BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebanyak dua siklus ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Penerapan model pembelajaran berbasis kelas (problem based learning) berbantu sisipan humor dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis cerpen siswa kelas VII F SMPN 4 Surakarta. Kualitas proses pembelajaran ditinjau dari dua sudut pandang. Sudut pandang yang pertama adalah siswa. Berdasarkan hasil observasi, kualitas proses belajar yang ditandai dengan kinerja siswa sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) berbantu sisipan humor hanya terdapat 37,5% atau sejumlah 12 siswa yang berkategori kurang (K), 50% atau sejumlah 16 siswa berkategori cukup (C), sedangkan siswa yang berktegori baik hanya berjumlah empat siswa atau 12,5%. Pada pratindakan belum terdapat siswa yang memiliki kinerja berkategori sangat baik. Kemudian mengalami peningkatan menuju perbaikan setelah guru menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berbantu sisipan humor. Pada siklus I, jumlah siswa berkategori kurang (K) turun menjadi 6,25% atau sekitar empat siswa. Jumlah siswa yang berkategori cukup (C) turun menjadi 18,75% atau sejumlah enam siswa. Siswa berkategori baik (B) naik menjadi 50% atau sejumlah 16 siswa, dan telah terdapat 25% atau sejumlah delapan siswa yang berkategori sangat baik (SB). Jumlah siswa yang telah mengalami peningkatan kinerja pada siklsu II mengalami kenaikan dari siklus I. Pada siklus II terdapat 12,5% atau sejumlah empat siswa berkategori cukup (C), berkategori baik (B) adalah 50% atau 16 siswa, sedangkan kualitas proses belajar siswa yang berkategori sangat baik (SB) sebesar 37,5% atau sejumlah 12 siswa. Presentasi kinerja siswa mengalami peningkatan dari 124 125 pratindakan sebesar 62,5%, meningkat di siklus I menjadi 78,1%, dan meningkat kembali menjadi 90,6% di siklus II. Sudut pandang kualitas proses pembelajaran yang kedua adalah guru. Sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berbantu sisipan humor, guru menggunakan model konvensional dengan berceramah. Hal tersebut menyebabkan kelas menjadi pasif sehingga pembelajaran cenderung membosankan. Dengan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) berbantu sisipan humor pembelajaran yang diberikan oleh guru lebih bermakna bagi siswa. Kinerja guru dalam mengelola pembelajaran menulis cerpen mengalami peningkatan. Sebelum menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) berbantu sisipan humor kinerja guru mempunyai presentasi yang rendah yaitu 67,8%, tetapi setelah menerapkan model pembelajaran ini, kinerja guru dalam mengajar pada siklus I meningkat menjadi 78,5%, dan hasil akhir peningkatan kinerja guru pada siklus ke II yaitu 89,2%. 2. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) berbantu sisipan humor dapat meningkatkan keterampilan siswa kelas VII F SMPN 4 Surakarta dalam menulis cerpen. Peningkatan keterampilan menulis cerpen dapat diketahui dari hasil karya siswa berupa cerpen. Sebelum menggunkan model pembelajaran berbasis maslah (problem based learning) berbantu sisipan humor, nilai keterampilan siswa belum dapat diketahui karena pembelajaran pada pratindakan tidak sesuai dengan kompetensi siswa dalam menulis cerpen. Penilaian keterampilan menulis cerpen siswa dilanjutkan pada siklus I dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berbantu sisiapan humor untuk melihat hasil keterampilan menulis cerpen siswa. Pada tindakan siklus I ini, nilai rata-rata menulis cerpen siswa adalah 76,6. Siswa yang mendapat nilai kurang dari 80 berjumlah 23 siswa, siswa yang mendapat nilai lebih atau sama dengan 80 berjumlah 10 siswa, ketuntasan klasikal tercatat 31%. 126 Karena nilai keterampilan menulis cerpen dan ketuntasan klasikal siswa belum mencapai target ketuntasan yang telah ditentukan, pembelajaran dilanjutkan pada siklus II. Pada siklus II ini, nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 84,2. Siswa yang mendapat nilai kurang dari 80 berjumlah enam siswa, sedangkan siswa yang mendapat nilai lebih atau sama dengan 80 berjumlah 26 siswa. Adapun ketuntasan klasikal siswa pada siklus II ini mencapai 81%. B. Implikasi Penelitian tindakan kelas berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Berbantu Sisipan Humor untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Cerpen (PTK pada Siswa Kelas VII F SMPN 4 Surakarta)” yang dilakukan sebanyak dua siklus dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan keterampilan menulis cerpen. Kualitas proses pembelajaran merupakan salah satu titik