SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat

advertisement
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROORGANISME KITINOLITIK ASAL
LIMBAH CAIRAN RUMEN SAPI SERTA OPTIMASI PRODUKSI ENZIM
KITINASE
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh
Derajat Sarjana S-1 pada Program Studi Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
OLEH :
WA ODE SURYANI
F1C1 11 035
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2016
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga hasil penelitian yang berjudul “Isolasi
Dan Identifikasi Mikroorganisme Kitinolitik Asal Limbah Cairan Rumen
Sapi Serta Optimasi Produksi Enzim Kitinase” dapat diselesaikan. Teriring
doa, shalawat dan salam atas Nabi Muhammad SAW beserta keluarga.
Secara khusus dengan hati yang tulus penghargaan, rasa patuh dan terima
kasih yang tak terhingga penulis persembahkan kepada Ayahanda La Ode
Masrani dan Ibunda Musrifa tercinta sebagai tanda bakti atas doa restu,
semangat bimbingan, arahan kepercayaan, pengorbanan, curahan kasih sayang
dan dukungan materil yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan hasil penelitian ini tidak
sedikit hambatan yang dihadapi tetapi semuanya itu dapat teratasi berkat petunjuk
dari Allah SWT dan disertai ketabahan, kesabaran dan keyakinan dalam berusaha
serta berkat bimbingan dan arahan yang sangat berharga dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima
kasih yang setinggi-tingginya kepada Ibu Desy Kurniawati, S,Si., M.Si dan
Bapak Drs. H. Muh. Natsir, M.Si., yang selalu memberikan pengarahan dan
bimbingan serta meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan perbaikanperbaikan sejak awal hingga penyelesaian hasil penelitian ini.
Suatu hal yang tidak terlupakan atas dorongan dan bimbingan, serta
iii
arahan dan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian, maka patutlah
kiranya penulis menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan kepada
semua pihak, khususnya :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, M.Si selaku Rektor Universitas Halu Oleo.
2. Bapak Dr. Muh. Zamrun F., M.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo.
3. Bapak Dr. La Ode Ahmad Nur Ramadhan, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Halu Oleo.
4. Ibu Desy Kurniawati, S,Si., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Halu Oleo.
5. Bapak Dr. Imran M.Si., selaku kepala Laboratorium Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Halu Oleo yang telah memberikan izin kepada penulis
untuk melaksanakan penelitian di laboratorium Biokimia.
6. Bapak Dr. Imran M.Si., ibu Dr. Prima Endang Susilowati, M.Si., dan ibu
Halimahtussaddiyah Ritonga, S.Si., M.Si selaku Dewan Penguji yang telah
banyak memberikan ide dan saran bagi penulis dalam menyelesaikan tugas
akhir.
7. Bapak dan ibu dosen Jurusan Kimia, serta seluruh staf di lingkungan FMIPA
UHO atas segala fasilitas dan pelayanan yang diberikan kepada penulis dalam
menuntut ilmu.
8. Kepada saudaraku La Ode Halim, Wa Ode Agustina, Wa Ode Nur Hanifa,
Wa Ode Resky dan La Ode Yusuf serta seluruh keluarga tercinta terima
kasih atas doa dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
iv
dengan baik.
9. Kepada analis laboratorium Ibu Hafni, Ibu Hasma dan Kak Meilani Safitri,
S.Si., yang telah membantu memperlancar berlangsungnya penelitian ini.
10. Saudara-saudariku Angkatan 2011 (Sukma S.Si, Ratih, Ain S.Si, Fati, Tia,
Osti, Kadek, Melani S.Si, Nur S.Si, Mega S.Si, Herlin S.Si, Tini S.Si, Fetty
S.Si, Lia S.Si, Didit S.Si, Sri S.Si, Via S.Si, Hasmi S.Si, Risma S.Si, Ida S.Si,
Lusi, Anatia, Suri, Anti, Tuti S.Si, Delvi S.Si, Dedeng, Fina S.Si, Chen Chen
S.Si, Andri, Hendra S.Si, Anugrah S.Si, Efraim S.Si, Dion S.Si, Jafar S.Si,
Adi, Herdin S.Si, Arham, Andi S.Si, Izar S.Si, Alfan S.Si, Razi S.Si, Ahyar,
Wino S.Si, Manan) terima kasih atas kerja samanya selama perkuliahan dan
penelitian.
11. Senior-senior yang baik hati Kak Jiran S.Si, Kak Marni S.Si, Kak Yuyun
S.Si, Kak Amel S.Si, Kak Dijah S.Si, Kak Piteng S.Si, Kak Asnin S.Si yang
senantiasa menyumbangkan pemikiran dan ide maupun tenaga kepada
penulis.
12. Anak-anak Biokimia Sukma, Ratih, Andri, Ain, Osti, Kadek, Fina, Fati, Diva,
Wulan terima kasih atas kerjasama selama ini sebagai rekan-rekan
seperjuangan di Biokimia.
13. Junior-junior yang sering membantu Ismar, Hasrobin, Pipi Andriani, Dahlia,
Muli dan yang lainnya dari angkatan 2012, 2013 dan 2014 yang tidak bisa
disebut satu persatu.
14. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang
turut membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan hasil
v
penelitian.
Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik, dan mencatatnya
sebagai amal jariyah sehingga akan memperoleh balasan pahala dari Allah
subhanahu Wata’Ala, akhir kata penulis berharap semoga khasanah ilmu yang
terungkap dalam hasil penelitian ini dapat memberikan banyak manfaat. Aamiin.
Kendari, April 2016
Penulis
vi
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROORGANISME KITINOLITIK
ASAL LIMBAH CAIRAN RUMEN SAPI SERTA OPTIMASI PRODUKSI
ENZIM KITINASE
Oleh :
Wa Ode Suryani
F1C1 11 035
INTISARI
Isolasi dan identifikasi mikroorganisme kitinolitik asal limbah cairan rumen sapi
serta optimasi produksi enzim kitinase telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengisolasi, mengkarakterisasi dan mengoptimasi produksi enzim kitinase
yang dihasilkan oleh bakteri kitinolitik yang berasal dari limbah cairan rumen sapi
yang diperoleh dari Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Anggoeya, Kendari
Sulawesi Tenggara. Penelitian ini terdiri atas tiga tahap, yaitu isolasi dan seleksi
bakteri kitinolitik, karakterisasi dan identifikasi isolat terpilih dan optimasi
produksi enzim kitinase. Mencakup variasi konsentrasi substrat, variasi suhu dan
variasi pH. Kondisi optimum produksi enzim kitinase yang diukur aktivitas
kitinasenya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 584
nm. Enzim kitinase dapat diperoleh dari hasil isolasi bakteri kitinolitik dengan
cara menumbuhkan pada media Luria Bertani cair yang mengandung substrat
kitin sebagai penginduksi kitinase pada suhu dan pH tertentu yang sesuai. Isolat
bakteri kitinolitik yang berhasil ditumbuhkan dan diisolasi, diperoleh indeks
kitinolitik sebesar 7,59. Hasil pengamatan morfologi dan uji biokimia
menunjukkan isolat bakteri kitinolitik merupakan bakteri Gram negatif berbentuk
batang dari spesies bakteri Lactobacillus ruminus. Enzim kitinase diperoleh pada
kondisi optimum yaitu konsentrasi substrat sebesar 0,08% (b/v) dengan suhu
optimum produksi 40ºC pada pH 6 dengan aktivitas enzim sebesar 125,943 U/mL.
Kata Kunci : Kitin, Kitinolitik, N-asetilglukosamin, Rumen Sapi
vii
ISOLATION AND IDENTIFICATION OF CHITINOLYTIC
MICROORGANISM FROM THE COW RUMEN LIQUID WASTE AND
OPTIMATION OF ENZYME CHITINASE PRODUCTION
By :
Wa Ode Suryani
F1C1 11 035
ABSTRACT
Isolation and identification of microorganisms chitinolytic from cow rumen fluid
waste and chitinase enzyme production optimation was carried out. The aims of
this study are to isolate, characterize and optimize the production of chitinase
enzymes produced by chitinolytic bacteria from cow rumen fluid waste obtained
from slaughtering place (TPH) Anggoeya, Kendari, Southeast Sulawesi. The
study consisted of three stages, there are the isolation and selection of chitinolytic
bacteria, characterization and identification of selected bacteria and optimation of
the production of the enzyme chitinase. Includes a variety of substrate
concentration, temperature variations and variations in pH. The optimum
production conditions of the chitinase enzyme activity was measured by UV-Vis
spectrophotometer at a wavelength of 584 nm. Chitinase enzyme can be obtained
from the isolation of chitinolytic bacteria by growing in Luria Bertani liquid
medium containing chitin as an inducer of chitinase substrate at a certain
temperature and pH appropriate. Chitinolytic bacterial isolates were successfully
grown and isolated, obtained chitinolytic index of 7.59. The observation of
morphological and biochemical tests showed bacteria chitinolytic a rod-shaped
Gram-negative bacterium of the species Lactobacillus ruminus. Chitinase enzyme
obtained at the optimum condition that is the substrate concentration of 0.08%
(w/v) with a temperature of 40ºC production optimum at pH 6 with the enzyme
activity of 125.943 U/mL.
Keywords : Chitin, Chitinolytic, N-asetilglukosamin, Cow Rumen
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
INTISARI
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
xv
I.
II.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
3
C. Tujuan Penelitian
3
D. Manfaat Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumen Sapi
5
B. Kitin
7
C. Mikroorganisme Kitinolitik
8
D. Kitinase
9
E. Identifikasi Mikroorganisme
1. Morfologi koloni Bakteri (Makroskopis)
10
2. Morfologi Sel Bakteri (Mikroskopis)
11
3. Uji Biokimia
12
F. Kondisi Produksi Enzim
14
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
16
B. Alat dan Bahan
16
ix
1. Alat
16
2. Bahan
16
C. Metode Penelitian
17
1. Pengambilan dan Preparasi Sampel Rumen Sapi
17
2. Proses Pembuatan Kitin
17
a.Deproteinasi
17
b.Demineralisasi
18
c.Dekolorisasi
18
3. Pembuatan koloidal kitin
18
4. Pembuatan Media Kitin
19
5. Isolasi Bakteri Kitinolitik
19
6. Karakterisasi Bakteri Kitinolitik
20
a.
Identifikasi Isolat Terpilih
20
1. Morfologi Bakteri
2. Pewarnaan Gram
b. Uji Biokimia
21
1. Uji Fermentasi karbohidrat
2. Uji Methyl Red- Voges Proskauer (MR-VP)
3. Uji Sitrat
4. Uji Katalase
5. Uji Hidrogen Sulfida
7.
Optimasi Kondisi Produksi Enzim
22
a. Penentuan Substrat Optimum untuk Produksi Enzim
22
Kitinase
b. Penentuan Suhu Optimum untuk Produksi Enzim
23
Kitinase
c. Penentuan pH Optimum untuk Produksi Enzim Kitinase
23
8.
Pengukuran Aktivitas Enzim
23
9.
Penentuan Indeks Kitinolitik
24
a. Penentuan Indeks Kitinolitik
24
b. Penentuan Aktivitas Kitinase
24
x
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Pengambilan Sampel Cairan Rumen Sapi
26
B.
Isolasi, dan Seleksi Bakteri
26
C.
Karakterisasi dan Identifikasi Isolat
28
D.
Optimasi Kondisi Produksi
32
1. Penentuan Substrat Optimum untuk Produksi Enzim
32
Kitinase
2. Penentuan Suhu Optimum untuk Produksi Enzim Kitinase
33
3. Penentuan pH Optimum untuk Produksi Enzim Kitinase
35
Kurva Pertumbuhan Bakteri Kitinolitik
36
PENUTUP
38
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
44
E.
V.
xi
DAFTAR TABEL
No
Teks
Halaman
1.
Kandungan cairan rumen
6
2.
Perbedaan Gram Positif dan Gram Negatif
12
3.
Aktivitas Kitinolitik Bakteri
27
4.
Uji Biokimia pada Isolat Bakteri Kitinolitik
29
xii
DAFTAR GAMBAR
No
Teks
Halaman
1
Rumen Sapi
5
2
Struktur Kitin
8
3
Gambaran morfologi koloni bakteri
11
4
Pengaruh pH terhadap Pertumbuhan Mikroba
14
5
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan Mikroba
15
6
Kondisi Fisik Rumen Sapi
26
7
Morfologi Bakteri Kitinolitik
31
8
Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Produksi Enzim
Kitinase
33
9
Pengaruh Variasi Suhu terhadap Produksi Enzim Kitinase
34
10
Pengaruh Variasi pH terhadap Produksi Enzim Kitinase
36
11
Kurva Pertumbuhan Bakteri kitinolitik
37
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No
Teks
Halaman
1
Peta Lokasi Pengambilan Sampel Cairan Rumen Sapi
44
2
Gambaran Umum Alur Penelitian
45
3
Diagram Alir Pengambilan Sampel, Isolasi dan Seleksi
Bakteri Kitinolitik, Uji Mikroskopi dan Biokimia
46
4
Pembuatan Koloidal Kitin
49
5
Pembuatan Media
50
6
Optimasi Kondisi Produksi Enzim Kitinase
51
7
Pengukuran Aktivitas Enzim
52
8
Diagram pembuatan kitin dari kulit udang
53
9
Pembuatan Larutan
54
10
Hasil Penelitian
57
11
Dokumentasi
62
xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang / Singkatan
Arti Lambang / Singkatan
%
Persen
LB
Luria bertani
g
Gram
mL
Mili Liter
mg/mL
Mili gram per mili liter
μL
Mikro Liter
mm
Mili Meter
cm
Senti Meter
°C
Derajat Celsius
±
Kurang lebih
BTB
Brom Timol Blue
MR-VP
Methyl Red_Voges Proskauer
pH
Negatif Logaritma dari Konsentrasi
Ion H+
rpm
Rotasi per menit
λ
Panjang gelombang
NA
Nutrient Agar
GlcNAc
N-asetilglukosamin
TPH
Tempat Pemotongan Hewan
xv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan
dan
kemajuan
bioteknologi
telah
mempengaruhi
peningkatan pendayagunaan enzim, baik digunakan dalam bentuk hasil
ekstraksinya maupun langsung dalam bentuk sel mikroorganisme. Enzim telah
banyak digunakan dalam produksi pangan maupun non pangan (Judoamidjojo,
dkk. 1989).
Salah satu enzim yang banyak digunakan dalam bidang industri baik
pangan maupun non pangan ialah enzim kitinase. Peranan kitinase menjadi
perhatian besar karena berperan terhadap kehidupan masyarakat dalam bidang
pangan maupun non pangan mendorong ilmuwan dan peneliti melakukan
eksplorasi mikroorganisme kitinolitik. Mikroorganisme penghasil kitinase ini
masih belum banyak diketahui baik tentang jumlah, keragaman maupun fungsi
kitinase yang dihasilkan, walaupun kitin merupakan salah satu polimer yang
melimpah di alam (Haliza, 2012).
Kitin ialah senyawa karbohidrat yang termasuk dalam polisakarida,
tersusun atas monomer-monomer asetilglukosamin yang saling berikatan dengan
ikatan 1,4 beta membentuk suatu unit polimer linier yaitu β 1,4-N-asetil-Dglukosamin yang merupakan salah satu zat yang banyak digunakan dalam
produksi pangan dan non pangan (Pujiastuti, 2001). Kitin adalah polimer yang
paling melimpah di laut. Pada kelimpahan di muka bumi, kitin menempati posisi
kedua setelah selulosa. Hal ini karena kitin dapat ditemukan di berbagai
organisme
eukariotik
termasuk
serangga,
1
moluska
dan
krustasea.
2
Mikroorganisme pendegradasi kitin umumnya berasal dari kelompok
bakteri. Enzim kitinase yang dihasilkan oleh mikroorganisme kitinolitik
mempunyai potensi tinggi untuk mendegradasi limbah yang mengandung kitin,
karena dengan adanya enzim kitinase memungkinkan konversi kitin yang
melimpah menjadi produk yang berguna (Muharni, 2010).
Beberapa bakteri kitinolitik yang telah berhasil diisolasi dari air dan tanah
diantaranya Streptomyces, Bacillus dan Arthrobacter. Namun, bakteri kitinolitik
juga terdapat dalam rumen sapi. Rumen sapi dilaporkan memiliki aktivitas
kitinolitik, yakni mampu menguraikan kitin. Mikroorganisme kitinolitik yang
terdapat dalam rumen sapi berasal dari pakan yang dikonsumsinya, beberapa jenis
pakan yang mengandung kitin ialah bekatul dan rumput raja. Hal ini diungkapkan
oleh Wahyu (1992) yang menjelaskan bahwa bekatul mengandung zat anti nutrisi
seperti kitin, hemoglutinin dan anti tripsin. Kemampuan ini menyebabkan
kelompok bakteri tersebut berpotensi besar untuk dimanfaatkan, misalnya: sebagai
penghasil kitinase yang berguna dalam industri pangan, kosmetik, farmasi, dan
lain-lain (Pujianto ,dkk. 2008).
Rumen merupakan kantong besar dengan berbagai kantong yang
menyimpan dan mencampur pakan hasil fermentasi mikroba. Kondisi dalam
rumen adalah anaerobik (Padmono. 2005). Mikroorganisme yang terdapat di
dalam rumen didominasi oleh bakteri dan protozoa, selain itu juga terdapat
mikroorganisme lain seperti fungi dan flagellata yang sering terdapat pada hewanhewan ruminansia muda. Perbandingan mikroorganisme di dalam rumen berkisar
3
dari 1,4x107 per mL cairan rumen sedangkan jumlah protozoa sebesar 106 per mL
cairan rumen ( Nuswantara. 2002 ).
Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti berkeinginan untuk
melakukan penelitian mengenai isolasi dan identifikasi mikroorganisme kitinolitik
asal limbah cairan rumen sapi serta optimasi produksi enzim kitinase.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kemampuan bakteri kitinolitik dari limbah cairan rumen sapi dalam
mendegradasi kitin?
2. Bagaimana karakteristik isolat bakteri kitinolitik yang berasal dari limbah
cairan rumen sapi?
3. Bagaimanakah kondisi pH, konsentrasi substrat dan suhu optimum untuk
produksi enzim kitinase?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui kemampuan bakteri kitinolitik dari limbah cairan rumen sapi
dalam mendegradasi kitin.
2. Mengetahui karakteristik isolat bakteri kitinolitik yang berasal dari limbah
cairan rumen sapi.
3. Menentukan kondisi optimum produksi enzim kitinase baik pH, konsentrasi
substrat dan suhu optimum.
4
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan limbah cairan rumen sapi
sebagai penghasil bakteri kitinolitik dan kemampuan bakteri tersebut dalam
mendegradasi kitin.
2. Mengembangkan keterampilan untuk mengisolasi dan identifikasi bakteri
kitinolitik.
3. Menambah wawasan keilmuan peneliti, khususnya bidang bioteknologi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumen Sapi
Rumen ialah bagian lambung sapi yang merupakan organ utama proses
pencernaan fermentatif. Di dalam rumen hidup berbagai jenis mikroba seperti
bakteri, fungi, yeast dan protozoa. Menurut Dehority dan Orpin (1997) populasi
terbesar mikroba rumen terutama adalah bakteri anaerob dan protozoa bersilia
yang terutama berperan dalam aktivitas fermentasi (Rahayu, dkk. 2003).
Kondisi dalam rumen adalah anaerob dan mikroorganisme yang paling
sesuai dan dapat hidup yang ditemukan di dalamnya. Tekanan osmosisnya mirip
dengan tekanan aliran darah. Temperatur di dalam adalah 30-42oC, pH
dipertahankan dengan adanya absorpsi asam lemak dan amonia. Saliva yang
masuk kedalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan
pH pada 6,8. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar ion HCO3- dan PO43- (Arora,
1989).
Gambar 1. Rumen sapi
Sumber : Commons.wikimedia.org, 2013
Rumen merupakan salah satu limbah rumah pemotongan hewan yang
belum dimanfaatkan secara optimal bahkan ada yang dibuang begitu saja sehingga
5
6
menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah ini sangat potensial bila
dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak karena rumen merupakan bahan pakan
yang belum tercerna sempurna. Selain itu, rumen sapi kaya akan berbagai
komposisi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel. I berikut.
Tabel. 1 Kandungan Cairan Rumen (Suhermiyati. 1984)
Kandungan
Persentase (%)
Air
8,8
Protein kasar
9,63
Lemak
1,81
Serat kasar
24,60
Berat Ekstrak Tanpa Nitrogen
38,40
Abu
16,76
Kalsium
1,22
Posfor
0,29
Cairan rumen sapi, selain mengandung mikroba dan enzim-enzim yang
disekresikan oleh mikroba tersebut, juga mengandung zat-zat makanan hasil
perombakan mikroba, serta vitamin-vitamin dan mineral-mineral yang larut dalam
cairan rumen. Zat-zat makanan tersebut kaya akan protein dan asam amino.
Komposisi asam amino, mineral dan vitamin dalam endapan cairan rumen seperti
halnya enzim-enzim, juga tergantung dari perlakuan pakan yang diberikan
(Budiansyah, dkk. 2011).
Dalam rumen terdapat empat jenis mikroorganisme, yaitu bakteri,
protozoa, fungi dan flagellata. Dari keempat mikroorganisme tersebut bakteri
mempunyai jenis dan populasi yang paling tinggi. Cacahan sel per gram isi rumen
dapat mencapai 1010-1011 (McDonald, dkk. 2002). Mikroba rumen menghasilkan
produk fermentasi berupa Volatil Fatty Acid (asam asetat, asam propionat, asam
butirat), CO2, CH4, dan NH3. Zat makanan yang didegradasi adalah karbohidrat,
7
lemak dan protein. Interaksi yang terjadi antar mikroba rumen adalah simbiosis
mutualisme. Bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menjadikan
ruminansia mampu mencerna serat (Hobson dan Stewart, 1992).
B. Kitin
Kitin adalah suatu polisakarida, polimer linier yang tersusun oleh
monomer β-1,4-N-asetil-D-glukosamin (GlcNAc). Kelimpahan kitin di alam
menempati urutan terbesar kedua setelah selulosa dan terdistribusi luas di
lingkungan biosfer seperti pada kulit crustaceae (kepiting, udang dan lobster),
ubur-ubur, komponen struktural eksoskeleton insekta, dinding sel fungi (22-40%),
alga dan nematoda. Kitin mempunyai rumus kimia (C8H13NO5)n dengan struktur
β-(1,4)-2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa didapat dari isolasi kulit dan kepala
hewan berkulit keras (Crustacea), serangga dan jamur dengan cara deproteinasi
dan demineralisasi (Windholz, 1983). Kitin memiliki ukuran molekul yang relatif
besar dan kelarutan rendah, sulit diserap tubuh manusia, sehingga aplikasinya
sangat terbatas dan menjadi sumber utama pencemaran senyawa organik (Haliza.,
W, dkk. 2012).
Kitin dan turunannya banyak diaplikasikan pada beberapa industri antara
lain industri pangan, farmasi, kosmetik, tekstil dan dapat digunakan sebagai bahan
tambahan atau pengawet alami pada makanan. Kitin juga digunakan sebagai
antikoagulasi darah, mempercepat penyembuhan luka, dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan fungi sehingga banyak dimanfaatkan sebagai
antimikroba (Apriani, 2008).
8
Gambar 2. Struktur Kitin
Sumber : (Cahyani, 2013)
Menurut Muzarelli (1977) proses isolasi kitin secara kimiawi melibatkan
proses pemisahan mineral (demineralisasi), pemisahan protein (deproteinisasi)
dan penghilangan warna (dekolorisasi). Ikatan antara kitin dengan protein dalam
bahan adalah ikatan hidrogen antara gugus karboksil dari protein dengan amino
pada glukosamin. Larutan NaOH akan memecahkan ikatan hidrogen tersebut dan
menghasilkan Na-proteinat yang larut. Kitin dikelilingi oleh matriks protein
(Zikakis, 1984).
C. Mikroorganisme kitinolitik
Bakteri penghasil enzim kitinolitik banyak berada pada habitat yang
memiliki kandungan kitin, seperti kompos yang mengandung kitin (Sakai,
dkk.1998), eksoskeleton crustacea (Vogan, dkk. 2002), air laut, sedimen laut dan
tanah (Chemin, dkk. 1995). Pada tahun 1992, Liaw dan Mah menyatakan bahwa
bakteri kitinolitik umumnya merupakan bakteri halofilik karena banyak dijumpai
pada air, sedimen laut dan crustacea yang hidup pada lingkungan berkadar garam
tinggi.
Mikroorganisme
kitinolitik
adalah
mikroorganisme
yang
dapat
mendegradasi kitin dengan menggunakan enzim kitinase. Mikroorganisme ini
9
dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti rizosphere, phyllosphere, tanah atau
dari lingkungan air seperti laut, danau, kolam atau limbah udang dan sebagainya.
Selain lingkungan mesofil, mikroorganisme kitinolitik juga telah berhasil diisolasi
dari lingkungan termofilik seperti sumber air panas, daerah geotermal dan lainlain.
Mikroorganisme
kitinolitik
dapat
diseleksi
keberadaannya
dengan
mendegradasi media agar kitin yang dapat dideteksi dengan adanya zona bening
disekitar koloni bakteri (Herdyastuti ,dkk. 2009).
D. Kitinase
Kitinase
adalah
enzim
yang
mendegradasi
kitin
menjadi
N-
asetilglukosamin, Degradasi kitin dapat dilakukan oleh organisme kitinolitik
dengan melibatkan enzim kitinase. Organisme pendegradasi kitin umumnya
berasal dari kelompok mikroorganisme diantaranya adalah dari kelompok bakteri.
Enzim kitinase yang dihasilkan oleh mikroorganisme kitinolitik mempunyai
potensi tinggi untuk mendegradasi limbah yang mengandung kitin, karena dengan
adanya enzim kitinase memungkinkan konversi kitin yang melimpah menjadi
produk yang berguna (Muharni, 2010).
Enzim kitinolitik juga berperan sebagai agen biokontrol terhadap jamur.
Hal ini dikarenakan kitin yang merupakan komponen utama dinding sel jamur
dapat didegradasi enzim kitinase menghasilkan produk yang ramah lingkungan
dibandingkan penggunaan zat kimia juga sebagai agen biokontrol terhadap
serangga patogen pada tumbuhan, biopestisida, terlibat dalam pembuatan protein
sel tunggal dan berperan sebagai obat terhadap penyakit parasit (Apriani, 2008).
10
Produksi enzim kitinolitik banyak dilakukan dengan memanfaatkan
bakteri kitinolitik karena medium pemeliharaan tidak mahal, sehingga dapat
