BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Pada bab ini dipaparkan kajian pustaka yang terkait dengan analisis iklan. Di samping itu, pada bab ini juga dibahas konsep-konsep yang terkait dengan penelitian ini, yaitu landasan teori, dan model penelitian yang digunakan. 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka dalam penelitian ini terdiri atas beberapa tesis dan disertasi yang memiliki keterkaitan dengan iklan hotel berbahasa Jepang. Kajian pustaka dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut. Mulyawan (2005) dalam tesisnya yang berjudul ―Wacana Iklan Komersial Media Cetak:Kajian Hipersemiotika‖ menganalisis sejumlah iklan komersial media cetak dalam empat tatanan. Adapun keempat hal yang dianalisis adalah (1) bagaimana komposisi struktur iklan komersial media cetak, (2) bagaimana struktur gramatikal dan leksikalnya, (3) makna dan pesan apa yang ingin disampaikan, dan (4) ideologi apa yang melatarbelakangi iklan komersial tersebut. Teori utama yang digunakan dalam penelitian Mulyawan (2005) adalah teori struktur wacana oleh van Dijk (dalam Sobur, 2001) dan teori hipersemiotika olehYasraf Amir Piliang ((2003). Untuk struktur iklan dianalisis dengan teori Leech dan Bathia (1966) dan teori semantik oleh Ullmann. 8 9 Hasil penelitian Mulyawan menyatakan bahwa (1) iklan komersial media cetak memiliki delapan pola perpaduan struktur pembentuk iklan, (2) unsur verbal dalam setiap iklan melibatkan pemanfaatan kohesi gramatikal dan leksikal secara maksimal- efektif, (3) makna dan pesan yang ingin dikomunikasikan setiap iklan mengeksploitasi tanda nonverbal hingga melebihi batas realitas, dan (4) ideologi iklan lebih dipengaruhi oleh visi dan misi pihak produsen. Penelitian Mulyawan relevan dengan penelitian ini karena memiliki persamaan dalam penelitian iklan komersial. Selanjutnya, perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada objek kajian, yaitu objek penelitian ini adalah iklan hotel berbahasa Jepang, sedangkan Mulyawan (2005) menggunakan iklan komersial berbahasa Indonesia. Perbedaan lainnya adalah bahwa penelitian ini meneliti persepsi konsumen terhadap produk iklan yang ditampilkan oleh produsen pada iklan hotel berbahasa Jepang, sedangkan Mulyawan (2005) tidak mengkaji hal tersebut. Triandjojo (2009) dalam tesisnya yang berjudul ― Semiotika Iklan Mobil di Media Cetak‖ menganalisis sejumlah iklan mobil. Iklan –iklan tersebut dilihat dari (1) hubungan penanda dan petanda, (2) makna denotatif dan konotatif, (3) kandungan tanda ikonis, indeksial, simbolis, (4) penggunaan bahasa retorika yang digunakan, dan (5) daya relasi (power relation) bahasa iklan yang ingin dibangun produsen atas konsumen lewat iklan yang tersaji. Penelitian Triandjojo (2009) menggunakan beberapa teori, yaitu teori diadik oleh Ferdinand de Saussure, teori triadik oleh Charles Sanders Peirce, teori tanda oleh Roland Barthes, dan teori gaya bahasa oleh Edward F. McQuarrie. 