PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA DI SMA NEGERI 8 KABUPATEN TANGERANG Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Oleh : MARLINA NIM : 107011000982 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M ABSTRAK Marlina (107011000982). Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membina Akhlak Siswa di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas dan peran guru dalam pembinaan akhlak siswa di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang tahun pelajaran 2013/2014 dengan melakukan wawancara serta penyebaran angket terhadap guru PAI, kepala sekolah, dan siswa di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif yakni melakukan wawancara kepada guru PAI, Kepala Sekolah, dan memberikan angket kepada siswa kelas X tahun pelajaran 2013/2014. Data penelitian diperoleh melalui angket, observasi, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakandalam penelitian adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. . Kesimpulan dari penelitian ini adalah peranan guru dalam pembinaan akhlak yang selama ini diberikan terhadap anak didiknya di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang ini berperan positif terhadap perubahan sikap dari anak didiknya. Dari penelitian ini membuktikan bahwa banyak sikap anak didik yang berubah menjadi baik dari beberapa aspek seperti akhlak kepada Allah SWT, akhlak terhadap guru, akhlak kepada orang tua, akhlak terhadap teman, akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak terhadap lingkungan karena adanya peranan guru Pendidikan Agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa secara matematis dikatakan ideal atau sangat baik jika jumlah skor angket sejumlah 3.440. Akan tetapi dalam penelitian ini di peroleh jumlah skor angket 2.282. yang artinya perbandingan antara jumlah skor angket penelitian dengan jumlah skor angket ideal diperoleh angka persentase 66,3%. Angka ini menunjukan bahwa peran guru agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa yang ada di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang kelas X cukup berperan. Kata kunci: Peranan guru PAI, Akhlak Siswa. i KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji hanyalah milik Allah swt. Karena atas limpahan nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan Guru PAI sebagai Pendidik dalam Membina Akhlak Siswa di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang” meski harus melalui berbagai hambatan dan rintangan, berkat rahmat Allah yang tiada tara akhirnya skripsi ini mampu diselesaikan oleh penulis. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad saw yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu dan teknologi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah dipergunakan dengan segala keterbatasan kemampuan penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi beberapa pihak yang telah membantu terselesaikannya untuk itu patut kiranya penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA.,Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Dr. Abdul Majid Khon, MA., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Marhamah Saleh, Lc. MA., Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Dr. Khalimi, M.A., selaku dosen pembimbing skripsi yang sabar dalam memberikan arahan juga teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam membuat skripsi ini. 5. Prof. Dr. H. Abudin Nata, MA. dan Dr. Akhmad Sodiq, MA., selaku Dosen Penguji skripsi pada sidang Munaqosah 6. Tanenji, S.Ag., MA., 7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8. Hadi Ramadi, S.Pd., Kepala sekolah SMA Negeri 8 Kab. Tangerang, serta para guru yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian 9. Ayahanda tercinta, Almarhum Almaghfurlah Bpk. H. Akhmad Kosim, atas segala perjuangan dan pengorbanan nya hingga akhir hayat. Beliau yang tak pernah marah, tak kenal lelah merawat, membesarkan, mendidik dan mencurahkan kasih sayang serta memberikan bantuan moril, materil, semangat dan do’a kepada penulis. Ayahanda yang tak sempat melihat penulis menyelesaikan study nya, ayahanda yang sangat ingin melihat penulis meraih sarjana dan wisuda nya, ayahanda yang menunggu terlalu lama untuk itu semua terjadi, penulis tidak sempat memberikan apa yang ayahanda inginkan. Ayahanda yang akan dikenang sebagai pahlawan penulis, semasa hidup hingga akhir hayat. Teruntuk Abah tersayang, skripsi ini penulis persembahkan. Semoga Allah senantiasa menaunginya dengan Rahmat dan Cinta-Nya. 10. Ibunda tercinta Hj. Siti Patimah, bidadari yang dikirim oleh Allah kepada penulis, terimakasih atas curahan do’a, kasih sayang, ketulusan, kesabaran dan perhatian yang diberikan sejak penulis kecil hingga saat ini. Semoga Allah senantiasa menjaganya dengan Kasih dan Sayang-Nya. 11. Untuk kakak-kakak tercinta Farida, Amd.Keb dan M. Muplih yang selalu ada dan bersedia memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, untuk H. Haetami S. Sos.I juga untuk adik tercinta Kartika atas segala bantuan dan dukungannya kepada penulis selama ini. 12. Untuk kakek dan nenek, Abah Idris dan Emak Sukiah yang selalu mendoakan penulis agar mampu menyelesaikan study nya, meraih sarjana nya, untuk segala dukungan moril dan materil, penulis haturkan terima kasih yang se-banyak-banyaknya. 13. Terkhusus untuk Ns. Zhiyya Urrahman, S.Kep, terima kasih banyak atas curahan do’a, kasih sayang, ketulusan, kesabaran dan perhatian selama ini, yang senantiasa mendampingi penulis dalam suka-maupun duka pada perjuangan ini, dengan pengorbanan yang begitu besar, selalu memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis, yang tak kenal lelah yang selalu mengiringi penulis dalam menyelesaikan skripsi. 14. Sahabat-sahabat penulis, Ai Rahmatussa’adah, S.Pd, Hilda Rohmatillah, S.Pd, Dwi Nurcahya, S.Pd, Laudia Novita Murlis, S.Kom.I, Vina Fauziah, S.Pd, terimakasih atas dukungan, kebersamaan selama ini, yang selalu ada menemani, sahabat layaknya keluarga. Kalian yang terbaik. Semoga Allah senantiasa menaungi dengan limpahan rahmat-Nya. 15. Sahabat-sahabat PAI Angkatan 2007, C Laskar, terkhusus kepada Uswatun Hasanah, S.Pd.I, Ita Humairo, S.Pd.I. Jakarta, 12 juli 2014 Penulis DAFTAR ISI SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ABSTRAK …………………………………………………………….. i KATA PENGANTAR ………………………………………………... ii DAFTAR ISI …………………………………………………………... iv DAFTAR TABEL …………………………………………………….. vii BAB 1 BAB 2 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………. 1 B. Identifikasi Masalah ………………………………………… 5 C. Pembatasan Masalah ……………………………………….. 6 D. Perumusan Masalah ………………………………………… 6 E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Hasil Penelitian………….. 6 LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR A. Guru Sebagai Pendidik ……………………………………... 7 1. Pengertian Guru Sebagai Pendidik………………………. 7 2. Tugas-tugas Guru Sebagai Pendidik ……………………. 10 3. Persyaratan Guru Sebagai Pendidik ……………………. 11 4. Posisi Guru Sebagai Pendidik Menurut Ajaran Islam …. 12 DAFTAR ISI SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ABSTRAK .............................................................................. i KATA PENGANTAR ................................................................... ii DAFTAR ISI .............................................................................. iv DAFTAR TABEL ........................................................................... vii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ........................................................... 5 C. Pembatasan Masalah .......................................................... 6 D. Perumusan Masalah ............................................................ 6 E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Hasil Penelitian ............... 6 BAB 2 LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR A. Guru Sebagai Pendidik ....................................................... 7 1. Pengertian Guru Sebagai Pendidik ................................. 7 2. Tugas-tugas Guru Sebagai Pendidik .............................. 10 3. Persyaratan Guru Sebagai Pendidik ............................... 11 4. Posisi Guru Sebagai Pendidik Menurut Ajaran Islam …. 12 5. Pengertian Pendidikan Islam ......................................... 13 6. Dasar-dasar Pendidikan Islam ....................................... 16 7. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam ............................. 18 a. Tujuan Pendidikan Islam .......................................... 18 b. Fungsi Pendidikan Islam .......................................... 20 B. Pembinaan Akhlak Siswa ................................................... 22 1. Pengertian dan Tujuan Pembinaan Akhlak Siswa .......... 22 2. Beberapa Teori Tentang Pembinaan Akhlak Siswa ....... 27 3. Materi dan Metode Pembinaan Akhlak .......................... 30 4. Macam-macam Akhlak dan Ruang Lingkupnya ............ 32 5. Faktor-faktor yang Menjadi Penunjang dan Penghambat Pembinaan Akhlak Siswa ............................................... 50 C. Kerangka Berfikir ............................................................... 55 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ............................................................... 58 B. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................... 58 C. Variabel Penelitian ......................................................... 58 D. Populasi dan Sampel ....................................................... 60 E. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 61 F. Teknik Pengolahan dan Analisi Data .............................. 62 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kondisi Riil Obyek Penelitian ......................................... 63 B. Deskripsi Data ................................................................ 67 C. Analisis Data .................................................................. 79 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................... 80 B. Saran .............................................................................. 80 DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 82 LAMPIRAN-LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama yang universal sudah barang tentu mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari ibadah, kehidupan sosial, sampai ketingkat perilaku (akhlak). Karena itu agama sangat berperan dalam pembentukan perilaku (akhlak). Setiap orang Islam pada hakekatnya adalah insan agama yang bercitacita, berfikir, beramal untuk hidup di akhirat kelak berdasarkan atas petunjuk dari wahyu Allah Swt melalui Rasulallah, kecenderungan hidup beragama ini merupakan ruhnya agama yang benar yang dalam perkembangannya dipimpin oleh ajaran Islam yang murni, bersumber pada kitab suci yang menjelaskan dan menerangkan tentang perkara benar (haq). Tugas kewajiban manusia untuk mengikuti yang benar, menjauhi yang batil yang kesemuanya telah diwujudkan dalam syariat agama yang berdasarkan nilai mutlak dan normanorma yang telah ditetapkan oleh Allah yang tak berubah menurut selera nafsu manusia. Oleh karena itu tujuan pendidikan Islam penuh dengan nilai rohaniah Islami dan berorientasi kepada kebahagiaan hidup di akhirat, tujuan ini difokuskan pada pembentukan pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syari’at Islam melalui proses pendidikan spiritual menuju makrifat pada Allah. Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak didiknya 1 2 yang sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, dan pendekatanya dalam segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilainilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etika Islam. Agama sangat berperan dalam pembentukan perilaku anak, sehingga pembentukan pribadi anak membaur sesuai pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan pendidikan dengan persyaratan-persyaratan tertentu dan pengawasan serta pemeliharaan yang terus-menerus sehingga pelatihan dasar dalam pembentukan kebiasaan dan sikap memiliki kemungkinan untuk berkembang secara wajar dalam kehidupan dimasa mendatang. Untuk membina agar anak mempunyai sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang terbaik dan diharapkan nantinya akan mempunyai sifat-sifat terpuji dan bisa menjauhi sifat yang tercela. Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dapat menilai seseorang perbuatannya baik atau buruk. Akhlak haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar. Sekalipun dari beberapa definisi kata akhlak bersifat netral, belum merujuk kepada baik atau buruk, tapi pada umumnya apabila disebut sendirian, tidak dirangkai sifat tertentu, maka yang dimaksud adalah akhlak yang mulia. Ketika berbicara tentang akhlak khususnya di kalangan pelajar, berbagai potret buram yang telah dilakukan oleh mayoritas mereka. Ada beberapa hal yang begitu lekat di telinga, berkaitan dengan kenakalan di kalangan pelajar, di antaranya adalah rambut yang tidak rapi, seragam yang kotor tidak terawat, merokok, memakai anting dengan satu telinga, tawuran yang seakan menjadi menu sehari-hari mereka. Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa terjadi pergeseran nilai-nilai secara drastis. Kalau dulu gambaran orang mengenai pelajar salah satu sosok intelek, ramah, sopan dan tanggung jawab maka sekarang sebaliknya. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Rosulullah SWT bersabda 3 ﻼﹶﻕﹺﻜﹶﺎﺭﹺﻡﹺ ﺍﹾﻻﹶﺧ ﻣ ِﻷُ ﲤﹶِﻢﺜﹾﺖﻌﺎ ﺑﻤﻧﺍ Sungguh akuh diutus menjadi Rosul tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak. Pendidikan akhlak menekankan pada sikap yang menggambarkan nilai-nilai kebaikan yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan anak didik dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah Saw menganjurkan kepada umatnya untuk memperhatikan budi pekerti anak dengan baik, karena akhlak ini merupakan implikasi dan cerminan dari tauhid kepada Allah Swt. Menurut Said Agil Husin menghadapi fenomena krisis akhlak, dunia pendidikan sedang menghadapi ujian berat sekaligus tantangan karena pendidikan merupakan faktor terpenting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Para pemikir pendidikan menyerukan agar kecerdasan akal di ikuti dengan kecerdasan moral.1 Pendidikan adalah sebuah wadah untuk mendidik peserta didik agar tumbuh dan berkembang kemampuannya (fitrah) yang dibawa sejak lahir. Yang dimaksud dengan mendidik ialah seluruh kegiatan, tindakan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu mengasuh peserta didik. Pendidik adalah subjek yang mempunyai peran penting dalam pendidikan. Peserta didik itu sendiri adalah pihak yang merupakan objek terpenting dalam pendidikan. Sedangkan makna fitrah ialah suatu kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap orang seperti halnya pembawaan. Pendidikan sebagai suatu sistem terdiri atas berbagai komponen yang masing-masing saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai keberhasilan pendidikan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Dengan demikian setiap komponen memiliki sifat tergantung sesamanya. Keselarasan antar komponen ini akan menopang keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan, salah satu di antara komponen tersebut adalah alat pendidikan. Menurut Jalaludin alat pendidikan adalah segala sesuatu yang bisa menunjang 1 H. Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi nilai-nilai Qur’ani, (Ciputat: PT Ciputat Press, 2005), cet ke-2, h. 7-8 4 kelancaran pendidikan dan salah satu dari alat pendidikan tersebut adalah pendidik.2 Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti dilibatkan dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Hal itu tidak dapat disangkal, karena lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru. Guru sebagai figur sentral dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar. Sehubungan dengan ini, setiap guru sangat di harapkan memiliki karakteristik (ciri khas) kepribadian yang ideal sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis.3 Guru memiliki peran ganda, yakni sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik. Dalam rangka mengembangkan peran gandanya, maka Ahmad Rohani dan A. Abu Ahmadi mengutip pendapatnya Zakiah Daradjat yang menyarankan agar guru memiliki persyaratan kepribadian sebagai guru yaitu: Suka bekerja keras, demokratis, penyayang, menghargai kepribadian peserta didik, sabar, memiliki pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang bermacam-macam, perawakan menyenangkan dan berkelakuan baik, adil dan tidak memihak, toleransi, mantap dan stabil, ada perhatian terhadap persoalan peserta didik, lincah, mampu memuji, perbuatan baik dan menghargai peserta didik, cukup dalam pengajaran, mampu memimpin secara baik.4 Untuk tercapainya tujuan tersebut, maka guru memegang peranan penting. Oleh sebab itu guru di sekolah tidak hanya sekedar mentransfer sejumlah ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, tetapi lebih dari itu 2 Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002), cet. Ke-2, h. 110 Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan suatu pendekatan baru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1996), h.221 4 Ahmad Rohani dan A.Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h.110 3 5 terutama dalam membina sikap dan keterampilan mereka. Untuk membina sikap murid di sekolah, dari sekian banyak guru bidang studi, guru bidang studi agamalah yang sangat menentukan, sebab pendidikan agama sangat menentukan dalam hal pembinaan sikap siswa karena bidang studi agama banyak membahas tentang pembinaan sikap, yaitu mengenai aqidah dan akhlakul karimah. Tugas guru tidak terbatas pada memberikan informasi kepada murid namun tugas guru lebih komprehensif dari itu. Selain mengajar dan membekali murid dengan pengetahuan, guru juga harus menyiapkan mereka agar mandiri dan memberdayakan bakat murid di berbagai bidang, mendisiplinkan moral mereka, membimbing hasrat dan menanamkan kebajikan dalam jiwa mereka. Guru harus menunjukkan semangat persaudaraan kepada murid serta membimbing mereka pada jalan kebenaran agar mereka tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama. Faktor guru sangat mendukung dalam mendidik prilaku siswa. Hal ini disebabkan karena guru merupakan suri tauladan bagi siswanya. Jika seorang guru agama bertingkah laku dengan baik, maka siswanya akan mencontoh prilaku tersebut. Akan tetapi sebaliknya, jika guru agama tidak memberikan contoh yang baik, maka siswanya juga akan meniru kelakuan tersebut. Dalam hal ini Zuhairini mengutip pendapat dari prof. Athiyah Al-abrossyi yang menyatakan bahwa : “Hubungan antara murid dengan guru seperti halnya bayangan dengan tongkatnya. Bayangan tidak akan terlihat lurus apabila tongkat itu berdiri bengkok yang artinya bagaimana murid akan menjadi baik, apabila gurunya berkelakuan tidak baik. Dalam pepatah bahasa Indonesia dikatakan bahwa guru kencing berdiri, murid kencing berlari yang artinya murid akan mencontoh apa yang telah dilakukan oleh gurunya”. 