BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Robbins dan Coulter (2009:8) menjelaskan bahwa manajemen melibatkan aktivitas-aktivitaskoordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain. sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif Manajemen melibatkan tanggung jawab yang memastikan pekerjaan-pekerjaan dapat diselesaikan dengan cara yang efisien dan efektif oleh orang-orang yang bertanggung jawab untuk melakukannya Menurut Robbins dalam bukunya yang berjudul "Perilaku organisasi” manajemen adalah proses mengkoordinasi, dan mengintergrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efesien, dan efektif Menurut Hasibuan (2007:1) Manajemen adalah ilmu, dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia, dan sumber-sumber lainya secara efektif dan efesien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Maka dikatakan bahwa manajemen adalah kemampuan untuk berorganisasi dan bagaimana cara mengendalikan sebuah organisasi dengan memanfaatkan sumber daya organisasi yang ada agar mencapai tujuan secara efesien dan efektif. Manajemen melibatkan efesiensi dan efektifitas penyelesaian kerja organisasi. 2.1.2 Fungsi-Fungsi dalam Manajemen Menurut Robbins dan Coulter dalam bukunya "Manajemen” (2009:9) Fungsifungsi manajemen adalah perencanaan Mencakup penetapan tujuan suatu organisasi tujuan penentuan tujuan strategi keseluruhan untuk mencapai tujuan tersebutdan pengembangan serangkaian rencana komprehensif untuk menggabungkan dan mengoordinasi berbagai aktivitas. Pengorganisasian Penetapan tugas yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan tugas tersebut, bagaimana tugas tersebut dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa, dan dimana keputusan-keputusan dibuat. Kepemimpinan Mencakup pemberian motivasi karyawan, pengaturan orang, pemilihan saluran komunikasi yang paling efektif dan penyelesaian konflik. 1 2 Pengendalian Memantau aktivitas untuk memastikan aktivitas tersebut diselesaikan penyimpangan-penyimpangan seperti yang telah direncanakan dan membenarkan yang signifikan. 3 2.2 Kepemimpinan Kata “memimpin” menurut Wahjosumidjo (2010: 104) Mempunyai arti memberikan bimbingan, menuntun, mengarahkan, dan berjalan di depan (precede). Pemimpin berperilaku untuk membantu organisasi dengan kemampuan maksimal dalam mencapai tujuan. Pemimpin tidak berdiri sendiri di samping, melainkan mereka memberikan dorongan dan memacu (to prod), berdiri di depan yang memberikan kemudahan untuk kemajuan serta memberikan inspirasi organisasi dalam mencapai tujuan. Menurut Koontz dan Donnel yang dimaksud kepemimpinan secara umum, merupakan pengaruh, seni atau proses mempengaruhi sekelompok orang, sehingga mereka mau bekerja dengan sungguhsungguh untuk meraih tujuan kelompok. Sedangkan kepemimpinan menurut E. Mulyasa dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan untuk pencapaian tujuan bersama atau organisasi (Sobri dkk, 2009:72). Menurut Sutarto (2006: 8) “Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu”. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain dan memotivasi individuindividu supaya bekerjasama dibawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan perusahaan yang diinginkan. Rumusan kepemimpinan dan sejumlah ahli tersebut menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi terdapat orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan, membimbing dan juga sebagian orang yang mempunyai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mengikuti apa yang menjadi kehendak dari pada atasan atau pimpinan mereka. Karena itu, kepemimpinan dapat dipahami sebagai kemampuan mempengaruhi bawahan agar terbentuk kerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila orang-orang yang menjadi pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang dimiliki oleh atasan maka mereka akan mau mengikuti kehendak pimpinannya dengan sadar, rela, dan sepenuh hati. Menurut Robbins & Judge (2007), ada teori yang disebut trait theories of leadership yang membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin dengan memfokuskan kepada kualitas personal dan karakter yang dimiliki seseorang. trait theories ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin adalah dilahirkan, bukan 4 dibentuk. Jadi dari sudut pandang ini, trait theories of leadership mengasumsikan bahwa seseorang dilahirkan sebagai pemimpin atau tidak. Teori kepemimpinan yang lain dari Robbins & Judge adalah behavioral theory yang menyatakan bahwa perilaku seseorang yang membedakan antara seorang pemimpin dan bukan pemimpin. Adapun teori kepemimpinan yang lain dari Robbins & Judge adalah contingency theory yang menyatakan bahwa kelompok yang efektif tergantung dari gaya kepemimpinan yang tepat dengan bawahan dan tingkat situasi dimana harus mengontrol bawahan atau memberikan teladan pada bawahan. Tingkah laku pemimpin yang istimewa, pertama adalah kemampuan memberi inspirasi bersama atau pemimpin sebagai inspirational motivation. yaitu memberikan gambaran ke masa depan dan membantu orang lain. Kedua, adalah kemampuan membuat model pemecahan (idealized infue), yaitu memberi keteladanan dan merencanakan keberhasilan-keberhasilan kecil. Semuanya untuk memahami tentang transformational leadership mentransformasikan yaitu bawahannya bahwa melalui seorang empat cara: pemimpin idealized dapat inhence, inspirational motivation, intelectual stimulation dan individualized consideration. 