GAMBARAN KONFLIK BERMATRAS AGAMA DI INDONESIA (PROBLEM SOLVING BERBASIS TEOLOGI TRANSFORMATIF) Toha Rudin Rizal Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang Abstract: The religious conflicts in Indonesia were inter-religious conflicts, conflict between the religious groups as heretical, and the internal conflicts of the religion-people who have a different understanding. This article examines the intensely about the issue and attempt to uncover the root of problems behind. From this analysis, there was significance paradigmatic model of resolution based holistic theology and transformative. Theology transformative demands the people to escape from the burdens of religious history that often distorts the religion intrinsic value and its role. Through the development of this theology, human will be seen as the creative process and the full responsibility for developing life in the values of morality perennial, justice, peace and prosperity. Keywords: Religious Conflict, Theology Transformative, Indonesia. PENDAHULUAN Di Indonesia, kekerasan atas nama agama telah terjadi sejak dulu, namun eskalasi kekerasan agama di Indonesia dengan syariat Islam (Awwas, 2001: 158). MMI dikenal sebagai organisasi Islam radikal Indonesia yang diduga memiliki jaringan dengan terorisme internasional. meningkat tajam pasca reformasi politik Berbagai laporan yang di-release 1998 seiring dengan menguatnya gerakan beberapa lembaga menunjukkan tingginya Islam radikal (Hamdi, 2012: 217). Hanya angka kekerasan agama di Indonesia pasca tiga bulan setelah Soeharto lengser, FPI reformasi. Laporan Moderate Muslim (Front Pembela Islam) lahir. Hingga saat Society tahun 2010 mencatat adanya 81 ini, FPI dikenal sebagai kelompok Islam kasus kekerasan agama. Laporan ini tentu radikal yang kerap melakukan tindakan- saja sama sekali bukan gambaran sempurna tindakan kekerasan kepada siapa saja yang karena tidak semua wilayah Indonesia dianggapnya tidak sesuai dengan syariat masuk dalam jangkauan monitoring (Bagir, Islam. Pada Agustus 2000, ribuan orang 2010). Pada wilayah termonitor pun tidak datang ke Yogyakarta untuk menghadiri semua kasus kekerasan agama terlaporkan. Kongres I Majelis Mujahidin Indonesia Misalnya, dalam laporan Moderate Muslim (MMI), di mana salah satu rekomendasinya Society, Jawa Timur hanya dilaporkan adalah menjadikan Indonesia lebih sesuai adanya 4 kasus kekerasan agama, padahal laporan yang dikeluarkan Center for menerbitkan laporan bulanan). Sesuai Marginalized Communities tahun 2010 namanya, laporan ini terutama membahas mencatat 56 kasus yang bisa masuk dalam dua hal: (1) pelanggaran kebebasan kategori pelanggaran kebebasan beragama beragama, yang pelakunya adalah institusi dan berkeyakinan. negara (termasuk kantor kementerian, Secara garis besar, gambaran badan-badan negara, polisi, kantor kehidupan beragama tahun 2011 yang pengadilan, tentara, dan juga pemerintah muncul di laporan paling mutakhir Center daerah, desa, kecamatan, kabupaten/ for Religious & Cross-cultural Studies atau kota dan provinsi); dan (2) intoleransi CRCS UGM tak berbeda secara signifikan atas dasar agama dan keyakinan, yang dari beberapa tahun sebelumnya. Hal pelakunya dapat negara, tetapi juga ini tentu tak berarti berita baik, tetapi kelompok-kelompok masyarakat (ormas, mengisyaratkan bahwa dalam beberapa khususnya ormas keagamaan, individu, tahun ini belum ada kemajuan yang maupun massa yang tak teridentifikasi). menggembirakan, atau justru kemunduran Berdasarkan kedua kriteria itu, WI dalam beberapa hal. menghitung secara kuantitatif jumlah Ada beberapa hal utama yang digarisbawahi dalam laporan tersebut. Dari segi isu, dua yang utama dan kerap menjadi masalah masih tetap, yaitu penodaan/ penyimpangan agama dan rumah ibadah. Kedua hal ini menjadi isu utama karena pelanggaran dan tindakan intoleransi. Membandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, WI menilai situasi kebebasan beragama di Indonesia pada 2011 sudah sampai pada tahap lampu merah (Lampu Merah Kebebasan Beragama, 2011). dalam beberapa tahun ini, konflik-konflik Sebenarnya melekatkan agama sebagai di seputar isu itu kerap berubah menjadi satu varian potensial pemicu kekerasan kekerasan yang tak tertangani dengan baik. adalah hal yang tidak mudah. Demikian ini Pandangan senada dapat kita lihat pula dari salah satu penilaian yang diajukan oleh beberapa organisasi masyarakat sipil. The Wahid Institute (WI), misalnya, setiap tahun sejak 2008 menerbitkan Laporan Kebebasan Beragama dan Toleransi di Indonesia (sebelumnya, sejak 2005 telah 44 karena agama dianggap sebagai ajaran yang selalu disosiasikan dengan ajaran yang sarat dengan nilai kedamaian dan keselamatan. Sementara dalam suatu tindak kekerasan terdapat hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan, kehancuran bahkan kematian. Wajah sejuk agama sangat tidak mungkin Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016 dilekatkan dengan wajah panas kekerasan. hal ini, agama dimanfaatkan sebagai faktor Fakta seringkali menunjukkan bahwa pemersatu (integratif) bagi komunitas agama agama dapat memicu terjadinya tindak tertentu, tetapi menjadi faktor pemecah- kekerasan. Pemeluk agama menjadikan belah (disintegratif) antar kelompok agama doktrin agama sebagai main drive, primum yang berbeda (Yusuf, 2011: 8). mobile dan push factor kekerasan yang mereka lakukan (Handoko, 2006). Dilihat dari sudut mana pun, kondisi semacam itu tentu sangat merugikan umat Tindak kekerasan yang mengatas manusia secara umum, dan masyarakat namakan agama sering kali diterjemahkan serta negara Indonesia secara khusus. oleh sebagian orang sebagai legal doctrine Mereka terdampar dalam suatu kondisi yang harus dilaksanakan. Kekerasan atas yang sangat sulit untuk menyikapi nama agama dapat diterjemahkan sebagai persoalan secara arif dan sekaligus berada kekerasan yang melibatkan agama sebagai dalam inertia yang tidak ketulungan untuk premium variant. Kekerasan adalah suatu sifat mencari solusi secara kreatif, sistematis dan atau keadaan yang mengandung kekuatan, tuntas (A’la, 2007: 2). Tulisan ini mencoba tekanan dan paksaan (Windu, 1992: 62). mengkaji secara intens seputar persoalan Begitu sensitifnya persoalan agama bagi tersebut dan berusaha menguak hakikat masyarakat Indonesia, sehingga konflik akar persoalan yang melatarbelakanginya. sosial dan politik yang sebenarnya di luar Dari analisis itu, didiskusikan signifikansi agama pun seringkali ditarik ke wilayah model resolusi yang lebih paradigmatik agama untuk mendapatkan dukungan dan holistik dengan berbasis teologi yang lebih banyak dari pemeluknya (Yusuf, transformatif. 