keterikatan interpersonal, trait kepribadian, dan

advertisement
KETERIKATAN INTERPERSONAL, TRAIT
KEPRIBADIAN, DAN PEMAAFAN:
SEBUAH KAJIAN TEORITIK
H. Fuad Nashori*
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia
ABSTRACT
This article intends to explain the dynamics of individual
forgiveness. The dynamics of forgiveness involves
interpersonal attachment and personality trait. First,
interpersonal attachment influences personality trait are
agreeableness and neuroticism. Second, agreeableness and
neuroticism personality trait influence forgiveness.
Keywords: forgiveness, interpersonal attachment, personality trait
Rourke (2006) mengungkapkan bahwa fenomena pemaafan
pada diri individu dipengaruhi oleh keterikatan interpersonal antara
individu dan pelaku serta antara individu dan orang-orang yang ada
di lingkungan sekitarnya. Penulis percaya bahwa pengaruh
keterikatan interpersonal terhadap pemaafan tidak bersifat langsung,
namun diperantarai trait kepribadian.
Pengertian dan Dimensi Keterikatan interpersonal
Keterikatan interpersonal, sebagaimana diungkapkan Nashori,
Iskandar, Setiono, dan Siswadi (2011), adalah suatu situasi di mana
individu sangat mempertimbangkan keberadaan orang lain dalam
pengambilan keputusan atas hal-hal yang penting dalam kehidupannya,
khususnya yang berkaitan dengan relasi interpersonal dengan orang lain.
Sekurang-kurangnya terdapat lima kata kunci, yaitu pertimbangan,
* Korespondensi: HP: 0819 3118 0909
Email: [email protected], Situs: www.fuadnashori.com
Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis
|1
H. Fuad Nashori
keberadaan orang lain, pengambilan keputusan, hal-hal penting dalam
hidup, dan relasi interpersonal. Pertimbangan adalah penalaran yang
dimiliki seseorang dalam memahami dan menjelaskan peristiwaperistiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Keberadaan orang lain
adalah kenyataan bahwa orang lain hadir dalam kehidupan individu,
memberikan pengaruh kepada individu sekaligus dapat menerima
pengaruh individu. Pengambilan keputusan adalah proses mental dalam
diri seseorang untuk memilih berbagai alternatif yang dapat
menghasilkan keuntungan yang terbaik yang mungkin diperoleh
individu. Hal-hal penting adalah tonggak-tonggak penting dalam
perjalanan hidup seseorang. Terakhir, relasi interpersonal adalah
hubungan antar pribadi yang meliputi berbagai keperluan hidup bagi
individu-individu yang terlibat di dalamnya.
Keterkaitan interpersonal meliputi persepsi terhadap orang yangorang yang akrab melakukan relasi interpersonal dengannya, kualitas
hubungan dengan orang yang pernah terlibat relasi interpersonal, dan
tanggapan pihak lain terhadap peristiwa relasi interpersonal penting
yang dialami seseorang. Tiga hal di atas memberikan pengaruh terhadap
individu dalam hal apakah ia meneruskan langkah berikutnya atau
menghentikan relasi dengan orang yang pernah mengganggu
kehidupannya. Salah satu dari tiga hal di atas, yaitu tanggapan pihak
lain terhadap peristiwa relasi interpersonal penting yang dialami
seseorang, akan memberikan pengaruh terhadap individu. Contoh
kongkrit yang dapat diberikan adalah apakah individu akan membalas
atau tidak fitnah yang diterimanya dari mitra relasinya. Bila orang-orang
yang penting (the significant person) dan teman-teman dekat memberikan
nasihat agar ia bersikap acuh tak acuh, maka ia akan menjadi nasihat itu
sebagai acuannya.
