JURNAL ELHEKAM.indd - E-Campus IAIN Batusangkar

advertisement
GAMBARAN KONFLIK BERMATRAS AGAMA DI INDONESIA
(PROBLEM SOLVING BERBASIS TEOLOGI TRANSFORMATIF)
Toha Rudin Rizal
Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang
Abstract: The religious conflicts in Indonesia were inter-religious conflicts, conflict between the
religious groups as heretical, and the internal conflicts of the religion-people who have a different
understanding. This article examines the intensely about the issue and attempt to uncover the root of
problems behind. From this analysis, there was significance paradigmatic model of resolution based
holistic theology and transformative. Theology transformative demands the people to escape from the
burdens of religious history that often distorts the religion intrinsic value and its role. Through the
development of this theology, human will be seen as the creative process and the full responsibility for
developing life in the values of morality perennial, justice, peace and prosperity.
Keywords: Religious Conflict, Theology Transformative, Indonesia.
PENDAHULUAN
Di Indonesia, kekerasan atas nama
agama telah terjadi sejak dulu, namun
eskalasi kekerasan agama di Indonesia
dengan syariat Islam (Awwas, 2001: 158).
MMI dikenal sebagai organisasi Islam
radikal Indonesia yang diduga memiliki
jaringan dengan terorisme internasional.
meningkat tajam pasca reformasi politik
Berbagai laporan yang di-release
1998 seiring dengan menguatnya gerakan
beberapa lembaga menunjukkan tingginya
Islam radikal (Hamdi, 2012: 217). Hanya
angka kekerasan agama di Indonesia pasca
tiga bulan setelah Soeharto lengser, FPI
reformasi. Laporan Moderate Muslim
(Front Pembela Islam) lahir. Hingga saat
Society tahun 2010 mencatat adanya 81
ini, FPI dikenal sebagai kelompok Islam
kasus kekerasan agama. Laporan ini tentu
radikal yang kerap melakukan tindakan-
saja sama sekali bukan gambaran sempurna
tindakan kekerasan kepada siapa saja yang
karena tidak semua wilayah Indonesia
dianggapnya tidak sesuai dengan syariat
masuk dalam jangkauan monitoring (Bagir,
Islam. Pada Agustus 2000, ribuan orang
2010). Pada wilayah termonitor pun tidak
datang ke Yogyakarta untuk menghadiri
semua kasus kekerasan agama terlaporkan.
Kongres I Majelis Mujahidin Indonesia
Misalnya, dalam laporan Moderate Muslim
(MMI), di mana salah satu rekomendasinya
Society, Jawa Timur hanya dilaporkan
adalah menjadikan Indonesia lebih sesuai
adanya 4 kasus kekerasan agama, padahal
laporan yang dikeluarkan Center for
menerbitkan laporan bulanan). Sesuai
Marginalized Communities tahun 2010
namanya, laporan ini terutama membahas
mencatat 56 kasus yang bisa masuk dalam
dua hal: (1) pelanggaran kebebasan
kategori pelanggaran kebebasan beragama
beragama, yang pelakunya adalah institusi
dan berkeyakinan.
negara (termasuk kantor kementerian,
Secara garis besar, gambaran
badan-badan negara, polisi, kantor
kehidupan beragama tahun 2011 yang
pengadilan, tentara, dan juga pemerintah
muncul di laporan paling mutakhir Center
daerah, desa, kecamatan, kabupaten/
for Religious & Cross-cultural Studies atau
kota dan provinsi); dan (2) intoleransi
CRCS UGM tak berbeda secara signifikan
atas dasar agama dan keyakinan, yang
dari beberapa tahun sebelumnya. Hal
pelakunya dapat negara, tetapi juga
ini tentu tak berarti berita baik, tetapi
kelompok-kelompok masyarakat (ormas,
mengisyaratkan bahwa dalam beberapa
khususnya ormas keagamaan, individu,
tahun ini belum ada kemajuan yang
maupun massa yang tak teridentifikasi).
menggembirakan, atau justru kemunduran
Berdasarkan kedua kriteria itu, WI
dalam beberapa hal.
menghitung secara kuantitatif jumlah
Ada beberapa hal utama yang
digarisbawahi dalam laporan tersebut. Dari
segi isu, dua yang utama dan kerap menjadi
masalah masih tetap, yaitu penodaan/
penyimpangan agama dan rumah ibadah.
Kedua hal ini menjadi isu utama karena
pelanggaran dan tindakan intoleransi.
Membandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya, WI menilai situasi kebebasan
beragama di Indonesia pada 2011 sudah
sampai pada tahap lampu merah (Lampu
Merah Kebebasan Beragama, 2011).
dalam beberapa tahun ini, konflik-konflik
Sebenarnya melekatkan agama sebagai
di seputar isu itu kerap berubah menjadi
satu varian potensial pemicu kekerasan
kekerasan yang tak tertangani dengan baik.
adalah hal yang tidak mudah. Demikian ini
Pandangan senada dapat kita lihat pula
dari salah satu penilaian yang diajukan
oleh beberapa organisasi masyarakat sipil.
The Wahid Institute (WI), misalnya, setiap
tahun sejak 2008 menerbitkan Laporan
Kebebasan Beragama dan Toleransi di
Indonesia (sebelumnya, sejak 2005 telah
44
karena agama dianggap sebagai ajaran yang
selalu disosiasikan dengan ajaran yang sarat
dengan nilai kedamaian dan keselamatan.
Sementara dalam suatu tindak kekerasan
terdapat hal-hal yang dapat menimbulkan
kerusakan, kehancuran bahkan kematian.
Wajah sejuk agama sangat tidak mungkin
Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016
dilekatkan dengan wajah panas kekerasan.
hal ini, agama dimanfaatkan sebagai faktor
Fakta seringkali menunjukkan bahwa
pemersatu (integratif) bagi komunitas agama
agama dapat memicu terjadinya tindak
tertentu, tetapi menjadi faktor pemecah-
kekerasan. Pemeluk agama menjadikan
belah (disintegratif) antar kelompok agama
doktrin agama sebagai main drive, primum
yang berbeda (Yusuf, 2011: 8).
mobile dan push factor kekerasan yang
mereka lakukan (Handoko, 2006).
Dilihat dari sudut mana pun, kondisi
semacam itu tentu sangat merugikan umat
Tindak kekerasan yang mengatas
manusia secara umum, dan masyarakat
namakan agama sering kali diterjemahkan
serta negara Indonesia secara khusus.
oleh sebagian orang sebagai legal doctrine
Mereka terdampar dalam suatu kondisi
yang harus dilaksanakan. Kekerasan atas
yang sangat sulit untuk menyikapi
nama agama dapat diterjemahkan sebagai
persoalan secara arif dan sekaligus berada
kekerasan yang melibatkan agama sebagai
dalam inertia yang tidak ketulungan untuk
premium variant. Kekerasan adalah suatu sifat
mencari solusi secara kreatif, sistematis dan
atau keadaan yang mengandung kekuatan,
tuntas (A’la, 2007: 2). Tulisan ini mencoba
tekanan dan paksaan (Windu, 1992: 62).
mengkaji secara intens seputar persoalan
Begitu sensitifnya persoalan agama bagi
tersebut dan berusaha menguak hakikat
masyarakat Indonesia, sehingga konflik
akar persoalan yang melatarbelakanginya.
sosial dan politik yang sebenarnya di luar
Dari analisis itu, didiskusikan signifikansi
agama pun seringkali ditarik ke wilayah
model resolusi yang lebih paradigmatik
agama untuk mendapatkan dukungan
dan holistik dengan berbasis teologi
yang lebih banyak dari pemeluknya (Yusuf,
transformatif.