2.2.1 Fungsi Kepemimpinan Menurut Rivai (2005:53), fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial di dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing- masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam dan bukan di luar situasi itu. Secara operasional dapat dibedakan dalam iima fungsi pokok kepemimpinan (Rivai, 2005) yaitu: 1. Fungsi Instruks Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah. 2. Fungsi Konsultasi Fungsi ini bersifat dua arah. Pada tahap pertama, pemimpin memerlukan bahan pertimbangan dalam usaha menetapkan keputusan dimana pemimpin diharuskan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan 5 keputusan. Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperoleh umpan balik untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan yang direncanakan ataupun yang sudah dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif diharapkan keputusan pemimpin mendapat dukungan atau lebih mudah menginstruksikannya kepada bawahan. 3. Fungsi Partisipasi Fungsi ini pemimpin berusaha mengaktiikan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan ataupun dalam meiakanakannya. Partisipasi ini dilakukan secara terkendali dan terarah serta mencampuri urusan atau tugas lain. 4. Fungsi Delegasi Fungsi ini sebagai pemberian pelimpahan wewenang. membuat keputusan baik melalui persetujuan pimpinan atau tidak. Maksud dari fungsi ini adalah lebih ke arah memberikan kepercayaan kepada bawahan 5. Fungsi Pengendalian Maksud fungsi ini adalah kepemimpinan yang sukses mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah sehingga memungkinkan mencapai tujuan bersama secara maksimal. Hal ini dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan. 2.2.2 Gaya Kepemimpinan Ada suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami kesuksesan dari kepemimpinan, yakni dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan disini adalah gayanya. Gaya oleh pemimpin tersebut. Jadi yang di kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan motivasi yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin para pengikutnya, perilaku para pemimpin itu disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau kepribadian. Seorang pemimpin merupakan seseorang yang memiliki suatu program 6 dan yang berperilaku secara bersama-sama dengan anggota-anggota kelompok dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik yang mendorong, memotivasi dan mengkordinasikan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Kartini Kartono (2008:34) menyatakan sebagai berikut : “Gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan kepribadian yang membedakan seorang pemimpin dalam berinteraksi dengan orang lain” Menurut Miftah Thoha (2010:49) mengemukakan bahwa : “Gaya kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang lain atau bawahan” Menurut Yayat M Herujito (2006:188) mengartikan gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut : “Gaya kepemimpinan bukan bakat, oleh karena itu gaya kepemimpinan dipelajari dan dipraktekan dalam penerapannya harus sesuai dengan situasi yang dihadapi” Berdasarkan pengertian-pengertian gaya kepemimpinan diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah kemampuan seseorang pemimpin dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang dikembangkan oleh Robert House (dalam Kreitner dan Kinicki, 2005) menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan bisa yang mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai dengan usaha yang serius. Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Dalam situasi yang berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yaitu karakteristik personal dan kekuatan lingkungan. Teori ini juga menggambarkan bagaimana persepsi harapan dipengaruhi oleh hubungan kontijensi diantara empat gaya kepemimpinan dan berbagai sikap dan perilaku karyawan. Perilaku pemimpin memberikan motivasi sampai tingkat (1) 7 mengurangi halangan jalan yang mengganggu pencapaian tujuan. (2) memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan, dan (3) mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan, Selain itu House percaya bahwa pemimpin dapat menunjukkan lebih dari satu gaya kepemimpinan. 2.2.3 Macam-Macam Gaya Kepemimpinan Flippo dalam Sudaryono (2014:200) berpendapat gaya kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu pola perilaku yang dirancang untuk memadukan kepentingan-kepentingan organisasi dan personalia guna mengejar beberapa sarasaran. Dharma dalam Sudaryono (2014:200) mendefinisikan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan seseorang pada saat ia mencoba mempengaruhi orang lain. Sedangkan Robins dan Judge (2006) mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan antara lain : 1. Gaya kepemimpinan kharismatik : Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka. 2. Gaya kepemimpinan transaksional : merupakan pemimpin yang memandu atau memotivasi dengan cara memberikan reward pada para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. 