tolak ukur yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Perlu peneliti tegaskan di sini bahwa ukuran berkualitas atau tidaknya suatu pembelajaran bersifat relatif, karena tolak ukur yang digunakan terus menerus akan senantiasia mengalami perubahan sesuai dengan perubahan tantangan era atau jaman. Yang dimaksud proses pembelajaran di sini adalah efektif tidaknya proses pembelajaran dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang dicapai peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utuma yakni faktor dari lingkungan dan faktor dari diri peserta didik seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial, ekonomi dan faktor fisik dan psikis serta faktor utama yaitu kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk cepat memahami segala sesuatu. Sedangkan tiga unsur yang sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kompetensi guru, karakteristik kelas dan karakteristik sekolah. Komptensi guru mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah satu proses yang terjadinya interaksi antara pendidik dan peserta didik, salah satu yang mempengaruhi kualitas 127 pembelajaran adalah guru (dalam hal ini adalah kompetensi yang dimilikinya). Dengan asumsi, bahwa guru adalah sutradara dan sekaligus aktor dalam proses pembelajaran. Hal ini tidak berarti mengesampingkan variabel lain, yaitu seperti media pembelajaran. Menurut Sabri (2005: 51-52) selain karena faktor guru, kualitas pengajaran juga dipengaruhi oleh karakteristik kelas. Variabel karakteristik kelas antara lain; a) Besarnya (class size), yang berarti banyak sedikitnya jumlah peserta didik yang mengikuti proses pengajaran. b) Suasana belajar yang demokratis akan memberi peluang mencapai hasil belajar yang optimal, dibandingan dengan suasana yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas penuh pada guru. c) Fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Sering ditemukan dalam proses belajar di kelas bahwa guru sebagai sumber belajar satu-satunya. Padahal seharusnya peserta didik diberi kesempatan untuk berperan sebagai sumber belajar dalam proses belajar. Menurut peneliti faktor-faktor tersebut merupakan komponen pendidikan yang saling berhubungan dan menunjang antar satu dan yang lain, karena apabila salah satu diantara unsur tersebut tidak memenuhi standar kualitas pendidikan, maka kemungkinan besar kualitas pembelajaran tidak akan tercapai secara optimal. Kualitas proses pembelajaran dapat tercipta karena adanya beberapa upaya yang dilakukan guru maupun siswa. Upaya-upaya tersebut perlu dibangkitkan dan diwujudkan untuk terciptanya pembelajaran yang bermutu dan berkualitas. Pembelajaran yang bermutu atau berkualitas dapat diciptakan dengan memberikan kesempatan kepada siswa dan guru untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran untuk menyampaikan ide-ide, pola pikir yang kreatif, bahkan bisa mengoptimalkan keseimbangan empat ketrampilan berbahasa dan aspirasi sastra secara utuh (holistic) dalam mencapai kompetensi komunikatif dan tujan yang lain. Pembelajaran yang digambarkan di atas tidaklah mudah untuk diciptakan dan dilaksanakan. Guru harus bisa memberikan kesempaatan bagi siswa untuk kepentingan kualitas proses belajar siswa. Hal yang tidak dapat dianggap remeh 128 untuk meningkatan kualitas proses belajar siswa adalah sikap guru untuk meningkatkan kinerja guru itu sendiri. Hal ini dapat terwujud apabila ada tindakan dari guru untuk menunjukan kerjasama yang mengarah kepada terciptanya proses belajar siswa yang lebih baik. Contohnya, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan keempat keterampilan berbahasa secara sekaligus dalam setiap kegiatan pembelajaran. Siswa diberi kebebasan untuk mengutarakan pendapat baik individu maupun berkelompok, berdiskusi dengan tema yang merupakan permaslah yang terjadi saat ini, mencari informasi, menukarkan hasil informasi yang didapatkan kepada teman, menilai kekurangan tulisan sendiri maupun teman yang lain, dan menuliskan tulisan yang terbaik sesuai dengan informasi dan imajinasi yang mereka kembangkan. Selain itu, siswa juga diberikan kesempatan untuk mengembangkan ide, kreativitas dan gagasan sehingga aktivitas siswa dan guru akan tercipta dengan baik. Pembelajaran yang digambarkan di atas dapat tercipta dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah berbantu sisipan humor. Namun demikian model ini juga menuntut keaktifan guru untuk melakukan pembimbingan secara intensif saat siswa sedang melakukan proses kreatif yaitu menulis cerpen. Pembimbingan tersebut dilakukan secara