2011: 5). Konflik berlatar belakang agama kadang-kadang masih terjadi, termasuk di AGAMA, KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL era reformasi, seperti konflik Ambon, Poso, Definisi klasik mengenai konflik Sampit, Ciketing, Yasmin, dan lain-lain. sebagaimana dikemukakan Louis Coser, Konflik-konflik ini, sebenarnya tidak diawali adalah: “a struggle over values and claims oleh faktor agama, tetapi persoalan ekonomi, to secure status, power, and resources, a sosial, dan hukum secara umum. Hanya struggle in which the main aims of opponents saja, kemudian para pelakunya melibatkan are to neutralize, injure, or eliminate rivals”. agama untuk mendapatkan dukungan Berdasarkan sejumlah studi misalnya emosional dari kelompok agama. Dalam Laporan Penelitian Pola-pola Konflik Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi... 45 Keagamaan di Indonesia (1990-2008) yang differentiating between forms of conlict and dilaksanakan Yayasan Wakaf Paramadina better at developing theoretical propositions bekerjasama dengan Program Magister about the causes of all forms of ethnic conlict” Perdamaian dan Resolusi Konflik, (Bertrand, 2004: 14). Dalam konteks yang Universitas Gadjah Mada (MPRK-UGM), lebih umum, pernyataan Bertrand itu dan The Asia Foundation (TAF), definisi dapat dipahami sebagai mengindikasikan ini dianggap masih terlalu umum dan bahwa banyak penjelasan tentang konflik, tampaknya lebih didasari atas rasionalitas termasuk konflik etnis keagamaan, yang tindakan dengan motif ekonomi-politik tidak memberi perhatian pada variasi atau (Ali-Fauzi, 2009: 7). Seperti yang telah kekhasan bentuk-bentuk konflik tersebut. ditunjukkan oleh beberapa studi, aksi Dengan menekankan pada kekhasan keagamaan termasuk dalam konteks dari berbagai bentuk konflik keagamaan konflik dan kekerasan sulit untuk dipahami atau konflik bernuansa agama, kita semata-mata dari segi rasionalitas ekonomi dimun gkin kan un t uk men jelaska n dan politik atau kekuasaan. Berbagai mengapa suatu bentuk konflik keagamaan tindakan protes atau kekerasan terkait muncul pada waktu dan lokasi tertentu, konflik keagamaan banyak berasal dari sementara bentuk lainnya terjadi pada sumber-sumber kultural dan ideologis waktu dan tempat yang lain. Penulis agama itu sendiri, dan rasionalitas yang sependapat dengan penelitian Tim mendasari konflik tersebut lebih bersifat Paramadina yang berpijak pada asumsi ekspresif atau simbolik; misalnya, sebagai bahwa konflik keagamaan perlu dibedakan ekspresi dari apa yang dipahami suatu berdasarkan jenis isu keagamaan yang komunitas agama sebagai “ketaatan” menjadi sumber pertikaian. Karena itu, terhadap ajaran agama atau sebagai simbol dalam tulisan ini, “konflik keagamaan” solidaritas terhadap komunitas. atau “konflik bernuansa agama” diartikan Hal tersebut mungkin memperlihatkan sebagai “perseteruan menyangkut nilai, salah satu kelemahan dalam berbagai klaim dan identitas yang melibatkan isu- penjelasan tentang fenomena konflik, isu keagamaan atau isu-isu yang dibingkai termasuk konflik etnis-keagamaan dalam slogan atau ungkapan keagamaan”. yang menjadi wilayah studi itu. Seperti Watak dasar manusia (human nature) dikatakan Jacques Bertrand, “In general, pada hakikatnya menginginkan harmoni theories of ethnic conlict have been poor at dalam kehidupan. John Burton (Tacci, 2004: 46 Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016 2-5) misalnya, mengatakan bahwa konflik nilai keyakinan, dalam pendapat lain, Alo bukanlah watak manusia. Adapun struktur Liliweri mengajukan beberapa rumusan kebutuhan dasar manusia yang bersifat definisi konflik antara lain ia menyebutkan universal menurut John Burton, ada dua bahwa konflik adalah bentuk pertentangan yaitu Ontological need seperti kebutuhan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau rasa aman dan Subjective psicological kelompok, karena mereka yang terlibat need seperti kebutuhan pengakuan akan memiliki perbedaan sikap, kepercayaan, eksistensi hidup manusia. Sedangkan teori nilai atau kebutuhan (Miall, H., Rombos, O., kebutuhan manusia lain adalah pendapat 1999: 5). Konflik adalah polarisasi berbagai Galtung yang menyatakan kebutuhan dasar kepentingan atau keyakinan dari suatu manusia adalah kebutuhan bertahan hidup, kelompok yang tidak terwadahi aspirasinya kehormatan, identitas dan makna serta secara terus-menerus (Jeffrey Z. Rubin, kebebasan. Hampir sama dengan Galtung, Dean G. Pruit, Sung Hee Kim, 1994: 5). Manfred Max-Neef menyatakan bahwa Manusia hidup tidak lepas dari kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan konflik, sehingga dapat dipastikan bahwa penghidupan, partisipasi, kebutuhan usia konflik seumur dengan peradaban beristirahat, rekreasi, identitas dan kebebasan manusia. Konflik terjadi karena adanya (Francis, 2005: 139-140). Oleh karena itu, perbedaan, persinggungan dan pergerakan menurutnya konflik lahir karena struktur (Ridwan, 2009: 144). Sistem nilai, budaya, sosial