10 Teori diadik oleh Ferdinand de Saussure digunakan untuk mengetahui hubungan penanda dan petanda, yaitu yang dimaksudkan antara bentuk (bahasa) dan tampilan iklan. Teori triadik oleh Charles Sanders Peirce digunakan untuk mengetahui kandungan tanda ikonis, indeksial, dan simbolis yang terdapat pada iklan mobil. Teori tanda dari Ronald Barthes. Digunakan untuk mengetahui sejauh mana tanda yang terdapat pada iklan mobil memungkinkan mengasilkan makna. Teori gaya bahasa dari Edward F.McQuarrie digunakan untuk mengetahui jenis bahasa retorika dan daya relasi(power relasi) bahasa iklan yang disajikan produsen kepada konsumen. Hasil penelitian Triandjojo (2009) menyatakan bahwaiklan mobil di media cetak menunjukkan adanya hubungan penanda dan petanda, yaitu yang dimaksudkan antara bentuk (bahasa) dan tampilan iklan. Selain itu, juga terdapat kandungan tanda ikonis, indeksial, dan simbolis. Dari segi gaya bahasa retorika yang ditemukan adalah rima, aliterasi, anafora, epistrope, anadiposis, parison, antesis, hiperbola, retorika, metonini, metafora, homonimi, atanaklasis, paradoks, dan ironi. Daya relasiyang terdapat pada iklan mobil di media cetak meliputi reward power, expert power, legitimate power, referent power, dan coercive power. Penelitian yang dilakukan oleh Triandjojo relevan dengan penelitian ini terutama pada aspek penerapan kerangka teori semiotik. Perbedaannya adalah bahwa dalam penelitian Triandjojo tidak dibahas mengenai struktur mikro, yakni struktur gramatikal dan leksikal yang terdapat dalam iklan. 11 Mahayani (2011) dalam tesisnya yang berjudul ―Teks Iklan Layanan Kesehatan Masyarakat :Kajian Semiotik‖ mengkaji dua buah iklan layanan kesehatan, yaitu iklan antinarkoba dan HIV /AIDS. Penelitian ini menganalisis iklan layanan kesehatan masyarakat dari segi struktur mikro pada teks verbal, makna pada tanda verbal dan nonverbal, dan ideologi yang melatarbelakangi iklan layanan kesehatan masyarakat. Sebagai teori utama dalam penelitian Mahayani (2011) digunakan teori semiotik oleh Roland Barthes (1977). Sementara itu, teori pendukung digunakan teori struktur wacana oleh van Dijk (1997) dan teori tindak tutur oleh Austin (dalam Thomas, 1995). Penelitian Mahayani menggunakan teori semiotik Barthes (1977) dalam tatanan struktur makro untuk mengungkaptanda yang terdapat dalam iklan, sedangkan penelitian ini menggunakan teori semiotik Peirce (dalam van Zoest,1996:1—22) dalam tatanan struktur makro. Selain itu,Mahayani menganalisis iklan layanan kesehatan masyarakat, sedangkan penelitian ini menganalisis iklan komersial hotel berbahasa Jepang. Hasil penelitian Mahayani menyatakan bahwa dalam struktur mikro teks iklan layanan kesehatan masyarakat terdapat beberapa unsur, yaitu unsur sintaksis, style, dan restroris; makna denotatif yang terdapat pada iklan layanan masyarakat dieksplisitkan, makna konotatif masih merupakan perkembangan dari makna denotatif yang diimplisitkan. Ideologi yang terdapat pada iklan layanan kesehatan masyarakat, yaitu ideologi imbauan hidup sehat, ideologi kesetiaan, dan ideologi tidak melakukan seks bebas.Sukarini (2012) dalam disertasinya yang bejudul ―Iklan Layanan Masyrakat: Kajian Teks dan Semiotik‖, mengkaji tiga iklan 12 layanan masyarakat kesehatan. Ketiga iklan yang dikaji, yaitu : (1) penyakit menular seksual HIV/AIDS; (2) penyakit yang disebabkan oleh faktor keturunan atau disebut dengan penyakit degeneratif, yaitu kanker ; dan (3) program pengendalian serta pertumbuhan jumlah penduduk yang dikenal dengan Program Keluarga Berencana (KB). Penelitian tersebut menganalisis iklan layanan masyarakat dalam tiga tatanan. Adapun hal-hal yang dianalisis adalah (1) bagaimanakah struktur gramatikal dan variasi leksikal teks; (2) bagaimanakah keterhubungan trikotomi tanda (representamen, objek, dan interpretan) dengan tiga komponen tanda pada objek; (3) apakah ideologi-ideologi dan pesan-pesan yang ada