler dan Amstrong 2008:147)
GAMBAR 2.6
LIMA TAHAP PROSES PEMBELIAN KONSUMEN
Keputusan untuk membeli timbul karena adanya penilaian objektif atau
karena adanya dorongan emosi, keputusan untuk bertindak adalah hasil dari
serangkaian aktifitas yang dapat dideskripsikan dalam proses pembelian.
Tugas peritel adalah memahami apa yang terjadi pada kesadaran pembeli
sejak masuknya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian.
Proses belanja pelanggan ritel secara komprehensif akan melewati beberapa
tahapan. Terdapat perbedaan penting dari proses pengambilan keputusan
pembelian pada konsep pemasaran secara umum, dibandingkan dengan proses
belanja pelanggan dalam ritel. Perbedaan tersebut terlihat dari adanya dua
klasifikasi proses yang sekaligus harus dilalui dalam proses keputusan pembelian
ritel yaitu klasifikasi keputusan pemilihan toko dan klasifikasi pemilihan barang
dagangan. Peritel mencoba mempengaruhi pelanggan pada saat pelanggan
dihadapkan pada proses keputusan pembelian dan sekaligus memotivasi mereka
40
untuk mengambil keputusan pembelian barang dagangan. Beberapa tahapan
dalam proses keputusan pembelian dalam ritel sebagai berikut:
TAHAPAN
SELEKSI RITEL
PENGENALAN
KEBUTUHAN
SELEKSI BARANG DAGANGAN
Pengenalan Kebutuhan
Pengenalan Kebutuhan
PENCARIAN
INFORMASI
Mencari Informasi tentang Ritel
Mencari Informasi Tentang
Barang dagangan
EVALUASI
Evaluasi Ritel
Evaluasi Barang Dagangan
PENENTUAN
Memilih Ritel
Menyeleksi Barang Dagangan
TRANSAKSI
KESETIAAN
Mengunjugi toko atau Situs Internet
atau Mencari melalui Katalog
Mengulang Patrone Toko
Belanja Barang dagangan
Evaluasi Setelah Belanja
Sumber : Levy dan Weitz (2004) yang dikutip oleh Christina Whidya Utami ( 2008:47)
GAMBAR 2.7
PROSES BELANJA ATAU PEMBELIAN
Berdasarkan Gambar 2.7 mengenai proses belanja atau pembelian, proses
belanja atau pembelian secara rinci dapat dilihat penjabaran sebagai berikut:
1. Pengenalan Kebutuhan
Proses pengenalan kebutuhan ketika orang-orang mengenal bahwa mereka
mempunyai suatu kebutuhan yang tidak terpuaskan. Suatu kebutuhan yang tidak
terpuaskan muncul ketika pelanggan ingin meningkatkan kepuasan yang berbeda
41
dengan tingkat kepuasan yang mereka rasakan saat ini. Ketika pelanggan
menyadari adanya kebutuhan yang belum terpuaskan, pada saat itulah mereka
berada pada tahapan pengenalan kebutuan
a. Jenis Kebutuhan, kebutuhan yang memotivasi pelanggan untuk berbelanja dan
membeli barang dagangan dapat digolongkan menjadi kebutuhan fungsional
dan kebutuhan psikologikal. Kebutuhan fungsional adalah kebutuhan yang
secara langsung terkait dengan kepuasan pribadi yang diperoleh pelanggan dari
berbelanja dan memiliki suatu produk. Sedangkan kebutuhan psikologis yang
disebut kebutuhan emosional adalah motivasi yang dipengaruhi emosi
berkaitan dengan perasaan, baik itu keindahan, gengsi atau perasaan lainnya
termasuk iba dan rasa marah.
b. Pemenuhan kebutuhan, ritel yang sukses mencoba mencukupi kebutuhan
psikologis dan fungsional pelanggan mereka. Menurut Christina Whidya Utami
(2008:43) kebutuhan psikologis dapat dicukupi melalui aktivitas berbelanja dan
pengambilan keputusan terhadap pembelian barang dagangan yang dapat
terjadi melalui :
1) Perangsangan (stimuli), untuk menciptakan rangsangan terhadap
pengalaman menyenangkan yang dapat dirasakan oleh pelanggan, ritel
dapat menggunakan latar belakang musik, pemajangan visual serta
pendemonstrasian di dalam toko. Lingkungan toko dapat ditata sedemikian
rupa agar pelanggan yang memasuki area toko tidak merasakan kejenuhan.
2) Pengalaman social, format dengan toko memiliki lingkungan pasar yang
memungkinkan untuk terjadinya interaksi sosial. Hal ini dapat dirasakan
ketika seseorang bertemu dengan teman dan mengembangkan relasi baru.
3) Mempelajari trend atau kecenderungan baru, dengan berkunjung pada ritel,
seseorang dapat belajar tentang tren baru dan ide baru, pengunjung ritel
akan merasa puas apabila mereka mendapatkan informasi yang cukup
memadai terkait dengan trend dan ide baru tersebut.
4) Status dan kekuasaan, beberapa pelanggan memiliki kebutuhan terhadap
status dan kekuasaan yang dapat dipuaskan melalui aktivitas belanja.
42
Ketika mereka berbelanja memungkinkan seseorang akan mendapatkan
layanan istimewa maupun penghormatan dan perhatian pada ritel-ritel
khusus yang eksklusif.
5) Balas jasa pada diri sendiri, frekuensi pembelian pelanggan yang cukup
tinggi dan rutin memungkinkan seseorang mendapatkan perlakuan
istimewa sebagai balas jasa.