mengurangi biaya produksi enzim (Saules, dkk. 2006). Sama seperti enzim pada
umumnya, aktivitas enzim kitinolitik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti pH, dan suhu, serta oleh faktor kimiawi tertentu secara khusus dapat
mempengaruhi enzim tersebut (Campbell, dkk. 2002). pH optimum enzim
kitinolitik berbeda bagi setiap organism. pH optimum enzim kitinolitik pada
tumbuhan tingkat tinggi dan alga adalah 4-9, pada hewan 4,8-7,5 dan pada
mikroorganisme 3,5-8. Stabilitas enzim kitinolitik terhadap suhu juga bervariasi
untuk setiap organisme (Koga, dkk. 1999).
E. Identifikasi Mikroorganisme
1. Morfologi koloni Bakteri (Makroskopis)
Identifikasi bakteri yang tumbuh pada media kultur dimulai dengan
mengamati karakteristik koloni bakteri. Hal ini penting dikarenakan, dari
karakteristik koloni tersebut kita bisa menentukan prosedur atau pemeriksaan
selanjutnya untuk identifikasi bakteri
yang pasti. Identifikasi terhadap
karakteristik koloni bakteri dilakukan secara visual langsung terhadap
pertumbuhan bakteri pada permukaan agar. Beberapa hal yang biasa dijadikan
sebagai acuan untuk menentukan karakteristik sebuah koloni bakteri, yaitu:
 Ukuran (biasanya dalam milimeter atau ukuran relatif seperti kecil, sedang,
besar)
 Warna/pigmentasi
 Bentuk (sirkuler, filamentosa, irreguler)
11
 Elevasi (datar, meninggi, konveks, umbilikasi)
 Batas (tegas, irreguler)
 Densitas (opak, translusen, transparan)
 Perubahan pada media (misalnya perubahan pH indikator) (Lay,1994)
Gambar 3. Gambaran morfologi koloni bakteri
Sumber : Microbiology 101 Laboratory Manual, 2012
2. Morfologi Sel Bakteri (Mikroskopis)
Pengamatan morfologi sel bakteri secara mikroskopis dilakukan dengan
bantuan pewarnaan yaitu pewarnaan Gram. Uji pewarnaan Gram termasuk dalam
pewarnaan differensial yang membutuhkan paling sedikit tiga reagen kimia yang
digunakan secara berurutan pada ulasan yang difiksasi menggunakan panas.
Pewarnaan bertujuan untuk membedakan bakteri ke dalam kelompok Gram
negatif dan Gram positif. Berdasarkan bentuk dan efek pewarnaan Gram, bakteri
dikelompokkan menjadi kokus Gram-positif, kokus Gram-negatif, batang Grampositif dan batang Gram-negatif. Morfologi sel bakteri secara mikroskopis dapat
membantu untuk identifikasi bakteri. Perbedaan bakteri Gram positif dan Gram
negatif dapat dilihat pada Tabel 2.
12
Tabel 2. Perbedaan Gram Positif dan Gram Negatif
Perbedaan relatif
Ciri
Gram Positif
Gram negatif
Struktur dinding sel
Tebal (15-80 nm) berlapis Tipis (10-15 nm)
tunggal (mono)
Berlapis tiga (multi)
Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah Kandungan lipid tinggi
(1-4%)
(11-25%)
Peptidoglikan ada sebagai Peptidoglikan
ada
lapisan
tunggal; didalam lapisan kaku
komponen
utama sebelah dalam; jumlahnya
merupakan lebih dari 50% sedikit, sekitar 10% berat
berat kering pada sel kering
bakteri
Asam tekonat
Tidak ada asam tekonat
Kerentanan terhadap Lebih rentan
Kurang rentan
penisilin
Pertumbuhan dihambat Pertumbuhan
dihambat Pertumbuhan tidak begitu
oleh zat-zat warna dengan nyata
dihambat
dasar
Persyaratan nutrisi
Relatif rumit pada banyak Relatif sederhana
spesies
Resistensi
terhadap Lebih resisten
Kurang resisten
gangguan fisik
Sumber : Pelczar, 1988
3. Uji Biokimia
Penentuan karakteristik kultural dari mikroorganisme dilakukan dengan uji
biokimia terhadap metabolisme bakteri. Hal ini dilakukan untuk membantu dalam
mengidentifikasi
dan
mengklasifikasikan
organisme
dalam
kelompok
taksonominya. Prinsip uji biokimia adalah bila mikroorganisme ditumbuhkan
dalam beberapa jenis media, maka mikroorganisme tersebut akan menunjukkan
suatu perbedaan secara makroskopik dalam pertumbuhannya. Perbedaan inilah
yang dengan karakteristik kultural. Data yang diperoleh digunakan sebagai dasar
pengelompokan mikroorganisme dalam taksonominya masing-masing.
Karakteristik kultural ditentukan dengan mengkulturasi mikroorganisme
pada media diferensial, yaitu media yang digunakan untuk membedakan secara
13
morfologi dan biokimia kelompok organisme. Media ini mengandung senyawa
kimia yang jika mikroorganisme diinokulasi atau inkubasi maka akan
menghasilkan perubahan pada penampakan pertumbuhannya atau media yang
mengelilingi koloni menunjukkan perbedaan (Cappucino, 1983). Uji karakterisasi
yang digunakan antara lain : uji fermentasi karbohidrat, uji hidrogen sulfida, uji
katalase, uji simmon sitrat dan uji methyl red adalah sebagai berikut :
a. Uji fermentasi karbohidrat bertujuan menentukan kemampuan mikroorganisme
mendegradasi
dan
memfermentasikan
karbohidrat
yang
diikuti
oleh
pembentukan gas atau asam atau keduanya.
b. Uji
hidrogen
sulfida
merupakan
uji
untuk
mengetahui kemampuan
mikroorganisme dalam menghasilkan hidrogen sulfida dari senyawa seperti
asam amino yang mengandung sulfur atau senyawa sulfur anorganik.
c. Uji katalase merupakan uji untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam
mendegradasi hidrogen peroksida dengan menghasilkan enzim katalase.
d. Methyl red adalah indikator pH antara 6,0 (berwarna kuning) sampai 4,4
(berwarna merah). Tes ini merupakan tes kuantitatif untuk bakteri yang
menghasilkan asam. Bakteri yang mampu menghasilkan asam kuat (laktat,
asetat, formik) dari glukosa melalui jalur fermentasi asam dapat dideteksi
dengan uji methyl red. Bakteri yang mempertahankan pH asam dalam jangka
waktu yang lama (inkubasi 48-72 jam) yang dikatakan tes methyl red-nya
positif (Lay, 1994).
e. Uji Sitrat digunakan untuk melihat kemampuan mikroorganisme menggunakan
sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Bila mikroorganisme
14
mampu menggunakan sitrat, maka asam akan dihilangkan dari medium biakan,
sehingga menyebabkan peningkatan pH dan mengubah warna medium dari
hijau menjadi biru.
F. Kondisi Produksi Enzim
Produksi enzim memerlukan optimasi kondisi dalam labu erlenmeyer,
yaitu pH, suhu dan konsentrasi subsrat. Lloyd dan Nelson (1984) menyatakan
bahwa aktivitas optimum enzim berkisar pada pH pertumbuhan mikrooganisme
penghasil enzim tersebut, sehingga pH optimum aktivitas enzim ini berbeda-beda
tergantung mikroorganisme penghasil enzimnya.
Asidofilik
1
2
3
Alkalifilik
Neutrofilik
4
5
6
7
8
9
10
11
12
pH
Gambar 4. Pengaruh pH terhadap pertumbuhan Mikroba
Sumber : Benefield dan Randall (1980) dalam Jujubandung
Suhu
berpengaruh
langsung
terhadap
kecepatan
pertumbuhan
mikroorganisme, kecepatan sintesis enzim dan kecepatan inaktivasi enzim. Suhu
yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan proses pengeringan protein sehingga
dapat mengakibatkan kematian sel. Sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat
mengakibatkan aktivitas enzim berkurang dan pertumbuhan mikroorganisme
terganggu (Gambar 5).
15
Tipe Psikrofilik
(Flavobacterium)
0
10
20
Tipe Termofilik
(Thermos)
Tipe Mesofilik
(Eschercia)
30 40
50 60
70 80
Termofilik ekstrim
(Thermococcus)
90
100
Temperatur (°C)
Gambar 5. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan Mikroba
Sumber : Benefield dan Randall (1980) dalam Jujubandung
Aerasi berfungsi untuk mempertahankan kondisi aerobik untuk desorpsi
CO2, mengatur temperatur subsrat dan mengatur kadar air. Aerasi juga membantu
menghilangkan sebagian panas yang dihasilkan sehingga temperatur dapat
dipertahankan pada temperatur optimal untuk produksi enzim. Tingkat aerasi
dipengaruhi oleh sifat mikroorganisme. Tingkat O2 yang dibutuhkan untuk
sintesis produk, jumlah panas metabolik yang harus dihilangkan dari bahan yang
mudah menguap harus dihilangkan dan tingkat ruang udara yang tersedia didalam
subsrat (Richana, 2000).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan
April 2016 bertempat di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo Kendari.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik (Acis),
autoklaf (Wiseclave), Spektrofotometer UV-Vis, waterbath (HWS24), lemari
pendingin (SHARP), pipet mikro (DRAGON ONEMED), mistar, spidol, tabung
eppendorf, jarum ose, tip, cawan petri (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), gelas kimia
(Pyrex), labu takar (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), corong (Pyrex), batang L,
spatula, dan pipet ukur, batang pengaduk, hot plate, Oven (Memmert), Filler,
termometer, termos air panas (Lion Star).
2. Bahan
Bahan yang digunakan yaitu: cairan rumen sapi dari Tempat Pemotongan
Sapi (TPH), spritus, Alkohol 96%, Medium LB (Luria Bertani) (Pepton 0,4%,
Yeast Extract 0,25%, NaCl 0,5%, MgSO40,3%, Akuades, MgSO4.7H2O), Medium
NA (Nutrien Agar), Reagen pewarnaan Gram (kristal violet, aquades, yodium,
etanol, safranin), kaldu karbohidrat (glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa, manitol,
BTB (Brom Timol Blue), kaldu methyl red-Voges Proskauer (MR-VP) (Pepton
0,7% (b/v), dekstrosa 0,5% (b/v), dan KH2PO4 0,5% (b/v)), media SIM (pepton 30
16
17
g/L, beef extract 3 g/L, ferro ammonium sulfat 0,2 g/L, natrium tiosulfat 0,025
g/L, dan agar 3 g/L), Kitin (kulit udang, NaOH 3,5 %, aseton teknis 360 mL,
akuades, HCl), Medium koloidal kitin (HCl pekat, NaOH 12 N) dan medium kitin
(koloidal kitin, K2HPO4, MgSO4.7H2O, NaCl , (NH4)2SO4, yeast extract dan
agar), kasa, kapas steril, alumunium foil, kertas saring, kertas pH dan tisu.
C. Metode Penelitian
1. Pengambilan dan Preparasi Sampel Rumen Sapi
Sampel diambil dari Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Anggoeya Kota
Kendari dengan menggunakan botol steril. Semua sampel disegarkan dalam media
cair LB (Luria Broth), kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 30°C.
(Rahayu, S. 2003).
2. Proses Isolasi Kitin
Proses isolasi kitin dilakukan sesuai metoda Hang (Fahmi, 1997). Isolasi
kitin dari kulit udang meliputi tahap deproteinisasi, demineralisasi dan
dekolorisasi.
a. Deproteinasi
Kulit udang yang telah dibersihkan dan dikeringkan, diperkecil ukurannya
kemudian ditimbang sebanyak 42 gram. Setelah itu, kulit udang dipanaskan
hingga suhu diatas 100ºC menggunakan pelarut NaOH 3,5% dengan
perbandingan 1:10 (b/v) yaitu sebanyak 420 mL yang dilengkapi dengan
pengaduk, termometer dan diletakkan diatas penangas air. Pemanasan ini
bertujuan untuk proses penghilangan kalsium karbonat yang berlangsung selama 3
17
18
jam dengan pengadukan terus-menerus. Kemudian dicuci beberapa kali dengan air
bersih sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu 50ºC selama 12 jam.
b. Demineralisasi
Kitin kasar hasil deproteinasi sebanyak 24 gram dimasukkan dalam gelas
kimia 1000 mL. Kemudian sempel ditambahkan HCl sebanyak 360 mL dengan
perbandingan 1:15 (b/v) kemudian dilakukan pengadukan tanpa proses pemanasan
selama 1 jam. Setelah itu, dilakukan penyaringan sehingga diperoleh residu dan
filtrat. Terjadinya pemisahan mineral ditunjukkan dengan terbentuknya gas CO2
yang berupa gelembung-gelembung udara pada saat larutan HCl ditambah ke
dalam sampel. Residunya dicuci dengan akuades sampai pH netral yang diukur
dengan indikator universal. Kemudian residu dikeringkan dalam oven pada suhu
60oC selama 24 jam, sehingga diperoleh kitin kering.
c. Dekolorisasi
Kitin yang telah didemineralisasi kemudian didekolorisasi dengan cara
merendamnya dengan larutan aseton teknis sebanyak 360 mL atau sampai seluruh
kitin telah terendam. Proses perendaman berlangsung selama 7 jam. Setelah
proses perendaman, kitin tersebut terlebih dahulu dicuci dengan air mengalir
sampai sisa asetonnya hilang lalu dicuci dengan akuades hingga pH netral.
Kemudian dikeringkan diudara terbuka.
3. Pembuatan Koloidal Kitin
Koloidal kitin dibuat dengan melarutkan 10 gram bubuk kitin dalam 150
mL HCl pekat, lalu diaduk selama 1 jam. Kemudian ditambahkan akuades
sebanyak 800 mL, larutan kemudian disaring untuk diambil residunya. Kemudian
19
residu dicuci dengan akuades sampai pH koloid kitin menjadi 3 (Hsu dan