dibalik teks pada iklan layanan masyarakat kesehatan. Untuk menjawab ketiga permasalah tersebut, Sukarini dalam disertasinya menggunakan enam teori, yaitu teori semantik, teori semiotik oleh Peirce, teori tindak tutur, teori hermeneutik, teori struktur wacana, dan teori fungsi bahasa. Ketiga jenis iklan layanan masyarakat yang diproduksi oleh pemerintah semuanya menginformasikan tema yang sudah diketahui dan dilakukan oleh masyarakat, yaitu budaya sehat. Penelitian yang dilakukan Sukarini dan penelitian ini samasama menggunakan teori semiotik Peirce. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sukarini adalah bahwa penelitian ini tidak membahas struktur pembentuk iklan. 13 2.2 Konsep Ada limakonsep yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu konsep iklan, struktur iklan,wacana,semiotik dan persepsi. Konsep diatas diuraikan secara terperinci dibawah ini. 2.2.1 Iklan Iklan adalah pesan yang disampaikan oleh perorangan, kelompok, perusahaan, atau badan pemerintahan dalam suatu harian (Shadaly,1992:1376). Menurut Bovee (dalam Liliweri, 1992:47), iklan mempunyai fungsi pemasaran, komunikasi, pendidikan, ekonomi, dan fungsi sosial. Fungsi pemasaran ialah menjual informasi tentang barang atau jasa melalui media. Fungsi komunikasi, yaitu iklan berisi informasi mengenai barang atau jasa yang disebarluaskan kepada khalayak. Fungsi pendidikan tampak dari aktivitas masyarakat yang membaca, menonton, ataupun mendengar yang dapat memetik suatu pelajaran dari sebuah iklan. Iklan merupakan sarana yang digunakan oleh para produsen untuk memasarkan produk barang dan jasa. Produsen sangat diuntungkan karena bisa meningkatkan hasil penjualan. Disisi lain konsumen mengetahui barang apa yang ada di pasaran dan lokasi penjualan produk yang terdekat ataupun terjauh. Berdasarkan fungsinya iklan dibedakan menjadi (1) iklan produk dan iklan bukan produk. Serta (2) iklan komersial dan bukan komersial. Iklan produk mempunyai tujuan memperkenalkan suatu produk tertentu yang dihasilkan. Iklan komersial bertujuan mengomersilkan barang dagangan kepada masyarakat, 14 sedangkan iklan bukan komersial tidak mengharapkan keuntungan komersial, tetapi mengharpakan keuntungan sosial (Djuronto,2000:83). Iklan hotel berbahasa Jepang salah satu bentuk iklan komersial berdasarkan fungsinya, dimana iklan ini dimuat untuk menyasar kalangan wisatawan Jepang. Iklan sebagai teks dapat dipandang sebagai sebuah hasil produksi (produk). Iklan tidak lebih dari sebuah bentuk kreasi perpaduan tanda (semiotik) murni terlepas dari fungsi sosialnya sebagai sebuah media komunikasi dan pemasaran. Sebagai wacana, iklan dipandang sebagai sebuah bentuk media komunikasi dan pemasaran produk barang atau jasa. Iklan tidak lagi dipandang sebagai perpaduan tanda (semiotik) semata, tetapi juga dipandang sebagai sebuah bentuk komunikasi yang melibatkan aspek kontekstual di luar unsur tekstual pembentuknya. 2.2.2 Struktur Iklan Struktur iklan dalam media cetak dapat dilihat berulang - ulang dan setiap saat menurut kebutuhan pembacanya. Hal itu menjadikannya lebih mudah diamati (Kasali, 1995:82). Struktur iklan yang ditampilkan biasanya dengan urutan judul, subjudul, tubuh iklan, dan slogan meskipun tidak semua bagian yang ditampilkan ada dalam sebuah iklan. Judul pada media cetak merupakan bagian utama dan terpenting meskipun tidak selalu terletak diawal tulisan. Subjudul dibuat untuk memudahkan dalam memahami teks. Tubuh iklan merupakan penjelasan tentang produk dan memberitahukan secara lengkap apa 15 yang ditawarkan (Riyanto, 2000:22). Selanjutnya, Leech (1966: 59) menyatakan bahwa struktur iklan terdiri atas headline, illustration, body copy, signature lines, dan standing details. Dalam penelitian ini struktur iklan Leech lebih cocok digunakan karena secara terperici dalam menjelaskan struktur pembentuk iklan. 