BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data dan Literatur 2.1.1 Tinjauan Pustaka Data dan informasi yang mendukung Tugas Akhir ini diperoleh dari : - Buku Psikologi Abnormal (Jilid 1 dan 2) yang ditulis oleh Jeffrey S.Nevid, Spencer A.Rathus, Beverly Greene (2005) Buku ini adalah buku teks pertama yang sepenuhnya mengintegrasikan masalah keberagaman, perspektif teoretis, dan kandungan multimedia. Masalah keberagaman dan multibudaya tidak bisa dipisahkan dari diskusi mengenai berbagai kelainan/gangguan dan pengobatannya, sehingga materi-materi mengenai keberagaman sekarang dilebur ke dalam batang tubuh teks dan tidak dipisahkan ke dalam kotak khusus. Berbagai perspektif teori disajikan dalam buku ini, sehingga diharapkan bahwa mahasiswa tidak lagi menganggap hanya ada satu perspektif yang benar dan yang lain salah. Diperlukan suatu pemahaman yang mengaitkan interaksi antara faktor-faktor psikologis, sosiobudaya, dan biologis dalam menjelaskan banyak bentuk perilaku abnormal, termasuk gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, gangguan mood, penyalahgunaan obat-obatan dan ketergantungan, dan schizophrenia. - 280 Tanya Jawab Mengenai Kesehatan Mental oleh Dr.Surya Widya, SpKj Merupakan buku panduan kecil terbitan Rumah Sakit Dr. Soeharto Heerdjan, dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan mental secara umum. Bertujuan memberi informasi bagi mahasiswa fakultas keperawatan, keluarga penderita gangguan mental, dan penderita gangguan mental sendiri mengenai kesehatan mental dari berbagai aspek dalam bentuk tanya jawab singkat. - Introduction to Psychology, Clifford T. Morgan, Richard A.King, John R.weisz, John Schoppler,1986 Buku ini adalah buku textbook bagi mahasiswa jurusan psikologi, baik sarjana maupun pascasarjana yang memberi overview dari bidang psikologi itu sendiri. - Pengantar Psikologi Umum, Sarlito Wirawan Sarwono, 2009 Merupakan buku acuan pokok bagi para mahasiswa jurusan Psikologi dan pemerhati umum, dengan bahasa yang terstruktur dan mudah dicerna. Membahas teori dasar psikologi, fungsi-fungsi psikis, interaksi, sampai gangguan mental, dengan pendekatan budaya Indonesia. 2.1.2 Literatur Internet Referensi data dari internet diambil dari berbagai situs berikut: - http://en.wikipedia.org/ Website ensiklopedia online untuk umum paling besar. Penjelasan yang ada merupakan hasil kontribusi sukarelawan. Untuk mendapat sumber data yang lebih bisa dipertanggungjawabkan, dapat mengikuti link referensi dari halaman Wikipedia yang berkaitan. - http://www.disorderscentral.com/ Website yang menyediakan berbagai artikel mengenai gangguan-gangguan mental atau mental, dengan pendekatan umum yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari. - http://counsellingresource.com/ Website dari para psikolog dengan bahasan masalah psikologis yang lebih bersifat klinis. Membahas terapi, gejala, dan obat, serta menyediakan sesi tanya jawab yang lebih mengarah ke konseling dengan para psikolog. - http:// www.phobialist.com/ Membahas gangguan fobia secara spesifik, bagaimana penanganannya, asal penamaannya, daftar panjang dari fobia yang pernah diderita orang-orang, dan lainnya menyangkut fobia. - http://www.helpguide.org/mental/ Memberikan pemahaman singkat pada masyarakat umum mengenai berbagai masalah kesehatan mental. 