Lockwood,1975).
4. Pembuatan Medium Kitin
Medium kitin yang dimodifikasi yaitu dengan mencampurkan koloidal
kitin 2 gram, K2HPO4 0,1 g, MgSO4.7H2O 0,01 g, NaCl 3 g, (NH4)2SO4 0,7 g,
yeast extract 0,05 g dan agar 2 g dalam 100 mL akuades, larutan kemudian
dihomogenkan dengan magnetic stirrer dan dipanaskan hingga larut kemudian
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Medium yang telah
steril tersebut kemudian dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan hingga
mengeras (Park, dkk. 2000).
5. Isolasi Bakteri Kitinolitik
Sebanyak 30 mL medium Luria Bertani yang telah disiapkan kemudian
disebar pada media pada medium kitin. Isolasi bakteri dilakukan dengan
menggunakan media yang mengandung koloidal kitin yaitu 1%; yeast extract
0,2% (b/v); bacto pepton 0,5% (b/v); MgSO4.7H2O 0,05% (b/v); NaCl 0,5% (b/v);
CaCl 0,015% (b/v); H3BO3 0,015% (b/v); Na2MoO4.2H2O 0,015% (b/v) dan
bubuk agar-agar sebanyak 3% (b/v) (Yuneta dan Putra, 2010). Sampel diambil
sebanyak 0,2 mL dan disebarkan diatas padatan agar untuk menumbuhkan bakteri.
Isolat diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30ºC.
20
6. Karakterisasi Bakteri Kitinolitik
a.
Identifikasi Isolat Terpilih
1. Morfologi bakteri
Pengamatan morfologi bakteri dilakukan dengan metode seri pengenceran
(Platting method) yang dilakukan dengan mengambil sebanyak 1 mL sampel
dimasukkan kedalam Erlenmeyer yang berisi 9 mL larutan fisiologis sehingga
didapat pengenceran 10-1, untuk mendapatkan pengenceran 10-2 dilakukan dengan
mengambil 1 mL dari pengenceran 10-1 dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
berisi 9 mL larutan fisiologis, demikian seterusnya sampai dibuat pengenceran 106
. Masing-masing seri pengenceran diambil 0,1 mL disebar kedalam cawan petri
yang telah berisi media padat. Selanjutnya diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu
optimum. Koloni yang tumbuh diamati secara makroskopis meliputi bentuk,
ukuran, tekstur dan warna. Berdasarkan koloni lalu dilakukan tahap pemurnian
sehingga akan diperoleh sejumlah isolat (Darmayasa, 2008).
2. Pewarnaan Gram
Kaca penutup dan kaca obyek dibersihkan dengan alkohol 96% hingga
bebas lemak, kemudian dilewatkan di atas nyala lampu spritus. Diambil secara
aseptik sebanyak satu ose isolat bakteri dan diletakkan pada kaca obyek seluas ± 1
cm2 kemudian dilakukan fiksasi di atas nyala lampu spritus. Diteteskan zat warna
dasar (kristal violet) sebanyak 2 tetes dan didiamkan selama 1 menit. Setelah itu
dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan. Apusan kemudian ditetesi dengan
larutan lugol iodine dan didiamkan selama 1 menit. Setelah kering, dicuci dengan
larutan peluntur (alkohol 96%) selama ± 30 detik. Selanjutnya dicuci dengan air
21
mengalir
lalu
dikeringkan.
Setelah
kering
diberi
larutan
zat
warna
pembanding/penutup (safranin) selama 2 menit dan dicuci dengan air mengalir
lalu dikeringkan. Setelah itu diamati dengan mikroskop, bakteri Gram positif
tampak berwarna biru keunguan sedangkan Gram negatif berwarna merah (Lay,
1994).
b. Uji Biokimia
1.
Uji Fermentasi Karbohidrat
Uji fermentasi karbohidrat dapat dilakukan dengan menyiapkan kaldu
karbohidrat 1% yaitu glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa, dan manitol. Kaldu
karbohidrat yang mengandung BTB (Brom Timol Blue) dimasukkan dalam tabung
reaksi. Biakan bakteri dinokulasi pada media salanjutnya diinkubasi pada suhu
30ºC selama 24 jam. Uji positif, bila terjadi pembentukan asam (kaldu berubah
menjadi warna kuning) (Lay, 1994).
2.
Uji Methyl Red- Voges Proskauer (MR-VP)
Uji metil red dapat dilakukan dengan menyiapkan kaldu methyl red-Voges
Proskauer (MR-VP) (Pepton 0,7% (b/v), dekstrosa 0,5% (b/v), dan KH2PO4 0,5%
(b/v)). Biakan bakteri kemudian diinokulasikan kedalam kaldu MR-VP dan
diinkubasi pada suhu 30ºC selama 48 jam atau pada suhu optimum selama 72 jam.
Hari berikutnya ditambahkan reagen methyl red. Hasil uji positif bila berwarna
merah, dan jika warna kaldu berwarna kuning maka hasil uji negatif (Lay, 1994).
3.
Uji Sitrat
Biakan diinokulasi pada media Simmon sitrat agar ((NH4)2PO4 0,1% (b/v),
KH2PO4 0,1% (b/v), NaCl 0,5% (b/v), Na-Sitrat 0,2% (b/v), MgSO4 0,02% (b/v),
22
BTB 0,08% (b/v), Agar 3% (b/v)) dengan inokulum yang tipis, kemudian
diinkubasi pada suhu 30ºC selama 48 jam. Jika terjadi perubahan warna hijau
menjadi biru menunjukan hasil uji positif (Lay,1994).
4.
Uji Katalase
Biakan ditumbuhkan pada media Nutrien Agar (NA) dengan cara
ditotolkan dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30ºC kemudian ditambahkan
reagen H2O2 3%. Uji positif ditandai dengan pembentukan gelembung udara pada
biakan dan disekitarnya (Lay, 1994).
5.
Uji Hidrogen Sulfida (H2S)
Uji produksi H2S dilakukan dengan menginokulasi biakan bakteri ke
media SIM (Sulfide Indole Motil) (pepton 30 g/L, beef extract 3 g/l, ferro
ammonium sulfat 0,2 g/L, natrium tiosulfat 0,025 g/L, dan agar 3 g/L) selama 2448 jam pada suhu 30ºC. Uji positif dengan terbentuknya endapan hitam
(Lay,1994).
7. Optimasi Kondisi Produksi Enzim
a. Penentuan Substrat Optimum untuk Produksi Enzim Kitinase
Penentuan substrat optimum untuk produksi enzim kitinase dilakukan
dengan menumbuhkan bakteri sebanyak 0,5 mL pada mdia LB mengandung kitin
dari limbah cairan rumen sapi 0,02-0,14% dengan interval konsentrasi 2%,
kemudian biakan diinkubasi pada suhu 30ºC selama 24 jam. Aktivitas enzim
kitinase diukur dengan menggunakan panjang gelombang 584 nm.
23
b. Penentuan Suhu Optimum untuk Produksi Enzim Kitinase
Suhu optimum untuk produksi enzim kitinase, dilakukan dengan
menumbuhkan isolat bakteri pada media cair LB yang mengandung substrat
optimum yang telah didapatkan untuk produksi enzim kitinase dengan variasi
suhu 30ºC, 40ºC, 50ºC dan 60ºC selama 24 jam. Aktivitas enzim kitinase diukur
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 584 nm dengan
menggunakan larutan standar N-asetilglukosamin.
c. Penentuan pH Optimum untuk Produksi Enzim Kitinase
pH
optimum
untuk
produksi
enzim
kitinase
dilakukan
dengan
menumbuhkan isolate bakteri sebanyak 0,5 mL pada media cair LB yang
mengandung substrat optimum yang didapatkan dari hasil optimasi produksi
enzim, dengan variasi pH 3, 4, 5, 6 dan 7, selanjutnya diinkubasi pada suhu
optimum yang didapatkan dari hasil optimasi produksi enzim selama 24 jam.
Aktivitas enzim kitinase diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 584 nm dengan menggunakan larutan standar N-asetilglukosamin.
8. Pengukuran Aktivitas Enzim
Aktivitas enzim kitinase ditentukan berdasarkan jumlah N-asetil-Dglukosamin yang dibebaskan hidrolisa substrat koloidal kitin. Senyawa N-asetilD-glukosamin diukur dengan metode Schales (Imoto dan Yagashita,1971)yang
dimodifikasi. Satu unit aktivitas dinyatakan sebagai jumlah N-asetil-Dglukosamin (Mmol) yang terbentuk permenit.
Aktivitas enzim kitinase menggunakan 200 µL substrat kitin 0,3 %, 200
µL buffer pH 7 dan 200 µL ekstrak kasar enzim yang diinkubasi selama 30 menit
24
pada suhu 40ºC. Campuran tersebut kemudian diinkubasi dengan kecepatan 9000
rpm selama 4 menit. Selanjutnya 500 µL filtrat yang dihasilkan ditambahkan 500
µL akuades dan di tambahkan 1 mL pereaksi Schales, dipanaskan selama 10
menit untuk menghentikan aktivitas enzim
dan setelah dingin diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 584 nm. N-asetilglukosamin sebagai
kurva standar.
9. Analisis Data
a. Penentuan Indeks Kitinolitik
Penentuan indeks kitinolitik (IK) dilakukan dengan cara mengukur
diameter zona bening yang terbentuk disekitar koloni bakteri, kemudian dibagi
dengan diameter koloni yang tumbuh (Tresnawati, dkk., 2006).
Indeks Kitinolitik = Diameter Zona Bening - Diameter Koloni
Diameter Koloni
b. Penentuan Aktivitas Kitinase
Aktivitas enzim Kitinase dihitung berdasarkan data kadar N-asetil
glukosamin relatif sebagai mg N-asetil glukosamin yang dihasilkan per mL filtrat
enzim dengan menggunakan rumus :
A = [ N - Asetilglukosamin]
BM.N - Asetilglukosamin
dimana, A
[N-asetilglukosamin]
= Aktivitas enzim kitinase (Unit/mL)
= Kadar N-asetil glukosamin hasil hidrolisis
(mg/L)
BM N-asetilglukosamin = Berat molekul N-asetil glukosamin (g/mol)
t
= Waktu inkubasi (menit)
25
Satu unit aktivitas kitinase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang
diperlukan untuk melepas 1 µmol N-asetil glukosamin/menit. Penentuan kadar Nasetil glukosamin hasil hidrolisis oleh enzim kitinase didasarkan pada kurva
larutan standar N-asetil glukosamin. Larutan standar N-asetil glukosamin dibuat
pada kisaran konsentrasi N-asetil glukosamin 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5 dan 15 dan
diukur serapannya setelah penambahan pereaksi Schales secara spektrofotometer
pada panjang gelombang 584 nm (Richana, 2002).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengambilan Sampel Cairan Rumen Sapi
Pengambilan sampel limbah cair rumen sapi dilakukan di Tempat
Pemotongan Hewan (TPH) Anggoeya, Kendari Sulawesi Tenggara. Kondisi
rumen sapi pada tempat pengambilan sampel mempunyai pH 7 dan suhu 30˚C.
Kondisi fisik sampel dapat dilihat pada Gambar. 6.
Gambar 6. Kondisi Fisik Rumen Sapi
(Koleksi Pribadi, 2015)
B. Isolasi dan Seleksi Bakteri Kitinolitik
Tahap isolasi dan seleksi bakteri dilakukan untuk memperoleh spesies
bakteri dalam bentuk yang terpisah. Koloni terpisah yang dihasilkan kemudian
ditumbuhkan pada media pertumbuhan yang mengandung koloidal kitin sehingga
diperoleh bakteri yang dapat tumbuh pada konsentrasi tertentu.
Komposisi media pertumbuhan bakteri yaitu pepton dan yeast extract yang
berfungsi sebagai sumber asam amino, nukleotida, vitamin dan juga sumber
karbon. Mineral yang harus ada dalam media pertumbuhan yaitu NaCl yang
berfungsi sebagai sumber natrium, MgSO4.7H2O sebagai kofaktor enzim, CaCl2
26
27
sebagai sumber kalsium, agar sebagai agen pemadat, penambahan koloidal
kitin dalam media berfungsi sebagai substrat untuk enzim kitinase.
Hasil isolasi dan seleksi bakteri pada media kitin diketahui adanya bakteri
yang tumbuh dengan tingkat pertumbuhan bakteri yang ditunjukkan dengan
indeks kitinolitik yang berbeda-beda jumlahnya (Tabel 3). Hal ini disebabkan
karena perbedaan tingkat adaptasi bakteri dengan medium atau lingkungan
hidupnya. Pada media padat selektif diketahui bahwa bakteri berpotensi sebagai
penghasil kitinase dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni. Semakin
banyak enzim yang dihasilkan maka zona bening juga akan semakin luas karena
kitin yang terdegradasi semakin banyak (Margareta, 2003).
Tabel 3. Indeks Kitinolitik Bakteri
Variasi
Indeks Kitinolitik
A1
5,19
A2
4,39
A3
7,59
Hasil seleksi terhadap kemampuan bakteri pada media yang mengandung
substrat koloidal kitin diperoleh bakteri yang memiliki kemampuan mendegradasi
kitin dengan baik. Koloidal kitin merupakan penginduksi yang efektif karena
koloidal kitin adalah modifikasi kitin yang bersifat amorf dengan kerapatan
polimer yang rendah sehingga lebih mudah dihidrolisis oleh enzim.
Bakteri yang memiliki aktivitas kitinase ditunjukkan dengan adanya zona
bening di sekitar koloni. Isolat bakteri yang dihasilkan dari limbah cair rumen sapi
menunjukkan zona bening. Zona bening terbentuk akibat enzim kitinase yang
dibebaskan keluar sel bakteri untuk memecah makromolekul kitin menjadi
28
molekul kitin yang lebih kecil, sehingga bakteri dapat mengambil nutrisi dalam
bentuk molekul-molekul kecil.
Hasil penelitian menunjukkan isolat A3 mempunyai indeks kitinolitik
yang besar. Indeks kitinolitik menunjukkan kemampuan degradasi mikroba
terhadap kitin. Semakin banyak enzim yang dihasilkan maka zona bening juga
akan semakin luas karena kitin yang terdegradasi semakin banyak. Bakteri yang
dihasilkan
yang
memiliki
indeks
kitinolitik
terbesar
yang
selanjutya
