PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK DESAIN

advertisement
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK DESAIN INDUSTRI
DIKAITKAN DENGAN ASAS SISTEM PENDAFTARAN PERTAMA
(Analisis Putusan MA Nomor 01 K/N/HaKI/2005)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Ilyas Aghnini
1111048000022
KONSENTRASI HUKUM BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
PERNYATAAN
ABSTRAK
Ilyas Aghnini. NIM 1111048000022. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
PEMEGANG HAK DESAIN INDUSTRI DIKAITKAN DENGAN ASAS
SISTEM PENDAFTARAN PERTAMA (Analisis Putusan MA Nomor 01
K/N/HaKI/2005). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis Islam,
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M.
x + 61 halaman + 25 lampiran.
Skripsi ini menganalisis desain industri yang berkaitan dengan asas sistem sistem
pendaftaran pertama (first to file system). Karena sistem pendaftaran pertama
mengisyaratkan suatu desain industri yang baru diberikan kepada pendaftar
pertama. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No. 31 Tahun 2000
Pasal 2 ayat (1) Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif bersifat
kualitatif. Penulis menganalisis antara PT. Cahaya Buana Intitama melawan
Robert Ito sebagai pihak yang bersengketa pada kasus desain lemari. Tujuan dari
skripsi ini untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pemegang hak desain
industri dikaitkan dengan asas sistem pendaftaran pertama dan menentukan
kriteria desain industri yang disebut sebagai inovasi baru pada putusan MA No.
01 K/N/HaKI/2005.
Hasil penelitian menyimpulkan, adanya perbedaan konfigurasi bagian
depan dan samping, garis, ukiran, dari sebuah lemari. Dalam kasus ini
perlindungan yang diberikan kepada pemegang hak desain industri sudah sesuai
dengan Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan Hak Desain Industri diberikan untuk
Desain Industri yang baru. Yang sebelumnya dikatakan jika desain industri milik
terggugat / pemohon kasasi tidak memiliki kebaruan dan merupakan
pengulangan dari desain industri yang telah ada sebelumnya.
Kata Kunci
: Perlindungan Hukum, Pemegang Hak, Pendaftaran Pertama
Pembimbing : 1. Nahrowi, SH, MH
2. Drs. H. Subarkah, MH
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar,
atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW.
Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu
baik materil maupun immateril, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1.
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan Drs. Abu Thamrin ,
S.H.,M.Hum., Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.
3.
Nahrowi, SH, MH., dan Drs. H. Subarkah, MH., dosen pembimbing skripsi yang
telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan nasihat,
kritik dan saran untuk membangun penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas
berbagi ilmu pengetahuan dan pengalamanya kepada penulis.
5.
Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas pengorbanan kedua orang tuaku
tercinta H. Sulanjana dan Hj. Eti Rachmawati, yang telah memberikan segala
dukungan baik materil maupun immateril serta doanya sehingga penulis dapat
menyelesaikan masa studi S1.
6.
Kakak Aini Fatnawati, Harun Briandi Malik dan Gita Triatmojo yang telah
memberikan dukungan untuk menyelesaikan studi S1.
vi
7.
Seluruh keluarga besar Bentong Residence (BR), Andrio, Idham Katiasan, Rudi
Hartono, Dadan Gustiana, Rifki Alpiandi, Febyo Hartanto, Syawal Ritonga,
Lisanul Fikri, Kurnialif Triono, Nevo Amaba, Ian Nurdiansyah, Bara Muhammad,
Muhammad Iqbal, Angga Ariyana terima kasih atas dukungan dan pengalaman
yang telah diberikan selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8.
Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2011,
khususnya Alif, Nevo, Dadan, Syawal dan lain-lain, terimakasih atas segala
bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini.
9.
Seluruh teman-teman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang telah
memberikan Pengalaman yang dapat diambil selama kuliah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan berkah
dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka. Amin.
Demikian ini penulis ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesarbesarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang
berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta, Agustus 2015
Penulis
Ilyas Aghnini
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
PESETUJUAN PEMBIMBING ..........................................................................
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................................................
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................
ABSTRAK ............................................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................
B. Batasan dan Rumusan Masalah ..........................................................
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .......................................................
D. Tinjauan Kajian Terdahulu .............................................................
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual .................................................
F. Metode Penelitian ...........................................................................
G. Sistematika Penulisan ......................................................................
1
5
5
7
8
11
14
BAB II DESAIN INDUSTRI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. Pengertian Desain Industri ...............................................................
B. Asas Hukum Desain Industri ...........................................................
C. Pemegang Hak Desain Industri........................................................
D. Objek Syarat Desain Industri............................................................
E. Ruang Lingkup Desain Industri........................................................
F. Pengalihan Hak Desain Industri.......................................................
G. Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri....................................
H. Proses Pendaftaran Desain Industri..................................................
BAB
III PRINSIP-PRINSIP
HUKUM
PERLINDUNGAN DESAIN
INDUSTRI SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN HAK ATAS
KEPEMILIKAN INTELEKTUAL
viii
16
18
19
21
22
23
25
25
A. Prinsip Umum Hak Atas Kekayaan Intelektual ........................ ......
B. Prinsip Perlindungan Hak Desain Industri.......................................
C. Desain Industri Sebagai Salah Satu
Hak Kekayaan Intelektual ..............................................................
D. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Desain Industri
Berdasarkan
Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 ...............................................
33
34
35
36
BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA DESAIN INDUSTRI ANTARA
PT. CAHAYA BUANA INTITAMA MELAWAN ROBERT ITO
A. Posisi Kasus .....................................................................................
B. Analisis Kasus Berbeda ...................................................................
C. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak
Desain Industri Dalam Putusan
Mahkamah Agung No. 01/K/N/Haki/2005 .....................................
D. Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai
44
45
49
Inovasi Baru Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama
Melawan Robert Ito Dikaitkan Dengan Sistem
Pendaftaran Pertama.........................................................................
54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .....................................................................................
B. Saran ...............................................................................................
60
61
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
LAMPIRAN .........................................................................................................
63
65
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau Intellectual Property Right saat
ini menjadi isu global khususnya di kalangan negara-negara industri maju yang
selama ini banyak melakukan ekspor produk industri kreatif berbasis Hak atas
kekayaan intelektual. Perlindungan hukum terhadap Hak atas kekayaan intelektual
telah menjadi perhatian dunia. Indonesia bahkan telah turut serta dalam perjanjian
internasional yang berkaitan dengan Hak atas kekayaan intelektual. Hak atas
kekayaan intelektual atau Intellectual Property Right adalah hak hukum yang
bersifat ekslusif (khusus) yang dimiliki oleh para pencipta/penemu sebagai hasil
aktivitas intelektual tersebut, dapat berupa hasil karya di bidang ilmu pengetahuan,
seni dan sastra, serta hasil penemuan (invensi) di bidang teknologi.
Hak atas kekayaan intelektual secara umum dapat digolongkan kedalam dua
kategori utama, yaitu hak cipta dan hak kekayaan desain industri. Dasar hukum hak
cipta di Indonesia terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta. Sedangkam Hak Kekayaan Desain industri merupakan salah
satu cabang dari Hak Kekayaan Intelektual diatur dalam Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (selanjutnya penulis sebut dengan UU No.
31 Tahun 2000). Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi,
atau komposisi garis atau warna atau garis dan warna atau gabungannya dari
1
2
padanya, yang berbentuk tiga atau dua dimensi yang memberi kesan estetis dan
dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau
kerajinan tangan.1
Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri
dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut
adalah dengan memanfaatkan peranan desain industri serta keanekaragaman
budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam globalisasi
perdagangan, dengan memberikan pula perlindungan hukum terhadap desain
industri akan mempercepat pembangunan industri nasional.2
Indonesia termasuk sebagai anggota organisasi perdagangan dunia (World
Trade Organization) yang telah ikut meratifikasi Konvensi International tentang
(Agreement Establishing The World Trade Organization) dengan Keppres Nomor
7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO). Indonesia yang meratifikasi konvensi Paris juga mengatur perlindungan
hukum dibidang hak milik perindustrian, diantaranya adalah mengenai desain
industri (Industrial Design). Desain industri diatur dalam Pasal 11 Konvensi Paris,
dan dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Persetujuan TRIPs. Sebagai konsekuensi dari
1
Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedelapan, (Intelellectual
Property Rights), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 468.
2
Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan
Kedua, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 291.
3
ratifikasi Konvensi Paris dan Persetujuan TRIPs, Indonesia perlu memberikan
perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual di bidang desain industri.3
Untuk melindungi desain industri dari peniruan atau persaingan yang
curang, maka desain industri tersebut harus didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual. Hak atas desain industri tercipta karena pendaftaran dan hak
eksklusif atas suatu desain akan diperoleh karena pendaftaran. Pendaftaran adalah
mutlak untuk terjadinya suatu hak desain industri. Oleh karena itu sistem
pendaftaran yang dianut UU No. 31 Tahun 2000 adalah bersifat konstitutif, yakni
sistem yang menyatakan hak itu baru terbit setelah dilakukan pendaftaran (first to
file).4
Berarti bahwa orang yang pertama mengajukan permohonan hak atas
desain industri itulah yang akan mendapatkan perlindungan hukum dan bukan
orang yang mendesain pertama kali. Sistem pendaftaran pertama (first to file
system) mempunyai kekuatan hukum dan menjamin suatu keadilan setelah
diundangkan dan sebagai bukti telah dilakukannya pendaftaran hak dan telah
dipenuhinya, baik persyaratan substantif maupun persyaratan administrasi, maka
pendaftar akan memperoleh sertifikat hak desain industri. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan landasan perlindungan hukum agar pemegang hak desain
3
Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan
Kedua, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 291-292.
4
Insan Budi Maulana, A-B-C Desain Industri Teori dan Praktek Di Indonesia, Cetakan
Pertama, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), h. 15.
4
industri dilindungi dari berbagai bentuk pelanggaran berupa penjiplakan,
pembajakan, atau peniruan atas desain industri terkenal.5
Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara
kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri kreasi tersebut, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakan hak tersebut. Pemegang hak desain industri memiliki hak eksklusif
untuk melaksanakan hak desain industri dan melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memakai, menjual, atau mengimpor, mengekspor dan
mengedarkan barang yang diberi hak desain industri. Namun demikian pelaksanaan
hak tersebut dikecualikan terhadap pemakaian desain industri untuk kepentingan
penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
pemegang hak desain industri.6
Pada dasarnya pemegang hak desain industri saling bersaing untuk
menciptakan suatu barang inovatif pada produk yang sama. Walaupun di akhir
hasilnya akan terlihat berbeda dan sama-sama mendaftarkan produk inovatifnya ke
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan intelektual. Namun kurangnya pemahaman
dibidang Hak Kekayaan Intelektual khususnya dibidang desain industri membuat
pemegang hak desain industri menjadi salah dalam menafsirkan tentang sistem
5
Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedua,
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 292.
6
Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedua,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), h. 296.
5
pendaftaran pertama desain industri. Oleh karena itu, penulis mencoba
menganalisis kasus yang berkaitan dengan pemegang hak desain industri terkait
dengan sistem pendaftaran pertama.
Seperti salah satu kasus yang terjadi mengenai sistem pendaftaran pertama
yaitu desain industri yang dimiliki PT Cahaya Buana Intitama adalah pemegang
hak desain industri yang bergerak dalam industri lemari CBK 124 yang telah
terdaftar dengan Nomor ID 0 006 689 yang permohonannya diajukan pada tanggal
1 Agustus 2003 dan mendapatkan sertifikat pada 23 Desember 2003. Kemudian
Robert Ito mengajukan permohonan pendaftaran desain industri pada tanggal 28
Oktober 2003 telah terdaftar dalam daftar umum desain industri dengan Nomor ID
0 006 357dan mendapatkan sertifikat pada tanggal 13 April 2004 berupa lemari.
Dalam hal ini PT Cahaya Buana Intitama merasa keberatan dengan
pendaftaran desain industri lemari yang diajukan oleh Robert Ito. Karena desain
industri lemari milik Robert Ito bukan desain industri yang baru yang telah
terungkap dan telah ada sebelumnya, yaitu desain industri lemari CBK 124 milik
penggugat. Maka sudah sepatutnya desain industri milik Robert Ito tidak dapat
didaftarkan. Dan harus dibatalkan oleh Pengadilan Niaga dan diikutsertakan turut
Robert Ito untuk memuat pembatalannya dalam berita resmi desain industri.
Pada
Putusan
Hakim
Niaga
Jakarta
Pusat
Nomor
46/Desain
Industri/2004/PN menyatakan bahwa desain industri yang dimiliki Robert ito
adalah lemari tidak mempunyai kebaruan dan bukan merupakan dan bukan yang
baru. Akan tetapi
dalam Putusan Kasasi,
Mahkamah Agung Nomor
6
01/KN/Haki/2005 mengabulkan permohonan kasasi Robert Ito dan membatalkan
Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 46/Desain Industri/2004/PN.
Mahkamah Agung berpendapat mempertimbangkan Bahwa lemari CBK 124
dengan milik Robert Ito tampak pada konfigurasi (ukir yang menonjol) pada lemari
CBK 124 tidak memiliki tonjolan demikian pula konfigurasi yang terdapat pada
pintu, berupa garis-garis seperti anyaman tikar yang tidak sama dan tidak ditiru
pada lemari pintu milik Robert Ito. Berdasarkan putusan tersebut, penulis tertarik
memilih judul “ Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Desain Industri
Terkait Asas Sistem Pendaftaran Pertama (Analisis Putusan MA Nomor 01
K/N/HaKI/2005) ”
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar masalah yang akan penulis bahas tidak terlalu meluas sehingga
dapat mengakibatkan ketidakjelasan maka penulis membuat pembatasan
masalah yakni, membahas perlindungan hukum bagi pemegang hak desain
industri dan sistem pendaftaran pertama serta membahas mengenai kriteria
desain industri yang disebut sebagai inovasi baru.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
a.
Bagaimana Perlindungan Hukum Pemegang Hak Desain Industri Dalam
7
Putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005?
b.
Bagaimana Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi Baru
Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito Dikaitkan
Dengan Sistem Pendaftaran Pertama?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan penulisan
Secara umum tujuan penulisan adalah untuk mendalami tentang
permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah.
Secara khusus tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang
hak desain industri dalam UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
pada putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005.
b.
Untuk mengetahui Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi
Baru Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito
Dikaitkan Dengan Sistem Pendaftaran Pertama.
