bab 2 landasan teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Manajemen
Robbins dan Coulter (2009:8) menjelaskan bahwa manajemen melibatkan
aktivitas-aktivitaskoordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain.
sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif Manajemen
melibatkan tanggung jawab yang memastikan pekerjaan-pekerjaan dapat diselesaikan
dengan cara yang efisien dan efektif oleh orang-orang yang bertanggung jawab untuk
melakukannya Menurut Robbins dalam bukunya yang berjudul "Perilaku organisasi”
manajemen adalah proses mengkoordinasi, dan mengintergrasikan kegiatan-kegiatan
kerja agar diselesaikan secara efesien, dan efektif Menurut Hasibuan (2007:1)
Manajemen adalah ilmu, dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia, dan sumber-sumber lainya secara efektif dan efesien untuk mencapai suatu
tujuan tertentu.
Maka dikatakan bahwa manajemen adalah kemampuan untuk berorganisasi
dan bagaimana cara mengendalikan sebuah organisasi dengan memanfaatkan sumber
daya organisasi yang ada agar mencapai tujuan secara efesien dan efektif.
Manajemen melibatkan efesiensi dan efektifitas penyelesaian kerja organisasi.
2.1.2 Fungsi-Fungsi dalam Manajemen
Menurut Robbins dan Coulter dalam bukunya "Manajemen” (2009:9) Fungsifungsi manajemen adalah perencanaan Mencakup penetapan tujuan suatu organisasi
tujuan penentuan tujuan strategi keseluruhan untuk mencapai tujuan tersebutdan
pengembangan serangkaian rencana komprehensif untuk menggabungkan dan
mengoordinasi berbagai aktivitas.
Pengorganisasian Penetapan tugas yang harus dikerjakan, siapa yang
mengerjakan tugas tersebut, bagaimana tugas tersebut dikelompokkan, siapa melapor
kepada siapa, dan dimana keputusan-keputusan dibuat.
Kepemimpinan Mencakup pemberian motivasi karyawan, pengaturan orang,
pemilihan saluran komunikasi yang paling efektif dan penyelesaian konflik.
1
2
Pengendalian Memantau aktivitas untuk memastikan aktivitas tersebut diselesaikan
penyimpangan-penyimpangan seperti yang telah direncanakan dan membenarkan
yang
signifikan.
3
2.2
Kepemimpinan
Kata “memimpin” menurut Wahjosumidjo (2010: 104) Mempunyai arti
memberikan bimbingan, menuntun, mengarahkan, dan berjalan di depan (precede).
Pemimpin berperilaku untuk membantu organisasi dengan kemampuan maksimal
dalam mencapai tujuan. Pemimpin tidak berdiri sendiri di samping, melainkan
mereka memberikan dorongan dan memacu (to prod), berdiri di depan yang
memberikan kemudahan untuk kemajuan serta memberikan inspirasi organisasi
dalam mencapai tujuan. Menurut Koontz dan Donnel yang dimaksud kepemimpinan
secara umum, merupakan pengaruh, seni atau proses mempengaruhi sekelompok
orang, sehingga mereka mau bekerja dengan sungguhsungguh untuk meraih tujuan
kelompok. Sedangkan kepemimpinan menurut E. Mulyasa dapat diartikan sebagai
kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan untuk pencapaian tujuan
bersama atau organisasi (Sobri dkk, 2009:72).
Menurut Sutarto (2006: 8) “Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan
tertentu pada situasi tertentu”.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain dan memotivasi individuindividu supaya bekerjasama dibawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk
mencapai tujuan perusahaan yang diinginkan. Rumusan kepemimpinan dan sejumlah
ahli tersebut menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi terdapat orang yang
mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan, membimbing dan juga
sebagian orang yang mempunyai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain
agar mengikuti apa yang menjadi kehendak dari pada atasan atau pimpinan mereka.
Karena itu, kepemimpinan dapat dipahami sebagai kemampuan mempengaruhi
bawahan agar terbentuk kerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan
organisasi. Apabila orang-orang yang menjadi pengikut atau bawahan dapat
dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang dimiliki oleh atasan maka mereka
akan mau mengikuti kehendak pimpinannya dengan sadar, rela, dan sepenuh hati.