ekonomi yang melingkupi kehidupan keyakinan cenderung mengelompokkan manusialah yang memicu lahirnya konflik masyarakat dalam sekat-sekat kelompok terutama ketika kebutuhan dasar manusia yang bersifat kompetitif dan dominatif yang ia perlukan tidak terpenuhi. daripada hubungan yang bersifat koperatif. Pola relasi yang tidak imbang dalam Hubungan sosial yang bersifat dominatif proses-proses sosial antar individu inilah pada akhirnya akan melahirkan hukum yang kerap melahirkan gesekan kepentingan tradisional dan primitif yaitu siapa yang yang ujungnya lahir suasana disharmoni kuat itulah yang menang dan berkuasa dalam wujud konflik. Dengan demikian serta dialah yang membuat hukum. dapat dikatakan bahwa konflik ada sebagai Konflik atau pertentangan mempunyai bagian dari proses perubahan sosial hubungan erat dengan integrasi. Hubungan yang lahir karena adanya heterogenitas ini disebabkan karena proses integrasi kepentingan seperti kepentingan nilai- sekaligus merupakan suatu proses Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi... 47 disorganisasi dan disintegrasi. Makin sehingga konflik yang terjadi adalah konflik tinggi derajat konflik suatu kelompok kepentingan yang mengatasnamakan Tuhan maka makin kecil derajat integrasinya. dan agama (Ja’far, 2007: 139). Secara teoretis, solidaritas antar kelompok Konflik sesungguhnya lahir karena (in group solidarity) dan pertentangan dilatarbelakangi makin meluasnya dogma dengan kelompok luar (outgroup conlict) teori struktural-fungsional, yang menurut terdapat hubungan yang saling pengaruh sebagian pandangan tokoh sosial dianggap mempengaruhi(Susanto, 1985: 103-104). sudah tidak lagi sejalan dengan perubahan Di sisi lain, agama dalam kehidupan dan perkembangan masyarakat. Jika masyarakat modern yang ditandai adanya demikian, maka konstruksi teori tidak akan industrialisasi tidak lagi dipahami secara membantu kita untuk memahami secara komprehensif sebagai sumber terpenting proporsional dan menerapkan sebuah kesadaran makna bagi manusia dan sumber peristiwa (kejadian). Oleh karena itu, legitimasi kehidupan bermasyarakat. konflik yang timbul dalam suatu kondisi Agama selanjutnya hanya dijadikan akan dapat membangun kesadaran baru sandaran kehidupan kerohanian (spiritual) bagi perubahan kondisi secara lebih baik yang telah mengalami reduksi positivistik dan dinamis dalam kehidupan masyarakat. dan cakupannya begitu sangat sempit, Hubungan dan interaksi pemeluk hanya menyentuh kehidupan personal agama, baik seagama maupun antaragama, manusia (Veerger, 1993: 29-31). juga tidak bisa dipisahkan dengan adanya Agama sebagai sebuah kesadaran makna teori konflik dan integrasi (struktural- dan legitimasi tindakan bagi pemeluknya fungsional) sebagaimana uraian penulis dalam interaksi sosialnya justru mengalami sebelumnya. Persoalan di atas menjadi konflik interpretasi, sehingga disinilah, tambah pelik dan krusial manakala sebuah konflik itu muncul. Konflik antar dikaitkan dengan institusi-institusi pemeluk agama mengandung muatan sosial yang ada dan berkembang dalam kompleks dan tidak sekedar menyentuh masyarakat, baik yang menyangkut dimensi keyakinan dari agama yang dipeluk. otoritas kebenaran maupun klaim yang Tetapi juga terkait dengan kepentingan menyelamatkan, sehingga persoalan- sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. persoalan yang ada seperti adanya Konflik antar pemeluk agama amat mudah konsensus, pertentangan, integrasi ditunggangi kelompok kepentingan, maupun disintegrasi merupakan sebuah 48 Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016 sunnatullah yang tidak bisa dihindari nilai intrinsik (dalam batin) oleh tujuan- dalam kehidupan manusia. Karena itu, tujuan bersama dengan orang lain, di mana konflik dan konsensus (integrasi) adalah diharapkan semua struktur lembaga sosial sebuah keniscayaan ciptaan Tuhan yang dalam sebuah sistem dapat berjalan sesuai dalam firman-Nya menciptakan segala dengan fungsinya secara sadar. Semua ini sesuatu dengan berpasang-pasangan. didasarkan atas konsep relasional antara Seperti dikatakan sebelumnya, bahwa subyek dan obyek yang dalam bahasa teori konflik muncul disebabkan adanya fenomenologi disebut intersubyektivitas hegemoni paradigma teori struktural- atau dunia alterego. fungsional. Teori struktural-fungsional Kedua, realitas sosial merupakan relasi- merupakan suatu teori yang menekankan relasi yang membentuk sistem sosial adanya suatu ketertiban (order) dalam yang mempunyai dua ciri khas; pertama, kehidupan masyarakat. Menurut teori konsep fungsi yang dimengerti sebagai ini, masyarakat dipandang sebagai suatu sumbangan kepada keselamatan dan sistem sosial yang terdiri dari bagian- ketahanan. Konsep ini dititik beratkan bagian yang saling berkaitan dan menyatu pada berjalannya bagian-bagian dalam dalam keseimbangan. Teori ini mempunyai sistem sosial sesuai fungsinya yang saling asumsi bahwa setiap tatanan (struktur) bergantung dan tak ada unsur yang terpisah dalam sistem sosial akan berfungsi pada satu sama lainnya. Kedua, adanya konsep yang lain, sehingga bila fungsional tidak pemeliharaan keseimbangan sebagai ciri ada, maka struktur itu tidak akan ada atau utama dari tiap-tiap sistem sosial. Konsep ini hilang dengan sendirinya (Ja’far, 2007 :140). merupakan tujuan yang diharapkan dengan Berangkat dari hal di atas, teori mengandaikan bahwa saling bergantung struktural-fungsional kiranya dapat merupakan upaya keseimbangan disederhanakan menjadi sejumlah (equilibrium). Karena setiap perubahan yang proposisi. Pertama, masyarakat merupakan terjadi akan mempengaruhi bagian yang suatu perpaduan nilai-nilai budaya lain. Hal ini karena dilatarbelakangi oleh bersama yang dilembagakan menjadi suatu kesesuaian atau keselarasan paham norma-norma sosial dan dimantapkan (konsensus) di