2. Manfaat penulisan
Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:
a.
Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dalam hukum bisnis dibidang HKI, utamanya mengenai
segala aspek yang menyangkut asas kebaruan yang dikaitkan dengan
8
sistem pendaftaran pertama. Selain itu adanya tulisan ini dapat menambah
perbendaharaan koleksi karya ilmiyah dengan memberikan kontribusi juga
bagi perkembangan hukum bisnis di Indonesia.
b.
Manfaat Praktis
Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi kerangka
acuan dan landasan bagi pembaca dan penulis lanjutan. Mudah-mudahan
dapat memberikan bahan informasi dan masukan bagi pemerintah maupun
semua pihak yang ingin menyempurkan Haki khususnya di bidang desain
industri, karena desain industri dianggap masih lemah di Indonesia.
D.
Tinjauan (Riview) Kajian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis akan
menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan
kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut:
Skripsi yang disusun oleh Alfi Nadzirotul Faizah,dari universitas Jember (UNEJ)
pada tahun 2014 dengan judul Tinjauan Yuridis Sengketa Desain Industri Antara
PT. Aplus Pacific Dengan Onggo Warsito (Studi Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor: 801 K/Pdt.Sus/2011. Penelitian tersebut mengkaji
dan menganalisis mengenai tinjauan dari putusan berdasarkan UU Nomor 31
Tahun 2000 yang secara khusus mengatur tentang Desain Industri serta akibat
dari adanya suatu pembatalan pendaftaran hak desain industri.
9
Dari buku Abdul Kadir Muhammad yang berjudul ”Kajian Hukum
Ekonomi Haki” diterbitkan oleh Citra Aditya Bakti, Bandung, tahun 2007. Pada
buku ini hanya diuraikan hak prioritas yang diberikan oleh Negara kepada
pendesain atas hasil kreasinya dan pemegang hak desain industri memiliki hak
eksklusif untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya serta
melarang orang lain untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan pendesain
tersebut.
Sebagai perbandingan sekaligus pembeda, pada skripsi ini penulis fokus
terhadap prinsip sistem pendaftaran pertama yang diberikan kepada pemegang
hak desain industri dan menjelaskan perlindungan hukum desain industri di
Indonesia serta asas kebaruan yang dikaitkan dengan sistem pendaftaran pertama.
Jadi terdapat perbedaan pembahasan dan masalah yang diangkat penulis dengan
penelitian-penelitian yang sudah ada.
E. Kerangka Teoritis
Hak cipta adalah hak yang melekat pada setiap pencipta atas karya cipta yang
dihasilkannya baik di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. John Locke, filsuf
Inggris abad ke-18 dalam kaitan antara Hak Cipta dan hukum alam
mengemukakan, Hukum Hak Cipta memberikan hak milik eksklusif kepada karya
cipta seorang pencipta, hukum alam meminta individu untuk mengawasi karya-
10
karyanya dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi kepada masyarakat.7
Dalam buku klasiknya John Locke, “The Second Treatise of Civil Government and
a Letter Concerning Toleration” John Locke mengajukan sebuah pemikiran bahwa
semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup, kebebasan dan
kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau
dipreteli oleh Negara.8 John Locke juga mengatakan bahwa hak milik dari seorang
manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir.
Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda
yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang
merupakan hasil dari intelektualitas manusia.9
F. Kerangka Konseptual
Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti.10 Salah
satu cara untuk menjelaskan konsep adalah definisi. Definisi merupakan suatu
pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah, dan biasanya definisi bertitik
7
Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, Cetakan Pertama, (Bandung: P.T. Alumni, 2008), h.
8
Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, Cetakan Pertama, (Bandung: P.T. Alumni, 2008), h.
52.
53.
9
Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era
Globalisasi, Cetakan Pertama, (Riau: UIR-Press, 2010), h. 285.
10
h. 132.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta: UI-Press,2010),
11
tolak pada referensi. Dengan demikian, definisi harus mempunyai ruang lingkup
yang tegas, sehingga dalam pengertian tidak boleh ada kurang atau dilebihlebihkan.
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang
berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam skripsi ini, maka perlu
dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi sebagai berikut:11
1. Desain industri pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000
tentang Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya
yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis
dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau
kerajinan tangan.
11
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cetakan Pertama,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 48.
12
2. Penjelasan tentang kebaruan pada Pasal 2 ayat (2) UU No. 31 Tahun 2000
adalah Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru.
a.
Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 adalah pengungkapan Desain
Industri yang sebelum: tanggal penerimaan; atau
b.
Tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; telah
diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.
G. Metode Penelitian
Soerjono Soekanto mengatakan “Penelitian hukum merupakan suatu
kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika tertentu yang bertujuan
untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam
terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan
atas
permasalahan-permasalahan
yang
timbul
di
dalam
gejala
yang
bersangkutan”.12 Metode penelitian ini disistematikakan dalam suatu format
sebagai berikut:
1.
Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode jenis penelitian yuridis
normatif. Dimana penulis mencari fakta-fakta yang akurat dan valid tentang
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta: UIPress,2010),h. 43.
13
sebuah peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini juga
dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis dan bahan-bahan
lain, serta menelaah peraturan perundang-undang yang berhubungan dengan
penulisan penelitian ini. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriptif
yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam memperkuat teoriteori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori baru.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah
pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case
approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif
(comparative
approach),
dan
pendekatan
konseptual
(conceptual
approach).13
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statue
approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundangundangan mengacu kepada UU No. 31 Tahun 2000. Sedangkan Pendekatan
kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah suatu kasus
yang telah menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal
ini yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta: Kencana, 2007), h.
93.
14
3.
Data dan Sumber data
Berdasarkan jenis penelitian di atas, maka data yang dikumpulkan berasal dari
data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan antara lain:
a.
Bahan hukum primer, diperoleh dari UU Nomor 31 tahun 2000 tentang
Desain
Industri
dan
Putusan
Mahkamah
Agung
Nomor
01
K/N/Haki/2005 yang bertujuan untuk melengkapi dan mendukung datadata ini, agar penelitian menjadi lebih sempurna.
b.
Bahan hukum sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian
kepustakaan (library research) yang diperoleh dari berbagai literatur
yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil
penelitian yang mempunyai hubungan erat terhadap permasalahan yang
diteliti.
c.
Bahan hukum tersier yang dipergunakan penulis sebagai bahan yang
mendukung, memberi penjelasan bagi bahan hukum sekunder seperti
Kamus Besar Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, dan Kamus Hukum.
4.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya untuk memperoleh data
dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, dan
sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
5.
Teknik Pengolahan Data
15
Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif
adalah metode analisa data yang mengelompakan dan menyeleksi data yang
diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan dan peristiwa konkrit yang
menjadi objek penelitian, kemudian dianalisa secara interpretative
menggunakan teori maupun hukum positif yang telah dituangkan, kemudian
secara induktif ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada.
6.
Metode Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan
sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan
Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun
2012.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk mempermudah penjabaran
dan pemahaman tentang permasalahan yang dikaji serta untuk memberikan
gambaran garis besar mengenai tiap-tiap bab sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Batasan dan
Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Riview)
Kajian Terdahulu, Kerangka Teori, Kerangka Konseptual, Metodelogi
Penelitian, Sistematika Penulisan yang berkenaan dengan permasalahan
yang akan dibahas dalam skripsi ini.
16
BAB II DESAIN INDUSTRI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Pada bab ini menjelaskan mengenai tinjauan umum pengertian desain
industri, asas hukum perlindungan desain Industri, pemegang hak desain
industri, ruang lingkup perlindungan desain industri, obyek desain industri,
Proses pendaftaran desain industri, pengalihan hak dan lisensi desain
industri, jangka waktu perlindungan.
BAB III PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN DESAIN
INDUSTRI SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN HAK ATAS
KEPEMILIKAN INTELEKTUAL
Pada Bab ini menjelaskan mengenai asas-asas umum tentang prinsip
umum hak atas kekayaan intelektual, prinsip perlindungan hak desain
industri, desain industri sebagai salah satu bagian hak kekayaan
intelektual, mekanisme penyelesaian sengketa desain industri.
BAB 1V PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK DESAIN
INDUSTRI TERKAIT ASAS SISTEM PENDAFTARAN PERTAMA
(Analisis Putusan MA Nomor 01K/N/HaKI/2005)
Pada bab ini menjelaskan mengenai posisi kasus,analisis kasus berbeda,
perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri dalam
putusan Mahkamah Agung dan kriteria desain industri yang disebut
sebagai inovasi baru dikaitkan dengan sistem pendaftaran pertama.
BAB V penutup
Pada Bab ini berisikan kesimpulan dan saran.
17
BAB II
DESAIN INDUSTRI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. Pengertian Desain industri
David I. Brainbridge mengemukakan pendapatnya mengenai desain
Desain merupakan aspek-aspek dari atau fitur-fitur yang terdapat pada suatu
barang.14 Dalam hukum HAKI, kata “desain” memiliki makna yang terbatas.
Dalam penggunaan yang wajar, kata “desain” dapat diartikan sebagai rencana atau
skema yang dapat berupa tulisan atau gambar yang menunjukan bagaimana
sesuatu harus diwujudkan atau bagaimana elemen-elemen dari suatu item atau
barang harus diwujudkan atau bagaimana elemen-elemen dari suatu barang harus
disusun. Kemungkinan lainnya adalah suatu desain dapat berupa dekoratif. Tetapi
dalam bahasa hukum, suatu desain didefinisikan berdasarkan referensi terhadap
ketentuan-ketentuan yang dapat diterapkan atas desain terdaftar atau hak desain
sebagaimana mestinya.
Jeremy Philips dan Alison Firth berpendapat bahwa desain
mencakup segala aspek tentang bentuk atau konfigurasi/susunan baik internal
maupun eksternal baik yang merupakan bagian maupun keseluruhan dari sebuah
benda. Dekorasi permukaan dikesampingkan dan suatu desain harus spesifik.15
14
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 49.
15
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 50.
17
18
Desain industri merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual.
Perlindungan atas desain industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa
lahirnya desain industri tidak terlepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan
karya yang dimiliki oleh manusia.
Ada kesamaan antara hak cipta bidang seni lukis (seni grafika) dengan
desain industri, akan tetapi perbedaannya akan lebih terlihat ketika desain industri
itu dalam wujudnya lebih mendekati paten. Jika desain industri itu semula
diwujudkan dalam bentuk lukisan, karikatur atau gambar/grafik, satu dimensi yang
dapat diklaim sebagai hak cipta maka, pada tahapan berikutnya ia disusun dalam
bentuk dua atau tiga dimensi dan dapat diwujudkan dalam satu pola yang
melahirkan produk materil dan dapat diterapkan dalam aktivitas industri. Dalam
wujud itulah kemudian ia dirumuskan sebagai desain industri.16
B. Asas Hukum Desain Industri
Di samping berlakunya asas-asas (prinsip hukum) hukum benda terhadap
hak atas desain industri, asas hukum yang mendasari hak ini adalah:17
1. Asas Publisitas
Asas publisitas bermakna bahwa adanya hak tersebut didasarkan pada
pengumuman publikasi di mana masyarakat umum dapat mengetahui
16
Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Ketujuh, (Intelellectual
Property Rights), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 467.
17
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Keempat, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010), h. 477.
19
keberadaan tersebut. Untuk itu hak atas desain industri diberikan oleh negara
setelah hak tersebut terdaftar dalam berita resmi negara. Di sini perbedaan yang
mendasar dengan hakcipta, yang menyangkut sistem pendaftaran deklaratif,
sedangkan hak atas desain industri menganut sistem pendaftaran konsumtif,
jadi ada persamaan dengan paten.
2. Asas Kemanunggalan (Kesatuan)
Tentang asas kemanunggalan, ini bermakna bahwa hak atas desain
industri tidak boleh dipisah-pisahkan dalam satu kesatuan yang utuh untuk satu
komponen desain. Misalnya kalau desain itu berupa sepatu, maka harus sepatu
yang utuh, tidak boleh hanya desain taplaknya saja, maka hak yang dilindungi
hanya telapaknya saja. Demikian pula bila desain itu berupa botol berikut
tutupnya, maka yang dilindungi dapat berupa botol dan tutupnya berupa satu
kesatuan. Konsekuensinya jika ada pendesain baru mengubah bentuk tutupnya,
maka pendesain pertama tidak bisa mengklaim. Oleh karena itu, jika botol dan
tutupnya dapat dipisahkan, maka tutup botol satu kesatuan dan botolnya satu
kesatuan, jadi ada dua desain industri.
3. Asas Kebaruan
Oleh karena itu, asas kebaruan menjadi prinsip hukum yang juga perlu
mendapat perhatian dalam perlindungan hak atas desain industri ini. Hanya
desain yang benar-benar baru yang dapat diberikan hak. Ukuran atau kriteria
20
kebaruan itu adalah apabila desain industri yang akan didaftarkan itu tidak
sama dengan desain industri yang telah ada sebelumnya.
C. Pemegang Hak Desain Industri
Orang yang berhak memegang hak desain industri adalah pendesain atau
orang yang menerima hak tersebut dari pendesain. Jika desain industri dibuat
dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaan, maka
pemegang hak desain industri adalah pihak pemberi kerja. Jika desain industri
dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, maka pembuat desain
industri dianggap sebagai pendesain dan pemegang Hak Desain Industri.
Ketentuan ini juga berlaku untuk desain yang dikerjakan oleh orang lain (bukan
karyawan) berdasarkan pesanan yang dibuat oleh lembaga swasta atau perorangan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud tidak menghapus hak pendesain untuk tetap
dicantumkan namanya dalam sertifikat desain industri, daftar umum desain
industri dan berita resmi desain industri. Pencantuman nama pendesain merupakan
suatu keharusan dalam bidang HaKI dan dikenal dengan istilah Hak Moral (Moral
right).18
Berita resmi desain industri adalah lembaran resmi yang diterbitkan secara
berkala oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang memuat hal-hal
18
Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Di Era Global:Sebuah Kajian
Kontemporer, Cetakan Pertama, (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2010),h.233.