3. Gaya kepemimpinan transformasional : Mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut, pemimpin transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalanpersoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan caracara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. 4. Gaya kepemimpinan visioner : Kemampuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya. 8 Maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan perilaku yang ditunjukan oleh pemimpin kepada bawahannya dengan tujuan untuk mempengaruhi dan memotivasi bawahannya supaya dapat diarahkan guna mencapai tujuan. 2.2.4 Gaya Kepemimpinan Transformasional Gaya kepemimpinan transformasional dapat mengubah dan memotivasi para pengikut dengan membuat para pengikut lebih menyadari pentingnya hasil tugas, membujuk para pengikut untuk mementingkan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan pribadi, dan mengaktifkan kebutuhan para pengikut yang lebih tinggi (Yukl, 2010:305). Menurut Bass dalam buku Yukl (2010:313) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah suatu keadaan dimana para pengikut dari seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan mereka. Pemimpin tersebut mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan cara membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri, dan mengaktifkan kebutuhan – kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi. Menurut Bass dalam Robbins dan Judge (2013:151) kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan dan memiliki kharisma. Sedangkan menurut Newstrom dan Bass (dalam Sadeghi dan Pihie, 2012) pemimpin transformasional memiliki beberapa komponen perilaku tertentu, diantaranya adalah integritas dan keadilan, menetapkan tujuan yang jelas, memiliki harapan yang tinggi, memberikan dukungan dan pengakuan, membangkitkan emosi pengikut, dan membuat orang untuk melihat suatu hal melampui kepentingan dirinya sendiri untuk meraih suatu hal yang mustahil. Yukl (2010:305) merumuskan empat ciri yang dimiliki oleh seorang pemimpin sehingga memiliki kualitas transformasional, antara lain: 1. Pengaruh Ideal (Idealized influence) yaitu perilaku yang membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat dari para pengikut terhadap pemimpin. 2. Pertimbangan Individual (Individualized consideration) meliputi pemberian dukungan, dorongan, dan pelatihan bagi para pengikut. 9 3. Motivasi Inspirasional (Inspirational motivation) meliputi penyampaian visi yang menarik, dengan menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya bawahan. 4. Stimulasi Intelektual (Intellectual stimulation) yaitu perilaku yang meningkatkan kesadaran pengikut akan permasalahan dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah dari perspektif yang baru. 2.2.5 Dimensi Gaya Kepemimpinan Transformasional Dalam penelitian ini, yang termasuk variabel bebas adalah gaya kepemimpinan transformasional Sedangkan, variabel terikat adalah kinerja karyawan. Dimensi gaya kepemimpinan transformasional, yaitu: 1. Pengaruh Ideal (Idealized influence), meliputi: • Supervisor dapat membuat para karyawan merasa tenang dalam menghadapi kesulitan. • Para karyawan menghormati supervisornya. • Para karyawan mempercayai supervisornya. • Karyawan merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan. • Supervisor dapat dijadikan contoh. • Supervisor mampu memotivasi para karyawan untuk lebih mementingkan kepentingan perusahaan. 2. Pertimbangan Individual (Individualized consideration), meliputi: • Supervisor memberikan pelatihan ketika karyawan membutuhkannya. • Supervisor menghargai karyawan yang memiliki cara kerja yang baik. • Supervisor memberikan konseling kepada karyawannya. • Supervisor menghargai setiap masukan dari karyawan. • Supervisor memberi kesempatan belajar kepada tiap karyawannya. 3. Motivasi Inspirasional (Inspirational motivation), meliputi: • Supervisor selalu menanamkan visi perusahaan pada karyawannya dengan jelas. • Supervisor mampu memberikan semangat kepada karyawannya. • Supervisor mampu menumbuhkan rasa antusias dalam diri karyawan. • Supervisor mengajarkan bahwa karyawan harus belajar dari setiap kesalahan. 10 4. Stimulasi Intelektual (Intellectual stimulation), meliputi: • Supervisor mampu memberikan cara pandang yang baru dalam menghadapi masalah. • Supervisor memberikan karyawan kesempatan agar dapat menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri. • Supervisor mendorong karyawan untuk lebih kreatif dalam bekerja. • 2.3 Motivasi Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai motivasi kerja maksimal. Menurut Robbins (2006:213) motivasi adalah proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Dari definisi diatas, maka motivasi dapat didefinisikan sebagai masalah yang sangat penting dalam setiap usaha kelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi, masalah motivasi dapat dianggap simpel karena pada dasarnya manusia mudah dimotivasi, dengan memberikan apa yang diinginkannya. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai motivasi kerja maksimal. Menurut Robbins (2006:213) motivasi adalah proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. 2.3.1 Teori Motivasi 2.3.1.1 Teori Motivasi Abraham Maslow Teori motivasi Maslow dinamakan A Theory og Human Motivation atau teori hierarki kebutuhan maslow. Abraham Maslow dalam Suwatno dan Priansa (2011:176) menyatakan bahwa : ”kebutuhan yang diinginkan seseorang berjenjang artinya, jika kebutuhan yang pertama telat terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi yang pertama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah 11 terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima. Hasibuan (2011:154) mengemukakan jenjang/hierarki kebutuhan menurut Abraham Muslow, yakni: 1. Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis) Kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Yang termasuk dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berprilaku atau bekerja dengan giat. 2. Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan) Kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. 3. Affiliation or acceptance needs (kebutuhan sosial) Kebutuhan sosial, teman, afisilasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia sosial tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri di tempat terpencil. Ia selalu membutuhkan kehidupan berkelompok. 4. Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise) Kebutuhan akan penghargaan diri dan pergaulan serta penghargaan prestise diri karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi, perlu juga diperhatikan oleh pemimpin bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam organisasi, semakin tinggi pula prestise. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu. 5. Self actualization (akutualisasi diri) Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda oleh para pimpinan perusahaan dengan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. 12 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan, sangat penting untuk memuaskan kebutuhan manusia, ini terlihat jalas pada perusahaan modern yang selalu memperhatikan kebutuhan karyawan. Bentuk lain dari pembahasan ini adalah dengan memberikan perlindungan dan kesejahteraan para karyawan. Gambar 2.1 Grafik Kebutuhan Maslow Sumber: Desain Penelitian Penulis, 2016 2.3.1.2 Teori Motivasi Prestasi MC Clelland Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievment Motivation Theory atau teori Motivasi Prestasi Mc Clelland. Menurut Mc Clelland yang dikutip oleh Hasibuan (2011) teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Menurut Mc Clelland yang dikutip oleh Hasibuan (2011:162) hal-hal yang memotivasi seseorang yaitu: 1. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement = n Ach) Merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu, n Ach mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya untuk prestasi kerja yang maksimal. Karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberikan kesempatan. Seseorang menyadari bahwa mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhirnya memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. 2. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation = n Af) Merupakan daya tarik penggerak yang akan memotivasi semangat kerja seseorang. Seseorang karena kebutuhan n Af akan memotivasi mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. 3. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power = n Pow) Merupakan daya penggerak yang memotivasi gairah kerja karyawan. N Pow akan merangsang daya memotivasi gairah kerja karyawan serta mengerahkan 13 semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan. Persaingan ditimbulkan secara sehat oleh manajer dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja giat. 2.3.2 Jenis-Jenis Motivasi Motivasi merupakan fenomena hidup yang banyak corak dan ragamnya Motivasi merupakan fenomena hidup yang secara umum motivasi dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yang satu sama lain memberi warna terhadap aktivitas manusia. Malayu S.P Hasibuan (2005:150) mengatakan bahwa jenis-jenis motivasi adalah sebagai berikut: 1. Motivasi Positif (Insentif Positif) Motivasi Positif adalah Manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar 2. Motivasi Negatif (Insentif Negatif) Motivasi Negatif adalah Manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapatkan hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka panjang dapat berakibat kurang baik. 2.3.3 Prinsip-Prinsip dalam Motivasi Kerja Mangkunegara (2007:100), mengatakan bahwa terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan adalah sebagai berikut: 1. Prinsip Partisipasi Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin. 2. Prinsip Komunikasi Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya. 3. Prinsip Pengakui Andil Bawahan Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya. 14 4. Prinsip Pendelegasian Wewenang Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin 5. Prinsip Memberi Perhatian Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekrja apa yang diharapkan oleh pemimpin. 