Menurut Robbins & Judge (2007), ada teori yang disebut trait theories of
leadership yang membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin dengan
memfokuskan kepada kualitas personal dan karakter yang dimiliki seseorang. trait
theories ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin adalah dilahirkan, bukan
4
dibentuk. Jadi dari sudut pandang ini, trait theories of leadership mengasumsikan
bahwa seseorang dilahirkan sebagai pemimpin atau tidak. Teori kepemimpinan yang
lain dari Robbins & Judge adalah behavioral theory yang menyatakan bahwa
perilaku seseorang yang membedakan antara seorang pemimpin dan bukan
pemimpin. Adapun teori kepemimpinan yang lain dari Robbins & Judge adalah
contingency theory yang menyatakan bahwa kelompok yang efektif tergantung dari
gaya kepemimpinan yang tepat dengan bawahan dan tingkat situasi dimana harus
mengontrol bawahan atau memberikan teladan pada bawahan.
Tingkah laku pemimpin yang istimewa, pertama adalah kemampuan memberi
inspirasi bersama atau pemimpin sebagai inspirational motivation. yaitu memberikan
gambaran ke masa depan dan membantu orang lain. Kedua, adalah kemampuan
membuat model pemecahan (idealized infue), yaitu memberi keteladanan dan
merencanakan keberhasilan-keberhasilan kecil. Semuanya untuk memahami tentang
transformational
leadership
mentransformasikan
yaitu
bawahannya
bahwa
melalui
seorang
empat
cara:
pemimpin
idealized
dapat
inhence,
inspirational motivation, intelectual stimulation dan individualized consideration.
2.2.1 Fungsi Kepemimpinan
Menurut Rivai (2005:53), fungsi kepemimpinan berhubungan langsung
dengan situasi sosial di dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing- masing,
yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam dan bukan di luar
situasi itu. Secara operasional dapat dibedakan dalam iima fungsi pokok
kepemimpinan (Rivai, 2005) yaitu:
1. Fungsi Instruks
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator
merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, dan dimana perintah itu
dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan
yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi
orang lain agar mau melaksanakan perintah.
2. Fungsi Konsultasi
Fungsi ini bersifat dua arah. Pada tahap pertama, pemimpin memerlukan
bahan pertimbangan dalam usaha menetapkan keputusan dimana pemimpin
diharuskan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai
mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan
5
keputusan. Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh umpan balik untuk
memperbaiki dan menyempurnakan keputusan yang direncanakan ataupun
yang sudah dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif diharapkan
keputusan
pemimpin
mendapat
dukungan
atau
lebih
mudah
menginstruksikannya kepada bawahan.
3. Fungsi Partisipasi
Fungsi ini pemimpin berusaha mengaktiikan orang-orang yang dipimpinnya,
baik
dalam
keikutsertaan
mengambil
keputusan
ataupun
dalam
meiakanakannya. Partisipasi ini dilakukan secara terkendali dan terarah serta
mencampuri urusan atau tugas lain.
4. Fungsi Delegasi
Fungsi ini sebagai pemberian pelimpahan wewenang. membuat keputusan
baik melalui persetujuan pimpinan atau tidak. Maksud dari fungsi ini adalah
lebih ke arah memberikan kepercayaan kepada bawahan
5. Fungsi Pengendalian
Maksud fungsi ini adalah kepemimpinan yang sukses mampu mengatur
aktivitas anggotanya secara terarah sehingga memungkinkan mencapai tujuan
bersama secara maksimal. Hal ini dapat diwujudkan melalui kegiatan
bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan.
2.2.2 Gaya Kepemimpinan
Ada suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami kesuksesan
dari kepemimpinan, yakni dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan
disini adalah gayanya. Gaya oleh pemimpin tersebut. Jadi yang di kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut
mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya
kepemimpinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan motivasi
yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan
akan menghasilkan produktivitas yang tinggi.
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam
memimpin para pengikutnya, perilaku para pemimpin itu disebut dengan gaya
kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk
mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau
kepribadian. Seorang pemimpin merupakan seseorang yang memiliki suatu program
6
dan yang berperilaku secara bersama-sama dengan anggota-anggota kelompok
dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga kepemimpinan
mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik yang mendorong, memotivasi dan
mengkordinasikan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Kartini Kartono (2008:34) menyatakan sebagai berikut :
“Gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan, tempramen, watak
dan kepribadian yang membedakan seorang pemimpin dalam
berinteraksi dengan orang lain”
Menurut Miftah Thoha (2010:49) mengemukakan bahwa :
“Gaya kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan
oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
prilaku orang lain atau bawahan”
Menurut Yayat M Herujito (2006:188) mengartikan gaya kepemimpinan
adalah sebagai berikut :
“Gaya kepemimpinan bukan bakat, oleh karena itu gaya
kepemimpinan dipelajari dan dipraktekan dalam penerapannya harus
sesuai dengan situasi yang dihadapi”
Berdasarkan pengertian-pengertian gaya kepemimpinan diatas dapat disimpulkan
bahwa gaya kepemimpinan adalah kemampuan seseorang pemimpin dalam
mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang bawahan untuk
bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai
suatu tujuan tertentu.
Dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang dikembangkan oleh Robert
House (dalam Kreitner dan Kinicki, 2005) menyatakan bahwa pemimpin mendorong
kinerja yang lebih tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan bisa yang
mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai
dengan usaha yang serius. Kepemimpinan yang berlaku secara universal
menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Dalam situasi yang
berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yaitu karakteristik personal dan kekuatan
lingkungan. Teori ini juga menggambarkan bagaimana persepsi harapan dipengaruhi
oleh hubungan kontijensi diantara empat gaya kepemimpinan dan berbagai sikap dan
perilaku karyawan. Perilaku pemimpin memberikan motivasi sampai tingkat (1)
7
mengurangi halangan jalan yang mengganggu pencapaian tujuan. (2) memberikan
panduan dan dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan, dan (3) mengaitkan
penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan, Selain itu House percaya
bahwa pemimpin dapat menunjukkan lebih dari satu gaya kepemimpinan.
2.2.3 Macam-Macam Gaya Kepemimpinan
Flippo dalam Sudaryono (2014:200) berpendapat gaya kepemimpinan dapat
dirumuskan sebagai suatu pola perilaku yang dirancang untuk memadukan
kepentingan-kepentingan organisasi dan personalia guna mengejar beberapa
sarasaran.
Dharma
dalam
Sudaryono
(2014:200)
mendefinisikan
bahwa
gaya
kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan seseorang pada saat ia
mencoba mempengaruhi orang lain. Sedangkan Robins dan Judge (2006)
mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan antara lain :
1. Gaya kepemimpinan kharismatik : Para pengikut terpacu kemampuan
kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati
perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka.
2. Gaya kepemimpinan transaksional : merupakan pemimpin yang memandu
atau memotivasi dengan cara memberikan reward pada para pengikut mereka
menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan
tugas.
3. Gaya kepemimpinan transformasional : Mencurahkan perhatian pada hal-hal
dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut, pemimpin
transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalanpersoalan
dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan caracara baru,
dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para
pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok.
4. Gaya
kepemimpinan
visioner
:
Kemampuan
menciptakan
dan
mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa
depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik
dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat,
mempunyai kekuatan besar sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan
awal ke masa depan dengan membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber
daya untuk mewujudkannya.
8
Maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan perilaku yang
ditunjukan oleh pemimpin kepada bawahannya dengan tujuan untuk mempengaruhi
dan memotivasi bawahannya supaya dapat diarahkan guna mencapai tujuan.
2.2.4
Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya kepemimpinan transformasional dapat mengubah dan memotivasi para
pengikut dengan membuat para pengikut lebih menyadari pentingnya hasil tugas,
membujuk para pengikut untuk mementingkan kepentingan organisasi dibandingkan
dengan kepentingan pribadi, dan mengaktifkan kebutuhan para pengikut yang lebih
tinggi (Yukl, 2010:305).
Menurut
Bass
dalam
buku
Yukl
(2010:313)
menjelaskan
bahwa
kepemimpinan transformasional adalah suatu keadaan dimana para pengikut dari
seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman,
kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk
melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan mereka. Pemimpin tersebut
mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan cara membuat mereka lebih
sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan, mendorong mereka untuk
lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri, dan
mengaktifkan kebutuhan – kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi.
Menurut Bass dalam Robbins dan Judge (2013:151) kepemimpinan
transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan
intelektual yang diindividualkan dan memiliki kharisma.
Sedangkan menurut Newstrom dan Bass (dalam Sadeghi dan Pihie, 2012)
pemimpin transformasional memiliki beberapa komponen perilaku tertentu,
diantaranya adalah integritas dan keadilan, menetapkan tujuan yang jelas, memiliki
harapan yang tinggi, memberikan dukungan dan pengakuan, membangkitkan emosi
pengikut, dan membuat orang untuk melihat suatu hal melampui kepentingan dirinya
sendiri untuk meraih suatu hal yang mustahil.
Yukl (2010:305) merumuskan empat ciri yang dimiliki oleh seorang
pemimpin sehingga memiliki kualitas transformasional, antara lain:
1. Pengaruh Ideal (Idealized influence) yaitu perilaku yang membangkitkan
emosi dan identifikasi yang kuat dari para pengikut terhadap pemimpin.
2. Pertimbangan Individual (Individualized consideration) meliputi pemberian
dukungan, dorongan, dan pelatihan bagi para pengikut.
9
3. Motivasi Inspirasional (Inspirational motivation) meliputi penyampaian visi
yang menarik, dengan menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya
bawahan.