21
yang yang menurut undang-undang ini harus dimuat di dalamnya. Dengan
demikian, pemegang hak desain industri adalah:19
1. Pendesain, atau
2. Penerima hak dari pendesain karena pewarisan atau pengalihan atau sebabsebab lain yang dibenarkan Undang-Undang, atau
3. Pemberi kerja dalam hubungan dinas, atau
4. Pembuat sebagai pendesain dalam hubungan kerja.
Dalam pemberian hak yang diberikan kepada pemegang Hak Desain
Industri adalah hak ekslusif dimana hak tersebut merupakan hak untuk
melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang
lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor,
mengekspor, dan atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri akan
tetapi dalam pelaksanaan tersebut dikecualikan dari ketentuan apabila pemakaian
desain industri untuk kepentingan penelitian dan pendidikan, sepanjang tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Hak Desain Industri.20
D. Objek Syarat Desain Industri
Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, desain
industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut
tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya, meskipun terdapat
kemiripan.
Pengungkapan
sebelumnya,
sebagaimana
dimaksud
adalah
pengungkapan desain industri yang sebelum:
19
Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan
Kedua, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), h. 297.
20
Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) Yang Benar,
Cetakan Pertama, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,2010), h. 190.
22
1. Tanggal penerimaan, atau
2.
Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak prioritas.
3.
Telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau luar Indonesia.Suatu
desain industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaannya, desain industri
tersebut:
a.
Telah dipertunjukan dalam suatu pameran nasional ataupun internasional
di Indonesia di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi; atau
b.
Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangka percobaan
dengan tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan. Selain itu
desain industri tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau, kesusilaan.
E. Ruang Lingkup Desain Industri
Pemegang hak desain industri memiliki hak eklusif untuk melaksanakan
hak desain industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/ atau
mengedarkan barang yang diberi hak desain industri. Dalam hal ini lingkup desain
industri dibagi menjadi dua, yaitu:21
1.
Desain Industri yang Dilindungi
21
Syopiansyah Jaya Putra. Yusuf Durachman, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual,
Cetakan Pertama, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,2009), h. 221-222.
23
Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, yaitu apabila
pada tanggal penerimaan permohonan desain industri tersebut tidak sama
dengan pengungkapan sebelumnya.
Desain industri yang Tidak Dilindungi
Hak desain industri tidak dapat diberikan apabila suatu desain industri
2.
bertentangan dengan:
a.
b.
c.
d.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku
Ketertiban umum
Agama
Kesusilaan
F. Pengalihan Hak Desain Industri
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak desain industri
kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan
pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu desain industri yang
diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu (pasal 1angka
11 UU No. 31 Tahun 2000). 22 Pengalihan Hak Desain Industri dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
Pengalihan Non lisensi
1.
Seperti halnya dengan hak kekayaan intelektual lainnya seperti hak
cipta, paten, merek dan lainnya, hak atas desain industri juga dapat dialihkan
atau diserahkan kepada pihak lain. Dengan adanya pengalihan atau
22
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 44.
24
penyerahan hak kepada pihak lain, ini berati yang beralih adalah hak
ekonominya. Sedangkan, hak moralnya tetap melekat pada pendesain.
Hak Desain Industri dapat beralihatau dialihkan dengan:23
a.
b.
c.
d.
e.
Pewarisan
Hibah
Wasiat
Perjanjian tertulis
Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang
undangan.
Pengalihan terhadap Hak Desain Industri di atas harus disertai dengan
dokumen tentang pengalihan hak dimana segala bentuk pengalihan Hak
Desain Industri wajib dicatat dalam daftar umum desain industri pada
Direktorat Jenderal dengan membayar biaya akan tetapi pengalihan Hak
Desain Industri yang tidak dicatatkan dalam daftar umum desain industri tidak
berakibat hukum pada pihak ketiga. Apabila pengalihan Hak Desain Industri
itu terjadi, maka pengalihan Hak Desain Industri diumumkan dalam
beritaresmi desain industri.
Dalam pengalihan Hak Desain Industri tersebut tidak menghilangkan
hak pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya, baik dalam
setifikat desain industri, berita resmi desain industri, maupun dalam
daftarumum desain industri, inilah yang disebut dengan hak moral.
2.
Pengalihan Dengan Lisensi
23
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2010), h. 306.
25
Khusus mengenai pengalihan dengan lisensi, pemegang Hak Desain
Industri berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian
lisensi untuk melaksanakan semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9, kecuali jika diperjanjikan lain (Pasal 33 UU No. 31 Tahun 2000).
Pasal 34 UU No. 31 Tahun 2000 menegaskan lagi bahwa dengan tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, pemegang hak
desain industri tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi
kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 Undang , kecuali jika diperjanjikan lain.
Perjanjian lisensi wajib dicatatkan dalam daftar umum desain industri.
Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak
langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia
atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual wajib menolak pencatatan
perjanjian lisensi yang memuat ketentuan seperti tersebut diatas. (Pasal 36 UU
No. 31 Tahun 2000).24
G. Jangka Waktu Perlindungan Desain industri
Perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu
10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Tanggal mulai berlakunya
24
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2010), h. 307
26
jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud dicatat dalam Daftar Umum
Desain Industri dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.25
H. Proses Pendaftaran Desain Industri
Setelah dikeluarkannya UU No. 31 Tahun 2000Tentang Desain Industri
telah terjadi proses pendaftaran desain industri yang dilakukan melalui kantor
pendaftaran desain industri di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
selanjutnya perlindungan akan diberikan hanya terhadap desain industri yang
didaftarkan. Hal ini berbeda dengan perlindungan desain industri sebelum
berlakunya UU No. 31 Tahun 2000 yang dilindungi di bawah rezim hak cipta
karena berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta pendaftaran bukan merupakan
sesuatu hal yang diwajibkan.
Hak desain industri merupakan hak khusus yang diberikan oleh negara
kepada pendesain atau pemegang hak desain industri atas hasil kreasinya untuk
selama waktu tertentu untuk melaksanakan sendiri kreasi tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Dengan
memerhatikan hal tersebut, berarti hak desain industri tidak muncul seketika sesaat
desain itu selesai dikerjakan dan prinsip itu tidak sama dengan “hak cipta” yang
memberikan hak kepada penciptanya sesaat suatu ciptaan “selesai diwujudkan atau
dilahirkan”, dan penciptanya atau pemegang hak cipta memiliki hak untuk
memperbanyak atau mengumumkan hasil karyanya yang khas dan bersifat
Dgip.go.id, “jangka waktu perlindungan desain industri” http://e-tutorial.dgip.go.id/jangkawaktu-perlindungan-desain-industridiakses pada tanggal 3 Mei 2015
25
27
orisinal.
Jika hak cipta “muncul” atau “lahir” seketika ciptaan itu selesai dibuat,
diwujudkan, diperdengarkan, atau di umumkan pertama kali, dalam sistem desain
industri karena hak desain diberikan oleh negara maka terjadinya hak desain
industri baru diperoleh setelah desain industri itu didaftarkan permintaanya kepada
negara melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dan telah memenuhi
persyaratan perundang-undangan yang berlaku, serta diterima pendaftarannya.26
1.
Pemeriksaan Administratif
Permohonan Pemeriksaan desain industri diawali dengan pemeriksaan
administrasi
permohonan
pendaftaran
desain
industri.
Pemeriksaan
administrasif disini adalah pemeriksaan yang berkaitan dengan kelengkapan
persyaratan administratif permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11
UU No. 31 Tahun 2000 yang menyebutkan:
a.
b.
c.
26
Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke
Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam
Undang-undang ini.
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh
Pemohon atau Kuasanya.
Permohonan harus memuat:
1) tanggal, bulan, dan tahun surat Permohonan;
2) nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pendesain;
3) nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon;
Insan Budi Maulana, A-B-C Desain Industri Teori dan Praktek Di Indonesia, Cetakan
Pertama, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), h. 26.
28
d.
e.
f.
g.
4) nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan
melalui Kuasa; dan
5) nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali,
dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampiri dengan:
1) contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri
yang dimohonkan pendaftarannya;
2) surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa;
3) surat pernyataan bahwa Desain Industri yang dimohonkan
pendaftarannya adalah milik Pemohon atau milik Pendesain.
Dalam hal Permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari
satu Pemohon, Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah
satuPemohon dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para
Pemohon lain.
Dalam hal Permohonan diajukan oleh bukan Pendesain, Permohonan
harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup
bahwa Pemohon berhak atas Desain Industri yang bersangkutan.
Ketentuan tentang tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Untuk tujuan pengumuman permohonan, Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan administratif terhadap
permohonan
pendaftaran
desain
industri
sesuai
dengan
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setelah melakukan pemeriksaan syarat formalitas, Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan
Intelektual
akan
memberitahukan
keputusan
penolakan
permohonannya kepada pemohon apabila desain industri yang dimohonkan
masuk
desain
industri
yang
tidak
mendapat
perlindungan
atau
memberitahukan anggapan ditarik kembali permohonannya karena tidak
memenuhi kekurangan persyaratan formalitas.
29
Pemohon atau kuasanya diberi kesempatan untuk mengajukan
keberatan atas keputusan penolakan atau anggapan penarikan kembali dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya
surat penolakan atau pemberitahuan penarikan kembali tersebut.
Dalam hal ini dimaksud untuk memberikan kesempatan kepada pihak
yang mengajukan permohonan untuk memperbaiki desain industri tersebut,
umpamanya dengan menghilangkan bagian yang dianggap bertentangan
dengan kesusilaan. Keputusan penolakan atau penarikan kembali oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dinyatakan bersifat tetap bila
pemohon atau kuasanya tidak mengajukan keberatan dalam tenggang waktu
yang telah ditentukan.
2.
Pengumuman Serta Pemeriksaan Substantif Permohonan Pendaftaran Desain
Industri
Setelah memenuhi segala persyaratan
yang telah ditentukan,
permohonan pendaftaran desain industri akan diumumkan oleh Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan diumumkan kepada masyarakat.
Mengenai tata cara mengumumkannya diatur lebih lanjut dalam Pasal 25 dan
26 Undang-Undang Desain Industri.
Pengumuman permohonan pendaftaran desain industri yang telah
memenuhi persyaratan formalitas dilakukan dengan cara menempatkannya
30
pada sarana yang khusus yang dapat dengan mudah serta jelas dilihat oleh
masyarakat, paling lama 3(tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan.
Data yang harus dicantumkan dalam pengumuman pendaftaran desain industri,
ditentukan dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang desain industri, yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
nama dan alamat lengkap Pemohon;
nama dan alamat lengkap Kuasa dalam hal Permohonan diajukan melalui
Kuasa;
tanggal dan nomor penerimaan Permohonan;
nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali
apabila Permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas;
judul Desain Industri; dan
gambar atau foto Desain Industri.
Dalam hal permohonan ditolak atau dianggap ditarik kembali, tetapi
kemudian didaftarkan atas putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, pengumumannya dilakukan setelah Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menerima salinan putusan tersebut. Pada
saat pengajuan permohonan pendaftaran desain industri, pemohon dapat
meminta secara tertulis agar pengumuman permohonan pendaftaran desain
industri ditunda, dengan ketentuan tidak boleh melebihi waktu 12 (dua belas)
bulan terhitung sejak tanggal penerimaan atau terhitung sejak tanggal
prioritas. Ketentuan demikian dimaksudkan untuk memberikan kesempatan
kepada pemohon yang menganggap perlu penundaan pengumuman
kepentingannya.
Sejak tanggal dimulainya pengumuman permohonan desain industri
yang telah memenuhi formalitas, menurut Pasal 26 Undang-Undang Desain
31
Industri setiap pihak dapat mengajukan keberatan (oposisi) tertulis yang
mencakup hal-hal yang bersifat substantif kepada Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual dengan membayar biaya. Pengajuan oposisi paling lama
3(tiga) bulan terhitung sejak tanggal dimulainya pengumuman, kemudian oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual diberitahukan kepada
pemohon.
Pemohon dapat menyampaikan sanggahan atas keberatannya paling
lama 3(tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman pemberitahuan oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dalam hal adanya oposisi,
dilakukan pemeriksaan substantif oleh pemeriksa. Pemeriksaan substantif
adalah pemeriksaan terhadap permohonan berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 4
Undang –Undang desain industri untuk mengetahui aspek kebaruan yang
dimohonkan, yang dapat dilakukan dengan menggunakan referensi yang ada.
Pemeriksaan substantif dilakukan oleh pemeriksa yang merupakan
tenaga ahli yang secara khusus dididik dan diangkat untuk melaksanakan
tugas tersebut. Pemeriksa desain industri seperti juga pemeriksa pada bidangbidang hak kekayaan intelektual lainnya diberi status sebagai pejabat
fungsional karena sifat keahlian dan lingkup pekerjaannya yang khusus. 27
27
Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan Dan Dimensi
Hukumnya Di Indonesia, Cetakan Pertama, (Bandung: P.T. Alumni, 2003), h. 442-443.
32
Dalam hal tidak terdapat keberatan terhadap permohonan hingga
berakhirnya jangka waktu pengumuman 3 (tiga) bulan, Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan subtantif terhadap
permohonan yang telah diterima tersebut. Bila hasil pemeriksaan subtantif
menyatakan bahwa permohonan yang bersangkutan telah memenuhi dan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, maka menurut ketentuan Pasal 29
UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual menerbitkan dan memberikan sertifikat desain industri
dalam tenggang waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
berakhirnya jangka waktu tersebut.
Sertifikat desain industri mulai berlaku terhitung sejak tanggal
penerimaan (filling date). Sertifikat desain industri dicatat dalam daftar umum
desain industri dan diumumkan secara resmi melalui berita resmi desain
industri. Pihak yang memerlukan salinan sertifikat desain industri dapat
memintanya kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan
membayar sejumlah biaya.28
28
Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, (Bandung: P.T.
Alumni, 2005), h. 223.
33
BAB III
PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI
SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN HAK ATAS KEPEMILIKAN
INTELEKTUAL
A. Prinsip Umum Hak Atas Kekayaan Intelektual
Prinsip dalam membedakan perlindungan Hak Cipta dengan Perlindungan
Hak atas Kekayaan Intelektual lainnya adalah bahwa hak cipta melindungi karya
sastra (literary works) dan karya seni (artistic works). Sebagai contoh, karya sastra
dapat berupa buku pelajaran, teks lagu, tulisan, dan lain-lain, sedangkan karya seni
dapat berupa lagu/musik, tarian, lukisan, dan lain-lain.29
Bouwman Noor Mout menyatakan bahwa HAKI merupakan hasil,
kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam
suatu bentuk, baik materiil (benda) maupun immateriil (hak). Bukan bentuk
penjelemaannya yang dilindungi, melainkan daya cipta itu sendiri. Daya cipta itu
dapat berwujud dalam bidang seni, industri, dan ilmu pengetahuan atau ketigatiganya.30
Pada dasarnya, HAKI digolongkan dalam dua bagian, pertama adalah hak
cipta dan hak-hak yang terkait dengan hak cipta (neighboring rights). Hak cipta
29
Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Cetakan Pertama, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2010), h. 21.