2011: 5). Konflik berlatar belakang agama
kadang-kadang masih terjadi, termasuk di
AGAMA, KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL
era reformasi, seperti konflik Ambon, Poso,
Definisi klasik mengenai konflik
Sampit, Ciketing, Yasmin, dan lain-lain.
sebagaimana dikemukakan Louis Coser,
Konflik-konflik ini, sebenarnya tidak diawali
adalah: “a struggle over values and claims
oleh faktor agama, tetapi persoalan ekonomi,
to secure status, power, and resources, a
sosial, dan hukum secara umum. Hanya
struggle in which the main aims of opponents
saja, kemudian para pelakunya melibatkan
are to neutralize, injure, or eliminate rivals”.
agama untuk mendapatkan dukungan
Berdasarkan sejumlah studi misalnya
emosional dari kelompok agama. Dalam
Laporan Penelitian Pola-pola Konflik
Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi...
45
Keagamaan di Indonesia (1990-2008) yang
differentiating between forms of conlict and
dilaksanakan Yayasan Wakaf Paramadina
better at developing theoretical propositions
bekerjasama dengan Program Magister
about the causes of all forms of ethnic conlict”
Perdamaian dan Resolusi Konflik,
(Bertrand, 2004: 14). Dalam konteks yang
Universitas Gadjah Mada (MPRK-UGM),
lebih umum, pernyataan Bertrand itu
dan The Asia Foundation (TAF), definisi
dapat dipahami sebagai mengindikasikan
ini dianggap masih terlalu umum dan
bahwa banyak penjelasan tentang konflik,
tampaknya lebih didasari atas rasionalitas
termasuk konflik etnis keagamaan, yang
tindakan dengan motif ekonomi-politik
tidak memberi perhatian pada variasi atau
(Ali-Fauzi, 2009: 7). Seperti yang telah
kekhasan bentuk-bentuk konflik tersebut.
ditunjukkan oleh beberapa studi, aksi
Dengan menekankan pada kekhasan
keagamaan termasuk dalam konteks
dari berbagai bentuk konflik keagamaan
konflik dan kekerasan sulit untuk dipahami
atau konflik bernuansa agama, kita
semata-mata dari segi rasionalitas ekonomi
dimun gkin kan un t uk men jelaska n
dan politik atau kekuasaan. Berbagai
mengapa suatu bentuk konflik keagamaan
tindakan protes atau kekerasan terkait
muncul pada waktu dan lokasi tertentu,
konflik keagamaan banyak berasal dari
sementara bentuk lainnya terjadi pada
sumber-sumber kultural dan ideologis
waktu dan tempat yang lain. Penulis
agama itu sendiri, dan rasionalitas yang
sependapat dengan penelitian Tim
mendasari konflik tersebut lebih bersifat
Paramadina yang berpijak pada asumsi
ekspresif atau simbolik; misalnya, sebagai
bahwa konflik keagamaan perlu dibedakan
ekspresi dari apa yang dipahami suatu
berdasarkan jenis isu keagamaan yang
komunitas agama sebagai “ketaatan”
menjadi sumber pertikaian. Karena itu,
terhadap ajaran agama atau sebagai simbol
dalam tulisan ini, “konflik keagamaan”
solidaritas terhadap komunitas.
atau “konflik bernuansa agama” diartikan
Hal tersebut mungkin memperlihatkan
sebagai “perseteruan menyangkut nilai,
salah satu kelemahan dalam berbagai
klaim dan identitas yang melibatkan isu-
penjelasan tentang fenomena konflik,
isu keagamaan atau isu-isu yang dibingkai
termasuk konflik etnis-keagamaan
dalam slogan atau ungkapan keagamaan”.
yang menjadi wilayah studi itu. Seperti
Watak dasar manusia (human nature)
dikatakan Jacques Bertrand, “In general,
pada hakikatnya menginginkan harmoni
theories of ethnic conlict have been poor at
dalam kehidupan. John Burton (Tacci, 2004:
46
Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016
2-5) misalnya, mengatakan bahwa konflik
nilai keyakinan, dalam pendapat lain, Alo
bukanlah watak manusia. Adapun struktur
Liliweri mengajukan beberapa rumusan
kebutuhan dasar manusia yang bersifat
definisi konflik antara lain ia menyebutkan
universal menurut John Burton, ada dua
bahwa konflik adalah bentuk pertentangan
yaitu Ontological need seperti kebutuhan
alamiah yang dihasilkan oleh individu atau
rasa aman dan Subjective psicological
kelompok, karena mereka yang terlibat
need seperti kebutuhan pengakuan akan
memiliki perbedaan sikap, kepercayaan,
eksistensi hidup manusia. Sedangkan teori
nilai atau kebutuhan (Miall, H., Rombos, O.,
kebutuhan manusia lain adalah pendapat
1999: 5). Konflik adalah polarisasi berbagai
Galtung yang menyatakan kebutuhan dasar
kepentingan atau keyakinan dari suatu
manusia adalah kebutuhan bertahan hidup,
kelompok yang tidak terwadahi aspirasinya
kehormatan, identitas dan makna serta
secara terus-menerus (Jeffrey Z. Rubin,
kebebasan. Hampir sama dengan Galtung,
Dean G. Pruit, Sung Hee Kim, 1994: 5).
Manfred Max-Neef menyatakan bahwa
Manusia hidup tidak lepas dari
kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan
konflik, sehingga dapat dipastikan bahwa
penghidupan, partisipasi, kebutuhan
usia konflik seumur dengan peradaban
beristirahat, rekreasi, identitas dan kebebasan
manusia. Konflik terjadi karena adanya
(Francis, 2005: 139-140). Oleh karena itu,
perbedaan, persinggungan dan pergerakan
menurutnya konflik lahir karena struktur
(Ridwan, 2009: 144). Sistem nilai, budaya,
sosial ekonomi yang melingkupi kehidupan
keyakinan cenderung mengelompokkan
manusialah yang memicu lahirnya konflik
masyarakat dalam sekat-sekat kelompok
terutama ketika kebutuhan dasar manusia
yang bersifat kompetitif dan dominatif
yang ia perlukan tidak terpenuhi.
daripada hubungan yang bersifat koperatif.