2.3.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi Frederick Herzberg (dalam Sedamaryanti, 2008:233) mengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemeliharaan (maintenance factor) yang disebut dengan disastifier atau extrinsic motivation. Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (condition intrinsic) antara lain: 1. Prestasi yang diraih (achievement) 2. Pengakuan orang lain (recognition) 3. Tanggungjawab (responsibility) 4. Peluang untuk maju (advancement) 5. Kepuasan kerja itu sendiri (the work itself) 6. Kemungkinan pengembangan karier (the possibility of growth) Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, yang meliputi: 1. Kompensasi 2. Keamanan dan keselamatan kerja 3. Kondisi kerja 15 4. Status 5. Prosedur perusahaan 6. Mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan. 2.3.5 Dimensi Motivasi Frederick Herzberg dalam Hasibuan (2012:157), seorang profesor ilmu jiwa pada Universitas di Cleveland, Ohio, mengemukakan Teori Motivasi Dua Faktor atau Herzberg's Two Factors Motivation Theory. Menurut Frederick Herzberg dalam Robbins (2008:218) ada dua jenis faktor yang mempengarhi motivasi kerja, yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. 1. Faktor-Faktor Intrinsik yang berkaitan dengan isi pekerjaan, antara lain: • Tanggung Jawab (Responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan. • Kemajuan (Advancement), besar kecilnya kemungkinan karyawan dapat maju dalam pekerjaannya. • Pekerjaan Itu Sendiri (the work itself), besar kecilnya tantangan yang dirasakan oleh karyawan dari pekerjaannya. • Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan karyawan mendapatkan prestasi kerja, mencapai kinerja tinggi. • Pengakuan (Recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada karyawan atas kinerja yang dicapai. 2. Faktor-Faktor Ekstrinsik yang menimbulkan ketidakpuasan serta berkaitan dengan konteks pekerjaan, antara lain: • Kebijakan dan Administrasi perusahaan (company policy and administration), derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi. • Kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan pelaksanaan tugas pekerjaannya. • Gaji dan Upah (wagesand salaries), derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan kinerjanya. • Hubungan Antar Pribadi (interpersonal relation), derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan lain. 16 • Kualitas supervisi (Quality supervisor), derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan dan diterima oleh karyawan. 2.4 Lingkungan Kerja Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan,namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh lansung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja adalah suasana dimana karyawan melakukan aktivitas setiapharinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Jika karyawan menyenagi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah ditempat kerjanya, melakukan aktivitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja karyawan. Beberapa ahli mendifinisikan lingkungan kerja antara lain sebagai berikut: 1. Menurut (Nitisemito dalam Nuraini 2013:97) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dalam menjalankan tugas yang diembankan kepadanya misalnya dengan adanya air conditioner (AC), penerangan yang memadai dan sebagainya. 2. Sedangkan menurut (Mardiana, 2005:78) lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaannya sehari-hari. Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja/karyawan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karywan dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga akan diperoleh hasil kerja yang maksimal, dimana dalam lingkungan kerja tersebut terdapat fasilitas kerja yang mendukung karyawan dalam penyelesaian tugas yang bebankan kepada karyawan guna meningkatkan kerja karyawan dalam suatu perusahaan. Dari beberapa teori di atas disimpulkan bahwa 2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja Menurut (Sedarmayanti dalam Wulan, 2011:21) Menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor lingkungan kerja fisik dan faktor lingkungan kerja non fisik. 17 1. Faktor Lingkungan Kerja Fisik • Pewarnaan • Penerangan • Udara • Suara bising • Ruang gerak • Keamanan • Kebersihan 2. Faktor Lingkungan Kerja Non Fisik • Struktur kerja • Tanggung jawab kerja • Perhatian dan dukungan pemimpin • Kerja sama antar kelompok • Kelancaran komunikasi Tingkat Visual Privacy dan Acoustical Privacy dalam tingkat pekerjaan tertentu membutuhkan tempat kerja yang dapat mdemberi privasi bagi karyawannya. Yang dimaksud privasi disini adalah sebagai “ keleluasan pribadi “ terhadapa hal-hal yang menyangkut dirinya dan kelompoknya. Sedangkan acoustical privasi berhubungan dengan pendengaran. Menurut Sedarmayati (2009:21) definisi lingkungan kerja adalah sebagai berikut: “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”. Dari beberapa pendapat diatas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaan saat bekerja. 