30
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 32.
33
34
lahir sejak ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra diwujudkan,
sedangkan hak-hak yang berkaitan diberikan kepada para pelaku pertunjukan,
produser rekaman suara dan lembaga penyiaran yang terwujud karena adanya
suatu kegiatan yang berhubungan dengan hak cipta. Hak cipta dan hak-hak yang
berkaitan terdiri dari karya-karya tulis, karya musik, rekaman suara, pertunjukan
pemusik, aktor, dan penyanyi.
Kedua adalah Hak Kepemilikan Industri (Industrial Property Rights) yang
khusus berkenaan dengan industri. Yang diutamakan dalam Hak Kepemilikan
Industri adalah bahwa hasil penemuan atau ciptaan di bidang ini dapat
dipergunakan untuk maksud-maksud industri. Penggunaan dibidang industri inilah
yang merupakan aspek terpenting dak hak Kepemilikan Industri. Kekayaan
industrial (Industrial Property Rights) terdiri atas invensi teknologi (paten),
merek, desain industri, rahasia dagang, indikasi geografis.31
B. Prinsip Perlindungan Hak Desain Industri
Perlindungan terhadap hak desain industri baik perlindungan hak ekonomi
maupun hak moral apabila diberikan secara memadai akan mempunyai korelasi
yang erat dengan peningkatan kreasi pendesain yang pada akhirnya akan
memberikan kontribusi ekonomi yang besar, baik untuk pendesain maupun untuk
negara.
31
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 32-33.
35
Bagi pendesain, adanya perlindungan yang memadai akan menumbuhkan
semangatnya untuk berkreasi lebih baik lagi, sedangkan bagi negara, dengan
adanya perlindungan yang memadai akan menumbuhkan dan memicu
pembangunan ekonomi negara karena perlindungan terhadap desain industri
memiliki nilai yang sangat penting dalam dunia investasi dan perdagangan.
Pada dasarnya, perlindungan terhadap hak desain industri diperoleh
melalui mekanisme pendaftaran. Mengingat sistem pendaftaran desain industri
yang di anut oleh Indonesia adalah sistem konstitutif, pemilik desain yang sah dan
diakui adalah pihak yang pertama kali mendaftarkan desain tersebut pada kantor
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.dengan demikian, perlindungan atas
suatu desain industri baru diperoleh jika suatu desain telah didaftarkan. Tanpa
pendaftaran, tidak akan ada perlindungan.32
Muhammad Djumhana menyatakan,
Adanya kepentingan untuk pendaftaran desain merupakan kepentingan hukum
pemilik hak desain industri tersebut untuk memudahkan pembuktian dan
perlindungannya meskipun pada prinsipnya perlindungan tersebut akan diberikan
semenjak timbulnya hak desain industri tersebut, sedangkan kelahiran hak tersebut
ada sekaligus bersamaan pada saat suatu desain tersebut mewujud secara nyata dari
seorang pendesain.33
C. Desain industri sebagai salah satu bagian Hak Kekayaan Intelektual
32
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 85-86.
33
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 86.
36
Desain industri merupakan salah satu bagian Hak Kekayaan Intelektual,
mengingat adanya tumpang tindih antara desain industri dan bagian Hak Atas
Kekayaan Intelektual lainnya. Selain itu terdapat beberapa konsep hukum
mengenai bagian Hak Atas Kekayaan Intelektual lain seperti hak paten dan hak
cipta yang juga digunakan dalam desain industri.
Richard J. Gallafent menyatakan,
Bahwa hukum desain meminjam konsep baik dari hukum paten maupun hukum
hak cipta. Dari hukum paten mengambil jangka waktu monopoli yang terbatas
yang didapat melalui pendaftaran yang memberikan hak kepada pemilik/
pemegang haknya untuk menghentikan pihak lain untuk memproduksi artikel
dengan desain yang sama, yang mana konsep kebaruan tersebut merupakan syarat
agar suatu desain dapat didaftarkan. Adapun dari hukum hak cipta, desain
meminjam konsep ide-ide menjadi bentuk-bentuk fisik yang merupakan
perwujudan dari ide-ide.34
D. Mekanisme Penyelesaian sengketa desain industri berdsarkan UndangUndang Nomor 31 Tahun 2000
1. Penyelesaian Melalui Jalur Litigasi
Pada dasarnya, penyebab timbulnya sengketa di bidang desain industri dapat
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.
34
Penggunaan desain secara tanpa hak, yaitu adanya kegiatan seseorang
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h.48
37
secara tanpa hak atau tanpa kewenangan untuk menggunakan desain
dalam proses produksi barangnya tanpa dilandasi suatu alas hukum yang
sah. Pelanggaran seperti ini bentuknya dapat berupa peniruan dari
aslinya, yaitu peniruan desain produk tertentu sehingga produk yang
bersangkutan mempunyai esensi yang sama dengan desain yang asli
atau juga berupa esensi produksi barangnya hampir sama dengan
penampilan seolah-olah asli.
b.
Persengketaan desain industri juga dapat disebabkan oleh adanya
perbedaan pendapat di antara pihak-pihak yang terkait dengan
perikatan.
c.
Bantahan atau permohonan pencoretan pendaftaran desain industri.
Ketentuan tentang mekanisme penyelesaian sengketa diatur secara
khusus dalam UU No. 31 Tahun 2000 pada Bab VIII. Ketentuan ini
menyangkut penyelesaian terhadap kasus-kasus desain dari segi perdata
karena penyelesaian secara pidana diatur lebih lanjut dalam Bab X dan
Bab XII UU No. 31 Tahun 2000.
Pada Pasal 46 ayat (1) dan (2) UU No. 31 Tahun 2000 pada prinsipnya
mengatur bahwa pemegang hak desain industri atau penerima lisensi dapat
menggugat siapa pun yang dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan
membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan atau mengedarkan
barang yang diberi hak desain industri melalui gugatan ganti rugi dan atau
penghentian semua perbuatan yang merupakan pelanggaran tersebut yang
38
diajukan ke Pengadilan Niaga.
Penyelesaian sengketa berdasarkan ketentuan Pasal 46 UU No. 31
Tahun 2000 tersebut dapat diklasifikasikan sebagai penyelesaian sengketa
litigasi yang dipersingkat, hal ini berbeda dengan penyelesaian sengketa biasa
yang di proses melalui pengadilan umum. Dengan kata lain penyelesaian
sengketa ini tidak mengenal proses banding, tetapi melalui tingkat kasasi.
Disamping penyelesaian litigasi, Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2000 juga memungkinkan penyelesaian nonlitigasi melalui arbitrase. Kedua
bentuk penyelesaian sengketa ini dikenal dengan penggolongan penyelesaian
sengketa ajudikasi. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 membuka peluang
kemungkinan penyelesaian sengketa lain melalui alternatif penyelesaian
sengketa atau yang dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR).
Materi yang digugat pihak yang dirugikan, yaitu pemegang hak desain
industri atau penerima lisensi dapat berupa gugatan ganti rugi atau penghentian
perbuatan membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan atau
mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.
Pada proses penyelesaian sengketa, pihak yang dirugikan dapat
meminta Hakim Pengadilan Niaga untuk menerbitkan surat penetapan
sementara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2000 yang meliputi pencegahan masuknya produk yang berkaitan
dengan pelanggaran hak desain industri dan menyimpan bukti yang berkaitan
dengan pelanggaran hak desain industri. Berdasarkan permintaan ini, Hakim
39
Pengadilan Niaga dapat melaksanakan penetapan yang menyangkut hal-hal
tersebut dan dengan segera memberi tahu pihak yang dikenai tindakan dengan
catatan pihak yang dikenai tindakan tersebut diberi kesempatan untuk didengar
keterangannya.
Pasal 51 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 menentukan bahwa
jika Hakim Pengadilan Niaga tetap menerbitkan surat penetapan sementara,
Hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa sengketa harus memutuskan dengan
beberapa alternatif putusan sebagai berikut:
1) Mengubah,
2) Membatalkan, atau
3) Menguatkan penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 49 dalam
jangka waktu maksimal 30 hari sejak dikeluarkannya surat penetapan
sementara Pengadilan tersebut.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 secara seimbang juga
melindungi pihak-pihak yang dituntut secara adil. Pada ketentuan Pasal 52
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 yang menyatakan dalam hal penetapan
sementara Pengadilan Niaga dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan dapat
menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara
pengadilan atas segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan sementara
pengadilan tersebut.35
35
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 173-176.
40
2. Penyelesaian Sengketa Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR)
Bentuk-bentuk ADR meliputi negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan
arbitrase. Ketiga bentuk ADR ini dapat diterapkan dalam kasus-kasus sengketa
di bidang HAKI, termasuk desain industri. Dalam negosiasi, penyelesaian
sengketa pada dasarnya diupayakan oleh para pihak yang bersangkutan sendiri.
Mediasi dan konsiliasi saling menggantikan karena pada hakikatnya adalah
sama, yaitu penyelesaian sengketa dimana para pihak secara sukarela mencari
penyelesaian dengan jalan merundingkan suatu kesepakatan tentang
penyelesaian yang mengikat dengan bantuan pihak ketiga yang tidak
berpihak.36 Garry Goopaster memberikan definisi sebagai berikut:
Mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar
yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang
bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang
memuaskan.37
Pada mediasi, kadar keterlibatan pihak ketiga lebih banyak bertindak
selaku fasilitator, yaitu mengupayakan agar para pihak dapat dengan mudah
menyelesaikan sendiri sengketa yang bersangkutan, sedangkan konsiliasi pihak
ketiga secara aktif membantu menemukan penyelesaian sengketa untuk dapat
36
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 179
37
Syahrial Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah Hukum Adat dan Nasional,
Cetakan Pertama, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,2009),h.5.
41
disepakati para pihak. Arbitrase dalam arti luas menempatkan peranan pihak
ketiga dalam menyelesaikan sengketa dimana pihak ketiga tersebut membuat
putusan yang mengikat para pihak untuk dilaksanakan seperti halnya putusan
pengadilan.38
Negosiasi yaitu cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui
diskusi (musyawarah) secara langsung antara pihak-pihak yang bersengketa
yang hasilnya diterima oleh para pihak tersebut.39Negosiasi banyak dibutuhkan
orang dalam hal mereka membutuhkan sesuatu yang dapat diberikan oleh pihak
lain atau juga dalam hal mereka mengiginkan adanya suatu kerja sama atau
bantuan. Negosiasi juga dibutuhkan dalam hal penyelesaian sengketa yang
terjadi di antara para pihak yang berkepentingan dalam lingkungan yang
sederhana.
Pada awalnya, mediasi adalah prosedur yang tidak mengikat sama
sekali yang memberikan kesempatan para pihak untuk meningkatkan prosedur
dalam beberapa tingkatan dan netral dalam suatu keadaan di mana ia tidak
mempunyai kekuatan untuk menjatuhkan suatu keputusan yang mengikat para
pihak. Putusan mediasi mengikat berdasarkan iktikad bak dari para pihak, tetapi
38
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 180.
39
Gatot P. Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 1.
42
tidak memiliki kekuatan hukum seperti halnya putusan hakim.40
3. Penyelesaian Sengeketa Secara Pidana
Masalah desain industri dimungkinkan diselesaikan melalui sistem
hukum pidana. Proses pidana dimulai dari penyidikan sebagaimana yang diatur
dalam ketentuan Pasal 53 UU Nomor 31 Tahun 2000. Ayat (1) dari Pasal 53
UU Nomor 31 Tahun 2000 tersebut berbunyi, selain Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
Desain Industri.
Kewenangan penyidik diatur lebih lanjut dalam Pasal 53 ayat (2) UU
Nomor 31 Tahun 2000 yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
40
Melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang Desain Industri;
Melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang diduga telah melakukan
tindak pidana di bidang Desain Industri;
Meminta keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan dengan
peristiwa tindak pidana di bidang Desain Industri;
Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang Desain Industri;
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 180.
43
e.
f.
g.
Melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat barang
bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain;
Melakukan penyitaan terhadap bahan dan/atau barang hasil pelanggaran
yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Desain
Industri; dan/atau
Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang Desain Industri.
Pelanggaran pidana terhadap hak desain industri diklasifikasikan sebagai
delik aduan dengan ancaman hukuman maksimum empat tahun. Hakim juga
dapat menjatuhkan hukuman alternatif berupa denda paling banyak Rp.
300.000.000,00. atau menggabungkan kedua ancaman pidana tersebut.
Ketentuan mengenai hal ini terdapat dalam Pasal 54 ayat (1) UU Nomor 31
Tahun 2000 tentang desain industri.
Seperti halnya pada hak cipta, UU Nomor 31 Tahun 2000 mengatur
mengenai hak moral pendesain, yaitu hak yang tetap melekat pada pendesain
meskipun hak desain industri telah dialihkan kepada pihak lain sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
Pelanggaran hak moral dikenakan ancaman hukuman paling lama satu
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 45.000.000,00 ketentuan mengenai hal
ini terdapat dalam pasal 54 ayat (2) UU. Nomor 31 Tahun 2000.41
41
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 184-185.
44
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN SENGKETA DESAIN INDUSTRI ANTARA PT.
CAHAYA BUANA MELAWAN ROBERT ITO
A. Posisi Kasus
Putusan MA Nomor 01 K/N/HaKI/2005 merupakan kasus antara PT.
Cahaya Buana Intitama dengan Robert Ito. Cahaya Buana Intitama selaku
penggugat dan sebagai termohon kasasi adalah pemegang hak desain industri yang
bergerak dalam industri lemari CBK 124 yang telah terdaftar dengan Nomor ID 0
006 689 yang permohonannya diajukan pada tanggal 1 Agustus 2003 dan
memperoleh sertifikat desain industri pada tanggal 23 Desember 2003. Kemudian
Robert Ito selaku tergugat dan pemohon kasasi mengajukan permohonan
pendaftaran desain industri pada tanggal 28 Oktober 2003 dan memperoleh
sertifikat desain industri pada tanggal 13 April 2004 berupa lemari.
PT Cahaya Buana Berpendapat jika desain lemari yang dimiliki oleh
Robert Ito menyerupai dan/atau sama dengan desain industri lemari CBK 124
milik PT Cahaya Buana Intitama dan telah terdaftar dalam daftar umum desain
industri dengan Nomor ID 0 006 357 atas nama Robert Ito dan Dirjen HaKI
sebagai turut tergugat.