antara anggota mengenai oleh individu-individu kepada sebuah nilai-nilai tertentu. motivasi. Karena itu, perilaku sosial Ketiga, masyarakat adalah suatu sistem individu sesungguhnya digairahkan dari yang secara keseluruhan terdiri dari Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi... 49 bagian-bagian yang saling tergantung Dengan mengikuti proposisi-proposisi (interdependensi). Keseluruhan sistem yang di atas, hubungan antar pemeluk agama, utuh menentukan bagian-bagian. Artinya, baik yang seagama maupun antar bagian yang satu tidak dapat dipahami agama, dalam perspektif teori struktural- secara parsial dan terpisah kecuali dengan fungsional menunjuk kepada adanya mempertahankan hubungan dengan keharmonisan dan kedamaian yang sistem keseluruhan yang luas, di mana akan dapat terciptakan, karena semua bagian-bagian menjadi unsurnya. Bagian- unsur, bagian merupakan kesatuan yang bagian harus dipahami dalam relevansinya tidak bisa dipisahkan, sehingga semua dengan fungsi terhadap keseimbangan pemeluk agama dalam interaksi sosial sistem keseluruhan, sehingga bagian- keagamaannya akan berjalan sesuai bagian tersebut menunjukkan gejala saling dengan fungsinya. Bahkan para pemeluk tergantung dan saling mendukung untuk agama dapat menyadari tugas dan fungsi memelihara keutuhan sistem. Di sini pelaksanaan agamanya, dan pemeluk perspektif fenomenologis mempengaruhi agama yang lain juga akan menyadari pandangan teori struktural-fungsional eksistensi fungsinya masing-masing. dalam ilmu sosiologi. Karena itu, sulit akan terjadi Keempat, tiap-tiap masyarakat pertentangan dan konflik, jika seluruh merupakan struktur yang terdiri dari fungsi berjalan sesuai dengan kesadaran unsur-unsur yang relatif kuat dan mantap, tugasnya. Agama tidak lagi dipahami berintegrasi satu sama lain dengan sebagai sebuah keimanan dan kepercayaan, baik. Orang lebih banyak bekerja sama tetapi juga dijadikan sebagai way of life dan daripada menentang, biarpun telah terjadi kebutuhan asasi manusia akan pentingnya pergantian dan perubahan-perubahan makna religiusitas kehidupan manusia, apa pun. Masyarakat diharapkan dapat sehingga hubungan antar pemeluk agama menjalankan tugas sesuai fungsinya berjalan damai, agama berfungsi sebagai masing-masing, sehingga sistem yang penyelamat dan pembebas benar-benar dibangun akan berjalan dengan sendirinya, berjalan mantap dengan penuh kesadaran sekalipun mengalami perubahan karena bagi pemeluknya. Di sinilah keharmonisan adanya keteraturan dan ketertiban dari antar pemeluk agama tercipta dengan suatu bangunan sistem (Ritzer, 1985: 25-30). sendirinya tanpa adanya sebuah rekayasa semu (Ja’far. 2007:141). 50 Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016 Hanya selang beberapa hari setelah CATATAN ATAS BEBERAPA KONFLIK KEKERASAN BERNUANSA AGAMA peluncuran Laporan Tahunan Kehidupan Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Beragama 2010 pada 1 Februari 2011, bahwa secara garis besar, gambaran harapan bahwa pada 2011 kekerasan kehidupan beragama tahun 2011 yang akan menurun langsung tertolak. Kasus muncul di laporan paling mutakhir Center lama terkait Ahmadiyah mencapai tingkat for Religious & Cross-cultural Studies atau kekerasan baru dengan drastis ketiga CRCS UGM tak berbeda secara signifikan tiga orang Ahmadiyah terbunuh dengan dari beberapa tahun sebelumnya. Dari segi mengenaskan di Cikeusik, dan minggu isu, dua yang utama dan kerap menjadi berikutnya beberapa fasilitas publik, masalah masih tetap, yaitu penodaan/ termasuk gereja, menjadi sasaran amuk penyimpangan agama dan rumah ibadah. massa di Temanggung setelah pengadilan Kedua hal ini menjadi isu utama karena terkait kasus penodaan selesai. Di dalam beberapa tahun ini, konflik-konflik penghujung tahun, kekerasan lain dengan di seputar isu itu kerap berubah menjadi skala besar, melibatkan pembakaran kekerasan yang tak tertangani dengan baik. bangunan pesantren dan memaksa ratusan Isu kekerasan harus ditekankan di sini, bukan karena modus hubungan umat beragama di Indonesia didominasi orang pengikut Syi’ah menjadi pengungsi selama sebulan, terjadi di Sampang, Madura. oleh kekerasan, namun justru sebaliknya. Pada sepanjang tahun 2011 SETARA Sebagaimana berulang kali disampaikan Institute mencatat 244 peristiwa pelanggaran di laporan tersebut, sesungguhnya apabila kebebasan beragama/berkeyakinan yang kekerasan tidak ada, catatan kehidupan mengandung 299 bentuk tindakan, yang beragama Indonesia tak akan tampak menyebar di 17 wilayah pemantauan dan buruk. Kita tak perlu berharap bahwa wilayah lain di luar wilayah pemantauan. dalam masyarakat yang sangat beragam, Terdapat 5 propinsi dengan tingkat terdiri dari individu dan kelompok yang pelanggaran paling tinggi yaitu, Jawa berbeda-beda identitasnya, ketegangan Barat (57) peristiwa, Sulawesi Selatan (45), atau konflik tak akan pernah terjadi. Akan Jawa Timur (31), Sumatera Utara (24), dan tetapi selayaknya kita terus mengupayakan Banten (12) peristiwa (Agnes, 2011: 21). agar kekerasan tidak menjadi modus Berikut ini sejumlah ulasan khusus interaksi dalam merespons keragaman itu. kasus-kasus pilihan yang terjadi di tahun Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi... 51 2011 yang merujuk ke Laporan Kondisi (Pergub) Banten No. 5/2011 yang melarang Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di aktifitas penganut anggota dan atau Indonesia Tahun 2011 – SETARA Institute anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah bertajuk: Politik Diskriminasi Rezim Susilo Indonesia (JAI). Pada bulan dan tahun Bambang Yudhoyono, yang dipublikasikan yang sama Pergub Banten disusul oleh oleh Pustaka Masyarakat Setara edisi Pergub Jawa Barat No. 12/2011 tentang Februari 2012 serta Laporan Tahunan pelarangan kegiatan JAI. Yang kemudian Kehidupan Beragama