peranan guru pendidikan agama islam dalam

advertisement
PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA
AKHLAK SISWA DI SMA NEGERI 8 KABUPATEN TANGERANG
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh :
MARLINA
NIM : 107011000982
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
ABSTRAK
Marlina (107011000982). Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Membina Akhlak Siswa di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang. Skripsi Jurusan
Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas dan peran guru dalam
pembinaan akhlak siswa di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang tahun pelajaran
2013/2014 dengan melakukan wawancara serta penyebaran angket terhadap guru
PAI, kepala sekolah, dan siswa di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang.
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif yakni
melakukan wawancara kepada guru PAI, Kepala Sekolah, dan memberikan
angket kepada siswa kelas X tahun pelajaran 2013/2014. Data penelitian diperoleh
melalui angket, observasi, dan wawancara. Teknik analisis data yang
digunakandalam penelitian adalah teknik analisis deskriptif kualitatif.
.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah peranan guru dalam pembinaan
akhlak yang selama ini diberikan terhadap anak didiknya di SMA Negeri 8 Kab.
Tangerang ini berperan positif terhadap perubahan sikap dari anak didiknya. Dari
penelitian ini membuktikan bahwa banyak sikap anak didik yang berubah menjadi
baik dari beberapa aspek seperti akhlak kepada Allah SWT, akhlak terhadap guru,
akhlak kepada orang tua, akhlak terhadap teman, akhlak terhadap diri sendiri dan
akhlak terhadap lingkungan karena adanya peranan guru Pendidikan Agama
Islam. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa secara
matematis dikatakan ideal atau sangat baik jika jumlah skor angket sejumlah
3.440. Akan tetapi dalam penelitian ini di peroleh jumlah skor angket 2.282. yang
artinya perbandingan antara jumlah skor angket penelitian dengan jumlah skor
angket ideal diperoleh angka persentase 66,3%. Angka ini menunjukan bahwa
peran guru agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa yang ada di SMA Negeri
8 Kab. Tangerang kelas X cukup berperan.
Kata kunci: Peranan guru PAI, Akhlak Siswa.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji hanyalah milik Allah swt. Karena atas limpahan nikmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan Guru PAI
sebagai Pendidik dalam Membina Akhlak Siswa di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang” meski
harus melalui berbagai hambatan dan rintangan, berkat rahmat Allah yang tiada tara akhirnya
skripsi ini mampu diselesaikan oleh penulis. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah
sampaikan kepada Nabi Muhammad saw yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan
ke zaman yang penuh dengan ilmu dan teknologi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana
yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah dipergunakan dengan segala
keterbatasan kemampuan penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi beberapa pihak yang telah membantu
terselesaikannya untuk itu patut kiranya penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA.,Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Abdul Majid Khon, MA., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Marhamah Saleh, Lc. MA., Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Dr. Khalimi, M.A., selaku dosen pembimbing skripsi yang sabar dalam memberikan
arahan juga teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam membuat skripsi ini.
5. Prof. Dr. H. Abudin Nata, MA. dan Dr. Akhmad Sodiq, MA., selaku Dosen Penguji
skripsi pada sidang Munaqosah
6. Tanenji, S.Ag., MA.,
7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
8. Hadi Ramadi, S.Pd., Kepala sekolah SMA Negeri 8 Kab. Tangerang, serta para guru
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian
9. Ayahanda tercinta, Almarhum Almaghfurlah Bpk. H. Akhmad Kosim, atas segala
perjuangan dan pengorbanan nya hingga akhir hayat. Beliau yang tak pernah marah, tak
kenal lelah merawat, membesarkan, mendidik dan mencurahkan kasih sayang serta
memberikan bantuan moril, materil, semangat dan do’a kepada penulis. Ayahanda yang
tak sempat melihat penulis menyelesaikan study nya, ayahanda yang sangat ingin melihat
penulis meraih sarjana dan wisuda nya, ayahanda yang menunggu terlalu lama untuk itu
semua terjadi, penulis tidak sempat memberikan apa yang ayahanda inginkan. Ayahanda
yang akan dikenang sebagai pahlawan penulis, semasa hidup hingga akhir hayat.
Teruntuk Abah tersayang, skripsi ini penulis persembahkan. Semoga Allah senantiasa
menaunginya dengan Rahmat dan Cinta-Nya.
10. Ibunda tercinta Hj. Siti Patimah, bidadari yang dikirim oleh Allah kepada penulis,
terimakasih atas curahan do’a, kasih sayang, ketulusan, kesabaran dan perhatian yang
diberikan sejak penulis kecil hingga saat ini. Semoga Allah senantiasa menjaganya
dengan Kasih dan Sayang-Nya.
11. Untuk kakak-kakak tercinta Farida, Amd.Keb dan M. Muplih yang selalu ada dan
bersedia memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini, untuk H. Haetami S. Sos.I juga untuk adik tercinta Kartika atas segala bantuan
dan dukungannya kepada penulis selama ini.
12. Untuk kakek dan nenek, Abah Idris dan Emak Sukiah yang selalu mendoakan penulis
agar mampu menyelesaikan study nya, meraih sarjana nya, untuk segala dukungan moril
dan materil, penulis haturkan terima kasih yang se-banyak-banyaknya.
13. Terkhusus untuk Ns. Zhiyya Urrahman, S.Kep, terima kasih banyak atas curahan do’a,
kasih sayang, ketulusan, kesabaran dan perhatian selama ini, yang senantiasa
mendampingi penulis dalam suka-maupun duka pada perjuangan ini, dengan
pengorbanan yang begitu besar, selalu memberikan dukungan moril dan materil kepada
penulis, yang tak kenal lelah yang selalu mengiringi penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
14. Sahabat-sahabat penulis, Ai Rahmatussa’adah, S.Pd, Hilda Rohmatillah, S.Pd, Dwi
Nurcahya, S.Pd, Laudia Novita Murlis, S.Kom.I, Vina Fauziah, S.Pd, terimakasih atas
dukungan, kebersamaan selama ini, yang selalu ada menemani, sahabat layaknya
keluarga. Kalian yang terbaik. Semoga Allah senantiasa menaungi dengan limpahan
rahmat-Nya.
15. Sahabat-sahabat PAI Angkatan 2007, C Laskar, terkhusus kepada Uswatun Hasanah,
S.Pd.I, Ita Humairo, S.Pd.I.
Jakarta, 12 juli 2014
Penulis
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
ABSTRAK ……………………………………………………………..
i
KATA PENGANTAR ………………………………………………... ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………...
iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………..
vii
BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….
1
B. Identifikasi Masalah …………………………………………
5
C. Pembatasan Masalah ………………………………………..
6
D. Perumusan Masalah …………………………………………
6
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Hasil Penelitian…………..
6
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR
A. Guru Sebagai Pendidik ……………………………………...
7
1. Pengertian Guru Sebagai Pendidik……………………….
7
2. Tugas-tugas Guru Sebagai Pendidik …………………….
10
3. Persyaratan Guru Sebagai Pendidik …………………….
11
4. Posisi Guru Sebagai Pendidik Menurut Ajaran Islam ….
12
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
ABSTRAK
.............................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................... ii
DAFTAR ISI
.............................................................................. iv
DAFTAR TABEL ........................................................................... vii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .......................................................... 6
D. Perumusan Masalah ............................................................ 6
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Hasil Penelitian ............... 6
BAB 2
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR
A. Guru Sebagai Pendidik ....................................................... 7
1. Pengertian Guru Sebagai Pendidik ................................. 7
2. Tugas-tugas Guru Sebagai Pendidik .............................. 10
3. Persyaratan Guru Sebagai Pendidik ............................... 11
4. Posisi Guru Sebagai Pendidik Menurut Ajaran Islam …. 12
5. Pengertian Pendidikan Islam ......................................... 13
6. Dasar-dasar Pendidikan Islam ....................................... 16
7. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam ............................. 18
a. Tujuan Pendidikan Islam .......................................... 18
b. Fungsi Pendidikan Islam .......................................... 20
B. Pembinaan Akhlak Siswa ................................................... 22
1. Pengertian dan Tujuan Pembinaan Akhlak Siswa .......... 22
2. Beberapa Teori Tentang Pembinaan Akhlak Siswa ....... 27
3. Materi dan Metode Pembinaan Akhlak .......................... 30
4. Macam-macam Akhlak dan Ruang Lingkupnya ............ 32
5. Faktor-faktor yang Menjadi Penunjang dan Penghambat
Pembinaan Akhlak Siswa ............................................... 50
C. Kerangka Berfikir ............................................................... 55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................... 58
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................... 58
C. Variabel Penelitian ......................................................... 58
D. Populasi dan Sampel ....................................................... 60
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 61
F. Teknik Pengolahan dan Analisi Data .............................. 62
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Kondisi Riil Obyek Penelitian ......................................... 63
B. Deskripsi Data ................................................................ 67
C. Analisis Data .................................................................. 79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................... 80
B. Saran .............................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 82
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam sebagai agama yang universal sudah barang tentu mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari ibadah, kehidupan sosial, sampai
ketingkat perilaku (akhlak). Karena itu agama sangat berperan dalam
pembentukan perilaku (akhlak).
Setiap orang Islam pada hakekatnya adalah insan agama yang bercitacita, berfikir, beramal untuk hidup di akhirat kelak berdasarkan atas petunjuk
dari wahyu Allah Swt melalui Rasulallah, kecenderungan hidup beragama ini
merupakan ruhnya agama yang benar yang dalam perkembangannya dipimpin
oleh ajaran Islam yang murni, bersumber pada kitab suci yang menjelaskan
dan menerangkan tentang perkara benar (haq). Tugas kewajiban manusia
untuk mengikuti yang benar, menjauhi yang batil yang kesemuanya telah
diwujudkan dalam syariat agama yang berdasarkan nilai mutlak dan normanorma yang telah ditetapkan oleh Allah yang tak berubah menurut selera nafsu
manusia. Oleh karena itu tujuan pendidikan Islam penuh dengan nilai rohaniah
Islami dan berorientasi kepada kebahagiaan hidup di akhirat, tujuan ini
difokuskan pada pembentukan pribadi muslim yang sanggup melaksanakan
syari’at Islam melalui proses pendidikan spiritual menuju makrifat pada Allah.
Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak didiknya
1
2
yang sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, dan
pendekatanya dalam segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilainilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etika Islam.
Agama sangat berperan dalam pembentukan perilaku anak, sehingga
pembentukan pribadi anak membaur sesuai pertumbuhan dan perkembangan
anak memerlukan pendidikan dengan persyaratan-persyaratan tertentu dan
pengawasan serta pemeliharaan yang terus-menerus sehingga pelatihan dasar
dalam pembentukan kebiasaan dan sikap memiliki kemungkinan untuk
berkembang secara wajar dalam kehidupan dimasa mendatang. Untuk
membina agar anak mempunyai sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan
penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk
melakukan yang terbaik dan diharapkan nantinya akan mempunyai sifat-sifat
terpuji dan bisa menjauhi sifat yang tercela.
Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa,
yang dapat menilai seseorang perbuatannya baik atau buruk. Akhlak haruslah
bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan
pertimbangan serta dorongan dari luar. Sekalipun dari beberapa definisi kata
akhlak bersifat netral, belum merujuk kepada baik atau buruk, tapi pada
umumnya apabila disebut sendirian, tidak dirangkai sifat tertentu, maka yang
dimaksud adalah akhlak yang mulia.
Ketika berbicara tentang akhlak khususnya di kalangan pelajar,
berbagai potret buram yang telah dilakukan oleh mayoritas mereka. Ada
beberapa hal yang begitu lekat di telinga, berkaitan dengan kenakalan di
kalangan pelajar, di antaranya adalah rambut yang tidak rapi, seragam yang
kotor tidak terawat, merokok, memakai anting dengan satu telinga, tawuran
yang seakan menjadi menu sehari-hari mereka. Dari pernyataan di atas dapat
dipahami bahwa terjadi pergeseran nilai-nilai secara drastis. Kalau dulu
gambaran orang mengenai pelajar salah satu sosok intelek, ramah, sopan dan
tanggung jawab maka sekarang sebaliknya.
Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Rosulullah SWT bersabda
3
‫ﻼﹶﻕﹺ‬‫ﻜﹶﺎﺭﹺﻡﹺ ﺍﹾﻻﹶﺧ‬‫ ﻣ‬‫ ِﻷُ ﲤﹶِﻢ‬‫ﺜﹾﺖ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺑ‬‫ﻤ‬‫ﻧ‬‫ﺍ‬
Sungguh akuh diutus menjadi Rosul tidak lain adalah untuk menyempurnakan
akhlak.
Pendidikan akhlak menekankan pada sikap yang menggambarkan
nilai-nilai kebaikan yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan anak didik
dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah Saw menganjurkan kepada umatnya
untuk memperhatikan budi pekerti anak dengan baik, karena akhlak ini
merupakan implikasi dan cerminan dari tauhid kepada Allah Swt.
Menurut Said Agil Husin menghadapi fenomena krisis akhlak, dunia
pendidikan sedang menghadapi ujian berat sekaligus tantangan karena
pendidikan merupakan faktor terpenting dalam menyiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas dan bermoral. Para pemikir pendidikan menyerukan
agar kecerdasan akal di ikuti dengan kecerdasan moral.1
Pendidikan adalah sebuah wadah untuk mendidik peserta didik agar
tumbuh dan berkembang kemampuannya (fitrah) yang dibawa sejak lahir.
Yang dimaksud dengan mendidik ialah seluruh kegiatan, tindakan dan sikap
yang dilakukan oleh pendidik sewaktu mengasuh peserta didik. Pendidik
adalah subjek yang mempunyai peran penting dalam pendidikan. Peserta didik
itu sendiri adalah pihak yang merupakan objek terpenting dalam pendidikan.
Sedangkan makna fitrah ialah suatu kemampuan dasar yang dimiliki oleh
setiap orang seperti halnya pembawaan.
Pendidikan sebagai suatu sistem terdiri atas berbagai komponen yang
masing-masing
saling
berkaitan
dan
berhubungan
untuk
mencapai
keberhasilan pendidikan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Dengan
demikian setiap komponen memiliki sifat tergantung sesamanya. Keselarasan
antar komponen ini akan menopang keberhasilan pencapaian tujuan
pendidikan, salah satu di antara komponen tersebut adalah alat pendidikan.
Menurut Jalaludin alat pendidikan adalah segala sesuatu yang bisa menunjang
1
H. Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi nilai-nilai Qur’ani, (Ciputat: PT Ciputat
Press, 2005), cet ke-2, h. 7-8
4
kelancaran pendidikan dan salah satu dari alat pendidikan tersebut adalah
pendidik.2
Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang
peranan penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan
masalah dunia pendidikan, figur guru mesti dilibatkan dalam agenda
pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di
sekolah. Hal itu tidak dapat disangkal, karena lembaga pendidikan formal
adalah dunia kehidupan guru.
Guru sebagai figur sentral dalam dunia pendidikan, khususnya dalam
proses belajar mengajar. Sehubungan dengan ini, setiap guru sangat di
harapkan memiliki karakteristik (ciri khas) kepribadian yang ideal sesuai
dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis.3
Guru memiliki peran ganda, yakni sebagai pengajar sekaligus sebagai
pendidik. Dalam rangka mengembangkan peran gandanya, maka Ahmad
Rohani dan A. Abu Ahmadi mengutip pendapatnya Zakiah Daradjat yang
menyarankan agar guru memiliki persyaratan kepribadian sebagai guru yaitu:
Suka bekerja keras, demokratis, penyayang, menghargai kepribadian
peserta didik, sabar,
memiliki pengetahuan,
ketrampilan dan
pengalaman yang bermacam-macam, perawakan menyenangkan dan
berkelakuan baik, adil dan tidak memihak, toleransi, mantap dan stabil,
ada perhatian terhadap persoalan peserta didik, lincah, mampu memuji,
perbuatan baik dan menghargai peserta didik, cukup dalam pengajaran,
mampu memimpin secara baik.4
Untuk tercapainya tujuan tersebut, maka guru memegang peranan
penting. Oleh sebab itu guru di sekolah tidak hanya sekedar mentransfer
sejumlah ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, tetapi lebih dari itu
2
Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002), cet. Ke-2, h. 110
Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan suatu pendekatan baru, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1996), h.221
4
Ahmad Rohani dan A.Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta,
1996), h.110
3
5
terutama dalam membina sikap dan keterampilan mereka. Untuk membina
sikap murid di sekolah, dari sekian banyak guru bidang studi, guru bidang
studi agamalah yang sangat menentukan, sebab pendidikan agama sangat
menentukan dalam hal pembinaan sikap siswa karena bidang studi agama
banyak membahas tentang pembinaan sikap, yaitu mengenai aqidah dan
akhlakul karimah.
Tugas guru tidak terbatas pada memberikan informasi kepada murid
namun tugas guru lebih komprehensif dari itu. Selain mengajar dan
membekali murid dengan pengetahuan, guru juga harus menyiapkan mereka
agar mandiri dan memberdayakan bakat murid di berbagai bidang,
mendisiplinkan moral mereka, membimbing hasrat dan menanamkan
kebajikan dalam jiwa mereka. Guru harus
menunjukkan semangat
persaudaraan kepada murid serta membimbing mereka pada jalan kebenaran
agar mereka tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama.
Faktor guru sangat mendukung dalam mendidik prilaku siswa. Hal ini
disebabkan karena guru merupakan suri tauladan bagi siswanya. Jika seorang
guru agama bertingkah laku dengan baik, maka siswanya akan mencontoh
prilaku tersebut. Akan tetapi sebaliknya, jika guru agama tidak memberikan
contoh yang baik, maka siswanya juga akan meniru kelakuan tersebut. Dalam
hal ini Zuhairini mengutip pendapat dari prof. Athiyah Al-abrossyi yang
menyatakan bahwa :
“Hubungan antara murid dengan guru seperti halnya bayangan dengan
tongkatnya. Bayangan tidak akan terlihat lurus apabila tongkat itu
berdiri bengkok yang artinya bagaimana murid akan menjadi baik,
apabila gurunya berkelakuan tidak baik. Dalam pepatah bahasa
Indonesia dikatakan bahwa guru kencing berdiri, murid kencing berlari
yang artinya murid akan mencontoh apa yang telah dilakukan oleh
gurunya”. 5
5
H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981), h. 35
6
Pengaruh negatif dari sekitar bisa jadi akan memperburuk pemahaman
siswa tentang akhlak, yang lingkungan semula sudah diajarkan dan dapat di
pahami oleh siswa bisa saja rusak atau berubah akibat pergaulan buruk yang
diterimanya. Walaupun orang tuanyalah yang berperan dalam pembinaan
akhlak anak-anak mereka. Akan tetapi keberadaan guru dan peran guru
cenderung dapat memberikan motifasi dalam menananmkan pemahaman
akhlak pada diri anak, sehingga pemahaman tersebut bukan hanya pemahaman
saja, tetapi dapat juga di amalkan. Oleh karena itu, peranan seorang guru,
khususnya guru agama Islam diupayakan untuk dapat membentuk siswa agar
memiliki kepribadian muslim serta berakhlak mulia.