Pola relasi yang tidak imbang dalam
Hubungan sosial yang bersifat dominatif
proses-proses sosial antar individu inilah
pada akhirnya akan melahirkan hukum
yang kerap melahirkan gesekan kepentingan
tradisional dan primitif yaitu siapa yang
yang ujungnya lahir suasana disharmoni
kuat itulah yang menang dan berkuasa
dalam wujud konflik. Dengan demikian
serta dialah yang membuat hukum.
dapat dikatakan bahwa konflik ada sebagai
Konflik atau pertentangan mempunyai
bagian dari proses perubahan sosial
hubungan erat dengan integrasi. Hubungan
yang lahir karena adanya heterogenitas
ini disebabkan karena proses integrasi
kepentingan seperti kepentingan nilai-
sekaligus merupakan suatu proses
Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi...
47
disorganisasi dan disintegrasi. Makin
sehingga konflik yang terjadi adalah konflik
tinggi derajat konflik suatu kelompok
kepentingan yang mengatasnamakan Tuhan
maka makin kecil derajat integrasinya.
dan agama (Ja’far, 2007: 139).
Secara teoretis, solidaritas antar kelompok
Konflik sesungguhnya lahir karena
(in group solidarity) dan pertentangan
dilatarbelakangi makin meluasnya dogma
dengan kelompok luar (outgroup conlict)
teori struktural-fungsional, yang menurut
terdapat hubungan yang saling pengaruh
sebagian pandangan tokoh sosial dianggap
mempengaruhi(Susanto, 1985: 103-104).
sudah tidak lagi sejalan dengan perubahan
Di sisi lain, agama dalam kehidupan
dan perkembangan masyarakat. Jika
masyarakat modern yang ditandai adanya
demikian, maka konstruksi teori tidak akan
industrialisasi tidak lagi dipahami secara
membantu kita untuk memahami secara
komprehensif sebagai sumber terpenting
proporsional dan menerapkan sebuah
kesadaran makna bagi manusia dan sumber
peristiwa (kejadian). Oleh karena itu,
legitimasi kehidupan bermasyarakat.
konflik yang timbul dalam suatu kondisi
Agama selanjutnya hanya dijadikan
akan dapat membangun kesadaran baru
sandaran kehidupan kerohanian (spiritual)
bagi perubahan kondisi secara lebih baik
yang telah mengalami reduksi positivistik
dan dinamis dalam kehidupan masyarakat.
dan cakupannya begitu sangat sempit,
Hubungan dan interaksi pemeluk
hanya menyentuh kehidupan personal
agama, baik seagama maupun antaragama,
manusia (Veerger, 1993: 29-31).
juga tidak bisa dipisahkan dengan adanya
Agama sebagai sebuah kesadaran makna
teori konflik dan integrasi (struktural-
dan legitimasi tindakan bagi pemeluknya
fungsional) sebagaimana uraian penulis
dalam interaksi sosialnya justru mengalami
sebelumnya. Persoalan di atas menjadi
konflik interpretasi, sehingga disinilah,
tambah pelik dan krusial manakala
sebuah konflik itu muncul. Konflik antar
dikaitkan dengan institusi-institusi
pemeluk agama mengandung muatan
sosial yang ada dan berkembang dalam
kompleks dan tidak sekedar menyentuh
masyarakat, baik yang menyangkut
dimensi keyakinan dari agama yang dipeluk.
otoritas kebenaran maupun klaim yang
Tetapi juga terkait dengan kepentingan
menyelamatkan, sehingga persoalan-
sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.
persoalan yang ada seperti adanya
Konflik antar pemeluk agama amat mudah
konsensus, pertentangan, integrasi
ditunggangi kelompok kepentingan,
maupun disintegrasi merupakan sebuah
48
Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016
sunnatullah yang tidak bisa dihindari
nilai intrinsik (dalam batin) oleh tujuan-
dalam kehidupan manusia. Karena itu,
tujuan bersama dengan orang lain, di mana
konflik dan konsensus (integrasi) adalah
diharapkan semua struktur lembaga sosial
sebuah keniscayaan ciptaan Tuhan yang
dalam sebuah sistem dapat berjalan sesuai
dalam firman-Nya menciptakan segala
dengan fungsinya secara sadar. Semua ini
sesuatu dengan berpasang-pasangan.
didasarkan atas konsep relasional antara
Seperti dikatakan sebelumnya, bahwa
subyek dan obyek yang dalam bahasa
teori konflik muncul disebabkan adanya
fenomenologi disebut intersubyektivitas
hegemoni paradigma teori struktural-
atau dunia alterego.
fungsional. Teori struktural-fungsional
Kedua, realitas sosial merupakan relasi-
merupakan suatu teori yang menekankan
relasi yang membentuk sistem sosial
adanya suatu ketertiban (order) dalam
yang mempunyai dua ciri khas; pertama,
kehidupan masyarakat. Menurut teori
konsep fungsi yang dimengerti sebagai
ini, masyarakat dipandang sebagai suatu
sumbangan kepada keselamatan dan
sistem sosial yang terdiri dari bagian-
ketahanan. Konsep ini dititik beratkan
bagian yang saling berkaitan dan menyatu
pada berjalannya bagian-bagian dalam
dalam keseimbangan. Teori ini mempunyai
sistem sosial sesuai fungsinya yang saling
asumsi bahwa setiap tatanan (struktur)
bergantung dan tak ada unsur yang terpisah
dalam sistem sosial akan berfungsi pada
satu sama lainnya. Kedua, adanya konsep
yang lain, sehingga bila fungsional tidak
pemeliharaan keseimbangan sebagai ciri
ada, maka struktur itu tidak akan ada atau
utama dari tiap-tiap sistem sosial. Konsep ini
hilang dengan sendirinya (Ja’far, 2007 :140).
merupakan tujuan yang diharapkan dengan
Berangkat dari hal di atas, teori
mengandaikan bahwa saling bergantung
struktural-fungsional kiranya dapat
merupakan upaya keseimbangan
disederhanakan menjadi sejumlah
(equilibrium). Karena setiap perubahan yang
proposisi. Pertama, masyarakat merupakan
terjadi akan mempengaruhi bagian yang
suatu perpaduan nilai-nilai budaya
lain. Hal ini karena dilatarbelakangi oleh
bersama yang dilembagakan menjadi
suatu kesesuaian atau keselarasan paham
norma-norma sosial dan dimantapkan
(konsensus) di antara anggota mengenai
oleh individu-individu kepada sebuah
nilai-nilai tertentu.
motivasi. Karena itu, perilaku sosial
Ketiga, masyarakat adalah suatu sistem
individu sesungguhnya digairahkan dari
yang secara keseluruhan terdiri dari
Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi...