2.4.2 Indikator Lingkungan Kerja Sedarmayanti (2011:28) menguraikan dua belas indikator lingkungan kerja, diantaranya adalah penerangan, temperatur udara, sirkulasi, kebisingan, keamanan, 18 hubungan kerja dan suasana kerja. Berikut akan dijelaskan mengenai indikator- indikator tersebut. 1. Lingkungan Kerja Fisik • Penerangan. Penerangan atau cahaya sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan atau cahaya yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas mengakibatkan penglihatan menjadi kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai. • Temperatur udara. Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dengan temperatur luar jika perusahaan temperature luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 33% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di daerah bagaimana karyawan dapat hidup. • Siklus udara Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metaboliasme. Udara disekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan telah 19 bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman disekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan sukupnya oksigen disekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman disekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja. • Kebisingan Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan aga pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang. • Keamanan Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM). 2. Lingkungan Kerja Non Fisik • Hubungan kerja 20 Hubungan kerja merupakan semua keadaan yang terjadi, baik hubungan kerja dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, maupun dengan bawahan. • Suasana Kerja Suasana kerja merupakan kondisi kerja yang kondusif seperti suasana yang nyaman atau tidak. Hubungan kerja merupakan semua keadaan yang terjadi, baik hubungan kerja dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, maupun dengan bawahan. Dengan demikian, Sedarmayanti (2011:28) menyatakanbahwa yang menjadi indikator-indikator lingkungan kerja meliputi: penerangan, temperatur udara, sirkulasi, kebisingan, keamanan, hubungan kerja dan suasana kerja. 2.5 Kinerja Karyawan Defenisi kinerja yang dikemukakan para ahli (Tika, 2006:121) terdapat beberapa defenisi, yaitu mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi, kecakapan, dan presepsi peranan. Secara umum, pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam kemampuan melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan oleh atasan kepadanya. Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan. Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang karyawan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu. Menurut Mahsun (2006), kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan misi, dan visi yang tertuang dalam perencanaan strategi organisasi. Sedangkan Simanjuntak (2005), menyatakan bahwa kinerja adalah tingkatan pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu dalam rangka mewujudkan pencap hasil untuk mencapai tujuan perusahaan. 21 Menurut Mathis dan Jackson (2006:378), kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau apa yang tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah 25 yang mempengaruhi seberapa banyak mereka member kontribusi pada organisasi. Perbaikan kinerja baik individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Pada sebagian besar organisasi, kinerja para karyawan individual merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan organisasional. Diskusi pembuka tentang jenis pekerjaan dan menjadi seorang pemberi kerja terkemuka menakankan bahwa seberapa baik para kaaryawan melakukan pekerjaan mereka mempengaruhi produktifitas dan kinerja organisasional secara signifikan. Karyawan dalam organisasi dapat menjadi keunggulan dalam bersaing. Namun, mereka juga bisa menjadi penghambat. Ketika beberapa karyawan tahu bagaimana melakukan pekerjaannya, ketika karyawan terus menerus meninggalkan organisasi dan ketika karyawan tetap bekerja namun tidak efektif, sumber daya manusia merupakan kompetitif yang menempatkan organisasi dalam kondisi yang merugi. Kinerja indivdu, motivasi dan retensi karyawan merupakan faktor utama organisasi untuk memaksimalkan efektifitas sumber daya manusia individual. 2.5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Robbins (2007), menyatakan kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau Ability (A), Motivasi atau Motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O) dengan persamaan sebagai berikut: Kinerja = f (A, M, O) Artinya, kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain efektifitas dan efisiensi, otoritas, disiplin, dan inisiatif menurut (Tika,2006:121). 