Melihat latar belakang masalah di atas, maka penulis di sini
berpendapat bahwa seorang guru bukan hanya seorang pengajar saja tetapi
seorang guru sebagai pendidik yang dapat mengarahkan siswa-siswinya. Oleh
karena itu peranan guru sangat diperlukan dalam membentuk kepribadian
muslim yang berakhlak mulia. Hal ini mendorong penulis untuk melihat lebih
dalam apakah guru agama berperan dalam pembinaan akhlak siswa dengan
suatu penelitian yang berjudul “PERANAN GURU PAI SEBAGAI
PENDIDIK DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA DI SMA NEGERI 8
KABUPATEN TANGERANG”
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka timbul
permasalahan antara lain :
a. Buruknya akhlak siswa di sekolah seperti merokok di kelas
b. Tidak masuk sekolah pada jam pelajaran
c. Minimnya kesadaran siswa tentang pentingnya akhlak
d. Kurangnya pengetahuan siswa mengenai pentingnya akhlak
e. Kurangnya pengawasan dan perhatian dari guru
7
f. Problema peranan guru Agama Islam dalam membina akhlak siswa
g. Problema peranan orang tua dalam membina akhlak anak di rumah
h. Problema peranan masyarakat dalam membina akhlak anak didik di
lingkungan masyarakat
2. Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya permasalahan mengenai peranan guru sebagai
pendidik, maka penulis hanya akan membatasi permasalahan pada peranan
guru agama Islam sebagai pendidik dan pembina akhlak siswa.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, untuk memudahkan pelaksanaan
penelitian maka masalah yang akan diteliti secara operasional dapat
dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana peranan guru Agama Islam
sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa SMA Negeri 8 Kabupaten
Tangerang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui peran guru agama Islam sebagai pendidik dalam
membina akhlak siswa
b. Manfaatnya bagi instansi sekolah bisa dijadikan motivasi untuk
memperbaiki mutu maupun tekhnis, baik dari segi sarana, maupun
prasarana sekolah, sehingga kualitas kelulusannya bisa berwawasan iptek
dan imtaq.
D. Teknik Penulisan Skripsi
Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman
skripsi
yang
di
susun
oleh
FITK
UIN
Jakarta
tahun
2011
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Guru Sebagai Pendidik
1. Pengertian Guru Sebagai Pendidik
Guru, suatu profesi yang luar biasa mulia, profesi yang sangat
berperan dalam peningkatan sumber daya manusia dan kemajuan suatu
bangsa. Orang-orang yang sukses di bidangnya masing-masing tidak mungkin
bisa meraih keberhasilan
jika tanpa ada guru yang mengajar dan
mendidiknya. Melalui gurulah seorang anak mulai diperkenalkan pada huruf
dan angka dari tidak bisa membaca jadi bisa membaca dari tidak tahu
berhitung jadi bisa menjadi berhitung. Guru seorang yang mampu
menginspirasi dan memotivasi muridnya, sehingga mampu berbuat sesuatu
yang baik dengan kemampuannya sendiri. Di sinilah pentingnya Guru sebagai
sumber keteladanan dan kemampuan dalam menumbuhkan motivasi. Dengan
demikian peran seorang guru begitu penting dalam mendukung kemajuan
suatu bangsa.
Guru sebagai pendidik merupakan gerbang awal dalam membentuk
kepribadian siswa. Hal ini mengandung arti bahwa guru memberikan
pengaruh yang cukup bermakna bagi terwujudnya manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah subhanahu wa Ta’ala serta berakhlak mulia. Guru
merupakan orang yang di tangannya terletak masa depan bangsa.
8
9
Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang
mengajar. Sedangkan dalam bahasa Arab guru diartikan sebagai al-alim atau
al-mu’alim, yang artinya orang yang mengetahui. Selain itu ada pula ulama
yang menggunakan istilah al-mudarris yaitu orang-orang yang mengajar atau
orang-orang yang memberikan pelajaran.1
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan
masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat
tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid,
surau/musalla, di rumah dan sebagainya.2
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya
sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial
dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.3
Menurut Langeveld seperti yang dikutip oleh Alisuf Sabri, pendidik
adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan atau kedewasaan
seorang anak. Jadi sebenarnya seseorang disebut pendidik itu karena adanya
peranan dan tanggung jawabnya dalam mendidik seorang anak.4
Pendidik adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik.5 Yang dimaksud pendidik di sini adalah guru yang
mengajar sekaligus mendidik di sekolah.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru
sebagai pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan
ilmu pengetahuan kepada anak didik dan juga memberi bimbingan baik
1
Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru dengan Murid, (Study
Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet ke-1, h. 41
2
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), h. 31
3
Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), Cet.ke-2,
h.65
4
Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan , (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet.ke-1, h.8
5
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Bandung: PT Rosdakarya,
1994), Cet. ke-2, h.74
10
jasmani maupun rohani guna mencapai kedewasaan. Disamping itu juga guru
berkewajiban dalam pembentukan akhlak agar sejalan antara IPTEK dan
IMTAQ.
Guru sebagai pendidik berkewajiban atas semua perkembangan anak,
baik dalam pemikirannya maupun dalam perbuatannya. Meskipun demikian
bukan berarti guru adalah orang satu-satunya yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan (kedewasaan) anak, tetap saja pendidik pertama dan
utama adalah orang tua di rumah karena anak lebih banyak menghabiskan
waktunya dirumah.
Dari uraian yang telah ada, jelas bahwa pekerjaan guru itu memang
terasa berat, akan tetapi luhur dan mulia. Tugas guru tidak hanya mengajar,
melainkan juga mendidik. Maka, untuk melakukan tugas sebagai guru tidak
sembarang orang dapat menjalankannya. Dalam praktek sehari-hari orang
sering mencampur adukkan antara pengertian ”mengajar” dengan “mendidik”.
Kata tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat, walaupun keduanya
sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda.
Dalam mengajar yang dipentingkan adalah segi ilmiahnya, karena
mengajar mempunyai arti memberikan pengetahuan kepada anak, agar mereka
dapat mengetahui pristiwa-pristiwa, hukum-hukum ataupun proses dari pada
sesuatu ilmu pengetahuan itu sendiri. Sedangkan dalam mendidik yang lebih
dipentingkan adalah segi pembentukan kepribadian anak itu sendiri, karena
mendidik mempunyai arti menanamkan tabiat yang baik agar anak-anak
mempunyai sifat yang baik dan berkepribadian luhur.6 Dengan demikian jelas
bahwa mengajar dengan mendidik mempunyai hubungan yang sangat erat.
Selain itu pengajaran menurut Ahmad Tafsir ialah suatu kegiatan yang
menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan psikomotorik
semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak pengetahuannya, lebih cakap
berpikir kritis, sistematis, dan objektif, serta terampil dalam mengerjakan
6
H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama,…, h. 25
11
sesuatu, misalnya terampil menulis, membaca, lari cepat, loncat tinggi,
berenang, membuat pesawat radio dan sebagainya. 7
Dari uraian di atas jelas bahwa pendidikan dan pengajaran merupakan
dua kubu yang berbeda dari segi tujuan pencapaian hasil belajar. Pengajaran
lebih dititik beratkan pada aspek pengetahuan, sedangkan pendidikan pada
aspek pengamalan (sikap), namun keduanya sama-sama merupakan proses
belajar-mengajar.
Dalam hubungan ini Ibnu Muqaffa seperti yang dikutip oleh Zuhairini
menasihatkan bahwa barang siapa ingin menjadi imam yang tegak jiwanya
sebagai imam agama dalam masyarakat, hendaklah ia memulai lebih dahulu
mengajar dirinya dan mengamalkan dalam tingkah laku, atau pendapat dan
pembicaraannya. Mengajar dengan tingkah lakunya adalah lebih berhasil dari
pada mengajar dengan lisannya. Guru dan pendidik bagi dirinya lebih berhak
mendapat ketinggian dan keutamaan dari pada guru dan pendidik-pendidik
terhadap orang lain.8
Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa pendidikan yang terbaik
adalah pendidikan yang dimulai dari diri sendiri dan kemudian di ajarkan
kepada orang lain dengan tingkah laku yang sesuai dengan apa yang akan di
ajarkan.
2. Tugas-tugas Guru sebagai Pendidik
Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok Arsitektur
yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik.
Mengenai pengertian pendidik, didalamnya telah tersirat pula
mengenai tugas-tugas pendidik, tugas-tugas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Membimbing peserta didik
Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan,
bakat, minat dan lain sebagainya.
2. Menciptakan situasi untuk pendidikan
7
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995), Cet.1, h. 7
8
Hj. Nuruhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam,…, .h. 76
12
Yang dimaksud dengan situasi pendidikan yaitu suatu keadaan dimana
tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan dengan
hasil yang memuaskan.9
Sama dengan teori pendidikan Barat, tugas pendidik dalam pandangan
Islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh
potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif.
Potensi itu harus dikembangkan secara seimbang sampai ketingkat setinggi
mungkin, menurut ajaran Islam.10
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik,
hendaknya mereka tidak melakukan kedisiplinan terhadap anak didiknya seperti
mendisiplinkan hewan ternak, akan tetapi mereka haruslah memperlakukan para
peserta didiknya sebagai makhluk yang mudah dipengaruhi dan di bentuk
karakternya, sehingga nantinya mereka akan dihormati di kalangan masyarakat.
Dari sini akhirnya Islam menganjurkan agar yang menjadi seorang pendidik
bukan hanya dari kalangan manusia terpelajar, akan tetapi juga harus orang yang
arif dan bijaksana, serta orang saleh yang prilakunya dapat mempengaruhi pikiran
kaum muda.11
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hendaknya guru
itu dapat memperlakukan muridnya layaknya sebagai sahabat sehingga interaksi
diantara keduanya berjalan baik. Karena jika seorang siswa sudah merasa nyaman
dengan keberadaan seorang guru, maka ia akan dengan mudah menerima semua
nasihat yang diberikan oleh guru.
Dalam konteks masyarakat Islam pendidik haruslah orang yang dengan
sepenuh hati melaksanakan ajaran Islam, secara lahiriah dan batiniah. Dia pasti
orang yang berbudi luhur, orang saleh yang merasa bertanggung jawab untuk
mendidik murid-muridnya menjadi terutama muslim yang baik, yakni laki-laki
9
Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam…h.66
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,… h. 74
11
Syed Sajjad husain, syed ali ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam, (Jakarta anggota
IKAPI: Al-Mawardi Prima, 2000), cet.ke-1, h. 142
10
13
dan perempuan yang akan mempelajari nilai kaidah moral Islam, yang akan
berupaya untuk hidup sesuai etika qur’ani.12
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tugas guru adalah
sebagai pendidik dalam menanamkan berbagai aspek baik itu aspek kognitif,
psikomotorik dan afektif. Tugas guru itu sangat mulia bahkan mendapat peringkat
tertinggi dalam ajaran Islam, akan tetapi tidak semudah apa yang kita bayangkan
untuk mengemban tugas mulia itu, perlu adanya kesungguhan dengan sepenuh
hati dalam melaksanakannya.
3. Persyaratan Guru sebagai Pendidik
Menurut Athiyah Al-abrossyi yang di kutip oleh Nur Uhbiyati
mengemukakan pendapatnya tentang syarat-syarat bagi guru agama, ialah :
1. Guru agama harus zuhud, yakni ikhlas, dan bukan semata-mata
bersifat materialis
2. Bersih jasmani dan rohani, dalam berpakaian rapih dan bersih,
dalam akhlaknya juga baik
3. Bersifat pemaaf, sabar dan pandai menahan diri
4. Seorang guru harus terlebih dahulu merupakan seorang Bapak
sebelum ia menjadi seorang guru
5. Mengetahui tabiat dan tingkat berfikir anak
6. Menguasai bahan pelajaran yang diberikan13
Soejono
sebagaimana
yang
dikutip
oleh
Ahmad
Tafsir
mengatakan, bahwa syarat-syarat guru adalah:
1. Tentang umur, harus sudah dewasa.
2.
Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
3. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli
4. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.14
12
Syed Sajjad Husain, Syed Ali Ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam,………….h. 146
Zuhairini, dkk, Methodik Kusus Pendidikan Agama,…. h. 34
14
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), h.80
13
14
Dari pendapat pakar di atas dapat penulis pahami bahwa syarat
untuk menjadi guru harus sudah dewasa usianya, sehat jasmani artinya
seorang guru tidak boleh mempunyai penyakit, misalnya penyakit
menular, seorang guru juga memiliki kemampuan mengajar serta harus
berkesusilaan dan mempunyai dedikasi tinggi. Oleh karena itu seorang
guru harus bisa memenuhi syarat tersebut di atas.
Menurut Nur Uhbiyati bahwa syarat-syarat untuk menjadi guru
agama adalah:
1. Dia harus orang yang beragama
2. Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama
3. Dia tidak kalah dengan guru sekolah umum lainnya dalam
membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab
atas kesejahteraan bangsa dan tanah air
4. Dia harus memiliki perasaan panggilan murni.15
Jadi, syarat yang paling utama yang harus dimiliki oleh guru
Agama Islam adalah harus beragama Islam dan mengamalkan ajaran
Agama Islam dengan baik. Maksudnya, mengerjakan apa yang
diperintahkan oleh Allah SWT dan meninggalkan segala larangan-Nya
serta mengetahui hukum-hukum yang ada dalam Islam. Selain harus
beragama Islam, guru Agama Islam mesti bertanggung jawab terhadap
dirinya, keluarganya dan juga anak didiknya di sekolah serta
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan Agama Islam, dalam arti
kata guru Agama Islam mesti mengajar sambil berdakwah supaya
orang yang diajarkannya memiliki kesadaran dalam menjalankan
kewajibannya sebagai hamba Allah SWT dan membentuk anak
didiknya menjadi warga Negara yang demokratis. Selain itu, seorang
guru Agama Islam harus memiliki perasaan panggilan murni di dalam
hatinya untuk menyebarkan dan mengajarkan Agama Islam.
15
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam , (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h.74
15
Sedangkan
Zakiah
Daradjat
mengemukakan
bahwa
tidak
sembarangan orang dapat melakukan tugas guru. Tetapi orang tertentu
yang memenuhi persyaratan yang dipandang mampu, yaitu:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Berilmu.
3. Sehat jasmani.
4. Berkelakukan baik.16
Dari pendapat di atas dapat penulis pahami bahwa syarat untuk
menjadi guru agama adalah bertaqwa kepada Allah SWT kemudian
mempunyai ilmu pengetahuan. Karena seorang guru akan mentranfer ilmu
pengetahuan tersebut kepada anak didiknya. Sehat jasmani juga
merupakan salah satu syarat untuk menjadi seorang guru artinya guru tidak
boleh cacat fisiknya. Selain itu guru juga harus berkelakuan baik artinya
seorang guru harus memberikan contoh teladan bagi anak didiknya.
Menurut Ramayulis ada enam syarat yang harus dipenuhi oleh
seorang guru agama. antara lain sebagai berikut:
1. Syarat Fisik.
Seorang guru harus berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang
mungkin mengganggu pekerjaannya, dan tidak memiliki gejala-gejala
penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut
kerapian, kebersihan dan keindahan.
2. Syarat Psikis.
Seorang guru harus sehat rohaninya, tidak mengalami gangguan jiwa,
stabil emosinya, sabar, ramah,
mempunyai
jiwa pengabdian,
bertanggung jawab dan memiliki sifat-sifat positif lainnya.
3. Syarat Keagamaan
Seorang guru harus seorang yang beragama dan mengamalkan
agamanya. Di samping itu ia menjadi sumber norma dari segala norma
agama yang ada.
4. Syarat Teknis
16
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal 41-42
16
Seorang guru harus memiliki ijazah pendidikan guru, seperti ijazah
Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Tarbiyah atau ijazah keguruan
lainnya. Ijazah tersebut harus disesuaikan dengan tingkatan lembaga
pendidikan tempat ia mengajar.
5. Syarat Paedagogis
Seorang guru harus menguasai metode mengajar, menguasai materi
yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan
ilmu yang ia ajarkan. Ia juga harus mengetahui psikologi, terutama
psikologi anak dan psikologi pendidikan agar ia dapat menempatkan
diri dalam kehidupan anak dan memberikan bimbingan sesuai dengan
perkembangan anak.
6. Syarat Administratif
Seorang guru harus diangkat oleh pemerintah yayasan atau lembaga
lain yang berwenang mengangkat guru, sehingga ia diberi tugas untuk
mendidik dan mengajar.17
Dari pendapat di atas, dapat penulis pahami bahwa selain harus
sehat jasmani dan rohani, guru juga harus memiliki ijazah keguruan dan
harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan
dan harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan psikologi
pendidikan supaya bisa memberikan pelajaran dan bimbingan sesuai
dengan perkembangan peserta didik.
Jadi, untuk menjadi seorang guru agama Islam itu tidaklah mudah,
berbagai syarat yang harus dipenuhi supaya proses pembelajaran dapat
terlaksana dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Apabila seorang guru agama Islam tidak memenuhi persyaratan tersebut
maka tujuan yang ditetapkan tidak akan tercapai dengan baik.
Itulah syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru agama, agar
berhasil dalam tugasnya. Yang terpenting di antaranya ialah hendaknya
17
Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Padang: The Minangkabau Foundation press,
2004), h. 41
17
guru agama dapat menjadi contoh tauladan dalam segala tingkah lakunya,
dan dalam segala keadaannya.
Setiap guru akan mempunyai pengaruh terhadap anak-didik.
Pengaruh tersebut ada yang terjadi melalui pendidikan dan pengajaran
yang dilakukan dengan sengaja dan ada pula yang terjadi secara tidak
sengaja, bahkan tidak disadari oleh guru, melalui sikap, gaya, dan macammacam penampilan kepribadian guru. Bahkan dapat dikatakan bahwa
kepribadian guru akan lebih besar pengaruhnya dari pada kepandaian dan
ilmunya. Terutama bagi anak didik yang masih dalam masa pertumbuhan.
4. Peranan Guru Agama Islam
Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu, peranan guru tidak bisa digantikan oleh siapapun, karena guru
merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses
pembelajaran. Tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik.
Sebagai pengajar guru merupakan perantara aktif (medium) antara peserta
didik dengan ilmu pengetahuan.18
Sebagai pendidik, guru harus menempatkan dirinya sebagai pengarah dan
pembina pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik ke arah titik
maksimal yang dapat mereka capai. Sasaran tugas guru sebagai pendidik tidak
hanya terbatas pada pencerdasan otak (intelegensi) saja, melainkan juga
berusaha membentuk seluruh pribadi peserta didik menjadi manusia dewasa
yang
berkemampuan
untuk
menguasai
ilmu
pengetahuan
dan
pengembangannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia. Kemampuan
tersebut berkembang menurut sistem nilai-nilai yang dijiwai oleh normanorma agama serta perikemanusiaan.19 Dengan demikian kegiatan mendidik
lebih luas dari areal kegiatan mengajar. Walaupun begitu tujuannya adalah
tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional.
18
Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar (Penerapan dalam Pendidikan Agama),
(Surabaya: Citra Media, 1996), h. 54
19
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h.
118
18
Adanya pandangan di atas menuntut suatu konsekuensi kepada guru untuk
meningkatkan peranannya dalam proses pembelajaran. Peranan guru ini akan
senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam
berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan staf
yang lain.