di Indonesia 2011 diperkuat dengan beberapa peraturan – CRCS UGM yang dipublikasikan oleh senada di tingkat kota, yaitu di Kota Bogor, Sekolah Pascasarjana Program Studi Kota Banjar dan Kota Bekasi. Di Jawa Barat, Agama dan Lintas Budaya UGM edisi Pergub dan Keputusan Walikota tersebut Januari 2012. kemudian dijadikan legitimasi bagi praktik pemaksaan ikrar keluar dari Ahmadiyah, KASUS AHMADIYAH yang di sebagian wilayah melibatkan Peristiwa penyerangan di Cikeusik, TNI melalui Operasi Sajadah. Selain di Pandeglang, Banten pada Februari Jawa Barat, setelah peristiwa Cikeusik, 2011 merupakan salah satu isu utama peraturan senada dikeluarkan pemerintah aksi kekerasan sepanjang tahun 2011, di Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, sekaligus menjadi pemantik isu-isu penting Jawa Timur, dan Sumatera Barat. Tidak terkait Ahmadiyah di tahun ini. Lima kurang 11 peraturan diskriminatif terhadap orang terluka dan 3 orang terbunuh saat Ahmadiyah terbit pada tahun 2011. menghadapi serangan ratusan massa yang Meningkatnya produk hukum yang dikobarkan kebenciannya karena berbeda diskriminatif dan penyerangan terhadap pandang dalam hidup beragama. Alih- jemaat Ahmadiyah, tak lepas dari strategi alih melakukan penegakan hukum yang gelombang ketiga radikalisme agama. fair dan mengeluarkan kebijakan yang Pada penelitian radikalisme agama dan lebih menjamin kebebasan beragama, implikasinya terhadap jaminan kebebasan setelah peristiwa Cikeusik, negara justru beragama/berkeyakinan di Jabotabek mengeluarkan kebijakan yang semakin dan Jawa Barat, SETARA Institute mendiskriminasikan Ahmadiyah. menganalisa sedikitnya tiga gelombang Maret di tahun yang sama, pemerintah radikalisasi Islam di Indonesia (Ismail mengeluarkan Peraturan Gubernur Hasani, 2010: 78). Gelombang pertama 52 Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016 adalah konflik horizontal bernuansa Infiltrasi dan aliansi ini, mereka lakukan agama di Maluku dan Poso (1999-2002) untuk menggalang dukungan dalam yang mengubah cara pandang keagamaan mendesak negara untuk mengeluarkan dan ketegangan masyarakat di seluruh kebijakan yang tidak toleran terhadap Indonesia. Gelombang kedua, positivisasi keberadaan Ahmadiyah, dari mulai syariat Islam dalam bentuk peraturan kebijakan di tingkat nasional hingga desa. daerah berlandaskan agama dan moralitas. Bahkan kelompok-kelompok radikal juga Positivisasi syariat Islam juga terjadi pada melakukan aliansi dengan elit politik yang sejumlah undang-undang, antara lain UU sedia membangun kontrak politik untuk Perbankan Syariah (2008) dan pengesahan mendiskriminasikan Ahmadiyah. Selain UU Pornografi (2008). Hingga tahun itu, mereka mengembangkan jaringan 2010, Komnas Perempuan mencatat 189 kerja antar-kota/daerah untuk saling kebijakan atas nama moralitas dan agama. memberikan dukungan pada acara-acara Gelombang ketiga adalah penyerangan penyebaran kebencian melalui tablig, terhadap aliran yang dianggap sesat, anti pemaksaan ikrar keluar dari Ahmadiyah kristenisasi dan anti maksiat. dan penyerangan terhadap jemaat Berdasarkan pemantauan SETARA Ahmadiyah. Mereka juga menggunakan Institute beberapa tahun terakhir, warga satu peristiwa penyerangan, sebagai Indonesia yang paling sering mengalami ancaman bahkan landasan untuk diskriminasi dan kekerasan terkait melakukan penyerangan di tempat yang anggapan aliran sesat adalah Jemaat lain. Antara lain peristiwa penyerangan Ahmadiyah. Di gelombang ketiga ini, di Parung, Bogor, Jawa Barat, dijadikan organisasi yang tidak toleran terhadap landasan untuk mendiskriminasikan dan Ahmadiyah bekerja melalui infiltrasi MUI, melakukan penyerangan di beberapa yang dalam salah satu pidato Presiden RI tempat di Cianjur, Jawa Barat. Susilo Bambang Yudhoyono dianggap Melalui cara kerja itu, puluhan peraturan sebagai ormas yang patut didengarkan yang diskriminatif terhadap Ahmadiyah fatwanya terkait akidah keislaman dikeluarkan pemerintah RI di tingkat (International Crisis Group, Implication of nasional, Propinsi hingga pemerintah desa. Ahmadiyah Decree, Update Briefing, 7 Juli Implementasi peraturan tersebut bahkan 2008). Juga memperluas dukungan tokoh lebih diskriminatif dibandingkan dengan Islam dan ormas non-radikal yang lain. substansi peraturannya. Ormas yang Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi... 53 menolak hidup bersama Ahmadiyah terus Kasus ini telah berkembang pada mendorong pemerintah untuk membuat 2010 dan menguat di tahun 2011. Pada peraturan yang tidak toleran, kemudian Oktober 2010, warga di Padang, Sumatera menggunakan peraturan diskriminatif Barat menganiaya beberapa warga yang tersebut sebagai dasar tindakan kekerasan diduga menjadi penganut Millah Abraham. mereka. Kasus serupa terjadi juga di Bireun, NAD. Pihak Pemda/Pemkot dan Majelis KASUS KOMUNITAS MILLAH ABRAHAM ȍKOMARȎ Permusyawaratan Ulama (MPU) NAD Di Aceh, fenomena aliran keagamaan Komar, dan mereka mesti disyahadatkan. di luar mainstream memang bukan hal Aliran ini berhasil menggaet pelajar, baru, dan Komar hanyalah kelompok kecil. mahasiswa, dan masyarakat biasa. Di NAD, Namun kemunculan aliran ini memicu beberapa orang tua melaporkan kehilangan lembaga-lembaga agama di sana untuk anaknya yang berusia remaja, dan diduga bereaksi terhadap aliran-aliran lain yang sudah masuk dalam komunitas itu. mengeluarkan sikap penolakan terhadap telah ada sebelumnya. Rentetan kasus serupa pun kemudian MUI mengeluarkan pernyataan tentang terjadi di beberapa daerah di Sumatera kesesatan Komar, dan pada awal Juni 2011, Utara dan NAD. Pada pertengahan Bakorpakem Sumatera Barat menetapkan Oktober, MPU mengeluarkan fatwa haram Komar sebagai aliran sesat. Lembaga ini membiarkan pendangkalan akidah dan merekomendasikan kepada gubernur pemurtadan umat Islam. Tidak lama untuk segera mengeluarkan SK Pelarangan setelah fatwa ini, ada 13 warga Komar terhadap Komar di Sumatera Barat. Alasan yang dikirim di pesantren untuk dibina, penetapan kesesatan KOMAR karena aliran sementara warga Komar lain menyatakan ini mengajarkan bahwa shalat hanya perlu permintaan maaf atas kekhilafannya. satu kali, yakni pada malam hari dan cukup 3 rakaat, pada hari tertentu shalat 13 rakaat, dan doa iftitah dalam shalat dicampur dengan doadoa lain. Pemerintah provinsi dan beberapa daerah di Aceh kemudian mengeluarkan peraturan daerah yang melarang keberadaan dan penyebaran di daerahnya. 