1. Efektivitas dan Efisiensi. Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibatakibat yang tidak dicari kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif dinamakan tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang dicaricari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efisien. 22 2. Otoritas (wewenang). Arti otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam organisasi formal yang dimiliki (diterima) oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (sumbangan tenaganya). Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut. 3. Disiplin Disiplin kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia kerja. 4. Inisiatif. Berkaitan dengan daya dan kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi, inisiatif adalah gaya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi kinerja organisasi. 2.5.2 Indikator Kinerja Karyawan Ukuran secara kualitatif dan kuantitatif yang menunjukkan tingkatan pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan adalah merupakan indikator dari suatu kinerja. Indikator kinerja haruslah merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja. Kegunaan indikator dari kinerja tersebut adalah untuk melihat bahwa kinerja dari setiap hari dalam perusahaan dan perorangan terus mengalami peningkatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Prawirosentono (2009:54) kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan dan upah yang layak dan mempunyai harapan masa depan. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel organisasi, dan variabel pisikologis. Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Menurut Mathis dan Jackson (2006:113), kinerja para karyawan adalah awal dari keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu : 1. Kemampuan individual 23 Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat dan faktor kepribadian. Tingkat keterampilan, merupakan bahan mentah yang dimiliki seorang karyawan berupa pengetahuam pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan teknis. 2. Usaha yang dicurahkan Usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja, kehadiran dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. 3. Dukungan organisasional Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi dan manajemen. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah apa yang mempengaruhi sebanyak mereka memberkan kontribusi pada organisasi. 4. Kuantitas dari hasil Pencapaian sasaran atau target dalam kuantitas dapat diukur secara absolut, dalam prosentase atau indeks 5. Kualitas dari hasil Kualitas bersifat relatif, sehingga tidak mudah diukur, dan sangat tergantung pada selera individu. Kualitas dapat dilihat, di rasakan atau di raba 6. Ketepatan waktu dari hasil Dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan selalu membutuhkan waktu. Waktu merupakan sumber daya yang berharga dan terbatas sehingga tidak dapat disimpan atau ditunda, untuk itu waktu harus digunakan secara optimal. 7. Kemampuan Kerja Sama Kemampuan kerja sama yang dimaksud adalah kemampuan seorang karyawan dalam bekerja sama dalam sebuah team kerja dapat membentuk kinerja yang positif. 8. Tingkat Kehadiran 24 Tingkat kehadiran karyawan dalam sebuah perusahaan juga dapat menjadi sebuah faktor yang membentuk kinerja karyawan. 25 2.6 Kerangka Pemikiran Kerangka penelitian dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis Sumber: Penelitian, 2016 26 2.7 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2008) Menurut (Suharsimi, 2006) hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian dan belum ada jawaban empiris.Berdasarkan landasan teori tersebut, dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: Pengaruh variabel gaya kepemimpinan terhadap variabel kinerja karyawan H0: Gaya Kepemimpinan Transformasional secara parsial tidak memilik pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan Ha: Gaya Kepemimpinan Transformasional secara parsial memilik pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan Pengaruh variabel motivasi terhadap variabel kinerja karyawan H0: Motivasi secara parsial tidak memilik pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan Ha: Motivasi secara parsial memilik pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan Pengaruh variabel lingkngan kerja terhadap variabel kinerja karyawan H0: Lingkungan Kerja secara parsial tidak memilik pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan Ha: Lingkungan Kerja secara parsial memilik pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan Pengaruh varibel gaya kepemimpinan, motivasi, dan motivasi terhadap variabel kinerja karyawan 27 H0: Gaya Kepemimpinan Transformasional, Motivasi dan Lingkungan Kerja secara serentak tidak memilik pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan Ha: Gaya Kepemimpinan Transformasional, Motivasi dan Lingkungan Kerja secara serentak memilik pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan.