TEORI HUMOR Adi Bayu Mahadian

advertisement
TEORI HUMOR
Adi Bayu Mahadian
Di abad pertengahan, humor atau humorous tidak memiliki arti seperti saat ini. Kala
itu, humorous adalah sebuah istilah dalam fisiologi, yang berarti cairan dalam tubuh. Cairan
tubuh yang berwujud empedu kuning, empedu hitam, dan darah. Ketiga cairan tubuh (humorous)
tersebut menjadi penyeimbang emosi manusia. Ketika ketiga cairan tubuh tersebut tidak
seimbang, maka emosi manusia tidak stabil. Dua buah buku Ben Jonshon di tahun 1598 yang
berjudul “Every Man in His Humor”, dan “Every Man Out of His Humor”, bertutur tentang orangorang eccentric (sinting; nyentrik; aneh). Dimana orang-orang itu hidup dalam ‘ketidak
seimbangan’, dan membuat orang-orang normal mentertawakannya. Dari idea atas situasi
tersebutlah, yang menjadikan makna humor seperti yang dimaknai orang-orang masa kini, situasi
ketika orang-orang mentertawakan peristiwa absurd, konyol, dan dilebih-lebihkan yang
dilakukan “orang eccentric”.
Dari sekitar abad ke-18, terdapat tiga teori ‘utama’ yang mencoba menjelaskan humor,
yaitu superiority theory, incongruity theory, dan relief tension theory.
Superiority Theory
Menurut teori ini, humor diasumsikan sebagai tindakan superioritas. Humor diasosiasikan
dengan tindakan “menertawakan orang lain”, dan menempatkan diri sebagai pihak yang lebih
tinggi (superior). Pandangan tentang humor yang sejalan dengan pandangan teori ini, bisa
didapati dari pandangan Plato yang menulis ‘humor’ sebagai bentuk mockery atau disdain. Atau
pandangan Thomas Hobbes, yang tercermin dari pendapatnya bahwa:
“the passion of laughter is nothing else but sudden glory arising from sudden
conception if some eminency in ourselves by comparison with infirmity of other, or
with our own formerly”.
Didalamnya mengandung proses penempatan diri dalam kelompok, untuk menjadikan dirinya
bukan orang ‘lemah’ yang konyol, atau yang pantas ditertawakan, namun orang yang
menertawakan. Juga proses memperbandingkan, antara diri sendiri dan orang lain, yang diangap
lebih ‘rendah’. Dari hal tersebut, teori ini memandang humor sebagai sebuah sarana agresi yang
‘lembut’, ketika humor dapat membalut ketidaksopanan menjadi sesuatu yang dapat ‘diterima’.
Relief Tension Theory
Teori ini memandang lelucon sebagai sarana untuk mengurangi ketegangan atau stress.
Humor berfungsi relief, seperti yang digunakan ketika melakukan negosiasi atau mediasi, yang
berupaya untuk mengurangi ketegangan. Bagi dunia kesehatan, humor dapat digunakan untuk
mengurangi stres fisik dan emosi. Dengan tertawa, terjadi pergerakan organ tubuh yang
kompleks hingga dapat membersihkan pernafasan, dan meningkatkan sirkulasi oksigen, bahkan
dianggap dapat membantu melawan infeksi.
Herbert Spencer berpendapat bahwa tertawa dapat meningkatkan energi melalui
pengendalian rasa “tidak menyenangkan”. Sementara itu, Sigmund Freud kemudian melibatkan
teori tersebut dalam penelitiannya Jokes and Their Relation to the Unconcious. Freud
berpendapat bahwa lelucon serupa dengan mimpi, karena memungkinkan “ide terlarang” untuk
muncul kepermukaan. Freud menjelaskan bahwa, relief humor memiliki dua sifat. Sifat pertama
yaitu menyembuhkan, dengan membiarkan ketegangan dan energi untuk dilepaskan. Kedua,
humor merupakan bentuk penyamaran dari perlawanan, dan bentuk resistensi terhadap sebuah
persetujuan. Lelucon kemudian menjadi sebuah representasi pembangkangan terhadap
penguasa, dan pembebasan dari sebuah tekanan.
Incongruity Theory
Sementara itu, menurut teori incongruity, tertawa hadir dari sebuah kesadaran bahwa
ada sesuatu yang tidak konsisten dengan logika yang digunakan dalam mempersespsi sebuah
peristiwa. Sementara Plessner (dalam Lynch, 2005: 31) berpendapat bahwa humor hadir dalam
situasi ketika mengintrepretasikan suatu realita yang tidak lazim. Sesuatu dapat dianggap lucu
bila tidak logis, atau irasional, paradoxical, tidak koheren, keliru, atau tidak semestinya. Misalnya,
ketika kita menginterpretasi ketidak laziman seorang pria setengah baya yang
mengenakan daster sambil bermain bola. Humor dianggap sesuatu yang melibatkan kegiatan
intelektualitas seseorang. Humor didasarkan pada aspek kognisi seseorang, karena melibatkan
1) persepsi individual terhadap peristiwa,
2) orang, atau
3) simbol.
Buku Rujukan:
Attardo, Salvatore. (1994). Linguistic Theories of Humor. Walter de Gruyter GmbH & Co
Littlejohn, S., & Foss, K.A. (2009). Encyclopedia of Communication Theory. Sage
Lynch, O.H. (2005). Humor At Work: Using humor to study organization as a social process. Texas A &
M University.
Morreal, John. (2009). Comic Relief: A comprehensive philosophy of humor. Wiley-Blackwell
Raskin, Victor. (2008). The Primer of Humor Reseach. Walter de Gruyter GmbH & Co
Download