49
bagian-bagian yang saling tergantung
Dengan mengikuti proposisi-proposisi
(interdependensi). Keseluruhan sistem yang
di atas, hubungan antar pemeluk agama,
utuh menentukan bagian-bagian. Artinya,
baik yang seagama maupun antar
bagian yang satu tidak dapat dipahami
agama, dalam perspektif teori struktural-
secara parsial dan terpisah kecuali dengan
fungsional menunjuk kepada adanya
mempertahankan hubungan dengan
keharmonisan dan kedamaian yang
sistem keseluruhan yang luas, di mana
akan dapat terciptakan, karena semua
bagian-bagian menjadi unsurnya. Bagian-
unsur, bagian merupakan kesatuan yang
bagian harus dipahami dalam relevansinya
tidak bisa dipisahkan, sehingga semua
dengan fungsi terhadap keseimbangan
pemeluk agama dalam interaksi sosial
sistem keseluruhan, sehingga bagian-
keagamaannya akan berjalan sesuai
bagian tersebut menunjukkan gejala saling
dengan fungsinya. Bahkan para pemeluk
tergantung dan saling mendukung untuk
agama dapat menyadari tugas dan fungsi
memelihara keutuhan sistem. Di sini
pelaksanaan agamanya, dan pemeluk
perspektif fenomenologis mempengaruhi
agama yang lain juga akan menyadari
pandangan teori struktural-fungsional
eksistensi fungsinya masing-masing.
dalam ilmu sosiologi.
Karena itu, sulit akan terjadi
Keempat, tiap-tiap masyarakat
pertentangan dan konflik, jika seluruh
merupakan struktur yang terdiri dari
fungsi berjalan sesuai dengan kesadaran
unsur-unsur yang relatif kuat dan mantap,
tugasnya. Agama tidak lagi dipahami
berintegrasi satu sama lain dengan
sebagai sebuah keimanan dan kepercayaan,
baik. Orang lebih banyak bekerja sama
tetapi juga dijadikan sebagai way of life dan
daripada menentang, biarpun telah terjadi
kebutuhan asasi manusia akan pentingnya
pergantian dan perubahan-perubahan
makna religiusitas kehidupan manusia,
apa pun. Masyarakat diharapkan dapat
sehingga hubungan antar pemeluk agama
menjalankan tugas sesuai fungsinya
berjalan damai, agama berfungsi sebagai
masing-masing, sehingga sistem yang
penyelamat dan pembebas benar-benar
dibangun akan berjalan dengan sendirinya,
berjalan mantap dengan penuh kesadaran
sekalipun mengalami perubahan karena
bagi pemeluknya. Di sinilah keharmonisan
adanya keteraturan dan ketertiban dari
antar pemeluk agama tercipta dengan
suatu bangunan sistem (Ritzer, 1985: 25-30).
sendirinya tanpa adanya sebuah rekayasa
semu (Ja’far. 2007:141).
50
Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016
Hanya selang beberapa hari setelah
CATATAN ATAS BEBERAPA KONFLIK
KEKERASAN BERNUANSA AGAMA
peluncuran Laporan Tahunan Kehidupan
Sebagaimana disebutkan sebelumnya,
Beragama 2010 pada 1 Februari 2011,
bahwa secara garis besar, gambaran
harapan bahwa pada 2011 kekerasan
kehidupan beragama tahun 2011 yang
akan menurun langsung tertolak. Kasus
muncul di laporan paling mutakhir Center
lama terkait Ahmadiyah mencapai tingkat
for Religious & Cross-cultural Studies atau
kekerasan baru dengan drastis ketiga
CRCS UGM tak berbeda secara signifikan
tiga orang Ahmadiyah terbunuh dengan
dari beberapa tahun sebelumnya. Dari segi
mengenaskan di Cikeusik, dan minggu
isu, dua yang utama dan kerap menjadi
berikutnya beberapa fasilitas publik,
masalah masih tetap, yaitu penodaan/
termasuk gereja, menjadi sasaran amuk
penyimpangan agama dan rumah ibadah.
massa di Temanggung setelah pengadilan
Kedua hal ini menjadi isu utama karena
terkait kasus penodaan selesai. Di
dalam beberapa tahun ini, konflik-konflik
penghujung tahun, kekerasan lain dengan
di seputar isu itu kerap berubah menjadi
skala besar, melibatkan pembakaran
kekerasan yang tak tertangani dengan baik.
bangunan pesantren dan memaksa ratusan
Isu kekerasan harus ditekankan di
sini, bukan karena modus hubungan
umat beragama di Indonesia didominasi
orang pengikut Syi’ah menjadi pengungsi
selama sebulan, terjadi di Sampang,
Madura.
oleh kekerasan, namun justru sebaliknya.
Pada sepanjang tahun 2011 SETARA
Sebagaimana berulang kali disampaikan
Institute mencatat 244 peristiwa pelanggaran
di laporan tersebut, sesungguhnya apabila
kebebasan beragama/berkeyakinan yang
kekerasan tidak ada, catatan kehidupan
mengandung 299 bentuk tindakan, yang
beragama Indonesia tak akan tampak
menyebar di 17 wilayah pemantauan dan
buruk. Kita tak perlu berharap bahwa
wilayah lain di luar wilayah pemantauan.
dalam masyarakat yang sangat beragam,
Terdapat 5 propinsi dengan tingkat
terdiri dari individu dan kelompok yang
pelanggaran paling tinggi yaitu, Jawa
berbeda-beda identitasnya, ketegangan
Barat (57) peristiwa, Sulawesi Selatan (45),
atau konflik tak akan pernah terjadi. Akan
Jawa Timur (31), Sumatera Utara (24), dan
tetapi selayaknya kita terus mengupayakan
Banten (12) peristiwa (Agnes, 2011: 21).
agar kekerasan tidak menjadi modus
Berikut ini sejumlah ulasan khusus
interaksi dalam merespons keragaman itu.
kasus-kasus pilihan yang terjadi di tahun
Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi...
51
2011 yang merujuk ke Laporan Kondisi
(Pergub) Banten No. 5/2011 yang melarang
Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di
aktifitas penganut anggota dan atau
Indonesia Tahun 2011 – SETARA Institute
anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah
bertajuk: Politik Diskriminasi Rezim Susilo
Indonesia (JAI). Pada bulan dan tahun
Bambang Yudhoyono, yang dipublikasikan
yang sama Pergub Banten disusul oleh
oleh Pustaka Masyarakat Setara edisi
Pergub Jawa Barat No. 12/2011 tentang
Februari 2012 serta Laporan Tahunan
pelarangan kegiatan JAI. Yang kemudian
Kehidupan Beragama di Indonesia 2011
diperkuat dengan beberapa peraturan
– CRCS UGM yang dipublikasikan oleh
senada di tingkat kota, yaitu di Kota Bogor,
Sekolah Pascasarjana Program Studi
Kota Banjar dan Kota Bekasi. Di Jawa Barat,
Agama dan Lintas Budaya UGM edisi
Pergub dan Keputusan Walikota tersebut
Januari 2012.