Dalam hal ini PT Cahaya Buana Intitama merasa keberatan dengan
pendaftaran desain industri lemari yang diajukan oleh Robert Ito. Karena desain
industri lemari milik Robert Ito bukan desain industri yang baru yang telah
44
45
terungkap dan telah ada sebelumnya, yaitu desain industri lemari CBK 124 milik
penggugat. Maka sudah sepatutnya desain industri milik Robert Ito tidak dapat
didaftarkan. Maka sudah sepatutnya desain industri milik Robert Ito tidak dapat
didaftarkan dan haruslah dibatalkan oleh Pengadilan Niaga dan diikutsertakan
turut Robert ito untuk memuat pembatalannya dalam berita resmi desain industri.
B. Analisis Kasus Berbeda
Putusan Mahkamah Agung Nomor 022 K/N/HaKI/2005 Tanggal 24
Oktober 2005 Jo. Putusan Pengadilan Niaga Nomor 05/HAKI/2004/PN.Niaga.Sby
Tanggal 23 Febuari 2005 (Sepeda Motor Garuda) merupakan kasus antara PT.
Anglo Sama Permata Motor sebagai termohon kasasi dahulu tergugat
mendapatkan sertifikat desain industri Nomor ID 0 0006493 pada tanggal 3
Oktober 2003 untuk sepeda motor garuda yang sebagian sudah dan hendak
dipasarkan di Indonesia. Sepeda motor garuda juga telah mengiklankan
penjualannya melalui media cetak harian jawa pos sebelum tanggal 3 Oktober
2003.
Dengan Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha sebagai pemohon kasasi
dahulu penggugat desain sepeda motor tersebut serupa dengan desain industri yang
telah didaftarkan sebelumnya dengan Nomor ID 0 000 109 pada tanggal 19 Juni
2001 yaitu berupa motor scooter, antara lain persamaan pada tampak depan seperti
bidang segitiga lampu depan yang dicirikan dengan lubang vertikal. Selain itu juga
46
pada tampak belakang serta bagian samping yang berupa knalpot dengan variasi
berbentuk segitiga. Secara garis besar dua desain itu sama.
Putusan Hakim dalam Pengadilan Niaga Surabaya Tanggal 23 Febuari
2005 Nomor 05/HAKI/2004/PN.Niaga.Sby menolak gugatan yang diajukan oleh
Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha berupa pembatalan sertifikat desain
industri milik PT. Anglo Sama Permata Motor. Dasar pertimbangan Hakim dalam
menentukan desain industri Sepeda Motor Garuda milik PT. Anglo Sama Permata
Motor adalah desain yang baru karena tidak sama atau identik dengan
pengungkapan desain industri motor scooter milik penggugat. Perbedaannya
terletak pada desain industri Sepeda Motor Garuda tidak ada penutup mesin bagian
bawah dan sistem rem belakang adalah rem cakram. Serta oleh Honda Giken
Kogyo Kabushiki Kaisha tidak dapat menghadirkan contoh motor garuda di muka
persidangan, maka tidak dapat dibuktikan apakah dua desain itu serupa atau sama.
Akan tetapi dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Tanggal 24 Oktober
2005 Nomor 022 K/N/HaKI/2005 mengabulkan permohonan kasasi Honda Giken
Kogyo Kabushiki Kaisha berupa pembatalan sertifikat desain industri sepeda
motor garudamilik PT. Anglo Sama Permata Motor dan membatalkan putusan
Pengadilan Niaga Tanggal 23 Febuari 2005 Nomor 05/HAKI/2004/PN.Niaga.Sby.
Mahkamah Agung. Dalam putusannya mempertimbangkan bahwa desain industri
milik Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha serupa alias sama dengan desain
motor Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha karena tidak mempunyai perbedaan
47
secara signifikan. Berdasarkan uraian kasus diatas Putusan Pengadilan Niaga
Surabaya yangmenyatakan bahwa desain industri sepeda motor garuda tidak sama
atau identik dikarenakan adanya perbedaan dengan desain industri motor scooter
milik pengugat.42
1.
Pertimbangan Pengadilan Niaga
Putusan Hakim dalam Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 29
November 2004 Nomor 46 / Desain Industri/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst
membatalkan pendaftaran desain industri lemari atas nama Robert Ito. Hakim
Pengadilan Niaga menyatakan bahwa desain industri lemari tidak mempunyai
kebaruan dan bukan merupakan desain industri yang baru. Karena desain
industri milik Robert Ito adalah pengulangan atau penjiplakan dari desain
industri Lemari CBK 124 milik PT. Cahaya Buana Intitama.
Dari segi pendaftaran Hakim Pengadilan Niaga tidak memperhatikan
fakta mengenai tanggal permohonan pendaftaran desain industri milik
tergugat / pemohon kasasi dengan tanggal permohonan pendaftaran desain
industri milik penggugat / termohon kasasi. Hakim Pengadilan Niaga juga
memerintahkan turut tergugat / pemohon kasasi untuk mencatatkan
pembatalan pendaftaran desain industri lemari Nomor ID 0 006 357 atas nama
42
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika,
2013), h.147.
48
tergugat / pemohon kasasi dalam Daftar Umum Desain Industri dan
mengumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.
2.
Pertimbangan Mahkamah Agung
Akan tetapi dalam Putusan
Kasasi, Mahkamah Agung Nomor
01/KN/Haki/2005 tanggal 31 Maret 2005 mengabulkan permohonan kasasi
Robert Ito dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor
46 / Desain
Industri /2004 /PN.Niaga.Jkt.Pst. Mahkamah Agung
mempertimbangkan Bahwa lemari CBK 124 dengan desain industri milik
Robert ito harus diperbandingkan secara utuh sebagai lemari untuk menilai
benar tidaknya adanya persamaan tersebut.
Desain industri milik penggugat / termohon kasasi yang diminta
perlindungannya adalah bentuk dan konfigurasi sementara milik tergugat /
pemohon kasasi hanya konfigurasinya saja. Sehingga desain lemari,
berbentuk segi empat, berpintu, berpintu satu, dua, tiga, empat dan seterusnya
serta konfigurasi pintu lemari seperti di panel, berkunci, diberi tarikan tangan,
merupakan desain dan konfigurasi milik publik, sehingga tidak dapat
dimohonkan perlindungannya dalam suatu desain industri milik penggugat /
termohon kasasi maupun tergugat pemohon kasasi.
Perbedaan desain industri lemari CBK 124 dengan milik Robert Ito
tampak pada konfigurasi (ukir yang menonjol) pada lemari CBK 124
49
sedangkan milik Robert Ito tidak memiliki tonjolan demikian pula konfigurasi
yang terdapat pada pintu, berupa garis-garis seperti anyaman tikar yang tidak
sama dan tidak ditiru pada lemari pintu milik Robert Ito.
C. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Desain Industri Dalam
putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005
Jika dilihat dari perlindungan terhadap pemegang hak desain industri,
penulis membagi menjadi dua segi yaitu:
1.
Dari Segi Kebaruan
Desain industri yang dimiliki oleh tergugat / pemohon kasasi telah
sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi, Hak Desain Industri
diberikan untuk Desain Industri yang baru. Dan Pasal 2 ayat (2) UndangUndang Nomor. 31 Tahun 2000 tentang desain industri yang berbunyi, Desain
Industri dianggap baru apabila pada Tanggal Penerimaan, Desain Industri
tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.
Secara jelas dalam hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual konfigurasi, komposisi garis,
maupun komposisi warna atas desain industri yang diajukan oleh tergugat /
pemohon kasasi adalah desain industri yang baru dan kreasi yang tidak ada
pada desain industri lain yang sudah terdaftar sebelumnya. Dengan demikian
desain industri milik tergugat / pemohon kasasi adalah konfigurasi, komposisi
50
garis, maupun komposisi warna yang baru. Apabila seluruh konfigurasi,
komposisi garis maupun komposisi warna dari desain industri milik tergugat
/ pemohon kasasi dibandingkan dengan desain industri milik penggugat /
termohon kasasi, maka secara kasat mata perbedaan tersebut sangat jelas.
Di dalam pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung juga
mengatakan bahwa terdapat perbedaan antara desain industri milik penggugat
/ termohon kasasi dengan desain industri milik tergugat / pemohon kasasi.
Seperti tampak pada konfigurasi (ukir yang menonjol) pada desain milik
penggugat / termohon kasasi sementara desain tergugat / pemohon kasasi tidak
memiliki tonjolan, demikian pula konfigurasi yang terdapat pada pintu, berupa
garis-garis seperti anyaman tikar yang tidak sama dan tidak ditiru pada pintu
lemari desain industri milik tergugat / pemohon kasasi.
Penulis tidak setuju dengan pertimbangan Hakim Pengadilan Niaga
yang menyatakan bahwa desain industri lemari tergugat / pemohon kasasi
tidak mempunyai kebaruan dan bukan merupakan desain industri yang baru.
Karena desain industri tergugat / pemohon kasasi adalah pengulangan atau
penjiplakan dari desain industri Lemari CBK 124 milik penggugat / termohon
kasasi. Karena pihak tergugat / pemohon kasasi sudah melalui proses
pemeriksaan substantif oleh Direktorat Jenederal Hak Kekayaan Intelektual,
sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 1
51
Tahun 2005 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000
Tentang Desain Industri.
Sebagai perbandingan atas sengketa yang terjadi pada PT. Anglo Sama
Permata Motor dengan Honda Giken Kogyo Kabushiki, Undang-Undang
Desain Industri memang tidak menjelaskan mengenai pengertian tidak sama
dalam suatu desain industri. Undang-Undang Desain Industri hanya mengenal
unsur kebaruan yang harus dipenuhi dalam pendaftaran desain industri
sebagaimana diatur dalam Pasal (2). Akan tetapi Indonesia telah meratifikasi
TRIPs Agreement, yang di dalam TRIPs Agreement pada article 25 (1)
menyatakan bahwa Pemberian hak desain industri tersebut diberikan atas
dasar kebaruan atau orisinil, dimana desain yang diberikan hak desain industri
dipersyaratkan harus mempunyai perbedaan secara signifikan atau tidak ada
unsur persamaan pada pokoknya dengan desain industri yang telah ada
sebelum tanggal permohonanpendaftaran.
2.
Dari Segi Pendaftaran
Desain industri milik tergugat / pemohon kasasi yang telah
mendapatkan sertifikat desain industri dengan nomor ID-006-357 dengan
judul lemari. Telah melalui proses pengumuman seperti yang diamanatkan
dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang
desain industri yang berbunyi, Permohonan yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 11 diumumkan oleh
52
Direktorat Jenderal dengan cara menempatkannya pada sarana yang khusus
untuk itu yang dapat dengan mudah serta jelas dilihat oleh masyarakat, paling
lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
Dan terhadap pihak yang keberatan atas suatu desain industri yang
sedang dalam proses pengumuman. Selain itu juga diberi kesempatan untuk
mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2000
tentang desain industri yang berbunyi, Sejak tanggal dimulainya pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), setiap pihak dapat
mengajukan keberatan tertulis yang mencakup hal-hal yang bersifat substantif
kepada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur
dalam Undang-undang ini.
Pada saat proses pengumuman atas desain industri yang dimiliki
tergugat / pemohon kasasi, pihak penggugat / termohon kasasi tidak pernah
mengajukan keberatan atas desain industri yang dimilik tergugat / pemohon
kasasi kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dengan tidak
adanya keberatan dari pihak lain, maka desain industri milik tergugat /
pemohon kasasi diterbitkanlah sertifikat desain industri. Pada gugatannya,
penggugat juga memasukan Pasal 38 ayat (1) yang berbunyi,Gugatan
pembatalan pendaftaran Desain Industri dapat diajukan oleh pihak yang
berkepentingan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atau
Pasal 4 kepada Pengadilan Niaga.
53
berdasarkan hal tersebut maka pengajuan oleh penggugat / termohon
kasasi mengenai pembatalan desain industri lemari ID-0-006-357 atas nama
tergugat / pemohon kasasi sangat tidak relevan dan tidak beralasan hukum.
Dan tidak tepat, karena desain industri milik tergugat memenuhi syarat
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal (2) Undang-Undang Nomor. 31
Tahun 2000 tentang desain industri.
Bahwa dari segi pendaftaran, Majelis Hakim di Mahkamah Agung
berpendapat kedua desain industri tersebut diperiksa ketika belum dikeluarkan
sertifikat atas salah satu desain industri. Karena permohonan pendaftaran
desain industri diajukan oleh tergugat / pemohon kasasi pada tanggal 28
Oktober 2003, dimana sertifikat desain industri milik penggugat / termohon
kasasi baru dikeluarkan pada tanggal 23 Desember 2003, sehingga turut
tergugat / pemohon kasasi dalam mengeluarkan sertifikat desain industri milik
penggugat tersebut telah membanding dengan desain industri milik tergugat
/ pemohon kasasi.
Penggugat / termohon kasasi mengajukan permohonan desain industri
pada tanggal 1 Agustus 2003 dan memperoleh sertifikat desain industri
Lemari CBK 124 Nomor ID-006-689 tanggal 23 Desember 2003, sedangkan
tergugat / pemohon kasasi mengajukan permohonan pendaftaran desain
industri Lemari tanggal 28 Oktober 2003 dan memperoleh sertifikat desain
industri Lemari tanggal 13 April 2004. Sehingga jelas pada saat tergugat /
54
pemohon kasasi mengajukan permohonan pendaftaran, desain industri milik
Penggugat / termohon kasasi belum terdaftar (belum memiliki sertifikat desain
industri). Dengan demikian permohonan desain industri yang diajukan oleh
tergugat / pemohon kasasi telah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UndangUndang Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain industri.
Oleh sebab itu, maka desain industri milik penggugat / termohon kasasi
secara administratif belum memiliki kekuatan hukum ketika tergugat /
pemohon kasasi mendaftarkan desain industrinya. Karena kedua desain
industri diperiksa ketika belum dikeluarkannya sertifikat desain industri atas
salah satu desain industri tersebut.
Hakim Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Robert Ito
karena menilai desain industri yang dimiliki tergugat / pemohon kasasi
memenuhi unsur kebaruan dan berdasarkan asas pendaftaran pertama.
Sehingga desain industri tergugat / pemohon kasasi wajib dilindungi secara
hukum, sebagaimana Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000.