5 5 H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981), h. 35 6 Pengaruh negatif dari sekitar bisa jadi akan memperburuk pemahaman siswa tentang akhlak, yang lingkungan semula sudah diajarkan dan dapat di pahami oleh siswa bisa saja rusak atau berubah akibat pergaulan buruk yang diterimanya. Walaupun orang tuanyalah yang berperan dalam pembinaan akhlak anak-anak mereka. Akan tetapi keberadaan guru dan peran guru cenderung dapat memberikan motifasi dalam menananmkan pemahaman akhlak pada diri anak, sehingga pemahaman tersebut bukan hanya pemahaman saja, tetapi dapat juga di amalkan. Oleh karena itu, peranan seorang guru, khususnya guru agama Islam diupayakan untuk dapat membentuk siswa agar memiliki kepribadian muslim serta berakhlak mulia. Melihat latar belakang masalah di atas, maka penulis di sini berpendapat bahwa seorang guru bukan hanya seorang pengajar saja tetapi seorang guru sebagai pendidik yang dapat mengarahkan siswa-siswinya. Oleh karena itu peranan guru sangat diperlukan dalam membentuk kepribadian muslim yang berakhlak mulia. Hal ini mendorong penulis untuk melihat lebih dalam apakah guru agama berperan dalam pembinaan akhlak siswa dengan suatu penelitian yang berjudul “PERANAN GURU PAI SEBAGAI PENDIDIK DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA DI SMA NEGERI 8 KABUPATEN TANGERANG” B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka timbul permasalahan antara lain : a. Buruknya akhlak siswa di sekolah seperti merokok di kelas b. Tidak masuk sekolah pada jam pelajaran c. Minimnya kesadaran siswa tentang pentingnya akhlak d. Kurangnya pengetahuan siswa mengenai pentingnya akhlak e. Kurangnya pengawasan dan perhatian dari guru 7 f. Problema peranan guru Agama Islam dalam membina akhlak siswa g. Problema peranan orang tua dalam membina akhlak anak di rumah h. Problema peranan masyarakat dalam membina akhlak anak didik di lingkungan masyarakat 2. Pembatasan Masalah Mengingat banyaknya permasalahan mengenai peranan guru sebagai pendidik, maka penulis hanya akan membatasi permasalahan pada peranan guru agama Islam sebagai pendidik dan pembina akhlak siswa. 3. Perumusan Masalah Berdasarkan masalah di atas, untuk memudahkan pelaksanaan penelitian maka masalah yang akan diteliti secara operasional dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana peranan guru Agama Islam sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui peran guru agama Islam sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa b. Manfaatnya bagi instansi sekolah bisa dijadikan motivasi untuk memperbaiki mutu maupun tekhnis, baik dari segi sarana, maupun prasarana sekolah, sehingga kualitas kelulusannya bisa berwawasan iptek dan imtaq. D. Teknik Penulisan Skripsi Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman skripsi yang di susun oleh FITK UIN Jakarta tahun 2011 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Guru Sebagai Pendidik 1. Pengertian Guru Sebagai Pendidik Guru, suatu profesi yang luar biasa mulia, profesi yang sangat berperan dalam peningkatan sumber daya manusia dan kemajuan suatu bangsa. Orang-orang yang sukses di bidangnya masing-masing tidak mungkin bisa meraih keberhasilan jika tanpa ada guru yang mengajar dan mendidiknya. Melalui gurulah seorang anak mulai diperkenalkan pada huruf dan angka dari tidak bisa membaca jadi bisa membaca dari tidak tahu berhitung jadi bisa menjadi berhitung. Guru seorang yang mampu menginspirasi dan memotivasi muridnya, sehingga mampu berbuat sesuatu yang baik dengan kemampuannya sendiri. Di sinilah pentingnya Guru sebagai sumber keteladanan dan kemampuan dalam menumbuhkan motivasi. Dengan demikian peran seorang guru begitu penting dalam mendukung kemajuan suatu bangsa. Guru sebagai pendidik merupakan gerbang awal dalam membentuk kepribadian siswa. Hal ini mengandung arti bahwa guru memberikan pengaruh yang cukup bermakna bagi terwujudnya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah subhanahu wa Ta’ala serta berakhlak mulia. Guru merupakan orang yang di tangannya terletak masa depan bangsa. 8 9 Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Sedangkan dalam bahasa Arab guru diartikan sebagai al-alim atau al-mu’alim, yang artinya orang yang mengetahui. Selain itu ada pula ulama yang menggunakan istilah al-mudarris yaitu orang-orang yang mengajar atau orang-orang yang memberikan pelajaran.1 Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, surau/musalla, di rumah dan sebagainya.2 Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.3 Menurut Langeveld seperti yang dikutip oleh Alisuf Sabri, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan atau kedewasaan seorang anak. Jadi sebenarnya seseorang disebut pendidik itu karena adanya peranan dan tanggung jawabnya dalam mendidik seorang anak.4 Pendidik adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.5 Yang dimaksud pendidik di sini adalah guru yang mengajar sekaligus mendidik di sekolah. Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru sebagai pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dan juga memberi bimbingan baik 1 Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru dengan Murid, (Study Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet ke-1, h. 41 2 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 31 3 Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), Cet.ke-2, h.65 4 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan , (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet.ke-1, h.8 5 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Bandung: PT Rosdakarya, 1994), Cet. ke-2, h.74 10 jasmani maupun rohani guna mencapai kedewasaan. Disamping itu juga guru berkewajiban dalam pembentukan akhlak agar sejalan antara IPTEK dan IMTAQ. Guru sebagai pendidik berkewajiban atas semua perkembangan anak, baik dalam pemikirannya maupun dalam perbuatannya. Meskipun demikian bukan berarti guru adalah orang satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap perkembangan (kedewasaan) anak, tetap saja pendidik pertama dan utama adalah orang tua di rumah karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah. Dari uraian yang telah ada, jelas bahwa pekerjaan guru itu memang terasa berat, akan tetapi luhur dan mulia. Tugas guru tidak hanya mengajar, melainkan juga mendidik. Maka, untuk melakukan tugas sebagai guru tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Dalam praktek sehari-hari orang sering mencampur adukkan antara pengertian ”mengajar” dengan “mendidik”. Kata tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat, walaupun keduanya sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam mengajar yang dipentingkan adalah segi ilmiahnya, karena mengajar mempunyai arti memberikan pengetahuan kepada anak, agar mereka dapat mengetahui pristiwa-pristiwa, hukum-hukum ataupun proses dari pada sesuatu ilmu pengetahuan itu sendiri. Sedangkan dalam mendidik yang lebih dipentingkan adalah segi pembentukan kepribadian anak itu sendiri, karena mendidik mempunyai arti menanamkan tabiat yang baik agar anak-anak mempunyai sifat yang baik dan berkepribadian luhur.6 Dengan demikian jelas bahwa mengajar dengan mendidik mempunyai hubungan yang sangat erat. Selain itu pengajaran menurut Ahmad Tafsir ialah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan psikomotorik semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak pengetahuannya, lebih cakap berpikir kritis, sistematis, dan objektif, serta terampil dalam mengerjakan 6 H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama,…, h. 25 11 sesuatu, misalnya terampil menulis, membaca, lari cepat, loncat tinggi, berenang, membuat pesawat radio dan sebagainya. 7 Dari uraian di atas jelas bahwa pendidikan dan pengajaran merupakan dua kubu yang berbeda dari segi tujuan pencapaian hasil belajar. Pengajaran lebih dititik beratkan pada aspek pengetahuan, sedangkan pendidikan pada aspek pengamalan (sikap), namun keduanya sama-sama merupakan proses belajar-mengajar. Dalam hubungan ini Ibnu Muqaffa seperti yang dikutip oleh Zuhairini menasihatkan bahwa barang siapa ingin menjadi imam yang tegak jiwanya sebagai imam agama dalam masyarakat, hendaklah ia memulai lebih dahulu mengajar dirinya dan mengamalkan dalam tingkah laku, atau pendapat dan pembicaraannya. Mengajar dengan tingkah lakunya adalah lebih berhasil dari pada mengajar dengan lisannya. Guru dan pendidik bagi dirinya lebih berhak mendapat ketinggian dan keutamaan dari pada guru dan pendidik-pendidik terhadap orang lain.8 Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa pendidikan yang terbaik adalah pendidikan yang dimulai dari diri sendiri dan kemudian di ajarkan kepada orang lain dengan tingkah laku yang sesuai dengan apa yang akan di ajarkan. 2. Tugas-tugas Guru sebagai Pendidik Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok Arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Mengenai pengertian pendidik, didalamnya telah tersirat pula mengenai tugas-tugas pendidik, tugas-tugas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Membimbing peserta didik Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan lain sebagainya. 2. Menciptakan situasi untuk pendidikan 7 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), Cet.1, h. 7 8 Hj. Nuruhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam,…, .h. 76 12 Yang dimaksud dengan situasi pendidikan yaitu suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.9 Sama dengan teori pendidikan Barat, tugas pendidik dalam pandangan Islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif. Potensi itu harus dikembangkan secara seimbang sampai ketingkat setinggi mungkin, menurut ajaran Islam.10 Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik, hendaknya mereka tidak melakukan kedisiplinan terhadap anak didiknya seperti mendisiplinkan hewan ternak, akan tetapi mereka haruslah memperlakukan para peserta didiknya sebagai makhluk yang mudah dipengaruhi dan di bentuk karakternya, sehingga nantinya mereka akan dihormati di kalangan masyarakat. Dari sini akhirnya Islam menganjurkan agar yang menjadi seorang pendidik bukan hanya dari kalangan manusia terpelajar, akan tetapi juga harus orang yang arif dan bijaksana, serta orang saleh yang prilakunya dapat mempengaruhi pikiran kaum muda.11 Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hendaknya guru itu dapat memperlakukan muridnya layaknya sebagai sahabat sehingga interaksi diantara keduanya berjalan baik. Karena jika seorang siswa sudah merasa nyaman dengan keberadaan seorang guru, maka ia akan dengan mudah menerima semua nasihat yang diberikan oleh guru. Dalam konteks masyarakat Islam pendidik haruslah orang yang dengan sepenuh hati melaksanakan ajaran Islam, secara lahiriah dan batiniah. Dia pasti orang yang berbudi luhur, orang saleh yang merasa bertanggung jawab untuk mendidik murid-muridnya menjadi terutama muslim yang baik, yakni laki-laki 9 Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam…h.66 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,… h. 74 11 Syed Sajjad husain, syed ali ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam, (Jakarta anggota IKAPI: Al-Mawardi Prima, 2000), cet.ke-1, h. 142 10 13 dan perempuan yang akan mempelajari nilai kaidah moral Islam, yang akan berupaya untuk hidup sesuai etika qur’ani.12 Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tugas guru adalah sebagai pendidik dalam menanamkan berbagai aspek baik itu aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Tugas guru itu sangat mulia bahkan mendapat peringkat tertinggi dalam ajaran Islam, akan tetapi tidak semudah apa yang kita bayangkan untuk mengemban tugas mulia itu, perlu adanya kesungguhan dengan sepenuh hati dalam melaksanakannya. 3. Persyaratan Guru sebagai Pendidik Menurut Athiyah Al-abrossyi yang di kutip oleh Nur Uhbiyati mengemukakan pendapatnya tentang syarat-syarat bagi guru agama, ialah : 1. Guru agama harus zuhud, yakni ikhlas, dan bukan semata-mata bersifat materialis 2. Bersih jasmani dan rohani, dalam berpakaian rapih dan bersih, dalam akhlaknya juga baik 3. Bersifat pemaaf, sabar dan pandai menahan diri 4. Seorang guru harus terlebih dahulu merupakan seorang Bapak sebelum ia menjadi seorang guru 5. Mengetahui tabiat dan tingkat berfikir anak 6. Menguasai bahan pelajaran yang diberikan13 Soejono sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan, bahwa syarat-syarat guru adalah: 1. Tentang umur, harus sudah dewasa. 2. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani 3. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli 4. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.14 12 Syed Sajjad Husain, Syed Ali Ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam,………….h. 146 Zuhairini, dkk, Methodik Kusus Pendidikan Agama,…. h. 34 14 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h.80 13 14 Dari pendapat pakar di atas dapat penulis pahami bahwa syarat untuk menjadi guru harus sudah dewasa usianya, sehat jasmani artinya seorang guru tidak boleh mempunyai penyakit, misalnya penyakit menular, seorang guru juga memiliki kemampuan mengajar serta harus berkesusilaan dan mempunyai dedikasi tinggi. Oleh karena itu seorang guru harus bisa memenuhi syarat tersebut di atas. Menurut Nur Uhbiyati bahwa syarat-syarat untuk menjadi guru agama adalah: 1. Dia harus orang yang beragama 2. Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama 3. Dia tidak kalah dengan guru sekolah umum lainnya dalam membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air 4. Dia harus memiliki perasaan panggilan murni.15 Jadi, syarat yang paling utama yang harus dimiliki oleh guru Agama Islam adalah harus beragama Islam dan mengamalkan ajaran Agama Islam dengan baik. Maksudnya, mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan meninggalkan segala larangan-Nya serta mengetahui hukum-hukum yang ada dalam Islam. Selain harus beragama Islam, guru Agama Islam mesti bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarganya dan juga anak didiknya di sekolah serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan Agama Islam, dalam arti kata guru Agama Islam mesti mengajar sambil berdakwah supaya orang yang diajarkannya memiliki kesadaran dalam menjalankan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT dan membentuk anak didiknya menjadi warga Negara yang demokratis. Selain itu, seorang guru Agama Islam harus memiliki perasaan panggilan murni di dalam hatinya untuk menyebarkan dan mengajarkan Agama Islam. 15 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam , (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h.74 15 Sedangkan Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa tidak sembarangan orang dapat melakukan tugas guru. Tetapi orang tertentu yang memenuhi persyaratan yang dipandang mampu, yaitu: 1. Bertaqwa kepada Allah SWT. 2. Berilmu. 3. Sehat jasmani. 4. Berkelakukan baik.16 Dari pendapat di atas dapat penulis pahami bahwa syarat untuk menjadi guru agama adalah bertaqwa kepada Allah SWT kemudian mempunyai ilmu pengetahuan. Karena seorang guru akan mentranfer ilmu pengetahuan tersebut kepada anak didiknya. Sehat jasmani juga merupakan salah satu syarat untuk menjadi seorang guru artinya guru tidak boleh cacat fisiknya. Selain itu guru juga harus berkelakuan baik artinya seorang guru harus memberikan contoh teladan bagi anak didiknya. Menurut Ramayulis ada enam syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru agama. antara lain sebagai berikut: 1. Syarat Fisik. Seorang guru harus berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, dan tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian, kebersihan dan keindahan. 2. Syarat Psikis. Seorang guru harus sehat rohaninya, tidak mengalami gangguan jiwa, stabil emosinya, sabar, ramah, mempunyai jiwa pengabdian, bertanggung jawab dan memiliki sifat-sifat positif lainnya. 3. Syarat Keagamaan Seorang guru harus seorang yang beragama dan mengamalkan agamanya. Di samping itu ia menjadi sumber norma dari segala norma agama yang ada. 4. Syarat Teknis 16 Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal 41-42 16 Seorang guru harus memiliki ijazah pendidikan guru, seperti ijazah Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Tarbiyah atau ijazah keguruan lainnya. Ijazah tersebut harus disesuaikan dengan tingkatan lembaga pendidikan tempat ia mengajar. 5. Syarat Paedagogis Seorang guru harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang ia ajarkan. Ia juga harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan psikologi pendidikan agar ia dapat menempatkan diri dalam kehidupan anak dan memberikan bimbingan sesuai dengan perkembangan anak. 6. Syarat Administratif Seorang guru harus diangkat oleh pemerintah yayasan atau lembaga lain yang berwenang mengangkat guru, sehingga ia diberi tugas untuk mendidik dan mengajar.17 Dari pendapat di atas, dapat penulis pahami bahwa selain harus sehat jasmani dan rohani, guru juga harus memiliki ijazah keguruan dan harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan psikologi pendidikan supaya bisa memberikan pelajaran dan bimbingan sesuai dengan perkembangan peserta didik. Jadi, untuk menjadi seorang guru agama Islam itu tidaklah mudah, berbagai syarat yang harus dipenuhi supaya proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Apabila seorang guru agama Islam tidak memenuhi persyaratan tersebut maka tujuan yang ditetapkan tidak akan tercapai dengan baik. Itulah syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru agama, agar berhasil dalam tugasnya. Yang terpenting di antaranya ialah hendaknya 17 Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Padang: The Minangkabau Foundation press, 2004), h. 41 17 guru agama dapat menjadi contoh tauladan dalam segala tingkah lakunya, dan dalam segala keadaannya. Setiap guru akan mempunyai pengaruh terhadap anak-didik. Pengaruh tersebut ada yang terjadi melalui pendidikan dan pengajaran yang dilakukan dengan sengaja dan ada pula yang terjadi secara tidak sengaja, bahkan tidak disadari oleh guru, melalui sikap, gaya, dan macammacam penampilan kepribadian guru. Bahkan dapat dikatakan bahwa kepribadian guru akan lebih besar pengaruhnya dari pada kepandaian dan ilmunya. Terutama bagi anak didik yang masih dalam masa pertumbuhan. 4. Peranan Guru Agama Islam Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, peranan guru tidak bisa digantikan oleh siapapun, karena guru merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembelajaran. Tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan perantara aktif (medium) antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan.18 Sebagai pendidik, guru harus menempatkan dirinya sebagai pengarah dan pembina pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik ke arah titik maksimal yang dapat mereka capai. Sasaran tugas guru sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada pencerdasan otak (intelegensi) saja, melainkan juga berusaha membentuk seluruh pribadi peserta didik menjadi manusia dewasa yang berkemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan pengembangannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia. Kemampuan tersebut berkembang menurut sistem nilai-nilai yang dijiwai oleh normanorma agama serta perikemanusiaan.19 Dengan demikian kegiatan mendidik lebih luas dari areal kegiatan mengajar. Walaupun begitu tujuannya adalah tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional. 18 Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar (Penerapan dalam Pendidikan Agama), (Surabaya: Citra Media, 1996), h. 54 19 Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 118 18 Adanya pandangan di atas menuntut suatu konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranannya dalam proses pembelajaran. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan staf yang lain. Adapun peranan guru dalam proses pembelajaran mengandung banyak hal yaitu: 1. Korektor 2. Inspirator 3. Informator 4. Organisator 5. Motivator 6. Inisiator 7. Fasilitator 8. Pembimbing 9. Demonstrator 10. Pengelola kelas 11. Mediator 12. Supervisor 13. Evaluator.20 Dari peranan di atas terlihat bahwa motivasi merupakan salah satu peranan yang harus dimiliki oleh seorang guru (pendidik). Karena motivasi adalah salah satu faktor yang turut menentukan kefektifan pembelajaran. Karena motivasi adalah ”suatu proses atau pendorong untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan”.21 20 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 43-48 21 Moch. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), h. 15 19 Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi peserta didik, sehingga dapat mencapai tujuan belajar. Dalam hal ini peranan guru dalam memotivasi peserta didik belajar menurut Nana Saodih Sukmadinata sebagaimana dikutip oleh Nursyamsi antara lain adalah: 1. Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan. 2. Memiliki bahan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan peserta didik. 3. Memilih cara penyajian yang bervariasi. 4. Memberikan sasaran dan kegiatan yang jelas. 5. Memberikan kesempatan kepada peseta didik untuk sukses. 6. Berikan kemudahan dan bantuan dalam belajar. 7. Berikan pujian, ganjaran atau hadiah. 8. Penghargaan terhadap pribadi anak.22 Oleh karena itu seorang guru harus dapat membangkitkan motivasi peserta didik diantaranya adalah menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam pelajaran yang akan dilaksanakan. Menggunakan metode yang bervariasi juga dapat membangkitkan motivasi karena siswa tidak merasa bosan dalam belajar. Adapun dalam rangka upaya memotivasi belajar peserta didik ada beberapa prinsip yang dapat diterapkan oleh guru, diantaranya: 1. Peserta didik akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik dan berguna bagi dirinya. 2. Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada peserta didik sehingga mereka mengetahui tujuan belajar. Peserta didik juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut. 3. Peserta didik harus selalu diberi tahu tentang hasil belajarnya. 22 Nursyamsi, Psikologi Pendidikan, (Padang: Baitul Hikmah Press, 2003), h. 121-122 20 4. Pemberian pujian dan hadiah lebih baik dari pada hukuman, namun sewaktuwaktu hukuman juga diperlukan. 5. Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu peserta didik. 6. Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual peserta didik, misalnya perbedaan kemampuan, latar belakang, dan sikap terhadap sekolah atau subjek tertentu. 7. Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar ke arah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.23 Berdasarkan kutipan di atas hendaknya guru harus dapat menerapkan prinsipprinsip di atas agar peseta didik giat belajar dan merasa tertarik terhadap apa yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, seorang guru harus berusaha agar topik yang dipelajari menarik bagi peserta didik. Seorang guru harus bisa membedakan kemampuan anatara peserta didik, karena kemampuan setiap peserta didik tidak sama. Lebih lanjut H. M. Arifin menjelaskan bahwa prinsip-prinsip metodologis yang dijadikan landasan psikologis yang memperlancar proses pendidikan Islam yang sejalan dengan ajaran Islam adalah: 1. Prinsip memberikan suasana kegembiraan. 2. Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut. 3. Prinsip kebermaknaan bagi peserta didik. 4. Prinsip pra syarat. 5. Prinsip komunikasi terbuka. 6. Prinsip pemberian pengetahuan yang baru. 7. Prinsip memberikan model prilaku yang baik. 23 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Konsep, Karakteristik dan Implementasi), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 114-115 21 8. Prinsip praktek (pengalaman) secara aktif. 9. Prinsip-prinsip lainnya: Prinsip kasih sayang dan prinsip bimbingan dan penyuluhan terhadap peserta didik. 24 Dengan demikian seorang guru harus memperhatikan prinsip-prinsip di atas, karena dengan adanya prinsip tersebut guru dapat menerapkannya dalam proses pembelajaran. Sehingga dengan menerapkan prinsip tersebut maka akan dapat membantu guru memperlancar proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Menurut Decce dan Grawford ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar peseta didik, yaitu: 1. Menggairahkan peserta didik Dalam kegiatan pembelajaran guru harus berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan. Guru harus memelihara minat peserta didik dalam belajar yaitu dengan memberikan kebebasan tertentu bagi peserta didik menurut cara dan kemampuannya sendiri. Untuk dapat meningkatkan kegairahan peserta didik, guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai keadaan awal setiap peserta didiknya. 2. Memberikan harapan realistis Guru perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau kegagalan akademis setiap peserta didik di masa lalu. Dengan demikian guru dapat membedakan antara harapan-harapan yang realistis, pesimis atau terlalu optimis. Apabila peserta didik telah banyak mengalami kegagalan, maka guru harus memberikan sebanyak mungkin keberhasilan peserta didik harapan yang diberikan tentu saja terjangkau dan dengan pertimbangan yang matang. Harapan yang tidak realistis adalah kebohongan dan itu yang tidak disenangi peserta didik. 3. Memberikan insentif 24 H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 199-209 22 Apabila peserta didik mengalami keberhasilan, guru diharapkan memberikan hadiah bisa berupa pujian, angka yang baik dan sebagainya atas keberhasilannya, sehingga peserta didik terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. 4. Mengarahkan prilaku peserta didik Mengarahkan prilaku peserta didik adalah tugas guru. Di sini kepada guru dituntut untuk memberikan respon terhadap peserta didik yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan belajar di kelas. Peserta didik yang diam yang membuat keributan dam sebagainya harus diberikan teguran secara bijaksana. Cara mengarahkan perilaku peserta didik dapat berupa penugasan, bergerak mendekati, memberi hukuman yang mendidik, menegur dengan sikap lemah lembut dan dengan perkataan yang ramah dan baik.25 Demikian upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, namun motivasi merupakan karakteristik internal individu yang tidak dapat diajarkan sebagai suatu konsep atau suatu keterampilan. Untuk itu ada resep umum untuk meningkatkan motivasi belajar, karena terlalu banyak keragaman dan karakteristik siswa. Suatu hal yang harus diupayakan secara maksimal oleh guru adalah menjadikan kegiatan belajar sebagai suatu yang menarik dan menghibur dalam pandangan peserta didik, di samping memuat manfaat dan nilai pengetahuan. 4. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama Islam Kemuliaan dan ketinggian derajat guru yang diberikan oleh Allah SWT disebabkan mereka mengajarkan ilmu kepada orang lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan olah guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah Islamiyah yang juga bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104 Allah SWT berfirman: 25 Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., h. 135 23 ِوَﻟْﺘَﻜُﻦْ ﻣِّﻨْﻜُﻢْ أُﻣﱠﺔٌ ﯾَﺪْﻋُﻮْنَ إِﻟَﻰ اْﻟﺨَﯿْﺮِ وَﯾَﺄْﻣُﺮُوْنَ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوْفِ وَﯾَﻨْﮭَﻮْنَ ﻋَﻦ .َاْﻟﻤُﻔْﻠِﺤُﻮْن ْ وَأُوْﻟَﺌِﻚَ ھُﻢ,ِاْﻟﻤُﻨْﻜَﺮ Artinya: ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.26 Profesi seorang guru juga dapat dikatakan sebagai penolong orang lain, karena penyampaian hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran Islam agar orang lain dapat melaksanakan ajaran Islam. Dengan demikian akan tertolong-tolonglah orang lain dalam memahami ajaran Islam. Hal yang sama sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad Mustafa Al-maraghi bahwa orang yang diajak bicara dalam hal ini adalah umat yang mengajak kepada kebaikan, yang mempunyai dua tugas yaitu menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat yang mungkar.27 Sedangkan menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah diterangkan bahwa Allah memerintahkan orang yang beriman untuk menempuh jalan yang luas dan lurus serta mengajak orang lain menempuh jalan kebaikan dan makruf.28 Berdasarkan penjelasan ayat dan tafsir di atas dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya guru berkewajiban membantu perkembangan anak menuju dewasa yang sesuai tujuan yang agamis yaitu membentuk agar manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. 26 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,............ h. 115 27 Ahmad Al-Musthafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Juz IV, Terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang: Toha Putra, 1993), h. 36 28 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera Ilahi, 2006), h. 173 24 Dengan demikian bahwa tugas dan tanggung jawab guru, terutama guru agama Islam adalah menyampaikan ajaran Allah dan Sunnah rasul. sesuai dengan sabda Rasulullah yang berbunyi: (ﺎﺭﹺﻯﺨ ﺍﻟﺒﺍﻩﻭ )ﺭ،ﺔﹰ ﺍﹶﻳﻟﹶﻮﲎﹺّ ﻭﺍ ﻋﻮﻠﹶﻐ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺑﻠﱠﻢﺳ ﻭﻪﻠﹶﻴ ﺍﷲُ ﻋﻠﻰ ﺻﺒﹺﻲﺍﻟﻨ Artinya: Nabi bersabda: Sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat”.(HR. Bukhari).29 Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh orang yang mengetahui termasuk pendidik atau guru adalah menyampaikan apa yang diketahuinya (ilmu) kepada orang yang tidak mengetahui. Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru terutama guru agama Islam, M. Athiyah Al-abrosyyi yang mengutip pendapat Imam Ghazali mengemukakan bahwa: 1. Seorang guru harus memiliki rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dan memperlakukan mereka seperti terhadap anaknya sendiri. 2. Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi dengan mengajar itu bermaksud mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepadanya. 3. Memberikan nasehat kepada anak murid pada setiap kesempatan. 4. Mencegah murid dari suatu akhlak yang tidak baik. 5. Memperhatikan tingkat akal pikiran dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya. 6. Jangan menimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu yang lain. 7. Memberikan pelajaran yang jelas dan pantas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak. 29 Muhammad bin Ismail bin Ibrahim (Al-Bukhari), Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Darul Al-Fikr, 1981), Juz 12, h. 174 25 8. Seorang guru harus mengamalkan ilmu-ilmu yang dimilikinya dan jangan berlainan antara perkataan dan perbuatan.30 Tugas dan tanggung jawab guru sebagaimana yang dikemukakan di atas menunjukkan tugas dan tanggung jawab yang mesti dilaksanakan ketika seorang guru melaksanakan proses pembelajaran. Dengan kata lain, ketika berlangsungnya interaksi belajar mengajar terdapat tugas tersendiri yang mesti dilaksanakan oleh guru di luar materi pelajaran, sebagaimana tugas dan tanggung jawab di atas. Menurut Henry Noer Ali tugas guru agama Islam adalah: 1. Tugas pensucian, guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatan diri kepada Allah, menjauhkan dari keburukan dan menjaga agar tetap berada pada fitrahnya. 2. Tugas pengajaran, pengetahuan dan guru hendaknya pengalaman kepada menyampaikan peserta didik berbagai untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.31 Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa Guru merupakan orang yang mempunyai peranan penting dalam membina kepribadiaan siswa. Guru tidak sekedar menuangkan ilmu ke dalam otak anak didik. Sementara jiwa dan wataknya tidak dibina. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah suatu perbuatan mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai dengan ideologi, falsafah dan apalagi agama. Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma itu kepada anak didik agar tahu mana perbuatan yang susila dsan asusila, mana perbuatan moral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti guru berikan ketika ada di kelas, di luar kelas 30 M. Athiyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,Terj. Bustami A. Gani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 143-144 31 Henry Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu 1998), Cet. ke42, h. 95-96. 26 pun sebaiknya guru harus mencontohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan. Secara umum tanggung jawab guru Agama meliputi tiga hal: 1. Tanggung jawab dalam upaya pengembangan kurikulum 2. Tanggung jawab mengembangkan profesi 3. Tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat.32 Tanggung jawab dalam upaya pengembangan kurikulum mengandung arti guru selalu dituntut untuk mencari gagasan baru atau ideide baru, menyempurnakan praktek pendidikan khususnya dalam bidang pengajaran.Tanggung jawab dalam pengembangan profesi pada dasarnya adalah panggilan untuk mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya dan tugas dan tanggung jawabnya tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Sebagian tugas dan tanggung jawab profesi guru harus dapat membina hubungan baik dengan masyarakat dalam meningkatkan pendidikan. Tugas guru agama Islam itu mencakup tiga hal, selain mengajar dan mendidik ia juga bertugas sebagai pemimpin yang akan memimpin dirinya dan orang lain. Hal ini senada dengan pendapat Paul Suparno, ia mengatakan bahwa: Tugas guru agama Islam itu adalah mendidik dan mengajar. Mendidik artinya mendorong dan membimbing peserta didik agar maju menuju kedewasaan secara utuh yang mencakup kedewasaan intelektual, emosional, sosial, fisik, spiritual, dan moral. Sedangkan mengajar adalah membantu dan melatih peserta didik agar mau belajar untuk mengetahui sesuatu dan mengembangkan pengetahuan.33 Dengan demikian, Tugas guru agama Islam itu mencakup tiga hal, selain mengajar dan mendidik ia juga bertugas sebagai pemimpin yang akan memimpin dirinya dan orang lain. Samsul Nizar juga mengungkapkan bahwa 32 Piet A. Suhertian dan Alaida Suhertian, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Inservice Education, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet. ke-1, h. 38 33 Paul Suparno, Guru Demokrasi di Era Reformasi, (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 26 27 mendidik merupakan rangkaian mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan.34 Jadi, tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar, di samping itu juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis. Dari jabaran di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tugas guru dalam pendidikan agama Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik. Tugas seorang guru juga harus dapat menciptakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan, menambah dan mengembangkan ilmu yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik, dan membentuk peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia. 5. Posisi Guru Sebagai Pendidik Menurut Ajaran Islam Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki arti dan peranan yang sangat penting, hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab dan menentukan arah pendidikan. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orangorang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Allah Swt. berfirman dalam surat az-zumar: 9, Al-hasyr: 20 An-naml: 43 Rasulullah bersabda: Artinya: “Dari Isma’il bin Jabir dari Imam Ja’far as, beliau berkata, “para ulama adalah pengemban amanata, orang-orang yang bertakwa adalah benteng dan para washi adalah pemimpin.” Dan dalam riwayat yang lain, “para ulama adalah mercusuar, orang-orang yang bertakwa adalah benteng dan para washi adalah pemeimpin.” 34 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002, h. 72 28 Artinya: “dari Imam Baqir, as, beliau berkata, “seorang alim yang memberi manfaat dengan ilmunya itu lebih mulia dari tujuh puluh ribu ahli ibadah.”35 Menurut Imam Ghazali seperti yang di kutip oleh Hj. Nur Uhbiyati, mengatakan bahwa agar pendidik berhasil melaksanakan tugasnya maka pendidik harus memiliki adab yang baik. Hal ini disebabkan anak didik itu akan selalu melihat kepadanya sebagai contoh yang harus selalu diikutinya36 Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa posisi guru sebagai pendidik menurut ajaran Islam sangatlah di agungkan bahkan mendapat posisi yang utama sejalan dengan firman Allah yang di atas bahwa orang yang mempunyai ilmu akan ditinggikan derajatnya. Bahkan guru merupakan contoh teladan bagi para siswanya. a. Pengertian Pendidikan Islam Secara bahasa, dalam bahasa Indonesia, kata ’pendidikan’ berasal dari kata ’didik’. Kata didik dan mendidik berarti adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.37 Sedangkan secara istilah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.38 Sementara itu, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah ”Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.39 35 Ali Umar, Sabda Ilmu, (Jakarta: Al-Huda, 2006), Cet. ke-1, h.47-49 Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan Islam…, h. 84 37 Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke. 1, h. 204 38 Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pengembangan Bahasa ..., h. 204 39 Undang-undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004, (Jakarta: CV. Taminta Utama, 2004), h. 4 36 29 Beberapa ahli pendidikan mendefinisikan pendidikan, sebagai berikut: 1) Menurut M. Arifin bahwa “Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadiannya serta kemampuan dasar anak didik, baik dalam pendidikan formal maupun non formal.”40 2) Chalidjah Hasan bahwa “ Pendidikan adalah usaha sistematis membimbing anak manusia yang berlandaskan pada proses induvidualisasi dan sosialisasi.41 3) Alisub Sabri bahwa ” Pendidikan itu adalah usaha sadar dari orang dewasa untuk membantu atau membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak/peserta didik secara teratur dan sistematis ke arah kedewasaan.42 Berdasarkan pengertian pendidikan yang dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan pendidikan berarti usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat serta mewariskannya kepada generasi setelahnya untuk dikembangkan dalam kehidupan yang merupakan suatu proses pendidikan untuk melestarikan hidupnya. Sedangkan kata ”Islam” berasal dari bahasa Arab, yang menurut segi etimologi mempunyai beberapa pengertian, yaitu, keselamatan, perdamaian, dan penyerahan diri kepada Tuhan.43 Sedangkan Islam dalam pengertian yang lebih luas adalah agama yang identik dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang termaktub dalam Al-Quran dan yang dalam pelaksanaannya dicontohkan oleh Nabi Muhammad selama hidupnya.44 Untuk mengetahui lebih jelas mengenai definisi Islam, di bawah ini akan penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli diantaranya pendapat 40 M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga; Sebagai Pola Pengembangan Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Cet. ke. 4, h. 14 41 Chalidjah Hasan, Kajian Pendidikan Perbandingan, ( Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), Cet. ke-1, h. 15 42 Alisub Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. 1, h. 7 43 Masjfuk, Zuhdi, Studi Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1993), Cet. ke 2, h. 3 44 Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), cet. Ke. 10, h. 12 30 Drs. Salahudin Sanusi yang dikutip oleh H. Endang Syaifudin dalam buku kuliah Al-Islam mengatakan “Islam adalah bersih dan selamat dari kecacatan lahir dan batin selain itu Islam berarti perdamaian dan keamanan serta menyerahkan diri, tunduk, dan taat.”45 Sementara itu Mahmud Syaltut yang masih dikutip oleh H. Endang Syaifuddin mengemukakan “Islam adalah agama Allah yang diperintahkannya untuk mengajarkannya tentang pokok-pokok serta peraturannya kepada Nabi Muhammad SAW dan menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut kepada seluruh manusia mengajak mereka untuk memeluknya”.46 Dari pendapat-pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Islam adalah agama Allah yang diturunkan oleh umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan pedoman bagi manusia untuk mendapatkan kehidupan yang damai, tentram, dan aman di dunia, dan mendapatkan kebahagiaan yang abadi di akhirat kelak. Istilah pendidikan Islam dapat dipahami dari tiga sudut pandang. Pertama, Pendidikan Agama Islam. Kedua, Pendidikan dalam Islam. Ketiga, Pendidikan Menurut Islam. Pendidikan Agama Islam menunjukkan kepada proses operasional dalam usaha pendidikan ajaran-ajaran agama Islam. Sedangkan Pendidikan dalam Islam bersifat sosio-historis. Selanjutnya Pendidikan menurut Islam bersifat normatif.47 Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah ”Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam”.48 Nur Uhbiyati yang menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah “suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang 45 Ending Syaifuddin Ansyari, Kuliah Al-Islam ( Jakarta : CV Rajawali Pers, 1992), Cet. ke.3, h. 68 46 Ending Syaifuddin Ansyari, Kuliah Al-Islam h. 70 Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam., (Bandung: Angkasa, 2003), h. 58-59 48 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam., ( Bandung: Al-Ma’arif, 1980), Cet. Ke 4, h. 23 47 31 dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi”.49 Menurut Al-abrasy yang dikutip oleh Ramayulis, Pendidikan Islam adalah “Mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan”.50 Sedangkan Menurut Chalidjah Hasan Pendidikan Islam adalah: Proses dan aktivitas yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan yang dikehendaki dalam diri seseorang. Ia juga merupakan proses menjaga dan memelihara sifat-sifat semula dari keadaan serta memupuk bakat dan kebolehan yang ada pada diri mereka dengan dorongan secara berangsurangsur agar kemampuan itu dapat berkembang dengan baik serta sesuai dengan tahap-tahap kematangan yang dilaluinya.51 Dari uraian-uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan secara garis besar, bahwa Pendidikan Islam ialah sebuah proses yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak dan sempurna budi pekertinya, baik dalam bimbingan jasmani dan rohani yang sesuai dengan ajaran Agama Islam dan aspek kehidupan, agar menjadi manusia yang senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT dan menjadi penganut-penganut Islam yang sejati yang berpedomankan hukum dan ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan terjabarkan dalam sunnah Rasul dan bermula sejak Nabi Muhammad SAW menyampaikan ajaran tersebut kepada umatnya. b. Dasar-dasar Pendidikan Islam Dasar atau pundamen dari suatu bangunan adalah bahagian dari bangunan yang menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya bangunan itu. Pada suatu pohon dasar atau pundamennya adalah akarnya. Fungsinya yaitu mengkokohkan berdirinya pohon itu. 49 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), cet. Ke-2, 50 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), cet. Ke 3, h. 3 Chalidjah Hasan, Kajian Pendidikan…, h. 190 h. 13 51 32 Menurut zuhairini dkk, yang dimaksud dengan dasar pendidikan Islam adalah “Dasar-dasar yang bersumber dari ajaran Islam yang tertera dalam AlQur’an dan hadits. Menurut ajaran Agama Islam, bahwa pelaksanaan pendidikan Agama Islam merupakan perintah dari Allah dan merupakan Ibadah kepadanya”.52 Sama halnya dengan pendapat Ahmad D. Marimba secara singkat dan tegas beliau mengatakan bahwa: Dasar pendidikan Islam adalah Firman Tuhan dan Sunnah Rasullullah SAW. Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dalam Islam. Kebenarannya tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan Sunnah Rasullullah adalah prilaku, ajaran-ajaran dan perkenan-perkenan Rasullullah sebagai pelaksaan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an. Inipun tidak dapat diragukan lagi.53 Begitu juga menurut pendapat Ramayulis, bahwa, dasar ideal pendidikan Islam adalah “identik dengan dasar ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu, Al-Qur’an dn Hadits. Kemudian dari dasar keduanya dikembangakan dalam pemahaman Ulama”.54 Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 2 yaitu; Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (QS.Al-Baqarah 2: 2)55 Dan Nabi besar Muhammad SAW pernah bersabda: “saya meninggalkan kepadamu sekalian dua barang yang berharga; selama umatumatku berpedoman kepadanya umat-umatku tidak akan tersesat, yaitu pertama Kitab Allah dan kedua Sunnahku” Untuk memperkuat kedudukan hadits sebagai sumber inspirasi ilmu pengetahuan, dapat dilihat dari firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 80, yaitu: 52 Zuhairini, Metodik Khusus Islam., (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), Cet. Ke 8, h. 23 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan…., h. 41 54 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 54 55 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 8 53 33 Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah.(Q.S. An-Nisa: 80)56 Dari Ayat di atas, dapat dilihat dengan jelas, bahwa kedudukan hadits Nabi merupakan dasar utama yang dapat dipergunakan sebagai acuan bagi pelaksanaan pendidikan Islam. Lewat contoh dan peraturan-peraturan yang diberikan Nabi, merupakan suatu bentuk pelaksanaan pendidikan Islam yang dapat ditiru dan dijadikan referensi teoritis maupun praktis.57 Bila penjelasan di atas dicermati lebih lanjut, maka akan dapat terlihat dengan jelas, bahwa eksistensi sumber dasar pendidikan Islam, baik Al-Qur’an maupun Hadits Rasulullah, merupakan mata rantai yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya secara integral. Dengan dua dasar pedoman pendidikan Islam ini maka, keteguhan berdirinya pendidikan Islam tidak dapat digoyahkan dengan apapun juga. Sedangkan menurut H. Abuddin Nata, dasar pendidikan Islam adalah “Berdasarkan konsepsi ajaran tauhid. Dengan dasar ini maka orientasi pendidikan Islam diarahkan pada upaya mensucikan diri dan memberi penerangan jiwa, sehingga tiap diri manusia mampu meningkatkan dirinya dari tingkatan iman ketingkat ikhlas yang melandasi seluruh bentuk kerja kemanusiaannya (amal shaleh)”.58 Pendidikan merupakan bagaian dari upaya untuk membantu manusia memperoleh kehidupan yang bermakna hingga diperoleh suatu kebahagian hidup. Dengan demikian, pendidikan dilaksanakan secara teratur dan tertuju secara sadar, dengan suatu dasar yang kokoh dan kuat, yaitu berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. 56 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…h. 132 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam., (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 98 58 Abuddin Nata, Kapita Selekta …, h. 229 57 34 c. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam 1) Tujuan Pendidikan Islam Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Apakah kegiatan tersebut dalam proyek besar maupun kecil. Tujuan harus dirancangkan agar sebuah rencana atau kegiatan dapat berjalan secara terarah dan menghasilkan sesuatu. Tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam, terlihat sangat besar dalam membangun peradaban manusia. Artinya, peradaban dan kebudayaan manusia tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Agar peradaban bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam konsep pendidikan harus didasari oleh nilai-nilai, cita- cita, dan falsafah yang berlaku disuatu masyarakat atau bangsa. Secara umum tujuan pendidikan ialah kematangan dan integritas pribadi, yaitu selalu mampu beradaptasi terhadap segala perubahanperubahan kondisi lingkungan hidupnya.59 Pada dasarnya tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan Islam tidak terlepas dari eksistensi manusia hidup di dunia ini, yaitu dalam rangka beribadah kepada Allah selaku Pencipta sekalian makhluknya. Dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariyaat ayat 56 Allah berfirman: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (menyembah) kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyaat 51: 56)60 Menurut Omar Al-Toumy Al-syaibani yang dikutip oleh H. Jalaluddin, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah: Untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga tercapai tingkat akhlak al-karimah. Tujuan ini sama dan sebangun dengan 59 Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila., (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), h. 144 60 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 862 35 tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulan, yaitu “ membimbing manusia agar berakhlak mulia” kemudian akhlak mulia dimaksud, diharapkan tercermin dari sikap dan tingkah laku individu dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk Allah, serta lingkungannya. 61 Dalam versi yang lain, Ibn Khaldun yang dikutip oleh Samsul Nizar menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah: Berupaya bagi pembentukan aqidah/keimanan yang mendalam. Menumbuhkan dasar-dasar akhlak karimah melalui jalan agamis yang diturunkan untuk mendidik jiwa manusia serta menegakkan akhlak yang akan membangkitkan kepada perbuatan yang terpuji. Upaya ini sebagai perwujudan penyerahan diri kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.62 Tujuan akhir pendidikan Islam itu adalah dengan perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.63 Sedangkan menurut Syed. Mohammad Al-Naquib, tujuan pendidikan Agama Islam ialah “menanamkan kebaikan dalam diri manusia sebagai manusia dan sebagai diri individual. Tujuan akhirnya adalah menghasilkan manusia yang baik dan bukan seperti dalam peradaban Barat”.64 Dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah perubahan yang diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan, baik tingkah laku individu maupun kehidupan masyarakat. Jelaslah bahwa sesungguhnya tujuan pendidikan Islam identik dengan tujuan hidup seseorang muslim, yaitu manusia yang selalu beribadah setiap gerak hidupnya. Selain itu tujuan pendidikan Islam adalah menghasilkan 61 Jalaluddin, Teologi Pendidikan., ( Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2002), h. 92 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar..., h. 106 63 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar ..., h. 106 64 Syed Mohammad Al-Naquid Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam., terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1996), h. 54 62 36 manusia muslim yang mempunyai kepribadian sempurna dengan pola taqwa yang berarti bahwa pendidikan Islam diharapkan menghasilkan manusia yang berguna baik untuk dirinya maupun untuk masyarakat, serta senang dan gemar mengamalkan ajaran agama Islam dalam hubungan dengan pencipta, manusia sesamanya dengan lingkungan dan dengan dirinya sendiri agar tercapai kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. 2) Fungsi Pendidikan Islam Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3 disebutkan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.65 Untuk mencapai konsep diatas, maka kesemuannya itu merupakan tanggungjawab yang dibebankan dalam pendidikan yang ada. Maka dalam konteks ini, fungsi pendidikan Islam dapat dilihat dari dua demensi, yaitu: a) Dimensi mikro (Internal), yaitu manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan. Pada deminsi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi memelihara dan mengembangkan fitrah (potensi) insani yang ada dalam diri anak didik seoptimal mungkin sesuai dengan norma agama. Dengan upaya ini diharapkan pendidikan Islam mampu membentuk insani yang berkualitas dan mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, baik sebagai pribadi maupun kepada masyarakat. b) Dimensi makro ( eksternal), yaitu perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia sebagai hasil akumulasi dengan lingkungan. Pada deminsi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi sebagai sarana 65 Undang-undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004, h. 7 37 pewarisan budaya dan identitas suatu komunitas yang di dalamnya manusia melakukan berbagai bentuk interaksi dan saling mempengaruhi antara dengan yang lainnya. Tanpa proses pewarisan tersebut, budaya suatu bangsa akan mati. Oleh karena itu pendidikan Islam Harus mampu mengalihkan dan menginternalisasikan identitas masyarakat pada peserta didiknya, sekaligus mampu mewarnai perkembangan nilai masyarakat yang berkembang dengan warna dan nilai Islami.66 Apabila kesemua fungsi tersebut mampu tertanam dan dihayati oleh peserta didik, maka sekaligus akan mampu menjadi alat kontrol bagi manusia dalam melaksanakan setiap kegiatannya di muka bumi. Seluruh aktivitasnya akan senantiasa bernuansa ibadah kepada sang Khaliq dan kepentingan seluruh umat manusia di muka bumi. Dengan kata lain, fungsi pendidikan Islam adalah sebagai upaya menuju terbentuknya kepribadian insan muslim seutuhnya. B. Pembinaan Akhlak Siswa 1. Pengertian dan Tujuan Pembinaan Akhlak Secara etimologi perkataan ”Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jama’ dari ”Khuluqun” yang menurut lughat diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.67 Dalam kamus bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. 68 Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin dalam bukunya ”Al-Akhlaq” yang dikutip oleh Hamzah Ya’kub, akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus ditinjau oleh manusia dalam 66 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 121-122 Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, (Bandung: CV Diponegoro, 1983), Cet. Ke-2, h. 11 68 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: P.N. Balai Pustaka, 1991), h. 8 67 38 perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.69 Selanjutnya sebagaimana dikutip oleh Zakiah Daradjat Imam Ghozali menyatakan bahwa akhlak itu ialah suatu istilah tentang bentuk bathin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkah laku), bukan karena suatu pemikiran dan bukan karena suatu pertimbangan.70 Sejalan dengan pengertian akhlak menurut Imam Ghazali pengertian akhlak dalam Ensiklopedi Islam akhlak juga diartikan sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan, atau penelitian.71 Dalam pengertian sehari-hari, kata-kata akhlak biasa diartikan dengan perbuatan yang baik. Akhlak disamakan dengan adab, sopan santun, moral, dan budi pekerti. Tetapi penamaan suatu sebagai akhlak yang baik dalam Islam, harus mengandung dua unsur. Pertama, pada perbuatan itu sendiri, yaitu harus adanya aspek memperhalus, memperindah, memperbagus, atau menampilkan sesuatu dalam bentuk yang lebih baik dari tindakan asal jadi. Kedua, harus ada aspek motivasi atau niat yang baik. Maka suatu perbuatan yang tampaknya baik, seperti menyumbang dalam jumlah besar untuk kepentingan sosial, tidak dinamakan akhlak yang baik kalau dilakukan dengan motivasi untuk popularitas pribadi yang bersangkutan. Sebaliknya, sesuatu perbuatan yang dilakukan dengan niat baik tetapi dengan cara yang tidak baik, juga tidak dinamakan akhlak yang baik, seperti memberikan saran kepada orang tua dengan suara keras dan kata-kata tajam.72 Dari uraian di atas dikatakan bahwa akhlak yang baik mengandung dua unsur yaitu harus ada perbuatannya yang halus dan harus ada aspek motivasi atau niat yang baik. 69 70 Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah,…h. 12 Zakiah Daradjat dkk, Methodik Kusus Pengajaran Agama, (Bumi Aksara, 2001), Cet. Ke-2, h. 68 71 72 h.153-154 Ensiklopedi Islam, (Jakarta: P.T Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1999), Cet. Ke-6, h. 102 Agus Bustanuddin, Al-Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), Cet. Ke-1, 39 Imam Ghazali seperti yang dikutip oleh Mahyuddin, mengatakan ”Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.73 Ibn Maskawih seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata, mengatakan akhlak adalah sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik, sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.74 Definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas memperlihatkan bahwa akhlak adalah suatu keadaan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan secara langsung tanpa memerlukan pemikiranpemikiran. Keadaan jiwa itu adakalanya merupakan sifat alami (thabi’i) yang didorong oleh fitrah manusia untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukakannya seperti rasa takut dan sebagainya. Selain itu suasana jiwa adakalanya juga disebabkan oleh adat istiadat seperti yang membiasakan berkata benar secara terus menerus, maka jadilah suatu bentuk akhlak yang tertanam dalam jiwa. Masih berbicara mengenai pengertian akhlak, sebagaimana yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia, sering pula kata akhlak diganti dengan kata moral atau etika hal ini dapat ditafsirkan agar lebih terkesan modern atau mendunia. Menurut penulis hal tersebut sah-sah saja dilakukan, asalkan kita dapat memahami betul dan mengetahui perbedaan kata-kata yang dimaksud. Adapun pengertian masing-masing mengenai moral dan etika. Perkataan moral secara etimologi berasal dari bahasa Latin more, jama’ kata mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut diatas, moral berarti ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan 73 Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam mulia, 2003), cet.ke-5, h. 4 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grapindo persada, 2001), h. 11 74 40 sikap, kewajiban budi pekerti, akhlak. Moral adalah istilah yang di figurkan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik, buruk. Dimasukannya penilaian benar atau salah ke dalam moral, jelas menunjukan salah satu perbedaan moral dengan akhlak, sebab salah benar dipandang dari sudut hukum yang dalam agama Islam tidak dapat dipisahkan dengan akhlak, seperti yang telah disinggung diatas. Dalam Ensiklopedi Pendidikan (1976) Sugarda Poerbakawatja menyebutkan, sesuai dengan makna aslinya dalam bahasa latin (mos), adat istiadat menjadi dasar untuk menentukan apakah perbuatan seseorang baik atau buruk.75 Pengarang Abu A’la Maududi mengemukakan adanya moral Islam dalam bukunya: Eptical Viewpoint Of Islam dan memberikan garis tegas antara moral sekuler dan moral Islam. Moral sekuler bersumber dari pikiran dan prasangka manusia yang beraneka ragam. Sedangkan moral Islam bersandar pada bimbingan petunjuk.76 Sedangkan “etika” lazim dipergunakan untuk istilah “akhlaq”. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan. Dalam pelajaran filsafat, etika merupakan bagian dari padanya. Sebagai cabang dari filsafat, maka etika bertitik tolak dari akal pikiran tidak dari agama. Disinilah letak perbedaannya dengan akhlaq dalam pandangan Islam. Dalam pandangan Islam, ilmu akhlaq ialah suatu ilmu pengetahuan yang mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ajaran etika Islam sesuai dengan fitrah dan akal pikiran yang lurus.77 Jika Prof. Muhamad Daud Ali mengaitkan kebijakan maupun kebaikan dengan akhlak, maka Prof. Dr. H. Jalaludin mengaitkan akhlak dengan kepribadian Muslim. Menurutnya kepribadian dalam konteks ini dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang ditampilkan dalam tingkah laku lahiriah 75 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), cet. Ke-5, h. 353 76 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar),….h. 14 77 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar), …h. 12-13 41 maupun batiniah. Tingkah laku lahiriah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan teman, orang tua, teman sejawat, sanak family dan lain-lainnya. Sedangkan sikap batin seperti sabar, tekun, disiplin, jujur, amanat, ikhlas, toleran, dan berbagai sikap terpuji lainnya sebagai cermin dari akhlaqul alkarimah. Semua sikap dan sifat itu timbul dari dorongan batin. Kemudian ciri khas dari tingkah laku tersebut sudah menjadi jati dirinya, sehingga tidak mungkin dapat dipengaruhi sikap batin dan tingkah laku orang lain yang bertentangan dengan apa yang ia miliki.78 Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau tindakan yang berproses. Dikarenakan pandidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang berproses melalui tahapan-tahapan, maka tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. Kalau kita melihat kembali mengenai pengertian pendidikan akhlak, maka akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah seseorang mengalami pendidikan akhlak. Hal ini dipahami, karena pada usia ini pendidikan sangat berpengaruh dalam dirinya. Jika pendidikan akhlak sudah ditanamkan pada usia pra-baligh, misalnya ia seorang anak yang penuh sopan santun maka anak tersebut akan memilih etika yang luhur. Jika sejak masih kecil anak-anak tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu taqwa, ingat, pasrah, meminta pertolongan dan berserah diri dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, disamping akan terbiasa dengan akhlak yang baik. Tujuan pendidikan akhlak dalam islam adalah untuk membentuk orangorang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.79 78 Jalaludin, Teologi Pendidikan,… h. 194-195 Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj dari Attarbiyatul Islamiyah oleh Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), cet 1, h.109 79 42 Tujuan akhlak adalah hendak menciptakan manusia sebagai mahluk yang tinggi dan sempurna dan membedakannya dari mahluk-mahluk lainnya. Akhlak hendak menjadikan orang berakhlak baik bertindak-tanduk yang baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan terhadap Tuhan. Sedangkan yang hendak dikendalikan oleh akhlak adalah tindakan lahir.80 Menanggapi uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah untuk menanamkan rasa taqwa kepada Allah Swt dan pengembang rasa kemanusiaan kepada sesama serta membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat, moral yang tinggi dan pengembangan bakat, sehingga anak itu dapat merasa lega dan tenang dalam pertumbuhan jiwanya tidak goncang. Karena kegoncangan jiwa dapat menyebabkan mudah terpengaruh oleh tingkah laku yang kurang baik. 1.Beberapa Teori tentang Pembinaan Akhlak Berbicara menganai pembentukan akhlak, Abuddin Nata mengatakan pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguhsungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan, pembinaa yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sunguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan bukan terjadi dengan sendirinya.81 Mengenai pembentukan akhlak maka erat hubungannya dengan kepribadian muslim. Kepribadian muslim dalam konteks ini sebagaimana yang diterangkan oleh Jalaludin dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku secara lahiriah maupun sikap batinnya.82 Oleh sebab itu sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak yang mulia. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, Rasululullah Saw bersabda: 80 Anwar Masy’ari, Akhlak qur’an, (Surabaya: Bina ilmu offset, 1990), cet.ke-1, h. 4 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo), cet.ke-1, h. 4 82 Jalaludin, Teologi Pendidikan,………….h. 194 81 43 ﺎﻧﺎﹰ ﺇﳝﻨﹺﲔﻞﹸ ﺍﳌﹸﺆﻣ ﺃﻛﹾﻤ ﻡ ﻝﹸ ﺍﷲِ ﺹﻮ ﻗﹶﺎﻝﹶ َﺭﺳ: ﻗﹶﺎﻝﹶﻪﻨ ﺍﷲُ ﻋﻲﺿﺓﹶ ﺭﺮﻳﺮ ﺍﹶﺑﹺﻰ ﻫﻦﻋ ( ﻠﹸﻘﺎﹰ ﺍ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﰊ ﺩﺍﻭﺩ ﺧﻢﻬﻨﺴﺃﺣ Dari Abu hurairah r.a berkata: Rasulullah Saw bersabda Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya. (HR. Abu Daud) 83 Pembinaan akhlak mulia bukanlah hal yang ringan di tengahtengah perkembangan masyarakat yang semakin dinamis ini. perubahan sosial dan cepatnya arus informasi produk ilmu pengetahuan dan teknologi dan berkembangnya masyarakat industri modern, tidak lain selalu sesuai dengan nilai qurani. Bahkan tidak jarang mempunyai dampak negatif terhadap kualitas akhlak manusia. Krisis akhlak yang semula hanya menerpa sebagian kecil elite politik, kini telah menjalar kepada masyarakat luas termasuk kalangan pelajar. Krisis akhlak yang menimpa kalangan pelajar terlihat dari banyaknya keluhan orang tua, ahli pendidikan, dan orang tua yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial berkenaan dengan ulah sebagian siswa yang sukar dikendalikan, nakal, mabuk, keras kepala, sering membuat ke onaran, tawuran antar pelajar dan bahkan tawuran antara perguruan tinggi serta prilaku kriminal lainnya. Dalam pembinaan akhlak juga perlu dilakukan upaya-upaya dari luar. Salah satu diantaranya adalah melalui proses pendidikan diri sendiri yang dibebankan pada setiap pribadi muslim. Upaya-upaya tersebut bahkan sudah dapat dimulai sebelum terjadinya konsepsi reproduksi, hingga tahap-tahap berikutnya. Beberapa upaya yang dianjurkan tersebut adalah 84 a. Kiat pendidikan pribadi pra-nikah, yaitu memilih jodoh yang sejalan dengan tuntutan ajaran agama Islam. Karena keluarga merupakan 83 Imam Jalaludin Abd. Rahman bin Abu Bakar As-suyuti, Al-Jami As-Shagir, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), juzI, h. 89 84 Jalaludin, Teologi Pendidikan,…..h. 202 44 lingkungan awal yang dikenal oleh setiap bayi, maka pembentukannya pun harus memenuhi persyaratan yang sejalan dengan tuntutan ajaran itu. b. Kemudian pada tahap selanjutnya, sejalan dengan tahap perkembangan usianya, pedoman mengenai pendidikan anak juga telah digariskan oleh filsafat pendidikan Islam. Kalimat tauhid diperdengarkan ketelinga bayi yang baru lahir (dengan mengumandangkan suara adzan dan iqamat) yang bertujuan agar fungsi telinga pendengaran yang ia rasakan pertama kali adalah memperdengarkan kalimat tauhid sebagai awal kehidupannya di dunia. c. Selanjutnya usia tujuh tahun anak-anak dibiasakan mengerjakan shalat dan diperintah itu mulai diintensifkan menjelang usia sepuluh tahun (hadis). Pendidikan akhlak dalam hal-hal baik dan terpuji sudah mulai sejak usia dini. Pendidikan pada usia dini akan lebih melekat tertanam pada diri anak. Dengan demikian, pembinaan akhlak mulia merupakan keharusan mutlak, dan tuntunan yang tidak bisa ditawar lagi. Keharusan mutlak ini harus menjadi kepedulian semua pihak. Sebab akhlak mulia menjadi pilar tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan suatu bangsa untuk terus hidup dan berkembang ditentukan oleh kualitas akhlaknya. Dalam pertumbuhan dan pembinaan moral sebenarnya yang didahulukan adalah tindak moral sejak kecil anak-anak telah dibina untuk mengarah kepada moral yang baik. Moral itu bertumbuh melalui pengalaman langsung dalam lingkungan dimana ia hidup, kemudian berkembang menjadi kebiasaan yang baik dimengerti ataupun tidak, kelakuan adalah hasil dari pembinaan yang terjadi secara langsung dan tidak langsung 85. 85 Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), cet 4, h. 119 45 Pembinaan akhlak ini harus ditanamkan sejak dini karena jika seseorang sudah mendapatkan pendidikan akhlak sejak kecil maka akan terbiasa melakukan hal-hal yang baik sebaliknya jika seseorang tidak mendapatkan pendidikan akhlak sejak masa kecilnya maka akan sukar untuk meluruskannya. Maka pembinaan akhlak yang pertama adalah orang tua. Apa yang dilakukan orang tua melalui perlakuan dan pelayanannya kepada si anak telah merupakan pembinaan akhlak terhadap anak itu. Misalnya si ibu atau si bapak yang terbiasa memperlakukan anak dengan kasar, keras atau acuh tak acuh, maka pada jiwa si anak akan tumbuhlah rasa tidak senang, bahkan rasa tidak disayangi, maka yang terjadi sesudah itu adalah sikap kasar, keras dan acuh tak acuh pula pada si anak terhadap siapa saja dalam lingkungannya 2. Materi dan Metode Pembinaan Akhlak Pembinaan akhlak merupakan penuntun bagi umat manusia untuk memiliki sikap mental kepribadian sebaik yang ditunjukan oleh al-quran dan hadis Nabi Muhammad Saw, pembinaan pendidikan dan penanaman nilai-nilai akhlakul karimah sangat tepat bagi siswa agar didalam perkembangan mentalnya tidak mengalami hambatan dan penyimpangan kearah negatif. 86 Agar pembinaan akhlak memperoleh hasil yang memuaskan, diperlukan cara atau metode. Metode yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangung secara kontinyu. Dalam pembinaan akhlak kebiasaaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini dikarenakan ia dapat menghemat banyak sekali kekuatan manusia. Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik pendidikan, yang mengubah seluruh sifat-sifat manusia menjadi kebiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat, jika 86 Sudarsono, Etika Islam tentang kenakalan remaja, (Jakarta: Bina aksara, 2001), h. 151 46 seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi tabi’atnya yang mendarah daging.87 Dalam tahap-tahap tertentu pembinaan akhlak khususnya akhlak lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang lama-kelamaan tidak lagi terasa dipaksa. Seseorang yang ingin menulis dan mengatakan kata-kata yang bagus misalnya, pada mulanya ia harus memaksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata yang bagus misalnya, pada mulanya ia harus memaksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata dan huruf yang bagus. Apabila pembinaan ini sudah berlangsung lama, maka paksaan tersebut sudah tidak terasa lagi sebagai paksaan.88 Metode lain dalam pembinaan akhlak ini adalah melalui keteladanan. Pendidikan melalui keteladanan adalah merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, intruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Selain itu pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara senantiasa menganggap diri ini sebagai orang yang paling banyak mempunyai kekurangannya dari pada kelebihannya. Dalam hubungan ini Ibn Sina mengatakan jika seseorang menghendaki dirinya berakhlak utama, hendaknya ia lebih dahulu mengetahui kekurangan dan cacat yang ada dalam dirinya, dan membatasi sejauh mungkin untuk tidak dapat berbuat kesalahan, sehingga kecacatannya itu tidak terwujud dalam kenyataan. 87 88 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo), h. 32 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf,….164 47 Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Dari penjelasan diatas jelas bahwa pembinaan akhlak bisa dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya dengan adanya pembiasaan yang sudah dibawa sejak kecil, keteladanan harus di tanamkan pada dirinya, dan selalu menganggap diri ini masih banyak kekurangannya di banding dengan kelebihannya. Sehingga dengan mengetahui kekurangannya pasti nantinya akan terus berusaha menutupi kekurangan yang ada. 5. Macam-macam Akhlak Sebagaimana telah disebutkan bahwa akhlak itu merupakan sikap spontanitas yang muncul dari jiwa seseorang tanpa dipikirkan terlebih dahulu dan tanpa adanya dorongan dari pihak lain, mak sikap yang muncul secara spontanitas itu bisa baik dan juga bisa buruk. Akhlak mulia amat banyak jumlahnya, namun dapat dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Akhlak mulia ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: pertama akhlak kepada Allah Swt, kedua akhlak kepada diri sendiri, dan ketiga akhlak kepada sesama manusia.89 a. Akhlak terhadap Allah Swt Titik tolak akhlak terhadap Allah Swt adalah adanya pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain-Nya. Dia adalah pemilik sifatsifat yang mulia dan pemilik nama-nama indah. Ada banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak baik kepada Allah Swt. Alasan tersebut diantaranya adalah: 1) Karena Allah Swt telah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaanya. Sebagai yang diciptakan sudah sepantasnya manusia berterima kasih kepada yang menciptakannya. Untuk itu manusia patut berakhlak kepada Allah Swt. 89 Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat, (Jakarta:CV Karya Mulia, 2001), Cet. Ke-1, h. 43 48 2) Karena Allah Swt telah memberikan perlengkapan panca indra hati nurani dan naluri kepada manusia 3) Karena Allah Swt menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan yang terdapat di bumi, seperti tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang, dan lain sebagainya.90 Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau prbuatan yang seharusnya dilakukan manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah yang sesungguhnya akan membentuk pendidikan keagamaan. Diantara nilai-nilai ketuhanan yang sangat mendasar ialah:91 1. Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. 2. Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau bersama manusia dimanapun berada. 3. Takwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi manusia. 4. Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata karena mengharap ridha Allah Swt. 5. Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan dengan penuh harapan kepada-Nya. 6. Syukur, yaitu sikap penuh rasa terimakasih dan penghargaan. 7. Sabar, yaitu sikap tabah dalam menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan bathin, fisiologis maupun psikologis. Contoh-contoh akhlak kepada Allah adalah: 1. Mentawhidkan-Nya 2. Mencintai-Nya diatas segalanya dengan menaati perintah, menjauhi larangan dan mendahulukan/mengutamakan-Nya. 3. Bertaqwa 90 Moh.Ardani, Nilai-nilai Akhlak,…h. 43-47 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006). Cet-1, h. 152-154 91 49 4. Selalu mengingat-Nya (zikrullah) baik dalam pikiran, perasaan, perbuatan dan ucapan. 5. Berdoa; hanya berharap dan meminta kepada-Nya. 6. Bertawakkal atau berserah diri kepada-Nya, dan lain-lain.92 b. Akhlak Terhadap Sesama Manusia Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Oleh karenanya pula ia perlu menciptakan suasana yang baik , satu dan lainnya saling berakhlakul karimah, diantaranya mengiringi jenazah, mengabulkan undangan dan mengunjungi orang sakit.93 Akhlakul karimah kepada manusia terbagi menjadi tiga, yaitu adab kepada diri sendiri, adab kepada keluarga, dan adab kepada masyarakat. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1. Adab kepada diri sendiri Berakhlak baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaikbaiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah Swt yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya. Untuk menjalankan perintah Allah dan bimbingan Nabi Muhammad Saw maka setiap umat manusia harus berakhlak dan bersikap sebagai berikut: 1) hindarkan minuman beracun/keras, 2) hindarkan perbuatan yang tidak baik, 3) memelihara kesucian jiwa, 4) pemaaf dan pemohon maaf, 5) sikap sederhana dan jujur, 6) hindari perbuatan tercela94 2. Adab kepada keluarga: 1. Berbakti kepada ibu-bapak 2. Adil terhadap saudara 92 Supriadi, dkk, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: CV. Grafika Karya Utama,2001), h. 93 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2005), Cet. Ke-7, 94 Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak,…, h. 49-50 209. h. 208 50 3. Membina dan mendidik keluarga 4. Saling menghormati 5. Tolong menolong dan sebagainya. 3. Adab kepada masyarakat: a. Persaudaraan baik seagama, sebangsa, setanah air, kemanusiaan. b. Tolong menolong c. Toleransi dan berlaku adil d. Pemurah e. Penyantun f. Pemaaf g. Menepati janji h. Musyawarah i. Saling berwasiat kepada kebenaran dan kesabaran, dan lain sebagainya. c. Akhlak Terhadap Lingkungan Yang dimaksud lingkungan disini adalah segala sesuatu yang disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Contoh-contoh akhlak terhadap lingkungan: 1. Memperhatikan, meneliti, merenungkan penciptaannya. 2. Mempelajari hukum-hukum Allah di dalam alam. 3. Memanfaatkannya dengan tidak boros, tidak kikir. 4. Melestarikan agar senantiasa indah dan lebih bermanfaat.95 6. Faktor-faktor yang menjadi penunjang dan penghambat Pembinaan akhlak 95 211 Supriadi, dkk, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: CV. Grafika Karya Utama, 2001), h. 51 Faktor penting dalam penentuan baik dan buruk tingkah laku seseorang yang dapat “mencetak” dan mempengaruhi tingkah laku manusia dalam pergaulannya yang meliputi:96 a. Manusia, selaku makhluk yang istimewa dengan kelainan-kelainannya dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, memiliki kelebihankelebihan juga kekurangan-kekurangan tertentu. Disamping itu karena manusia selaku pelaku akhlak yang memiliki kelebihan akal untuk berfikir dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya. b. Inctinct (naluri), naluri merupakan tabiat yang dibawa sejak lahir, jadi merupakan suatu pembawaan asli. Pandangan lain tentang “naluri” ialah sifat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan terpikir lebih dahulu ke arah tujuan itu tanpa di dahului latihan itu. c. Kebiasaan, adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan. d. Keturunan, ada beberapa yang biasa diturunkan, pada garis besarnya ada dua: 1) sifat jasmaniah, yakni kekuatan dan kelemahan otot dan urat saraf orang tua dapat diturunkan kepada anak, 2) sifat rohaniah, yakni lemah atau kuatnya suatu naluri diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya. e. Lingkungan, dalam hubungan ini lingkungan dibagi menjadi dua bagian: 1) lingkungan alam yang bersifat kebendaan, 2) lingkungan pergaulan yang bersifat rohaniah. f. Kehendak, salah satu kekuatan yang berlindung dibalik tingkah laku manusia adalah kemauan keras (‘azam). Itulah yang menggerakan manusia berbuat dengan sungguh-sungguh. g. Suara hati (dhamir), fungsi dari suara batin adalah memperingatkan bahayannya perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya. h. Pendidikan yang dimaksud disini ialah segala tuntutan dan pengajaran yang diterima seorang dalam membina kepribadian. Pendidikan itu 96 Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan,…….., h. 55-56 52 mempunyai pengaruh yang besar dalam akhlak, sehingga ahli-ahli etika berpandangan bahwa pendidikan adalah faktor yang turut menentukan dalam etika disamping faktor-faktor yang sebelumnya telah diterangkan. Pembinaan akhlak seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya ialah: a. Faktor Nativisme Faktor Nativisme yang berpengaruh terhadap pembinaan diri seseorang adalah faktor pembinaan diri dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal dan lain-lain. Faktor Nativisme ini didasari bahwa pada anak dan orang tua terdapat kesamaan baik fisik ataupun psikis. Setiap manusia memiliki gen, gen inilah yang terdapat dalam sel-sel kelamin yang dipindahkan dari orang tua kepada anaknya dan merupakan sifat-sifat yang diwariskan. Tokoh utama aliran ini adalah Athur Schopenhawer.97 b. Faktor empirisme Faktor Empirisme, faktor dari luar yaitu faktor sosial termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Faktor ini paling mempengaruhi terhadap pembentukan akhlak. Ketika manusia lahir dan lingkungan yang baik, maka pengaruhnya kepada pembentukan akhlaknya juga dan ketika ia lahir di lingkungan yang kurang baik, maka pengaruh akhlaknya juga menjadi tidak baik. Maka disinilah pendidikan dan bimbingan akhlak sangat diperlukan untuk membentuk dan mengembangkan akhlak manusia. Tokoh utama aliran ini adalah Jhon locke. 98 c. Faktor Konvergensi Kemudian faktor konvergensi berpendapat bahwa: pembinaan akhlak di pengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari 97 Ngalim Purwanto,Ilmu pendidikan teoritis dan praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), cet. Ke13, h. 59 98 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,………………………… h. 60 53 luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus untuk melalui interaksi dan lingkungan sekolah.99 Faktor-faktor penyebab dari kemerosotan moral dewasa ini sesungguhnya banyak sekali antara lain yang terpenting adalah: 1. kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat keyakinan beragama yang didasarkan atas pengertian yang sungguhsungguh dan sehat tentang ajaran agama yang di anutnya, kemudian diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng moral yang paling kokoh. Marilah kita ambil sebagai contoh ajaran islam dimana yang menjadi ukuran bagi mulai atau hinanya seseorang adalah hati dan perbuatanya, hati yang taqwa dan perbuatan yang baik 2. keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial, dan politik kepincangan atau ketidakstabilan suasana yang melingkungi seseorang menyebabkan gelisah dan cemas, akibat tidak dapatnya mencapai rasa aman dan ketentraman dalam hidup. Misalnya apabila keadaan ekonomi goncang, harga barang-barang naik-turun dalam batas yang tidak dapat diperkirakan lebih dahulu oleh orang-orang dalam masyarakat, maka untuk mencari keseimbangan jiwa kembali orang terpaksa berusaha keras. Jika ia gagal dalam usahanya yang sehat, maka ia akan menempuh jalan yang tidak sehat. Disinilah terjadinya penyelewenganpenyelewengan. Pada mulanya karena kebutuhan, tapi bisa tumbuh menjadi keserakahan 3. pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya pembinaan moral seharusnya dilaksanakan sejak si anak kecil, sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batasbatas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap-sikap yang dianggap baik buat 99 Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, (Jakarta: raja Grapindo Persada, 1996), cet ke1, h. 165 54 penumbuhan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu. 4. Suasana rumah tangga yang kurang baik Faktor yang terlihat pula dalam masyarakat sekarang, ialah kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin. Tidak tampak adanya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai di antara suami istri. Tidak rukunnya ibu bapak menyebabkan gelisahnya anak-anak, mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan berada di tengah-tengah orang tua yang tidak rukun. Maka anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong kepada perbuatanperbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya, biasanya mengganggu ketentraman orang lain. 5. Diperkenalkannya obat-obat dan alat-alat anti hamil Seperti kita ketahui bahwa usia muda adalah usia yang baru mengalami dorongan seksual akibat pertumbuhan biologis yang dilaluinya, mereka belum mempunyai pengalaman dan jika mereka juga belum mendapat didikan agama yang mendalam dengan mudah mereka dapat dibujuk oleh orang-orang yang tidak baik yang hanya melampiaskan hawa nafsunya. Maka terjadilah umpamanya obat atau alat-alat itu digunakan oleh anak-anak muda yang tidak terkecuali anak-anak sekolah atau mahasiswa yang dapat dibujuk oleh orang yang tidak baik itu oleh kemauan mereka sendiri yang mengikuti arus darah mudanya tanpa kendali. Orang tidak ada yang tahu karena bekasnya tidak terlihat dari luar. 6. Banyaknya tulisan-tulisan dan gambar-gambar yang tidak mengindahkan dasar-dasar moral Suatu hal yang belakangan ini kurang manjadi perhatian kita ialah, tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, keseniankesenian dan permainan-permainan yang seolah-olah mendorong anakanak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi-segi moral dan mental 55 kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi bagitu saja. Lalu di gambarkan dengan sangat realistis sehingga semua yang tersimpan di dalam hati anak muda diungkap dan realisasinya terlihat dalam cerita, lukisan atau permainan tersebut. Inipun mendorong anak-anak muda ke jurang kemerosotan moral. 7. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu terluang Suatu faktor yang juga telah ikut memudahkan rusaknya moral anakanak muda, ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu terluang, dengan cara yang baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka berkhayal, melamunkan hal yang jauh. Kalau mereka biarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktunya maka akan banyaklah lamunan dan kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka 8. Kurangnya markas bimbingan Kurangnya markas bimbingan dan penyuluhan yang akan menampung dan menyalurkan anak-anak ke arah mental yang sehat. Dengan kurangnya atau tidak adanya tempat kembali bagi anak-anak yang gelisah dan butuh bimbingan itu, maka pergilah mereka berkelompok dan menggabung kepada anak-anak yang juga gelisah. Dari sini akan keluarlah model kelakuan yang kurang menyenangkan.100 C. KERANGKA BERPIKIR Guru sebagai pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dan juga memberi bimbingan baik jasmani maupun rohani guna mencapai kedewasaan dan pembentukan akhlak mulia. Akhlak adalah suatu kondisi jiwa baik dan buruk, yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada orang lain dengan menyatakan tujuan yang harus dituju dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. Akhlak merupakan sumber dari segi perbuatan yang sewajarnya, 100 Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia,…..h.13-19 56 yakni tidak dibuat-buat dan perbuatan yang dapat dilihat sebenarnya yang merupakan gambaran dari sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa. Pembinaan akhlak mulia merupakan keharusan mutlak, dan tuntunan yang tidak bisa ditawar lagi. Keharusan mutlak ini harus menjadi kepedulian semua pihak. Sebab akhlak mulia menjadi pilar tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan suatu bangsa untuk terus hidup dan berkembang ditentukan oleh kualitas akhlaknya. Jika semua guru PAI memberikan contoh yang baik maka pembinaan akhlak yang diberikan kepada siswa akan berdampak positif dengan kata lain akhlak siswa akan menjadi lebih baik, karena siswa akan mencontoh dan mempraktikkan perbuatan yang dilakukan oleh guru tersebut. Akan tetapi jika guru PAI memberikan contoh yang tidak baik, maka pembinaan akhlak yang diberikan kepada siswa berdampak negatif atau dengan kata lain akhlak siswa kurang baik. 57 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Menurut Arif Furqon, metodologi penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi. Ini adalah rencana pemecahan persoalan yang sedang di selidiki.1 A. Jenis Penelitian Adapun penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara obyektif sesuai dengan data yang dikumpulkan B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang yang beralamatkan di Jl. Siliwangi, No.30 Kabupaten Tangerang, Banten. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2014 C. Variabel Penelitian Salah satu unsur penting dalam suatu penelitian adalah adanya variabel. Menurut M. Sayuti Ali yang mengutip dari pendapat Rahmat bahwa, variabel adalah sifat yang telah disusun dan sudah diberi nilai dalam suatu bilangan.2 1 Arif Furqon, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h. 50 2 H. M. Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama (Pendekatan Teori dan Praktek), (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), h. 35 58 58 Atau dengan kata lain variabel adalah sesuatu yang mempunyai nilai dan menjadi objek penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua variabel yaitu variabel X dan variabel Y. Adapun variabelnya adalah: X : Peranan Guru Sebagai Pendidik Y : Membina Akhlak Siswa Tabel 1 Matrix Variabel Variabel Dimensi Variabel Indikator Variabel Guru Bertakwa Kepada - Melaksanakan Sebagai Allah SWT No Item shalat 1, 2, Jml 2 wajib dan sunnah Pendidik - Membaca al-qur’an (Variabel X) Beragama Ma’ruf (Amar - Mencegah Nahi Munkar) siswa dari 3, perbuatan yang tidak baik Sehat Jasmani dan - sehat dan tidak memiliki 4,5,6,7 Rohani 1 4 penyakit menular - selalu berpakaian rapih dan bersih, elok dipandang - santun dan berperangai baik - menasehati dengan baik dan tidak emosi Berilmu dan ahli mengajar - berwawasan luas - mengajar metode menyenangkan 8,9,10 dengan yang 3 59 - memberikan dan motifasi memberikan semangat belajar kepada siswa Akhlak Akhlak siswa Allah SWT Kepada - Mentaati perintah-Nya 11,12,13 3 - Menjauhi larangan-Nya (Variabel Y) - Selalu mengingat-Nya (zikrullah) Akhlak Kepada - Berbakti kepada orang 14,15 Orang Tua 2 tua - Bertata krama yang baik kepada orang tua Akhlak Kepada - Bertata krama yang baik 16, Guru Akhlak 1 kepada guru 17,18 Kepada - Tolong menolong Teman 2 - Menepati janji Akhlak Terhadap - Menjaga kesehatan dan 19, Diri Sendiri kebersihan diri 1 baik jasmani dan rohani Akhlak Terhadap Lingkungan - Menjaga kelestarian 20 1 lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan Jumlah 20 60 D.Populasi dan Sampel Populasi dan sampel merupakan unsur terpenting dalam suatu penelitian. Yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. 3 Populasi adalah unit tempat diperolehnya informasi. Elemen tersebut bisa berupa individu, keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, sekolah, kelas, organisasi, dan lain-lain. Dengan kata lain populasi adalah kumpulan dari sejumlah elemen.4 Dalam penelitian ini dari populasi peserta didik yang ada yang akan menjadi objek penelitian hanya siswa kelas X SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 287 siswa/orang Jika akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut disebut penelitian sampel. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat yang sama dengan populasi.5 Guna untuk menyederhanakan proses pengumpulan data dan pengolahan data, penulis menggunakan teknik sampling. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah sebanyak 15 % dari populasi yang ada. Suharsimi Arikunto mengemukakan pendapat bahwa “jika objek penelitian lebih dari 100 orang, maka sampel yang diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih”. Namun dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak 15 % yakni berjumlah 43 orang dengan sistem random atau acak, dengan masing-masing kelas diambi 6 orang siswa (putra/putri) dari jumlah kelas X-1 sampai X-7 SMAN 8 Kabupaten Tangerang 3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta 1998), Cet. ke-11, h. 115 4 Nana Sudjana, Peneliti Dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: PT. Sinar Baru, 1989), Cet. ke-1, h. 84 5 Suharsimi Arikunto, Prosedur…, h. 117 61 Tabel 2 Jumlah populasi dan sampel No Kelas Jumlah Siswa (populasi) Sampel 1 X 287 43 E. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, penulis menggunakan tekhnik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Observasi (Pengamatan) Sebagai metode ilmiah observasi biasa diartikan sebagai pengamatan. Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan langsung di SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang yang beralamatkan di kecamatan cisoka. 2. Wawancara (interview) Wawancara adalah proses tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Metode ini digunakan untuk melengkapi data yang dianggap perlu, sehingga lebih meyakinkan data yang di peroleh dari sumber-sumber lainnya. Dalam pelaksanaan wawancara ini penulis mengadakan wawancara langsung dengan guru bidang study pendidikan agama Islam SMAN 8 Kabupaten Tangerang 3. Angket (Quesioner) Metode ini di tujukan kepada siswa-siswi yang dijadikan responden untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan peranan guru sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa di SMAN 8 Kabupaten Tangerang yang berjumlah 287 siswa. Quesioner yang dibuat merupakan quesioner tertutup, disertai dengan sejumlah jawaban yang sudah disediakan, dan terdiri dari 20 item pertanyaan dalam dua variabel yaitu tentang peranan guru sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa, yang menggunakan skala likert dengan empat alternativ jawaban. 62 F. Teknik pengolahan dan Analisis Data a. Teknik Pengolahan Data Dalam pengolahan data penulis menggunakan teknik sebagai berikut: 1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan dan pengisian angket atau quesioner yang berhasil dikumpulkan. 2. Scoring, yaitu memberikan nilai pada setiap jawaban angket sebagai berikut: dalam skala ini terdapat empat kategori jawaan yaitu, Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-kadang (KD), dan Tidak Pernah (TP). Itemitem diberi skor berdasarkan jawaban yang responden pilih. Setiap jawaban mempunyai angka kode sendiri untuk menghitung data tentang penelitian ini dengan menggunakan angket, penulis memberikan skor pada setiap poin jawaban yakni: untuk jawaban Selalu (SL) mendapat poin 4, Sering (SR) mendapat poin 3, Kadang-kadang (KD) mendapat poin 2 dan Tiidak Pernah (TP) mendapat poin 1 3. Tabulating, yaitu mentabulasikan data jawaban yang berhasil dikumpulkan ke dalam table yang telah disediakan. b. Analisa Data Setelah pengumpulan data dilakukan, tahap berikutnya data tersebut dianalisa dengan analisa kuantitatif secara deskriptif analisis yang sebelumnya telah ditentukan prosentasenya dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi.. Rumus: P = F x100% N Ket : P = Persentase F = Frekuensi jawaban responden N = Number of cases (jumlah responden) 63 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kondisi Riil Obyek Penelitian 1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang Berdirinya SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang ini sebelum nya bernama SMA Negeri 1 Cisoka, karena berada di wilayah kecamatan Cisoka, kemudian berganti nama pada tanggal 20 Mei 2010 menjadi SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang beralamatkan di Jl. Siliwangi No.30 Awal berdirinya karenaadanya keinginan dan semangat beberapa warga yang berada disekitar wilayah Cisoka, atas bantuan dari berbagai pihak dan rekomendasi dari pemerintah Kabupaten Tangerang. Mereka merasa terpanggil dan ikut bertanggung jawab terhadap pendidikan lanjutan yang berstatus negeri, karena pada masa itu masih sedikit sekali orangtua yang ingin menyekolahkan anak-anak nya ke jenjang yang lebih tinggi. Musayawarah demi musyawarah dilaksanakan akhirnya tercetuslah suatu keinginan dan semangat bersama untuk mengembangkan bidang pendidikan menengah atas. Hal ini didasarkan bahwa pendidikan tingkat menengah saat itu tergolong masih langka. Sehingga mereka yang berkeinginan melanjutkan studi ketingkat tersebut harus pergi ke Balaraja. 63 64 SMA Negeri 1 Cisoka didirikan pada bulan juli tahun 1998. Pertama kali buka muridnya hanya berjumlah 70 orang, menjadi 2 rombel, jumlah guru waktu itu adalah: Guru PNS 32 dan Guru honorer 38. kepala sekolah pertama sejak berdirinya SMA Negeri 1 Cisoka ialah Bapak. Drs. Agus Suherman, yang sekarang bertugas di SMA Negeri 1 Bogor, kemudian setelahnya yang menjabat sebagai kepala sekolah ialah Bapak. Drs. Ahmad Rifa’i Sirath yang menjabat hingga tahun 2000. Pada bulan januari 2001 terjadi rolling kepala sekolah oleh dinas pendidikan kabupaten tangerang sehingga Bapak. Drs. Ahmad Rifa’i Sirath digantikan oleh Bapak. Drs. Shof’ai Adnan MM yang menjabat sampai tahun 2002. Kepemimpinan SMA Negeri 1 Cisoka dilanjutkan oleh Bapak. Ahmad Nana Makmur Mulyana M.Pd, sampai tahun 2003. Setelah Bapak Nana mendapatkan tugas yang baru yaitu di SMA Negeri 1 Kresek maka SMA negeri 1 Cisoka dipimpin oleh Jendral Besar Drs. H. Supardjo Adang Affandy yang menjabat sampai dengan masa akhir tugasnya yaitu tahun 2006. Pada tahun pelajaran 2006/2007 terjadi kekosongan pimpinan di SMA Negeri 1 Cisoka yang akhirnya oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang ditunjuklah Bapak. Hadi Ramadi, S.Pd sebagai Pejabat Yang Melaksanakan Tugas (PYMT) hingga akhirnya diangkat menjadi kepala sekolah resmi di SMA Negeri 1 Cisoka. . 2. Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 8 Kab. Tangerang a. Visi : Menjadi sekolah terunggul berwawasan nasional, bersaing secara internasional dan religius. b. Misi : 1. Melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan efisien berbasis global dan berpijak pada budaya bangsa. 2. Menerapkan Information and Communication Technology (ICT) dan bahasa internasional dalam proses pembelajaran dan pengelolaan sekolah. 65 3. Menyelenggarakan pendidikan sekolah bertaraf internasional untuk meningkatkan mutu pendidikan. 4. Menyiapkan peserta didik untuk mampu bersaing secara nasional dan internasional. 5. Menumbuhkan sikap belajar sepanjang hayat bagi warga sekolah 6. Menumbuhkan proses internalisasi ajaran agama dan budaya bangsa serta implementasinya dalam kehidupan nyata. 7. Menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan IPTEK DAN IMTAK C. Tujuan : SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang berazaskan pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 mempunayi maksud dan tujuan: 1. Membina dan mengembangkan pendidikan Islam dalam arti yang seluas-luasnya 2. Membentuk masyarakat yang berilmu, beramal dan bertaqwa kepada Allah, cinta Agama, Bangsa dan Negara 3. Membantu pemerintah dengan melaksanakan usaha yang bersifat sosial dan kebudayaan. 3. Keadaan Siswa, Guru, dan Pegawai Tabel 3 Data Siswa Tahun Ajaran 2013/2014 No Rombel Jumlah Kelas Jumlah Siswa 1 Kelas X 5 208 2 Kelas XI 7 287 3 Kelas XII 7 301 66 Struktur Organisasi SMAN 8 Kabupaten Tangerang Kepala Sekolah Kaur Tata usaha Komite WKS Kesiswaan WKS Kurikulum Coordinator MGMP Guru Wali Kelas WKS Humas Guru BP/BK Staf TU Siswa Guru /Pengajar Tabel 4 Nama-nama Guru dan Pendidikan Terakhir No Nama-nama Guru Mata pelajaran Pendidikan Terakhir Zumar, S.Pd IPS TERPADU S1 2 Tonih Hadi, S.Pd IPS TERPADU S1 3 Sumarno, S.S BAHASA S1 4 Indraji Ahmad, S.Pd SENI BUDAYA S1 5 Wiwin Nurhayati, S.Pd PKN S1 6 Muhammad Farhan, S.Pd IPA S1 7 Nuraeni, S.Ag PAI S1 8 Drs. Suhata IPS TERPADU S1 9 Ade Laily, S.Pd PKN S1 10 Sri Heriawati, S.Pd IPA TERPADU S1 11 M.Yakub, S.Pd IPA TERPADU S1 12 Ali Muhtar, S.Pd INDONESIA S1 1 67 13 Deni Kurniawan PENJASKES D3 14 Puspita Sari, S.Sos.I SENI BUDAYA S1 15 Drs. Yayat Supriatna INDONESIA S1 16 Sofyan Marzuki, SE IPS TERPADU S1 17 Rosmalina, S.Pd INDONESIA S1 18 Ahmad Fakih, S.Pd MATEMATIKA S1 19 Kholidin Ahmad, S.Pd KOMPUTER S1 20 Syaiful Bahri, S.Pd MATEMATIKA S1 21 Rahmat Sanusi,SE IPS TERPADU S1 22 Dadang Rahmadi, S.Pd MATEMATIKA S1 23 Supriatin, S.Pd IPA TERPADU S1 24 Aulia Nurahmi,S.Pd IPA TERPADU S1 25 Arif Rahman, S.Pd INGGRIS S1 26 Laila Musarofah, S.Ag PAI S1 27 Nurhayati, S.Pd INGGRIS S1 28 Siti. Musfiroh, S.Pd PAI S1 29 Wahyu Zainal, S.Pd INDONESIA S1 30 Marwan Munadi PENJASKES D3 31 Deden Supandi PENJASKES D3 32 Sofyan Kurnia,S.Pd BP S1 33 Endang Trisnawati, S.Pd MATEMATIKA S1 34 Raihan Putra Rahadi, S.Pd INGGRIS S1 B. Deskripsi Data Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya salah satu tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket yang telah disebarkan kepada para siswa. Angket ini disebarkan kepada 43 siswa atau responden dalam bentuk angket yang dipilih secara acak. Kemudian data yang diperoleh melalui angket tersebut diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang dilengkapi dengan prosentase. 68 Hasil angket kemudian dimasukan ke dalam tabulasi yang merupakan prosentase dari data-data instrumen pengumpulan data (angket) menjadi tabel angka-angka dalam prosentase yang dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5 Guru Melaksanakan Shalat wajib dan sunnah No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 30 69.8% B Sering 11 25.6 % C Kadang-kadang 2 4.6 % D Tidak Pernah 0 0% 43 100 % Jumlah Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (69.8 %) menyatakan guru PAI selalu melaksanakan shalat wajib dan sunnah di sekolah . Kemudian (25.6 %) siswa menyatakan guru PAI sering melaksanakan shalat wajib dan sunnah. Sedangkan (4.6 %) siswa menyatakan PAI kadang-kadang melaksanakan shalat wajib dan sunnah dan (0 %) siswa menyatakan bahwa guru PAI tidak pernah melaksanakan shalat wajib dan sunnah. Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI selalu melaksanakan shalat wajib dan sunnah. Tabel 6 Guru PAI Membaca Al-qur’an No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 22 51.2% B Sering 12 27.9% C Kadang-kadang 8 18.6 % D Tidak Pernah 1 2.3 % 43 100% Jumlah 69 Tabel di atas menunjukan bahwa (51.2 %) menyatakan guru PAI selalu membaca al-qur’an, (27.9 %) siswa menyatakan sering membaca al-qur’an, kemudian (18.6 %) siswa menyatakan kadang-kadang membaca al-qur’an dan (2.3 %) siswa menyatakan guru PAI tidak pernah membaca al-qur’an Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI selalu membaca al-qur’an. Tabel 7 Guru PAI mencegah siswa dari perbuatan yang tidak baik No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 41 95.3 % B Sering 2 4.7 % C Kadang-kadang - - D Tidak Pernah - - 43 100 % Jumlah Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (95.3 %) yang menyatakan bahwa guru PAI mencegah siswa dari perbuatan yang tidak baik. Kemudian (4.7 %) siswa menyatakan guru PAI sering mencegah siswa dari perbuatan yang tidak baik. Sedangkan (0 %) siswa menyatakan kadangkadang dan (0 %) siswa menyatakan tidak pernah mencegah siswa dari perbuatan yang tidak baik. Berdasarkan atas jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI selalu mencegah siswa dari perbuatan yang tidak baik Tabel 8 Guru PAI sehat dan tidak memiliki penyakit yang dapat menular No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 41 95.4 % B Sering - 0% C Kadang-kadang 2 4.6 % 70 D Tidak Pernah Jumlah - 0% 43 100 % Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (95.4 %) menyatakan guru PAI sehat dan tidak memiliki penyakit yang menular. Kemudian (0 %) siswa menyatakan sering sehat dan tidak memiliki penyakit yang menular. Sedangkan (4.6 %) siswa menyatakan guru PAI kadang-kadang sehat dan tidak memiliki penyakit yang menular (0 %) siswa menyatakan tidak pernah. Berdasarkan jawaban responden diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI selalu sehat dan tidak memiliki penyakit yang menular. Tabel 9 Guru PAI berpakaian rapih, bersih dan elok dipandang No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 37 86.2 % B Sering 3 6.9 % C Kadang-kadang 3 6.9 % D Tidak Pernah - -% 43 100 % Jumlah Tabel di atas menunjukan bahwa (86.2 %) siswa menyatakan guru PAI selalu berpakaian rapih, bersih dan elok dipandang, (6.9 %) siswa menyatakan sering berpakaian rapih, bersih dan elok dipandang, kemudian (6.9 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (0 %) siswa menyatakan Guru PAI tidak pernah berpakaian rapih, bersih dan elok dipandang Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI selalu berpakaian rapih, bersih dan elok dipandang. 71 Tabel 10 Guru PAI santun dan berperangai baik No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 33 76.7 % B Sering 5 11.6 % C Kadang-kadang 2 4.7 % D Tidak Pernah 3 7% 43 100 % Jumlah Tabel di atas menunjukan bahwa (76.7 %) siswa menyatakan guru PAI selalu santun dan berperangai baik, (11.6 %) siswa menyatakan sering, kemudian (4.7 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (7 %) siswa menyatakan guru PAI tidak pernah santun dan berperangai baik. Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI selalu santun dan berperangai baik. Tabel 11 Guru PAI menasehati dengan baik dan tidak emosi No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 11 25.6 % B Sering 13 30.2 % C Kadang-kadang 17 39.5% D Tidak Pernah 2 4.7 % Jumlah 43 100 % Tabel di atas menunjukan bahwa (25.6 %) siswa menyatakan selalu, (30.2 %) siswa menyatakan sering, kemudian (39.5 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (4.7 %) siswa menyatakan guru PAI menasehati dengan baik dan tidak emosi Berdasarkan jawaban di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI kadang-kadang menasehati dengan baik dan tidak emosi. 72 Tabel 12 Guru PAI berwawasan luas No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 30 70 % B Sering 4 9% C Kadang-kadang 6 14 % D Tidak Pernah 3 7% Jumlah 43 100 % Tabel di atas menunjukan bahwa (70 %) siswa menyatakan guru PAI selalu berwawasan luas, (9 %) siswa menyatakan sering, kemudian (14 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (7 %) siswa menyatakan guru PAI tidak pernah berwawasan luas. Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI selalu berwawasan luas. Tabel 13 Guru PAI Mengajar Menggunakan Metode Belajar Yang Menyenangkan No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu - 0% B Sering 9 21 % C Kadang-kadang 34 79 % D Tidak Pernah - 0% 43 100 % Jumlah Tabel di atas menunjukan bahwa (0 %) siswa menyatakan guru PAI selalu mengajar menggunakan metode belajar yang menyenangkan, (21 %) siswa menyatakan sering, kemudian (79 %) siswa menyatakan kadang- kadang dan (0 %) siswa menyatakan guru PAI tidak pernah mengajar menggunakan metode belajar yang menyenangkan. 73 Berdasarkan jawaban responden di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru PAI kadang-kadang mengajar menggunakan metode belajar yang menyenangkan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden yang menyatakan 79 % kadang-kadang. Tabel 14 Guru PAI Memberikan Motifasi Dan Semangat Belajar No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 5 11.6 % B Sering - % C Kadang-kadang 36 83.7 % D Tidak Pernah 2 4.7 % Jumlah 43 100 % Berdasarkan tabel di atas dapat di ketahui bahwa (11.6 %) siswa mengatakan bahwa guru PAI memberikan motifasi dan semangat belajar. Kemudian (0 %) siswa menyatakan sering, Sedangkan (83.7 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (4.7 %) siswa mengatakan tidak pernah. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa guru PAI kadang-kadang memberikan motifasi dan semangat belajar. Tabel 15 Siswa Mentaati Perintah Allah No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 24 55.8 % B Sering 17 39.5 % C Kadang-kadang 2 4.7 % D Tidak Pernah - -% 43 100 % Jumlah Berdasarkan tabel di atas dapat di ketahui bahwa (55.8 %) mengatakan bahwa siswa mentaati Allah. Kemudian (39.5 %) siswa menyatakan sering. 74 Sedangkan (4.7 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (0 %) siswa mengatakan tidak pernah. Dari jawaban responden di atas dapat saya simpulkan bahwa siswa selalu mentaati Allah. Hal ini dapat di buktikan dengan pernyataan siswa yang menjawab sebagian besar selalu. Tabel 16 Siswa Menjauhi Larangan Allah No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 20 46.5 % B Sering 6 14 % C Kadang-kadang 16 37.2 % D Tidak Pernah 1 2.3 % 43 100 % Jumlah Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa (46.5 %) siswa menjawab selalu menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, selanjutnya (14 %) siswa menjawab sering, kemudian (37.2 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (2.3 %) siswa menyatakan tidak pernah. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa siswa selalu menjauhi apa yang dilarang oleh Allah. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar siswa yang menjawab 46.5 % selalu. Tabel 17 Siswa Mengingat Allah (Zikrullah) No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 17 39.5 % B Sering 18 41.8 % C Kadang-kadang 8 18.7 % D Tidak Pernah - -% 43 100 % Jumlah 75 Tabel di atas menunjukan bahwa (39.5 %) menyatakan siswa selalu mengingat Allah (zikrullah), (41.8 %) siswa menyatakan sering, kemudian (18.7) siswa menyatakan kadang-kadang dan (0 %) siswa menyatakan tidak pernah mengingat Allah (zikrullah). Berdasarkan tabel di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa siswa menyatakan kadang-kadang mengingat Allah (zikrullah). Tabel 18 Siswa berbakti kepada orang tua No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 20 46.6 % B Sering 15 34.8 % C Kadang-kadang 7 16.3 % D Tidak Pernah 1 2.3 % 43 100 % Jumlah Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa (46.6 %) siswa menyatakan selalu, selanjutnya (34.8 %) siswa yang menyatakan sering, kemudian (16.3 %) siswa menjawab kadang-kadang dan sebagian kecil (2.3 % ) siswa menjawab tidak pernah. Dari data responden di atas dapat disimpulkan bahwa siswa selalu berbakti kepada orang tua. Hal ini dapat kita ketahui dari jawaban responden yang menjawab selalu yaitu (46.6 %). Tabel 19 Siswa langsung memukul ketika menghadapi masalah No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 2 4.7 % B Sering 4 9.3 % C Kadang-kadang 12 27.9 % D Tidak Pernah 25 58.1 % 43 100 % Jumlah 76 Tabel di atas menunjukan bahwa (4.7 %) menyatakan siswa langsung memukul ketika menghadapi masalah, (9.3 %) siswa menyatakan sering, kemudian (27.9 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (58.1 %) siswa menyatakan tidak pernah memukul langsung ketika menghadapi masalah. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa tidak pernah langsung memukul ketika menghadapi masalah. Hal ini dapat di lihat dari pernyataan responden yang menyatakan bahwa (58.1 %) tidak pernah memukul langsung ketika menghadapi masalah. Tabel 20 Siswa memberikan sedekah ketika melihat pengemis di jalan No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 5 11.6 % B Sering 5 11.6 % C Kadang-kadang 32 74.5 % D Tidak Pernah 1 2.3 % 43 100 % Jumlah Dari data di atas menunjukan bahwa (11.6 %) menyatakan siswa selalu memberikan sedekah ketika melihat pengemis di jalan, (11.6 %) siswa menyatakan sering, kemudian (74.5 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (2.3 %) siswa menyatakan tidak pernah memberikan sedekah ketika melihat pengemis di jalan. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa kadang-kadang memberi sedekah kepada pengemis. Hal ini dibuktikan dari jawaban responden yang menyatakan 75.5 % menjawab kadang-kadang memberi sedekah ketika melihat pengemis di jalan. 77 Tabel 21 Siswa ikut bekerja sama dengan kegiatan sosial No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 10 23.2 % B Sering 9 21 % C Kadang-kadang 21 48.8 % D Tidak Pernah 3 7% 43 100 % Jumlah Tabel di atas menunjukan bahwa (23.2 %) menyatakan siswa selalu ikut bekerja sama apabila ada kegiatan sosial, (21 %) siswa menyatakan sering, kemudian (48.8 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (7 %) siswa menyatakan siswa tidak pernah ikut bekerja sama ketika ada kegiatan sosial. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kadangkadang ikut serta dalam kegiatan sosial. Hal ini dibuktikan dari jawaban responden yang menyatakan 48.8 % menjawab kadang-kadang ikut bekerja sama ketika ada kegiatan sosial. Tabel 22 Siswa terbiasa membaca doa ketika mau makan No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 29 67.4 % B Sering 2 4.7 % C Kadang-kadang 12 27.9 % D Tidak Pernah - - 43 100 % Jumlah Dari data responden di atas dapat di ketahui bahwa (67.4%) menyatakan siswa selalu terbiasa membaca doa ketika mau makan, kemudian (4.7 %) 78 siswa menyatakan sering, (27.9 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (0 %) siswa menyatakan tidak pernah. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa siswa terbiasa membaca doa ketika mau makan. Hal ini dapat di lihat dengan banyaknya siswa yang menjawab selalu yaitu (67.4 %). Tabel 23 Siswa terbiasa mengucapkan terima kasih ketika diberi hadiah tanpa harus di ingatkan lagi No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 37 86 % B Sering 3 7 % C Kadang-kadang 2 4.7 % D Tidak Pernah 1 2.3 % 43 100 % Jumlah Dari tebel di atas menunjukan bahwa (86 %) menyatakan bahwa siswa terbiasa mengucapkan terimakasih tanpa harus diingatkan lagi, (7 %) siswa menyatakan sering, kemudian (4.7 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (2.3 %) siswa menyatakan tidak pernah. Berdasarkan jawaban responden di atas dapat disimpulkan bahwa siswa selalu mengucapkan terimakasih ketika diberi hadiah tanpa harus diingatkan lagi. Tabel 24 Siswa Menjaga Kelestarian Lingkungan Dan Tidak Buang Sampah Sembarangan No Alternatif Jawaban Frekuensi Presentase A Selalu 7 16.3 % B Sering 31 72 % C Kadang-kadang 3 7% D Tidak Pernah 2 4.7 % 43 100 % Jumlah 79 Tabel di atas menunjukan bahwa (16.3 %) menyatakan bahwa siswa selalu, (72 %) siswa menyatakan sering, kemudian (7 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (4.7 %) siswa menyatakan tidak pernah menjaga kelestarian lingkungan dan membuang sampah sembarangan Berdasarkan jawaban responden di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa siswa sering menjaga kelestarian lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan. C. Analisis Data Secara matematis pembelajaran dikatakan ideal atau sangat baik jika jumlah skor angket berjumlah 3.440. Angka ini diperoleh dari 20 pertanyaan x 43 siswa x 4 Skor. Untuk mengetahui peran guru agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa, bias dilihat dari table 26 dan ternyata jumlah skor angket dalam penelitian ini hanya mencapai angka 2383 dari jumlah ideal yakni 3440. Dari data diatas dapat diketahui perbandingan antara jumlah skor angket penelitian dengan jumlah skor angket ideal diperoleh angka prosentase 68,3%. Yang artinya angka ini menunjukan bahwa peran guru agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa yang ada di SMAN 8 Kabupaten Tangerang kelas X cukup berperan. 80 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, yaitu yang berjudul peranan guru Agama Islam sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa di SMAN 8 Kabupaten Tangerang, akhirnya penulis mengambil kesimpulan bahwa: Peran guru pendidikan agama Islam dalam membentuk akhlak siswa SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang sebagai berikut Berdasarkan analisa data yang telah penulis lakukan, hasil yang di peroleh dari perhitungan angket dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi di peroleh prosentase 66,3 % yang artinya hasil tersebut menunjukan bahwa guru agama Islam cukup berperan dalam pembinaan akhlak siswa yang ada di sekolah tersebut. Hal ini dapat dibuktikan ketika dalam proses pembelajaran guru sering menegur siswanya, memberikan tugas, selain tugas tulisan juga tugas lisan yakni menghafal ayat Al-qur’an dan pemahaman ayat yang dikandungnya sebagai tugas yang memberikan manfaat dan juga sebagai pelatihan pembinaan akhlak untuk peserta didik. Selain itu, guru juga memberikan suri tauladan yang baik terhadap anak didiknya, baik itu di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. B. SARAN Berdasarkan dengan penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa hal yang disarankan penulis dalam rangka pembinaan akhlak siswa, yaitu: 80 81 1. Kepala sekolah, SMAN 8 Kabupaten Tangerang Bapak Hadi Ramadi, S.Pd agar lebih meningkatkan supervisi terhadap proses kegiatan belajar mengajar di kelas. 2. Kepada guru PAI untuk lebih meningkatkan kualitas pengajarannya baik dari segi metode, media, pendekatan, serta model pembelajaran agar peserta didik dapat memperoleh prestasi yang lebih bagus dari sebelumnya. 3. Untuk para murid agar lebih giat lagi belajar dan meningkatkan prestasi belajarnya dan menerapkan pengajaran akhlak yang diberikan di sekolah ke dalam ke kehidupan sehari-hari, kepada orang tua, teman, dan masyarakat luas.. 4. Bagi orang tua, hendaknya senantiasa memperhatikan prilaku anaknya dan selalu memberikan contoh yang baik bagi anaknya. Karena bagaimanapun juga orang tua adalah pendidik pertama bagi anaknya. 82 DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohammad Daud, pendidikan Agama Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet.5, 2002 Ali, M. Sayuti, Metodologi Penelitian Agama: pendekatan Teori dan Praktek, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002 Almunawar, Said Agil Husin, Aktualisasi Nilai-nilai Qurani, Ciputat: PT. Ciputat Press, Cet.2, 2005 Ardani, Mohammad, Nilai-nilai Akhlak: Budi Pekerti dalam Ibadahi, Jakarta: CV.Karya Mulia, Cet.1, 2001 Assuyuti, Imam Jalaludin Abd.Rahman bin Abu Bakar, Al-Jami As-Shagir, Beirut: Dar al-fikr,t.t, Juz I Bustanudin, Agus, Al-Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, Cet.1, 1993 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.11, 1998 Daradjat, Zakiah, dkk, Methodik Khusus Pengajaran Agama, Jakarta: Bumi Aksara, Cet.2, 2002 ______, Membina Nilai-nilai moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang,Cet 4, 1977 Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2000 Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT.Ikhtiar Baru Van Hoeve, Cet.6, 1999 Furqan, Arif, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982 Husain, Syed Sajjad dan Syed Ali Ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam,Jakarta 82 83 Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, Cet.7, 2005 Ibnu Hiban, Al-Mustadrak ‘Ala Al-Shahihain Bairut: Dar Al-Kutub al-Ilmiyah, Juz 2,1990 Jalaludin, Teologi Pendidikan,Jakarta: Raja Grafindo persada, Cet.2, 2002 Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, Cet.5, 2003 Masy’ari, Anwar, Akhlak Quran, Surabaya: Bina Ilmu Offset, Cet.1, 1990 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996 Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001 ______, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT.Raja Grafindo persada, Cet.5, 2003 ______, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru dengan Murid: Study Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet.1 Ngalim Puwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.13, 2000 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet.2, 1998 Poerwardaminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: P.N Balai Pustaka, 1991 Ruhani, Ahmad dan A.Abu Ahmad, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 1996 Sabri, Alisuf, Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, Cet.1, 1999 Sudarsono, Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Bina Aksara, 2001 Sudjana, Nana, Peneliti dan Penilaian Pendidikan, Bandung: PT. Sinar Baru, Cet. 1, 1989 Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Rosdakarya, Cet.2, 1994 ______, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet 10, 2008 Ya’kub, Hamzah, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung: CV. Diponegoro, Cet.2, 1983 84 Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981 ANGKET UNTUK SISWA Nama : .................... Hari : …………….. Kelas : .................... Tanggal : …………….. Petunjuk 1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar dan sungguh-sungguh. 2. Berilah tanda silang pada salah satu jawaban yang di anggap menurut anda betul. 3. Bacalah basmalah sebelum anda menjawab pertanyaan. Pertanyaan! 1. Apakah Guru PAI melaksanakan shalat wajib berjamaah di sekolah? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah 2. Apakah guru PAI melaksanakan shalat dhuha di sekolah ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 3. Apakah guru PAI mengajak siswa untuk berjamaah ? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 4. Apakah Guru PAI mengajak siswa untuk membaca Al-qur’an? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 5. Apakah Guru PAI tidak mengambil barang yang bukan miliknya? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 6. Apakah Guru PAI memulai sesuatu dengan membaca basmalah? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 7. Apakah Guru PAI menyelesaikan suatu pekerjaan dengan membaca hamdalah? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 8. Apakah Guru PAI menunjukan sikap bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 9. Apakah Guru PAI memberi salam apabila memasuki kelas? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 10. Apakah Guru PAI mengajarkan siswa untuk melaksanakan perbuatan baik yang diperintahkan oleh orang tua? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 11. Apakah Guru PAI mengajarkan siswa untuk berpamitan kepada orang tua ketika akan keluar rumah? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 12. Apakah Guru PAI tidak berbicara kasar? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 13. Apakah Guru PAI mengajak siswa membantu teman ketika tertimpa musibah? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 14. Apakah Guru PAI mengajarkan untuk berteman tanpa melihat perbedaan suku, agama dan ras? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 15. Apakah Guru PAI mengajarkan untuk selalu menepati janji? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 16. Apakah Guru selalu berpakaian rapi? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 17. Apakah Guru PAI selalu bersikap ramah dan santun kepada orang lain? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 18. Apakah Guru PAI menyampaikan amanah yang telah diberikan kepadanya? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 19. Apakah Guru PAI tidak membuang sampah sembarangan? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah 20. Apakah Guru PAI menjaga kebersihan lingkungan? a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak Pernah BERITA WAWANCARA DENGAN GURU BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Hari/Tanggal : Selasa, 15 Juni 2014 Interviewee : Nuraeni, S.Ag Jabatan : Guru bidang study Pendidikan Agama Islam Tempat wawancara : Ruang Guru SMA Negeri 8 Kab. Tangerang Pertanyaan : 1. Sejak kapan ibu mengajar di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang? 2. Bagaimana kriteria penilaian Pendidikan Agama Islam yang ibu laksanakan, (meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik)? 3. Apa perencanaan dan metode pembelajaran yang ibu pergunakan dalam KBM PAI? 4. Bagaimana keadaan akhlak siswa pada aktifitas keseharian ditinjau dari sopan santun, segi kerapihan dan kebersihan, sikap tolong menolong, dan lain-lain? a. Dari segi sopan santun: Bagaimana akhlak siswa kepada guru, teman atau orang tua darinya ketika bertemu, berbicara dan bergaul? b. Dari segi kerapihan dan kebersihan: Apakah siswa selalu memakai seragam sekolah dengan rapih bu? c. Dari segi sikap tolong menolong: Bagaimana sikap siswa ketika mendengar temannya yang sedang tertimpa musibah (wafatnya kedua orang tua temannya, pencurian, sakit dan sebagainya)? 5. Apa harapan ibu ke depan dalam segi bidang studi Pendidikan Agama Islam? 6. Adakah hambatan dalam KBM bidang studi PAI, seperti apa dan bagaimana solusinya? 7. Apakah semua guru bekerja sama dalam membina akhlak(memberikan teladan)? 8. Adakah dukungan dalam KBM bidang studi PAI? Jawaban: 1. Saya mengajar sejak tgl 17 juli 2003 2. Kriteria penilaian dilihat dari pengetahuan (kognitif) siswa, afektif, psikomotorik (sikap keseharian terhadap guru, teman,dan karyawan), psikomotornya juga dapat dilihat dari keaktifan siswa mengikuti ekstrakulikuler seperti rohis, mengikuti kultum, dan mampu membaca Alqur’an dengan baik. 3. Rencana dalam KBM menyiapkan RPP, metode, memakai media belajar seperti LCD, musholah juga sering digunakan sebagai media belajar siswa, seperti shalat dhuha, shalat wajib berjama’ah, mendengarkan kultum, dan setiap jum’at ada penggalangan dana untuk anak yatim. 4. Dilihat dari sopan santunnya terhadap guru, saat berpapasan bersalaman, berbicara sopan, sebagian kecil masih ada yang belum rapih seragamnya, tapi hanya beberapa saja, dari segi sikap tolong menolong siswa datang menjenguk ke rumah teman nya yang sedang sakit atau tertimpa musibah. 5. Harapannya siswa mampu menerapkan pendidikan agama islam sebagai benteng dalam kehidupannya sehari-hari, mementingkan pelajaran PAI sama dengan mata pelajaran lainnya. 6. Hambatan masih ada, ada beberapa siswa yang masih terlambat masuk ke kelas setelah jam istirahat atau tidak membawa buku pelajaran. 7. Dukungan KBM PAI salah satunya adalah sarana prasarana yang mendukung seperti LCD, Buku PAI, dan dukungan dari para guru untuk sama-sama memperhatikan siswa-siswa meski di luar jam pelajaran. BERITA WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH SMA NEGERI 8 KAB. TANGERANG Hari/Tanggal : Rabu, 16 Juni 2014 Interviewee : Hadi Ramadi, S.Pd Jabatan : Kepala SMA Negeri 8 Kab. Tangerang Pokok pertanyaan: 1. Bagaimana sejarah dan tujuan berdirinya SMA Negeri 8 Kab. Tangerang? 2. Apa visi dan Misi SMA Negeri 8 Kab. Tangerang ini? 3. Bagaimana struktur organisasi sekolah ini pak? 4. Bagaimana keadaan sarana dan prasarana sekolah ini pak? 5. Ada berapa jumlah guru pendidikan agama islam di sekolah ini pak? 6. Bagaimana pak realita akhlak siswa SMA Negeri 8 Kab. Tangerang ini? 7. Apa dan bagaimana harapan bapak terhadap sekolah pada umumnya dan siswa pada khususnya? Jawaban: 1. Berdirinya SMA Negeri 6 Kabupaten Tangerang ini sebelum nya bernama SMA Negeri 1 Cisoka, karena berada di wilayah kecamatan cisoka, kemudian berganti nama pada tanggal 29 januari 2011-2012 menjadi SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang. bermula adanya keinginan dan semangat beberapa warga yang berada disekitar wilayah cisoka. Atas bantuan dari berbagai pihak dan rekomendasi dari pemerintah kabupaten tangerang. Mereka merasa terpanggil dan ikut bertanggung jawab terhadap pendidikan lanjutan yang berstatus negeri, karena pada masa itu masih sedikit sekali orangtua yang ingin menyekolahkan anak-anak nya ke jenjang yang lebih tinggi. Musayawarah demi musyawarah dilaksanakan akhirnya tercetuslah suatu keinginan dan semangat bersama untuk mengembangkan bidang pendidikan menengah atas. Hal ini didasarkan bahwa pendidikan tingkat menengah saat itu tergolong masih langka. Sehingga mereka yang berkeinginan melanjutkan studi ketingkat tersebut haruspergi ke Balaraja. Kondisi ini hanya terbatas bagi mereka yang mempunyai kemampuan material saja. Sementara bagi mereka yang kurang mamapu terpaksa harus puas menjadi pengangguran, dan lebih jauh lagi dikhawatirkan mereka itu akan terpengaruh oleh lingkungan kurang baik yang kemudian akan terjerumus kearah kejahatan. 2. Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 8 Kab. Tangerang a. Visi : Menjadi sekolah terunggul berwawasan nasional, bersaing secara internasional dan religius. b. Misi : 1. Melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan efisien berbasis global dan berpijak pada budaya bangsa. 2. Menerapkan Information and Communication Technology (ICT) dan bahasa internasional dalam proses pembelajaran dan pengelolaan sekolah. 3. Menyelenggarakan pendidikan sekolah bertaraf internasional untuk meningkatkan mutu pendidikan. 4. Menyiapkan peserta didik untuk mampu bersaing secara nasional dan internasional. 5. Menumbuhkan sikap belajar sepanjang hayat bagi warga sekolah 6. Menumbuhkan proses internalisasi ajaran agama dan budaya bangsa serta implementasinya dalam kehidupan nyata. 7. Menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan IPTEK DAN IMTAK 3. Keadaan siswa, guru, dan pegawai 1. Data Siswa Tabel 3 DATA SISWA TAHUN AJARAN 2013/2014 No Rombel Jumlah Kelas Jumlah Siswa 1 Kelas X 5 208 2 Kelas XI 7 287 3 Kelas XII 7 301 2. SMA Negeri 8 memiliki Guru dengan latar belakang pendidikan S.1 dan D3 dengan perincian sebagai berikut - Sarjana (S1) : 17 Orang (Guru) - D3 : 3 Orang (Guru) - SMA : 5 Orang (Staf/Karyawan) Tabel 4 Nama-nama Guru dan Pendidikan Terakhir No Nama-nama Guru Mata pelajaran Pendidikan Terakhir 1 Zumar, S.Pd IPS TERPADU S1 2 Tonih Hadi, S.Pd IPS TERPADU S1 3 Sumarno, S.S BAHASA S1 4 Indraji Ahmad, S.Pd SENI BUDAYA S1 5 Wiwin Nurhayati, S.Pd PKN S1 6 Muhammad Farhan, S.Pd IPA S1 7 Nuraeni, S.Ag PAI S1 8 Drs. Suhata IPS TERPADU S1 9 Ade Laily, S.Pd PKN S1 - 10 Sri Heriawati, S.Pd IPA TERPADU S1 11 M.Yakub, S.Pd IPA TERPADU S1 12 Ali Muhtar, S.Pd INDONESIA S1 13 Deni Kurniawan PENJASKES D3 14 Puspita Sari, S.Sos.I SENI BUDAYA S1 15 Drs. Yayat Supriatna INDONESIA S1 16 Sofyan Marzuki, SE IPS TERPADU S1 17 Rosmalina, S.Pd INDONESIA S1 18 Ahmad Fakih, S.Pd MATEMATIKA S1 19 Kholidin Ahmad, S.Pd KOMPUTER S1 20 Syaiful Bahri, S.Pd MATEMATIKA S1 21 Rahmat Sanusi,SE IPS TERPADU S1 22 Dadang Rahmadi, S.Pd MATEMATIKA S1 23 Supriatin, S.Pd IPA TERPADU S1 24 Aulia Nurahmi,S.Pd IPA TERPADU S1 25 Arif Rahman, S.Pd INGGRIS S1 26 Laila Musarofah, S.Ag PAI S1 27 Nurhayati, S.Pd INGGRIS S1 28 Siti. Musfiroh, S.Pd PAI S1 29 Wahyu Zainal, S.Pd INDONESIA S1 30 Marwan Munadi PENJASKES D3 31 Deden Supandi PENJASKES D3 32 Sofyan Kurnia,S.Pd BP S1 33 Endang Trisnawati, S.Pd MATEMATIKA S1 34 Raihan Putra Rahadi, S.Pd INGGRIS S1 3. Struktur Organisasi SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang Kepala Sekolah Kaur Tata usaha Komite Sekolah WKS Kesiswaan WKS Kurikulum Coordinator MGMP Guru Wali Kelas WKS Humas Guru BP/BK Staf TU Siswa 4. Ada ruang-ruang kelas, laboratorium IPA, Komputer, ruang guru, ruang tat usaha, ruang kepala sekolah, perpustakaan, musholah, koperasi, UKS, Ruang OSIS, Kantin, Ruang ekstra kulikuler, lapangan volley merangkap lapangan basket, meja pingpong, gudang, gardu jaga, kamar mandi/WC, Lapangan upacara. 5. Ada 3 guru Pendidikan Agama Islam, ibu Nuraeni, S.Ag, Ibu Laila Musarofah, S.Ag dan ibu Siti Musfiroh 6. Anak-anak disini baik-baik, santun, sopan baik terhadap guru,karyawan/staf, teman sekelas atau antar kelas, tidak ada yang berkelahi atau bermusuhan, tertib, membuang sampah pada tempatnya, dan shalat berjamaah. 7. Harapan kedepan, semoga sekolah ini menjadi jauh lebih baik, berkenaan dengan pendidikan agama sendiri semoga diterapkan di kehidupan dalam sekolah maupun di luar sekolah.