dikarakterisasi dan diidentifikasi.
C. Karakterisasi dan Identifikasi Isolat
Identifikasi isolat bakteri dilakukan untuk mengetahui ciri morfologis dan
karakteristik biokimia. Secara morfologis, biakan maupun sel bakteri yang
berbeda dapat tampak serupa oleh karena itu ciri fisiologi dan biokimia
merupakan kriteria yang penting di dalam identifikasi spesimen yang tidak
dikenal.
Uji fisiologi biasanya identik dengan uji biokimia. Uji-uji biokimia yang
biasanya dipakai dalam kegiatan identifikasi bakteri atau mikroorganisme antara
lain uji katalase, uji methyl red, uji hidrogen sulfida, uji sitrat, dan uji fermentasi
karbohidrat (Dwidjoseputro,1994).
Identifikasi isolat bakteri kitinolitik asal limbah cairan rumen sapi
dilakukan untuk mengetahui genus bakteri ini. Teknik pewarnaan Gram bertujuan
untuk membedakan permeabilitas dinding sel suatu bakteri. Kandungan
peptidoglikan dalam dinding sel bakteri merupakan salah satu indikator dalam
pewarnaan Gram. Bakteri Gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang
29
lebih tinggi dibandingkan bakteri Gram negatif. Pewarnaan bakteri Gram positif
akan menunjukkan warna biru, sedangkan pada Gram negatif menunjukkan warna
merah muda saat bakteri ditambahkan reagen pewarna (safranin, iodium dan
kristal ungu) (Beishir, 1991).
Identifikasi sifat isolat bakteri kitinolitik secara kualitatif dilakukan
dengan memfermentasi bakteri pada berbagai sumber nutrisi sebagai uji biokimia.
Tabel. 4 menunjukkan hasil uji biokimia terhadap bakteri kitinolitik yang
dihasilkan.
Tabel 4. Uji Biokimia pada Bakteri Kitinolitik
No.
Jenis Uji
Hasil Uji
1.
Fermentasi Karbohidrat
Positif
 Glukosa
Positif
 Maltosa
Positif
 Sukrosa
Positif
 Manitol
Positif
 Laktosa
2.
Uji Metil merah
Positif
3.
Uji sitrat
Positif
4.
Uji katalase
Negatif
5.
Uji hidrogen sulfida
Negatif
Uji fermentasi pada beberapa jenis karbohidrat (Glukosa, Maltosa,
Sukrosa, Manitol, Laktosa), menunjukkan semua hasil fermentasi berupa asam.
Hal ini ditandai dengan hasil uji yang positif yaitu warna media karbohidrat yang
semula kuning berubah menjadi merah. Indikator yang digunakan untuk
mendeteksi penurunan pH pada media adalah larutan methyl red. Hasil ini sejalan
dengan hasil uji metil merah yang menunjukkan adanya perubahan pH menjadi
asam, yaitu warna hasil fermentasi menjadi merah (Lay, 1994). Pada penelitian ini
hasil uji fermentasi pada beberapa jenis karbohidrat menunjukkan hasil positif
dengan berubahnya warna media yang semula kuning menjadi merah.
30
Uji sitrat dilakukan untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri kitinolitik
menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Pada
pengujian ini digunakan media agar yang mengandung Na sitrat (sumber karbon),
NH4+ (sumber N) dan brom thymol blue (indikator pH). Bila mikroorganisme
mampu menggunakan sitrat, maka terjadi peningkatan pH dan mengubah warna
media menjadi biru (Lay, 1994). Bakteri kitinolitik yang diisolasi dari rumen sapi
memiliki kemampuan dalam menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber
karbon, hal ini menunjukkan bahwa bakteri kitinolitik yang diperoleh positif uji
sitrat.
H2S diproduksi oleh beberapa jenis mikroorganisme melalui pemecahan
asam amino yang mengandung unsur belerang (S). Adanya H2S dapat diamati
dengan menambahkan garam logam berat ke dalam media. Hasil positif apabila
H2S menghidrolisis logam berat yang ditandai dengan terbentuknya logam sulfit
yang berwarna hitam. Hasil negatif apabila mikroorganisme tidak memiliki
kemampuan untuk menghidrolisis logam berat yang terkandung dalam media.
Hasil yang diperoleh menunjukkan uji H2S bakteri kitinolitik ialah negatif. Pada
penelitian ini, bakteri kitinolitik yang dihasilkan menunjukkan hasil yang negatif.
Katalase
merupakan
salah
satu
enzim
yang
digunakan
oleh
mikroorganisme untuk menguraikan hidrogen peroksida. Pada uji katalase yang
dilakukan tidak terbentuk gelembung gas disekitar koloni ketika ditambahkan
H2O2. Penentuan adanya katalase diuji dengan larutan H2O2 3%, dimana terbentuk
gelembung udara yang merupakan gas O2 di sekitar koloni jika uji yang dilakukan
31
memberikan hasil positif (Lay, 1994). Penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri
kitinolitik yang dihasilkan negatif uji katalase.
H2O2
H2O
Katalase
+
½ O2
Gelembung udara
Berdasarkan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, karakteristik
morfologi dan hasil uji biokimia isolat bakteri kitinolitik menunjukkan ciri-ciri
dari genus Lactobacillus murinus yang merupakan kelompok bacteria. Genus
Lactobacillus murinus umumnya memiliki bentuk sel batang (basil) dalam bentuk
tunggal maupun berpasangan, hal ini sesuai dengan morfologi koloni bakteri yang
diperlihatkan pada Gambar 7. Taksonomi genus Lactobacillus murinus
berdasarkan Bergey’s Manual Trust (2002) yaitu :
Gambar 7. Morfologi Bakteri Kitinolitik
(Perbesaran 100 x 10)
Kingdom
Domain
Filum
Kelas
Order
Family
Genus
: Bacteria
: Firmicutes
: Bacilli
: Lactobacillales
: Lactobacillaceae
: Lactobacillus
: Lactobacillus murinus
32
Berdasarkan hasil identifikasi makroskopis menunjukkan bahwa bakteri
kitinolitik berbentuk bulat, berwarna putih, tepi koloni utuh dengan permukaan
koloni halus sedangkan hasil identifikasi secara mikroskopis dengan pewarnaan
Gram menunjukkan bahwa bakteri kitinolitik merupakan bakteri Gram negatif
berbentuk bacilli (batang).
D. Optimasi Kondisi Produksi
1. Penentuan Substrat Optimum untuk Produksi Enzim Kitinase
Substrat koloidal kitin merupakan penginduksi aktivitas kitinolitik yang
paling efektif karena koloidal kitin merupakan turunan kitin yang bersifat amorf
dengan kerapatan polimer lebih rendah sehingga lebih mudah dihidrolisis enzim
(Fawzya, dkk. 2004) dan lebih mudah tersebar merata dalam medium cair
(Muzzarelli, 1977). Konsentrasi substrat adalah faktor penentu untuk produksi
enzim. Pada penelitian ini telah dilakukan variasi konsentrasi substrat 0,02-0,14%
(b/v) untuk mengetahui konsentrasi yang tepat untuk produksi enzim kitinase.
Aktivitas kitinase meningkat pada media yang mengandung substrat
dengan konsentrasi 0,02% (b/v) sampai 0,08% (b/v) (Gambar 8). Aktivitas
tertinggi tercapai oleh adanya substrat kitin 0,08% (b/v) pada media, dengan
aktivitas enzim sebesar 0,277 U/mL. Pada konsentrasi substrat diatas 0,08% (b/v)
menyebabkan produksi enzim semakin menurun. Hal ini dikarenakan dalam suatu
reaksi enzimatik, enzim akan mengikat substrat membentuk kompleks enzimsubstrat, kemudian kompleks ini akan terurai menjadi enzim dan produk. Makin
banyak kompleks enzim substrat yang terbentuk, makin cepat reaksi berlangsung
sampai batas kejenuhan. Pada konsentrasi substrat melampaui batas kejenuhan
33
kecepatan reaksi akan konstan. Berdasarkan hasil tersebut maka kondisi produksi
enzim kitinase akan optimum dengan penambahan substrat koloidal kitin 0,08%.
Gambar 8. Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Produksi Enzim Kitinase
Konsentrasi substrat optimum dalam produksi enzim kitinase juga berbeda
untuk setiap jenis bakteri yang berbeda, seperti yang dilakukan oleh Wulandari
dan Herdyastuti (2013) yang menyatakan bahwa isolat kitinolitik LA 21 asal
tambak udang Lamongan memiliki aktivitas enzim maksimal 0,06%, sedangkan
Brzezinska dan Donderski pada tahun 2001 yang menunjukkan aktivitas kitinase
Aeromonas hydrophila tertinggi pada konsentrasi koloidal kitin 2%.
2. Penentuan Suhu Optimum untuk Produksi Enzim Kitinase
Suhu juga berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme, sintesis
enzim dan kecepatan inaktivasi enzim. Suhu yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan proses denaturasi protein sehingga dapat mengakibatkan kematian
sel. Pada suhu yang terlalu rendah berakibat aktivitas enzim berkurang dan
selanjutnya akan mengganggu pertumbuhan mikroorganisme.
34
Uji pengaruh temperatur terhadap aktivitas enzim dilakukan untuk
mengetahui kondisi optimum enzim dalam mendegradasi substrat. Setiap enzim
memiliki aktivitas maksimum pada temperatur tertentu, aktivitas enzim akan
semakin meningkat dengan bertambahnya temperatur hingga temperatur optimum
tercapai. Kenaikan temperatur di atas temperatur optimum akan menyebabkan
aktivitas enzim menurun (Baehaki, 2011).
Penentuan suhu optimum untuk produksi enzim kitinase dilakukan dengan
variasi suhu 30ºC, 40ºC, 50ºC dan 60ºC. Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa
suhu optimum untuk produksi enzim kitinase ialah pada suhu 40ºC dengan
aktivitas enzim sebesar 0,886 U/mL (Gambar. 9). Penelitian untuk jenis bakteri
kitinolitik menunjukkan kondisi optimum yang sama dalam produksi enzim
kitinolitik seperti yang dilaporkan oleh Donderski dan Trzebiatowska (2000)
bahwa Anthrobacter sp. menunjukkan bahwa aktivitas kitinolitik tertinggi pada
suhu 40ºC. Di samping itu, bakteri kitinolitik jenis Streptomyces sp. PTK19 yang
dikaji oleh Pratiwi, dkk. 2015 suhu optimum enzim kitinase sebesar 40°C dan
stabil pada kisaran suhu 30-45°C.
Gambar 9. Pengaruh Variasi Suhu terhadap Produksi Enzim Kitinase
35
3. Penentuan pH Optimum untuk Produksi Enzim Kitinase
Organisme memiliki rentang pH kultivasi yang cukup sempit untuk
pertumbuhannya. Penentuan pH kultivasi merupakan faktor yang penting untuk
pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan produk metabolitnya. Llyod dan
Nelson (1984) menyatakan bahwa aktivitas optimum enzim berkisar pada pH
pertumbuhan mikroorganisme penghasil enzim tersebut, sehingga pH optimum
aktivitas enzim ini berbeda-beda tergantung mikroorganisme penghasil enzimnya.
Enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang menyebabkan
aktivitas maksimum (Lehninger, 1995). Semua reaksi enzim dipengaruhi oleh pH
medium tempat reaksi terjadi (Suhartono, 1989), dan pada umumnya enzim aktif
pada pH netral atau dengan kisaran pH 5–9 (Rahayu, 2000).
Penentuan pH optimum untuk produksi enzim kitinase dilakukan pada
rentang pH 3, 4, 5, 6 dan 7. pH optimum untuk produksi enzim kitinase ialah pH 6
dengan aktivitas enzim sebesar 0,194 U/mL. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Herdyastuti, dkk. pada tahun 2009 yang berhasil mengisolasi
genus Trichoderma yang mempunyai stabilitas pH pada kisaran 3,5 - 6,0. Nilai pH
optimum 6 juga ditemukan pada kitinase Trichoderma harzianum (Katatny et al.,
2000). Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhattacharya S,
dkk. (2012) yang melaporkan pH optimum untuk pertumbuhan Serratia
marcescens penghasil enzim kitinase adalah pH 7.
36
Gambar 10. Pengaruh Variasi pH terhadap Produksi Enzim Kitinase
E. Produksi Enzim Kitinase
Optimasi waktu produksi dilakukan untuk mengetahui waktu panen yang
tepat selama proses produksi enzim kitinase, dimana bakteri kitinolitik
menghasilkan kitinase dengan aktivitas tertinggi. Untuk menentukan waktu
optimum, maka dilakukan produksi enzim pada 0 jam sampai 24 jam dengan
selang waktu 2 jam dilakukan sampling untuk penentuan aktivitas kitinase yang
dihasilkan. Aktivitas kitinase yang diperoleh dari supernatan kultur meningkat
pada jam ke 0 sampai 6 jam, aktivitas enzim tertinggi berada pada 6 jam yang
dinyatakan dengan nilai aktivitas enzim sebesar 125,943 U/mL dan kemudian
menurun pada 20 jam sampai 24 jam.
Peningkatan aktivitas enzim menunjukkan bahwa semakin banyak substrat
yang terhidrolisis. Aktivitas enzim kitinase terus meningkat dari 0 jam inkubasi
hingga mencapai waktu inkubasi optimum, hal ini dapat terjadi karena pada 0 jam
masih sedikit enzim yang bereaksi dengan substrat dan akan meningkat seiring
dengan peningkatan waktu inkubasi hingga mencapai waktu inkubasi optimum.
37
Setelah mencapai waktu optimum, aktivitas enzim menurun dikarenakan telah
terjadi akumulasi produk hidrolisis yang selanjutnya dapat menghambat aktivitas
enzim (Gambar. 11).