Dan hakim Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Niaga serta
mengembalikan hak desain industri lemari Nomor ID 0 006 357 milik Robert
Ito.
55
D. Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi Baru Dalam Kasus PT.
Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito Dikaitkan Dengan Sistem
Pendaftaran Pertama
Inovasi baru yang dimaksud hakim pengadilan niaga terhadap kasus desain
industri lemari CBK 124 nomor ID 0-006-689 milik penggugat / termohon kasasi
dan desain industri lemari nomor ID 0-006-357 milik tergugat / pemohon kasasi
terletak pada perbandingan bentuk dan konfigurasinya. Bahwa konfigurasi yang
dimaksud apabila dilihat dari gambar sebagai berikut:
1.
Garis-garis yang membentuk pada ketiga pintu atau laci lemari yaitu laci atas
tengah dan bawah, komposisi ketiga pintu atau laci persis sama yaitu laci atas
lebih kecil dari laci tengah seterusnya laci tengah lebih kecil dari laci/ pintu
bawah.
2.
Tampak depan kedua desain garis/ konfigurasi pada masing-masing tiga laci/
pintu berbentuk segi empat sesuai bentuk laci didalamnya dibuat garis
melengkung simetris secara horizontal membentuk oval, konfigurasi pada laci
atas dan tengah kedua desain tidak tampak perbedaan sedangkan pada pintu
bawah konfigurasi bentuk oval yang dibentuk dari garis melengkung pada
desain industri milik penggugat / termohon kasasi berjumlah 4 (empat)
sedangkan pada desain industri milik tergugat / pemohon kasasi berjumlah 3
(tiga) namun jumlah bentuk oval tersebut secara nyata tidak memberikan suatu
perbedaan yang signifikan. Secara estetika tidak memberikan perbedaan
56
sehingga kedua desain terlihat sama, kesamaan dimaksud lebih jelas dengan
memperbandingkan produk kedua desain industri seperti bukti lemari CBK
124 milik penggugat / termohon kasasi merek NAPOLLY TOP dan lemari
milik tergugat / pemohon kasasi dengan merek MULTIPLASINDO.
3.
Tampak belakang pada kedua desain industri sama artinya tidak ada
perbedaan.
Inovasi baru yang dimaksud Mahkamah Agung terhadap kasus PT. Cahaya
Buana Intitama dengan Robert ito terletak pada perlindungan desain industrinya.
Desain industri milik tergugat / pemohon kasasi yang dimintakan perlindungannya
adalah konfigurasi sedangkan milik penggugat / termohon kasasi yang dimintakan
perlindungannya adalah bentuk dan
konfigurasi serta ornamen. Terdapat
perbedaan antara desain industri milik tergugat / pemohon kasasi dengan
penggugat / termohon kasasi, seperti sebagai berikut:
a.
Tampak pada konfigurasi (ukir yang menonjol) pada desain milik Penggugat
/ termohon kasasi sementara desain milik tergugat / pemohon kasasi tidak
memiliki tonjolan.
b.
Konfigurasi yang terdapat pada pintu berupa garis-garis seperti anyaman tikar
yang tidak sama dan tidak ditiru pintu lemari pada desain industri milik
tergugat / pemohon kasasi.
Penulis berpendapat bahwa inovasi harus memiliki ciri khusus, dalam arti
sebuah ide untuk membuat karya yang mempunyai unsur kebaruan dan sebuah ide
yang bersifat original. Desain industri yang dimiliki oleh penggugat / termohon
57
kasasi dan tergugat / pemohon kasasi terlihat jelas berbeda desain diantaranya
adalah:
1.
Tampak depan kedua desain masing-masing pada pintu memiliki konfigurasi
yang berbeda. Milik tergugat / pemohon kasasi memiliki pegangan pintu
berbentuk menonjol pada pintu satu dan pintu dua sama, namun pintu yang
ketiga pegangan pintu dalam posisi vertikal . Milik penggugat / termohon
kasasi memiliki posisi pegangan pintu pada lemarinya sama dengan milik
tergugat / pemohon kasasi, namun secara desain bentuk pegangan pintu sangat
berbeda. Pada pintu lemari penggugat / termohon kasasi memiliki desain
relief / ukiran berupa gambar mirip anyaman tikar, sedangkan pintu lemari
tergugat / pemohon desain relief / ukirannya polos.
2.
Tampak samping kedua desain masing-masing memiliki konfigurasi yang
berbeda. Milik tergugat / pemohon kasasi memiliki desain relief / ukiran hanya
berupa garis-garis pemisah antara laci satu, dua dan tiga. Sedangkan milik
penggugat / termohon kasasi memiliki desain relief / ukiran berupa kotakkotak yang menonjol.
3.
Tampak bawah kedua desain masing-masing memiliki konfigurasi yang
berbeda. Milik tergugat / pemohon kasasi lemari menggunakan roda.
Sedangkan milik penggugat lemari tidak memakai roda / menggunakan kaki
biasa.
Penulis setuju dengan pendapat Mahkamah Agung karena sebagaimana
pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 desain industri
58
merupakan suatu kreasi bentuk, konfigurasi, garis atau warna dari gabungan
bentuk dua dimensi dan tiga dimensi. Maka jika dilihat secara teliti antara kedua
desain industri memiliki perbedaan secara jelas. Dengan demikian alasan atau
pertimbangan hakim Pengadilan Niaga yang menyebutkan kedua desain industri
memiliki kesamaan tidak berdasarkan fakta.
Inovasi baru dalam desain industri erat kaitannya dengan asas sistem
pendaftaran pertama yang mengisyaratkan suatu desain industri yang baru
diberikan kepada pendaftar pertama. Pendaftaran pertama (first to file system)
wajib dilakukan sebagai bukti sebuah desain industri memiliki desain yang baru /
belum pernah ada sebelumnya. Sesuai Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005, hak desain industri diberikan untuk desain
industri yang baru.
Berdasarkan analisis diatas penulis berpendapat desain industri yang
dimiliki oleh tergugat / pemohon kasasi sudah memenuhi kriteria kebaruan dan
merupakan sebuah inovasi baru. Maka dalam hal ini tergugat / pemohon kasasi
telah memenuhi asas sistem pendaftaran pertama (first to file system). Sehingga
tergugat / pemohon kasasi berhak mendapatkan perlindungan atas desain
industrinya sebagaimana yang tercantum pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2000. Dengan kata lain tergugat / pemohon kasasi tidak meniru
desain yang dimiliki penggugat / termohon kasasi secara keseluruhan. Fakta
tersebut menjadi dasar hukum bagi penulis berpendapat jika dasar gugatan
59
penggugat/ termohon kasasi kepada tergugat/ pemohon kasasi di pengadilan niaga
tidak berdasarkan bukti nyata.
Peraturan
perundang-undangan
di
Indonesia
sudah
selayaknya
memberikan perlindungan terhadap warga negaranya, pada khususnya dalam
kasus ini adalah perlindungan bagi pemegang hak desain industri. Karena pada
hakikatnya hukum bertujuan untuk memberikan rasa keadilan, kenyamanan dan
ketertiban. Selain itu, hukum Islam yang menjadi sumber hukum di Indonesia juga
sangat melindungi hak-hak seseorang. Sebagaimana yang terkandung dalam
firman Allah SWTdalam surat al-Baqarah ayat 188 :
Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal
kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah/2: 188).
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya,
dapat ditarik kesimpulan diantaranya sebagai berikut:
1.
Dalam perlindungan hukum terhadap hak desain industri dalam putusan
Hakim Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Robert Ito karena
menilai desain industri yang dimiliki tergugat / pemohon kasasi memenuhi
unsur kebaruan dan berdasarkan asas pendaftaran pertama. Hal ini diperkuat
dengan pendapat Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bahwa
konfigurasi, komposisi garis, maupun komposisi warna atas desain industri
yang diajukan tergugat / pemohon kasasi adalah desain industri yang baru dan
kreasi yang tidak ada pada desain industri lain yang sudah terdaftar
sebelumnya.
Sehingga desain industri tergugat / pemohon kasasi wajib dilindungi secara
hukum, sebagaimana Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000.
Dan hakim Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Niaga serta
mengembalikan hak desain industri lemari Nomor ID 0 006 357 milik Robert
Ito.
2.
Perlindungan bentuk dasar lemari tidak dapat dilindungi karena kata “lemari”
selalu berasosiasi dengan bentuk segi empat, yang telah menjadi milik umum
60
61
dan tidak dapat dimohonkan perlindungannya dalam suatu desain industri.
Kriteria desain industri yang disebut sebagai inovasi baru dalam kasus PT.
Cahaya Buana Intitama melawan Robert Ito adalah Desain industri yang
mempunyai perbedaan dari segi bentuk, konfigurasi, garis dan warna berbeda.
Berdasarkan analisis penulis berpendapat desain industri yang dimiliki oleh
tergugat / pemohon kasasi sudah memenuhi kriteria kebaruan dan merupakan
sebuah inovasi baru. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Desain Industri adalah
suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau
garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau
dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola
tiga dimensiatau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu
produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Maka dalam hal ini tergugat / pemohon kasasi telah memenuhi asas sistem
pendaftaran pertama (first to file system) sehingga tergugat / pemohon kasasi
berhak mendapatkan perlindungan atas desain industrinya sebagaimana yang
tercantum pada Pasal 5 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2000.
B. Saran
Pada akhir penulisan ini, penulis mengemukakan beberapa saran
diantaranya sebagai berikut:
1.
Seharusnya Hakim Pengadilan Niaga dan Hakim Mahkamah agung lebih teliti
dalam menilai suatu kebaruan dari desain industri. Serta perlu adanya
62
penyamaan persepsi atau penafsiran dari aparat penegak hukum maupun
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang terkandung dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 sehingga kedepannya tidak ada lagi
pernasalahan dalam penegakan hukum dilapangan.
2.
Untuk kedepannya Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual harus lebih
selektif dalam melakukan pemeriksaan administratif dan substantif terhadap
desain industri yang didaftarkan serta ada tidaknya pelanggaran yang
dilakukan desain baru terhadap desain terdahulu.
63
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Abbas, Syahrial. Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah Hukum
Adat dan Nasional. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2009.
Amiruddin dan Asikin Zainal. Pengantar Metode Penelitian Hukum.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Hariyani, Iswi, Prosedur Mengurus HAKI (Hak Atas Kekayaan
Intelektual) Yang Benar. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
2010.
Otto, Hasibuan. Hak Cipta di Indonesia (Tinjauan Khusus Hak Cipta
Lagu, Neighbouring Rights, Dan Collecting Society). Cetakan Pertama.
Bandung: P.T. Alumni, 2008.
Lindsey, Tim. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Cetakan
Kedua. Bandung: P.T. Alumni, 2005.
Margono, Suyud. Hukum Hak Cipta Indonesia. Cetakan Pertama.
Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2007.
Maulana, Insan Budi. A-B-C Desain Industri Teori dan Praktek Di
Indonesia. Cetakan Pertama. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010.
Mayana, Ranti Fauza. Perlindungan Desain Industri Di Indonesia
Dalam Era Perdagangan Bebas. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Grasindo,
2004.
Muhammad, Abdul Kadir. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan
Intelektual. Cetakan Kedua. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007.
Putra, Syopiansyah Jaya dan Yusuf Durachman. Etika Bisnis dan Hak
Kekayaan Intelektual. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press,
2010.
64
Soemartono, Gatot P. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2006.
Sutedi, Adrian. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Cetakan Kedua.
Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual
Dalam Menghadapi Era Globalisasi. Cetakan Pertama. Riau: UIR-Press,
2010.
Usman, Rachmadi. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual. Bandung:
P.T. Alumni, 2003.
Utomo, Tomi Suryo. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Di Era
Global:Sebuah Kajian Kontemporer, Yogyakarta:Graha Ilmu, 2010.
Widjaja, Gunawan. Seri Hukum Bisnis: Lisensi. Cetakan Pertama.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.
B. SKRIPSI DAN BUKU
Faizah, Alfi Nadzirotul. Skripsi : Tinjauan Yuridis Sengketa Desain
Industri Antara PT. Aplus Pacific Dengan Onggo Warsito (Studi Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 801 K/Pdt.Sus/2011. Jember :
Universitas Jember (UNEJ), 2014.
Muhammad, Abdul Kadir : Kajian Hukum Ekonomi Haki” diterbitkan
oleh Citra Aditya Bakti, 2007.
C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
65
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 Pasal 2 ayat 1 dan 2
Tentang hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru
D. WEBSITE
Dgip.go.id, “jangka waktu perlindungan desain industri” http://e-tutorial.dgip.go.id/jangkawaktu-perlindungan-desain-industri diakses pada tanggal 3 Mei 2015.
66
LAMPIRAN
1. Gambar ID 0006357
2. Gambar ID 0006689
Keterangan:
1. Desain Industri gambar ID 0006357 milik Robert Ito.
2. Desain Industri gambar ID 0006689 milik PT. Cahaya Buana Intitama.
67
PUTUSAN
Nomor 46/Desain Industri/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan
mengadili dalam peradilan tingkat pertama, perkara-perkara dalam bidang DESAIN
INDUSTRI, dalam gedungnya yang khusus disediakan untuk itu di Jalan Gajah Mada
No. 17 Jakarta Pusat menjatuhkan Putusan sebagai berikut dalam perkara antara:
PT. CAHAYA BUANA INTITAMA, beralamat di JI. Pajajaran No. 88 C-D
Kelurahan Babakan Kec. Kota Bogor Tengah, Bogor, dalam hal ini memilih
domisili hukum pada kuasanya Turman M. Panggabean, SH & Rekan berkantor
di JI. Pangeran Jayakarta Blok 24/50 Jakarta Pusat, berdasarkan surat kuasa
khusus tertanggal 27 Agustus 2004, selanjutnya disebut sebagai Penggugat.
Melawan:
-
Robert Ito beralamat di JI. Jelambar Ilir Rt. 013/Rw. 11, Kel. Jelambar
Baru, Kec. Grogol Jakarta Barat, selanjutnya disebut sebagai Tergugat;
Pemerintah Republik Indonesia, Cq. Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia, Cq. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual, Cq. Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang beralamat di JI. Daan Mogot Km. 24,
Tangerang, selanjutnya disebut sebagai Turut Tergugat.
Pengadilan Niaga tersebut;
Setelah membaca berkas perkara dan surat-surat yang bersangkutan;
Setelah mendengar kedua belah pihak;
Setelah meneliti surat bukti yang diajukan oleh para pihak;
TENTANG DUDUK PERKARA:
68
Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatannya terhadap Tergugat melalui
surat tertanggal 03 September 2004 terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga
pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 03 September 2004 dalam register
Perkara No. 46/DESAIN INDUSTRI/2004/PN/Niaga/JKT.PST, mengemukakan
alasan dasar gugatan adalah sebagai berikut:
1.
Bahwa Penggugat adalah produsen dari berbagai perabot rumah tangga yang
terbuat dari plastik yakni berupa kursi-kursi, meja dan lemari untuk berbagai
jenis serta berbagai ukuran;
2.
Bahwa produk-produk Penggugat yang terbuat dari plastik berupa kursi-kursi,
meja dan lemari untuk berbagai jenis serta berbagai ukuran tersebut, sengaja
didesain oleh Penggugat untuk dipasarkan ke seluruh wilayah Republik
Indonesia;
3.
Bahwa Penggugat adalah pemilik dan pemegang Hak atas Desain Industri
LEMARI CBK 124 yang telah terdaftar pada Direktorat Hak Cipta, Desain
Industri, Desain Tata Letak Sirkuit terpadu dan Rahasia dagang, Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak-Asasi
Manusia Republik Indonesia dengan Nomor ID 0 006 689 (Vide Bukti P-1),
yang permohonannya diajukan pada tanggal 1 Agustus 2003 (Vide Bukti P-2);
4.
Bahwa ternyata diketahui oleh Penggugat, pada tanggal 28 Oktober 2003
Tergugat telah mengajukan permohonan pendaftaran Desain Industri Lemari
yang menyerupai dan/atau sama dengan Desain Industri Lemari CBK 124 milik
Penggugat pada Turut Tergugat dan telah terdaftar dalam Daftar Umum Desain
Industri atas nama Tergugat dengan nomor ID 0 006 357 (Vide Bukti P-3);
5.
Bahwa Penggugat sangat keberatan dengan pendaftaran Desain Industri Lemari
terdaftar Nomor; ID C 006 357 atas nama Tergugat, karena Desain Industri
tersebut bukan merupakan Desain Industri yang baru, atau dengan kata lain
Desain Industri Lemari nomor ID 0 006 357 atas nama Tergugat tidak
mempunyai kebaruan, mengingat Desain Industri Lemari atas nama tergugat
tersebut adalah merupakan pengulangan dan/atau penjiplakan dari Desain
Industri Lemari CBK 124 terdaftar Nomor ID 0 006 689 milik Penggugat;
6.
Bahwa berdasarkan pasal 2 Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri menyebutkan:
69
Ayat (1)
:
Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru.
Ayat (2)
:
Desain Industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan,
Desain Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang
telah ada sebelumnya.
Ayat (3)
:
Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal
2 adalah Pengungkapan Desain Industri yang sebelum:
a.
tanggal penerimaan atau;
b. tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan Hak
Prioritas telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau
diluar Indonesia.
7.
Bahwa bersandar pada pasal 2 Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri tersebut, maka seharusnya Desain Industri Lemari Nomor ID 0
006357 tidak dapat didaftarkan dan haruslah dibatalkan, karena bukan
merupakan Desain Industri akan tetapi merupakan Desain Industri yang telah
diungkap dan telah ada sebelumnya yakni Desain Industri Lemari CBK 124
Nomor ID 0 006 689 milik Penggugat;
8.
Bahwa apabila dibandingkan dari tanggal pengajuan pendaftaran Desain
Industri Lemari Nomor ID 0 006 357 atas nama Tergugat yang diajukan pada
tanggal 28 Oktober 2003, dengan tanggal pengajuan pendaftaran Desain
Industri Lemari CBK 124 Nomor ID 0 006 689 yang diajukan tanggal 1
Agustus 2003, maka secara jelas terlihat Desain Industri Lemari atas nama
Tergugat adalah merupakan pengungkapan dari Desain Industri Lemari CBK
124 milik pen29ugat yang telah ada sebelumnya ;
9.
Bahwa dari uraian-uraian tersebut diatas, maka sangatlah beralasan dan
berdasar pengajuan gugatan ini oleh Penggugat, dan oleh karenanya sudah
sepatutnya pendaftaran Desain Industri Lemari Nomor ID 0 006 357 atas nama
Tergugat dibatalkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat;
10. Bahwa berdasarkan pasal 38 ayat 1 Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri menyebutkan "Gugatan pembatalan pendaftaran Desain
Industri dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 atau pasal 4 kepada Pengadilan Niaga;
70
11. Bahwa diikut sertakannya Turut Tergugat dalam perkara ini adalah agar Turut
Tergugat dapat melaksanakan putusan ini dengan mencatatkan pembatalan
Desain Industri Lemari Nomor ID 0 006 357 atas nama Tergugat, dalam Daftar
Umum Desain Industri dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Desain
Industri apabila gugatan ini dikabulkan;
Berdasarkan alasan-alasan dan uraian-uraian hukum tersebut diatas, maka dengan
kerendahan hati Penggugat, mohon kiranya agar Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
berkenan memberikan putusan sebagai berikut:
1.
2.
Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
Menyatakan Desain Industri Lemari dengan Nomor ID 0 006 357 atas nama
Tergugat tidak mempunyai kebaruan dan bukan merupakan Desain Industri yang
baru;
Menyatakan batal pendaftaran Desain Industri Lemari Nomor ID 0 006 357 atas
3.
nama Tergugat dengan segala akibat hukumnya;
4.
Memerintahkan Turut Tergugat untuk tunduk dan taat terhadap isi putusan ini
dengan mencatatkan pembatalan Desain Industri Lemari Nomor ID 0 006 357
atas nama Tergugat dalam Daftar Umum Desain Industri dan mengumumkannya
dalam Berita Resmi Desain Industri;
5.
Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.
Apabila Pengadilan Niaga Jakarta Pusat berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (Ex aequo et bono).
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah, ditetapkan, untuk Penggugat hadir
Kuasanya tersebut diatas, untuk Tergugat hadir Kuasanya Johni Politon, SH dari O.C
KALIGIS & Associates Pengacara JI. Majapahit No. 20 Jakarta Pusat berdasarkan
Surat Kuasa Khusus tertanggal, 09-09-2004, sedangkan Turut Tergugat diwakili oleh
Kuasanya SALMON PARDEDE, SH. Pegawai Dit.Jen. Paten berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal, 08 September 2004 dan SURAT TUGAS KHUSUS tanggal 08
September 2004;
Menimbang, bahwa dalam persidangan Majelis Hakim menyatakan memberikan
kesempatan kepada Penggugat dan Para Tergugat untuk mengupayakan perdamaian
dalam perkara ini, namun tidak berhasil, selanjutnya pemeriksaan terhadap perkara ini
dimulai dengan pembacaan surat gugatan Penggugat dan tetap dipertahankan oleh
Penggugat;
71
Menimbang, bahwa TERGUGAT mengajukan jawaban tertanggal 27 September 2003
berisi sebagai berikut:
Bahwa Tergugat menolak seluruh dalil-dalil Penggugat dalam gugatannya kecuali yang
diakuinya secara tegas, dengan alasan-alasan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Bahwa Tergugat dalam mendaftar Desain Industri miliknya telah memenuhi
aturan yang disyaratkan oleh Undang-Undang yang dalam perkara Aquo adalah
Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada point 4 (empat)
pada intinya menyatakan bahwa Desain Industri milik Tergugat mempunyai
kemiripan dengan Desain Industri milik Penggugat, namun Penggugat tidak
menyebutkan dimana letak kesamaan atau menyerupai Desain Industri milik
Penggugat;
Bahwa Desain Industri milik Tergugat yang telah mendapatkan sertifikat Desain
Industri dengan nomor Desain Industri: ID. 0-006-357 dan nomor Permintaan
Desain Industri: A002003-02668, dengan Judul Desain Industri Lemari, adalah
merupakan Desain Industri baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undangundang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, yang tidak memiliki
kesamaan dengan pengungkapan atas Desain Industri yang telah ada
sebelumnya;
Bahwa Desain Industri milik Tergugat yang telah mendapatkan sertifikat Desain
Industri dengan Nomor Desain Industri ID-0-006-357, adalah berbeda sama
sekali dengan Desain Industri milik Penggugat yang terdaftar dengan nomor ID0006-689;
Bahwa Penggugat tidak bisa menyatakan begitu saja bahwa Desain Industri milik
Tergugat adalah merupakan pengungkapan dari Desain Industri Lemari CBK 124
milik Penggugat yang telah ada sebelumnya tanpa mengungkapkan kesamaan
bentuk, konfigurasi Komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau
gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberi kesan estetis, yang bagaimanakah yang mempunyai kesamaan ataupun
merupakan pengungkapan dari Desain Industri milik Penggugat;
Bahwa Desain Industri milik Tergugat yang telah mendapatkan sertifikat Desain
Industri dengan nomor Desain Industri ID-0-006-357 dan nomor permintaan
Desain Industri : A002003-026668, dengan Judul Desain Industri Lemari, telah
melalui proses Pengumuman seperti yang diamanatkan dalam pasal 25 ayat (1)
Undang-undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri dan terhadap pihak
yang keberatan atas suatu Desain Industri yang sedang dalam proses
pengumuman, telah pula diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada
Direktorat Jenderal (Pasal 26 ayat (1) Undang-undang No. 31 tahun 2000 tentang
72
Desain Industri). Bahwa atas pengumuman Desain Industri milik Tergugat
tersebut, ternyata Penggugat tidak pernah mengajukan keberatan atas Desain
Industri milik Tergugat kepada Direktorat Jenderal, dengan tidak adanya
keberatan dari pihak lain, maka Desain Industri milik Tergugat diterbitkanlah
sertifikat Desain Industri;
Bahwa adalah tidak relevan atau tidak ada hubungannya apabila Penggugat
membandingkan waktu pengajuan pendaftaran antara Desain Industri milik
Penggugat dengan Desain Industri milik Tergugat, apabila antara kedua desain
industri tersebut berbeda/tidak mempunyai kesamaan bentuk, konfigurasi,
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya
yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberi kesan estetis;
7.
Bahwa berdasarkan atas uraian tersebut di atas maka pengajuan gugatan oleh
penggugat mengenai pembatalan Desain Industri lemari : ID-0-006-357 atas
nama Tergugat adalah sangat tidak relevan dan tidak beralasan hukum, oleh
karenanya pengutipan atau pencantuman pasal 38 ayat (L) Undang-undang No.
31 tahun 2000 tentang Desain Industri adalah tidak tepat karena Desain Industri
milik Tergugat memenuhi syarat sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2
Undang-undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri dan tidak
bertentangan dengan pasal 4 Undang-undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain
Industri;
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka mohon Majelis Hakim yang memeriksa
perkara memutus sebagai berikut:
6.
Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
1.
2.
Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara;
Apabila Pengadilan Niaga Jakarta Pusat berpendapat lain, mohon Putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono).
Menimbang, bahwa Turut Tergugat mengajukan JAWABAN tertanggal 21 September
2004 yang berisi sebagai berikut:
1.
2.
3.
Bahwa benar Penggugat adalah Pemegang Hak Desain Industri dengan Judul
Lemari CBK-124.ID-0-006-689 dengan nama Pendesain Simarba Atong yang
didaftarkan kepada Turut Tergugat pada tanggal 1 Agustus 2003;
Bahwa benar Tergugat adalah pendesain sekaligus pemegang Hak Desain
Industri dengan Judul Lemari ID-0-006-357 yang didaftarkan kepada Turut
tergugat pada tanggal 28 Oktober 2003;
Bahwa pelanggaran suatu desain adalah apabila desain tersebut sama dengan
desain terdaftar. Pasal 9 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
menyatakan Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk
73
4.
melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang
lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor,
mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri.
Bahwa kasus ini dapat dilihat dari permasalahan mendasar: apakah Desain milik
Penggugat (Lemari CBK 124 dengan No Desain Industri ID 0 006 689) sama
dengan desain milik Tergugat (Lemari dengan No Desain Industri ID 0 006 357).
Hal mana dalam kasus ini, Turut Tergugat telah mengeluarkan dua sertifikat yang
diyakini adalah berbeda. Perbedaan tampak dari adanya konfigurasi (ulir yang
menonjol) pada desain milik Penggugat, sementara desain tergugat tidak
memiliki tonjolan. Perbedaan lain adalah pada pintu lemari terbawah, dimana
pada Desain Penggugat memiliki 5 tonjolan persegi empat sedangkan Desain
pintu lemari terbawah milik Tergugat hanya memiliki 4 tonjolan persegi empat.
Perbedaan lain tampak dari bagian bawah desain milik Tergugat yang memakai
empat buah roda, sedangkan desain lemari milik Penggugat tidak memiliki roda
pada bagian bawahnya.
Bahwa kalau diperhatikan lebih lanjut, desain milik Penggugat tidak dapat
diberikan untuk keseluruhan bentuk dan konfigurasi. Ini dikarenakan bentuk segi
empat pada lemari telah menjadi bentuk yang umum. Desain Tergugat yang
menegaskan bentuk terputus-putus tidak dimintakan perlindungan adalah hal
yang tepat, karena memang bentuk segi empat lemari tidak dapat dimintakan
perlindungan.
6.
Bahwa untuk selanjutnya, Turut Tergugat menyangkal semua dalil-dalil
Penggugat, kecuali yang kebenarannya diakui secara tegas, dan mohon kepada
Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta yang mengadili perkara ini agar
berkenan menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan
tidak dapat diterima.
Menimbang, bahwa terhadap Jawaban para Tergugat tersebut, Penggugat mengajukan
replik tertanggal 04 Oktober 2004 dan terhadap replik tersebut Tergugat dan Turut
Tergugat mengajukan Duplik masing-masing tertanggal, 11 Oktober 2004;
5.
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil gugatannya Penggugat mengajukan buktibukti surat yang tersusun dalam akta bukti tertanggal 18 Oktober 2004 yaitu:
74
Fotocopy Sertifikat Desain Industri LEMARI CBK 124 a.n. Penggugat No. ID.
0-006 689 (P-1);
2.
Fotocopy Tanda terima Permohonan desain Lemari CBK-124 yang diajukan
Penggugat tanggal 1 Agustus 2003 (P-2);
Fotocopy Salinan Sertifikat No. H2-HC.04.05-43 milik Tergugat yang diajukan
3.
tanggal 28 Oktober 2003 yang bentuk dan Konfigurasinya menyerupai Lemari
CBK1 24 milik Penggugat (P-3);
4.