54 Hangatnya kasus KOMAR ini sempat terhenti di akhir tahun 2010. Baru pada bulan Maret 2011 muncul kembali ketika ada long march besar-besaran di Kota Banda Aceh yang diikuti oleh sebagian besar ormas Islam di Aceh. Alasan utama bangkitnya kembali gelombang penolakan Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016 ini karena ternyata Komar justru dianggap Sampang, Madura bukan dilatarbelakangi telah merambah jauh ke pedalaman Aceh. perbedaan paham Sunni dan Syi’ah. Konflik Pihak kepolisian pun kembali menangkap di Sampang murni karena persoalan beberapa warga Komar. Hingga akhir pribadi antara dua tokoh masyarakat yang April, kepolisian Aceh telah mendata juga kakak beradik, Tajul Muluk (Syi’ah) 344 warga KOMAR, dan 60%-nya adalah dan Rois (Sunni). perempuan. 100 warga di antaranya Pada 28 Agustus lalu, Kepolisian telah disyahadatkan di Masjid Raya Daerah Jawa Timur telah menetapkan Baiturrahman Kota Banda Aceh. Sementara Roisul Hukuma, adik pemimpin Syi’ah itu, hingga sekitar Mei 2011, penganut Sampang sebagai tersangka. Ia dijerat pasal Millah Abraham telah menjadi korban pembunuhan, pasal penganiayaan berat, beberapa kekerasan yang dilakukan oleh pasal pengeroyokan dan pengrusakan, warga atau anggota beberapa ormas. serta pasal turut membantu kejahatan. KASUS SYI’AH SAMPANG Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur Penyerangan terhadap kelompok Komisaris Besar Hilman Thayib memastikan Islam Syi’ah terjadi pada Minggu, 26 seorang berinisial “S” sebagai tersangka Agustus 2012 di Dusun Nanggernang, baru kasus penyerangan terhadap warga Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Syi’ah di Sampang, Madura. Menurut Tim Sampang, Madura sekitar pukul 11.00 Gabungan penyidik Kepolisian Daerah WIB. Akibat dari peristiwa ini, seorang Jawa Timur dan Kepolisian Resor Sampang warga dinyatakan tewas, lima orang luka, terungkap peran “S” itu yang merusak dan dan empat di antara korban luka dalam membakar rumah-rumah warga. Bahkan kondisi kritis. Selain menyerang dan dari pendalaman oleh polisi, tersangka melukai warga, kelompok penyerang juga diduga turut terlibat pembakaran rumah membakar rumah-rumah pengikut Syi’ah dan musala di kompleks pondok pesantren yang ada di dua desa, yaitu Desa Karang pemimpin Syi’ah Sampang, Tajul Muluk, Gayam dan Desa Bluuran, Kecamatan pada akhir Desember 2011 lalu. Omben, Sampang. Syi’ah di Sampang sebenarnya sudah Peristiwa ini adalah kasus ketiga setelah ada sejak 1980-an, dan beribadah secara yang kedua pada bulan Desember 2011. terbuka dan terang-terangan sejak 2004. Polri menegaskan konflik masyarakat di Tidak ada masalah dengan warga pada Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi... 55 waktu itu. Pada tahun 2006 mulai ada adalah pernyataan Syaifullah Yusuf, penyerangan terhadap pesantren dan Wakil Gubernur Jatim, yang tak lama warga Syi’ah, meskipun tidak seberat setelah penyerangan mengajukan usulan 29 Desember 2011 dan 26 Agustus 2012. relokasi warga Syi’ah, agar konflik tak Kekerasan ini diduga karena mulai terjadi lagi. Solusi ini seakan-akan ingin bermunculannya tokoh-tokoh agama. menyelesaikan masalah yang muncul Pada tahun 2009, MUI Sampang bersama karena perbedaan dengan melenyapkan dengan Kapolsek dan Danramil membuat kelompok berbeda secara paksa. Dapat pernyataan bahwa Syi’ah bukanlah aliran dibayangkan bagaimana jika hal ini sesat karena tidak ada penyimpangan. Efek menjadi pola penyelesaian konflik: dari pernyataan tersebut, warga Syi’ah di suatu kelompok mayoritas hanya perlu Sampang terlindungi. Akan tetapi, warga memberikan bukti (misalnya dengan non-Syi’ah setempat justru semakin keras menyerang atau menghancurkan properti menentang keberadaan mereka. suatu kelompok) bahwa keberadaan Pernyataan MUI Sampang, Kapolsek, suatu kelompok minoritas yang berbeda dan Danramil Sampang tersebut kehilangan tak diinginkan, dan kemudian usulan itu maknanya ketika, seiring dengan kasus dipenuhi pemerintah melalui relokasi. pembakaran pesantren ini, Ketua MUI Jawa Respons polisi perlu juga dicatat. Timur Abdusshomad justru menyatakan Sebenarnya, isu akan adanya penyerangan keberadaan Syi’ah di Sampang ibarat bom pada Desember 2011 lalu sudah diketahui waktu selama Syi’ah masih ada di Sampang, warga Syi’ah seminggu sebelumnya. maka akan terus menimbulkan masalah. Warga Syi’ah sudah menginformasikan Pihak keamanan, ormas, partai politik, rencana tersebut ke pihak keamanan. dan Pemprov Jawa Timur mengecam Akan tetapi pihak keamanan terlambat tindakan anarkis tersebut. Gubernur Jawa merespons laporan tersebut. Pesantren Timur meminta kepolisian melakukan sudah hancur, pihak keamanan baru pendekatan persuasif untuk melerai konflik datang ke lokasi. Keterlambatan respons keluarga tersebut. Lebih jauh, Gubernur polisi ini tak hanya terjadi sekali, tetapi Jawa Timur menolak desakan melarang kerap berulang sebagaimana terjadi pada keberadaan Syi’ah di Jawa Timur. Sampai Agustus 2012 kita khawatir, sikap ini akan saat ini MUI Pusat pun tidak melarang menjadi pola tindakan polisi menghadapi Syi’ah. Satu hal yang mengherankan ancaman penyerangan. 