Adapun peranan guru dalam proses pembelajaran mengandung banyak hal
yaitu:
1. Korektor
2. Inspirator
3. Informator
4. Organisator
5. Motivator
6. Inisiator
7. Fasilitator
8. Pembimbing
9. Demonstrator
10. Pengelola kelas
11. Mediator
12. Supervisor
13. Evaluator.20
Dari peranan di atas terlihat bahwa motivasi merupakan salah satu peranan
yang harus dimiliki oleh seorang guru (pendidik). Karena motivasi adalah salah
satu faktor yang turut menentukan kefektifan pembelajaran. Karena motivasi
adalah ”suatu proses atau pendorong untuk menggiatkan motif-motif menjadi
perbuatan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan”.21
20
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), h. 43-48
21
Moch. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung: Remaja Rosdakarya,
1990), h. 15
19
Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki
motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan
baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini guru dituntut
memiliki kemampuan membangkitkan motivasi peserta didik, sehingga dapat
mencapai tujuan belajar. Dalam hal ini peranan guru dalam memotivasi peserta
didik belajar menurut Nana Saodih Sukmadinata sebagaimana dikutip oleh
Nursyamsi antara lain adalah:
1. Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan.
2. Memiliki bahan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan peserta didik.
3. Memilih cara penyajian yang bervariasi.
4. Memberikan sasaran dan kegiatan yang jelas.
5. Memberikan kesempatan kepada peseta didik untuk sukses.
6. Berikan kemudahan dan bantuan dalam belajar.
7. Berikan pujian, ganjaran atau hadiah.
8. Penghargaan terhadap pribadi anak.22
Oleh karena itu seorang guru harus dapat membangkitkan motivasi peserta
didik diantaranya adalah menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam pelajaran
yang akan dilaksanakan. Menggunakan metode yang bervariasi juga dapat
membangkitkan motivasi karena siswa tidak merasa bosan dalam belajar. Adapun
dalam rangka upaya memotivasi belajar peserta didik ada beberapa prinsip yang
dapat diterapkan oleh guru, diantaranya:
1. Peserta didik akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik
dan berguna bagi dirinya.
2. Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada
peserta didik sehingga mereka mengetahui tujuan belajar. Peserta didik juga
dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut.
3. Peserta didik harus selalu diberi tahu tentang hasil belajarnya.
22
Nursyamsi, Psikologi Pendidikan, (Padang: Baitul Hikmah Press, 2003), h. 121-122
20
4. Pemberian pujian dan hadiah lebih baik dari pada hukuman, namun sewaktuwaktu hukuman juga diperlukan.
5. Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu peserta didik.
6. Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual peserta didik, misalnya
perbedaan kemampuan, latar belakang, dan sikap terhadap sekolah atau subjek
tertentu.
7. Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan jalan
memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa
guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa
sehingga setiap peserta didik pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan,
serta mengarahkan pengalaman belajar ke arah keberhasilan, sehingga
mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.23
Berdasarkan kutipan di atas hendaknya guru harus dapat menerapkan prinsipprinsip di atas agar peseta didik giat belajar dan merasa tertarik terhadap apa yang
disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, seorang guru harus berusaha agar topik
yang dipelajari menarik bagi peserta didik. Seorang guru harus bisa membedakan
kemampuan anatara peserta didik, karena kemampuan setiap peserta didik tidak
sama.
Lebih lanjut H. M. Arifin menjelaskan bahwa prinsip-prinsip metodologis
yang dijadikan landasan psikologis yang memperlancar proses pendidikan Islam
yang sejalan dengan ajaran Islam adalah:
1. Prinsip memberikan suasana kegembiraan.
2. Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut.
3. Prinsip kebermaknaan bagi peserta didik.
4. Prinsip pra syarat.
5. Prinsip komunikasi terbuka.
6. Prinsip pemberian pengetahuan yang baru.
7. Prinsip memberikan model prilaku yang baik.
23
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Konsep, Karakteristik dan
Implementasi), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 114-115
21
8. Prinsip praktek (pengalaman) secara aktif.
9. Prinsip-prinsip lainnya: Prinsip kasih sayang dan prinsip bimbingan dan
penyuluhan terhadap peserta didik. 24
Dengan demikian seorang guru harus memperhatikan prinsip-prinsip di atas,
karena dengan adanya prinsip tersebut guru dapat menerapkannya dalam proses
pembelajaran. Sehingga dengan menerapkan prinsip tersebut maka akan dapat
membantu guru memperlancar proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
yang diinginkan.
Menurut Decce dan Grawford ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang
berhubungan dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar peseta
didik, yaitu:
1. Menggairahkan peserta didik
Dalam kegiatan pembelajaran guru harus berusaha menghindari hal-hal
yang monoton dan membosankan. Guru harus memelihara minat peserta
didik dalam belajar yaitu dengan memberikan kebebasan tertentu bagi
peserta didik menurut cara dan kemampuannya sendiri. Untuk dapat
meningkatkan kegairahan peserta didik, guru harus mempunyai
pengetahuan yang cukup mengenai keadaan awal setiap peserta didiknya.
2. Memberikan harapan realistis
Guru perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan
atau kegagalan akademis setiap peserta didik di masa lalu. Dengan
demikian guru dapat membedakan antara harapan-harapan yang realistis,
pesimis atau terlalu optimis. Apabila peserta didik telah banyak
mengalami kegagalan, maka guru harus memberikan sebanyak mungkin
keberhasilan peserta didik harapan yang diberikan tentu saja terjangkau
dan dengan pertimbangan yang matang. Harapan yang tidak realistis
adalah kebohongan dan itu yang tidak disenangi peserta didik.
3. Memberikan insentif
24
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 199-209
22
Apabila peserta didik mengalami keberhasilan, guru diharapkan
memberikan hadiah bisa berupa pujian, angka yang baik dan sebagainya
atas keberhasilannya, sehingga peserta didik terdorong untuk melakukan
usaha lebih lanjut untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
4. Mengarahkan prilaku peserta didik
Mengarahkan prilaku peserta didik adalah tugas guru. Di sini kepada guru
dituntut untuk memberikan respon terhadap peserta didik yang tidak
terlibat langsung dalam kegiatan belajar di kelas. Peserta didik yang diam
yang membuat keributan dam sebagainya harus diberikan teguran secara
bijaksana. Cara mengarahkan perilaku peserta didik dapat berupa
penugasan, bergerak mendekati, memberi hukuman yang mendidik,
menegur dengan sikap lemah lembut dan dengan perkataan yang ramah
dan baik.25
Demikian upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa, namun motivasi merupakan karakteristik internal individu yang
tidak dapat diajarkan sebagai suatu konsep atau suatu keterampilan. Untuk itu
ada resep umum untuk meningkatkan motivasi belajar, karena terlalu banyak
keragaman dan karakteristik siswa. Suatu hal yang harus diupayakan secara
maksimal oleh guru adalah menjadikan kegiatan belajar sebagai suatu yang
menarik dan menghibur dalam pandangan peserta didik, di samping memuat
manfaat dan nilai pengetahuan.
4. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama Islam
Kemuliaan dan ketinggian derajat guru yang diberikan oleh Allah SWT
disebabkan mereka mengajarkan ilmu kepada orang lain. Secara umum dapat
dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan olah guru
adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah
Islamiyah yang juga bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Dalam
Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104 Allah SWT berfirman:
25
Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., h. 135
23
ِ‫وَﻟْﺘَﻜُﻦْ ﻣِّﻨْﻜُﻢْ أُﻣﱠﺔٌ ﯾَﺪْﻋُﻮْنَ إِﻟَﻰ اْﻟﺨَﯿْﺮِ وَﯾَﺄْﻣُﺮُوْنَ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوْفِ وَﯾَﻨْﮭَﻮْنَ ﻋَﻦ‬
.َ‫اْﻟﻤُﻔْﻠِﺤُﻮْن‬
ْ‫ وَأُوْﻟَﺌِﻚَ ھُﻢ‬,ِ‫اْﻟﻤُﻨْﻜَﺮ‬
Artinya: ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.26
Profesi seorang guru juga dapat dikatakan sebagai penolong orang lain,
karena penyampaian hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran Islam agar orang lain
dapat melaksanakan ajaran Islam. Dengan demikian akan tertolong-tolonglah
orang lain dalam memahami ajaran Islam. Hal yang sama sebagaimana
diungkapkan oleh Ahmad Mustafa Al-maraghi bahwa orang yang diajak bicara
dalam hal ini adalah umat yang mengajak kepada kebaikan, yang mempunyai dua
tugas yaitu menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat yang mungkar.27
Sedangkan menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah
diterangkan bahwa Allah memerintahkan orang yang beriman untuk menempuh
jalan yang luas dan lurus serta mengajak orang lain menempuh jalan kebaikan dan
makruf.28
Berdasarkan penjelasan ayat dan tafsir di atas dapat dipahami bahwa
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya guru berkewajiban membantu
perkembangan anak menuju dewasa yang sesuai
tujuan yang agamis yaitu
membentuk agar manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha
Esa.
26
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,............ h. 115
27
Ahmad Al-Musthafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Juz IV, Terj. Bahrun
Abu Bakar, (Semarang: Toha Putra, 1993), h. 36
28
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera
Ilahi, 2006), h. 173
24
Dengan demikian bahwa tugas dan tanggung jawab guru, terutama guru
agama Islam adalah menyampaikan ajaran Allah dan Sunnah rasul. sesuai dengan
sabda Rasulullah yang berbunyi:
(‫ﺎﺭﹺﻯ‬‫ﺨ‬‫ ﺍﻟﺒ‬‫ﺍﻩ‬‫ﻭ‬‫ )ﺭ‬،‫ﺔﹰ‬‫ ﺍﹶﻳ‬‫ﻟﹶﻮ‬‫ﲎﹺّ ﻭ‬‫ﺍ ﻋ‬‫ﻮ‬‫ﻠﹶﻐ‬‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺑ‬‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﻠﻰ‬‫ ﺻ‬‫ﺒﹺﻲ‬‫ﺍﻟﻨ‬
Artinya: Nabi bersabda: Sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu
ayat”.(HR. Bukhari).29
Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tugas dan tanggung
jawab yang harus dilaksanakan oleh orang yang mengetahui termasuk pendidik
atau guru adalah menyampaikan apa yang diketahuinya (ilmu) kepada orang yang
tidak mengetahui. Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang
harus dilaksanakan oleh guru terutama guru agama Islam, M. Athiyah Al-abrosyyi
yang mengutip pendapat Imam Ghazali mengemukakan bahwa:
1. Seorang guru harus memiliki rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya
dan memperlakukan mereka seperti terhadap anaknya sendiri.
2. Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi
dengan mengajar
itu bermaksud mencari keridhaan Allah dan
mendekatkan diri kepadanya.
3. Memberikan nasehat kepada anak murid pada setiap kesempatan.
4. Mencegah murid dari suatu akhlak yang tidak baik.
5. Memperhatikan tingkat akal pikiran dan berbicara dengan mereka
menurut kadar akalnya.
6. Jangan menimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang
ilmu yang lain.
7. Memberikan pelajaran yang jelas dan pantas sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki oleh anak.
29
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim (Al-Bukhari), Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Darul
Al-Fikr, 1981), Juz 12, h. 174
25
8. Seorang guru harus mengamalkan ilmu-ilmu yang dimilikinya dan jangan
berlainan antara perkataan dan perbuatan.30
Tugas dan tanggung jawab guru sebagaimana yang dikemukakan di
atas menunjukkan tugas dan tanggung jawab yang mesti dilaksanakan ketika
seorang guru melaksanakan proses pembelajaran. Dengan kata lain, ketika
berlangsungnya interaksi belajar mengajar terdapat tugas tersendiri yang
mesti dilaksanakan oleh guru di luar materi pelajaran, sebagaimana tugas dan
tanggung jawab di atas.
Menurut Henry Noer Ali tugas guru agama Islam adalah:
1. Tugas pensucian, guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan
jiwa peserta didik agar dapat mendekatan diri kepada Allah,
menjauhkan dari keburukan dan menjaga agar tetap berada pada
fitrahnya.
2. Tugas pengajaran,
pengetahuan
dan
guru
hendaknya
pengalaman
kepada
menyampaikan
peserta
didik
berbagai
untuk
diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.31
Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa Guru
merupakan orang yang mempunyai peranan penting dalam membina
kepribadiaan siswa. Guru tidak sekedar menuangkan ilmu ke dalam otak
anak didik. Sementara jiwa dan wataknya tidak dibina. Memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik adalah suatu perbuatan mudah, tetapi
untuk membentuk jiwa dan watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak
didik yang dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak dan potensi
yang perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai dengan
ideologi, falsafah dan apalagi agama. Menjadi tanggung jawab guru untuk
memberikan sejumlah norma itu kepada anak didik agar tahu mana
perbuatan yang susila dsan asusila, mana perbuatan moral dan amoral.
Semua norma itu tidak mesti guru berikan ketika ada di kelas, di luar kelas
30
M. Athiyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,Terj. Bustami A. Gani,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 143-144
31
Henry Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu 1998), Cet. ke42, h. 95-96.
26
pun sebaiknya guru harus mencontohkan melalui sikap, tingkah laku, dan
perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan,
tetapi dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan. Secara umum tanggung
jawab guru Agama meliputi tiga hal:
1. Tanggung jawab dalam upaya pengembangan kurikulum
2. Tanggung jawab mengembangkan profesi
3. Tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat.32
Tanggung
jawab
dalam
upaya
pengembangan
kurikulum
mengandung arti guru selalu dituntut untuk mencari gagasan baru atau ideide baru, menyempurnakan praktek pendidikan khususnya dalam bidang
pengajaran.Tanggung jawab dalam pengembangan profesi pada dasarnya
adalah
panggilan
untuk
mencintai,
menghargai,
menjaga
dan
meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya dan tugas dan
tanggung jawabnya tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Sebagian tugas
dan tanggung jawab profesi guru harus dapat membina hubungan baik
dengan masyarakat dalam meningkatkan pendidikan.
Tugas guru agama Islam itu mencakup tiga hal, selain mengajar
dan mendidik ia juga bertugas sebagai pemimpin yang akan memimpin
dirinya dan orang lain. Hal ini senada dengan pendapat Paul Suparno, ia
mengatakan bahwa: Tugas guru agama Islam itu adalah mendidik dan
mengajar. Mendidik artinya mendorong dan membimbing peserta didik
agar maju menuju kedewasaan secara utuh yang mencakup kedewasaan
intelektual, emosional, sosial, fisik, spiritual, dan moral. Sedangkan
mengajar adalah membantu dan melatih peserta didik agar mau belajar
untuk mengetahui sesuatu dan mengembangkan pengetahuan.33 Dengan
demikian, Tugas guru agama Islam itu mencakup tiga hal, selain mengajar
dan mendidik ia juga bertugas sebagai pemimpin yang akan memimpin
dirinya dan orang lain. Samsul Nizar juga mengungkapkan bahwa
32
Piet A. Suhertian dan Alaida Suhertian, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Inservice
Education, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet. ke-1, h. 38
33
Paul Suparno, Guru Demokrasi di Era Reformasi, (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 26
27
mendidik merupakan rangkaian mengajar, memberi dorongan, memuji,
menghukum, memberi contoh, membiasakan.34 Jadi, tugas pendidik bukan
hanya sekedar mengajar, di samping itu juga bertugas sebagai motivator
dan fasilitator dalam proses pembelajaran, sehingga seluruh potensi
peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.
Dari jabaran di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tugas guru
dalam pendidikan agama Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau
kesanggupan peserta didik.
Tugas seorang guru juga harus dapat menciptakan situasi yang kondusif
bagi berlangsungnya proses pendidikan, menambah dan mengembangkan ilmu
yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik, dan membentuk
peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia.
5. Posisi Guru Sebagai Pendidik Menurut Ajaran Islam
Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki arti dan peranan yang sangat
penting, hal ini disebabkan ia memiliki tanggung jawab dan menentukan arah
pendidikan. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orangorang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik.
Allah Swt.
berfirman dalam surat az-zumar: 9,
Al-hasyr: 20
An-naml: 43
Rasulullah bersabda:
Artinya: “Dari Isma’il bin Jabir dari Imam Ja’far as, beliau berkata, “para
ulama adalah pengemban amanata, orang-orang yang bertakwa adalah benteng
dan para washi adalah pemimpin.”
Dan dalam riwayat yang lain, “para ulama adalah mercusuar, orang-orang yang
bertakwa adalah benteng dan para washi adalah pemeimpin.”
34
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoritis dan Praktis, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002, h. 72
28
Artinya: “dari Imam Baqir, as, beliau berkata, “seorang alim yang memberi
manfaat dengan ilmunya itu lebih mulia dari tujuh puluh ribu ahli ibadah.”35
Menurut Imam Ghazali seperti yang di kutip oleh Hj. Nur Uhbiyati,
mengatakan bahwa agar pendidik berhasil melaksanakan tugasnya maka pendidik
harus memiliki adab yang baik. Hal ini disebabkan anak didik itu akan selalu
melihat kepadanya sebagai contoh yang harus selalu diikutinya36
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa posisi guru sebagai
pendidik menurut ajaran Islam sangatlah di agungkan bahkan mendapat posisi
yang utama sejalan dengan firman Allah yang di atas bahwa orang yang
mempunyai ilmu akan ditinggikan derajatnya. Bahkan guru merupakan contoh
teladan bagi para siswanya.
a. Pengertian Pendidikan Islam
Secara bahasa, dalam bahasa Indonesia, kata ’pendidikan’ berasal dari kata
’didik’. Kata didik dan mendidik berarti adalah memelihara dan memberi latihan
(ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.37
Sedangkan secara istilah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan.38
Sementara itu, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah ”Usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”.39
35
Ali Umar, Sabda Ilmu, (Jakarta: Al-Huda, 2006), Cet. ke-1, h.47-49
Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan Islam…, h. 84
37
Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke. 1, h. 204
38
Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pengembangan Bahasa ..., h. 204
39
Undang-undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004,
(Jakarta: CV. Taminta Utama, 2004), h. 4
36
29
Beberapa ahli pendidikan mendefinisikan pendidikan, sebagai berikut:
1) Menurut M. Arifin bahwa “Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara
sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadiannya serta
kemampuan dasar anak didik, baik dalam pendidikan formal maupun non
formal.”40
2) Chalidjah
Hasan
bahwa
“
Pendidikan
adalah
usaha
sistematis
membimbing anak manusia yang berlandaskan pada proses induvidualisasi
dan sosialisasi.41
3) Alisub Sabri bahwa ” Pendidikan itu adalah usaha sadar dari orang dewasa
untuk membantu atau membimbing pertumbuhan dan perkembangan
anak/peserta didik secara teratur dan sistematis ke arah kedewasaan.42
Berdasarkan pengertian pendidikan yang dikemukakan para ahli di
atas, dapat disimpulkan pendidikan berarti usaha yang dilakukan untuk
menanamkan
nilai
dan
norma
yang
ada
dalam
masyarakat
serta
mewariskannya kepada generasi setelahnya untuk dikembangkan dalam
kehidupan yang merupakan suatu proses pendidikan untuk melestarikan
hidupnya.
Sedangkan kata ”Islam” berasal dari bahasa Arab, yang menurut segi
etimologi mempunyai beberapa pengertian, yaitu, keselamatan, perdamaian,
dan penyerahan diri kepada Tuhan.43 Sedangkan Islam dalam pengertian yang
lebih luas adalah agama yang identik dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW yang termaktub dalam Al-Quran dan yang dalam
pelaksanaannya dicontohkan oleh Nabi Muhammad selama hidupnya.44
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai definisi Islam, di bawah ini
akan penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli diantaranya pendapat
40
M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan
Keluarga; Sebagai Pola Pengembangan Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Cet. ke. 4, h.