2.2.3 Wacana Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi di atas kalimat dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis (Tarigan, 1987:27). Menurut Beratha (2012:16), wacana adalah studi tentang bahasa dalam penggunaan (language in use). Dalam wacana terkandung pembahasan unsur makna yang dilengkapi dengan komponen-komponen tertentu untuk membentuk sebuah teks. Sedangkan wacana menurut van Dijk (1980:29--122) dibagi menjadi tiga struktur yaitu, struktur mikro, struktur makro, dan super struktur. Struktur mikro teks dapat diamati dari bagian satuan verbal sebuah teks, yakni kata, kalimat, proposisi, dan paraphrase. struktur makro makna global/ umum sebuah teks dapat diamati dari topik yang diangkat dari sebuah teks, dan super struktur suatu teks, meliputi susunan atau rangkaian struktur elemen sebuah teks dalam membentuk satu kesatuan bentuk yang koheren, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan simpulan. Terkait dengan struktur gramatikal dan leksikal dalam penelitian ini menggunakan teori wacana van Dijk (1980:29--122) hanya dari struktur mikro saja, yaitu membedah teks iklan hotel berbahasa Jepang dari bentuk satuan kata 16 dan kalimat dari struktur leksikal. Struktur gramatikal mengacu pada penggunaan penanda partikel pada kalimat iklan hotel berbahasa Jepang. Unsur leksikal adalah dari segi kelasa kata yag terdapat pada iklan htel berbahsa Jepang.. 2.2.4 Semiotik de Saussure (1966) menyatakan bahwa konsep tanda atau bentuk terdiri atas signified ataupun penanda bersifat abstrak dan yang menandai atau disebut penanda signifian. Hubungan penanda dan petanda sangatlah erat, petanda selalu hadir dengan penanda layaknya dalam suatu iklan. Unsur verbal merupakan penanda dan unsur non verbal merupakan petanda. Konsep semiotik mengkaji tentang tanda, yaitu ―sesuatu yang mewakili sesuatu‖. Proses mewakili terjadi pada saat tanda itu ditafsirkan dengan yang mewakili (Hoed, 2002: 301). Menurut Pierce (dalam van Zoest, 1993:1-22),semiotik adalah ―triple connection of sign, thing signified, cognition produced in the mind‖. Peirce menyebut semiotik berupa proses triadik yang mencakup tiga unsur bersamaan, yakni tanda (T), hal yang diwakilinya (disebut objek, disingkat O), dan kognisi yang terjadi pada pikiran seseorang pada waktu menangkap tanda itu (disebut interpretan, disingkat I). Tanda menurut Pierce (dalam Sobur, 2003:35) dapat dibedakan atas dalam tiga jenis tanda utama yang meliputi: (1) tanda ikonis bergantung pada pertalian kemiripan antara yang menandai dan yang ditandai; (2)Tanda indeksial dihasilkan oleh aksi langsung dari yang mewakilinya; (3)Tanda simbol kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diintepretasikan sebagai objek denotatif sebagai akibat dari kebiasaaan.Penelitian ini menggunakan 17 konsep semiotik Pierce yang terdiri dari tanda ikonis, indeksial, dan simbolis, karena iklan hotel berbahasa Jepang ini memiliki karakteristik sesuai dengan konsep triadik Pierce. 