2.1.3 Artikel Pendukung Kasus Gangguan Mental Ringan Meningkat JAKARTA, KOMPAS.com — Jumlah penderita gangguan mental di Indonesia saat ini, menurut data Departemen Kesehatan tahun 2007, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan mental ringan 11,6 persen dari populasi dan 0,46 persen menderita gangguan mental berat. Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Mental Indonesia dr Tun Kurniasih Bastaman, dr.Sp.KJ (K), menyatakan, dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi peningkatan jumlah penderita gangguan mental ringan. “Secara umum, gangguan mental berat cenderung stagnan, justru yang ringan mengalami peningkatan,” katanya dalam acara jumpa pers Konferensi Nasional Psikoterapi 2010, Sabtu (1/5) di Jakarta. Faktor gaya hidup dan problematikanya, seperti tuntutan hidup dan persaingan yang semakin tinggi, menjadi pemicu banyaknya penderita gangguan mental ringan. “Kebanyakan yang datang ke psikiater adalah orang yang depresi dan stres karena problem sehari-hari,” kata dr Tun. Orang yang menderita gangguan mental ringan memiliki ciri sering dilanda kecemasan, gangguan panik, sulit berkonsentrasi, serta gangguan tidur. “Gangguan mental ringan bisa membuat seseorang jadi tidak produktif dan mengganggu hubungan sosial dengan orang lain. Karena itu, perlu dikonsultasikan kepada psikiater,” tambah dr Tun. Dia menambahkan, gangguan mental ringan dan berat memiliki definisi klinis yang berbeda. Kendati gangguan mental ringan bisa menetap, gangguan mental kategori ini tidak akan bergeser menjadi gangguan mental berat. Saat ini masih banyak orang yang enggan memeriksakan diri ke dokter mental karena kuatnya stigma di masyarakat. “Sebenarnya orang yang mengalami gangguan mental adalah orang yang sakit, sama saja seperti orang yang sakit diabetes atau jantung. Ada mekanisme biologinya. Karena itu, jangan dijauhi, tetapi diberikan pertolongan,” ujar dr Tun. Dalam ilmu mental, gangguan pada seseorang dilihat secara menyeluruh, baik psikis maupun fisik. Oleh sebab itu, pengobatan juga dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya obat-obatan, tetapi juga psikoterapi. (Sumber:Kompas.com) http://www.duniapustaka.org/dunia-kesehatan/kasus-gangguan-mental-ringan-meningkat.html Kesehatan Mental sebagai Prioritas Global Saat ini lebih dari 450 juta penduduk dunia hidup dengan gangguan mental. Di Indonesia, berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007, menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11,6% dari populasi orang dewasa. Berarti dengan jumlah populasi orang dewasa Indonesia lebih kurang 150.000.000 ada 1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan mental emosional. Mengingat besarnya masalah tersebut, setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia. Peringatan World Mental Health Day (WMHD) tahun 2009 merupakan Kampanye Kesadaran Global (Global Awareness Campaign) yang bertujuan untuk melanjutkan harapan menjadikan kesehatan mental sebagai prioritas global (make mental health health issues a global priority)”. Peringatan Hari Kesehatan Mental tahun 2009 mengangkat tema Kesehatan Mental di Pelayanan Kesehatan Primer. Menkes menyebutkan 7 alasan perlunya mengintegrasikan pelayanan kesehatan mental pada pelayanan primer, yaitu : - Beban biaya dan psikis pada keluarga atas gangguan kesehatan mental sangat besar. - Masalah kesehatan mental dan masalah kesehatan fisik saling terkait satu sama lain, tidak bisa dipisahkan. - Kesenjangan ketersediaan perawat untuk gangguan mental sangat besar. - Pelayanan kesehatan primer untuk kesehatan