14
41
Chalidjah Hasan, Kajian Pendidikan Perbandingan, ( Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), Cet.
ke-1, h. 15
42
Alisub Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. 1,
h. 7
43
Masjfuk, Zuhdi, Studi Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1993), Cet. ke 2, h. 3
44
Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), cet. Ke.
10, h. 12
30
Drs. Salahudin Sanusi yang dikutip oleh H. Endang Syaifudin dalam buku
kuliah Al-Islam mengatakan “Islam adalah bersih dan selamat dari kecacatan
lahir dan batin selain itu Islam berarti perdamaian dan keamanan serta
menyerahkan diri, tunduk, dan taat.”45
Sementara itu Mahmud Syaltut yang masih dikutip oleh H. Endang
Syaifuddin mengemukakan “Islam adalah agama Allah yang diperintahkannya
untuk mengajarkannya tentang pokok-pokok serta peraturannya kepada Nabi
Muhammad SAW dan menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut
kepada seluruh manusia mengajak mereka untuk memeluknya”.46
Dari pendapat-pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
Islam adalah agama Allah yang diturunkan oleh umat manusia melalui Nabi
Muhammad SAW untuk dijadikan pedoman bagi manusia untuk mendapatkan
kehidupan yang damai, tentram, dan aman di dunia, dan mendapatkan
kebahagiaan yang abadi di akhirat kelak.
Istilah pendidikan Islam dapat dipahami dari tiga sudut pandang.
Pertama, Pendidikan Agama Islam. Kedua, Pendidikan dalam Islam. Ketiga,
Pendidikan Menurut Islam. Pendidikan Agama Islam menunjukkan kepada
proses operasional dalam usaha pendidikan ajaran-ajaran agama Islam.
Sedangkan Pendidikan dalam Islam bersifat sosio-historis. Selanjutnya
Pendidikan menurut Islam bersifat normatif.47
Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah
”Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam
menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam”.48
Nur Uhbiyati yang menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah “suatu
sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
45
Ending Syaifuddin Ansyari, Kuliah Al-Islam ( Jakarta : CV Rajawali Pers, 1992), Cet.
ke.3, h. 68
46
Ending Syaifuddin Ansyari, Kuliah Al-Islam h. 70
Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam., (Bandung: Angkasa, 2003), h. 58-59
48
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam., ( Bandung: Al-Ma’arif,
1980), Cet. Ke 4, h. 23
47
31
dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam mempedomani seluruh
aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi”.49
Menurut Al-abrasy yang dikutip oleh Ramayulis, Pendidikan Islam
adalah “Mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia,
mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya),
teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur
katanya baik dengan lisan atau tulisan”.50
Sedangkan Menurut Chalidjah Hasan Pendidikan Islam adalah:
Proses dan aktivitas yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan
yang dikehendaki dalam diri seseorang. Ia juga merupakan proses menjaga
dan memelihara sifat-sifat semula dari keadaan serta memupuk bakat dan
kebolehan yang ada pada diri mereka dengan dorongan secara berangsurangsur agar kemampuan itu dapat berkembang dengan baik serta sesuai
dengan tahap-tahap kematangan yang dilaluinya.51
Dari uraian-uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan secara garis
besar, bahwa Pendidikan Islam ialah sebuah proses yang diarahkan kepada
pembentukan kepribadian anak dan sempurna budi pekertinya, baik dalam
bimbingan jasmani dan rohani yang sesuai dengan ajaran Agama Islam dan aspek
kehidupan, agar menjadi manusia yang senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT
dan menjadi penganut-penganut Islam yang sejati yang berpedomankan hukum
dan ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan terjabarkan dalam
sunnah Rasul dan bermula sejak Nabi Muhammad SAW menyampaikan ajaran
tersebut kepada umatnya.
b. Dasar-dasar Pendidikan Islam
Dasar atau pundamen dari suatu bangunan adalah bahagian dari bangunan
yang menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya bangunan itu.
Pada suatu pohon dasar atau pundamennya adalah akarnya. Fungsinya yaitu
mengkokohkan berdirinya pohon itu.
49
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), cet. Ke-2,
50
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), cet. Ke 3, h. 3
Chalidjah Hasan, Kajian Pendidikan…, h. 190
h. 13
51
32
Menurut zuhairini dkk, yang dimaksud dengan dasar pendidikan Islam
adalah “Dasar-dasar yang bersumber dari ajaran Islam yang tertera dalam AlQur’an dan hadits. Menurut ajaran Agama Islam, bahwa pelaksanaan pendidikan
Agama Islam merupakan perintah dari Allah dan merupakan Ibadah
kepadanya”.52
Sama halnya dengan pendapat Ahmad D. Marimba secara singkat dan
tegas beliau mengatakan bahwa: Dasar pendidikan Islam adalah Firman Tuhan
dan Sunnah Rasullullah SAW. Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dalam Islam.
Kebenarannya tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan Sunnah Rasullullah adalah
prilaku, ajaran-ajaran dan perkenan-perkenan Rasullullah sebagai pelaksaan
hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an. Inipun tidak dapat diragukan
lagi.53
Begitu juga menurut pendapat Ramayulis, bahwa, dasar ideal pendidikan
Islam adalah “identik dengan dasar ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal
dari sumber yang sama yaitu, Al-Qur’an dn Hadits. Kemudian dari dasar
keduanya dikembangakan dalam pemahaman Ulama”.54
Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 2 yaitu;
         
Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa (QS.Al-Baqarah 2: 2)55
Dan Nabi besar Muhammad SAW pernah bersabda: “saya
meninggalkan kepadamu sekalian dua barang yang berharga; selama umatumatku berpedoman kepadanya umat-umatku tidak akan tersesat, yaitu
pertama Kitab Allah dan kedua Sunnahku”
Untuk memperkuat kedudukan hadits sebagai sumber inspirasi ilmu
pengetahuan, dapat dilihat dari firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 80, yaitu:
52
Zuhairini, Metodik Khusus Islam., (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), Cet. Ke 8, h. 23
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan…., h. 41
54
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 54
55
Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 8
53
33
      
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati
Allah.(Q.S. An-Nisa: 80)56
Dari Ayat di atas, dapat dilihat dengan jelas, bahwa kedudukan hadits
Nabi merupakan dasar utama yang dapat dipergunakan sebagai acuan bagi
pelaksanaan pendidikan Islam. Lewat contoh dan peraturan-peraturan yang
diberikan Nabi, merupakan suatu bentuk pelaksanaan pendidikan Islam yang
dapat ditiru dan dijadikan referensi teoritis maupun praktis.57
Bila penjelasan di atas dicermati lebih lanjut, maka akan dapat terlihat
dengan jelas, bahwa eksistensi sumber dasar pendidikan Islam, baik Al-Qur’an
maupun Hadits Rasulullah, merupakan mata rantai yang saling berkaitan
antara satu dengan yang lainnya secara integral. Dengan dua dasar pedoman
pendidikan Islam ini maka, keteguhan berdirinya pendidikan Islam tidak dapat
digoyahkan dengan apapun juga.
Sedangkan menurut H. Abuddin Nata, dasar pendidikan Islam adalah
“Berdasarkan konsepsi ajaran tauhid. Dengan dasar ini maka orientasi
pendidikan Islam diarahkan pada upaya mensucikan diri dan memberi
penerangan jiwa, sehingga tiap diri manusia mampu meningkatkan dirinya
dari tingkatan iman ketingkat ikhlas yang melandasi seluruh bentuk kerja
kemanusiaannya (amal shaleh)”.58
Pendidikan merupakan bagaian dari upaya untuk membantu manusia
memperoleh kehidupan yang bermakna hingga diperoleh suatu kebahagian
hidup. Dengan demikian, pendidikan dilaksanakan secara teratur dan tertuju
secara sadar, dengan suatu dasar yang kokoh dan kuat, yaitu berpedoman
kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
56
Departemen Agama RI, Al-Qur’an…h. 132
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam., (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2001), h. 98
58
Abuddin Nata, Kapita Selekta …, h. 229
57
34
c. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam
1) Tujuan Pendidikan Islam
Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Apakah
kegiatan tersebut dalam proyek besar maupun kecil. Tujuan harus
dirancangkan agar sebuah rencana atau kegiatan dapat berjalan secara
terarah dan menghasilkan sesuatu.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam, terlihat sangat
besar dalam membangun peradaban manusia. Artinya, peradaban dan
kebudayaan manusia tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Agar
peradaban bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diinginkan,
maka dalam konsep pendidikan harus didasari oleh nilai-nilai, cita- cita,
dan falsafah yang berlaku disuatu masyarakat atau bangsa.
Secara umum tujuan pendidikan ialah kematangan dan integritas
pribadi, yaitu selalu mampu beradaptasi terhadap segala perubahanperubahan kondisi lingkungan hidupnya.59
Pada dasarnya tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan Islam
tidak terlepas dari eksistensi manusia hidup di dunia ini, yaitu dalam
rangka beribadah kepada Allah selaku Pencipta sekalian makhluknya.
Dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariyaat ayat 56 Allah berfirman:
     
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi (menyembah) kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyaat 51: 56)60
Menurut Omar Al-Toumy Al-syaibani yang dikutip oleh H.
Jalaluddin, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah:
Untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga tercapai
tingkat akhlak al-karimah. Tujuan ini sama dan sebangun dengan
59
Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan
Pancasila., (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), h. 144
60
Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 862
35
tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulan, yaitu “ membimbing
manusia agar berakhlak mulia” kemudian akhlak mulia dimaksud,
diharapkan tercermin dari sikap dan tingkah laku individu dalam
hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan
sesama makhluk Allah, serta lingkungannya. 61
Dalam versi yang lain, Ibn Khaldun yang dikutip oleh Samsul
Nizar menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah:
Berupaya
bagi
pembentukan
aqidah/keimanan
yang
mendalam. Menumbuhkan dasar-dasar akhlak karimah melalui
jalan agamis yang diturunkan untuk mendidik jiwa manusia serta
menegakkan akhlak yang akan membangkitkan kepada perbuatan
yang terpuji. Upaya
ini sebagai perwujudan penyerahan diri
kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan
pada umumnya.62
Tujuan akhir pendidikan Islam itu adalah dengan perwujudan
ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas,
maupun seluruh umat manusia.63
Sedangkan menurut Syed. Mohammad Al-Naquib, tujuan pendidikan
Agama Islam ialah “menanamkan kebaikan dalam diri manusia sebagai
manusia dan sebagai diri individual. Tujuan akhirnya adalah menghasilkan
manusia yang baik dan bukan seperti dalam peradaban Barat”.64
Dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah perubahan yang diingini yang diusahakan oleh proses
pendidikan, baik tingkah laku individu maupun kehidupan masyarakat.
Jelaslah bahwa sesungguhnya tujuan pendidikan Islam identik dengan
tujuan hidup seseorang muslim, yaitu manusia yang selalu beribadah setiap
gerak hidupnya. Selain itu tujuan pendidikan Islam adalah menghasilkan
61
Jalaluddin, Teologi Pendidikan., ( Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2002), h. 92
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar..., h. 106
63
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar ..., h. 106
64
Syed Mohammad Al-Naquid Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam., terj. Haidar
Bagir, (Bandung: Mizan, 1996), h. 54
62
36
manusia muslim yang mempunyai kepribadian sempurna dengan pola taqwa
yang berarti bahwa pendidikan Islam diharapkan menghasilkan manusia yang
berguna baik untuk dirinya maupun untuk masyarakat, serta senang dan gemar
mengamalkan ajaran agama Islam dalam hubungan dengan pencipta, manusia
sesamanya dengan lingkungan dan dengan dirinya sendiri agar tercapai
kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.
2) Fungsi Pendidikan Islam
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB
II Pasal 3 disebutkan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.65
Untuk mencapai konsep diatas, maka kesemuannya itu merupakan
tanggungjawab yang dibebankan dalam pendidikan yang ada. Maka dalam
konteks ini, fungsi pendidikan Islam dapat dilihat dari dua demensi, yaitu:
a) Dimensi mikro (Internal), yaitu manusia sebagai subyek dan obyek
pendidikan. Pada deminsi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi
memelihara dan mengembangkan fitrah (potensi) insani yang ada
dalam diri anak didik seoptimal mungkin sesuai dengan norma
agama. Dengan upaya ini diharapkan pendidikan Islam mampu
membentuk insani yang berkualitas dan mampu melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawabnya, baik sebagai pribadi maupun
kepada masyarakat.
b) Dimensi makro ( eksternal), yaitu perkembangan kebudayaan dan
peradaban manusia sebagai hasil akumulasi dengan lingkungan. Pada
deminsi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi sebagai sarana
65
Undang-undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004, h. 7
37
pewarisan budaya dan identitas suatu komunitas yang di dalamnya
manusia
melakukan
berbagai
bentuk
interaksi
dan
saling
mempengaruhi antara dengan yang lainnya. Tanpa proses pewarisan
tersebut, budaya suatu bangsa akan mati. Oleh karena itu pendidikan
Islam Harus mampu mengalihkan dan menginternalisasikan identitas
masyarakat pada peserta didiknya, sekaligus mampu mewarnai
perkembangan nilai masyarakat yang berkembang dengan warna dan
nilai Islami.66
Apabila kesemua fungsi tersebut mampu tertanam dan dihayati
oleh peserta didik, maka sekaligus akan mampu menjadi alat kontrol bagi
manusia dalam melaksanakan setiap kegiatannya di muka bumi. Seluruh
aktivitasnya akan senantiasa bernuansa ibadah kepada sang Khaliq dan
kepentingan seluruh umat manusia di muka bumi. Dengan kata lain, fungsi
pendidikan Islam adalah sebagai upaya menuju terbentuknya kepribadian
insan muslim seutuhnya.
B. Pembinaan Akhlak Siswa
1. Pengertian dan Tujuan Pembinaan Akhlak
Secara etimologi perkataan ”Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jama’
dari ”Khuluqun” yang menurut lughat diartikan sebagai budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat.67
Dalam kamus bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi
pekerti atau kelakuan. 68
Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin dalam bukunya ”Al-Akhlaq” yang
dikutip oleh Hamzah Ya’kub, akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti
baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia
kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus ditinjau oleh manusia dalam
66
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 121-122
Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, (Bandung: CV
Diponegoro, 1983), Cet. Ke-2, h. 11
68
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: P.N. Balai Pustaka,
1991), h. 8
67
38
perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat.69
Selanjutnya sebagaimana dikutip oleh Zakiah Daradjat Imam Ghozali
menyatakan bahwa akhlak itu ialah suatu istilah tentang bentuk bathin yang
tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkah laku),
bukan karena suatu pemikiran dan bukan karena suatu pertimbangan.70
Sejalan dengan pengertian akhlak menurut Imam Ghazali pengertian
akhlak dalam Ensiklopedi Islam akhlak juga diartikan sebagai suatu keadaan
yang melekat pada jiwa manusia, yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan
dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan, atau
penelitian.71
Dalam pengertian sehari-hari, kata-kata akhlak biasa diartikan dengan
perbuatan yang baik. Akhlak disamakan dengan adab, sopan santun, moral, dan
budi pekerti. Tetapi penamaan suatu sebagai akhlak yang baik dalam Islam, harus
mengandung dua unsur. Pertama, pada perbuatan itu sendiri, yaitu harus adanya
aspek memperhalus, memperindah, memperbagus, atau menampilkan sesuatu
dalam bentuk yang lebih baik dari tindakan asal jadi. Kedua, harus ada aspek
motivasi atau niat yang baik. Maka suatu perbuatan yang tampaknya baik, seperti
menyumbang dalam jumlah besar untuk kepentingan sosial, tidak dinamakan
akhlak yang baik kalau dilakukan dengan motivasi untuk popularitas pribadi yang
bersangkutan. Sebaliknya, sesuatu perbuatan yang dilakukan dengan niat baik
tetapi dengan cara yang tidak baik, juga tidak dinamakan akhlak yang baik, seperti
memberikan saran kepada orang tua dengan suara keras dan kata-kata tajam.72
Dari uraian di atas dikatakan bahwa akhlak yang baik mengandung dua
unsur yaitu harus ada perbuatannya yang halus dan harus ada aspek motivasi atau
niat yang baik.
69
70
Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah,…h. 12
Zakiah Daradjat dkk, Methodik Kusus Pengajaran Agama, (Bumi Aksara, 2001), Cet.
Ke-2, h. 68
71
72
h.153-154
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: P.T Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1999), Cet. Ke-6, h. 102
Agus Bustanuddin, Al-Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), Cet. Ke-1,
39
Imam Ghazali seperti yang dikutip oleh Mahyuddin, mengatakan ”Akhlak
ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan
suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk
memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang
terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik.
Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang
buruk.73
Ibn Maskawih seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata,
mengatakan
akhlak adalah sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk
melahirkan
semua
perbuatan
yang
bernilai
baik,
sehingga
mencapai
kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.74
Definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas memperlihatkan bahwa
akhlak adalah suatu keadaan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat
yang melahirkan perbuatan secara langsung tanpa memerlukan pemikiranpemikiran. Keadaan jiwa itu adakalanya merupakan sifat alami (thabi’i) yang
didorong oleh fitrah manusia untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak
melakukakannya seperti rasa takut dan sebagainya. Selain itu suasana jiwa
adakalanya juga disebabkan oleh adat istiadat seperti yang membiasakan berkata
benar secara terus menerus, maka jadilah suatu bentuk akhlak yang tertanam
dalam jiwa.
Masih berbicara mengenai pengertian akhlak, sebagaimana yang terdapat
dalam kamus Bahasa Indonesia, sering pula kata akhlak diganti dengan kata moral
atau etika hal ini dapat ditafsirkan agar lebih terkesan modern atau mendunia.
Menurut penulis hal tersebut sah-sah saja dilakukan, asalkan kita dapat memahami
betul dan mengetahui perbedaan kata-kata yang dimaksud.
Adapun pengertian masing-masing mengenai moral dan etika. Perkataan
moral secara etimologi berasal dari bahasa Latin more, jama’ kata mos yang
berarti adat kebiasaan. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut diatas,
moral berarti ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan
73
Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam mulia, 2003), cet.ke-5, h. 4
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grapindo
persada, 2001), h. 11
74
40
sikap, kewajiban budi pekerti, akhlak. Moral adalah istilah yang di figurkan untuk
menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan
yang layak dikatakan benar, salah, baik, buruk. Dimasukannya penilaian benar
atau salah ke dalam moral, jelas menunjukan salah satu perbedaan moral dengan
akhlak, sebab salah benar dipandang dari sudut hukum yang dalam agama Islam
tidak dapat dipisahkan dengan akhlak, seperti yang telah disinggung diatas. Dalam
Ensiklopedi Pendidikan (1976) Sugarda Poerbakawatja menyebutkan, sesuai
dengan makna aslinya dalam bahasa latin (mos), adat istiadat menjadi dasar untuk
menentukan apakah perbuatan seseorang baik atau buruk.75
Pengarang Abu A’la Maududi mengemukakan adanya moral Islam dalam
bukunya: Eptical Viewpoint Of Islam dan memberikan garis tegas antara moral
sekuler dan moral Islam. Moral sekuler bersumber dari pikiran dan prasangka
manusia yang beraneka ragam. Sedangkan moral Islam bersandar pada bimbingan
petunjuk.76
Sedangkan “etika” lazim dipergunakan untuk istilah “akhlaq”. Perkataan
ini berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan. Dalam
pelajaran filsafat, etika merupakan bagian dari padanya. Sebagai cabang dari
filsafat, maka etika bertitik tolak dari akal pikiran tidak dari agama. Disinilah
letak perbedaannya dengan akhlaq dalam pandangan Islam. Dalam pandangan
Islam, ilmu akhlaq ialah suatu ilmu pengetahuan yang mengajarkan mana yang
baik dan mana yang buruk berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ajaran etika
Islam sesuai dengan fitrah dan akal pikiran yang lurus.77
Jika Prof. Muhamad Daud Ali mengaitkan kebijakan maupun kebaikan
dengan akhlak, maka Prof. Dr. H. Jalaludin mengaitkan akhlak dengan
kepribadian Muslim. Menurutnya kepribadian dalam konteks ini dapat diartikan
sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan
tingkah laku sebagai muslim, baik yang ditampilkan dalam tingkah laku lahiriah
75
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), cet. Ke-5, h. 353
76
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar),….h. 14
77
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar), …h.