2.2.5 Persepsi Pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan rangsangan dari berbagai sumber melalui pancaindra yang dimiliki. Selanjutnya diberikan respons sesuai dengan penilaian dan pemberian arti terhadap rangsangan lain, setelah rangsangan diterima atau data yang ada diseleksi. Untuk menghemat perhatian yang digunakan rangsangan-rangsangan yang telah diterima diseleksi lagi untuk diproses pada tahapan lebih lanjut. Setelah diseleksi, rangsangan diorganisasikan berdasarkan bentuk sesuai dengan rangsangan yang telah diterima. Setelah data diterima dan diatur, proses selanjutnya data yang diterima ditafsirkan dengan berbagai cara. Dalam hal in telah terjadi persepsi setelah data atau rangsangan tersebut berhasil ditafsirkan (Kuper, 2010:963). Dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan sesuatu yang didahului oleh pengindraan berupa pengamatan, pengingat dan pengidentifikasian suatu objek. Agar individu dapat menyadari dan mengadakan persepsi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu (a) adanya objek atau stimulus yang dipersepsikan, (b) adanya alat indra/ reseptor,dan (c) adanya perhatian. Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, tetapi ada faktor-faktor yang memengaruhinya. Faktor- faktor itulah yang menyebabkan mengapa dua orang 18 yang melihat sesuatu mungkin memberikan interpretasi yang berbeda tentang yang dilihatnya. Secara umum, terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi seseorang, sebagai berikut. (1) Faktor pelaku persepsi, yaitu interpretasi tentang apa yang dilihat itu. Ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh, seperti sikap, motif kepentingan, minat, pengalaman, dan harapan. (2) Faktor sasaran persepsi dapat berupa orang, benda, atau peristiwa. (3) Faktor situasi merupakan keadaan seseorang ketika melihat sesuatu dan mempersepsikannya. Untuk mengetahui persepsi tersebut maka dilakukan kuesioner survei yang disebarkan kepada wisatawan Jepang. Pengukuran persepsi menggunakan skala Guttman. Skala Guttman pengukuran yang akan didapat jawaban yang tegas, yaitu ―ya -- tidak‖, ―benar -- salah‖, ―pernah --tidak pernah‖, ―positif – negatif ― dan lain-lain, skala model ini dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda (dalam Sugiyono, 2014: 96). 2.3 Landasan Teori Landasan teori adalah landasan berpikir yang bersumber dari suatu teori yang diperlukan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang dikaji, penelitian ini menggunakan empat teori , yaitu (1) teori struktur iklan oleh Leech (1966: 59) untuk mengkaji struktur iklan hotel berbahasa Jepang, (2) teori wacana oleh van Dijk (1980: 29--112) untuk mengkaji 19 struktur gramatikal dan leksikal, (3) teori semiotik oleh Charles Sanders Peirce (dalam van Zoest, 1993:1--22) untuk mengakaji tanda, ikonis, indeksial, dan simbolis, dan (4) teori skala Guttman (dalam Sugiyono, 2014: 93—97) untuk mengkaji persepsi iklan hotel berbahasa Jepang. 