kemudian dijadikan legitimasi bagi praktik
pemaksaan ikrar keluar dari Ahmadiyah,
KASUS AHMADIYAH
yang di sebagian wilayah melibatkan
Peristiwa penyerangan di Cikeusik,
TNI melalui Operasi Sajadah. Selain di
Pandeglang, Banten pada Februari
Jawa Barat, setelah peristiwa Cikeusik,
2011 merupakan salah satu isu utama
peraturan senada dikeluarkan pemerintah
aksi kekerasan sepanjang tahun 2011,
di Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur,
sekaligus menjadi pemantik isu-isu penting
Jawa Timur, dan Sumatera Barat. Tidak
terkait Ahmadiyah di tahun ini. Lima
kurang 11 peraturan diskriminatif terhadap
orang terluka dan 3 orang terbunuh saat
Ahmadiyah terbit pada tahun 2011.
menghadapi serangan ratusan massa yang
Meningkatnya produk hukum yang
dikobarkan kebenciannya karena berbeda
diskriminatif dan penyerangan terhadap
pandang dalam hidup beragama. Alih-
jemaat Ahmadiyah, tak lepas dari strategi
alih melakukan penegakan hukum yang
gelombang ketiga radikalisme agama.
fair dan mengeluarkan kebijakan yang
Pada penelitian radikalisme agama dan
lebih menjamin kebebasan beragama,
implikasinya terhadap jaminan kebebasan
setelah peristiwa Cikeusik, negara justru
beragama/berkeyakinan di Jabotabek
mengeluarkan kebijakan yang semakin
dan Jawa Barat, SETARA Institute
mendiskriminasikan Ahmadiyah.
menganalisa sedikitnya tiga gelombang
Maret di tahun yang sama, pemerintah
radikalisasi Islam di Indonesia (Ismail
mengeluarkan Peraturan Gubernur
Hasani, 2010: 78). Gelombang pertama
52
Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016
adalah konflik horizontal bernuansa
Infiltrasi dan aliansi ini, mereka lakukan
agama di Maluku dan Poso (1999-2002)
untuk menggalang dukungan dalam
yang mengubah cara pandang keagamaan
mendesak negara untuk mengeluarkan
dan ketegangan masyarakat di seluruh
kebijakan yang tidak toleran terhadap
Indonesia. Gelombang kedua, positivisasi
keberadaan Ahmadiyah, dari mulai
syariat Islam dalam bentuk peraturan
kebijakan di tingkat nasional hingga desa.
daerah berlandaskan agama dan moralitas.
Bahkan kelompok-kelompok radikal juga
Positivisasi syariat Islam juga terjadi pada
melakukan aliansi dengan elit politik yang
sejumlah undang-undang, antara lain UU
sedia membangun kontrak politik untuk
Perbankan Syariah (2008) dan pengesahan
mendiskriminasikan Ahmadiyah. Selain
UU Pornografi (2008). Hingga tahun
itu, mereka mengembangkan jaringan
2010, Komnas Perempuan mencatat 189
kerja antar-kota/daerah untuk saling
kebijakan atas nama moralitas dan agama.
memberikan dukungan pada acara-acara
Gelombang ketiga adalah penyerangan
penyebaran kebencian melalui tablig,
terhadap aliran yang dianggap sesat, anti
pemaksaan ikrar keluar dari Ahmadiyah
kristenisasi dan anti maksiat.
dan penyerangan terhadap jemaat
Berdasarkan pemantauan SETARA
Ahmadiyah. Mereka juga menggunakan
Institute beberapa tahun terakhir, warga
satu peristiwa penyerangan, sebagai
Indonesia yang paling sering mengalami
ancaman bahkan landasan untuk
diskriminasi dan kekerasan terkait
melakukan penyerangan di tempat yang
anggapan aliran sesat adalah Jemaat
lain. Antara lain peristiwa penyerangan
Ahmadiyah. Di gelombang ketiga ini,
di Parung, Bogor, Jawa Barat, dijadikan
organisasi yang tidak toleran terhadap
landasan untuk mendiskriminasikan dan
Ahmadiyah bekerja melalui infiltrasi MUI,
melakukan penyerangan di beberapa
yang dalam salah satu pidato Presiden RI
tempat di Cianjur, Jawa Barat.
Susilo Bambang Yudhoyono dianggap
Melalui cara kerja itu, puluhan peraturan
sebagai ormas yang patut didengarkan
yang diskriminatif terhadap Ahmadiyah
fatwanya terkait akidah keislaman
dikeluarkan pemerintah RI di tingkat
(International Crisis Group, Implication of
nasional, Propinsi hingga pemerintah desa.
Ahmadiyah Decree, Update Briefing, 7 Juli
Implementasi peraturan tersebut bahkan
2008). Juga memperluas dukungan tokoh
lebih diskriminatif dibandingkan dengan
Islam dan ormas non-radikal yang lain.
substansi peraturannya. Ormas yang
Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi...
53
menolak hidup bersama Ahmadiyah terus
Kasus ini telah berkembang pada
mendorong pemerintah untuk membuat
2010 dan menguat di tahun 2011. Pada
peraturan yang tidak toleran, kemudian
Oktober 2010, warga di Padang, Sumatera
menggunakan peraturan diskriminatif
Barat menganiaya beberapa warga yang
tersebut sebagai dasar tindakan kekerasan
diduga menjadi penganut Millah Abraham.
mereka.
Kasus serupa terjadi juga di Bireun,
NAD. Pihak Pemda/Pemkot dan Majelis
KASUS KOMUNITAS MILLAH ABRAHAM
ȍKOMARȎ
Permusyawaratan Ulama (MPU) NAD
Di Aceh, fenomena aliran keagamaan
Komar, dan mereka mesti disyahadatkan.
di luar mainstream memang bukan hal
Aliran ini berhasil menggaet pelajar,
baru, dan Komar hanyalah kelompok kecil.
mahasiswa, dan masyarakat biasa. Di NAD,
Namun kemunculan aliran ini memicu
beberapa orang tua melaporkan kehilangan
lembaga-lembaga agama di sana untuk
anaknya yang berusia remaja, dan diduga
bereaksi terhadap aliran-aliran lain yang
sudah masuk dalam komunitas itu.
mengeluarkan sikap penolakan terhadap
telah ada sebelumnya.
Rentetan kasus serupa pun kemudian
MUI mengeluarkan pernyataan tentang
terjadi di beberapa daerah di Sumatera
kesesatan Komar, dan pada awal Juni 2011,
Utara dan NAD. Pada pertengahan
Bakorpakem Sumatera Barat menetapkan
Oktober, MPU mengeluarkan fatwa haram
Komar sebagai aliran sesat. Lembaga ini
membiarkan pendangkalan akidah dan
merekomendasikan kepada gubernur
pemurtadan umat Islam. Tidak lama
untuk segera mengeluarkan SK Pelarangan
setelah fatwa ini, ada 13 warga Komar
terhadap Komar di Sumatera Barat. Alasan
yang dikirim di pesantren untuk dibina,
penetapan kesesatan KOMAR karena aliran
sementara warga Komar lain menyatakan
ini mengajarkan bahwa shalat hanya perlu
permintaan maaf atas kekhilafannya.
satu kali, yakni pada malam hari dan cukup 3
rakaat, pada hari tertentu shalat 13 rakaat, dan
doa iftitah dalam shalat dicampur dengan doadoa lain. Pemerintah provinsi dan beberapa
daerah di Aceh kemudian mengeluarkan
peraturan daerah yang melarang keberadaan
dan penyebaran di daerahnya.