mental dapat meningkatkan aksesibilitas. - Pelayanan kesehatan mental yang dilaksanakan pada pelayanan kesehatan tingkat primer dapat meminimalisasi timbulnya stigma dan diskriminasi terhadap masalah gangguan mental. - Pelayanan kesehatan primer untuk kesehatan mental yang dilakukan di Puskesmas jauh lebih murah daripada biaya pelayanan di Rumah Sakit Mental / Rumah Sakit Umum. Mayoritas individu dengan gangguan kesehatan mental yang dirawat pada layanan dasar menunjukkan hasil yang baik. Menurut Menkes, masalah kesehatan mental adalah masalah yang sangat mempengaruhi produktifitas dan kualitas kesehatan perorangan maupun masyarakat yang tidak mungkin ditanggulangi oleh satu sektor saja, tetapi perlu kerja sama multi sektor. Direktur Bina Kesehatan Mental dr. H.M. Aminullah dalam laporannya menyatakan, pelayanan kesehatan mental di pelayanan primer dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan mental sehingga dapat segera tertangani. Beberapa Puskesmas di Indonesia telah berhasil menyelenggarakan pelayanan Keswa dan menjadikannya sebagai program prioritas. Beberapa topik yang dibahas tentang : - Talk show di TV dan Radio - Talk show Psikologi Forensik - Seminar dan Pameran http://www.pusat-intelegensia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=30&Itemid=2 2.1.4 Wawancara dengan Narasumber Untuk mendapat sudut pandang lebih dalam mengenai topik ini, dilakukan wawancara dengan Psikiater bagian Litbang Rumah Sakit Mental Dr. Soeharto Heerdjan, Dr.Pri. Berikut hasil wawancara dengan beliau: -Apa kebanyakan pasien yang datang ke rumah sakit mental sudah tahu gangguan mental mereka? Umumnya penderita gangguan mental tidak menyadari bahwa mereka sakit, yang terganggu oleh keadaan si penderita biasanya lingkungannya, keluarga, tetangga, atau temannya. Karena mereka tidak ada insight bahwa mereka sakit. Karena itu, umumnya mereka dibawa keluarga. Beberapa yang tidak bisa dibawa keluarga dijemput oleh rumah sakit. -Menurut Bapak, pengetahuan masyarakat mengenai gangguan mental masih kurang? Masih sangat kurang dan sebenarnya mereka sangat memerlukan pengetahuan tentang itu. Kami tidak menyalahkan masyarakat, karena pemahaman masyarakat mengenai gangguan mental masih terpengaruh budaya dan tradisi kita, jadi masyarakat masih menganggap gangguan mental itu akibat guna-guna, sihir, atau teluh. Bukannya kami mengabaikan hal seperti itu, tapi perlu diberikan edukasi bahwa pada saat ini, gangguan mental secara medis dapat diatasi, supaya penderita tidak dibawa setelah terlambat. Umumnya, bila ada anggota keluarga yang menderita gangguan mental, dibawa ke orang pintar, pastur, kiyai, ahli keagamaan, untuk didoakan. Setelah beberapa kali cara itu tidak berhasil, baru dibawa ke rumah sakit mental. Saat itu, penderita sudah sampai tahap parah, bisa setelah beberapa tahun sampai puluhan tahun. Seandainya penderita dibawa sedini mungkin, kemungkinan pulihnya (prognosis) mungkin akan lebih baik. -Dengan unit psikiater keliling dan penyuluhan, kondisi masalah kesehatan mental di Indonesia sudah lebih baik? Seharusnya, namun dengan keterbatasan dana, banyaknya pasien dan kurangnya tenaga kerja, kondisi sekarang masih memprihatinkan. Kami butuh kerja sama dari semua sektor, dengan keswamas, Dinas Kesehatan, Departemen Sosial, dan lain-lain, termasuk masyarakat. Masalah kesehatan mental sebenarnya masalah untuk semua lapisan masyarakat, sama saja seperti kesehatan fisik. Sampai saat ini, kami baru bisa menggapai lingkungan sekitar di tingkat kelurahan dan yang membutuhkan. -Gangguan mental apa yang banyak diderita pasien yang ditangani di sini? Kebanyakan gangguan mental berat seperti skizofrenia dan bipolar, atau depresi berat. Biasanya gangguan skizofrenia pertama kali muncul di usia 16-18 tahun, sedangkan gangguan bipolar usia 20an sampai akhir 30an. Gangguan mental yang masih belum termasuk kasus berat, seperti gangguan kepribadian, parafilia, atau gangguan kecemasan, biasanya tidak berobat ke sini. -Untuk mengetahui gangguan mental yang diderita pasien, bagaimana proses pemeriksaannya? Ada prosedur klinisnya yang disebut clinical pathway. Pasien masuk ke poliklinik, lalu kita lakukan pemeriksaan, dari wawancara, juga ada alat-alat khusus seperti brainmapping, EEG (untuk memeriksa gelombang otak), MRI, tapi umumnya tidak perlu. Gangguan mental sifatnya fungsional, jadi umumnya dilihat dari gejalanya saja bisa diketahui gangguan apa yang diderita. -Untuk penderita rawat inap dan rawat jalan, apa bedanya? Dilihat dari parahnya gangguan dan kemampuan keluarga. Pasien rawat inap tinggal sementara di rumah sakit selama beberapa waktu, biasanya sekitar beberapa hari sampai satu bulan. Dengan bantuan obat, pasien kebanyakan sudah hanya dirawat inap kurang dari satu bulan. Pasien rawat jalan datang berobat rutin ke rumah sakit, tiap minggu atau 2 minggu sekali. Asal rajin minum obat, pasien bisa pulang. -Apa semua pasien bisa kembali ke masyarakat? Tentunya dengan segala kekurangan dan kualitas hidupnya. Tapi, dengan canggihnya pengobatan saat ini, umumnya semua pasien, 99,9 % pasien, pasti bisa kembali ke masyarakat. Selain itu, ada juga wawancara dengan Bu Retno dari bagian humas Rumah Sakit Mental Dr. Soeharto Heerdjan dan Pak Kanisius dari bagian Kesehatan Mental Masyarakat Dr. Soeharto Heerdjan. Informasi yang didapat dari wawancara: -Pasien gangguan mental yang datang untuk mendapat perawatan umumnya sudah dalam tahap parah. Walaupun mereka tahu ada yang salah, mereka cenderung merasa malu untuk mengakui hal itu. Oleh karena itu, mereka baru datang atau dibawa ke rumah sakit ketika gangguan itu sudah tak bisa diatasi sendiri lagi. - Untuk pasien yang sudah ‘sembuh’, bisa kembali ke rumah dengan keluarganya. Keluarga dan masyarakat diberi penyuluhan mengenai bagaimana merawat pasien, bagaimana minum obat dan apabila pasien mulai kambuh, dan sebagainya. Rumah Sakit juga melaporkan ke ketua RT dan Puskesmas, bahwa pasien sudah aman untuk kembali ke rumah. Selama perlu, pasien masih mendapat asuhan keperawatan dan terhitung pasien rawat jalan. - Stigma di masyarakat mengenai gangguan mental, dimana masyarakat masih membedakan sekali penderita gangguan mental, membuat pasien terkadang lebih nyaman di Rumah Sakit. - Pada masyarakat yang kurang edukasinya, paham bahwa gangguan mental akibat ilmu hitam dan harus dihukum masih merebak. Inilah penyebab penderitapenderita gangguan mental di daerah tersebut dipasung. - Sudah diadakan berbagai penyuluhan, baik internal maupun eksternal. Penyuluhan internal diadakan setiap hari Rabu minggu kedua di dalam Rumah Sakit, ditujukan untuk pasien rawat jalan, mantan pasien, dan keluarga pasien. Penyuluhan eksternal diadakan di perumahan dan sekolah-sekolah, juga di daerah bencana alam, untuk mengatasi pasca-trauma dari musibah tersebut. - Dengan adanya penyuluhan, respon masyarakat mulai membaik. Tadinya masyarakat tertawa atau mengejek bila mobil rumah sakit datang untuk menjemput pasien yang tidak mampu datang ke rumah sakit. Sekarang, beberapa sudah mulai kritis dan peduli. - Belum ada survey untuk memastikan membaiknya respon masyarakat terhadap penderita gangguan mental, namun banyaknya kunjungan saat penyuluhan dipercaya menunjukkan hal itu. - Isu mengenai gangguan mental pada anggota DPR juga membantu menyadarkan masyarakat bahwa kesehatan mental itu penting, karena bahkan tokoh masyarakat pun bisa terkena gangguan mental dan sebaiknya menjalani tes kesehatan mental sebelum menjabat. Dari wawancara tersebut, penulis mendapat informasi mengenai pemahaman masyarakat mengenai gangguan mental yang membantu untuk lebih memahami dan mendukung tema Tugas Akhir ini. 2.1.5 Survey Lapangan Untuk lebih mengerti kondisi dan keadaan mengenai tema yang diangkat, dilakukan kunjungan ke Rumah Sakit Mental Dr. Soeharto Heerdjan, atau yang lebih sering disebut Rumah Sakit Mental Grogol. Rumah Sakit Mental Dr.Soeharto Heerdjan terdiri atas beberapa gedung berdasarkan jenis pelayanannya. Ada Pelayanan Rawat Jalan, Pelayanan Rawat Inap, Pelayanan Kesehatan Mental Masyarakat, dan sebagainya. Berbeda dari citra Rumah Sakit Mental yang kesannya menyeramkan, suasananya teduh dan tenang. Banyak pasien yang datang menunggu untuk berkonsultasi di poliklinik. Di sebelahnya, ada Gedung Instalasi Anak dan Remaja yang apik, ber-AC, dan fasilitasnya baik. Seperti Taman Kanak-kanak dengan jumlah anak yang lebih sedikit. Pembagian Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Mental Dr.Soeharto Heerdjan dilakukan berdasarkan tingkat gangguan mental penderita. Untuk pasien yang baru masuk, umumnya ditempatkan di ruangan Cempaka untuk diobservasi lebih lanjut. Pasien gangguan mental yang masih dalam tahap parah, ditempatkan di ruangannya yang lebih dikontrol. Pasien yang mengalami gangguan fisik berkenaan dengan gangguan mental yang dideritanya, ditempatkan di ruangan khusus dengan fasilitas yang diperlukan. Mungkin dengan infus sepanjang hari. Akan tetapi, untuk pasien yang tidak terlalu berbahaya, pasien dilepas dan pintu ruangan mereka dibuka. Ruangan-ruangan ini mencakup beberapa bilik dan taman tempat pasien beraktifitas, dibatasi dengan pagar yang cukup longgar. Suasana ruang rawat inap tersebut asri dan teduh. Bahkan ada beberapa kucing di dalamnya, untuk menemani pasien. Juga ada ruang kegiatan untuk rehabilitasi psikososial, dimana fasilitas untuk pelatihan ketrampilan, kesenian, dan kesenian sangat mendukung pasien melakukan minat dan bakatnya. Rumah Sakit Mental Dr.Soeharto Heerdjan sangat mendukung kesembuhan dan kembalinya pasien ke masyarakat. Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 2.1.6 Kuesioner Pertanyaan yang ditanyakan pada 100 responden dari usia jangkauan usia primer dan sekunder, yaitu 16-65 tahun, adalah sebagai berikut : - Apakah anda cukup mengerti mengenai gangguan mental? 12 % responden menjawab cukup mengerti 74 % responden menjawab hanya mengerti yang umum-umum saja. 14% responden menjawab kurang mengerti - Bagaimana deskripsi anda terhadap seorang penderita gangguan mental? Sebagian besar responden menyebutkan perilaku abnormal yang menjadi indikasi gangguan mental, dan kebanyakan sepertinya merajuk pada orang gila yang terlantar di jalanan. Ada juga yang menyebutkan gangguan mental dapat dilihat dari gangguan komunikasi dan tidak terkontrolnya tingkah laku seseorang. Sebagian kecil menyebutkan gejala khusus yang merajuk pada gangguan mental tertentu secara spesifik. Sebagian responden mengemukakan trauma atau pengalaman buruk yang menjadi pemicu gangguan mental. Sebagian responden lainnya menjawab secara ilmiah, bahwa gangguan mental merupakan gangguan pada kesehatan mental. - Tolong sebutkan gangguan mental apa saja yang anda ketahui Sebagian besar responden menyebutkan gangguan mental yang umum seperti gila, depresi, stress, autisme, skizofernia, paranoid, psikopat, eating disorder. Sebagian kecil menyebutkan nama-nama gangguan mental yang kurang umum, seperti bipolar (gangguan mood), OCD, anxiety, phobia (secara spesifik), paraphilia (secara spesifik), hipokondria, dan lain-lain. - Sejauh mana anda mengetahui gangguan-gangguan mental tersebut? 56 % responden menjawab hanya tahu namanya. 41 % responden menjawab tahu pengertian dan gejala umumnya. 3% responden menjawab tahu pengertian, gejala, dan perawatannya. - Darimana anda mendapat informasi mengenai gangguan mental tersebut? 38 % responden menjawab Koran/majalah 28 % responden menjawab Buku Fiksi (Novel,Novel Grafis,Komik,Cerita Pendek,dsb) 27% responden menjawab Buku Non-Fiksi (Kesehatan,Psikologi,Kisah Nyata,dsb) 52 % responden menjawab TV 46 % responden menjawab internet 32% responden menjawab kenalan/kerabat - Apakah anda mengenal seseorang dengan gangguan mental? 65 % responden menjawab tidak. 32 % responden menjawab ya, tapi hanya gangguan mental ringan. 3% responden menjawab ya, dengan gangguan mental berat. - Bagaimana perasaan dan sikap anda terhadap orang dengan gangguan mental yang anda tahu tersebut? 25 % responden menjawab takut. 43 % responden menjawab kasihan 15% responden menjawab enggan/menjaga jarak 13% responden menjawab ingin membantu 20 % responden menjawab bingung 13% responden menjawab tidak mau berurusan - Apakah anda ingin mengetahui lebih jauh mengenai gangguan-gangguan mental? 33 % responden menjawab tidak, tidak tertarik dengan topik tersebut. 7 % responden menjawab tidak,takut dengan hal seperti itu. 24% responden menjawab ya, tertarik dengan topic tersebut 36 % responden menjawab ya, penting untuk diketahui - Informasi apa yang ingin anda ketahui tentang gangguan-gangguan mental, yang menurut anda penting untuk diketahui masyarakat? 60 % responden menjawab gejala.. 68% responden menjawab penyebab. 70% responden menjawab penanggulangan 30 % responden menjawab asal usul penyakit 60 % responden menjawab gejala.. 68% responden menjawab penyebab. 16% responden menjawab profil umum penderita 41% responden menjawab sudut pandang penderita 2.2 Data Pendukung 2.2.1 Definisi Gangguan mental Menurut DSM-IV yang dikeluarkan American Psychiatric Association, Gangguan mental adalah gejala atau pola dari tingkah laku psikologi yang tampak secara klinis yang terjadi pada seseorang dari berhubungan dengan keadaan yang menyakitkan atau ketidakmampuan (gangguan pada satu area atau lebih dari fungsifungsi penting) yang meningkatkan risiko terhadap kematian, nyeri, ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan yang penting. 2.2.2 Psikologi Abnormal Di dalam psikologi, dikenal perilaku-perilaku yang menyimpang dari perilaku yang normal sebagai gejala dari gangguan mental. Penyimpangan perilaku ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan psikis pada orang yang bersangkutan, tetapi bisa juga disebabkan karena adanya stressor (sumber stres) yang datang dari luar, atau, perubahan sosial yang mengubah kriteria normal-tidak normal. Cabang psikologi yang khusus mempelajari gangguan mental ini disebut Psikopatologi atau Psikologi Abnormal, sedangkan usaha-usaha untuk memperbaiki atau menyembuhkan kelainan-kelainan ini dilakukan dalam Psikologi klinis. Perilaku menyimpang ini seringkali tidak mendapatkan perhatian. Hanya sedikit orang dari keseluruhan populasi yang pernah dirujuk ke rumah sakit mental. Kebanyakan orang, bahkan yang sebenarnya bermasalah psikologis pun, tidak pernah mencari bantuan psikolog ataupun psikiater. Kebanyakan dari kita memiliki kerabat yang kita sebut eksentrik, tetapi hanya sedikit yang punya kerabat yang benar-benar aneh. Namun, sebenarnya, perilaku menyimpang sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Pola perilaku yang menyimpang meliputi gangguan fungsi psikologis atau gangguan mental. Istilah penyakit mental secara kolektif mengacu pada semua gangguan mental yang dapat didiagnosis, termasuk gangguan kecemasan, gangguan mood, skizofernia, disfungsi seksual, dan gangguan penyalahgunaan zat. Jika kita membatasi definisi di antara kita tentang perilaku abnormal pada gangguan mental yang dapat didiagnosis, berarti satu dari dua orang di antara kita secara langsung telah mengalaminya. Gangguan psikologis paling banyak dialami oleh orang-orang berusia antara 25-32 tahun dan menurun seiring bertambahnya usia. Masalah yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi lebih umum terjadi pada wanita. Masalah penyalahgunaan alkohol dan zat-zat lebih umum terjadi pada laki-laki. Perilaku yang menyimpang adalah respon psikologis yang tidak sesuai dengan situasi atau tingkat keseriusan masalah. Menurut buku Psikologi Abnormal, yang ditulis Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus, dan Beverly Greene, kriteria yang umum digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku abnormal: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Perilaku yang tidak biasa. Perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial dan melanggar norma sosial. Persepsi atau interpretasi yang salah terhadap realitas. Orang-orang tersebut berada dalam stres personal yang signifikan. Perilaku maladaptif atau self-defeating. Perilaku berbahaya. Mengaitkan perilaku yang menyimpang dengan penyebab supranatural atau halhal gaib disebut model demonologi. Doktrin ini menyebutkan bahwa perilaku abnormal seseorang disebabkan oleh pengaruh roh jahat atau kekuatan setan. Masyarakat saat itu meyakini bahwa kekuatan roh atau setan dapat merasuk ke dalam tubuh seseorang dan mengontrol pikiran serta tubuh orang tersebut. Demonologi ditemukan di Yunani, Cina, dan Mesir. Pada zaman Yunani Kuno, orang yang berperilaku menyimpang sering dikirim ke kuil untuk dipersembahkan pada Aesculapius, yang adalah Dewa Penyembuhan, karena mereka percaya ketidakwarasan yang menyelimuti pikiran seseorang adalah hukuman dari dewa. Hipocrates menentang pemikiran tersebut. Ia meyakini bahwa kesehatan tubuh dan mental tergantung pada keseimbangan cairan tubuh. Berlebihnya lendir (phlegm) menyebabkan orang tidak bertenaga, berlebihnya cairan empedu hitam menyebabkan depresi atau melankolia, terlalu banyak darah menyebabkan sikap optimistik atau disposisi sanguinis, sementara kelebihan cairan empedu kuning membuat orang-orang cepat marah atau koleris. Meskipung kita tidak lagi mengikuti pemikiran Hipocrates, ia memberi pandangan baru bahwa perilaku normal didasari