2.3.1 Struktur iklan Sebuah iklan yang dipublikasikan melalui media cetak pada dasarnya memiliki struktur. Struktur iklan khususnya media cetak memiliki bagian-bagian pembentuk. Dalam penelitian ini teori Leech (1966:59) digunakan untuk menganalisis struktur iklan hotel berbahasa Jepang. Menurut Leech, struktur iklan dapat dibagi sebagai berikut: a) Headline merupakan kepala / pembuka sebuah iklan, yang berfungsi sebagai eye catcher / attention getter. b) Illustration(s) merupakan latar belakang sebuah iklan yang memberikan ilustrasi terhadap iklan tersebut. c) Body copy merupakan tubuh / isi sebuah iklan yang berisikan informasi dan pesan iklan. d) Signature line (logo) merupakan tampilan produk yang diiklankan berikut harga, slogan, atau merk (trade mark). e) Standing details merupakan kaki / penutup sebuah iklan yang terdapat pada bagian bawah / akhir iklan. Penutup biasanya berupa informasi tambahan terkait dengan produk yang diiklankan, seperti alamat perusahaan, pusat informasi, dan lain-lain. Bagian ini biasanya berupa tulisan yang kecil dan tidak mencolok. 20 2.3.2 Struktur Wacana van Dijk Dalam analisis wacana, van Dijk (1980:29--122) menghubungkan analisis tekstual yang memusatkan perhatian pada teks ke arah analisis yang komprehensif, yaitu bagaimana sebuah teks tersebut diproduksi. Ada tiga kerangka analisis wacana yang terdiri atas tiga strukur utama, yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. 2.3.2.1 Struktur makro Struktur makro merupakan makna global/ umum sebuah teks yang dapat diamati dari topik yang diangkat sebuah teks. Dengan kata lain, analisis struktur makro merupakan analisis sebuah teks yang dipadukan dengan kondisi sosial di sekitarnya untuk memperoleh satu tema sentral. Tema sebuah teks tidak terlihat secara eksplisit di dalam teks, tetapi tercakup di dalam keseluruhan teks tidak terlihat sebagai satu kesatuan bentuk yang koheren. Jadi, tema sebuah teks dapat ditemukan dengan cara membaca teks tersebut secara keseluruhan sebagai sebuah wacana sosial sehingga dapat ditarik satu ide pokok atau topik atau gagasan yang dikembangkan dalam teks tersebut. 2.3.2.2 Superstruktur Superstruktur merupakan kerangka suatu teks yang meliputi susunan atau rangkaian struktur elemen sebuah teks dalam membentuk satu kesatuan bentuk 21 yang koheren, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan simpulan. Dengan kata lain, analisis superstruktur merupakan analisis skema atau alur sebuah teks. 2.3.2.3 Struktur Mikro Struktur mikro adalah analisis sebuah teks yang dapat diamati dari bagian kecil sebuah teks, yakni kata, kalimat, proposisi, dan parafrase. Struktur mikro terdiri atas empat unsur yang meliputi hal-hal berikut. (a) Unsur semantik dikategorikan makna yang ingin ditekankan dalam teks. Makna tersebut muncul dari kata, klausa, kalimat, dan paragraf, disamping itu juga hubungan antarkata, hubungan antarklausa, dan antarkalimat yang membangun satu kesatuan makna dalam satu kesatuan teks. (b) Unsur sintaksis merupakan salah satu elemen bagaimana sebuah kalimat dilihat dari bentuk ataupun susunan yang dipilih, seperti pemilihan penggunaan kata, kata ganti, preposisi, konjungsi, dan pemilihan bentuk kalimar seperti kalimat aktif atau pasif. (c) Unsur stilistik merupakan unsur pilihan kata yang dipakai dalam sebuah teks. Gaya bahasa sebuah teks bisa menampilkan ragam bahasa melalui diksi/pilihan kata, pilihan kalimat, majas, mantra, atau ciri kebahasaan yang lainnya. (d) Unsur retoris merupakan satu elemen dengan cara penekanan sebuah topik dalam sebuah teks. Gaya penekanan ini berhubungan erat denganbagaimana pesan sebuah teks disampaikan, yang meliputi gaya hiperbola, metafora, aliterasi, atau gaya yang lainnya. 22 Teori wacana van dijk (1980:29--122) yang digunakan adalah analisis struktur mikro untuk mengkaji analisis struktur gramatikal dan leksikal iklan hotel berbahasa Jepang. 