56 Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016 RESOLUSI KONFLIK BERBASIS TEOLOGI TRANSFORMATIF Gerakan Islam peradaban selama ini Bagi Indonesia yang memiliki kalangan menengah dan abai terhadap komposisi penduduk heterogen, pencarian masalah-masalah di tingkat bawah, seperti resolusi konflik adalah kebutuhan kemiskinan, penindasan, dan penghisapan. mendesak yang harus segera dilaksanakan. Kalau boleh dikatakan teologi Berbagai mekanisme penyelesaian konflik transformatif adalah teologi kontekstual, telah ditempuh guna menyelesaikan sebuah teologi yang dipahami dan konflik bernuansa agama, ternyata malah didialogkan secara dialektis sesuai dengan memunculkan konflik-konflik baru yang konteks problematika umatnya dalam tidak berkesudahan. Salah satu yang harus berhadapan dengan dinamika sosial, diajukan bagi muslim Indonesia adalah ekonomi, budaya, maupun politik. Ini resolusi konflik yang lebih paradigmatik merupakan perkembangan teologi yang dan holistik berbasis teologi transformatif lebih bersifat praksis, di mana kaum (Djohan Effendi, 1994: 55). beriman melakukan sebuah tindakan lebih membentuk kekuatan Islam di Di Indonesia corak pemikiran teologi yang tidak semata bersifat ukhrawi, tetapi transformatif diprakarsai oleh Moeslim juga bagaimana kaum beriman dengan Abdurrahman. Pengertian tentang teologinya membangun kedamaian, ‘teologi transformatif’ dimaksudkan oleh keadilan, egalitarianisme di dunia ini. Moeslim sebagai pencarian sebuah metode Dalam kerangka pemikiran teologi yang berpikir dan tindakan yang memihak demikian, gagasan teologi transformatif serta yang mampu mempersenjatai Moeslim Abdurrahman dielaborasi dan masyarakat untuk bisa bangkit dan keluar mendapat landasan acuan teoretis atas dari keterbelakangan, kebodohan, dan pengklasifikasian teologi Islam secara kemiskinan dengan mengesampingkan umum. Moeslim merumuskan enam dasar paradigma modernisasi (Shofan, 2006: 316). yang harus dimiliki teologi transformatif: Munculnya gerakan teologi Pertama, teologi yang bertautan dengan visi transformatif adalah sejarah baru di sosial yang emansipatorik. Kedua, artikulasi Indonesia, dimana dalam konteks ke- pesan agama dan bukan itu sendiri dalam Indonesia-an pada dasarnya adalah wujudnya yang wadag (pemahaman pasca- antitesa dari gerakan Islam peradaban konvensional ortodoksi agama). Ketiga, yang diprakarsai oleh Nurcholish Madjid. model ideal yang dirumuskan dari proses Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi... 57 dialog antara super struktur dan realitas tokoh kepada teologi transformatif. Teologi atau antara teks dan konteks. Keempat, ini melihat aspek akidah sebagai bagian basis ortodoksi bertumpu dan untuk tak terpisahkan dari aspek akhlak yang kepentingan umat, jadi profesionalisme kemudian harus diaktualisasikan ke agama bertujuan sebagai pendampingan dalam hukum yang harus ditaati dan saja. Kelima, berorientasi kepada fraksis ditindaklanjuti dalam segala dimensi (ortofraksis dan bukan ortodoksi). kehidupan yang kita jalani (Rahman, Praksis agama berbeda dengan dakwah 1994: 127). Teologi transformatif berpijak agama karena dakwah biasanya berorientasi pada ajaran dan nilai-nilai moralitas kepada kepentingan membangun simbol- agama yang holistik yang pada gilirannya simbol permukaan, sedangkan praksis meniscayakan untuk ditransformasikan agama yang sejati seharusnya berorientasi dan dikembangkan ke dalam praksis. kepada bagaimana menegakkan basis-basis Teologi transformatif meniscayakan nilai keberagamaan yang lebih esensial. umat Islam untuk menghindari Keenam, berfungsi sebagai institusi kritis pemahaman agama secara parsial dan terhadap jebakan struktur yang melawan sepotong-sepotong. Demikian pula, teologi pesan dasar dari agama itu sendiri, termasuk ini menuntut umatnya untuk melepaskan struktur yang dibangun oleh proses sosiologi diri dari beban-beban sejarah keagamaan agama. Oleh karena itu pada dasarnya ijtihad yang sering mendistorsi agama dari merupakan mekanisme untuk meluruskan nilai dan perannya yang hakiki. Melalui setiap bentuk penyimpangan (bid’ah) pengembangan teologi ini, keberagamaan terhadap nilainilai dasar kemanusiaan dan manusia akan dilihat sebagai proses bentuk-bentuk penghambaan selain kepada kreatif dan penuh tanggung jawab untuk Allah (mushrik), sehingga keselamatan umat mengembangkan kehidupan yang selalu manusia secara umum dapat ditegakkan dan disandarkan kepada nilai-nilai moralitas tidak teranca (Afwah, 2010: 15). perennial; dari keadilan, kesetaraan, hingga Menurut Abd A’la, nilai-nilai kedamaian dan kesejahteraan. kemanusiaan universal yang terdapat pada Pada sisi itu pula, teologi transformatif agama akan tampak jelas ke permukaan mengandaikan adanya pembedaan yang dan akan berlabuh ke dalam kehidupan tegas, tapi sekaligus berkelindan antara nyata manakala keberagamaan kita, agama sebagai sesuatu yang absolut khususnya umat Islam, merujuk secara dan keberagamaan yang bersifat relatif 58 Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016 yang muncul dari keterbatasan manusia. semua lembaga atau organisasi sosial dan Keberagamaan harus dipahami sebagai keagamaan serta institusi yang lain perlu upaya manusia untuk mendekati yang dilibatkan untuk melakukan persemaian absolut, dan metahistoris yang sampai dan pengembangan teologi transformatif kapan pun nilai kebenarannya tidak sesuai dengan bidang-bidang yang menjadi mungkin menyamai kebenaran Tuhan. lahan garapannya. Mereka harus menjadi Karena itu, keberagamaan yang berpijak avant garde yang mempelopori, sekaligus pada teologi transformatif selalu bersifat sebagai pusat jaringan yang menyebarkan terbuka, dinamis, dan mengedepankan arus transformasi ke segala arah. Dengan kerendahhatian. Dengan demikian, hal demikian, segala wilayah yang ada di itu akan menghindarkan one sided truth sekitar kita akan menjadi ajang proses claim yang angkuh, dan sekaligus