Gambar 11. Kurva Produksi Enzim Kitinase
Aktivitas enzim kitinase yang ditunjukkan oleh bakteri merupakan
parameter yang digunakan dalam seleksi bakteri kitinolitik (Park, dkk. 2000).
Seleksi sebenarnya membantu untuk mengetahui apakah suatu mikroorganisme
menghasilkan senyawa kimia tertentu seperti enzim, antibiotik atau metabolit
sekunder lainnya (Huang, dkk. 1999). Aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dapat diketahui dengan seleksi pada media selektif. Media
selektif merupakan media dengan komposisi tertentu, sehingga hanya jenis-jenis
tertentu saja yang dapat hidup (Gandjar, 1992).
Enzim kitinase yang diproduksi dapat diketahui dengan melihat aktivitas
enzim kitinolitik. Aktivitas enzim merupakan ukuran perubahan molekul substrat
yang menjadi produk dalam satuan waktu pada kondisi tertentu (Green, dkk.
2005). Penentuan aktivitas enzim kitinolitik dapat dilakukan dengan metode
Schales menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disimpulkan:
1. Bakteri kitinolitik asal limbah cairan rumen sapi memiliki kemampuan yang
baik dalam mendegradasi kitin. Hal ini dibuktikan dengan adanya zona bening
dengan indeks kitinolitik sebesar 7,59.
2. Karakteristik bakteri kitinolitik asal limbah cairan rumen sapi menunjukkan
isolat bakteri kitinolitik merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang
dari spesies bakteri Lactobacillus ruminus.
3. Kondisi optimum produksi enzim kitinase ialah pada konsentrasi substrat
0,08% (b/v) dengan suhu 40ºC pada pH 6 dengan aktivitas enzim sebesar
125,943 U/mL
B. Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk:
1. Perlu dilakukan pemurnian enzim kitinolitik asal limbah cairan rumen sapi.
2. Perlu dilakukan karakterisasi enzim kitinase.
38
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, L. 2008. Seleksi Bakteri Penghasil Enzim Kitinolitik Serta Pengujian
Beberapa Variasi Suhu dan pH untuk Produksi Enzim. Fakultas
Mamatematika dan Ilmu Pengatahuan Alam. Departemen Biologi.
Universitas Indonesia: Depok.
Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikrobia pada Ruminansia. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Baehaki, A., Rinto dan B. Arif. 2011. Isolasi dan Karekterisasi Protease dari
Bakteri Tanah Rawa Indralaya, Sumatera Selatan. J. Teknologi dan
Industri Pangan, Vol. XXII No. 1.
Bhattacharya S, Chakrabortty S, and Das A. 2012. Optimization of Process
Parameters for Chitinase Production by a Marine Isolate of Serratia
marcescens. J. Pharm. Biol. Sci. 2:2, 8-20.
Budiansyah, A., Resmi, Nahrowi, Wiryawan, K. G, Suhartono, M. T dan
Widyastuti, Y. 2011. Karakteristik Endapan Cairan Rumen Sapi asal
Rumah Potong Hewan sebagai Feed Supplement. Jurnal Ilmiah IlmuIlmu Peternakan,Vol. XIV. No.1.
Brzezinska, M.S. and Donderski, W. 2001. Occurence of Chitinolytic Bacteria in
Water and Bottom Sediment of Eutrophic Lakes in Hawski Lake
District. Polish Journal of Environmental Studies Vol. 10 No.5.
Cahyani, L. 2013. Pemanfaatan Tepung Cangkang Udang Sebagai Media
Produksi Kitinase oleh Bakteri Kitinolitik Isolat 26. Jurusan Biologi
FMIPA. Universitas Jember.
Cappucino, J.G., and Sherman, N. 1983. Microbiology: A laboratory Manual.
Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Menlo Park, California.
Chemin, L., Z. Ismailov, S. Haran and I. Chet. 1995. Chitinolytic Enterobacter
Agglomerans Antagonistic to Fungal Plant Pathogens. Appl. Environ
Microbiol. Vol. 61 No. 5.
Commons.wikimedia.org, 2013. Pengertian Rumen dan Fungsinya.
Darmayasa, I. B. G. 2008. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pendegradasi Lipid
(Lipid) pada Beberapa Tempat Pembuangan Limbah dan Estuari DAM
Denpasar. Jurnal Bumi Lestari. Vol. 8 No. 2.
39
40
Dehority, B.A and C.G Orphin.1997. Development of Natural Fluctuation in
Rumen Microbial Population. In: The Rumen Microbial Ecosystem.
PN. Hobson, P. N and C. S Stewart (Editors). Blackie Academic &
Professional. London.
Donderski, W. and M. Trzebiatowska. 2000. Influence of Physical and Chemical
Factors on The Activity of Chitinases Produced by Planktonic Bacteria
Isolated from Jeziorak Lake. Polish Journal of Environmental Studies.
Vol. 9 No.2.
Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambaran.
Erni Mawar Indah S, Nies Suci Mulyani dan Purbowatiningrum Ria S., 2002.
Pengaruh Variasi Temperatur Terhadap Aktivitas Xilanase Hasil isolasi
dari Aspergillus niger pada media pertumbuhan CBD (Chapek’s Dox
Broth) Hasil Modifikasi dengan sekam Padi. Jurusan Kimia:
Universitas Diponegoro Semarang.
Fahmi, R. 1997. Isolasi dan Transformasi Kitin menjadi Kitosan. Jurnal Kimia
Andalas. Vol. 3. No.1.
Fawzya, Y.N., N. Indriati dan T.D. Suryaningrum. 2004. Pengaruh Penambahan
Kitin pada Medium Produksi Terhadap Kitin Deasetilase dari Bacillus
K29-14. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 10 No.3
Gandjar, I., I.R. Koentjoro., W. Mangunwardoyo. & L. Soebagya. 1992. Pedoman
Praktikum Mikrobiologi Dasar. Jurusan Biologi FMIPA-UI, Depok.
Green, A.T., M.G. Healy and A. Healy. 2005. Production of Chitinolytic by
Serratia Marcescens Qmb1466 using Various Chitinous Substrates.
Journal of Chemical Technology and Biotechnology. Vol. 80.
Haliza, Winda dan Suhartono, M., T. 2012. Karakteristik Kitinase dari Mikrobia.
Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol. 8 No. 1.
Herdyastuti, N., Raharjo, T. J., Mudasir dan Matsjeh, S. 2009. Kitinase dan
Mikroorganisme Kitinolitik:Isolasi, Karakterisasi dan Manfaatnya.
Indo.J. Chem. Vol. 9 No. 1.
Hobson, P. N and C. S Stewart.1992. The Rumen Microbial Ecosystem. Blackie
Academic & Professional. New York.
Hsu, SC and Lockwood. 1975. Powdered Chitin Agar As a Selective
Enumerationof Actinomycetes in Water and Soil. Applied
Microbiology. Vol. 29 No. 1.
41
Huang, L., S.S. Miles and R.B. Lingham. 1999. Screening for activities. Dalam:
Demain, A.L. & J.E. Davies. 1999. Manual of industrial microbiology,
Washington.
Imoto, I. And K. Yagashita. 1971. A Simple Activity Measurement of
Lisoenzyme. Agric. Biol. Chem. 35: 1154-1156.
Judoamidjojo. M., E. G. Said., L. Hartono. 1989. Biokonversi Biotek. PAU. IPB.
Bogor.
Katatny, M. H. E., Somitsch, W. Robra, K. H. Katatny, M. S. E., and Gubitz, G.
M. 2000. Production of Chitinase and 1,3-glucanase by Trichoderma
harzianum for Control of the Phytopathogenic Fungus Sclerotium
rolfsii. J. Food. Technol. Biotechnol. Vol. 38. No.3.
Koga, D., M. Mitsutomi, M., M. Kono and M. Matsumiya. 1999. Biochemistry of
Chitinases. Dalam: Jolles, P. dan R.A.A Muzzarelli. 1999. Chitin and
Chitinases. Birkhauser Verlag, Basel.
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba dilaboratorium. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Lehninger, A.L. 1995. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Lestari, R., E.I.N. Aidil dan N. Anita. 2002. Biologi. Terjemahan dari Biology.
Edisi Kelima oleh Campbell, N.A., J.B. Reece dan L.G. Mitchell..
Penerbit Erlangga.
Liaw, H. J. and R. A. Mah. 1992. Isolation and Characterization of
Haloanaerobacter Chitinovorans Gen. Appl. Environ Microbiol. Vol. 58
No. 1.
Lloyd, N.E. and W.J. Nelson. 1984. Glucose and Fructose Containing Sweeteners
from Starch. In Whesler et al. (Eds.). Starch. Chemistry and
Technology. Academic Press. p. 611-659.
Margareta, M., 2003. Penapisan dan karakterisasi Sejumlah Isolat Bakteri
Termofilik Amilolitik. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002.
Animal Nutrition. Prentice Hall. London.
Microbiology 101 Laboratory Manual. www.slic2.wsu.edu. Diakses pada 25
Maret 2015.
42
Muharni, 2010.Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Kitinase dari Sumber Air
Panas Danau Ranau Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains. 10:0609.
Mulyono, HAM. 2006. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. PT. Bumi
Aksara: Jakarta.
Muzarelli RAA. 1977. Chitin. Pergamon Press: New York.
Nasran, S., F. Ariyani dan N. Indriati. 2003. Produksi Kitinase dan Kitin
Deasetilase dari Vibrio harveyl. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.
Vol. 9 No. 5.
Nuswantara, Limbang Kustiawan. 2002. Ilmu Makanan Ternak Ruminansia (Sapi
Perah). Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan
Unversitas Diponegoro: Semarang
Padmono, Djoko. 2005. Alternatif Pengolahan Limbah Rumah Potong Hewan
Cakung (Suatu Studi Kasus). Jurnal Teknologi Lingkungan P3TL.BPPT. Vol. 6 No. 1.
Park, S.H., J. Lee and H.K. Lee. 2000. Purification and Characterization from a
Marine Bacterium, Vibrio sp. 98CJ11027. The Journal of Microbiology.
Vol. 38 No. 4.
Pelczar, M.J. dan Chan E.C.S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Jakarta.
Pujianto, S., Kusdiyantini, E., dan Hadi, M. 2008. Isolasi dan Seleksi Bakteri
Isolat Lokal yang Berpotensi untuk Mengendalikan Larva Nyamuk
Aedes Aegypti L. Biodiversitas. Vol. 9 No. 1.
Pujiastuti, P. 2001. Kajian Transformasi Khitin Menjadi Khitosan Secara Kimiawi
dan Enzimatik, Seminar Nasional Jurusan Kimia, Jurusan Kimia F
MIPA: UNS.
Rahayu, S. 2000. Pemurnian dan Karakterisasi Kitinase dan Kitin Deasetilase
Termostabil dari Isolat Bacillus K-29-14 Asal Kawah Lamojang, Jawa
Barat. Thesis Program Pascasarjana, IPB.
Rahayu, Sri, Suhartati F., M. Rimbawanto E.,A. Dan Iriyanti, N. 2003. Isolasi dan
Identifikasi Bakteri Kitinolitik asal Rumen. Animal Production Journal.
Vol. 5 No. 2.
Richana,N., P Lestari, A. Thontowi dan Rosmimik., 2000. Seleksi Isolat Bakteri
Lokal Penghasil Xilanase. Jurnal Mikrobiologi Indonesia. Vol. 5 No.2.
43
Sakai, K., A. Yokota, H. Kurokawa, M. Wakayama dan M. Moriguchi. 1998.
Purification and Characterization of
Three Thermostable
Endochitinases of A Noble Bacillus Strain MH-1, Isolated from ChitinContaining Compost. Appl. Environ Microbiol. Vol. 64 No. 9.
Saules. Meija, J.E., K.N. Waliszewski, M.A. Garcia and R. Cruz-camarillo. 2006.
The Use of Crude Shrimp Shell for Chitinase Production by Serratia
marcescens. WF. Food Technol. Biotechnol. Vol. 44 No. 1.
Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Depdikbud. Ditjen Dikti–PAU.
IPB, Bogor. p. 53–102.
Suhermiyati, S. 1984. Pengujian Cobaan Bahan Limbah RPH dan Ragi Makanan
Ternak serta Kombinasinya dalam Ransum Ayam Pedaging. Thesis
Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Sutardi, T., 1977. Ikhtisari Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah
Kayu Ambon, Lembang. Direktorat jendral Peternakan. Jakarta.
Vogan, C.L., C. Costa-Ramos and A.F Rowley. 2002. Shell Disease Syndrom in
The Edible Crab, Cancer Pangurus-Isolation, Characterization and
Pathogenicity of Chitinolytic Bacteria. Microbiology.
Wahyu, J., 1985. Ilmu Nutrisi Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Windholz. 1983. Chitin and Chitosan. N.Y University : New Castle.
Wulandari, H. A. dan Herdyastuti, N. 2013. Optimasi Pertumbuhan Isolat
Kitinolitik La 21 yang Diisolasi dari Tambak Udang di Lamongan.
UNESA Journal of Chemistry. Vol. 2, No. 2.
Yuneta. R dan Putra R.S. 2010. Pengaruh Suhu pada Lipase dari Bakteri Bacillus
subtilis. Prosiding Kimia. MIPA. Institut Teknologi Sepuluh November.
Surabaya.
Zikakis, JP. 1984. Chitin, Chitosan, and Related Enzymes. Introduction.
Academic Press: San Diego.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Cairan Rumen Sapi
Keterangan :
Tanda Merah : TPH Anggoeya, Tempat Pengambilan Sampel Cairan Rumen sapi
44
45
Lampiran 2. Gambaran Umum Alur Penelitian
Sampel cairan rumen sapi dari
Tempat Pemotongan Hewan (TPH)
Kendari Sulawesi Tenggara
Isolasi dan Seleksi bakteri
Kitinolitik
Identifikasi Isolat Terpilih
Karakterisasi Isolat
Karakteristik
mikroskopi
Karakteristik sifat
biokimia
 Uji bakteri
Gram +/ Bentuk sel
 Uji katalase
 Uji fermentasi
karbohidrat
 Uji sitrat
 Uji Methyl Red
 Uji H2S
Optimasi Produksi
Enzim