2.3.3 Teori Semiotik Semiotik mengkaji tanda, yaitu ―sesuatu yang mewakili sesuatu‖. Proses mewakili terjadi pada saat tanda itu ditafsirkan dengan yang mewakili (Hoed, 2002: 301). Menurut Pierce (dalam van Zoest, 1993:1--22),semiotik adalah ―triple connection of sign, thing signified, cognition produced in the mind‖. Peirce menyebut semiotik berupa proses triadik yang mencakup tiga unsur bersamaan, yakni tanda (T), hal yang diwakilinya (disebut objek, disingkat O), dan kognisi yang terjadi pada pikiran seseorang pada waktu menangkap tanda itu (disebut interpretan, disingkat I). Proses kognisi merupakan dasar dari proses semiosis karena tanpa proses kognisi itu proses semiosis tidak terjadi. Secara teoretis hubungan antara tanda (T), objek (O), dan interpretan (I), dalam hal ini. (I) dapat berubah menjadi (I) baru, yang pada gilirannya menjadi (T) baru dan seterusnya. Artinya, proses triadik berjalan terus menjadi suatu proses yang berlanjut dan pada akhirnya proses semiosis tersebut dibatasi yang disebut sebagai ―conssesual judgement‖ (kesepakatan bersama) (Eco, 1990:38--42). Misalnya, kata telepon merupakan sebuah tanda (T), tanda ini mengacu pada sebuah benda yang digunakan sebagai alat komunikasi. Dengan demikian, kata ―telepon‖ kini berkedudukan sebagai tanda (T) yang berhubungan lagi dengan kata-kata yang lain, misalnya alat 23 komunikasi jarak jauh. Kata ini kemudian dapat menjadi tanda (T) dengan interpretan (I) yang baru, misalnya handphone kata ini pun dapat menjalin relasi dengan (I) lain dan proses ini terus berlanjut tanpa pernah usai. Menurut Pierce, tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, yang disebut objek,.Kata ―Mengacu‖ berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretan. Jadi, intepretan ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Hubungan ketiga unsur tersebut dinamakan segitiga semiotik. Selanjunya, dikatakan bahwa tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan menjadi tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah suatu gambaran dalam bentuk linguistik ataupun dalam bentuk citra (image). Ikon merupakan tanda yang mengandung kemiripan rupa (resemblance) yang dapat dikenali pemakainya. Di dalam ikon, hubungan antara tanda dan objeknya terwujud kesamaan dalam beberapa kualitas. Jadi, yang termasuk dalam ikon bisa berupa tanda linguistik ataupun tanda berupa gambar. Dalam sebuah iklan, ikon bisa berupa foto hotel dilengkapi dengan fasilitas hotel yang berhubungan dengan produk yang ditawarkan. Indeks memiliki keterkaitan fenomenal antara tanda dan objek. Sifat hubungan antara tanda dan objek itu merupakan suatu hubungan sebab akibat. Misalnya, dalam iklan image seseorang yang sedang makan di restoran yang ada pada salah satu hotel mewah dengan perlengkapan alat makan mewah memberikan indeks bahwa ia adalah orang yang mempunyai kekuatan finansial yang tinggi dan berkelas. 24 Simbol berupa sesuatu yang dapat mewakili ide, pikiran, perasaan, dan benda. Namun acuan pada objeknya bukan karena kemiripan atau hubungan sebab akibat, melainkan merupakan kesepakatan sosial. Dalam hal ini hubungan tersebut tidak berupa hubungan secara alamiah antara tanda dan yang disimbolkan. Dalam iklan, logo suatu perusahaan, merek atau cap suatu produk sering mengandalkan diri pada tanda- tanda simbolis. Menurut Haig dan Herper (1997:xiii), sebuah logo merupakan jantung dan jiwa dari pesona yang didesain, baik yang menetapkan citra perusahaan maupun yang ditetapkan. Logo yang didesain dengan baik berpengaruh pada citra perusahaan yang akan diterima baik oleh masyarakat. Hal ini kemudian menjadi simbol perusahaan tersebut. Semiotik tidak berfokus pada transmisi pesan, tetapi ada pembangkitan makna. Teks dan interaksi teks dengan budaya memproduksi atau menerima teks tersebut. Fokusnya adalah peran komunikasi dalam membentuk dan menjaga nilai- nilai. Nilai-nilai tersebut memungkinkan komunikasi menjadi bermakna (Fiske, 2007:261--262). Teori Pierce (dalam van Zoest, 1993: 1--22) digunakan untuk menganalisis pemakaian makna ikon, indeks, dan simbol yang terdapat pada iklan hotel berbahasa Jepang. 2.3.4 Skala Guttman Skala Guttman pengukuran yang akan didapat jawaban yang tegas, yaitu ―ya -- tidak‖, ―benar -- salah‖, ―pernah --tidak pernah‖, ―positif – negatif ― dan lain-lain, skala model ini dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda (dalam Sugiyono, 2014: 96). Dalam penelitian ini mengacu pada pengukuran skala 25 Guttman, yaitu hanya ada dua interval jawaban setiap satu pertanyaan, yaitu ―ya— tidak‖. Alasan menggunakan skala Guttman adalah ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap satu permasalah iklan hotel berbahasa Jepang. Adapun perhitungannya dapat dikatakan sebagai berikut: Jumlah persepsi x 100% Jumlah masing-masing variabel Sebagai tolak ukur dalam menentukan iklan tersebut berhasil atau tidak ditentukan dengan perhitungan berikut. 21 % -- 40 % = sangat kurang 41 % -- 60% = kurang 61 % -- 80% = baik 81 % -- 100% = sangat baik Responden yang digunakan pada penelitian ini secara purposive yaitu, berjumlah tiga puluh responden. Kriteria dalam penentuan responden adalah jenis kelamin, usia, dan pekerjaan. Jenis kelamin terdiri dari laki – laki dan perempuan.Berdasarkan usia responden yang dipilih dibagi menjadi dua yaitu, produktif dengan berkisar kurang lebih sembilas tahun sampai dengan tiga puluh lima tahun. Sedangakan untuk usia non produktif berkisar tiga puluh enam tahun sampai lima puluh lima tahun. Dari variabel pekerjaan dibedakan menjadi dua yaitu, pariwisata dan non pariwisata. Perhitungan persepsi dilakukan pada setiap iklan dengan variabel responden di atas. 26 2.4 Model Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang dibedah dengan empat teori. Struktur iklan hotel berbahasa Jepang dikaji dengan teori Leech (1966:59), teori wacana van Dijk (1980:29--122) mengkaji tatanan unsur verbal yaitu, gramatikal dan leksikal , unsur verbal yang didukung unsur non verbal dari tanda ikonis, indeksial, dan simbolis sehingga membentuk makna dikaji dengan teori semiotik Pierce (dalam van Zoest, 1993: 1--22). Persepsi wisatawan jepang terhadap iklan hotel berbahasa Jepang dengan menggunkan skala Guttman (dalam Sugiyono, 2014: 96). 27 IKLAN HOTEL BERBAHASA JEPANG PENDEKATAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF MASALAH dan TEORI MASALAH 1.Bagaimanakah struktur iklan berbahasa Jepang pada media cetak? TEORI hotel Teori Leech (1966) 2. Bagaimanakah struktur gramatikal dan Teori wacana van Dijk (1980) leksikal iklan hotel berbahasa Jepang? 3. Bagaimanakah pemakaian tanda yang Teori semiotik Pierce (dalam van Zoest, berupa ikonis, indeksial, dan simbolis pada 1993) iklan hotel berbahasa Jepang? 4. Bagaimanakah persepsi wisatawan Jepang skala Guttman (dalam Sugiyono, 2014). terhadap iklan hotel berbahasa Jepang yang dimuat pada media cetak? HASIL PENELITIAN Bagan I