4. Stimulasi
Intelektual
(Intellectual
stimulation)
yaitu
perilaku
yang
meningkatkan kesadaran pengikut akan permasalahan dan mempengaruhi
para pengikut untuk memandang masalah dari perspektif yang baru.
2.2.5 Dimensi Gaya Kepemimpinan Transformasional
Dalam penelitian ini, yang termasuk variabel bebas adalah gaya
kepemimpinan transformasional Sedangkan, variabel terikat adalah kinerja
karyawan. Dimensi gaya kepemimpinan transformasional, yaitu:
1. Pengaruh Ideal (Idealized influence), meliputi:
•
Supervisor dapat membuat para karyawan merasa tenang dalam
menghadapi kesulitan.
•
Para karyawan menghormati supervisornya.
•
Para karyawan mempercayai supervisornya.
•
Karyawan merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan.
•
Supervisor dapat dijadikan contoh.
•
Supervisor
mampu
memotivasi
para
karyawan
untuk
lebih
mementingkan kepentingan perusahaan.
2. Pertimbangan Individual (Individualized consideration), meliputi:
•
Supervisor memberikan pelatihan ketika karyawan membutuhkannya.
•
Supervisor menghargai karyawan yang memiliki cara kerja yang baik.
•
Supervisor memberikan konseling kepada karyawannya.
•
Supervisor menghargai setiap masukan dari karyawan.
•
Supervisor memberi kesempatan belajar kepada tiap karyawannya.
3. Motivasi Inspirasional (Inspirational motivation), meliputi:
•
Supervisor selalu menanamkan visi perusahaan pada karyawannya
dengan jelas.
•
Supervisor mampu memberikan semangat kepada karyawannya.
•
Supervisor mampu menumbuhkan rasa antusias dalam diri karyawan.
•
Supervisor mengajarkan bahwa karyawan harus belajar dari setiap
kesalahan.
10
4. Stimulasi Intelektual (Intellectual stimulation), meliputi:
•
Supervisor mampu memberikan cara pandang yang baru dalam
menghadapi masalah.
•
Supervisor
memberikan
karyawan
kesempatan
agar
dapat
menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri.
•
Supervisor mendorong karyawan untuk lebih kreatif dalam bekerja.
•
2.3
Motivasi
Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakan diri karyawan
yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental
karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat
motivasi kerjanya untuk mencapai motivasi kerja maksimal.
Menurut Robbins (2006:213) motivasi adalah proses yang ikut menentukan
intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran.
Dari definisi diatas, maka motivasi dapat didefinisikan sebagai masalah yang
sangat penting dalam setiap usaha kelompok orang yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan organisasi, masalah motivasi dapat dianggap simpel karena pada
dasarnya manusia mudah dimotivasi, dengan memberikan apa yang diinginkannya.
Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakan diri karyawan yang
terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental
karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat
motivasi kerjanya untuk mencapai motivasi kerja maksimal.
Menurut Robbins (2006:213) motivasi adalah proses yang ikut menentukan
intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran.
2.3.1 Teori Motivasi
2.3.1.1 Teori Motivasi Abraham Maslow
Teori motivasi Maslow dinamakan A Theory og Human Motivation atau teori
hierarki kebutuhan maslow. Abraham Maslow dalam Suwatno dan Priansa
(2011:176) menyatakan bahwa : ”kebutuhan yang diinginkan seseorang berjenjang
artinya, jika kebutuhan yang pertama telat terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan
muncul menjadi yang pertama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah
11
terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan
kelima.
Hasibuan (2011:154) mengemukakan jenjang/hierarki kebutuhan menurut Abraham
Muslow, yakni:
1. Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis)
Kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Yang termasuk dalam kebutuhan
ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya.
Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berprilaku
atau bekerja dengan giat.
2. Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan)
Kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman
kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.
3. Affiliation or acceptance needs (kebutuhan sosial)
Kebutuhan sosial, teman, afisilasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta
diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya.
Pada dasarnya manusia sosial tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri
di tempat terpencil. Ia selalu membutuhkan kehidupan berkelompok.
4. Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise)
Kebutuhan akan penghargaan diri dan pergaulan serta penghargaan prestise
diri karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul
karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi, perlu
juga diperhatikan oleh pemimpin bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang
dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam organisasi, semakin tinggi
pula prestise. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang
digunakan sebagai simbol status itu.