bertahap baik terhadap proses penulisan, perbaikan, maupun penilaian terhadap karya sastra berbentuk cerpen yang siswa buat sendiri maupaun oleh siswa lain. Guru sesekali berkeliling ke bangku-bangku untuk memberikan motivasi, mengarahkan, dan merevisi setiap tahap cerpen yang disusun siswa. Guru mengkondisikan siswa untuk bertanya jawab tentang cerpen dan secepatnya tanggap dan menjawab pertanyaan siswa tentang cerpen tersebut. Pembelajaran yang menyenangkan sangat diperlukan untuk membantu siswa dalam menyerap dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru, karena apabila siswa tidak menyenangi pembelajaran maka materi pelajaran tidak akan membekas pada diri siswa. Pembelajaran yang menyenangkan ini bisa dengan menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dan pembentukan suasana kelas yang menarik. Oleh karena itu, peggunaan humor dalam pembelajaran sangat direkomendasikan 129 kepada guru guna menciptakan atmosfir pembelajaran yang menyenangkan dan berkesan bagi siswa. Menurut Darmansyah (2012: 87) humor dapat membuat pembelajaran menjadi menarik, karena adanya interaksi yang menyenangkan antara guru dan siswa. Pada dasarnya pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ada mata pelajaran yang sangat menarik bagi seorang siswa, ada pula pada mata pelajaran yang siswa enggan masuk kelas, karena pelajaran yang tidak menarik. Mata pelajaran yang tidak menarik akan menurunkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian, kualitas proses pembelajaran juga akan ikut menurun. Namun dengan mengguakan humor, ternyata pelajaran yang kurang menarik dapat dibuat lebih menarik. Dengan sentuhan humor pada pelajaran yang tidak disenangi siswa mampu merubah pemikiran siswa sehingga menyukai pelajaran tersebut sekalipun merupakan pelajaran yang sulit. Penggunaan humor dalam pembelajaran sebenaranya dapat menggunakan media berupa gambar dan kata. Perlu dipahami bahwa penggunaan sisipan humor dalam pembelajaran tidak sepenuhnya disenangi siswa. Bagi sebagian siswa yang tidak tersentuh rasa ingin tertawanya, sehingga menurut mereka pembelajaran masih belum menyenangkan. Namun demikian, sisipan humor tetap memberikan manfaat yaitu jeda strategis penggunaann humor yang akan memberikan sedikit waktu untuk siswa melakukan rileksasi otak sebelum melanjutkan pembelajaran. Keefektifan penggunaan humor tersebut berkaitan dengan ketepatan pemilihan materi humor yang akan disisipkan dalam pembelajaran. Menurut Yu Wang (2014: 80), mataeri humor yang akan diterapkan sebaiknya memerhatikan kebutuhan peserta didik pada pembelajaran tersebut. Apakah humor yang digunakan akan dipahami oleh peserta didik itu tergantung dari persepsi pada budaya masing-masing. Namun tetap pada akhirnya humor akan menyatukan guru dan murid, karena humor bersifat universal. Hal-hal yang dapat diterapkan oleh guru untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran sebagai implikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran secara aktif dan kreatif. Pembelajaran secara aktif dan kreatif tersebut dengan melibatkan siswa 130 berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mngemukakan pendapat mereka dalam menanggapai berbagai kasus yang diberikan oleh guru. Disamping itu keaktifan siswa dalam hal menyimak, menanggapi, memberikan komentar terhadap karya siswa sendiri maupun siswa yang lain juga perlu dibiasakan untuk dapat membangkitkan motivasi siswa dalam menulis cerpen. Keempat keterampilan berbahasa tersebut perlu dilaksanakan secara menyatu dalam satu kegiatan belajar mengajar di kelas. b) Jangan malu untuk memulai pelajaran dengan perasaan senang untuk memunculkan rasa ingin tertawa pada siswa. Sering kali guru menganggap bahwa belajar haruslah serius tidak boleh bercandacanda apalagi sampai tertawa, padahal dengan humor seorang guru dapat dengan mudah masuk ke alam bawah sadar siswa sehingga apa yang disampaikannya bermakna bagi siswa. Manfaatkan humor dari berbagai sumber yang sekiranya dapat diintegrasikan pada pembelajaran yang akan dilaksanakan. Penggunaan humor dalam pelajaran selama kurang lebih 15 menit lebih baik ketimbang belajar selama 90 menit tanpa ada jeda untuk merileksasikan otak siswa. Selain meningkatkan kualitas proses pembelajaran, penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) berbantu sisipan humor dapat meningkatkan keterampilan menulis cerpen siswa. Pada dasarnya keterampilan menulis dapat dijumpai pada setiap jenis tulisan, salah satunya cerita pendek atau cerpen. Cerpen adalah cerita yang pendek yang di dalamnya terdapat pergolakan jiwa pada diri pelakunya sehingga secara keseluruhan cerita bisa menyentuh nurani pembaca yang dapat dikategorikan sebagai sebuah karya sastra. Dengan demikian sorang cerpenis harus terampil menuliskan setiap kata yang tergabung menjadi cerita pendek untuk dinikmati oleh pembaca. Untuk meningkatkan keterampilan menulis cerpen pada siswa, dibutuhkan model pembelajaran yang sesuai dan dapat menarik minat menulis siswa, karena menulis bukanlah suatu kegiatan yang mudah. Maka berdasarkan hal tersebut, model pembelajaran yang dapat menjadi pilihan guru dalam mengajar pelajaran menulis cerpen adalah model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). 