2. Pencarian Informasi
Setelah pelanggan mengidentifikasi suatu kebutuhan, mereka mungkin
mencari informasi tentang ritel atau produk untuk membantu mencukupi
kebutuhan mereka. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses pencarian
informasi oleh pelanggan antara lain adalah:
a. Jumlah informasi yang dicari, secara umum jumlah informasi yang dicari
tergantung pada nilai yang dirasakan akan diperoleh dari pencarian
dibandingkan dengan ongkos atau biaya pencarian informasi tersebut. Nilai
dari pencarian dievaluasi berdasarkan pertimbangan bagaimanakah nilai yang
dirasakan oleh pelanggan tersebut dapat meningkatkan keputusan membeli oleh
pelanggan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah yang dicari menurut
Christina Whidya Utami (2008:45) meliputi :
1) Sifat dan penggunaan produk yang dibeli, jika sifat dan penggunaan produk
yang dibeli tersebut sangat kompleks dan pribadi, maka biasanya akan
semakin banyak jumlah informasi yang dibutuhkan.
2) Karakteristik pelanggan individu
Terdapat beragam karakteristik pelanggan individu, misalnya pelanggan
individu yang memiliki karakteristik pribadi yang sangat hati-hati, terencana
hidupnya maka biasanya mereka lebih membutuhkan banyak informasi
dibandingkan dengan karakteristik pelanggan pribadi yang bersifat
sebaliknya.
3) Aspek pasar dan situasi belanja di mana belanja tersebut dilakukan
Aspek ini merupakan faktor lingkungan yang lebih bersifat eksternal
dibandingkan dengan faktor sifat dan penggunaan produk yang dibeli,
maupun faktor karakteristik pelanggan individu. Oleh karena itu faktor ini
bersifat tidak dapat dikontrol oleh pelanggan
43
b. Biaya pencarian informasi yang meliputi waktu dan uang, aktivitas pencarian
informasi tidak akan terlepas dari pengorbanan yang harus ditanggung oleh
konsumen dalam bentuk waktu maupun uang. Apabila konsumen harus
berkeliling dari satu toko ke toko lain untuk mendapatkan informasi, maka
dibutukan pengorbanan dalam wujud biaya yaitu biaya transportasi, biaya
parkir maupun pengorbanan dalam wujud lain yaitu waktu maupun tenaga yang
dikeluarkan untuk tujuan pencarian informasi tersebut.
c. Sumber-sumber informasi, konsumen yang tergugah kebutuhannya akan
terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Pelanggan memiliki dua
sumber informasi yaitu internal dan eksternal.
1) Sumber informasi internal adalah informasi dalam memori pelanggan seperti
nama, gambaran (citra), dan pengalaman masa lalu pelanggan dalam
melakukan aktivitas pembelian yang dilakukan pada toko yang berbeda.
2) Sumber infomasi eksternal adalah informasi yang didapatkan dari sumber di
luar memori pelanggan. Sumber informasi eksternal biasanya disajikan oleh
iklan dan orang lain. Pelanggan mendapatkan kesempatan untuk melihat
beragam iklan melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik dan
sekaligus memperhatikan berbagai simbol dari berbagai gerai ritel setiap
harinya melalui iklan-iklan tersebut.
d. Mengurangi pencarian informasi, tujuan ritel dalam tahap pencarian informasi
pada proses pembelian adalah untuk membatasi dan mengarahkan agar
konsumen melakukan pencarian informasi ke toko atau situs website secara
langsung. Kondisi di mana pelanggan masih terus mencoba mencari informasi
pada toko yang lain akan membuka peluang bagi toko lain membujuk
pelanggan untuk melaksanakan transaksi pembelian. Jumlah relatif dan
pengaruh sumber-sumber informasi berbeda-beda tergantung pada jenis produk
dan karakteristik pembeli. Secara umum konsumen mendapatkan sebagian
44
besar informasi tentang suatu produk dari sumber komersial yaitu sumber yang
didominasi pemasar. Namun informasi yang paling efektif berasal dari sumber
pribadi. Tiap informasi menjalankan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi
keputusan pembelian. Informasi komersial biasanya menjalankan fungsi
pemberi informasi dan sumber pribadi menjalankan fungsi legitimasi atau
evaluasi.
3. Pemilihan Alternatif
Setelah mempertimbangkan berbagai faktor sebagai hasil dari proses
pencarian informasi. Pelanggan berada pada tahapan evaluasi atas alternatifalternatif yang telah ditetapkan oleh konsumen. Tidak ada proses evaluasi tunggal
sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam
semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan
model-model yang terbaru memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses
yang berorientasi kognitif yaitu model tersebut menganggap konsumen
membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional.
Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi
konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen
mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang
masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang
berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan
kebutuhan itu. Atribut yang diminati oleh pembeli berbeda-beda bergantung jenis
produknya.
45
Konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda dalam memandang berbagai
atribut yang dianggap relevan dan penting. Mereka akan memberikan perhatian
terbesar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya. Pasar produk
tertentu sering dapat di segmentasi berdasarkan atribut yang menonjol bagi
kelompok
konsumen
yang
berbeda-beda.
Konsumen
mengembangkan
sekumpulan keyakinan merek tentang posisi tiap-tiap merek berdasarkan masingmasing atribut. Kumpulan keyakinan atas merek tertentu membentuk citra merek.
Citra merek konsumen akan berbeda-beda menurut perbedaan pengalaman
mereka yang disaring melalui dampak persepsi selektif, distorsi selektif dan
ingatan selektif. Konsumen akhirnya bersikap (keputusan, preferensi) terhadap
berbagai merek melalui prosedur evaluasi atribut.
4. Menentukan Pilihan
Pilihan terhadap toko atau ritel maupun barang dagangan dilakukan setelah
konsumen berhasil menetapkan satu alternatif terbaik dari proses evaluasi
alternatif yang telah dilakukan. Konsumen membentuk preferensi atas merekmerek yang ada di dalam kumpulan pilihan (tahap evaluasi). Konsumen tersebut
juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Namun,
dua faktor tersebut dapat berada di antara niat pembelian dan keputusan
pembelian, seperti terlihat pada Gambar 2.8 berikut ini:
Sikap
orang lain
Evaluasi
alternatif
Niat
pembelian
Sumber: Kotler dan Amstrong (2008:228)
Faktor situasi
yang tidak
terantisipasi
Keputusan
pembelian
GAMBAR 2.8
TAHAPAN EVALUASI ALTERNATIF DAN KEPUTUSAN PEMBELIAN
46
Faktor pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain
mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu
intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan
motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap
negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen,
konsumen akan semakin mengubah niat pembeliannya. Preferensi pembeli
terhadap merek tertentu akan meningkat jika orang yang ia sukai juga sangat
menyukai merek yang sama. Pengaruh orang lain menjadi rumit jika beberapa
orang yang dekat dengan pembeli memiliki pendapat yang saling berlawanan dan
pembeli tersebut ingin menyenangkan mereka semua.
Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat
muncul dan mengubah niat pembelian. Keputusan konsumen untuk memodifikasi,
menunda, atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko
yang dipikirkan. Besarnya risiko yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya
uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut, dan besarnya
kepercayaan diri konsumen. Para konsumen mengembangkan rutinitas tertentu
untuk mengurangi risiko, seperti penghindaran keputusan, pengumpulan informasi
dari teman-teman, dan preferensi merek dalam negeri serta garansi.
5. Transaksi Belanja
Transaksi belanja akan terjadi jika konsumen secara faktual melaksanakan
pembelian barang dagangan pada toko atau ritel yang telah dipilh. Langkahlangkah yang dapat dilakukan ritel untuk peningkatan peluang dalam mengubah
47
secara positif evaluasi barang dagangan yang dilakukan oleh konsumen, sehingga
menjadi aktivitas transaksi pembelian yang sesungguhnya adalah :
a. Jangan kehabisan stok barang dagangan populer
b. Mengurangi risiko dalam membeli barang dengan menawarkan kebijakan
pengembalian yang memungkinkan pengembalian uang jika barang dagangan
yang sama tersedia dengan suatu harga yang lebih rendah dari ritel yang lain.
c. Menawarkan kredit
d. Mempermudah pembelian barang dagangan dengan menyediakan checkout
terminal atau kasir yang menyenangkan.
e. Mengulangi waktu tunggu yang nyata maupun yang dipersepsikan pelanggan
dalam antrian pada checkout terminal atau kasir.
6. Evaluasi Setelah Belanja
Proses belanja belum berakhir ketika pelanggan membeli produk. Setelah
melakukan belanja, pelanggan menggunakan produk itu dan kemudian
mengevaluasi pengalaman ini untuk menentukan apakah produk ini memuaskan
atau tidak. Kepuasan adalah suatu evaluasi pasca konsumsi yaitu tentang seberapa
baik suatu toko atau produk memenuhi dan melebihi harapan pelanggan. Setelah
membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan
tertentu. Tugas peritel tidak berakhir begitu saja ketika produk dibeli. Para peritel
harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan
pemakaian produk pasca pembelian.
a. Kepuasan pasca pembelian, kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa
dekat harapan pembeli atas produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas
48
produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan, pelanggan
akan kecewa. Jika ternyata sesuai harapan maka pelanggan akan puas dan
apabila melebihi harapan maka pembeli akan sangat puas. Para konsumen
membentuk harapan mereka berdasarkan pesan yang diterima dari para penjual,
teman, dan sumber-sumber informasi lain. Semakin besar kesenjangan antara
harapan dan kinerja, semakin besar ketidakpuasan konsumen. Di sinilah
munculnya gaya konsumen menangani kesenjangan. Beberapa konsumen
membesar-besarkan kesenjangan ketika produk yang mereka terima tidak
sempurna, sehingga mereka menjadi sangat tidak puas. Para konsumen lain
meminimalkan kesenjangan itu sehingga menjadi tidak begitu kecewa. Derajat
kepentingan kepuasan pasca pembelian menunjukkan bahwa para penjual harus
menyebutkan akan seperti apa kinerja produk yang sebenarnya. Beberapa
penjual bahkan mungkin menyatakan level kinerja yang lebih rendah sehingga
konsumen akan mendapatkan kepuasan yang lebih tinggi daripada yang
diharapkannya atas produk tersebut.
b. Tindakan pasca pembelian, kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan
mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Jika konsumen tersebut puas, ia
akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali
produk tersebut. Pelanggan yang tidak puas mungkin membuang atau
mengembalikan produk tersebut. Mereka mungkin mengambil tindakan publik
seperti mengajukan keluhan ke perusahaan tersebut. Tindakan pribadi dapat
berupa
memutuskan
untuk
berhenti
membeli
produk
tersebut
atau
49
memperingatkan rekan-rekannya. Dalam semua kejadian itu, penjual telah
gagal memuaskan pelanggan tersebut.
c. Perilaku pembelian pengurang ketidaknyamanan, Peritel juga harus memantau
cara pembeli memakai dan membuang produk tertentu. Jika para konsumen
menyimpan produk itu ke dalam lemari untuk selamanya, produk tersebut
mungkin tidak begitu memuaskan, dan kabar dari mulut ke mulut tidak akan
gencar. Jika para konsumen tersebut menjual atau menukarkan produk tersebut,
penjualan produk baru akan menurun. Jika para konsumen membuang produk
tertentu, pemasar harus mengetahui cara mereka membuangnya terutama jika
produk tersebut dapat merusak lingkungan.
2.1.4. Konsep Keputusan Pembelian Konsumen
Konsumen adalah sesuatu yang unik, sebab konsumen mengalami proses
pembelian tertentu yang berbeda dari yang satu dengan yang lainnya. Konsumen
sangat bervariasi dalam hal demografis, psikografis, psikologis, dan sebagainya,
sehingga keputusan pembelian atau penggunaan sebuah produk, baik barang
maupun jasa, di antara konsumen relatif bervariasi pula.
Keputusan pembelian konsumen berarti proses di mana konsumen
memilih satu atau lebih produk atau merek yang ada di pasar untuk dikonsumsi.
Ini berarti konsumen telah melewati beberapa tahapan keputusan pembelian, dari
mulai pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan
pembelian, sampai perilaku pasca pembelian. Berikut beberapa definisi dari
berbagai ahli dapat dilihat pada Tabel 2.6 pada halaman selanjutnya:
50
TABEL 2.6
DEFINISI KEPUTUSAN PEMBELIAN
No
1
Nama
Buchari Alma (2004:63)
Defenisi
Keputusan pembelian adalah suatu keputusan yang dilakukan
oleh konsumen yang dipengaruhi oleh kebudayaan, kelas
sosial, keluarga, dan referensi grup yang akan membentuk
suatu sikap pada diri individu kemudian melakukan
pembelian.
2
Kotler dan Amstrong
Perilaku pembelian konsumen adalah perilaku pembelian
(2008:129)
akhir dari konsumen, baik individual maupun rumah tangga,
yang membeli barang-barang dan jasa untuk konsumsi
pribadi.
3
Griffin dan Ebert
Buy decisions are based on rational motives, emotional
(Fandy Tjiptono, 2002:283) motives or both. Rational motives involve the logical
evaluation of product attribute : cost, quality and usefulness.
Emotional motives involve non objective factors and include
sociability, imitation of others, and aesthetics.
Artinya :
Keputusan pembelian didasarkan pada motif rasional, motif
emosional, atau keduanya. Motif rasional melibatkan
penilaian logis atas produk, kualitas biaya dan kegunaan.
Motif emosional, peniruan dari orang lain.
Sumber: Berdasarkan Berbagai Referensi Buku
2.1.4.1. Model Pengambilan Keputusan Konsumen
Proses psikologis dasar ini memainkan peran penting dalam memahami
bagaimana konsumen secara aktual mengambil keputusan pembelian. Keputusan
yang diambil satu konsumen dengan konsumen lainnya relatif berbeda, namun
para ahli berusaha membuat sejumlah model yang mampu mengakomodasi
berbagai keputusan konsumen tersebut. Menurut Schiffman & Kanuk (2008:560),
terdapat empat macam model konsumen yang mempunyai cara pandang yang
berbeda dalam mengambil keputusan yaitu:
1. An Economic View
Dalam pasar persaingan sempurna konsumen sering digolongkan sebagai
orang yang mengambil keputusan dengan rasional. Untuk mengambil
keputusan secara rasional, konsumen harus (1) menyadari semua alternatif
produk yang tersedia, (2) mampu membuat urutan setiap alternatif yang
berkatian dengan keuntungan dan kerugiannya, (3) mampu untuk
mengidentifikasi alternatif terbaik. Bagaimana pun juga konsumen jarang
51
memiliki informasi yang lengkap atau bahkan tingkat keterlibatan yang cukup
untuk membuat keputusan yang sempurna.
2. A Passive View
Pada dasarnya konsumen itu mengikuti keinginannya sendiri dan usaha-usaha
dari pemasar. Konsumen dirasakan sebagai pembeli yang impulsif (menuruti
kata hati) dan tidak logis serta bersedia untuk menerima tujuan-tujuan dari
pemasar.
3. A Cognitive View
Konsumen digambarkan sebagai orang yang aktif mencari produk atau jasa
yang dapat memenuhi kebutuhan dan memperkaya hidup mereka. Model ini
memfokuskan pada proses bagaimana konsumen mencari dan menilai
informasi mengenai merek dan toko yang dipilih.
4. An Emotional View
Konsumen dalam mengambil keputusan berdasarkan pada emosi dan tidak
menekankan pada pencarian informasi sebelum pembelian. Bahkan lebih
menekankan pada perasaan dan suasana hati pada saat itu. Hal ini tidak berarti
bahwa keputusan yang emosional bukan merupakan keputusan yang rasional
Titik tolak untuk memahami perilaku pembeli adalah model rangsangantanggapan. Rangsangan pemasaran dan lingkungan mulai memasuki kesadaran
pembeli. Karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusan menimbulkan
keputusan pembelian tertentu. Adapun model perilaku konsumen yang
dikemukakan oleh
Kotler dan Keller (2009:226) adalah seperti Gambar 2.9
sebagai berikut
Psikologi
Konsumen
Motivasi
Persepsi
Rangsangan
pemasaran:
Produk
Harga
Pemasaran
Saluran
Promosi
Rangsangan
lain:
Ekonomi
Teknologi
Politik
Budaya
Pembelajaran
Memori
Karakteristik
Konsumen
Budaya
Sosial
Personal
Proses Keputusan Pembelian
Pengenalan masalah
Pencarian informasi
Penilaian alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku pasca
pembelian
Sumber: Philip Kotler dan Keller (2009:226)
GAMBAR 2.9
MODEL PERILAKU PEMBELI
Keputusan pembelian
Pemilihan produk
Pemilihan merek
Pemilihan saluran
Pembelian
Waktu pembelian
Jumlah pembelian
52
Keputusan untuk membeli yang diambil oleh konsumen sebenarnya
merupakan kumpulan dari sejumlah keputusan. Setiap keputusan membeli
mempunyai stuktur sebanyak tujuh komponen. Menurut Hendri Ma’ruf
(2006:63),”Perilaku konsumen dalam menerima stimulus eksternal pada akhirnya
terlihat pada saat mereka memilih produk atau merek. Tidak saja terhadap produk
dan merek, mereka juga akhirnya akan memilih gerai yang akan dikunjungi,
kapan mereka berbelanja dan akhir dari proses pembelian adalah berapa bearnya
jumlah belanja mereka pada gerai tersebut”.
Keputusan untuk membeli timbul karena adanya penilaian objektif atau
karena dorongan emosi. Keputusan untuk bertindak adalah hasil dari serangkaian
aktivitas dan rangsangan mental emosional. Proses untuk menganalisa, merasakan
dan memutuskan, pada dasarnya adalah sama seperti seorang individu dalam
memecahkan banyak permasalahannya. Konsumen membentuk preferensi atas
merek-merek dalam kumpulan pilihan pada saat evaluasi. Konsumen juga
mungkin membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai. Gambar
2.10 merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan oleh pembeli dalam keputusan
pembelian.
Memilih
produk
Memilih
merek
Memilih
pemasok
Penentuan
Waktu Pembelian
Sumber : Kotler dan Amstrong (2008:158)
GAMBAR 2.10
MODEL KEPUTUSAN PEMBELIAN
Jumlah
pembelian
53
Menurut Kotler dan Amstrong (2008:158) bahwa dalam melaksanakan niat
pembelian konsumen dapat membuat lima keputusan pembelian yaitu:
1. Memilih produk, konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli
sebuah produk atau menggunakan uangnya untuk tujuan yang lain. Dalam hal
ini perusahaan harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang
berminat membeli sebuah produk serta alterntif yang mereka pertimbangkan.
2. Memilih merek, konsumen harus memutuskan merek mana yang akan dibeli.
3. Memilih pemasok/saluran pembelian, konsumen harus mengambil keputusan
tentang pemasok mana yang akan dikunjungi.
4. Memilih waktu pembelian, keputusan konsumen dalam pemilihan waktu
pembelian bisa berbeda-beda disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhannya.
5. Jumlah pembelian, konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa
banyak produk yang akan dibeli pada suatu saat. Dalam hal ini perusahaan
harus mempersiapkan banyaknya produk sesuai dengan keinginan yang
berbeda-beda dari para pembeli.
2.1.4.2. Peran Konsumen dalam Pembelian
Konsumen sebagai objek pemasaran tentu saja memiliki peranan yang
sangat krusial. Keseluruhan produk ataupun jasa yang dirancang oleh produsen
berkeinginan untuk dapat diterima oleh konsumen yang menjadi target pasar
mereka. Terdapat lima macam peranan yang dapat dilakukan seseorang dalam
pembelian. Pemahaman masing-masing peranan ini sangat berguna dalam rangka
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Kotler dan Amstrong
(2008:220) mengemukakan kelima peranan tersebut, yaitu sebagai berikut:
54
a. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyadari adanya
keinginan atau kebutuhan yang belum terpenuhi dan mengusulkan ide untuk
membeli suatu barang atau jasa tertentu yang ditawarkan perusahaan.
b. Pemberi pengaruh (influencer), yaitu orang yang pandangan, nasihat atau
pendapatnya mempengaruhi keputusan pembelian.
c. Pengambil keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan keputusan
pembeli, misalnya apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana cara
membeli, atau di mana membelinya.
d. Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian aktual.
e. Pemakai (user), yaitu orang yang mengkonsumsi atau pembelian barang atau
jasa yang dibeli.
2.1.4.3. Tipe-Tipe Keputusan Pembelian Konsumen
Beberapa tipe keputusan konsumen menurut Christina Whidya Utami
(2008:39) adalah sebagai berikut:
1. Ingatan yang tertunda (delay remembrance), konsumen tipe ini biasanya baru
akan melakukan pembelian ketika melihat barang di toko.
2. Pengganti (substitute), dengan adanya merchandising dalam toko akan
membuat konsumen mengganti barang barang lama dengan barang baru
dengan alasan bahwa barang baru mempunyai nilai tambah dan mereka ingin
mencoba merek baru atau merek berbeda.
3. Penambah atau pelengkap (Add-on), barang yang ditawarkan memiliki
hubungan fungsi penggunaan karena jika tanpa barang tersebut barang tidak
dapat digunakan.
4. Keinginan hati (impulse), konsumen tipe ini dapat melakukan pembelian jika
ada rangsangan dari luar seperti penglihatan atau perasa.
5. Kategori terencana atau tertentu (planned -specific category), dengan adanya
merchandising pembeli yang memiliki daftar belanja yang dapat memberikan
keuntungan lebih bagi peritel.
55
2.1.5. Pengaruh Pengelolaan Barang Dagangan terhadap Keputusan
Pembelian Konsumen
Kunci untuk membuat angka penjualan dalam bisnis ritel terus mengalami
peningkatan adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu yang baik,
dimana tujuan utama ritel umunya adalah menjual barang dagangan dan
memberikan pelayanan yang terbaik mereka. Secara umum, ritel harus
menawarkan keberagaman yang cukup untuk memuaskan kebutuhan dan harapan
pelanggan sehingga meningkatkan niat pelanggan untuk melakukan pembelian
(Levy dan Weitz, yang dikutip oleh Christina Widya Utami 2008:94).
Barang dagangan merupakan komponen utama dalam kegiatan pengecer.
Oleh karena itu kemampuan menyediakan barang dagangan yang dibutuhkan
konsumen sangat penting karena salah satu alasan kecenderungan konsumen
memilih mengunjungi retailer adalah berharap akan menemukan produk yang
akan memenuhi segala kebutuhan untuk saat ini atau yang yang akan datang
dengan hanya mengunjungi satu toko saja dengan harapan akan mudah dicari.
Buchari
Alma
(2004:13)
mengemukakan
”Merchandising
adalah
kebijakan kaum produsen untuk mendekatkan hasil produksinya kepada selera
konsumen”. Menurut Bob Foster (2008:54) “Merchandising adalah perencanaan
dan pengendalian dalam pembelian dan penjualan barang dan jasa untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan pengecer”. Menurut Christina Whidya Utami
(2008:20): “Merchandising adalah proses penanganan kreatif dalam upaya
mempresentasikan
atau
menampilkan
memaksimalkan daya tarik penjualan ritel”.
barang
dagangan
dengan
tujuan
56
Barry Berman, Joel R Evans (dalam Bob Foster 2008:54):
Merchandising consist of the activities involved in acquiring particular
goods and/or services and making them available at the places, times,
and prices and in the quantity that enable a retailer to reach its goals.
Dunne, Lusch dan Griffith (dalam Bob Foster 2008:54):
Merchandising adalah grup produk yang sangat berhubungan satu sama
lain yang ditujukan untuk kegunaan akhir yang dijual kepada grup
konsumen yang sama atau dengan kisaran harga yang hampir sama.
Hendri Ma’ruf (2006:135):
Merchandising adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai
dengan bisnis yang dijalani toko (produk yang berbasis makanan,
pakaian, barang kebutuhan rumah, produk umum, dan lain-lain atau
kombinasi) untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu, dan harga
yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel.
Menurut William J. Stanton dan Y. Lamarto (1996;8), merchandising
adalah
“Perencanaan dalam perusahaan untuk menghasilkan jasa atau produk
yang tepat, dalam harga yang pantas dan dengan warna dan ukuran yang sesuai.
Komponen Pengelolaan barang dagangan menurut Christina Whidya Utami
(2008:18) yaitu kualitas yaitu produk yang tepat dengan kualitas yang baik, harga
yaitu produk dengan harga yang pantas dan keragaman produk yaitu menunjuk
pada keanekaragaman kategori produk yang terdiri dari wide dan deep dengan
berbagai warna dan ukuran yang sesuai. Menurut Christina Whidya Utami
(2008:43), keputusan pembelian keinginan hati dibuat oleh penglihatan,
penciuman, dan perasa dari konsumen. Sementara itu, merchandising dengan
contoh atau sampel menarik pembeli untuk mencoba produk di toko dan membeli
dengan keinginan hati. Christina Whidya Utami (2008:41) mengungkapkan
bahwa ada beberapa keuntungan melalui merchandising yang baik antara lain
adalah :
57
1. Meningkatkan penjualan di toko, hasil penelitian menunjukkan bahwa 2/3
konsumen mengambil keputusan pembelian barang kebutuhan mereka saat
konsumen berada di dalam toko. Dengan demikian merchandising yang baik
diharapkan dapat meningkatkan intensi konsumen dalam melakukan
pembelian dan akhirnya dapat meningkatkan penjualan toko
2. Mempromosikan barang baru, merchandising yang baik memungkinkan
barang atau merek baru mendapatkan perhatian lebih dari konsumen.
3. Meningkatkan penjualan saat ini, merchandising di dalam toko dapat
meningkatkan penjualan saat ini dengan mempengaruhi pembelian
pelengkap atau pembelian yang dilakukan karena produk tertentu.
4. Meningkatkan citra produk, upaya meningkatkan citra produk terjadi saat
pembelian terencana dari kategori tertentu suatu produk dapat dipengaruhi
oleh merchandising untuk pembeli di toko saat ini.
Dengan adanya ketersediaan barang dagangan maka dapat memberikan
kepastian kepada konsumen atas adanya produk sehingga kebutuhan konsumen
terjamin dan melakukan pembelian. Dimana dengan sesuainya penyediaan barang
bagi konsumen akan membuat kepastian konsumen untuk melakukan pembelian
sesuai dengan kebutuhannya.
2.1.6. Resume Hasil Penelitian Pendahuluan
NO
1
2
Nama
Peneliti
Yana
Setiawan
032687
Tahun
M. Dian
Azari
2008
2008
TABEL 2.7
PENELITIAN PENDAHULUAN
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Pengaruh Program
Bauran Pemasaran
Eceran terhadap
Loyalitas Pelanggan
factory outlet di Kota
Bandung (Survei pada
Pelangga Factory outlet
di Kota Bandung)
Berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh
temuan terdapat pengaruh yang positif antara
Bauran Pemasaran Eceran dengan Loyalitas
pelanggan maka diperoleh kesimpulan bahwa
Loyalitas Pelanggan dipengaruhi oleh Bauran
Pemasaran Eceran sebesar 89,29%, sisanya sebesar
10,71% dipengaruhi oleh faktor lain.
Pengaruh atmosfir toko,
kenyamanan,
kesesuaian, keragaman
produk, harga,
pelayanan, dan
personil, dalam
Pengujian hipotesis variabel atmosfir toko,
kenyamanan, kesesuaian, keragaman produk,
harga, pelayanan, dan personil toko terhadap
citratoko eceran yang ada dipengaruhi oleh sebesar
68%. Sedangkan sisanya yaitu 1 – 0,618 = 0,382
atau 38,2% menunjukkan bahwa citra toko eceran
58
NO
Nama
Peneliti
Tahun
2004
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
pembentukan citra toko
eceran (studi kasus di
wilayah kotamadya
Surakarta)
Hubungan antara
Pelaksanaan Program
Merchandising dengan
Proses Keputusan
Pembelian Konsumen
pada Supermarket di
Kota Bandung (Kajian
Pada Pasar
Swalayan/Supermaket
Superindo, Matahari,
dan Hero)”
di wilayah Surakarta dipengaruhi oleh variabel lain
3
Ade Sadi
Maulana
993917
4
Evy
Suhartini,
041130
2008
Pengaruh
merchandising dan
store atmosphere
terhadap keputusan
pembelian konsumen
pada minimarket di
Kota Bandung
5
Tri
Yunarsih
050055351
2009
6
Jurnal
2008
Pengaruh harga,
kualitas produk, dan
keragaman produk
terhadap loyalitas
konsumen pada sabun
mandi Lux padat
Pengaruh keragaman
penawaran barang dan
pelayan terhadap
loyalitas konsumen
pada swalayan Tiara
Banjar-Anyar
Pelaksanaan program merchandising dengan
dimensi menawarkan produk yang tepat, dalam
jumlah yang tepat, dalam tempat yang tepat, dalam
waktu yang tepat, dalam harga yang tepat, dalam
tampilan yang tepat pada supermarket di Kota
Bandung cukup berhubungan dengan proses
keputusan pembelian konsumen. Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai r yang hanya menunjukkan
angka 0,417 yang berarti bahwa pelaksanaan
program merchandising pada supermarket di Kota
Bandung berhubungan pada derajat sedang
(moderately low association)
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
program merchandising (X1) yang terdiri dari the
right merchandise, in the right place, at the right
time, at the right price, in the right quantities
terdapat pengaruh yang positif terhadap variabel
terikat keputusan pembelian sebesar 81,64%.
b. Store atmosphere (X2) yang terdiri dari eksterior,
interior, tata letak (lay out) store atmosphere
terdapat pengaruh yang positif terhadap
keputusan pembelian sebesar 88,55% dan sisanya
sebesar 10,8% dipengaruhi oleh faktor lain
Terdapat pengaruh positif yang sangat signifikan
antara X1 yaitu harga dan X2 yaitu kualitas produk
serta X3 yaitu keragaman produk terhadap
loyalitas konsumen pada sabun mandi Lux pada
(1) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa
keragaman penawaran barang terbukti memiliki
pengaruh positif terhadap terhadap loyalitas
konsumen pada swalayan Tiara Banjar-Anyar.
(2) Variabel Pelayananan terbukti memiliki
pengaruh positif terhadap terhadap loyalitas
konsumen pada swalayan Tiara Banjar-Anyar
Setelah mengkaji dari hasil penelitian-penelitian terdahulu pada Tabel 2.8
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti maka terdapat perbedaan dan
persamaan dengan penelitian terdahulu. Penelitian Tri Yunarsih meneliti produk
59
yaitu Lux sabun padat dengan menguji tiga variabel yaitu harga, kualitas produk
dan keragaman produk terhadap loyalitas pelanggan sedangkan peneliti menguji
variabel di atas sebagai dimensi dari variabel pengelolaan barang dagangan serta
terdapat perbedaan pada variabel loyalitas pelanggan yang digunakan Tri
Yunarsih sedangkan dalam penelitian penulis mengenai keputusan pembelian.
Terdapat persamaan dalam variabel yang digunakan yaitu keragaman
produk dan harga serta keputusan pembelian dalam penelitian M Dian Azari,
tetapi terdapat pula perbedaan pada objek penelitian. Pada jurnal “Pengaruh
keragaman penawaran barang dan pelayan terhadap loyalitas konsumen pada
swalayan Tiara Banjar-Anyar” terdapat perbedaan yaitu pada pelayanan dan
terhadap loyalitas konsumen sedangkan penulis terhadap keputusan pembelian.
Penelitian Yana Setiawan dengan judul “pengaruh bauran pemasaran
eceran terhadap loyalitas pelanggan factory outlet di kota Bandung dapat
mengidentifikasikan bahwa strategi dalam bauran pemasaran ritel mempengaruhi
perilaku konsumen dalam melakukan pembelian bahkan menjadi konsumen yang
loyal, sedangkan penulis meneliti salah satu strategi dalam bauran penjualan
eceran yaitu pengelolaan barang dagangan terhadap keputusan pembelian.
Penelitian Evy Suhartini dan Ade Sadi Maulana memiliki kesamaan
variabel bebas yang digunakan yaitu merchandising tetapi memiliki perbedaan
dimensi atau indikator yang digunakan. Dalam peneliti sebelumnya variabel
merchandising menggunakan indikator the right merchandise, in the right place,
at the right time, at the right price, in the right quantities. Sedangkan peneliti
menggunakan indikator quality, price dan assortment.
60
Berdasarkan penelusuran di atas berbagai penelitian terdahulu dan sumber
ilmiah lainnya melalui kepustakaan, sampai sejauh ini belum ditemui adanya
penelitian dengan cakupan yang identik dengan penelitian penulis, sehingga
diyakini penelitian ini memiliki orisinalitas yang cukup tinggi.
2.2 Kerangka Pemikiran
Pada
umumnya
kegiatan
pertukaran
melibatkan
lembaga-lembaga
pemasaran seperti produksi, distribusi, dan juga pengecer sebelum sampai pada
konsumen akhir. Penjualan eceran merupakan salah satu bidang paling menarik
dan dinamis dalam perekonomian. Hal ini terlihat dari perkembangan bisnis ritel
khusunya ritel kecil dalam melakukan persaingan dengan pengecer lainnya, salah
satu aspek yang paling besar yang mempengaruhinya adalah bauran penjualan
eceran. Secara garis besar bauran penjualan eceran tersebut menurut Kotler &
Amstrong (2008:442) meliputi bauran produk, pelayanan, suasana toko, harga,
promosi dan lokasi serta karyawan toko. Dengan persaingan yang tinggi antara
pengecer terlihat dari lokasi toko yang berdekatan antara pengecer yang satu
dengan yang lain. Dengan persaingan yang tinggi antara pengecer terlihat dari
lokasi toko yang berdekatan antara pengecer yang satu dengan yang lain. Hal ini
membuat perilaku konsumen yang dinamis dalam proses keputusan pembelian
pada suatu toko.
Citra sebuah toko atau ritel dapat dibangun berdasarkan karakteristik
barang dagangan yang dipajang atau ditawarkan untuk dibeli oleh pelanggan.
Istilah barang dagangan dalam pengecer disebut merchandising atau pengelolaan
barang dagangan, dimana pengelolaan barang dagangan ini merupakan salah satu
61
bidang yang berperan menentukan keunggulan bersaing dari peritel sehingga ritel
harus memutuskan karakteristik barang dagangan yang dipilih untuk ditawarkan
pada pelanggan.
Menurut William J. Stanton dan Y. Lamarto (1996;8), merchandising
adalah “Perencanaan dalam perusahaan untuk menghasilkan jasa atau produk
yang tepat, dalam harga yang pantas dengan warna dan ukuran yang sesuai”.