5. Self actualization (akutualisasi diri)
Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan,
keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat
memuaskan/luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi
seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan
sepenuhnya dapat berbeda oleh para pimpinan perusahaan dengan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
12
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan, sangat penting untuk memuaskan kebutuhan
manusia, ini terlihat jalas pada perusahaan modern yang selalu memperhatikan
kebutuhan karyawan. Bentuk lain dari pembahasan ini adalah dengan memberikan
perlindungan dan kesejahteraan para karyawan.
Gambar 2.1 Grafik Kebutuhan Maslow
Sumber: Desain Penelitian Penulis, 2016
2.3.1.2 Teori Motivasi Prestasi MC Clelland
Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievment
Motivation Theory atau teori Motivasi Prestasi Mc Clelland. Menurut Mc Clelland
yang dikutip oleh Hasibuan (2011) teori ini berpendapat bahwa karyawan
mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan
digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta
peluang yang tersedia.
Menurut Mc Clelland yang dikutip oleh Hasibuan (2011:162) hal-hal yang
memotivasi seseorang yaitu:
1. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement = n Ach)
Merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang.
Karena itu, n Ach mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas
dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya untuk
prestasi kerja yang maksimal. Karyawan akan antusias untuk berprestasi
tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberikan kesempatan. Seseorang
menyadari bahwa mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh
pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhirnya memiliki
serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation = n Af)
Merupakan daya tarik penggerak yang akan memotivasi semangat kerja
seseorang.
Seseorang
karena
kebutuhan
n
Af
akan
memotivasi
mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya.
3. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power = n Pow)
Merupakan daya penggerak yang memotivasi gairah kerja karyawan. N Pow
akan merangsang daya memotivasi gairah kerja karyawan serta mengerahkan
13
semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang
terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan
menimbulkan persaingan. Persaingan ditimbulkan secara sehat oleh manajer
dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja
giat.
2.3.2 Jenis-Jenis Motivasi
Motivasi merupakan fenomena hidup yang banyak corak dan ragamnya
Motivasi merupakan fenomena hidup yang secara umum motivasi dapat
diklasifikasikan ke dalam empat jenis yang satu sama lain memberi warna terhadap
aktivitas manusia. Malayu S.P Hasibuan (2005:150) mengatakan bahwa jenis-jenis
motivasi adalah sebagai berikut:
1. Motivasi Positif (Insentif Positif)
Motivasi Positif adalah Manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan
memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar
2. Motivasi Negatif (Insentif Negatif)
Motivasi Negatif adalah Manajer memotivasi bawahan dengan standar
mereka akan mendapatkan hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat
bekerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat karena mereka takut
dihukum, tetapi untuk jangka panjang dapat berakibat kurang baik.
2.3.3 Prinsip-Prinsip dalam Motivasi Kerja
Mangkunegara (2007:100), mengatakan bahwa terdapat
beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut
berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2. Prinsip Komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan
usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih
mudah dimotivasi kerjanya.
3. Prinsip Pengakui Andil Bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam
usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih
mudah dimotivasi kerjanya.
14
4. Prinsip Pendelegasian Wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai
bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap
pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan
menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin
5. Prinsip Memberi Perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai
bawahan, akan memotivasi pegawai bekrja apa yang diharapkan oleh
pemimpin.
2.3.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi
Frederick Herzberg (dalam Sedamaryanti, 2008:233) mengembangkan teori
hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu
dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau
intrinsic motivation dan faktor pemeliharaan (maintenance factor) yang disebut
dengan disastifier atau extrinsic motivation.
Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan faktor
pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang
tersebut (condition intrinsic) antara lain:
1. Prestasi yang diraih (achievement)
2. Pengakuan orang lain (recognition)
3. Tanggungjawab (responsibility)
4. Peluang untuk maju (advancement)
5. Kepuasan kerja itu sendiri (the work itself)
6. Kemungkinan pengembangan karier (the possibility of growth)
Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene factor
merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara
keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan.
Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat
pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor
ekstrinsik, yang meliputi:
1. Kompensasi
2.
Keamanan dan keselamatan kerja
3. Kondisi kerja
15
4. Status
5. Prosedur perusahaan
6. Mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman
sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan.
2.3.5 Dimensi Motivasi
Frederick Herzberg dalam Hasibuan (2012:157), seorang profesor ilmu jiwa
pada Universitas di Cleveland, Ohio, mengemukakan Teori Motivasi Dua Faktor
atau Herzberg's Two Factors Motivation Theory. Menurut Frederick Herzberg dalam
Robbins (2008:218) ada dua jenis faktor yang mempengarhi motivasi kerja, yaitu
faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik.
1. Faktor-Faktor Intrinsik yang berkaitan dengan isi pekerjaan, antara lain:
•
Tanggung Jawab (Responsibility), besar kecilnya tanggung jawab
yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan.