131 Model pembelajaran ini direkomendasikan kepada guru yang mengajar dengan berlandaskan kurikulum 2013. Model PBM berbeda dengan model pembelajaran lain, dalam model ini pembelajaran ditekankan pada presentasi ide-ide atau demonstrasi keterampilan siswa sesuai dengan pendekatan saintifik yang diasung oleh kurikulum 2013. Penjelasan di atas senarai dengan Amir (2009: 21) yang menjelaskan bahwa Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan model tersebut, guru dapat meningkatkan keterampialan menulis cerpen siswa. Hal ini sejalan dengan pemikiran Yew dan Goh (2016: 1) bahwa dengan rancangan yang menarik dan menantang, pemelajar akan tergugah untuk belajar. Bila relevasninya tinggi dengan saat praktik, biasanya pemelajara akan terangsang rasa ingin tahunya dan bertekad untuk menyelesaikan masalahnya. Diharapkan pemelajar yang tadinya tergolong pasif menjadi tertarik untuk aktif Disamping keutamaan yang dimiliki oleh model pembelajaran berbasis masalah ini, terdapat beberapa hal yang menjadi kendala guru dalam menerapkannya seperti: 1) manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa maslah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. 2) Keberhasilan model pembelajaran ini mememrlukan cukup waktu bagi guru untuk mempersiapkannya. 3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Semua kendala yang akan menyebabkan ketegangan dalam pembelaajran menggunakan model ini dapat diatasi dengan sisipan humor. Adapun penjelasan mengenai sisipan humor telah dijelaskan 132 sebelumnya dalam penelitian ini. Oleh sebab itu tidak ada kata “tidak” bagi guru untuk mencoba mempelajari model pembelajaran ini dan berusaha menerapkannya dalam setiap pembelajaran. Hal-hal yang dapat diterapkan oleh guru untuk meningkatkan keterampialan menulis cerpen sebagai implikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a) Memilih materi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa dan dunia siswa. Materi pembelajaran yang dipilih adalah materi pembelajaran yang bermakna, yakni materi yang bermanfaat bagi kehidupan siswa di dalam masyarakat. Materi yang bermanfaat tersebut dipilih berdasarkan kebutuhan siswa yang bersifat alamiah atau nyata artinya bukan hasil rekayasa guru atau ahli bahasa melainkan peristiwa berbahasa langsung atau fakta pemakaian bahasa. b) Membimbing siswa untuk memahami konsep suatu materi dimulai dari belajar dan berkerja pada situasi masalah (tidak terdefinisi dengan baik) atau open ended yang disajikan pada awal pembelajaran, sehingga siswa diberi kesempatan untuk berpikir mencari solusi dari situasi maslah yang diberikan. C. Saran 1. Saran untuk Peneliti Lanjut Penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu, kepada peneliti lain yang akan mengadakan penelitian sejenis lebih lanjut disarankan: a. Mencari referensi tentang model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan penggunaan sisipan humor dalam pembelajaran secara mendalam dan lengkap agar benar-benar dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. b. Menyusun perencanaan dan perancangan yang matang agar dapat dijadikan pedoman pembelajaran. 133 2. Saran untuk Penerapan Hasil Penelitian a. Saran untuk Guru 1) Untuk guru, khususnya guru matapelajaran bahasa Indonesia dapat menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) berbantu sisipan humor dalam rangka meningkatan kualitas proses pembelajaran dan keterampilan menulis cerpen. 2) Lebih meningkatkan wawasan tentang model-model pembelajaran, teori-teori pembelajaran, dan penggunaan humor dalam pembelajaran. Teori-teori tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran. b. Saran untuk Kepala Sekolah Kepalas ekolah senantiasa mengupayakan pembinaan dan pengefektifan kinerja guru dengan mengadakan pelatihan yang berkaitan dengan pembelajaran salah satunya dengan melakukan penelitian tindakan kelas bagi guru-guru.