12-13
41
maupun batiniah. Tingkah laku lahiriah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan,
minum, berhadapan dengan teman, orang tua, teman sejawat, sanak family dan
lain-lainnya. Sedangkan sikap batin seperti sabar, tekun, disiplin, jujur, amanat,
ikhlas, toleran, dan berbagai sikap terpuji lainnya sebagai cermin dari akhlaqul alkarimah. Semua sikap dan sifat itu timbul dari dorongan batin. Kemudian ciri
khas dari tingkah laku tersebut sudah menjadi jati dirinya, sehingga tidak mungkin
dapat dipengaruhi sikap batin dan tingkah laku orang lain yang bertentangan
dengan apa yang ia miliki.78
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau
tindakan yang berproses. Dikarenakan pandidikan merupakan suatu usaha atau
kegiatan yang berproses melalui tahapan-tahapan, maka tujuan pendidikan
bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu
keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek
kehidupannya.
Kalau kita melihat kembali mengenai pengertian pendidikan akhlak, maka
akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah seseorang
mengalami pendidikan akhlak. Hal ini dipahami, karena pada usia ini pendidikan
sangat berpengaruh dalam dirinya. Jika pendidikan akhlak sudah ditanamkan pada
usia pra-baligh, misalnya ia seorang anak yang penuh sopan santun maka anak
tersebut akan memilih etika yang luhur. Jika sejak masih kecil anak-anak tumbuh
dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik
untuk selalu taqwa, ingat, pasrah, meminta pertolongan dan berserah diri dalam
menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, disamping akan terbiasa dengan
akhlak yang baik.
Tujuan pendidikan akhlak dalam islam adalah untuk membentuk orangorang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan,
mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan
beradab, ikhlas, jujur dan suci.79
78
Jalaludin, Teologi Pendidikan,… h. 194-195
Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj dari
Attarbiyatul Islamiyah oleh Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),
cet 1, h.109
79
42
Tujuan akhlak adalah hendak menciptakan manusia sebagai mahluk yang
tinggi dan sempurna dan membedakannya dari mahluk-mahluk lainnya. Akhlak
hendak menjadikan orang berakhlak baik bertindak-tanduk yang baik terhadap
manusia, terhadap sesama makhluk dan terhadap Tuhan. Sedangkan yang hendak
dikendalikan oleh akhlak adalah tindakan lahir.80
Menanggapi uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan akhlak adalah untuk menanamkan rasa taqwa kepada Allah Swt dan
pengembang rasa kemanusiaan kepada sesama serta membawa anak didik kepada
pembinaan mental yang sehat, moral yang tinggi dan pengembangan bakat,
sehingga anak itu dapat merasa lega dan tenang dalam pertumbuhan jiwanya tidak
goncang. Karena kegoncangan jiwa dapat menyebabkan mudah terpengaruh oleh
tingkah laku yang kurang baik.
1.Beberapa Teori tentang Pembinaan Akhlak
Berbicara
menganai
pembentukan
akhlak,
Abuddin
Nata
mengatakan pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguhsungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana
pendidikan, pembinaa yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan
dengan sunguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan
berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan bukan
terjadi dengan sendirinya.81
Mengenai pembentukan akhlak maka erat hubungannya dengan
kepribadian muslim. Kepribadian muslim dalam konteks ini sebagaimana
yang diterangkan oleh Jalaludin dapat diartikan sebagai identitas yang
dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku secara
lahiriah maupun sikap batinnya.82 Oleh sebab itu sasaran yang dituju dalam
pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak
yang mulia. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, Rasululullah Saw bersabda:
80
Anwar Masy’ari, Akhlak qur’an, (Surabaya: Bina ilmu offset, 1990), cet.ke-1, h. 4
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo), cet.ke-1, h. 4
82
Jalaludin, Teologi Pendidikan,………….h. 194
81
43
‫ﺎﻧﺎﹰ‬‫ ﺇﳝ‬‫ﻨﹺﲔ‬‫ﻞﹸ ﺍﳌﹸﺆﻣ‬‫ ﺃﻛﹾﻤ‬‫ ﻡ‬‫ ﻝﹸ ﺍﷲِ ﺹ‬‫ﻮ‬‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ َﺭﺳ‬: ‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﻲ‬‫ﺿ‬‫ﺓﹶ ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﻳ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﹶﺑﹺﻰ ﻫ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬
(
‫ﻠﹸﻘﺎﹰ ﺍ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﰊ ﺩﺍﻭﺩ‬‫ ﺧ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﺴ‬‫ﺃﺣ‬
Dari Abu hurairah r.a berkata: Rasulullah Saw bersabda Orang mukmin
yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik
akhlaknya. (HR. Abu Daud) 83
Pembinaan akhlak mulia bukanlah hal yang ringan di tengahtengah perkembangan masyarakat yang semakin dinamis ini. perubahan
sosial dan cepatnya arus informasi produk ilmu pengetahuan dan teknologi
dan berkembangnya masyarakat industri modern, tidak lain selalu sesuai
dengan nilai qurani. Bahkan tidak jarang mempunyai dampak negatif
terhadap kualitas akhlak manusia.
Krisis akhlak yang semula hanya menerpa sebagian kecil elite
politik, kini telah menjalar kepada masyarakat luas termasuk kalangan
pelajar. Krisis akhlak yang menimpa kalangan pelajar terlihat dari
banyaknya keluhan orang tua, ahli pendidikan, dan orang tua yang
berkecimpung dalam bidang agama dan sosial berkenaan dengan ulah
sebagian siswa yang sukar dikendalikan, nakal, mabuk, keras kepala, sering
membuat ke onaran, tawuran antar pelajar dan bahkan tawuran antara
perguruan tinggi serta prilaku kriminal lainnya.
Dalam pembinaan akhlak juga perlu dilakukan upaya-upaya dari
luar. Salah satu diantaranya adalah melalui proses pendidikan diri sendiri
yang dibebankan pada setiap pribadi muslim.
Upaya-upaya tersebut bahkan sudah dapat dimulai sebelum
terjadinya konsepsi reproduksi, hingga tahap-tahap berikutnya. Beberapa
upaya yang dianjurkan tersebut adalah 84
a. Kiat pendidikan pribadi pra-nikah, yaitu memilih jodoh yang sejalan
dengan tuntutan ajaran agama Islam. Karena keluarga merupakan
83
Imam Jalaludin Abd. Rahman bin Abu Bakar As-suyuti, Al-Jami As-Shagir, (Beirut:
Dar al-Fikr, t.t), juzI, h. 89
84
Jalaludin, Teologi Pendidikan,…..h. 202
44
lingkungan awal yang dikenal oleh setiap bayi, maka pembentukannya
pun harus memenuhi persyaratan yang sejalan dengan tuntutan ajaran
itu.
b. Kemudian pada tahap selanjutnya, sejalan dengan tahap perkembangan
usianya, pedoman mengenai pendidikan anak juga telah digariskan oleh
filsafat pendidikan Islam. Kalimat tauhid diperdengarkan ketelinga bayi
yang baru lahir (dengan mengumandangkan suara adzan dan iqamat)
yang bertujuan agar fungsi telinga pendengaran yang ia rasakan
pertama kali adalah memperdengarkan kalimat tauhid sebagai awal
kehidupannya di dunia.
c. Selanjutnya usia tujuh tahun anak-anak dibiasakan mengerjakan shalat
dan diperintah itu mulai diintensifkan menjelang usia sepuluh tahun
(hadis). Pendidikan akhlak dalam hal-hal baik dan terpuji sudah mulai
sejak usia dini. Pendidikan pada usia dini akan lebih melekat tertanam
pada diri anak.
Dengan demikian, pembinaan akhlak mulia merupakan keharusan
mutlak, dan tuntunan yang tidak bisa ditawar lagi. Keharusan mutlak ini
harus menjadi kepedulian semua pihak. Sebab akhlak mulia menjadi pilar
tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan suatu
bangsa untuk terus hidup dan berkembang ditentukan oleh kualitas
akhlaknya.
Dalam pertumbuhan dan pembinaan moral sebenarnya yang
didahulukan adalah tindak moral sejak kecil anak-anak telah dibina untuk
mengarah kepada moral yang baik. Moral itu bertumbuh melalui
pengalaman langsung dalam lingkungan dimana ia hidup, kemudian
berkembang menjadi kebiasaan yang baik dimengerti ataupun tidak,
kelakuan adalah hasil dari pembinaan yang terjadi secara langsung dan
tidak langsung 85.
85
Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang,
1977), cet 4, h. 119
45
Pembinaan akhlak ini harus ditanamkan sejak dini karena jika
seseorang sudah mendapatkan pendidikan akhlak sejak kecil maka akan
terbiasa melakukan hal-hal yang baik sebaliknya jika seseorang tidak
mendapatkan pendidikan akhlak sejak masa kecilnya maka akan sukar
untuk meluruskannya.
Maka pembinaan akhlak yang pertama adalah orang tua. Apa yang
dilakukan orang tua melalui perlakuan dan pelayanannya kepada si anak
telah merupakan pembinaan akhlak terhadap anak itu. Misalnya si ibu atau
si bapak yang terbiasa memperlakukan anak dengan kasar, keras atau acuh
tak acuh, maka pada jiwa si anak akan tumbuhlah rasa tidak senang,
bahkan rasa tidak disayangi, maka yang terjadi sesudah itu adalah sikap
kasar, keras dan acuh tak acuh pula pada si anak terhadap siapa saja dalam
lingkungannya
2.
Materi dan Metode Pembinaan Akhlak
Pembinaan akhlak merupakan penuntun bagi umat manusia untuk
memiliki sikap mental kepribadian sebaik yang ditunjukan oleh al-quran
dan hadis Nabi Muhammad Saw, pembinaan pendidikan dan penanaman
nilai-nilai akhlakul karimah sangat tepat bagi siswa agar didalam
perkembangan mentalnya tidak mengalami hambatan dan penyimpangan
kearah negatif. 86
Agar pembinaan akhlak memperoleh hasil yang memuaskan,
diperlukan cara atau metode. Metode yang dapat ditempuh untuk
pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan
berlangung secara kontinyu. Dalam pembinaan akhlak kebiasaaan
mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini dikarenakan
ia
dapat
menghemat
banyak
sekali
kekuatan
manusia.
Islam
mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik pendidikan, yang
mengubah seluruh sifat-sifat manusia menjadi kebiasaan. Jika manusia
membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat, jika
86
Sudarsono, Etika Islam tentang kenakalan remaja, (Jakarta: Bina aksara, 2001), h. 151
46
seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah maka ia harus dibiasakan
dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan
murah tangan itu menjadi tabi’atnya yang mendarah daging.87
Dalam tahap-tahap tertentu pembinaan akhlak khususnya akhlak
lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang lama-kelamaan
tidak lagi terasa dipaksa. Seseorang yang ingin menulis dan mengatakan
kata-kata yang bagus misalnya, pada mulanya ia harus memaksakan tangan
dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata yang bagus misalnya,
pada mulanya ia harus memaksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau
mengatakan kata-kata dan huruf yang bagus. Apabila pembinaan ini sudah
berlangsung lama, maka paksaan tersebut sudah tidak terasa lagi sebagai
paksaan.88
Metode lain dalam pembinaan akhlak ini adalah melalui
keteladanan. Pendidikan melalui keteladanan adalah merupakan salah satu
teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Akhlak yang baik tidak dapat
dibentuk hanya dengan pelajaran, intruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa
untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru
mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan
santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan
yang lestari. Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika disertai
dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.
Selain itu pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara
senantiasa menganggap diri ini sebagai orang yang paling banyak
mempunyai kekurangannya dari pada kelebihannya. Dalam hubungan ini
Ibn Sina mengatakan jika seseorang menghendaki dirinya berakhlak utama,
hendaknya ia lebih dahulu mengetahui kekurangan dan cacat yang ada
dalam dirinya, dan membatasi sejauh mungkin untuk tidak dapat berbuat
kesalahan, sehingga kecacatannya itu tidak terwujud dalam kenyataan.
87
88
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo), h. 32
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf,….164
47
Pembinaan
akhlak
secara
efektif
dapat
pula
dilakukan
dengan
memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa pembinaan akhlak bisa dilakukan
dengan berbagai cara, di antaranya dengan adanya pembiasaan yang sudah
dibawa sejak kecil, keteladanan harus di tanamkan pada dirinya, dan selalu
menganggap diri ini masih banyak kekurangannya di banding dengan
kelebihannya. Sehingga dengan mengetahui kekurangannya pasti nantinya
akan terus berusaha menutupi kekurangan yang ada.
5. Macam-macam Akhlak
Sebagaimana telah disebutkan bahwa akhlak itu merupakan sikap
spontanitas yang muncul dari jiwa seseorang tanpa dipikirkan terlebih
dahulu dan tanpa adanya dorongan dari pihak lain, mak sikap yang muncul
secara spontanitas itu bisa baik dan juga bisa buruk.
Akhlak mulia amat banyak jumlahnya, namun dapat dilihat dari
segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
Akhlak mulia ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: pertama akhlak
kepada Allah Swt, kedua akhlak kepada diri sendiri, dan ketiga akhlak
kepada sesama manusia.89
a.
Akhlak terhadap Allah Swt
Titik tolak akhlak terhadap Allah Swt adalah adanya pengakuan
dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain-Nya. Dia adalah pemilik sifatsifat yang mulia dan pemilik nama-nama indah. Ada banyak alasan
mengapa manusia harus berakhlak baik kepada Allah Swt. Alasan
tersebut diantaranya adalah:
1)
Karena Allah Swt telah menciptakan manusia dengan segala
keistimewaan dan kesempurnaanya. Sebagai yang diciptakan sudah
sepantasnya
manusia
berterima
kasih
kepada
yang
menciptakannya. Untuk itu manusia patut berakhlak kepada Allah
Swt.
89
Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat, (Jakarta:CV Karya Mulia,
2001), Cet. Ke-1, h. 43
48
2)
Karena Allah Swt telah memberikan perlengkapan panca indra hati
nurani dan naluri kepada manusia
3)
Karena Allah Swt menyediakan
berbagai bahan dan sarana
kehidupan yang terdapat di bumi, seperti tumbuh-tumbuhan, air,
udara, binatang, dan lain sebagainya.90
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau prbuatan
yang seharusnya dilakukan manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan
sebagai khalik.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah
yang sesungguhnya akan membentuk pendidikan keagamaan. Diantara
nilai-nilai ketuhanan yang sangat mendasar ialah:91
1. Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan.
2. Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah
senantiasa hadir atau bersama manusia dimanapun berada.
3. Takwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu
mengawasi manusia.
4. Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan,
semata-mata karena mengharap ridha Allah Swt.
5. Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan
dengan penuh harapan kepada-Nya.
6. Syukur, yaitu sikap penuh rasa terimakasih dan penghargaan.
7. Sabar, yaitu sikap tabah dalam menghadapi segala kepahitan hidup,
besar dan kecil, lahir dan bathin, fisiologis maupun psikologis.
Contoh-contoh akhlak kepada Allah adalah:
1. Mentawhidkan-Nya
2. Mencintai-Nya
diatas
segalanya
dengan
menaati
perintah,
menjauhi larangan dan mendahulukan/mengutamakan-Nya.
3. Bertaqwa
90
Moh.Ardani, Nilai-nilai Akhlak,…h. 43-47
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2006). Cet-1, h. 152-154
91
49
4. Selalu mengingat-Nya (zikrullah) baik dalam pikiran, perasaan,
perbuatan dan ucapan.
5. Berdoa; hanya berharap dan meminta kepada-Nya.
6. Bertawakkal atau berserah diri kepada-Nya, dan lain-lain.92
b.
Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya
secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Untuk
itu ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain.
Oleh karenanya pula ia perlu menciptakan suasana yang baik , satu dan
lainnya saling berakhlakul karimah, diantaranya mengiringi jenazah,
mengabulkan undangan dan mengunjungi orang sakit.93
Akhlakul karimah kepada manusia terbagi menjadi tiga, yaitu adab
kepada diri sendiri, adab kepada keluarga, dan adab kepada masyarakat.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Adab kepada diri sendiri
Berakhlak baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai,
menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaikbaiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah
Swt yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya.
Untuk
menjalankan
perintah
Allah
dan
bimbingan
Nabi
Muhammad Saw maka setiap umat manusia harus berakhlak dan bersikap
sebagai berikut: 1) hindarkan minuman beracun/keras, 2) hindarkan
perbuatan yang tidak baik, 3) memelihara kesucian jiwa, 4) pemaaf dan
pemohon maaf, 5) sikap sederhana dan jujur, 6) hindari perbuatan tercela94
2. Adab kepada keluarga:
1. Berbakti kepada ibu-bapak
2. Adil terhadap saudara
92
Supriadi, dkk, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: CV. Grafika Karya Utama,2001), h.
93
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2005), Cet. Ke-7,
94
Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak,…, h. 49-50
209.
h. 208
50
3. Membina dan mendidik keluarga
4. Saling menghormati
5. Tolong menolong dan sebagainya.
3. Adab kepada masyarakat:
a. Persaudaraan baik seagama, sebangsa, setanah air, kemanusiaan.
b. Tolong menolong
c. Toleransi dan berlaku adil
d. Pemurah
e. Penyantun
f. Pemaaf
g. Menepati janji
h. Musyawarah
i. Saling berwasiat kepada kebenaran dan kesabaran, dan lain
sebagainya.
c. Akhlak Terhadap Lingkungan
Yang dimaksud lingkungan disini adalah segala sesuatu yang disekitar
manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak
bernyawa.
Contoh-contoh akhlak terhadap lingkungan:
1. Memperhatikan, meneliti, merenungkan penciptaannya.
2. Mempelajari hukum-hukum Allah di dalam alam.
3. Memanfaatkannya dengan tidak boros, tidak kikir.
4. Melestarikan agar senantiasa indah dan lebih bermanfaat.95
6. Faktor-faktor yang menjadi penunjang dan penghambat
Pembinaan
akhlak
95
211
Supriadi, dkk, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: CV. Grafika Karya Utama, 2001), h.
51
Faktor penting dalam penentuan baik dan buruk tingkah laku
seseorang yang dapat “mencetak” dan mempengaruhi tingkah laku
manusia dalam pergaulannya yang meliputi:96
a. Manusia, selaku makhluk yang istimewa dengan kelainan-kelainannya
dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, memiliki kelebihankelebihan juga kekurangan-kekurangan tertentu. Disamping itu karena
manusia selaku pelaku akhlak yang memiliki kelebihan akal untuk
berfikir dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya.
b. Inctinct (naluri), naluri merupakan tabiat yang dibawa sejak lahir, jadi
merupakan suatu pembawaan asli. Pandangan lain tentang “naluri”
ialah sifat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan
pada tujuan dengan terpikir lebih dahulu ke arah tujuan itu tanpa di
dahului latihan itu.
c. Kebiasaan, adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga
menjadi mudah dikerjakan.
d. Keturunan, ada beberapa yang biasa diturunkan, pada garis besarnya
ada dua: 1) sifat jasmaniah, yakni kekuatan dan kelemahan otot dan urat
saraf orang tua dapat diturunkan kepada anak, 2) sifat rohaniah, yakni
lemah atau kuatnya suatu naluri diturunkan pula oleh orang tua yang
kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya.
e. Lingkungan, dalam hubungan ini lingkungan dibagi menjadi dua
bagian: 1) lingkungan alam yang bersifat kebendaan, 2) lingkungan
pergaulan yang bersifat rohaniah.
f. Kehendak, salah satu kekuatan yang berlindung dibalik tingkah laku
manusia adalah kemauan keras (‘azam). Itulah yang menggerakan
manusia berbuat dengan sungguh-sungguh.
g. Suara hati (dhamir), fungsi dari suara batin adalah memperingatkan
bahayannya perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya.
h. Pendidikan yang dimaksud disini ialah segala tuntutan dan pengajaran
yang diterima seorang dalam membina kepribadian. Pendidikan itu
96
Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan,…….., h. 55-56
52
mempunyai pengaruh yang besar dalam akhlak, sehingga ahli-ahli etika
berpandangan bahwa pendidikan adalah faktor yang turut menentukan
dalam
etika
disamping
faktor-faktor
yang
sebelumnya
telah
diterangkan.
Pembinaan akhlak seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor,
diantaranya ialah:
a. Faktor Nativisme
Faktor Nativisme yang berpengaruh terhadap pembinaan diri seseorang
adalah faktor pembinaan diri dalam yang bentuknya dapat berupa
kecenderungan, bakat, akal dan lain-lain. Faktor Nativisme ini didasari
bahwa pada anak dan orang tua terdapat kesamaan baik fisik ataupun
psikis. Setiap manusia memiliki gen, gen inilah yang terdapat dalam
sel-sel kelamin yang dipindahkan dari orang tua kepada anaknya dan
merupakan sifat-sifat yang diwariskan. Tokoh utama aliran ini adalah
Athur Schopenhawer.97
b. Faktor empirisme
Faktor Empirisme, faktor dari luar yaitu faktor sosial termasuk
pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Faktor ini paling
mempengaruhi terhadap pembentukan akhlak. Ketika manusia lahir dan
lingkungan yang baik, maka pengaruhnya kepada pembentukan
akhlaknya juga dan ketika ia lahir di lingkungan yang kurang baik,
maka pengaruh akhlaknya juga menjadi tidak baik. Maka disinilah
pendidikan dan bimbingan akhlak sangat diperlukan untuk membentuk
dan mengembangkan akhlak manusia. Tokoh utama aliran ini adalah
Jhon locke. 98
c. Faktor Konvergensi
Kemudian faktor konvergensi berpendapat bahwa: pembinaan akhlak di
pengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari
97
Ngalim Purwanto,Ilmu pendidikan teoritis dan praktis, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000), cet. Ke13, h. 59
98
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,………………………… h. 60
53
luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus untuk
melalui interaksi dan lingkungan sekolah.99
Faktor-faktor penyebab dari kemerosotan moral dewasa ini
sesungguhnya banyak sekali antara lain yang terpenting adalah:
1. kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat
keyakinan beragama yang didasarkan atas pengertian yang sungguhsungguh dan sehat tentang ajaran agama yang di anutnya, kemudian
diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng
moral yang paling kokoh. Marilah kita ambil sebagai contoh ajaran
islam dimana yang menjadi ukuran bagi mulai atau hinanya seseorang
adalah hati dan perbuatanya, hati yang taqwa dan perbuatan yang baik
2. keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial,
dan politik
kepincangan atau ketidakstabilan suasana yang melingkungi seseorang
menyebabkan gelisah dan cemas, akibat tidak dapatnya mencapai rasa
aman dan ketentraman dalam hidup. Misalnya apabila keadaan ekonomi
goncang, harga barang-barang naik-turun dalam batas yang tidak dapat
diperkirakan lebih dahulu oleh orang-orang dalam masyarakat, maka
untuk mencari keseimbangan jiwa kembali orang terpaksa berusaha
keras. Jika ia gagal dalam usahanya yang sehat, maka ia akan
menempuh jalan yang tidak sehat. Disinilah terjadinya penyelewenganpenyelewengan. Pada mulanya karena kebutuhan, tapi bisa tumbuh
menjadi keserakahan
3. pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya
pembinaan moral seharusnya dilaksanakan sejak si anak kecil, sesuai
dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir belum
mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batasbatas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Tanpa
dibiasakan menanamkan sikap-sikap yang dianggap baik buat
99
Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, (Jakarta: raja Grapindo Persada, 1996), cet ke1, h. 165
54
penumbuhan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral
itu.
4. Suasana rumah tangga yang kurang baik
Faktor yang terlihat pula dalam masyarakat sekarang, ialah kerukunan
hidup dalam rumah tangga kurang terjamin. Tidak tampak adanya
saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai
di antara suami istri. Tidak rukunnya ibu bapak menyebabkan
gelisahnya anak-anak, mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan
berada di tengah-tengah orang tua yang tidak rukun. Maka anak-anak
yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong kepada perbuatanperbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya, biasanya
mengganggu ketentraman orang lain.
5. Diperkenalkannya obat-obat dan alat-alat anti hamil
Seperti kita ketahui bahwa usia muda adalah usia yang baru mengalami
dorongan seksual akibat pertumbuhan biologis yang dilaluinya, mereka
belum mempunyai pengalaman dan jika mereka juga belum mendapat
didikan agama yang mendalam dengan mudah mereka dapat dibujuk
oleh orang-orang yang tidak baik yang hanya melampiaskan hawa
nafsunya.
Maka terjadilah umpamanya obat atau alat-alat itu digunakan oleh
anak-anak muda yang tidak terkecuali anak-anak sekolah atau
mahasiswa yang dapat dibujuk oleh orang yang tidak baik itu oleh
kemauan mereka sendiri yang mengikuti arus darah mudanya tanpa
kendali. Orang tidak ada yang tahu karena bekasnya tidak terlihat dari
luar.
6. Banyaknya
tulisan-tulisan
dan
gambar-gambar
yang
tidak
mengindahkan dasar-dasar moral
Suatu hal yang belakangan ini kurang manjadi perhatian kita ialah,
tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, keseniankesenian dan permainan-permainan yang seolah-olah mendorong anakanak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi-segi moral dan mental
55
kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari
keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi
bagitu saja. Lalu di gambarkan dengan sangat realistis sehingga semua
yang tersimpan di dalam hati anak muda diungkap dan realisasinya
terlihat dalam cerita, lukisan atau permainan tersebut. Inipun
mendorong anak-anak muda ke jurang kemerosotan moral.
7. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu terluang
Suatu faktor yang juga telah ikut memudahkan rusaknya moral anakanak muda, ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu terluang,
dengan cara yang baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka
berkhayal, melamunkan hal yang jauh. Kalau mereka biarkan tanpa
bimbingan dalam mengisi waktunya maka akan banyaklah lamunan dan
kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka
8. Kurangnya markas bimbingan
Kurangnya markas bimbingan dan penyuluhan yang akan menampung
dan menyalurkan anak-anak ke arah mental yang sehat. Dengan
kurangnya atau tidak adanya tempat kembali bagi anak-anak yang
gelisah dan butuh bimbingan itu, maka pergilah mereka berkelompok
dan menggabung kepada anak-anak yang juga gelisah. Dari sini akan
keluarlah model kelakuan yang kurang menyenangkan.100
C. KERANGKA BERPIKIR
Guru sebagai pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab
memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dan juga memberi bimbingan
baik jasmani maupun rohani guna mencapai kedewasaan dan pembentukan akhlak
mulia.
Akhlak adalah suatu kondisi jiwa baik dan buruk, yang seharusnya
dilakukan oleh manusia kepada orang lain dengan menyatakan tujuan yang harus
dituju dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang
harus diperbuat. Akhlak merupakan sumber dari segi perbuatan yang sewajarnya,
100
Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia,…..h.13-19
56
yakni tidak dibuat-buat dan perbuatan yang dapat dilihat sebenarnya yang
merupakan gambaran dari sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa.
Pembinaan akhlak mulia merupakan keharusan mutlak, dan tuntunan yang
tidak bisa ditawar lagi. Keharusan mutlak ini harus menjadi kepedulian semua
pihak. Sebab akhlak mulia menjadi pilar tumbuh dan berkembangnya peradaban
suatu bangsa. Kemampuan suatu bangsa untuk terus hidup dan berkembang
ditentukan oleh kualitas akhlaknya.
Jika semua guru PAI memberikan contoh yang baik maka pembinaan
akhlak yang diberikan kepada siswa akan berdampak positif dengan kata lain
akhlak siswa akan menjadi lebih baik, karena siswa akan mencontoh dan
mempraktikkan perbuatan yang dilakukan oleh guru tersebut. Akan tetapi jika
guru PAI memberikan contoh yang tidak baik, maka pembinaan akhlak yang
diberikan kepada siswa berdampak negatif atau dengan kata lain akhlak siswa
kurang baik.
57
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Menurut Arif Furqon, metodologi penelitian adalah strategi umum yang
dianut dalam mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan guna
menjawab persoalan yang dihadapi. Ini adalah rencana pemecahan persoalan yang
sedang di selidiki.1
A. Jenis Penelitian
Adapun penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu
memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara obyektif sesuai
dengan data yang dikumpulkan
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang yang
beralamatkan di Jl. Siliwangi, No.30
Kabupaten Tangerang, Banten.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2014
C. Variabel Penelitian
Salah satu unsur penting dalam suatu penelitian adalah adanya variabel.
Menurut M. Sayuti Ali yang mengutip dari pendapat Rahmat bahwa, variabel
adalah sifat yang telah disusun dan sudah diberi nilai dalam suatu bilangan.2
1
Arif Furqon, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
1982), h. 50
2
H. M. Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama (Pendekatan Teori dan Praktek),
(Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), h. 35
58
58
Atau dengan kata lain variabel adalah sesuatu yang mempunyai nilai dan
menjadi objek penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua variabel yaitu variabel X
dan variabel Y. Adapun variabelnya adalah:
X : Peranan Guru Sebagai Pendidik
Y : Membina Akhlak Siswa
Tabel 1
Matrix Variabel
Variabel
Dimensi Variabel
Indikator Variabel
Guru
Bertakwa Kepada - Melaksanakan
Sebagai
Allah SWT
No Item
shalat 1, 2,
Jml
2
wajib dan sunnah
Pendidik
- Membaca al-qur’an
(Variabel X) Beragama
Ma’ruf
(Amar - Mencegah
Nahi
Munkar)
siswa
dari 3,
perbuatan yang tidak
baik
Sehat Jasmani dan - sehat dan tidak memiliki 4,5,6,7
Rohani
1
4
penyakit menular
- selalu berpakaian rapih
dan
bersih,
elok
dipandang
- santun dan berperangai
baik
- menasehati dengan baik
dan tidak emosi
Berilmu dan ahli
mengajar
- berwawasan luas
- mengajar
metode
menyenangkan
8,9,10
dengan
yang
3
59
- memberikan
dan
motifasi
memberikan
semangat
belajar
kepada siswa
Akhlak
Akhlak
siswa
Allah SWT
Kepada - Mentaati perintah-Nya
11,12,13 3
- Menjauhi larangan-Nya
(Variabel Y)
- Selalu
mengingat-Nya
(zikrullah)
Akhlak
Kepada - Berbakti kepada orang 14,15
Orang Tua
2
tua
- Bertata krama yang baik
kepada orang tua
Akhlak
Kepada - Bertata krama yang baik 16,
Guru
Akhlak
1
kepada guru
17,18
Kepada - Tolong menolong
Teman
2
- Menepati janji
Akhlak Terhadap - Menjaga kesehatan dan 19,
Diri Sendiri
kebersihan
diri
1
baik
jasmani dan rohani
Akhlak Terhadap
Lingkungan
- Menjaga
kelestarian
20
1
lingkungan dan tidak
membuang
sampah
sembarangan
Jumlah
20
60
D.Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel merupakan unsur terpenting dalam suatu penelitian.
Yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah
penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. 3
Populasi adalah unit tempat diperolehnya informasi. Elemen tersebut bisa
berupa individu, keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, sekolah, kelas,
organisasi, dan lain-lain. Dengan kata lain populasi adalah kumpulan dari
sejumlah elemen.4 Dalam penelitian ini dari populasi peserta didik yang ada
yang akan menjadi objek penelitian hanya siswa kelas X SMA Negeri 8
Kabupaten Tangerang tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 287
siswa/orang
Jika akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut disebut
penelitian sampel. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau
yang
memiliki
sifat
yang
sama
dengan
populasi.5
Guna
untuk
menyederhanakan proses pengumpulan data dan pengolahan data, penulis
menggunakan teknik sampling. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel
adalah sebanyak 15 % dari populasi yang ada. Suharsimi Arikunto
mengemukakan pendapat bahwa “jika objek penelitian lebih dari 100 orang,
maka sampel yang diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih”. Namun
dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak 15 % yakni
berjumlah 43 orang dengan sistem random atau acak, dengan masing-masing
kelas diambi 6 orang siswa (putra/putri) dari jumlah kelas X-1 sampai X-7
SMAN 8 Kabupaten Tangerang
3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta 1998), Cet. ke-11, h.
115
4
Nana Sudjana, Peneliti Dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: PT. Sinar Baru, 1989),
Cet. ke-1, h. 84
5
Suharsimi Arikunto, Prosedur…, h. 117
61
Tabel 2
Jumlah populasi dan sampel
No
Kelas
Jumlah Siswa (populasi)
Sampel
1
X
287
43
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan tekhnik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi (Pengamatan)
Sebagai
metode ilmiah observasi
biasa diartikan sebagai
pengamatan. Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan langsung di
SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang yang beralamatkan di kecamatan
cisoka.
2. Wawancara (interview)
Wawancara adalah proses tanya jawab secara lisan antara dua
orang atau lebih secara langsung. Metode ini digunakan untuk melengkapi
data yang dianggap perlu, sehingga lebih meyakinkan data yang di peroleh
dari sumber-sumber lainnya. Dalam pelaksanaan wawancara ini penulis
mengadakan wawancara langsung dengan guru bidang study pendidikan
agama Islam SMAN 8 Kabupaten Tangerang
3. Angket (Quesioner)
Metode ini di tujukan kepada siswa-siswi yang dijadikan
responden untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan
dengan peranan guru sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa di
SMAN 8 Kabupaten Tangerang yang berjumlah 287 siswa. Quesioner
yang dibuat merupakan quesioner tertutup, disertai dengan sejumlah
jawaban yang sudah disediakan, dan terdiri dari 20 item pertanyaan dalam
dua variabel yaitu tentang peranan guru sebagai pendidik dalam membina
akhlak siswa, yang menggunakan skala likert dengan empat alternativ
jawaban.
62
F. Teknik pengolahan dan Analisis Data
a. Teknik Pengolahan Data
Dalam pengolahan data penulis menggunakan teknik sebagai
berikut:
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan dan pengisian angket atau
quesioner yang berhasil dikumpulkan.
2. Scoring, yaitu memberikan nilai pada setiap jawaban angket sebagai
berikut: dalam skala ini terdapat empat kategori jawaan yaitu, Selalu
(SL), Sering (SR), Kadang-kadang (KD), dan Tidak Pernah (TP). Itemitem diberi skor berdasarkan jawaban yang responden pilih. Setiap
jawaban mempunyai angka kode sendiri untuk menghitung data tentang
penelitian ini dengan menggunakan angket, penulis memberikan skor
pada setiap poin jawaban yakni: untuk jawaban Selalu (SL) mendapat
poin 4, Sering (SR) mendapat poin 3, Kadang-kadang (KD) mendapat
poin 2 dan Tiidak Pernah (TP) mendapat poin 1
3. Tabulating,
yaitu
mentabulasikan data
jawaban
yang
berhasil
dikumpulkan ke dalam table yang telah disediakan.
b. Analisa Data
Setelah pengumpulan data dilakukan, tahap berikutnya data
tersebut dianalisa dengan analisa kuantitatif secara deskriptif analisis yang
sebelumnya telah ditentukan prosentasenya dengan menggunakan rumus
distribusi frekuensi..
Rumus: P =
F
x100%
N
Ket :
P = Persentase
F = Frekuensi jawaban responden
N = Number of cases (jumlah responden)
63
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Kondisi Riil Obyek Penelitian
1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya SMA Negeri 8 Kabupaten
Tangerang
Berdirinya SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang ini sebelum nya
bernama SMA Negeri 1 Cisoka, karena berada di wilayah kecamatan
Cisoka, kemudian berganti nama pada tanggal 20 Mei 2010 menjadi SMA
Negeri 8 Kabupaten Tangerang beralamatkan di Jl. Siliwangi No.30
Awal berdirinya karenaadanya keinginan dan semangat beberapa
warga yang berada disekitar wilayah Cisoka, atas bantuan dari berbagai
pihak dan rekomendasi dari pemerintah Kabupaten Tangerang. Mereka
merasa terpanggil dan ikut bertanggung jawab terhadap pendidikan
lanjutan yang berstatus negeri, karena pada masa itu masih sedikit sekali
orangtua yang ingin menyekolahkan anak-anak nya ke jenjang yang lebih
tinggi. Musayawarah demi musyawarah dilaksanakan akhirnya tercetuslah
suatu keinginan dan semangat bersama untuk mengembangkan bidang
pendidikan menengah atas. Hal ini didasarkan bahwa pendidikan tingkat
menengah saat itu tergolong masih langka. Sehingga mereka yang
berkeinginan melanjutkan studi ketingkat tersebut harus pergi ke Balaraja.
63
64
SMA Negeri 1 Cisoka didirikan pada bulan juli tahun 1998.
Pertama kali buka muridnya hanya berjumlah 70 orang, menjadi 2 rombel,
jumlah guru waktu itu adalah: Guru PNS 32 dan Guru honorer 38. kepala
sekolah pertama sejak berdirinya SMA Negeri 1 Cisoka ialah Bapak. Drs.
Agus Suherman, yang sekarang bertugas di SMA Negeri 1 Bogor,
kemudian setelahnya yang menjabat sebagai kepala sekolah ialah Bapak.
Drs. Ahmad Rifa’i Sirath yang menjabat hingga tahun 2000. Pada bulan
januari 2001 terjadi rolling kepala sekolah oleh dinas pendidikan
kabupaten tangerang sehingga Bapak. Drs. Ahmad Rifa’i Sirath digantikan
oleh Bapak. Drs. Shof’ai Adnan MM yang menjabat sampai tahun 2002.
Kepemimpinan SMA Negeri 1 Cisoka dilanjutkan oleh Bapak. Ahmad
Nana Makmur Mulyana M.Pd, sampai tahun 2003. Setelah Bapak Nana
mendapatkan tugas yang baru yaitu di SMA Negeri 1 Kresek maka SMA
negeri 1 Cisoka dipimpin oleh Jendral Besar Drs. H. Supardjo Adang
Affandy yang menjabat sampai dengan masa akhir tugasnya yaitu tahun
2006. Pada tahun pelajaran 2006/2007 terjadi kekosongan pimpinan di
SMA Negeri 1 Cisoka yang akhirnya oleh Dinas Pendidikan Kabupaten
Tangerang ditunjuklah Bapak. Hadi Ramadi, S.Pd sebagai Pejabat Yang
Melaksanakan Tugas (PYMT) hingga akhirnya diangkat menjadi kepala
sekolah resmi di SMA Negeri 1 Cisoka. .
2. Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 8 Kab. Tangerang
a. Visi :
Menjadi sekolah terunggul berwawasan nasional, bersaing secara
internasional dan religius.
b. Misi :
1. Melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan efisien berbasis
global dan berpijak pada budaya bangsa.
2. Menerapkan Information and Communication Technology (ICT) dan
bahasa internasional dalam proses pembelajaran dan pengelolaan
sekolah.
65
3. Menyelenggarakan pendidikan sekolah bertaraf internasional untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
4. Menyiapkan peserta didik untuk mampu bersaing secara nasional dan
internasional.
5. Menumbuhkan sikap belajar sepanjang hayat bagi warga sekolah
6. Menumbuhkan proses internalisasi ajaran agama dan budaya bangsa
serta implementasinya dalam kehidupan nyata.
7. Menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan IPTEK DAN
IMTAK
C. Tujuan
:
SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang berazaskan pancasila dan
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 mempunayi maksud dan tujuan:
1. Membina dan mengembangkan pendidikan Islam dalam arti yang
seluas-luasnya
2. Membentuk masyarakat yang berilmu, beramal dan bertaqwa kepada
Allah, cinta Agama, Bangsa dan Negara
3. Membantu pemerintah dengan melaksanakan usaha yang bersifat
sosial dan kebudayaan.
3.
Keadaan Siswa, Guru, dan Pegawai
Tabel 3
Data Siswa Tahun Ajaran 2013/2014
No
Rombel
Jumlah Kelas
Jumlah Siswa
1
Kelas X
5
208
2
Kelas XI
7
287
3
Kelas XII
7
301
66
Struktur Organisasi SMAN 8 Kabupaten Tangerang
Kepala Sekolah
Kaur Tata usaha
Komite
WKS Kesiswaan
WKS Kurikulum
Coordinator MGMP
Guru
Wali Kelas
WKS Humas
Guru BP/BK
Staf TU
Siswa
Guru /Pengajar
Tabel 4
Nama-nama Guru dan Pendidikan Terakhir
No
Nama-nama Guru
Mata pelajaran
Pendidikan
Terakhir
Zumar, S.Pd
IPS TERPADU
S1
2
Tonih Hadi, S.Pd
IPS TERPADU
S1
3
Sumarno, S.S
BAHASA
S1
4
Indraji Ahmad, S.Pd
SENI BUDAYA
S1
5
Wiwin Nurhayati, S.Pd
PKN
S1
6
Muhammad Farhan, S.Pd
IPA
S1
7
Nuraeni, S.Ag
PAI
S1
8
Drs. Suhata
IPS TERPADU
S1
9
Ade Laily, S.Pd
PKN
S1
10
Sri Heriawati, S.Pd
IPA TERPADU
S1
11
M.Yakub, S.Pd
IPA TERPADU
S1
12
Ali Muhtar, S.Pd
INDONESIA
S1
1
67
13
Deni Kurniawan
PENJASKES
D3
14
Puspita Sari, S.Sos.I
SENI BUDAYA
S1
15
Drs. Yayat Supriatna
INDONESIA
S1
16
Sofyan Marzuki, SE
IPS TERPADU
S1
17
Rosmalina, S.Pd
INDONESIA
S1
18
Ahmad Fakih, S.Pd
MATEMATIKA
S1
19
Kholidin Ahmad, S.Pd
KOMPUTER
S1
20
Syaiful Bahri, S.Pd
MATEMATIKA
S1
21
Rahmat Sanusi,SE
IPS TERPADU
S1
22
Dadang Rahmadi, S.Pd
MATEMATIKA
S1
23
Supriatin, S.Pd
IPA TERPADU
S1
24
Aulia Nurahmi,S.Pd
IPA TERPADU
S1
25
Arif Rahman, S.Pd
INGGRIS
S1
26
Laila Musarofah, S.Ag
PAI
S1
27
Nurhayati, S.Pd
INGGRIS
S1
28
Siti. Musfiroh, S.Pd
PAI
S1
29
Wahyu Zainal, S.Pd
INDONESIA
S1
30
Marwan Munadi
PENJASKES
D3
31
Deden Supandi
PENJASKES
D3
32
Sofyan Kurnia,S.Pd
BP
S1
33
Endang Trisnawati, S.Pd
MATEMATIKA
S1
34
Raihan Putra Rahadi, S.Pd
INGGRIS
S1
B. Deskripsi Data
Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya salah satu tekhnik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan angket yang telah disebarkan kepada para siswa.
Angket ini disebarkan kepada 43 siswa atau responden dalam bentuk
angket yang dipilih secara acak. Kemudian data yang diperoleh melalui angket
tersebut diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang dilengkapi dengan
prosentase.
68
Hasil angket kemudian dimasukan ke dalam tabulasi yang merupakan
prosentase dari data-data instrumen pengumpulan data (angket) menjadi tabel
angka-angka dalam prosentase yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5
Guru Melaksanakan Shalat wajib dan sunnah
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
30
69.8%
B
Sering
11
25.6 %
C
Kadang-kadang
2
4.6 %
D
Tidak Pernah
0
0%
43
100 %
Jumlah
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (69.8 %)
menyatakan guru PAI selalu melaksanakan shalat wajib dan sunnah di sekolah
. Kemudian (25.6 %) siswa menyatakan guru PAI sering melaksanakan shalat
wajib dan sunnah. Sedangkan (4.6 %) siswa menyatakan PAI kadang-kadang
melaksanakan shalat wajib dan sunnah dan (0 %) siswa menyatakan bahwa
guru PAI tidak pernah melaksanakan shalat wajib dan sunnah.
Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa guru PAI selalu melaksanakan shalat wajib dan sunnah.
Tabel 6
Guru PAI Membaca Al-qur’an
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
22
51.2%
B
Sering
12
27.9%
C
Kadang-kadang
8
18.6 %
D
Tidak Pernah
1
2.3 %
43
100%
Jumlah
69
Tabel di atas menunjukan bahwa (51.2 %) menyatakan guru PAI selalu
membaca al-qur’an, (27.9 %) siswa menyatakan sering membaca al-qur’an,
kemudian (18.6 %) siswa menyatakan kadang-kadang membaca al-qur’an dan
(2.3 %) siswa menyatakan guru PAI tidak pernah membaca al-qur’an
Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa guru PAI selalu membaca al-qur’an.
Tabel 7
Guru PAI mencegah siswa dari perbuatan yang tidak baik
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
41
95.3 %
B
Sering
2
4.7 %
C
Kadang-kadang
-
-
D
Tidak Pernah
-
-
43
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (95.3 %)
yang menyatakan bahwa guru PAI mencegah siswa dari perbuatan yang tidak
baik. Kemudian (4.7 %) siswa menyatakan guru PAI sering mencegah siswa
dari perbuatan yang tidak baik. Sedangkan (0 %) siswa menyatakan kadangkadang dan (0 %) siswa menyatakan tidak pernah mencegah siswa dari
perbuatan yang tidak baik.
Berdasarkan
atas
jawaban
responden
tersebut,
penulis
dapat
menyimpulkan bahwa guru PAI selalu mencegah siswa dari perbuatan yang
tidak baik
Tabel 8
Guru PAI sehat dan tidak memiliki penyakit yang dapat menular
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
41
95.4 %
B
Sering
-
0%
C
Kadang-kadang
2
4.6 %
70
D
Tidak Pernah
Jumlah
-
0%
43
100 %
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pendapat siswa (95.4 %)
menyatakan guru PAI sehat dan tidak memiliki penyakit yang menular.
Kemudian (0 %) siswa menyatakan sering sehat dan tidak memiliki penyakit
yang menular. Sedangkan (4.6 %) siswa menyatakan guru PAI kadang-kadang
sehat dan tidak memiliki penyakit yang menular (0 %) siswa menyatakan
tidak pernah.
Berdasarkan
jawaban
responden
diatas,
maka
penulis
dapat
menyimpulkan bahwa guru PAI selalu sehat dan tidak memiliki penyakit yang
menular.
Tabel 9
Guru PAI berpakaian rapih, bersih dan elok dipandang
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
37
86.2 %
B
Sering
3
6.9 %
C
Kadang-kadang
3
6.9 %
D
Tidak Pernah
-
-%
43
100 %
Jumlah
Tabel di atas menunjukan bahwa (86.2 %) siswa menyatakan guru PAI
selalu berpakaian rapih, bersih dan elok dipandang, (6.9 %) siswa
menyatakan sering berpakaian rapih, bersih dan elok dipandang, kemudian
(6.9 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (0 %) siswa menyatakan Guru
PAI tidak pernah berpakaian rapih, bersih dan elok dipandang
Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa guru PAI selalu berpakaian rapih, bersih dan elok dipandang.
71
Tabel 10
Guru PAI santun dan berperangai baik
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
33
76.7 %
B
Sering
5
11.6 %
C
Kadang-kadang
2
4.7 %
D
Tidak Pernah
3
7%
43
100 %
Jumlah
Tabel di atas menunjukan bahwa (76.7 %) siswa menyatakan guru PAI
selalu santun dan berperangai baik, (11.6 %) siswa
menyatakan sering,
kemudian (4.7 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (7 %) siswa
menyatakan guru PAI tidak pernah santun dan berperangai baik.
Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa guru PAI selalu santun dan berperangai baik.
Tabel 11
Guru PAI menasehati dengan baik dan tidak emosi
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
11
25.6 %
B
Sering
13
30.2 %
C
Kadang-kadang
17
39.5%
D
Tidak Pernah
2
4.7 %
Jumlah
43
100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa (25.6 %) siswa menyatakan selalu,
(30.2 %) siswa menyatakan sering, kemudian (39.5 %) siswa menyatakan
kadang-kadang dan (4.7 %) siswa menyatakan guru PAI menasehati dengan
baik dan tidak emosi
Berdasarkan jawaban di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa guru
PAI kadang-kadang menasehati dengan baik dan tidak emosi.
72
Tabel 12
Guru PAI berwawasan luas
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
30
70 %
B
Sering
4
9%
C
Kadang-kadang
6
14 %
D
Tidak Pernah
3
7%
Jumlah
43
100 %
Tabel di atas menunjukan bahwa (70 %) siswa menyatakan guru PAI
selalu berwawasan luas, (9 %) siswa menyatakan sering, kemudian (14 %)
siswa menyatakan kadang-kadang dan (7 %) siswa menyatakan guru PAI
tidak pernah berwawasan luas.
Berdasarkan jawaban responden tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa guru PAI selalu berwawasan luas.
Tabel 13
Guru PAI Mengajar Menggunakan Metode Belajar Yang Menyenangkan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
-
0%
B
Sering
9
21 %
C
Kadang-kadang
34
79 %
D
Tidak Pernah
-
0%
43
100 %
Jumlah
Tabel di atas menunjukan bahwa (0 %) siswa menyatakan guru PAI
selalu mengajar menggunakan metode belajar yang menyenangkan, (21 %)
siswa
menyatakan sering, kemudian (79 %) siswa menyatakan kadang-
kadang dan (0 %) siswa menyatakan guru PAI tidak pernah mengajar
menggunakan metode belajar yang menyenangkan.
73
Berdasarkan jawaban responden di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa guru PAI kadang-kadang mengajar menggunakan metode belajar yang
menyenangkan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden yang
menyatakan 79 % kadang-kadang.
Tabel 14
Guru PAI Memberikan Motifasi Dan Semangat Belajar
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
5
11.6 %
B
Sering
-
%
C
Kadang-kadang
36
83.7 %
D
Tidak Pernah
2
4.7 %
Jumlah
43
100 %
Berdasarkan tabel di atas dapat di ketahui bahwa (11.6 %) siswa
mengatakan bahwa guru PAI memberikan motifasi dan semangat belajar.
Kemudian (0 %) siswa menyatakan sering, Sedangkan (83.7 %) siswa
menyatakan kadang-kadang dan (4.7 %) siswa mengatakan tidak pernah.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa guru PAI kadang-kadang
memberikan motifasi dan semangat belajar.
Tabel 15
Siswa Mentaati Perintah Allah
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
24
55.8 %
B
Sering
17
39.5 %
C
Kadang-kadang
2
4.7 %
D
Tidak Pernah
-
-%
43
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas dapat di ketahui bahwa (55.8 %) mengatakan
bahwa siswa mentaati Allah. Kemudian (39.5 %) siswa menyatakan sering.
74
Sedangkan (4.7 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (0 %) siswa
mengatakan tidak pernah.
Dari jawaban responden di atas dapat saya simpulkan bahwa siswa
selalu mentaati Allah. Hal ini dapat di buktikan dengan pernyataan siswa yang
menjawab sebagian besar selalu.
Tabel 16
Siswa Menjauhi Larangan Allah
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
20
46.5 %
B
Sering
6
14 %
C
Kadang-kadang
16
37.2 %
D
Tidak Pernah
1
2.3 %
43
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa (46.5 %) siswa
menjawab selalu menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, selanjutnya (14 %)
siswa menjawab sering, kemudian (37.2 %) siswa menyatakan kadang-kadang
dan (2.3 %) siswa menyatakan tidak pernah.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa siswa selalu menjauhi
apa yang dilarang oleh Allah. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar siswa
yang menjawab 46.5 % selalu.
Tabel 17
Siswa Mengingat Allah (Zikrullah)
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
17
39.5 %
B
Sering
18
41.8 %
C
Kadang-kadang
8
18.7 %
D
Tidak Pernah
-
-%
43
100 %
Jumlah
75
Tabel di atas menunjukan bahwa (39.5 %) menyatakan siswa selalu
mengingat Allah (zikrullah), (41.8 %) siswa menyatakan sering, kemudian
(18.7) siswa menyatakan kadang-kadang dan (0 %) siswa menyatakan tidak
pernah mengingat Allah (zikrullah).
Berdasarkan tabel di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa siswa
menyatakan kadang-kadang mengingat Allah (zikrullah).
Tabel 18
Siswa berbakti kepada orang tua
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
20
46.6 %
B
Sering
15
34.8 %
C
Kadang-kadang
7
16.3 %
D
Tidak Pernah
1
2.3 %
43
100 %
Jumlah
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa (46.6 %) siswa menyatakan
selalu, selanjutnya (34.8 %) siswa yang menyatakan sering, kemudian (16.3
%) siswa menjawab kadang-kadang dan sebagian kecil (2.3 % ) siswa
menjawab tidak pernah.
Dari data responden di atas dapat disimpulkan bahwa siswa selalu
berbakti kepada orang tua. Hal ini dapat kita ketahui dari jawaban responden
yang menjawab selalu yaitu (46.6 %).
Tabel 19
Siswa langsung memukul ketika menghadapi masalah
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
2
4.7 %
B
Sering
4
9.3 %
C
Kadang-kadang
12
27.9 %
D
Tidak Pernah
25
58.1 %
43
100 %
Jumlah
76
Tabel di atas menunjukan bahwa (4.7 %) menyatakan siswa langsung
memukul ketika menghadapi masalah, (9.3 %) siswa
menyatakan sering,
kemudian (27.9 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (58.1 %) siswa
menyatakan tidak pernah memukul langsung ketika menghadapi masalah.
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa tidak pernah
langsung memukul ketika menghadapi masalah. Hal ini dapat di lihat dari
pernyataan responden yang menyatakan bahwa (58.1 %) tidak pernah
memukul langsung ketika menghadapi masalah.
Tabel 20
Siswa memberikan sedekah ketika melihat pengemis di jalan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
5
11.6 %
B
Sering
5
11.6 %
C
Kadang-kadang
32
74.5 %
D
Tidak Pernah
1
2.3 %
43
100 %
Jumlah
Dari data di atas menunjukan bahwa (11.6 %) menyatakan siswa selalu
memberikan sedekah ketika melihat pengemis di jalan, (11.6 %) siswa
menyatakan sering, kemudian (74.5 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan
(2.3 %) siswa menyatakan tidak pernah memberikan sedekah ketika melihat
pengemis di jalan.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa kadang-kadang
memberi sedekah kepada pengemis. Hal ini dibuktikan dari jawaban
responden yang menyatakan 75.5 % menjawab kadang-kadang memberi
sedekah ketika melihat pengemis di jalan.
77
Tabel 21
Siswa ikut bekerja sama dengan kegiatan sosial
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
10
23.2 %
B
Sering
9
21 %
C
Kadang-kadang
21
48.8 %
D
Tidak Pernah
3
7%
43
100 %
Jumlah
Tabel di atas menunjukan bahwa (23.2 %) menyatakan siswa selalu ikut
bekerja sama apabila ada kegiatan sosial, (21 %) siswa menyatakan sering,
kemudian (48.8 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (7 %) siswa
menyatakan siswa tidak pernah ikut bekerja sama ketika ada kegiatan sosial.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kadangkadang ikut serta dalam kegiatan sosial. Hal ini dibuktikan dari jawaban
responden yang menyatakan 48.8 % menjawab kadang-kadang ikut bekerja
sama ketika ada kegiatan sosial.
Tabel 22
Siswa terbiasa membaca doa ketika mau makan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
29
67.4 %
B
Sering
2
4.7 %
C
Kadang-kadang
12
27.9 %
D
Tidak Pernah
-
-
43
100 %
Jumlah
Dari data responden di atas dapat di ketahui bahwa (67.4%) menyatakan
siswa selalu terbiasa membaca doa ketika mau makan, kemudian (4.7 %)
78
siswa menyatakan sering, (27.9 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan (0
%) siswa menyatakan tidak pernah.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa siswa terbiasa
membaca doa ketika mau makan. Hal ini dapat di lihat dengan banyaknya
siswa yang menjawab selalu yaitu (67.4 %).
Tabel 23
Siswa terbiasa mengucapkan terima kasih ketika diberi hadiah tanpa
harus di ingatkan lagi
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
37
86 %
B
Sering
3
7 %
C
Kadang-kadang
2
4.7 %
D
Tidak Pernah
1
2.3 %
43
100 %
Jumlah
Dari tebel di atas menunjukan bahwa (86 %) menyatakan bahwa siswa
terbiasa mengucapkan terimakasih tanpa harus diingatkan lagi, (7 %) siswa
menyatakan sering, kemudian (4.7 %) siswa menyatakan kadang-kadang dan
(2.3 %) siswa menyatakan tidak pernah.
Berdasarkan jawaban responden di atas dapat disimpulkan bahwa siswa
selalu mengucapkan terimakasih ketika diberi hadiah tanpa harus diingatkan
lagi.