•
Kemajuan (Advancement), besar kecilnya kemungkinan karyawan
dapat maju dalam pekerjaannya.
•
Pekerjaan Itu Sendiri (the work itself), besar kecilnya tantangan yang
dirasakan oleh karyawan dari pekerjaannya.
•
Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan karyawan
mendapatkan prestasi kerja, mencapai kinerja tinggi.
•
Pengakuan (Recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan
kepada karyawan atas kinerja yang dicapai.
2. Faktor-Faktor Ekstrinsik yang menimbulkan ketidakpuasan serta berkaitan
dengan konteks pekerjaan, antara lain:
•
Kebijakan dan Administrasi perusahaan (company policy and
administration), derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari
semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi.
•
Kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja
dengan pelaksanaan tugas pekerjaannya.
•
Gaji dan Upah (wagesand salaries), derajat kewajaran dari gaji yang
diterima sebagai imbalan kinerjanya.
•
Hubungan Antar Pribadi (interpersonal relation), derajat kesesuaian
yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan lain.
16
•
Kualitas supervisi (Quality supervisor), derajat kewajaran penyeliaan
yang dirasakan dan diterima oleh karyawan.
2.4
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan
manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam
suatu perusahaan,namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh lansung terhadap
para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja
adalah suasana dimana karyawan melakukan aktivitas setiapharinya. Lingkungan
kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk
dapat bekerja optimal. Jika karyawan menyenagi lingkungan kerja dimana dia
bekerja, maka karyawan tersebut akan betah ditempat kerjanya, melakukan
aktivitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Sebaliknya
lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja karyawan.
Beberapa ahli mendifinisikan lingkungan kerja antara lain sebagai berikut:
1. Menurut (Nitisemito dalam Nuraini 2013:97) lingkungan kerja adalah segala
sesuatu yang ada disekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dalam
menjalankan tugas yang diembankan kepadanya misalnya dengan adanya air
conditioner (AC), penerangan yang memadai dan sebagainya.
2. Sedangkan menurut (Mardiana, 2005:78) lingkungan kerja adalah lingkungan
dimana pegawai melakukan pekerjaannya sehari-hari. Dari beberapa defenisi
diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada disekitar para pekerja/karyawan yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja karywan dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga akan diperoleh
hasil kerja yang maksimal, dimana dalam lingkungan kerja tersebut terdapat
fasilitas kerja yang mendukung karyawan dalam penyelesaian tugas yang
bebankan kepada karyawan guna meningkatkan kerja karyawan dalam suatu
perusahaan.
Dari beberapa teori di atas disimpulkan bahwa
2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Menurut (Sedarmayanti dalam Wulan, 2011:21) Menyatakan bahwa secara
garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor lingkungan
kerja fisik dan faktor lingkungan kerja non fisik.
17
1. Faktor Lingkungan Kerja Fisik
•
Pewarnaan
•
Penerangan
•
Udara
•
Suara bising
•
Ruang gerak
•
Keamanan
•
Kebersihan
2. Faktor Lingkungan Kerja Non Fisik
•
Struktur kerja
•
Tanggung jawab kerja
•
Perhatian dan dukungan pemimpin
•
Kerja sama antar kelompok
•
Kelancaran komunikasi
Tingkat Visual Privacy dan Acoustical Privacy dalam tingkat pekerjaan
tertentu membutuhkan tempat kerja yang dapat mdemberi privasi bagi karyawannya.
Yang dimaksud privasi disini adalah sebagai “ keleluasan pribadi “ terhadapa hal-hal
yang menyangkut dirinya dan kelompoknya. Sedangkan acoustical privasi
berhubungan dengan pendengaran.
Menurut Sedarmayati (2009:21) definisi lingkungan kerja adalah sebagai
berikut:
“Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang
dihadapi,lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode
kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan
maupun sebagai kelompok”.
Dari beberapa pendapat diatas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja
merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, yang
dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaan saat bekerja.
2.4.2 Indikator Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2011:28) menguraikan dua belas indikator lingkungan kerja,
diantaranya adalah penerangan, temperatur udara, sirkulasi, kebisingan, keamanan,
18
hubungan kerja dan suasana kerja.
Berikut akan dijelaskan mengenai indikator-
indikator tersebut.
1. Lingkungan Kerja Fisik
•
Penerangan.
Penerangan atau cahaya sangat besar manfaatnya bagi
karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja.
Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan atau
cahaya yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang
kurang jelas mengakibatkan penglihatan menjadi kurang jelas,
sehingga
pekerjaan
akan
lambat,
banyak
mengalami
kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien
dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi
sulit dicapai.
•
Temperatur udara.
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia
mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu
berusaha untuk mempertahankan keadaan normal dengan
suatu
sistem
tubuh
yang
sempurna
sehingga
dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar
tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut
ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat
menyesuaikan dengan temperatur luar jika perusahaan
temperature luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi
panas dan 33% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal
tubuh. Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat
temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan
tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena
kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di
daerah bagaimana karyawan dapat hidup.
•
Siklus udara
Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup
untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses
metaboliasme. Udara disekitar dikatakan kotor apabila kadar
oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan telah
19
bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi
kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah
adanya tanaman disekitar tempat kerja. Tanaman merupakan
penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan
sukupnya oksigen disekitar tempat kerja, ditambah dengan
pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman disekitar
tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan
kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja
akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah
setelah bekerja.
•
Kebisingan
Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk
mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak
dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama
dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu
ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan
kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan
yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan
membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya
dihindarkan aga pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan
dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.
Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin
buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin
berkurang.
•
Keamanan
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap
dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya
keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di
tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas
Keamanan (SATPAM).
2. Lingkungan Kerja Non Fisik
•
Hubungan kerja
20
Hubungan kerja merupakan semua keadaan yang terjadi, baik
hubungan kerja dengan atasan maupun hubungan sesama
rekan kerja, maupun dengan bawahan.
•
Suasana Kerja
Suasana kerja merupakan kondisi kerja yang kondusif seperti
suasana yang nyaman atau tidak. Hubungan kerja merupakan
semua keadaan yang terjadi, baik hubungan kerja dengan
atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, maupun dengan
bawahan.
Dengan demikian, Sedarmayanti (2011:28) menyatakanbahwa yang menjadi
indikator-indikator lingkungan kerja meliputi: penerangan, temperatur udara,
sirkulasi, kebisingan, keamanan, hubungan kerja dan suasana kerja.
2.5
Kinerja Karyawan
Defenisi kinerja yang dikemukakan para ahli (Tika, 2006:121) terdapat
beberapa defenisi, yaitu mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi,
kecakapan, dan presepsi peranan.
Secara umum, pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam kemampuan melaksanakan
tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan oleh atasan kepadanya.
Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha
seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi
tertentu.
Pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam
melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas-tugas tersebut
biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan.
Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang karyawan masuk dalam tingkatan
kinerja tertentu.
Menurut Mahsun (2006), kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan misi, dan visi yang tertuang dalam perencanaan strategi organisasi.
Sedangkan Simanjuntak (2005), menyatakan bahwa kinerja adalah tingkatan
pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu dalam rangka mewujudkan pencap
hasil untuk mencapai tujuan perusahaan.
21
Menurut Mathis dan Jackson (2006:378), kinerja pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau apa yang tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah 25
yang mempengaruhi seberapa banyak mereka member kontribusi pada organisasi.
Perbaikan kinerja baik individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam
upaya meningkatkan kinerja organisasi. Pada sebagian besar organisasi, kinerja para
karyawan individual merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan
organisasional. Diskusi pembuka tentang jenis pekerjaan dan menjadi seorang
pemberi kerja terkemuka menakankan bahwa seberapa baik para kaaryawan
melakukan pekerjaan mereka mempengaruhi produktifitas dan kinerja organisasional
secara signifikan. Karyawan dalam organisasi dapat menjadi keunggulan dalam
bersaing. Namun, mereka juga bisa menjadi penghambat. Ketika beberapa karyawan
tahu bagaimana melakukan pekerjaannya, ketika karyawan terus menerus
meninggalkan organisasi dan ketika karyawan tetap bekerja namun tidak efektif,
sumber daya manusia merupakan kompetitif yang menempatkan organisasi dalam
kondisi yang merugi. Kinerja indivdu, motivasi dan retensi karyawan merupakan
faktor utama organisasi untuk memaksimalkan efektifitas sumber daya manusia
individual.
2.5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Robbins (2007), menyatakan kinerja sebagai fungsi interaksi antara
kemampuan atau Ability (A), Motivasi atau Motivation (M) dan kesempatan atau
opportunity (O) dengan persamaan sebagai berikut:
Kinerja = f (A, M, O)
Artinya, kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan
kesempatan. Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain efektifitas dan efisiensi,
otoritas, disiplin, dan inisiatif menurut (Tika,2006:121).
1. Efektivitas dan Efisiensi.
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh
mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibatakibat yang tidak dicari kegiatan mempunyai nilai yang penting dari
hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun
efektif dinamakan tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang dicaricari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efisien.
22
2. Otoritas (wewenang).
Arti otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam
organisasi formal yang dimiliki (diterima) oleh seorang anggota
organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan
kerja sesuai dengan kontribusinya (sumbangan tenaganya). Perintah
tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan dalam organisasi tersebut.
3. Disiplin
Disiplin kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati
perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia kerja.
4. Inisiatif.
Berkaitan dengan daya dan kreativitas dalam bentuk ide untuk
merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi,
inisiatif adalah gaya dorong kemajuan yang bertujuan untuk
mempengaruhi kinerja organisasi.
2.5.2 Indikator Kinerja Karyawan
Ukuran secara kualitatif dan kuantitatif yang menunjukkan tingkatan
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan adalah merupakan
indikator dari suatu kinerja. Indikator kinerja haruslah merupakan sesuatu yang dapat
dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat
kinerja. Kegunaan indikator dari kinerja tersebut adalah untuk melihat bahwa kinerja
dari setiap hari dalam perusahaan dan perorangan terus mengalami peningkatan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Prawirosentono (2009:54) kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai
mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan dan upah
yang layak dan mempunyai harapan masa depan. Secara teoritis ada tiga kelompok
variabel yang mempengaruhi kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel
organisasi, dan variabel pisikologis. Kelompok variabel individu terdiri dari variabel
kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis.
Menurut Mathis dan Jackson (2006:113), kinerja para karyawan adalah awal
dari keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya. Ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu :
1. Kemampuan individual
23
Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat dan
faktor kepribadian. Tingkat keterampilan, merupakan bahan mentah
yang dimiliki seorang karyawan berupa pengetahuam pemahaman,
kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan teknis.
2. Usaha yang dicurahkan
Usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika
kerja, kehadiran dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan
gambaran motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan baik.
3. Dukungan organisasional
Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas
bagi karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan,
teknologi dan manajemen. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah
apa yang mempengaruhi sebanyak mereka memberkan kontribusi
pada organisasi.
4. Kuantitas dari hasil
Pencapaian sasaran atau target dalam kuantitas dapat diukur secara
absolut, dalam prosentase atau indeks
5. Kualitas dari hasil
Kualitas bersifat relatif, sehingga tidak mudah diukur, dan sangat
tergantung pada selera individu. Kualitas dapat dilihat, di rasakan atau
di raba
6. Ketepatan waktu dari hasil
Dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan selalu membutuhkan waktu.
Waktu merupakan sumber daya yang berharga dan terbatas sehingga
tidak dapat disimpan atau ditunda, untuk itu waktu harus digunakan
secara optimal.
7. Kemampuan Kerja Sama
Kemampuan kerja sama yang dimaksud adalah kemampuan seorang
karyawan dalam bekerja sama dalam sebuah team kerja dapat
membentuk kinerja yang positif.
8. Tingkat Kehadiran
24
Tingkat kehadiran karyawan dalam sebuah perusahaan juga dapat
menjadi sebuah faktor yang membentuk kinerja karyawan.
25
2.6
Kerangka Pemikiran
Kerangka penelitian dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis
Sumber: Penelitian, 2016
26
2.7
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2008)
Menurut (Suharsimi, 2006) hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang
terkumpul. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban
teoritis
terhadap
rumusan
masalah
penelitian
dan
belum
ada
jawaban
empiris.Berdasarkan landasan teori tersebut, dapat disusun hipotesis penelitian
sebagai berikut:
Pengaruh variabel gaya kepemimpinan terhadap variabel kinerja karyawan
H0: Gaya Kepemimpinan Transformasional secara parsial tidak memilik pengaruh
yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan
Ha: Gaya Kepemimpinan Transformasional secara parsial memilik pengaruh yang
signifikan terhadap Kinerja Karyawan
Pengaruh variabel motivasi terhadap variabel kinerja karyawan
H0: Motivasi secara parsial tidak memilik pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja
Karyawan
Ha: Motivasi secara parsial memilik pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja
Karyawan
Pengaruh variabel lingkngan kerja terhadap variabel kinerja karyawan
H0: Lingkungan Kerja secara parsial tidak memilik pengaruh yang signifikan
terhadap Kinerja Karyawan
Ha: Lingkungan Kerja secara parsial memilik pengaruh yang signifikan terhadap
Kinerja Karyawan
Pengaruh varibel gaya kepemimpinan, motivasi, dan motivasi terhadap
variabel kinerja karyawan
27
H0: Gaya Kepemimpinan Transformasional, Motivasi dan Lingkungan Kerja secara
serentak tidak memilik pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan
Ha: Gaya Kepemimpinan Transformasional, Motivasi dan Lingkungan Kerja secara
serentak memilik pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan.
Download