dapat internalisasi dan sosialisasi keberagamaan mengembangkan keimanan yang kokoh yang kondusif. Dampaknya, pola pandang, yang dimanifestasikan dalam bentuk sikap dan perilaku kita nantinya diharapkan sikap dan perilaku yang civilized sebagai dapat merepresentasikan nilai-nilai cerminan dari ajaran perennial agama. Pada moralitas luhur dan kreativitas yang penuh gilirannya, hal itu akan menghindarkan kearifan dalam menyikapi kehidupan. penganut agama dari sikap dan tindakan serta konflik kekerasan dalam bentuknya yang langsung ataupun struktural terhadap penganut atau kelompok yang lain. KESIMPULAN Tawaran resolusi konflik yang lebih paradigmatik dan holistik berbasis teologi Dalam konteks inilah, teologi transformatif sebagaimana yang diuraikan transformatif menemukan signifikansinya di atas nampaknya relevan dengan kondisi u n t u k m e n y e l e s a i k a n k o n fl i k a t a s konfliktual bernuansa agama di Indonesia. nama agama. Namun semua itu sangat Yang dibutuhkan adalah seorang figur tergantung kepada komitmen kita bersama yang dapat menerjemahkan konsep untuk melakukan rekonstruksi. Terkait resolusi tersebut dan membumikannya dengan itu, suatu pendidikan yang dalam kehidupan masyarakat. Figur itu transformatif yang dapat mendewasakan diharapkan muncul secepatnya sehingga manusia merupakan alfa-beta yang harus masyarakat Indonesia terbebas dari konflik menjadi prioritas utama dalam semua yang menjerumuskan ke jurang perpecahan upaya tersebut. Sejalan dengan itu pula, destruktif dan berkepanjangan. Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi... 59 Rachman (ed.) Kontekstualisasi Doktrin KEPUSTAKAAN ACUAN Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina. Afwah, Neneng. (2010) “Teologi Transformatif Upaya Membebaskan Kaum Fauzi, Ihsan Ali (2009). et al., Laporan Tertindas (Studi atas Pemikiran Moeslim Penelitian Pola-pola Konlik Keagamaan di Abdurrahman)”. Antologi Kajian Islam. Indonesia (1990-2008). Jakarta: Yayasan Vol. 15, No. 1. Wakaf Paramadina (YWP), Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik, A’la, Abd. (2007). “Konflik Kekerasan; Antara Universitas Gadjah Mada (MPRKUGM), Politisasi Agama, Etnisitas, dan Politik The Asia Foundation (TAF). Kekuasaan”. Paramedia. Vol. 8, No. 3. Awwas, Irfan S. (ed.). (2001). Risalah Kongres Francis, Diana. (2005). Teori Dasar Transformasi Konlik Sosial. Yogyakarta: Mujahidin dan Penegakan Syari’ah Islam. Quilis. Yogyakarta: Wihdah Press. Bagir, Zainal Abidin. (2010). et al. Laporan Hamdi, Ahmad Zainul. (2012). “Klaim Religious Authority dalam Konflik Sunni- Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia Syi’i Sampang Madura”. ISLAMICA. 2010. Yogyakarta: CRCS. Bagir, Zainal Abidin. (2012). et al. Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia Vol. 6, No. 2. Handoko, Imam Priyo. (2006). “Upaya Menjadikan Dunia Lebih Indah”. Kompas. 2011. Yogyakarta: CRCS. Rabu 15 Februari 2006. Hasani, Ismail. Bertrand, Jacques. (2004). Nationalism and (2010). Wajah Para Pembela Islam. Jakarta: Ethnic Conlict in Indonesia. Cambridge: Cambridge University Press. Pustaka Masyarakat Setara. Ja’far, Suhermanto. (2005). “Agama, Konflik, Coser, Louis. (1956). The Functions of Social Integrasi dan Masyarakat Komunikatif”. Conlict. New York: Free Press. Dwi R, dalam Thoha Hamim. Khoirun Niam Agnes. (2011). et al. Laporan Kondisi dan Akh. Muzakki (ed.), Resolusi Konlik Kebebasan Beragama/ berkeyakinan di Islam Indonesia. Yogyakarta: LKiS dan Indonesia. Jakarta: Pustaka Masyarakat LSAS IAIN Sunan Ampel. Liliweri, Setara, 2012. Alo, Prasangka & Konlik: Komunikasi Effendi, Djohan. (1994). “Konsep-Konsep Teologis” dalam Budhy Munawar- 60 Jurnal el-Hekam, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016 Lintas Budaya Masyarakat Multikultur, Jogjakarta: LKiS. Miall, Hugh, Oliver Rombos. (1999). Tom Susanto, Astrid S. (1985). Pengantar Sosiologi Tom Woodhouse, Contemporary Conlict dan Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta. Resolution. USA: Polity Press. Rahman, Fazlur. (1993). “Hukum dan Etika dalam Islam”. Al-Hikmah, No. 9. Rahman, Fazlur. (1994). “Prinsip Syura dan Peranan Umat Islam”. dalam Mumtaz Ahmad (ed.). Masalah-Masalah Teori Politik Islam, terj. Erni Hadi, ceta. ke-2. Bandung: Penerbit Mizan. Ridwan. (2009). “Piagam Madinah dan Resolusi Konflik: Model Penataan Hubungan Antar Umat Beragama”. HARMONI Jurnal Multikultural & Multireligius. Vol. VIII, No. 30. Ritzer, George. (1985). Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. terj. Alimandan, Jakarta: Rajawali Press. Rubin, Jeffrey Z, Dean G. (1994). Pruit dan Sung Hee Kim, Social Conlict: Escalation, Stalemate and Settlement. United States of America: McGraw-Hill, Inc. Tacci, Nathalie. (2004). “Conflict Resolution in the European Neigborhod: The Role the EU as a Framework and as an Actor”. EUI Working Paper, Italy: Ueropean University Institute. Tim Penyusun. (2010). Laporan Kebebasan Beragama/ Berkeyakinan dan Toleransi. Jakarta: the Wahid Institute. ------- (2011). Lampu Merah Kebebasan Beragama: Laporan Kebebasan Beragama dan Toleransi di Indonesia 2011. Jakarta: The Wahid Institute. Veerger, K. J. (1993). Realitas Sosial: Releksi Filsafat Sosial atas Hubungan IndividuMasyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi; Seri Filsafat Atma Jaya. cet. ke4. Jakarta: Gramedia. Windu, I Marsana. (1992). Kekuatan dan Kekerasan menurut John Galtung. Yogyakarta: Kanisius. Yusuf, Slamet Shofan, Moh. (2006). Jalan Ketiga Pemikiran Effendy. (2011) “Review 5 Tahun Islam: Mencari Solusi Perdebatan Kehidupan Umat Beragama di Indonesia: Tradisionalisme dan Liberalisme. Perspektif MUI”. Makalah pada Kongres Yogyakarta: IRCiSoD. FKUB di Jakarta, 21-22 November. Gambaran Konflik Bermatras Agama di Indonesia (Problem Solving Berbasis Teologi... 61