Fotocopy Sertifikat Lemari BCOT 1-14 PWQ a.n. Penggugat No. ID. 0-00.871
tgI 02-10-2003 (P-4);
5.
Fotocopy Sertifikat LEMARI PLT 11-15 PWQ a.n. Penggugat No. ID. 0-004870 (P-5);
6.
Fotocopy Sertifikat LEMARI BIG EAGLE TNC a.n. Penggugat No. ID. 0-001520 (P-6);
7.
Fotocopy Merek NAPOLLYTOP terdaftar No. 373855 untuk LEMARI CBK
124 a.n. Penggugat (P-7);
Fotocopy Desain Industri KUSRI BIG 101 No. ID. 0-001-496 an.(P-8);
8.
9.
Fotocopy Sertifikat MEJA TAMU No. ID. 0-000-473 a.n. Penggugat (P- 9);
10. Asli brosur-brosur Desain Lemari CBK 124 No. ID. 0-006689 (P-10 A, B dan
C);
11. Fotocopy Gambar Desain Lemari Tergugat dengan merek Multiplasindo;
12. Fotocopy petunjuk perakitan Lemari MultiPlasindo Tergugat dan NAPOLLY
TOP MILIK PENGGUGAT (P-12A, B);
13. Fotocopy nota pembelian Lemari milik Tergugat (P-13);
14. LEMARI CBK 124 milik Penggugat merek NAPOLLY TOP (P14);
15. Lemari merek Multiplasindo milik Tergugat (P-15);
Bukti-bukti tersebut bermeterai cukup dan telah disesuaikan dengan aslinya;
1.
Menimbang. Bahwa TERGUGAT mengajukan bukti-bukti Surat tertanggal 25-102004 dan perbaikannya tertanggal 01-1 12004 yaitu:
1.
Fotocopy Desain Industri Tergugat No. ID.O-006-257 nomor permintaan Desain
A00-2003-02663 tertanggal 29-04-2004 (T-1);
2.
Fotocopy Permohonan Desain Industri No. A00-2003-02668 (T-2);
3.
Fotocopy Lembar Pengumuman Desain Industri Tergugat (T3);
4.
Buku: Jurnal Hukum Bisnis Volume 13, April 2001 (T-4);
5.
Buku: H.OK. Saidin Judul "Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual";
Bukti-bukti tersebut bermeterai cukup dan telah disesuaikan dengan aslinya, kecuali T3 tidak dapat diperlihatkan aslinya didepan sidang;
75
Menimbang, bahwa TURUT TERGUGAT mengajukan bukti surat yang tersusun
dalam akta bukti tertanggal 25 September 2004 yaitu:
Fotocopy permohonan pendaftaran Desain Lemari No. A002003-02668 tgl. 28
Oktober 2003 a.n. Robert Ito (TT-1);
2.
Fotocopy Pengumuman Desain Lemari No. 121/BRDI/2004 (TT-2);
3.
Fotocopy Hasil Pemeriksaan Substantif No. A00.2003. 02668 (TT-3);
4.
Fotocopy Kutipan Sertifikat Lemari No. ID-0-006-357 (TT-4);
Fotocopy Tanda Terima pendaftaran Desain Lemari (TT-5);
5.
Bukti-bukti tersebut bermeterai cukup dan telah disesuaikan dengan aslinya, kecuali
bukti TT-2 tidak dapat diperlihatkan aslinya didepan sidang;
1.
Menimbang, bahwa Penggugat, Tergugat dan Turut Tergugat mengajukan kesimpulan
masing-masing tertanggal 08 Nopember 2004, selanjutnya mohon putusan;
Menimbang, bahwa segala sesuatu yang terjadi dan diperoleh dalam sidang dicatat
seluruhnya dalam berita acara dan dianggap termuat dan menjadi bagian tak
terpisahkan dari putusan ini;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA:
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah sebagaimana
tersebut diatas, pada pokoknya bahwa pendaftaran Desain Industri Lemari atas nama
Tergugat terdaftar dengan Nomor ID 0 006 357 tidak mempunyai kebaruan, karena
merupakan pengulangan atau penjiplakan dari Desain Industri Lemari CBK 124 milik
Penggugat terdaftar dengan Nomor ID 0 006 689, karenanya agar pendaftaran Desain
Industri Nomor ID 0 006 357 atas nama Tergugat dinyatakan batal dan segala akibat
hukumnya;
Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut Tergugat menyangkal pada
pokoknya menyatakan bahwa pendaftaran Desain Industri dengan judul Desain
Industri Lemari telah melalui proses pengumuman sebagaimana ketentuan pasal 25
ayat (1) UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, ternyata atas pengumuman
tersebut Penggugat tidak pernah mengajukan keberatan sebagaimana ketentuan pasal
26 UU No. 31 Tahun 2000 tersebut;
Menimbang, bahwa karena dibantah maka wajib bukti pertama sekali dibebankan
kepada Penggugat, selanjutnya dipersidangan Penggugat mengajukan bukti-bukti surat
diberi tanda P-1 s/d P-15;
76
Menimbang, bahwa selanjutnya Tergugat mengajukan bukti-bukti berupa surat diberi
tanda T-1 s/d T-5, sedangkan Turut Tergugat mengajukan bukti surat diberi tanda TT1 s/d TT-5;
Menimbang, bahwa yang menjadi permasalahan hukum dan perlu dibuktikan adalah:
-
Apakah Desain Industri Lemari milik Tergugat dengan pendaftaran Nomor ID 0
006 357 tidak mempunyai kebaruan karena sama dengan Desain Industri Lemari
yang terdaftar terlebih dahulu milik Penggugat yaitu Desain Industri Lemari
CBK 124 terdaftar dengan Nomor ID 0 006 689 diajukan pada tanggal 1 Agustus
2003;
Menimbang, bahwa dari bukti P-1 dan P-2 berupa Sertifikat Desain Industri Lemari
CBK 124 Nomor ID 0 006 689 dan tanda terima permohonan Desain Industri atas nama
Penggugat, membuktikan bahwa pada tanggal 1 Agustus 2003 Penggugat mengajukan
permohonan pendaftaran Desain Industri Lemari CBK 124, selanjutnya Turut Tergugat
memberikan Sertifikat Desain Industri atas nama Penggugat dengan Nomor ID 0 006
689 tanggal 23 Desember 2003;
Menimbang, bahwa sesuai bukti T-1 yang sama dengan bukti TT-4, yaitu Sertifikat
Desain Industri Lemari Nomor ID 0 006 357 atas nama Tergugat tertanggal 13 April
2004, dan bukti T-2 yang sama dengan bukti TT-1 adalah permohonan Desain Industri
Lemari atas nama Tergugat serta bukti TT-5 adalah tanda terima pendaftaran Desain
Industri Lemari tertanggal 28 Oktober 2003, membuktikan bahwa Tergugat
mengajukan Desain Industri Lemari tertanggal 28 Oktober 2003 dan Turut Tergugat
memberikan Sertifikat Desain Industri Lemari dengan Nomor ID 0 006 357 tanggal 13
April 2004;
Menimbang, bahwa dari hal yang dipertimbangkan dan dinyatakan terbukti diatas
diperoleh fakta sebagai berikut:
-
-
Bahwa Penggugat dan Tergugat keduanya telah mengajukan dan telah samasama memperoleh Sertifikat Desain Industri Lemari yang diterbitkan Turut
Tergugat;
Bahwa Penggugat mengajukan permohonan Desain Industri tertanggal 1 Agustus
2003 dan memperoleh Sertifikat Desain Industri Lemari CBK 124 Nomor ID 0
006 689 tanggal 23 Desember 2003, sedangkan Tergugat mengajukan
permohonan pendaftaran Desain Industri Lemari tanggal 28 Oktober 2003 dan
77
memperoleh Sertifikat Desain Industri Lemari tanggal 13 April 2004, dengan
demikian Penggugat terlebih dahulu mendaftar dari Tergugat;
Menimbang, bahwa Desain Industri Lemari CBK 124 Nomor ID 0 006 689 milik
Penggugat yang dilindungi adalah bentuk dan konfigurasi sedangkan Desain Industri
Lemari Nomor ID 0 006 357 milik tergugat perlindungan yang diberikan adalah
konfigurasi, oleh karenanya yang perlu diperbandingkan dan dipertimbangkan
khususnya mengenai konfigurasi kedua desain Industri tersebut;
Menimbang, bahwa konfigurasi dimaksud apabila dilihat dari gambar-gambar adalah
berupa garis-garis yang membentuk pada ketiga pintu atau laci lemari yaitu laci atas
tengah dan bawah, komposisi ketiga pintu atau laci persis sama yaitu laci atas lebih
kecil dari laci tengah seterusnya laci tengah Iebih kecil dari laci/pintu bawah. Pada
gambar tampak depan kedua desain garis/konfigurasi pada masing-masing tiga
laci/pintu berbentuk segi empat sesuai bentuk laci didalamnya dibuat garis melengkung
simetris secara horizontal membentuk oval, konfigurasi pada laci atas dan tengah kedua
Desain tidak tampak perbedaan sedangkan pada pintu bawah konfigurasi bentuk oval
yang dibentuk dari garis melengkung pada Desain Industri milik Penggugat berjumlah
4 (empat) sedangkan pada Desain Industri milik Tergugat berjumlah 3 (tiga) namun
jumlah bentuk oval tersebut secara nyata tidak memberikan suatu perbedaan yang
signifikan secara estetika tidak memberikan perbedaan sehingga kedua Desain terlihat
sama, kesamaan dimaksud lebih jelas dengan memperbandingkan produk kedua desain
industri seperti bukti P-14 dan P-15 dimana kedua desain hampir tidak dapat dibedakan
karena kedua-duanya sama;
Menimbang, bahwa gambar tampak belakang pada kedua desain industri sama artinya
tidak ada perbedaan, sedangkan tampak perspektif seperti yang dipertimbangkan diatas
Iebih jelas dengan melihat desain industri yang telah diproduksi Penggugat dan
maupun Tergugat yaitu bukti P-14 dan 15 kedua produk sama dan sulit dibedakan;
Menimbang, bahwa dengan pertimbangan diatas dapat disimpulkan bahwa konfigurasi
dalam Desain Industri Tergugat sama dengan Desain Industri milik Penggugat yang
sudah terlebih dahulu terdaftar, artinya desain industri yang didaftarkan oleh Tergugat
telah diungkapkan sebelumnya yaitu telah didaftar dan diproduksi Penggugat (bukti P1, P-2, P-3, P-4, P-10 A, B, C) sehingga sudah tidak baru, oleh karenanya unsur-unsur
kebaruan sebagaimana diisyaratkan dalam. ketentuan pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun
2000 tentang Desain Industri tidak terpenuhi;
Menimbang, bahwa alasan Turut Tergugat yang telah melakukan pemeriksaan
substantif serta telah mengumumkan permohonan pendaftaran Tergugat dan tidak ada
78
keberatan dari Penggugat maupun pihak lain (bukti T-3 dan bukti TT-2 dan TT3) tidak
menghalangi untuk mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran desain industri,
karenanya bukti-bukti tersebut tidak relevan, sedangkan bukti T-4 dan T-5 adalah
bentuk tulisan akan dipertimbangkan seperlunya;
Menimbang, bahwa demikian juga bukti-bukti Penggugat yaitu P-4, P-5, P-6, P-7, P8, P-9, karena tidak relevan maka dikesampingkan;
Menimbang, bahwa ketentuan pasal 38 UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri,
gugatan pembatalan pendaftaran desain Industri alasan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 dan 4, khususnya dalam perkara ini yang dijadikan alasan adalah pasal 2 ayat
(1) yaitu Desain Industri Lemari yang didaftarkan Tergugat sudah tidak baru karena
sama dengan Desain Industri Lemari milik Penggugat yang sudah terdaftar dan
diproduksi sebelumnya;
Menimbang, bahwa dalam pertimbangan-pertimbangan diatas telah dinyatakan
terbukti yaitu Desain Industri Lemari milik Tergugat dengan pendaftaran Nomor ID 0
006 357 tanggal 13 April 2004 tidak ada unsur kebaruan, dengan demikian gugatan
Penggugat untuk membatalkan pendaftaran Desain Industri tersebut beralasan dan
dapat dikabulkan;
Menimbang, bahwa karenanya Turut Tergugat wajib mencatatkan pembatalan Desain
Industri Lemari milik tergugat tersebut dalam daftar umum Desain, Industri serta
mengumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri;
Menimbang, bahwa karena gugatan dikabulkan maka Tergugat dihukum untuk
membayar biaya yang timbul dalam perkara ini;
Mengingat dan memperhatikan pasal 2, 38 dan pasal lain dari Undang-undang No. 31
Tahun 2000 tentang Desain Industri serta ketentuan hukum lain yang berhubungan
dengan perkara ini;
MENGADILI:
79
Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;
Menyatakan Desain Industri Lemari Nomor ID 0 006 357 atas nama Tergugat
tidak mempunyai kebaruan;
3.
Menyatakan batal pendaftaran Desain Industri Lemari Nomor ID 0 006 357 atas
nama Tergugat dengan segala akibat hukumnya;
4.
Memerintahkan Turut Tergugat untuk mencatatkan pembatalan pendaftaran
Desain Industri Lemari Nomor ID 0 006 357 atas nama Tergugat dalam Daftar
Umum Desain Industri dan mengumumkan dalam berita Resmi Desain Industri;
5.
Menghukum Tergugat membayar biaya perkara sebesar 5.000.000,- (lima juta
rupiah);
Demikian diputuskan dalam musyawarah Majelis Hakim pada hari : Senin tanggal 29
Nopember 2004, oleh kami: BINSAR SIREGAR, SH. MHum., sebagai Hakim Ketua
Majelis, SUGITO, SH. MHum., dan EDY TJAHYONO, SH. MHum., masing-masing
sebagai Hakim Anggota, putusan mana dibacakan pada hari itu juga dalam persidangan
yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis tersebut didampingi Hakim
Anggota dengan dibantu PARMIN, SH., Panitera Pengganti dan dihadiri kuasa
Penggugat dan kuasa Tergugat dan Turut Tergugat.
1.
2.
HAKIM ANGGOTA,
HAKIM KETUA,
Ttd.
Ttd.
1.
H. SUGITO, SH.MHum.
BINSAR SIREGAR, SH. Mhum.
2.
EDY TJAHJONO, SH. Mhum.
PANITERA PENGGANTI,
Ttd.
PARMIN,SH.
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
Download