Substrat Optimum
Suhu Optimum
pH Optimum
Kurva Pertumbuhan
Aktivitas Enzim
Analisis Data
46
Lampiran 3. Diagram Alir Pengambilan Sampel, Isolasi dan Seleksi Bakteri
Kitinolitik, Uji Mikroskopi dan Biokimia
1.
Pengambilan Sampel
Sampel dari TPH
- disegarkan dalam media cair LB (Luria Bertani)
- diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37ºC
starter
2.
Isolasi dan Seleksi bakteri dari sampel cairan rumen sapi
Kultur bakteri dalam
media cair LB
- diambil 0,2 mL
- disebar pada cawan petri berisi media agar selektif
kitinase
- diinkubasi selama 48 jam
Kultur bakteri
kitinolitik
- diuji pada media koloidal kitin 1%
- diinkubasi selama 48 jam pada suhu optimum
- diamati zona bening yang terbentuk
Bakteri kitinolitik
47
3. Analisis Isolat Bakteri Kitinolitik
a. Karakteristik makroskopi (Metode Pengenceran)
Isolat bakteri
- diencerkan
Isolat Bakteri
pengenceran 10-1 sampai 10-6
- disebarkan pada media padat LB
- diinkubasi pada suhu 37°C selama 48 jam
- diamati bentuk, tekstur dan warna koloni
Hasil
b. Karakteristik Mikroskopi (Uji Pewarnaan Gram)
Isolat Bakteri yang telah diremajakan
- diambil sebanyak 1 osse
- dioles diatas permukaan kaca objek
- diteteskan larutan ungu Kristal pada bagian olesan bakteri dan
didiamkan selama 1 menit
- dicuci dengan air dan dibiarkan sampai kering
- diteteskan larutan iodium dan didiamkan selama 2 menit
- dicuci dengan air dan dibiarkan sampai kering
- diteteskan alkohol dan didiamkan selama 30 detik
- diteteskan larutan safranin dan didiamkan selama 30 detik
- dicuci dengan air dan dibiarkan sampai kering
- diamati di bawah mikroskop
Penampakan
48
c. Uji biokimia Isolat Terpilih
Uji Biokimia
Uji karbohidrat
Uji katalase
Uji H2S
Bergey’s Mannual of
Determinative
Uji Sitrat
Uji Methyl Red
49
Lampiran 4. Pembuatan Koloidal Kitin
Bubuk Kitin
- dimasukkan ke dalam gelas kimia 1000 mL
sebanyak 5 gram
- ditambahkan 75 mL HCl pekat
- diaduk selama 1 jam
- ditambahkan akuades sebanyak 500 mL
- disaring
Residu
- dicuci dengan akuades sampai pH 3
Endapan: Koloidal kitin
Filtrat
50
Lampiran 5. Pembuatan Media
1. Media Luria Bertani (LB) Cair
30 ml akuades
- dimasukan dalam erlenmeyer
- ditambahkan pepton 0,15 gr
- ditambahkan yeast extract 0,075 gr
- ditambahkan NaCl 0,15 gr
- ditambahkan MgSO4.7H2O 0,09 gr
- ditambahkan CaCl2, 0,003 gr
- disterilisasi dalam autoklaf pada suhu
121°C selama 15 menit.
Medium LB
Hasil Sterilisasi
- didinginkan
- dimasukkan isolat sebanyak 200 µL
- diinkubasi selama 48 jam
Medium LB
2. Media Kitin Modifikasi
Koloidal Kitin 2%
- dimasukkan kedalam erlenmeyer
- dimasukkan akuades sebanyak 100 mL
- ditambahkan KH2PO4 0,1 g
- ditambahkan MgSO4.7H2O 0,01 g
- ditambahkan NaCl 3 g
- ditambahkan (NH4)2SO4 0,7 g
- ditambahkan yeast extract 0,05 g
- ditambahkan agar 2 g
- dipanaskan sambil di homogenkan dengan magnetic stirer
hingga larut
- disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15
menit
- dituang kedalam cawan petri
- dibiarkan memadat
Medium Kitin
51
Lampiran 6. Optimasi Kondisi Produksi Enzim Kitinase
a. Penentuan Konsentrasi Substrat Optimum
0,5 mL Isolat Bakteri
- ditumbuhkan pada media LB cair modifikasi
dengan konsentrasi (0,02-0,14 %)
- diinkubasi selama 48 jam pada suhu 30ºC
- dilihat absorbansnya pada spektrofotometer UV-Vis
dengan panjang gelombang 584 nm menggunakan
larutan standar N-asetil glukosamin
Substrat Optimum Enzim
b. Penentuan Suhu Optimum
0,5 mL Isolat Bakteri
- ditumbuhkan pada media cair LB yang mengandung
substrat optimum
- di variasikan suhu pertumbuhannya yaitu 30ºC, 40ºC,
50ºC dan 60ºC selama 24 jam
- diukur aktivitasnya dengan spektrofotometer pada λ
584 nm menggunakan larutan standar N-asetil
glukosamin
Suhu Optimum Enzim
c. Penentuan pH Optimum
0,5 mL isolat bakteri
- ditumbuhkan pada media cair LB yang mengandung
substrat optimum dengan variasi pH 3, 4, 5, 6 dan 7
- diinkubasi pada suhu optimum yang didapatkan dari hasil
optimasi produksi enzim selama 24 jam
- diukur aktivitasnya menggunakan spektrofotometer pada λ
584 nm dengan larutan standar N-asetil glukosamin
pH Optimum Enzim
52
Lampiran 7. Pengukuran Aktivitas Enzim
200 µL ekstrak kasar
enzim
- dimasukkan kedalam tabung reaksi
- ditambahkan 200 µL substrat kitin 0,3 %
- di tambahkan 200 µL buffer pH 7
- diinkubasi selama 30 menit dengan suhu optimum
- disentrifugasi dengan kecepatan 9000 rpm selama 4
menit
- dipisahkan filtrat dengan residunya
Residu
Filtrat
- diambil 500 µL
- ditambahkan 500 µL akuades
- ditambahkan 1 mL pereaksi Schales
- dipanaskan selama 10 menit
- diukur absorbansinya pada panjang gelombang
584 nm. N-asetilglukoamin sebagai standar.
Aktivitas Enzim
53
Lampiran 8. Diagram pembuatan kitin dari kulit udang
a. Deproteinasi
Kulit udang
- dibersihkan dan dikeringkan
- ditimbang sebanyak 45 gram
- dipanaskan hingga suhu diatas 100ºC dengan pelarut
NaOH 3,5% dengan perbandingan 1:10 (b/v) selama 3 jam
- dicuci beberapa kali dengan air mengalir sampai pH netral
- dikeringkan pada suhu 50ºC selama 12 jam
Kulit udang deproteinasi
b. Demineralisasi
Kulit udang deproteinasi
- diambil sebanyak 25 gram
- dimasukkan ke dalam gelas kimia 1000 mL
- ditambahkan HCl sebanyak 375 mL dengan perbandingan 1:15
(b/v)
- diaduk tanpa proses pemanasan selama 1 jam
- disaring
Filtrat
Residu
- dicuci dengan akuades hingga pH netral
- dikeringkan pada suhu 60°C selama 24 jam
Kulit udang demineralisasi
c. Dekolorisasi
Kulit udang demineralisasi
- direndam dengan aseton teknis sebanyak 360 mL selama 7
jam
- dicuci dengan air mengalir hingga pH netral
- dikeringkan diudara terbuka
Kitin
54
Lampiran 9. Pembuatan Larutan
1. Pembuatan Media LB (Luria Bertani)Cair 30 mL
Bahan :

Pepton

Yeast Extract : 0,075 g

NaCl

MgSO4.7H2O : 0,09 g

CaCl2
: 0,003 g

Pelarut
: akuades
: 0,15 g
: 0,15 g
2. Pembuatan Media LB Padat Modifikasi 120 mL
Bahan :

Koloidal Kitin
: 2,4 g

KH2PO4
: 1,2 g

MgSO4.7H2O
: 0,012 g

NaCl
: 3,6 g

Yeast extract
: 0,06 g

Amonium Sulfat
: 0,84 g

Agar
: 3,36 g

Pelarut
: akuades
3. Pembuatan Larutan Standar N-asetilglukosamin
Bahan :

N-asetilglukosamin
: 10 mg

Akuades
: 10 ml
55

10 mg = 10.000 µg = 1000 µg/mL
10 mL
10 mL
= 1000 ppm
 Untuk konsentrasi 2,5 µg/mL
5 µg/mL. V1 = 2,5 µg/mL . 10 mL
V1 = 25/5 = 5 mL
4. Pembuatan buffer pH
 Larutan buffer KHP-HCl (Mulyono, 2006)
 Larutan A : Kalium Hidrogen Ptalat (KHP):
Timbang 5,11 gram KHP dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL ¼ labu,
dan homogenkan; tambah lagi akuades sampai tanda batas.
 Larutan X (HCl 0,1 M) :
Dipipet 0,82 mL HCl 0,1 M dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL ¼
labu, dan homogenkan; tambah lagi akuades sampai tanda batas.
A (50 mL) +
Keterangan:
pH
x (mL)
y (mL)
3,00
22,3
27,7
3,50
8,2
41,8
4,00
1,0
49,0
A = larutan KHP
X = larutan HCl 0,1 M
Y = akuades
 Larutan buffer KHP-NaOH (Mulyono, 2006)
 Larutan x (NaOH 0,1 M)
Dipipet 7,51 mL NaOH 0,1 M dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL ¼
labu, dan homogenkan; tambah lagi akuades sampai tanda batas.
56
A (50 mL) +
Keterangan :
pH
x (mL)
y (mL)
5,00
22,6
27,4
A = Larutan KHP
X = Larutan NaOH 0,1 M
Y = Akuades
 Larutan buffer KH2PO4-NaOH (Mulyono, 2006)
 Larutan A (KH2PO4)
Ditimbang 1,361 gram KH2PO4 dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL
¼ labu, dan homogenkan; tambah lagi akuades sampai tanda batas.
A (50 mL) +
pH
x (mL)
y (mL)
6,00
5,6
44,4
7,00
29,1
20,9
8,00
46,1
3,9
5. Pembuatan Larutan Schales (Imoto and Yagishita, 1971)
Ditimbang 13,25 g Na2CO3 dimasukkan ke dalam dimasukkan labu takar
250 mL ¼ labu, dan homogenkan kemudian ditambahkan 0,125 g K3[Fe(CN)6];
tambah lagi akuades sampai tanda batas.
57
Lampiran 10. Hasil Penelitian
1. Hasil Uji Aktivitas Bakteri Kitinolitik dengan Metode Campur
Variasi
A1
A2
A3
Indeks Kitinolitik
Zona Bening
(cm)
2,6
2,2
3,8
Diameter Koloni
(cm)
0,5
0,5
0,5
Indeks Kitinolitik
= Diameter zona bening – Diameter Koloni
Diameter Koloni
= 280 – 0,5
0,5
= 759 = 7,59
2. Kurva Standar N-Asetilglukosamin
Konsentrasi
(µg/mL)
2,5
Absorbansi
(A)
0,011
5
0,018
7,5
0,023
10
0,027
12,5
0,032
15
0,036
Diukur pada panjang gelombang 584 nm
5,19
4,39
7,59
58
3. Optimasi Substrat Enzim Kitinase
Konsentrasi Substrat (%)
0,02
0,04
0,06
0,08
0,10
0,12
0,14
Diukur pada panjang gelombang 584 nm
Absorbans
(A)
0,282
0,273
0,253
0,359
0,316
0,210
0,249
Aktivitas Enzim
(U/mL)
0,216
0,209
0,193
0,277
0,243
0,159
0,190
Contoh Perhitungan:
(0,02 % (b/v)
Y
= 0,002 X + 0,007
0,282 = 0,002 X + 0,007
X = 0,275
0,002
X = 137,5 mg/mL
A = [ N - Asetilglukosamin]
BM.N – Asetilglukosamin x t
= 137,5 mg/mL x 1000 µmol/mmol
221 mg/mmol x 2880 menit
= 0,216 µmol/menit.mL
= 0,216 U/mL
59
4. Optimasi Suhu Enzim Kitinase
Suhu (ºC)
Absorbans
(A)
30
0,199
1,135
40
50
0,052
60
0,023
Diukur pada panjang gelombang 584 nm
(40ºC)
Y
= 0,002 X + 0,007
1,135 = 0,002 X + 0,007
X = 1,128
0,002
X = 56 mg/mL
A=
[ N - Asetilglukosamin]
BM.N – Asetilglukosamin x t
= 564 mg/mL x 1000 µmol/mmol
221 mg/mmol x 2880 menit
= 0,886 µmol/menit.mL
= 0,886 U/mL.
Aktivitas
Enzim (U/mL)
0,151
0,886
0,035
0,013
60
5.
Optimasi pH Enzim Kitinase
pH
3
Absorbans
(A)
0,041
Aktivitas Enzim
(U/mL)
0,027
4
0,049
0,033
5
0,038
0,024
6
0,254
0,194
7
0,151
0,113
Diukur pada panjang gelombang 584 nm
(pH 6)
Y
= 0,002 X + 0,007
0,254 = 0,002 X + 0,007
X = 0,247
0,002
= 123,5
A = [ N - Asetilglukosamin]
BM.N – Asetilglukosamin x t
X = 123,5 mg/mL
= 123,5 mg/mL x 1000 µmol/mmol
221 mg/mmol x 2880 menit
= 0,194 µmol/menit.mL
= 0,194 U/mL.
61
6. Penentuan Produksi Enzim Kitinase
Waktu Inkubasi
(Jam)
Absorbans
(A)
2
0,769
4
1,235
6
1,677
8
1,701
10
1,738
12
1,693
14
1,761
16
1,813
18
1,726
20
1,906
22
1,743
24
1,653
Diukur pada panjang gelombang 584 n
Contoh Perhitungan :
(6 jam)
Y
= 0,002 X + 0,007
1,677 = 0,002 X + 0,007
X = 1,67
0,002
X = 835 mg/mL
A = [ N - Asetilglukosamin]
BM.N – Asetilglukosamin x t
= 835 mg/mL x 1000 µmol/mmol
221 mg/mmol x 30 menit
= 125,942 µmol/menit.mL
= 125,942 U/mL.
Aktivitas Enzim
(U/mL)
57,466
92,609
125,943
127,753
130,543
127,149
132,278
136,199
129,638
143,213
130,920
124,133
62
Lampiran 11. Dokumentasi
1. Kegiatan Pengambilan Sampel Cairan Rumen Sapi di Tempat Pemotongan
Hewan (TPH) Anggoeya, Sulawesi Tenggara
63
2. Kegiatan Skrining Bakteri Air Sungai Pohara
Preparasi sampel rumen
A2
A3
A1
Metode Pengenceran
64
3. Kegiatan Identifikasi Bakteri
Uji methyl red
Uji Katalase
Uji fermentasi karbohidrat
Uji sitrat
Uji H2S
65
4. Kegiatan Pembuatan Koloidal Kitin
Cangkang udang
Ditambahkan akuades
Dicampur larutan asam pekat
Disaring
Download