54
Hangatnya kasus KOMAR ini sempat
terhenti di akhir tahun 2010. Baru pada
bulan Maret 2011 muncul kembali ketika
ada long march besar-besaran di Kota
Banda Aceh yang diikuti oleh sebagian
besar ormas Islam di Aceh. Alasan utama
bangkitnya kembali gelombang penolakan
Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016
ini karena ternyata Komar justru dianggap
Sampang, Madura bukan dilatarbelakangi
telah merambah jauh ke pedalaman Aceh.
perbedaan paham Sunni dan Syi’ah. Konflik
Pihak kepolisian pun kembali menangkap
di Sampang murni karena persoalan
beberapa warga Komar. Hingga akhir
pribadi antara dua tokoh masyarakat yang
April, kepolisian Aceh telah mendata
juga kakak beradik, Tajul Muluk (Syi’ah)
344 warga KOMAR, dan 60%-nya adalah
dan Rois (Sunni).
perempuan. 100 warga di antaranya
Pada 28 Agustus lalu, Kepolisian
telah disyahadatkan di Masjid Raya
Daerah Jawa Timur telah menetapkan
Baiturrahman Kota Banda Aceh. Sementara
Roisul Hukuma, adik pemimpin Syi’ah
itu, hingga sekitar Mei 2011, penganut
Sampang sebagai tersangka. Ia dijerat pasal
Millah Abraham telah menjadi korban
pembunuhan, pasal penganiayaan berat,
beberapa kekerasan yang dilakukan oleh
pasal pengeroyokan dan pengrusakan,
warga atau anggota beberapa ormas.
serta pasal turut membantu kejahatan.
KASUS SYI’AH SAMPANG
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan
Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur
Penyerangan terhadap kelompok
Komisaris Besar Hilman Thayib memastikan
Islam Syi’ah terjadi pada Minggu, 26
seorang berinisial “S” sebagai tersangka
Agustus 2012 di Dusun Nanggernang,
baru kasus penyerangan terhadap warga
Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben,
Syi’ah di Sampang, Madura. Menurut Tim
Sampang, Madura sekitar pukul 11.00
Gabungan penyidik Kepolisian Daerah
WIB. Akibat dari peristiwa ini, seorang
Jawa Timur dan Kepolisian Resor Sampang
warga dinyatakan tewas, lima orang luka,
terungkap peran “S” itu yang merusak dan
dan empat di antara korban luka dalam
membakar rumah-rumah warga. Bahkan
kondisi kritis. Selain menyerang dan
dari pendalaman oleh polisi, tersangka
melukai warga, kelompok penyerang juga
diduga turut terlibat pembakaran rumah
membakar rumah-rumah pengikut Syi’ah
dan musala di kompleks pondok pesantren
yang ada di dua desa, yaitu Desa Karang
pemimpin Syi’ah Sampang, Tajul Muluk,
Gayam dan Desa Bluuran, Kecamatan
pada akhir Desember 2011 lalu.
Omben, Sampang.
Syi’ah di Sampang sebenarnya sudah
Peristiwa ini adalah kasus ketiga setelah
ada sejak 1980-an, dan beribadah secara
yang kedua pada bulan Desember 2011.
terbuka dan terang-terangan sejak 2004.
Polri menegaskan konflik masyarakat di
Tidak ada masalah dengan warga pada
Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi...
55
waktu itu. Pada tahun 2006 mulai ada
adalah pernyataan Syaifullah Yusuf,
penyerangan terhadap pesantren dan
Wakil Gubernur Jatim, yang tak lama
warga Syi’ah, meskipun tidak seberat
setelah penyerangan mengajukan usulan
29 Desember 2011 dan 26 Agustus 2012.
relokasi warga Syi’ah, agar konflik tak
Kekerasan ini diduga karena mulai
terjadi lagi. Solusi ini seakan-akan ingin
bermunculannya tokoh-tokoh agama.
menyelesaikan masalah yang muncul
Pada tahun 2009, MUI Sampang bersama
karena perbedaan dengan melenyapkan
dengan Kapolsek dan Danramil membuat
kelompok berbeda secara paksa. Dapat
pernyataan bahwa Syi’ah bukanlah aliran
dibayangkan bagaimana jika hal ini
sesat karena tidak ada penyimpangan. Efek
menjadi pola penyelesaian konflik:
dari pernyataan tersebut, warga Syi’ah di
suatu kelompok mayoritas hanya perlu
Sampang terlindungi. Akan tetapi, warga
memberikan bukti (misalnya dengan
non-Syi’ah setempat justru semakin keras
menyerang atau menghancurkan properti
menentang keberadaan mereka.
suatu kelompok) bahwa keberadaan
Pernyataan MUI Sampang, Kapolsek,
suatu kelompok minoritas yang berbeda
dan Danramil Sampang tersebut kehilangan
tak diinginkan, dan kemudian usulan itu
maknanya ketika, seiring dengan kasus
dipenuhi pemerintah melalui relokasi.
pembakaran pesantren ini, Ketua MUI Jawa
Respons polisi perlu juga dicatat.
Timur Abdusshomad justru menyatakan
Sebenarnya, isu akan adanya penyerangan
keberadaan Syi’ah di Sampang ibarat bom
pada Desember 2011 lalu sudah diketahui
waktu selama Syi’ah masih ada di Sampang,
warga Syi’ah seminggu sebelumnya.
maka akan terus menimbulkan masalah.
Warga Syi’ah sudah menginformasikan
Pihak keamanan, ormas, partai politik,
rencana tersebut ke pihak keamanan.
dan Pemprov Jawa Timur mengecam
Akan tetapi pihak keamanan terlambat
tindakan anarkis tersebut. Gubernur Jawa
merespons laporan tersebut. Pesantren
Timur meminta kepolisian melakukan
sudah hancur, pihak keamanan baru
pendekatan persuasif untuk melerai konflik
datang ke lokasi. Keterlambatan respons
keluarga tersebut. Lebih jauh, Gubernur
polisi ini tak hanya terjadi sekali, tetapi
Jawa Timur menolak desakan melarang
kerap berulang sebagaimana terjadi pada
keberadaan Syi’ah di Jawa Timur. Sampai
Agustus 2012 kita khawatir, sikap ini akan
saat ini MUI Pusat pun tidak melarang
menjadi pola tindakan polisi menghadapi
Syi’ah. Satu hal yang mengherankan
ancaman penyerangan.
56
Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016
RESOLUSI KONFLIK BERBASIS TEOLOGI
TRANSFORMATIF
Gerakan Islam peradaban selama ini
Bagi Indonesia yang memiliki
kalangan menengah dan abai terhadap
komposisi penduduk heterogen, pencarian
masalah-masalah di tingkat bawah, seperti
resolusi konflik adalah kebutuhan
kemiskinan, penindasan, dan penghisapan.
mendesak yang harus segera dilaksanakan.