Tabel 24
Siswa Menjaga Kelestarian Lingkungan Dan Tidak Buang Sampah
Sembarangan
No
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Presentase
A
Selalu
7
16.3 %
B
Sering
31
72 %
C
Kadang-kadang
3
7%
D
Tidak Pernah
2
4.7 %
43
100 %
Jumlah
79
Tabel di atas menunjukan bahwa (16.3 %) menyatakan bahwa siswa
selalu, (72 %) siswa menyatakan sering, kemudian (7 %) siswa menyatakan
kadang-kadang dan (4.7 %) siswa menyatakan tidak pernah menjaga
kelestarian lingkungan dan membuang sampah sembarangan
Berdasarkan jawaban responden di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa siswa sering menjaga kelestarian lingkungan dan tidak membuang
sampah sembarangan.
C. Analisis Data
Secara matematis pembelajaran dikatakan ideal atau sangat baik jika
jumlah skor angket berjumlah 3.440. Angka ini diperoleh dari 20 pertanyaan x
43 siswa x 4 Skor. Untuk mengetahui peran guru agama Islam dalam
pembinaan akhlak siswa, bias dilihat dari table 26 dan ternyata jumlah skor
angket dalam penelitian ini hanya mencapai angka 2383 dari jumlah ideal
yakni 3440. Dari data diatas dapat diketahui perbandingan antara jumlah skor
angket penelitian dengan jumlah skor angket ideal diperoleh angka prosentase
68,3%. Yang artinya angka ini menunjukan bahwa peran guru agama Islam
dalam pembinaan akhlak siswa yang ada di SMAN 8 Kabupaten Tangerang
kelas X cukup berperan.
80
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, yaitu yang berjudul peranan
guru Agama Islam sebagai pendidik dalam membina akhlak siswa di SMAN 8
Kabupaten Tangerang, akhirnya penulis mengambil kesimpulan bahwa:
Peran guru pendidikan agama Islam dalam membentuk akhlak siswa SMA
Negeri 8 Kabupaten Tangerang sebagai berikut Berdasarkan analisa data yang
telah penulis lakukan, hasil yang di peroleh dari perhitungan angket dengan
menggunakan rumus distribusi frekuensi di peroleh prosentase 66,3 % yang
artinya hasil tersebut menunjukan bahwa guru agama Islam cukup berperan
dalam pembinaan akhlak siswa yang ada di sekolah tersebut. Hal ini dapat
dibuktikan ketika dalam proses pembelajaran guru sering menegur siswanya,
memberikan tugas, selain tugas tulisan juga tugas lisan yakni menghafal ayat
Al-qur’an dan pemahaman ayat yang dikandungnya sebagai tugas yang
memberikan manfaat dan juga sebagai pelatihan pembinaan akhlak untuk
peserta didik. Selain itu, guru juga memberikan suri tauladan yang baik
terhadap anak didiknya, baik itu di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
B. SARAN
Berdasarkan dengan penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa hal
yang disarankan penulis dalam rangka pembinaan akhlak siswa, yaitu:
80
81
1. Kepala sekolah, SMAN 8 Kabupaten Tangerang Bapak Hadi Ramadi,
S.Pd agar lebih meningkatkan supervisi terhadap proses kegiatan belajar
mengajar di kelas.
2. Kepada guru PAI untuk lebih meningkatkan kualitas pengajarannya baik
dari segi metode, media, pendekatan, serta model pembelajaran agar
peserta didik dapat memperoleh prestasi yang lebih bagus dari
sebelumnya.
3. Untuk para murid agar lebih giat lagi belajar dan meningkatkan prestasi
belajarnya dan menerapkan pengajaran akhlak yang diberikan di sekolah
ke dalam ke kehidupan sehari-hari, kepada orang tua, teman, dan
masyarakat luas..
4. Bagi orang tua, hendaknya senantiasa memperhatikan prilaku anaknya dan
selalu memberikan contoh yang baik bagi anaknya. Karena bagaimanapun
juga orang tua adalah pendidik pertama bagi anaknya.
82
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud, pendidikan Agama Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada,
Cet.5, 2002
Ali, M. Sayuti, Metodologi Penelitian Agama: pendekatan Teori dan Praktek,
Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002
Almunawar, Said Agil Husin, Aktualisasi Nilai-nilai Qurani, Ciputat: PT. Ciputat
Press, Cet.2, 2005
Ardani, Mohammad, Nilai-nilai Akhlak: Budi Pekerti dalam Ibadahi, Jakarta:
CV.Karya Mulia, Cet.1, 2001
Assuyuti, Imam Jalaludin Abd.Rahman bin Abu Bakar, Al-Jami As-Shagir,
Beirut: Dar al-fikr,t.t, Juz I
Bustanudin, Agus, Al-Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, Cet.1, 1993
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.11, 1998
Daradjat, Zakiah, dkk, Methodik Khusus Pengajaran Agama, Jakarta: Bumi
Aksara, Cet.2, 2002
______, Membina Nilai-nilai moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang,Cet 4,
1977
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
Rineka Cipta, 2000
Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT.Ikhtiar Baru Van Hoeve, Cet.6, 1999
Furqan, Arif, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional,
1982
Husain, Syed Sajjad dan Syed Ali Ashraf, Krisis dalam Pendidikan Islam,Jakarta
82
83
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, Cet.7, 2005
Ibnu Hiban, Al-Mustadrak ‘Ala Al-Shahihain Bairut: Dar Al-Kutub al-Ilmiyah,
Juz 2,1990
Jalaludin, Teologi Pendidikan,Jakarta: Raja Grafindo persada, Cet.2, 2002
Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, Cet.5, 2003
Masy’ari, Anwar, Akhlak Quran, Surabaya: Bina Ilmu Offset, Cet.1, 1990
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1996
Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001
______, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT.Raja Grafindo persada, Cet.5, 2003
______, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru dengan Murid: Study
Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet.1
Ngalim Puwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, Cet.13, 2000
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet.2, 1998
Poerwardaminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: P.N Balai
Pustaka, 1991
Ruhani, Ahmad dan A.Abu Ahmad, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: Rineka
Cipta, 1996
Sabri, Alisuf, Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, Cet.1, 1999
Sudarsono, Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Bina Aksara, 2001
Sudjana, Nana, Peneliti dan Penilaian Pendidikan, Bandung: PT. Sinar Baru, Cet.
1, 1989
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT.
Rosdakarya, Cet.2, 1994
______, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
Cet 10, 2008
Ya’kub, Hamzah, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung: CV.
Diponegoro, Cet.2, 1983
84
Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, Malang: Biro Ilmiah
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981
ANGKET UNTUK SISWA
Nama
: ....................
Hari
: ……………..
Kelas
: ....................
Tanggal
: ……………..
Petunjuk
1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar dan sungguh-sungguh.
2. Berilah tanda silang pada salah satu jawaban yang di anggap menurut anda
betul.
3. Bacalah basmalah sebelum anda menjawab pertanyaan.
Pertanyaan!
1. Apakah Guru PAI melaksanakan shalat wajib berjamaah di sekolah?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak pernah
2. Apakah guru PAI melaksanakan shalat dhuha di sekolah ?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
3. Apakah guru PAI mengajak siswa untuk berjamaah ?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
4. Apakah Guru PAI mengajak siswa untuk membaca Al-qur’an?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
5. Apakah Guru PAI tidak mengambil barang yang bukan miliknya?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
6. Apakah Guru PAI memulai sesuatu dengan membaca basmalah?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
7. Apakah Guru PAI menyelesaikan suatu pekerjaan dengan membaca hamdalah?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
8. Apakah Guru PAI menunjukan sikap bersyukur atas nikmat yang telah diberikan
oleh Allah Swt?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
9. Apakah Guru PAI memberi salam apabila memasuki kelas?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
10. Apakah Guru PAI mengajarkan siswa untuk melaksanakan perbuatan baik yang
diperintahkan oleh orang tua?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
11. Apakah Guru PAI mengajarkan siswa untuk berpamitan kepada orang tua ketika
akan keluar rumah?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
12. Apakah Guru PAI tidak berbicara kasar?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
13. Apakah Guru PAI mengajak siswa membantu teman ketika tertimpa musibah?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
14. Apakah Guru PAI mengajarkan untuk berteman tanpa melihat perbedaan suku,
agama dan ras?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
15. Apakah Guru PAI mengajarkan untuk selalu menepati janji?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
16. Apakah Guru selalu berpakaian rapi?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
17. Apakah Guru PAI selalu bersikap ramah dan santun kepada orang lain?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
18. Apakah Guru PAI menyampaikan amanah yang telah diberikan kepadanya?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
19. Apakah Guru PAI tidak membuang sampah sembarangan?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
20. Apakah Guru PAI menjaga kebersihan lingkungan?
a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
BERITA WAWANCARA
DENGAN GURU BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Hari/Tanggal
: Selasa, 15 Juni 2014
Interviewee
: Nuraeni, S.Ag
Jabatan
: Guru bidang study Pendidikan Agama Islam
Tempat wawancara
: Ruang Guru SMA Negeri 8 Kab. Tangerang
Pertanyaan :
1. Sejak kapan ibu mengajar di SMA Negeri 8 Kab. Tangerang?
2. Bagaimana kriteria penilaian Pendidikan Agama Islam yang ibu laksanakan,
(meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik)?
3. Apa perencanaan dan metode pembelajaran yang ibu pergunakan dalam KBM
PAI?
4. Bagaimana keadaan akhlak siswa pada aktifitas keseharian ditinjau dari sopan
santun, segi kerapihan dan kebersihan, sikap tolong menolong, dan lain-lain?
a. Dari segi sopan santun:
Bagaimana akhlak siswa kepada guru, teman atau orang tua darinya ketika
bertemu, berbicara dan bergaul?
b. Dari segi kerapihan dan kebersihan:
Apakah siswa selalu memakai seragam sekolah dengan rapih bu?
c. Dari segi sikap tolong menolong:
Bagaimana sikap siswa ketika mendengar temannya yang sedang tertimpa
musibah (wafatnya kedua orang tua temannya, pencurian, sakit dan
sebagainya)?
5. Apa harapan ibu ke depan dalam segi bidang studi Pendidikan Agama Islam?
6. Adakah hambatan dalam KBM bidang studi PAI, seperti apa dan bagaimana
solusinya?
7. Apakah semua guru bekerja sama dalam membina akhlak(memberikan
teladan)?
8. Adakah dukungan dalam KBM bidang studi PAI?
Jawaban:
1. Saya mengajar sejak tgl 17 juli 2003
2. Kriteria penilaian dilihat dari pengetahuan (kognitif) siswa, afektif,
psikomotorik (sikap keseharian terhadap guru, teman,dan karyawan),
psikomotornya
juga
dapat
dilihat
dari
keaktifan
siswa
mengikuti
ekstrakulikuler seperti rohis, mengikuti kultum, dan mampu membaca Alqur’an dengan baik.
3. Rencana dalam KBM menyiapkan RPP, metode, memakai media belajar
seperti LCD, musholah juga sering digunakan sebagai media belajar siswa,
seperti shalat dhuha, shalat wajib berjama’ah, mendengarkan kultum, dan
setiap jum’at ada penggalangan dana untuk anak yatim.
4. Dilihat dari sopan santunnya terhadap guru, saat berpapasan bersalaman,
berbicara sopan, sebagian kecil masih ada yang belum rapih seragamnya, tapi
hanya beberapa saja, dari segi sikap tolong menolong siswa datang
menjenguk ke rumah teman nya yang sedang sakit atau tertimpa musibah.
5. Harapannya siswa mampu menerapkan pendidikan agama islam sebagai
benteng dalam kehidupannya sehari-hari, mementingkan pelajaran PAI sama
dengan mata pelajaran lainnya.
6. Hambatan masih ada, ada beberapa siswa yang masih terlambat masuk ke
kelas setelah jam istirahat atau tidak membawa buku pelajaran.
7. Dukungan KBM PAI salah satunya adalah sarana prasarana yang mendukung
seperti LCD, Buku PAI, dan dukungan dari para guru untuk sama-sama
memperhatikan siswa-siswa meski di luar jam pelajaran.
BERITA WAWANCARA
DENGAN KEPALA SEKOLAH SMA NEGERI 8 KAB.
TANGERANG
Hari/Tanggal
: Rabu, 16 Juni 2014
Interviewee
: Hadi Ramadi, S.Pd
Jabatan
: Kepala SMA Negeri 8 Kab. Tangerang
Pokok pertanyaan:
1. Bagaimana sejarah dan tujuan berdirinya SMA Negeri 8 Kab. Tangerang?
2. Apa visi dan Misi SMA Negeri 8 Kab. Tangerang ini?
3. Bagaimana struktur organisasi sekolah ini pak?
4. Bagaimana keadaan sarana dan prasarana sekolah ini pak?
5. Ada berapa jumlah guru pendidikan agama islam di sekolah ini pak?
6. Bagaimana pak realita akhlak siswa SMA Negeri 8 Kab. Tangerang ini?
7. Apa dan bagaimana harapan bapak terhadap sekolah pada umumnya dan
siswa pada khususnya?
Jawaban:
1. Berdirinya SMA Negeri 6 Kabupaten Tangerang ini sebelum nya bernama
SMA Negeri 1 Cisoka, karena berada di wilayah kecamatan cisoka, kemudian
berganti nama pada tanggal 29 januari 2011-2012 menjadi SMA Negeri 8
Kabupaten Tangerang. bermula adanya keinginan dan semangat beberapa
warga yang berada disekitar wilayah cisoka. Atas bantuan dari berbagai pihak
dan rekomendasi dari pemerintah kabupaten tangerang. Mereka merasa
terpanggil dan ikut bertanggung jawab terhadap pendidikan lanjutan yang
berstatus negeri, karena pada masa itu masih sedikit sekali orangtua yang
ingin menyekolahkan anak-anak nya ke jenjang yang lebih tinggi.
Musayawarah demi musyawarah dilaksanakan akhirnya tercetuslah suatu
keinginan dan semangat bersama untuk mengembangkan bidang pendidikan
menengah atas. Hal ini didasarkan bahwa pendidikan tingkat menengah saat
itu tergolong masih langka. Sehingga mereka yang berkeinginan melanjutkan
studi ketingkat tersebut haruspergi ke Balaraja. Kondisi ini hanya terbatas
bagi mereka yang mempunyai kemampuan material saja. Sementara bagi
mereka yang kurang mamapu terpaksa harus puas menjadi pengangguran, dan
lebih jauh lagi dikhawatirkan mereka itu akan terpengaruh oleh lingkungan
kurang baik yang kemudian akan terjerumus kearah kejahatan.
2. Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 8 Kab. Tangerang
a. Visi : Menjadi sekolah terunggul berwawasan nasional, bersaing secara
internasional dan religius.
b. Misi
:
1. Melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan efisien berbasis
global dan berpijak pada budaya bangsa.
2. Menerapkan Information and Communication Technology (ICT) dan
bahasa internasional dalam proses pembelajaran dan pengelolaan
sekolah.
3. Menyelenggarakan pendidikan sekolah bertaraf internasional untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
4. Menyiapkan peserta didik untuk mampu bersaing secara nasional dan
internasional.
5. Menumbuhkan sikap belajar sepanjang hayat bagi warga sekolah
6. Menumbuhkan proses internalisasi ajaran agama dan budaya bangsa
serta implementasinya dalam kehidupan nyata.
7. Menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan IPTEK DAN
IMTAK
3. Keadaan siswa, guru, dan pegawai
1. Data Siswa
Tabel 3
DATA SISWA TAHUN AJARAN 2013/2014
No
Rombel
Jumlah Kelas
Jumlah Siswa
1
Kelas X
5
208
2
Kelas XI
7
287
3
Kelas XII
7
301
2. SMA Negeri 8 memiliki Guru dengan latar belakang pendidikan S.1 dan D3
dengan perincian sebagai berikut
- Sarjana (S1)
: 17 Orang (Guru)
- D3
: 3 Orang (Guru)
- SMA
: 5 Orang (Staf/Karyawan)
Tabel 4
Nama-nama Guru dan Pendidikan Terakhir
No
Nama-nama Guru
Mata pelajaran
Pendidikan
Terakhir
1
Zumar, S.Pd
IPS TERPADU
S1
2
Tonih Hadi, S.Pd
IPS TERPADU
S1
3
Sumarno, S.S
BAHASA
S1
4
Indraji Ahmad, S.Pd
SENI BUDAYA
S1
5
Wiwin Nurhayati, S.Pd
PKN
S1
6
Muhammad Farhan, S.Pd
IPA
S1
7
Nuraeni, S.Ag
PAI
S1
8
Drs. Suhata
IPS TERPADU
S1
9
Ade Laily, S.Pd
PKN
S1
-
10
Sri Heriawati, S.Pd
IPA TERPADU
S1
11
M.Yakub, S.Pd
IPA TERPADU
S1
12
Ali Muhtar, S.Pd
INDONESIA
S1
13
Deni Kurniawan
PENJASKES
D3
14
Puspita Sari, S.Sos.I
SENI BUDAYA
S1
15
Drs. Yayat Supriatna
INDONESIA
S1
16
Sofyan Marzuki, SE
IPS TERPADU
S1
17
Rosmalina, S.Pd
INDONESIA
S1
18
Ahmad Fakih, S.Pd
MATEMATIKA
S1
19
Kholidin Ahmad, S.Pd
KOMPUTER
S1
20
Syaiful Bahri, S.Pd
MATEMATIKA
S1
21
Rahmat Sanusi,SE
IPS TERPADU
S1
22
Dadang Rahmadi, S.Pd
MATEMATIKA
S1
23
Supriatin, S.Pd
IPA TERPADU
S1
24
Aulia Nurahmi,S.Pd
IPA TERPADU
S1
25
Arif Rahman, S.Pd
INGGRIS
S1
26
Laila Musarofah, S.Ag
PAI
S1
27
Nurhayati, S.Pd
INGGRIS
S1
28
Siti. Musfiroh, S.Pd
PAI
S1
29
Wahyu Zainal, S.Pd
INDONESIA
S1
30
Marwan Munadi
PENJASKES
D3
31
Deden Supandi
PENJASKES
D3
32
Sofyan Kurnia,S.Pd
BP
S1
33
Endang Trisnawati, S.Pd
MATEMATIKA
S1
34
Raihan Putra Rahadi, S.Pd
INGGRIS
S1
3. Struktur Organisasi SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang
Kepala Sekolah
Kaur Tata usaha
Komite Sekolah
WKS Kesiswaan
WKS Kurikulum
Coordinator MGMP
Guru
Wali Kelas
WKS Humas
Guru BP/BK
Staf TU
Siswa
4. Ada ruang-ruang kelas, laboratorium IPA, Komputer, ruang guru, ruang tat usaha,
ruang kepala sekolah, perpustakaan, musholah, koperasi, UKS, Ruang OSIS,
Kantin, Ruang ekstra kulikuler, lapangan volley merangkap lapangan basket,
meja pingpong, gudang, gardu jaga, kamar mandi/WC, Lapangan upacara.
5. Ada 3 guru Pendidikan Agama Islam, ibu Nuraeni, S.Ag, Ibu Laila Musarofah,
S.Ag dan ibu Siti Musfiroh
6. Anak-anak disini baik-baik, santun, sopan baik terhadap guru,karyawan/staf,
teman sekelas atau antar kelas, tidak ada yang berkelahi atau bermusuhan, tertib,
membuang sampah pada tempatnya, dan shalat berjamaah.
7. Harapan kedepan, semoga sekolah ini menjadi jauh lebih baik, berkenaan dengan
pendidikan agama sendiri semoga diterapkan di kehidupan dalam sekolah maupun
di luar sekolah.
Download