Sedangkan menurut Dr. Pangklaykim yang disadur kembali oleh Buchari Alma
(2004;18) mengemukakan unsur-unsur merchandising yaitu meliputi produk,
pelayanan, harga dan promosi. Definisi pengelolaan barang dagangan tersebut
sesuai dengan komponen-komponen dalam merchandising menurut Christina
Whidya Utami (2008:18) yang terdiri dari quality, price, dan assortment.
Kunci untuk membuat angka penjualan dalam bisnis ritel terus mengalami
peningkatan adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu yang baik,
dimana tujuan utama ritel umunya adalah menjual barang dagangan dan
memberikan pelayanan yang terbaik mereka. Secara umum, ritel harus
menawarkan keberagaman yang cukup untuk memuaskan kebutuhan dan harapan
pelanggan sehingga meningkatkan niat pelanggan untuk melakukan pembelian
(Levy dan Weitz, yang dikutip oleh Christina Widya Utami 2008:94).
Pengelolaan barang dagangan yang baik akan menarik konsumen untuk
melakukan pembelian sehingga diperlukan produk dengan kualitas yang tepat,
penetapan harga yang pantas dan dengan ragam produk yang ditawarkan. Unsurunsur pengelolaan barang dagangan tersebut akan mempengaruhi konsumen
dalam melakukan keputusan pembelian. Keputusan untuk membeli timbul karena
62
adanya penilaian objektif atau karena dorongan emosi. Keputusan untuk bertindak
adalah hasil dari serangkaian aktivitas dan rangsangan mental emosional.
Pengecer menciptakan produk untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen. Untuk bisa memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, maka
pengecer harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai perilaku pembelian
konsumen sasarannya. Dalam proses keputusan pembelian memerlukan suatu
upaya dari pengecer agar barang dagangan tersebut dapat sampai ke tangan
konsumen, paling tidak pengecer tersebut berusaha untuk mengubah perilaku
konsumen dari rasa ingin tahu mengenai barang dagangan yang ditawarkan
pengecer menjadi rasa tertarik, bahkan dari rasa tertarik tersebut meningkat
sampai pada adanya keinginan untuk memiliki produk sehingga konsumen
tersebut akan mengambil keputusan pembelian terhadap produk yang ditawarkan
oleh pengecer. Konsumen sangat bervariasi dalam hal demografis, psikografis,
psikologis sehingga pemilihan tempat berbelanja di antara konsumen relatif
bervariasi juga. Keputusan pembelian merupakan perilaku pembelian akhir dari
konsumen yang terdiri dari dua atau lebih alternatif pilihan. Keputusan pembelian
merupakan perilaku pembelian akhir dari konsumen yang terdiri dari dua atau
lebih alternatif pilihan. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:158) ada lima
keputusan yang dilakukan oleh pembeli, yaitu: pilihan produk, pilihan merek,
pilihan saluran pembelian, waktu pembelian, dan jumlah pembelian.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis menggambarkan kerangka
pemikiran dalam Gambar 2.11 pada halaman selanjutnya.
63
PERILAKU KONSUMEN
1. LOKASI
2. PROSEDUR
PEMBELIAN/PELAYANAN
QUALITY
(Kualitas)
BAURAN
PENJUALAN
ECERAN
3. MERCHANDISING
(Pengelolaan Barang Dagangan)
PRICE
(Harga)
KEPUTUSAN
PEMBELIAN
Christina Whidya Utami
(2008:41)
Hendri Ma’ruf (2006:135)
Buchari Alma (2004;13)
4. PRICING TACTICS
5. STORE ATMOSPHERE
ASSORTMENT
(Keragaman Produk)
1. Pemilihan produk
2. Pemilihan merek
3. Pemilihan saluran
pembelian
4. Penentuan waktu
pembelian
5. Jumlah pembelian
6. KARYAWAN
7. METODE PROMOSI
Christina Whidya Utami (2008:18)
William J. Stanton dan Y. Lamarto (1996;8)
Philip Kotler & Gary Amstrong
(2008:158)
Bob Foster (2008 : 51)
Feed Back
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Pengaruh
: Umpan Balik (Feed Back)
GAMBAR 2.11
PENGARUH PENGELOLAAN BARANG DAGANGAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA
YOMART MINIMARKET CABANG CIBEUREUM CIMAHI
(Survei pada Konsumen Yomart Minimarket Cabang Cibeureum Cimahi)
64
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat dirumuskan paradigma
penelitian pengaruh pengelolaan barang dagangan terhadap keputusan pembelian
konsumen pada gambar 2.12 sebagai berikut :
KEPUTUSAN
PEMBELIAN
KONSUMEN
PENGELOLAAN
BARANG DAGANGAN
1. Quality (kualitas)
Christina Whidya Utami
(2008:41)
Buchari Alma (2004:13)
2. Price (Harga)
3. Assortment
Hendri Ma’ruf (2006:135)
(Keragaman produk)
Christina Whidya Utami
(2008:18)
a. Pemilihan produk
b. Pemilihan merek
c. Pemilihan saluran
pembelian
d. Penentuan waktu
pembelian
e. Jumlah pembelian
Kotler & Amstrong
(2008:158)
GAMBAR 2.12
PARADIGMA PENELITIAN
2.3 Hipotesis
Hipotesis menurut Suharsimi Arikunto (2007:71) adalah suatu jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang
terkumpul. Hipotesis adalah pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu
kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja
serta panduan dalam verifikasi. Hipotesis adalah keterangan sementara dari hubungan
fenomena-fenomena yang kompleks. Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis
merumuskan hipotesis sebagai berikut :
“Keputusan pembelian konsumen Yomart minimarket cabang Cibeureum Cimahi
dipengaruhi oleh Pengelolaan barang dagangan”
Download