Kalau boleh dikatakan teologi
Berbagai mekanisme penyelesaian konflik
transformatif adalah teologi kontekstual,
telah ditempuh guna menyelesaikan
sebuah teologi yang dipahami dan
konflik bernuansa agama, ternyata malah
didialogkan secara dialektis sesuai dengan
memunculkan konflik-konflik baru yang
konteks problematika umatnya dalam
tidak berkesudahan. Salah satu yang harus
berhadapan dengan dinamika sosial,
diajukan bagi muslim Indonesia adalah
ekonomi, budaya, maupun politik. Ini
resolusi konflik yang lebih paradigmatik
merupakan perkembangan teologi yang
dan holistik berbasis teologi transformatif
lebih bersifat praksis, di mana kaum
(Djohan Effendi, 1994: 55).
beriman melakukan sebuah tindakan
lebih membentuk kekuatan Islam di
Di Indonesia corak pemikiran teologi
yang tidak semata bersifat ukhrawi, tetapi
transformatif diprakarsai oleh Moeslim
juga bagaimana kaum beriman dengan
Abdurrahman. Pengertian tentang
teologinya membangun kedamaian,
‘teologi transformatif’ dimaksudkan oleh
keadilan, egalitarianisme di dunia ini.
Moeslim sebagai pencarian sebuah metode
Dalam kerangka pemikiran teologi yang
berpikir dan tindakan yang memihak
demikian, gagasan teologi transformatif
serta yang mampu mempersenjatai
Moeslim Abdurrahman dielaborasi dan
masyarakat untuk bisa bangkit dan keluar
mendapat landasan acuan teoretis atas
dari keterbelakangan, kebodohan, dan
pengklasifikasian teologi Islam secara
kemiskinan dengan mengesampingkan
umum. Moeslim merumuskan enam dasar
paradigma modernisasi (Shofan, 2006: 316).
yang harus dimiliki teologi transformatif:
Munculnya gerakan teologi
Pertama, teologi yang bertautan dengan visi
transformatif adalah sejarah baru di
sosial yang emansipatorik. Kedua, artikulasi
Indonesia, dimana dalam konteks ke-
pesan agama dan bukan itu sendiri dalam
Indonesia-an pada dasarnya adalah
wujudnya yang wadag (pemahaman pasca-
antitesa dari gerakan Islam peradaban
konvensional ortodoksi agama). Ketiga,
yang diprakarsai oleh Nurcholish Madjid.
model ideal yang dirumuskan dari proses
Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi...
57
dialog antara super struktur dan realitas
tokoh kepada teologi transformatif. Teologi
atau antara teks dan konteks. Keempat,
ini melihat aspek akidah sebagai bagian
basis ortodoksi bertumpu dan untuk
tak terpisahkan dari aspek akhlak yang
kepentingan umat, jadi profesionalisme
kemudian harus diaktualisasikan ke
agama bertujuan sebagai pendampingan
dalam hukum yang harus ditaati dan
saja. Kelima, berorientasi kepada fraksis
ditindaklanjuti dalam segala dimensi
(ortofraksis dan bukan ortodoksi).
kehidupan yang kita jalani (Rahman,
Praksis agama berbeda dengan dakwah
1994: 127). Teologi transformatif berpijak
agama karena dakwah biasanya berorientasi
pada ajaran dan nilai-nilai moralitas
kepada kepentingan membangun simbol-
agama yang holistik yang pada gilirannya
simbol permukaan, sedangkan praksis
meniscayakan untuk ditransformasikan
agama yang sejati seharusnya berorientasi
dan dikembangkan ke dalam praksis.
kepada bagaimana menegakkan basis-basis
Teologi transformatif meniscayakan
nilai keberagamaan yang lebih esensial.
umat Islam untuk menghindari
Keenam, berfungsi sebagai institusi kritis
pemahaman agama secara parsial dan
terhadap jebakan struktur yang melawan
sepotong-sepotong. Demikian pula, teologi
pesan dasar dari agama itu sendiri, termasuk
ini menuntut umatnya untuk melepaskan
struktur yang dibangun oleh proses sosiologi
diri dari beban-beban sejarah keagamaan
agama. Oleh karena itu pada dasarnya ijtihad
yang sering mendistorsi agama dari
merupakan mekanisme untuk meluruskan
nilai dan perannya yang hakiki. Melalui
setiap bentuk penyimpangan (bid’ah)
pengembangan teologi ini, keberagamaan
terhadap nilainilai dasar kemanusiaan dan
manusia akan dilihat sebagai proses
bentuk-bentuk penghambaan selain kepada
kreatif dan penuh tanggung jawab untuk
Allah (mushrik), sehingga keselamatan umat
mengembangkan kehidupan yang selalu
manusia secara umum dapat ditegakkan dan
disandarkan kepada nilai-nilai moralitas
tidak teranca (Afwah, 2010: 15).
perennial; dari keadilan, kesetaraan, hingga
Menurut Abd A’la, nilai-nilai
kedamaian dan kesejahteraan.
kemanusiaan universal yang terdapat pada
Pada sisi itu pula, teologi transformatif
agama akan tampak jelas ke permukaan
mengandaikan adanya pembedaan yang
dan akan berlabuh ke dalam kehidupan
tegas, tapi sekaligus berkelindan antara
nyata manakala keberagamaan kita,
agama sebagai sesuatu yang absolut
khususnya umat Islam, merujuk secara
dan keberagamaan yang bersifat relatif
58
Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016
yang muncul dari keterbatasan manusia.
semua lembaga atau organisasi sosial dan
Keberagamaan harus dipahami sebagai
keagamaan serta institusi yang lain perlu
upaya manusia untuk mendekati yang
dilibatkan untuk melakukan persemaian
absolut, dan metahistoris yang sampai
dan pengembangan teologi transformatif
kapan pun nilai kebenarannya tidak
sesuai dengan bidang-bidang yang menjadi
mungkin menyamai kebenaran Tuhan.
lahan garapannya. Mereka harus menjadi
Karena itu, keberagamaan yang berpijak
avant garde yang mempelopori, sekaligus
pada teologi transformatif selalu bersifat
sebagai pusat jaringan yang menyebarkan
terbuka, dinamis, dan mengedepankan
arus transformasi ke segala arah. Dengan
kerendahhatian. Dengan demikian, hal
demikian, segala wilayah yang ada di
itu akan menghindarkan one sided truth
sekitar kita akan menjadi ajang proses
claim yang angkuh, dan sekaligus dapat
internalisasi dan sosialisasi keberagamaan
mengembangkan keimanan yang kokoh
yang kondusif. Dampaknya, pola pandang,
yang dimanifestasikan dalam bentuk
sikap dan perilaku kita nantinya diharapkan
sikap dan perilaku yang civilized sebagai
dapat merepresentasikan nilai-nilai
cerminan dari ajaran perennial agama. Pada
moralitas luhur dan kreativitas yang penuh
gilirannya, hal itu akan menghindarkan
kearifan dalam menyikapi kehidupan.
penganut agama dari sikap dan tindakan
serta konflik kekerasan dalam bentuknya
yang langsung ataupun struktural terhadap
penganut atau kelompok yang lain.
KESIMPULAN
Tawaran resolusi konflik yang lebih
paradigmatik dan holistik berbasis teologi
Dalam konteks inilah, teologi
transformatif sebagaimana yang diuraikan
transformatif menemukan signifikansinya
di atas nampaknya relevan dengan kondisi
u n t u k m e n y e l e s a i k a n k o n fl i k a t a s
konfliktual bernuansa agama di Indonesia.
nama agama. Namun semua itu sangat
Yang dibutuhkan adalah seorang figur
tergantung kepada komitmen kita bersama
yang dapat menerjemahkan konsep
untuk melakukan rekonstruksi. Terkait
resolusi tersebut dan membumikannya
dengan itu, suatu pendidikan yang
dalam kehidupan masyarakat. Figur itu
transformatif yang dapat mendewasakan
diharapkan muncul secepatnya sehingga
manusia merupakan alfa-beta yang harus
masyarakat Indonesia terbebas dari konflik
menjadi prioritas utama dalam semua
yang menjerumuskan ke jurang perpecahan
upaya tersebut. Sejalan dengan itu pula,
destruktif dan berkepanjangan.
Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi...
59
Rachman (ed.) Kontekstualisasi Doktrin
KEPUSTAKAAN ACUAN
Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina.
Afwah, Neneng. (2010) “Teologi
Transformatif Upaya Membebaskan Kaum
Fauzi, Ihsan Ali (2009). et al., Laporan
Tertindas (Studi atas Pemikiran Moeslim
Penelitian Pola-pola Konlik Keagamaan di
Abdurrahman)”. Antologi Kajian Islam.
Indonesia (1990-2008). Jakarta: Yayasan
Vol. 15, No. 1.
Wakaf Paramadina (YWP), Magister
Perdamaian dan Resolusi Konflik,
A’la, Abd. (2007). “Konflik Kekerasan; Antara
Universitas Gadjah Mada (MPRKUGM),
Politisasi Agama, Etnisitas, dan Politik
The Asia Foundation (TAF).
Kekuasaan”. Paramedia. Vol. 8, No. 3.
Awwas, Irfan S. (ed.). (2001). Risalah Kongres
Francis, Diana. (2005). Teori Dasar
Transformasi Konlik Sosial. Yogyakarta:
Mujahidin dan Penegakan Syari’ah Islam.
Quilis.
Yogyakarta: Wihdah Press.
Bagir, Zainal Abidin. (2010). et al. Laporan
Hamdi, Ahmad Zainul. (2012). “Klaim
Religious Authority dalam Konflik Sunni-
Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia
Syi’i Sampang Madura”. ISLAMICA.
2010. Yogyakarta: CRCS.
Bagir, Zainal Abidin. (2012). et al. Laporan
Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia
Vol. 6, No. 2.
Handoko, Imam Priyo. (2006). “Upaya
Menjadikan Dunia Lebih Indah”. Kompas.
2011. Yogyakarta: CRCS.
Rabu 15 Februari 2006. Hasani, Ismail.
Bertrand, Jacques. (2004). Nationalism and
(2010). Wajah Para Pembela Islam. Jakarta:
Ethnic Conlict in Indonesia. Cambridge:
Cambridge University Press.
Pustaka Masyarakat Setara.
Ja’far, Suhermanto. (2005). “Agama, Konflik,
Coser, Louis. (1956). The Functions of Social
Integrasi dan Masyarakat Komunikatif”.
Conlict. New York: Free Press. Dwi R,
dalam Thoha Hamim. Khoirun Niam
Agnes. (2011). et al. Laporan Kondisi
dan Akh. Muzakki (ed.), Resolusi Konlik
Kebebasan Beragama/ berkeyakinan di
Islam Indonesia. Yogyakarta: LKiS dan
Indonesia. Jakarta: Pustaka Masyarakat
LSAS IAIN Sunan Ampel. Liliweri,
Setara, 2012.
Alo, Prasangka & Konlik: Komunikasi
Effendi, Djohan. (1994). “Konsep-Konsep
Teologis” dalam Budhy Munawar-
60
Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016
Lintas Budaya Masyarakat Multikultur,
Jogjakarta: LKiS.
Miall, Hugh, Oliver Rombos. (1999). Tom
Susanto, Astrid S. (1985). Pengantar Sosiologi
Tom Woodhouse, Contemporary Conlict
dan Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta.
Resolution. USA: Polity Press. Rahman,
Fazlur. (1993). “Hukum dan Etika dalam
Islam”. Al-Hikmah, No. 9.
Rahman, Fazlur. (1994). “Prinsip Syura dan
Peranan Umat Islam”. dalam Mumtaz
Ahmad (ed.). Masalah-Masalah Teori
Politik Islam, terj. Erni Hadi, ceta. ke-2.
Bandung: Penerbit Mizan.
Ridwan. (2009). “Piagam Madinah dan
Resolusi Konflik: Model Penataan
Hubungan Antar Umat Beragama”.
HARMONI Jurnal Multikultural &
Multireligius. Vol. VIII, No. 30.
Ritzer, George. (1985). Sosiologi Ilmu
Pengetahuan Berparadigma Ganda.
terj. Alimandan, Jakarta: Rajawali Press.
Rubin, Jeffrey Z, Dean G. (1994). Pruit dan
Sung Hee Kim, Social Conlict: Escalation,
Stalemate and Settlement. United States
of America: McGraw-Hill, Inc.
Tacci, Nathalie. (2004). “Conflict Resolution
in the European Neigborhod: The Role
the EU as a Framework and as an Actor”.
EUI Working Paper, Italy: Ueropean
University Institute.
Tim Penyusun. (2010). Laporan Kebebasan
Beragama/ Berkeyakinan dan Toleransi.
Jakarta: the Wahid Institute.
------- (2011). Lampu Merah Kebebasan
Beragama: Laporan Kebebasan Beragama
dan Toleransi di Indonesia 2011. Jakarta:
The Wahid Institute.
Veerger, K. J. (1993). Realitas Sosial: Releksi
Filsafat Sosial atas Hubungan IndividuMasyarakat dalam Cakrawala Sejarah
Sosiologi; Seri Filsafat Atma Jaya. cet. ke4. Jakarta: Gramedia.
Windu, I Marsana. (1992). Kekuatan dan
Kekerasan menurut John Galtung.
Yogyakarta: Kanisius. Yusuf, Slamet
Shofan, Moh. (2006). Jalan Ketiga Pemikiran
Effendy. (2011) “Review 5 Tahun
Islam: Mencari Solusi Perdebatan
Kehidupan Umat Beragama di Indonesia:
Tradisionalisme dan Liberalisme.
Perspektif MUI”. Makalah pada Kongres
Yogyakarta: IRCiSoD.
FKUB di Jakarta, 21-22 November.
Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi...
61
Download