Berdasar studi yang dilakukan Nashori dkk (2011-b), diketahui
bahwa dimensi-dimensi keterikatan interpersonal meliputi:
a. Persepsi individu terhadap sikap dan perilaku dari mitra relasi,
yang meliputi persepsi adanya perubahan pada diri pelaku serta
persepsi terhadap komitmen pelaku untuk tidak mengulangi
perbuatan yang merugikan.
b. Kualitas hubungan individu dan mitra relasi, yang meliputi
mengingat kebaikan mitra relasi serta komitmen melanjutkan
hubungan yang akrab dengan mitra relasi.
2|
Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011
Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik
c.
Pertimbangan pihak ketiga kepada individu, yang meliputi
permintaan dari orang lain yang berpengaruh (the significant
others) serta dukungan dari lingkungan.
Tabel 1. Dimensi Faktor Keterikatan interpersonal
No Dimensi
1 Persepsi terhadap
sikap dan perilaku
dari mitra relasi
Indikator
Persepsi adanya perubahan pada mitra
relasi
Persepsi terhadap komitmen mitra relasi
untuk tidak mengulangi perbuatan yang
tidak menyenangkan
Mengingat kebaikan mitra relasi
Komitmen melanjutkan hubungan yang
akrab dengan mitra relasi
2
Kualitas hubungan
individu dan mitra
relasi
3
Umpan balik pihak
Pertimbangan dari the significant person
ketiga kepada korban Pertimbangan dari lingkungan
Berikut ini adalah penjelasan atas dimensi-dimensi dan
indikator-indikator keterikatan interpersonal:
1. Dimensi persepsi individu terhadap sikap dan perilaku mitra
relasi Dimensi pertama dari faktor keterikatan interpersonal adalah
persepsi individu terhadap sikap dan perilaku mitra relasi, baik
perbuatan yang menyenangkan maupun perbuatan yang tidak
menyenangkan. Dimensi ini menunjukkan bahwa tafsir individu atas
apa yang dilakukan orang lain, terutama orang lain yang pernah
melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan, menjadi dasar bagi
individu untuk melakukan tindakan-tindakan lanjutan terhadap
mitra relasinya. Dimensi ini terdiri atas persepsi adanya perubahan
pada diri pelaku dan persepsi terhadap komitmen mitra relasi untuk
tidak mengulangi perbuatan yang tidak menyenangkan. Bila individu
mempersepsikan bahwa orang-orang yang melakukan perbuatan
tidak menyenangkan di masa lalu itu berubah menjadi lebih baik,
maka individu memiliki kesiapan untuk menghapus kesalahankesalahan mitra di masa lalu dan menjalin hubungan baru yang lebih
baik di masa yang akan datang. Perubahan mitra relasi itu bisa pada
dataran sikap dan bisa pula pada dataran
perilaku.
Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis
|3
H. Fuad Nashori
Indikator lain dari dimensi pertama adalah persepsi terhadap
komitmen mitra relasi untuk tidak mengulangi perbuatan yang
tidak menyenangkan. Bila individu mempersepsikan bahwa mitra
relasi berjanji dengan sungguh-sungguh untuk berperilaku yang
positif atau lebih positif terhadap individu di masa-masa yang akan
datang, maka individu akan lebih siap mempertahankan dan
memelihara hubungan yang sudah berlangsung di antara mereka.
ator lain dari dimensi ran sikap dan perilaku dari pelaku. pelaku di
masa lalu dan menjalin hubungan baru yang lebih baik
2.
Dimensi kualias hubungan individu dan mitra relasi
Dimensi kedua dari keterikatan interpersonal adalah kualitas
hubungan individu dan mitra relasi. Dimensi ini menggambarkan
kedekatan personal antara pelaku dan individu, baik kenyataan di
masa lalu maupun kemungkinannya di masa depan. Di dalamnya
terdapat kekuatan hubungan yang berlangsung antar orang-orang
yang terlibat, dalam hal ini adalah antara mitra relasi sebagai pelaku
pelanggaran dan individu sebagai korban. Ada dua indikator yang
termasuk dalam dimensi ini, yaitu kemampuan individu untuk
mengingat kebaikan mitra relasi di masa lalu dan komitmen untuk
melanjutkan hubungan di masa-masa yang akan datang. Kebaikan
hati ini sangat mungkin ditunjukkan oleh orang-orang yang
memiliki kedekatan hubungan dengan individu, seperti orangtua,
anak, saudara, pasangan, sahabat karib, dan sebagainya. Bila mitra
relasi melakukan suatu kebaikan yang berkesan di masa lalu kepada
individu, maka ada kecenderungan bagi individu untuk membalas
kebaikannya itu di suatu kesempatan. Ini sesuai dengan teori
pertukaran sosial yang mengungkapkan bahwa individu satu
mempertukarkan sumber daya yang dimilikinya ketika berinteraksi
dengan individu lain (Baron & Byrne, 2004; Nashori, 2008). Kebaikan
hati (tender-mindedness) adalah rekening yang dimiliki pelaku yang
dapat dipakainya untuk menebus kesalahan atau perilaku yang
tidak menyenangkan.
Selain itu, kualitas hubungan individu dengan mitra relasi juga
ditunjukkan oleh komitmen untuk melanjutkan hubungan di masamasa yang akan datang. Komitmen ini terlihat dari keinginan dan tekad
pada diri individu untuk memelihara dan mengembangkan hubungan
yang sudah terbentuk dan terpelihara di masa lalu.
4|
Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011
Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik
Komitmen ini menjadi sangat kuat bila norma agama atau nilai
budaya memberi dukungan bagi individu untuk mempertahankan
dan memelihara hubungan tersebut. Hubungan persaudaraan akan
diusahakan seseorang untuk dilanjutkan karena norma agama
mendukung individu untuk memelihara hubungan persaudaraan.
Hubungan perkawinan juga akan diusahakan individu untuk
dipertahankan dan dipelihara karena keyakinan bahwa pernikahan
adalah sesuatu yang sakral. Hubungan persahabatan juga akan
dipertahankan dan dipelihara karena orang yakin bahwa jalinan
hubungan dengan sesama dapat menghasilkan kebaikan di antara
orang-orang yang terlibat di dalamnya.
3.
Pertimbangan pihak ketiga kepada individu
Dimensi ketiga adalah pertimbangan pihak ketiga kepada
individu. Pertimbangan pihak ketiga adalah saran, nasihat, umpan
balik (feedback) dari pihak-pihak yang tidak terlibat secara langsung
dalam persoalan yang dihadapi individu dengan mitra relasi
interpersonal, namun memiliki perhatian dan pemahaman atas
persoalan yang dihadapi individu. Pertimbangan pihak ketiga ini
dapat bersumber dari (a) ungkapan orang-orang berpengaruh (the
significant person) dan (b) dapat pula bersumber dari dukungan
lingkungan sosial individu. Dalam kehidupan individu, selalu
terdapat orang-orang yang dipandang sangat penting (the significant
person) kedudukannya bagi diri individu. Orang yang penting itu
bisa ayah, ibu, atau orang-orang lain yang diposisikan sebagai pihak
yang terhormat bagi diri individu, seperti profesional yang berkaitan
dengan penyelesaian problema (psikolog, psikiater, konselor,
terapis, ahli agama/kyai/ustadz, dan sebagainya). Permintaan,
nasihat atau saran dari orang-orang penting ini menjadi rujukan
bagi individu dalam mengambil keputusan.
Selain permintaan, nasihat, saran dari orang-orang yang penting,
pertimbangan juga dapat bersumber dari dukungan dari orang-orang
dekat individu. Permintaan, saran, nasihat dari orang-orang yang berada
dalam lingkungan pergaulan individu juga memberikan pengaruh.
Mereka adalah teman-teman dalam kelompok (peer group), saudara,
teman, sahabat, tetangga, kenalan, baik yang sehari-hari berada di dekat
individu secara fisik maupun yang tinggal jauh namun dekat di hati
Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis
|5
H. Fuad Nashori
individu. Bila orang-orang dekat ini secara sendiri-sendiri atau secara
bersama-sama memberi nasihat atau masukan kepada individu,
maka individu akan menjadikannya sebagai salah satu rujukan
pengambilan sikap dan perilaku.
Keterikatan interpersonal dan Trait Kepribadian
Kualitas hubungan yang lebih tinggi berkorelasi positif dengan
trait kebersetujuan atau agreeableness, selain berkorelasi dengan trait
ekstraversi, dan trait kehati-hatian atau conscientiousness (Kurtz dan
Sherker, 2003). Kedekatan hubungan antara individu dengan orang lain
(anak, orangtua, kerabat, sahabat) akan membuahkan kedekatan emosi
di antara mereka. Kedekatan emosi ini membantu individu untuk
berempati terhadap orang lain tersebut. Kalau seseorang sudah
berempati kepada orang lain, maka keinginannya untuk menolong orang
lain tersebut menjadi tinggi. Ketika orang lain yang dekat itu melakukan
perbuatan yang menyakitkan atau tidak menyenangkan, individu lebih
mampu untuk memahami dan berempati terhadap pelaku. Dalam
kondisi demikian, keterikatan interpersonal akan menghidupkan sifatsifat yang ada dalam pribadi yang memiliki trait agreeableness tinggi,
seperti kebaikan hati (tender-mindedness), kerendahhatian (modesty),
pemberian pertolongan (altruism), dan sebagainya. Dengan trait
agreeableness yang tinggi, maka pintu pemafan menjadi terbuka.
Ada suatu penjelasan yang menarik dari McCullough dkk
(1998) sehingga hubungan yang dekat dengan orang lain dapat
menghidupkan trait agreeableness dan pada gilirannya bersedia
memaafkan. Pertama, dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka
panjang dalam menjalin hubungan di antara mereka. Seseorang yang
merasa dirugikan dalam hubungan interpersonal bisa saja memilih
untuk menjalin hubungan dekat karena ia berharap dalam jangka
lama hubungan mereka membaik. Hubungan antara suami dan istri,
hubungan antara anak dan orangtua, hubungan antar sahabat akrab,
adalah hubungan yang diharapkan berjangka panjang.
Selain itu, McCullough dkk (1998) menunjukkan bahwa dalam
kualitas hubungan yang tinggi, kepentingan satu orang dan
pasangannya menyatu. Sebagai contoh, dalam hubungan antara suami
dan istri, maka kepentingan mereka dan anak-anak mereka banyak yang
bertemu. Masih menurut McCullough dkk, kualitas hubungan memiliki
orientasi kolektivitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat
6|
Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011
Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik
untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka.
Selain kualitas hubungan dengan orang lain, pendapat atau
tanggapan dari lingkungan juga berpengaruh terhadap tait
agreeableness. Dukungan dari the siginificant person sangat penting bagi
individu. Dalam tradisi Jawa ada prinsip rukun, hormat dan manut.
Prinsip-prinsip tersebut menjadi landasan adanya keterikatan
interpersonal pada diri seseorang.
Tentang prinsip rukun dan hormat, Geertz (1983)
mengungkapkan bahwa dua kaidah nilai di atas merupakan yang
paling menentukan dalam pola pergaulan dalam masyarakat Jawa.
Mulder (1986) menunjukkan bahwa prinsip kerukunan dimaksudkan
untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis.
Rukun, menurut Magnis-Suseno (1999), dapat juga berarti “dalam
keadaan selaras”, “tenang dan tentram”, “tanpa perselisihan dan
pertentangan”, “bersatu dalam maksud untuk saling membantu”.
Dari sini, menurut penilaian penulis, jika seseorang terlibat
permasalahan dengan orang lain atau berada dalam posisi disakiti
orang lain, maka prinsip rukun akan membantunya berusaha agar
hubungan dengan orang lain tidak terganggu.
Prinsip hormat juga membantu individu mengembangkan trait
agreeableness. Dalam prinsip hormat, setiap orang dalam cara bicara dan
membawa diri selalu harus dapat menunjukkan sikap hormat terhadap
orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya (Geertz, 1983).
Orangtua, kerabat yang lebih tua, ustadz/kyai, dan pihak-pihak lain
adalah beberapa contoh pihak yang umumnya dihormati individu. Bila
mereka menyampaikan pendapat, nasihat, saran, maka individu akan
merasakan keterikatan untuk mengikutinya.
Kemungkinan individu akan mengikuti pandangan orangtua
dikarenakan mereka juga memiliki prinsip manut. Menurut Idrus (2004),
manut berarti menuruti atau menyetujui kehendak orang lain (Idrus,
2004). Dalam Serat Wulangreh (Taryati, 1995) dinyatakan bahwa kepada
orangtua anak seharusnya taat dan patuh tanpa syarat. Ibarat mengabdi
kepada raja, harus dengan sepenuh hati dan tanpa syarat.
Keterikatan interpersonal dan Trait Neuroticism pada Etnis Jawa
Kurtz dan Sherker (2003 menunjukkan hasil penelitian bahwa
kualitas hubungan yang lebih tinggi berkorelasi dengan trait
neurotisisme (neuroticism).
Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis
|7
H. Fuad Nashori
Peran dari umpan balik dari orang lain juga menghidupkan
trait neurotisisme (neuroticism). Orang-orang yang ada di sekitar
individu tentunya berharap individu dalam keadaan yang baik. Bila
orang-orang yang ada di lingkungan individu mengetahui kondisi
individu dalam keadaan yang menyedihkan, tentunya mereka akan
berupaya memberikan perspektif, pemikiran, saran, atau masukan
yang mengarahkan individu pada keseimbangan emosi. Kehadiran
orang-orang yang berpengaruh (the significant person) akan lebih besar
peranannya dalam menghidupkan sifat-sifat positif individu. Prinsip
hormat, manut, akan benar-benar berfungsi bila orang yang
berpengaruh yang menyampaikan perspektifnya kepada individu.
Perspektif yang mereka berikan diharapkan dapat mengantarkan
individu tidak lagi labil, dilanda kegelisahan, dipenuhi kemarahan
dan frustrasi, dan sejenisnya. Perspektif yang mereka berikan
diharapkan dapat mengantarkan individu menjadi lebih puas dan
bergembira dalam hidup. Kondisi emosi yang stabil akan
mengantarkan individu untuk memaafkan.
Selain itu, kualitas hubungan antara korban dan pelaku akan
menjadikan korban mudah atau sebaliknya dalam memaafkan. Seseorang
yang memaafkan kesalahan pihak lain dapat dilandasi oleh komitmen
yang tinggi pada relasi di antara mereka. Menurut McCullough dkk
(1998), ada empat alasan mengapa kualitas hubungan berpengaruh
terhadap perilaku memaafkan. Pertama, pasangan yang mau memaafkan
pada dasarnya memiliki motivasi yang tinggi untuk menjaga hubungan.
Kedua, dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam
menjalin hubungan di antara mereka. Ketiga, dalam kualitas hubungan
yang tinggi kepentingan satu orang dan pasangannya menyatu.
Keempat, kualitas hubungan memiliki orientasi kolektivitas yang
menginginkan pihak-pihak yang terlibat untuk berperilaku yang
memberikan keuntungan di antara mereka.
Mudahnya seseorang memaafkan orang lain juga dikarenakan
adanya dukungan social dari orang-orang penting terhadap subjek
penelitian di atas. Hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian
Nashori dkk (2011) yang menunjukkan bahwa pertimbangan dari orangorang lain, terutama orang yang penting bagi individu, akan
memengaruhi individu untuk memberikan pemaafan. Masukan, usulan,
saran, nasihat the significant person serta dukungan dari lingkungan
menjadi faktor yang memudahkan individu untuk memaafkan.
8|
Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011
Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik
Trait Kepribadian dan Pemaafan
McCullough (2001) adalah ahli yang berpandangan bahwa
pemaafan dipengaruhi oleh trait kepribadian. Secara khusus,
McCullough mengungkapkan bahwa trait kepribadian yang
berpengaruh
terhadap
pemaafan
adalah
trait
kebersetujuan
(agreeableness) dan trait kestabilan emosi (emotional stability). Hasil
penelitian yang dilakukan berbagai peneliti menunjukkan hasil yang
sebagian konsisten dan sebagian tidak konsisten. Penelitian pemaafan
yang berhubungan dengan kepribadian pernah dilakukan oleh Watkins
dan Regmi (2004). Penelitian ini mengambil subjek 218 mahasiswa yang
terdiri dari 81 wanita dan 137 pria yang berusia sekitar 24 tahun. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa di antara lima trait kepribadian yang
meliputi ekstraversi (extraversion), trait kebersetujuan (agreeableness), trait
kehati-hatian (conscientiousness), trait neurotisisme (neuroticism, emotional
stability), dan trait keterbukaan (openness to experience), yang paling
mudah memaafkan adalah trait kebersetujuan (agreeableness) dan trait
kestabilan emosi (emotional stability). Trait kebersetujuan memiliki
pengaruh positif terhadap pemaafan dan trait neurotisisme memiliki
pengaruh yang negatif terhadap pemaafan.
Hasil yang senada dengan penelitian Watkins dan Regmi (2004)
ditunjukkan oleh sebuah penelitian yang dilakukan Firdaus (2008).
Penelitian ini bermaksud menguji kebenaran hipotesis trait
kepribadian memengaruhi pemaafan terhadap kebohongan pasangan
pada suku Bugis. Subjek penelitian berjumlah 100 orang yang berasal
dari etnis Bugis, laki-laki dan perempuan yang telah menikah
minimal selama satu tahun, tinggal bersama, telah mempunyai anak,
tidak pernah bercerai, suku Bugis dan Makassar dan bertempat
tinggal di Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) ada
hubungan yang positif antara trait kepribadian ekstraversi
(extraversion), kebersetujuan (agreeableness), dan keterbukaan (openness
to experience) dengan pemaafan terhadap kebohongan pasangan, dan
(b) ada hubungan yang negatif antara trait kepribadian neurotisisme
(neuroticism) dan trait kepribadian kehati-hatian (conscientiousness)
dengan pemaafan terhadap kebohongan pasangan.
Dari beberapa pandangan dan penelitian tentang pengaruh
kepribadian terhadap pemaafan, dapat digarisbawahi (1) trait
kebersetujuan (agreeableness) secara konsisten berpengaruh secara
Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis
|9
H. Fuad Nashori
positif terhadap pemaafan (McCullough, 2001; Firdaus, 2008; Watkins &
Regmi, 2004), (2) trait neurotisisme (neuroticism, lawan dari emotional
stability) secara konsisten berpengaruh secara negatif terhadap pemaafan
(McCullough, 2001; Watkins & Regmi, 2004; Firdaus, 2008), (3) trait
keterbukaan (openness) kadang berpengaruh terhadap pemaafan
(Firdaus, 2008), kadang tidak (Watkins dan Regmi, 2004), (4) trait
ekstraversi (extraversion) kadang berpengaruh terhadap pemaafan
(berdasar penelitian Firdaus, 2008), tapi kadang tidak (Watkins & Regmi,
2004), (5) trait kehati-hatian (conscientiousness) secara konsisten tidak
berpengaruh terhadap pemaafan (Firdaus, 2008; Watkins & Regmi, 2004).
PENUTUP
Simpulan yang dapat diberikan terhadap paparan di atas
adalah pemaafan yang ada dalam diri individu dipengaruhi oleh
keterikatan interpersonal dan trait kepribadian. Keterikatan
interpersonal memengaruhi trait kebersetujuan (agreeableness) dan
trait neurotisisme. Keterikatan interpersonal memengaruhi pemaafan.
Terakhir, kepribadian sendiri, khususnya trait kebersetujuan
(agreeableness) dan tipe neurotisme memengaruhi pemaafan.
DAFTAR PUSTAKA
Baron, R.A. & Byrne, D. 2004. Social Psychology: Understanding Human
Interaction. Boston: Allyn and Bacon.
Costa Jr, P. T.& McCrae, R. R. 1997. Longitudinal stability of adult
personality. In R. Hogan, J. A. Johnson, & S. R. Briggs (Eds.),
Handbook of Personality Psychology (pp. 269–290). Orlando, FL:
Academic Press.
Firdaus, F. 2008. Hubungan antara Tipe Kepribadian dan Komitmen
Perkawinan dengan Pemaafan terhadap Kebohongan Pasangan
dalam Perkawinan Bugis. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
UGM.
Geertz, H. 1983. Keluarga Jawa. Penerjemah: Hesri. Jakarta: Grafiti Press.
Idrus, M. 2004. Kepercayaan Eksistensial Remaja Jawa (Studi di Desa
Tlogorejo, Purwodadi, Purworejo, Jawa Tengah). Disertasi.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Kurtz, J.E. & Sherker, J.L. (2003). Relationship Quality, Trait Similarity,
and Self-Other Agreement on Personality Ratings in College
10 |
Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011
Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik
Roommates. Journal of Personality.71 (1), 21–48.
Magnis-Suseno, F. 1999. Etika Jawa: Sebuah Analisa Filsafati tentang
Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia.
McCrae, R.R. & Costa, P.T. 2003. Personality in Adulthood: A Five-Factor
Theory Perspective. New York: The Guilford Press.
McCullough, M.E., Worthington, E.L., Rachal, K.C., Sandage, S.J.,
Brown, S.W., & Hight, T.L. 1998. Interpersonal Forgiving in Close
Relationships II: Theoretical Elaboration and Measurement.
Journal of Personality and Social Psychology, 75 (6), 1586-1603.
McCullough, M.E. 2001. Forgiveness: Who Does It and How Do They
Do it? Current Directions in Psychological Science, 10, 6-10.
Mulder, N. 1996. Pribadi dan Masyarakat Jawa. Jakarta: Sinar Harapan
Nashori, H.F. 2008. Psikologi Sosial Islami. Bandung: Penerbit Refika.
Nashori, H.F, Iskandar, T.Z., Setiono, K., & Siswadi, A.G.P. 2011-a. Tematema Pemaafan pada Mahasiswa Yogyakarta. Laporan Penelitian.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII.
Nashori, H.F, Iskandar, T.Z., Setiono, K., & Siswadi, A.G.P. 2011-b.
Forgiveness among Muslim Student University. The Roles of
Islamic Psychology in the Effort of Increasing Life Quality:
Proceeding International Conference on Islamic Psychology and the
Third of Congress of Association of Islamic Psychology.
Malang:Association of Islamic Psychology and Faculty of
Psychology State Islamic University Malang.
Ohbuchi, K., Kameda, M. & Agarie, N. 1989. Apology as Aggression
Control: Its Role in Mediating Appraisal of and Response to Harm.
Journal of Personality and Social Psychology, 56, 219-227.
Rourke, J. 2006. Forgiving-Seekoing Motives and Behaviors. Dalam
Forgiveness: A Sampling Research Result. United States: American
Psychological Association.
Taryati. 1985. Pembinaan Budaya Dalam Lingkungan Keluarga.
Yogyakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai
Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Watkins, D. & Regmi, M. 2004. Personality and Forgiveness: A Nepalese
Perspective. The Journal of Social Psychology, 144 (5), 539-351.
Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis
| 11
H. Fuad Nashori
12 |
Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011
Download