proses biologis, bukannya supranatural. Hipocrates juga menggolongkan tiga kategori utama perilaku menyimpang, yaitu melankolia yang menandai depresi berlebihan, maniak yang mengacu pada kegembiraan yang berlebihan, dan frenitis untuk perilaku aneh (yang mengarah pada skizofernia). Selain itu, Hippocrates merupakan pelopor somatogenesis – suatu ide yang menyebutkan bahwa kondisi soma (tubuh) mempengaruhi pikiran dan perilaku individu. Jika soma (tubuh) seseorang terganggu, maka pikiran dan perilakunya juga akan terganggu. Kebalikannya, yaitu psychogenesis – suatu keyakinan bahwa segala sesuatu tergantung kepada kondisi psikis individu. Pada zaman pertengahan, tulisan dari mengenai keyakinan bahwa perilaku abnormal sebagai tanda kerasukan roh jahat atau iblis ditemukan dan dibangkitkan lagi oleh Gereja. Para pemuka agama pada masa itu melakukan suatu upacara untuk mengeluarkan pengaruh roh jahat dari tubuh seseorang. Mereka menggunakan nyanyian mantra atau siksaan terhadap objek tertentu, bisa binatang atau manusia. Metode tersebut dinamakan exorcism. Pada zaman Renaissance setelahnya, ketakutan akan roh jahat dan penyihir meningkat. Orang-orang yang diduga penyihir dihukum mati. Untuk mengetes apakah orang itu benar dirasuki roh jahat, mereka ditenggelamkan di air, yang tenggelam terbukti tidak bersalah sementara yang terapung dianggap bersekutu dengan iblis dan dihukum mati. Para ilmuwan sekarang mengajukan dugaan bahwa orang-orang yang disebut penyihir itu adalah orangorang dengan gangguan mental. Bagaimana pun, teori Hippocrates tetap berkembang dan di abad 15-16, Rumah Sakit Mental mulai menyebar di Eropa. Di abad 17-18, beberapa orang seperti JeanBaptiste Pussin, Philippe Pinel, Benjamin Rush, dan Dorothea Dix, berusaha agar penanganan terhadap penderita gangguan mental lebih manusiawi. Filosofi penanganan ini disebut terapi moral. Namun, di abad ke 19, muncul sikap apatis dimana perilaku abnormal dianggap tidak bisa disembuhkan. Rumah sakit mental menjadi sekitar tempat penitipan dan perawatan yang ada pun kurang baik. Gerakan Kesehatan Mental Komunitas (Community Mental Health Act) pada tahun 1963 meminta reformasi sistem kesehatan mental, yang dijawab dengan didirikannya Sistem Pusat Kesehatan Mental (Community Mental Health Center) yang berskala nasional. CMCH bertujuan memberikan dukungan dan perawatan bagi penderita gangguan mental yang dilepaskan dari rumah sakit mental. Hal ini didukung penemuan obat antipsikotik yang membantu menekan gejala-gejala skizofernia, yaitu phenothiazines. Penggunaan obat ini memberi harapan akan penderita gangguan mental, misalnya skizofernia, untuk kembali ke komunitas. 2.2.3 Penggolongan gangguan mental berdasarkan DSM IV-TR Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder merupakan panduan bagi ahli kesehatan mental, baik psikolog maupun psikiater, yang membahas dan mengklasifikasikan gangguan mental dan membantu diagnosis masalah kesehatan mental. DSM diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA) dan saat ini sudah diterbitkan sampai versi keempat. Penggunaan DSM sebagai panduan internasional mengundang kontroversi karena DSM dibuat berdasarkan kasus-kasus di Amerika Serikat, sehingga dikembangkan versi internasional dari DSM, yang dimasukkan dalam bab Mental Disorders pada buku International Statistical Classification of Disease (ICD) yang dipublikasikan oleh World Health Organization (WHO). Penggolongan DSM mengacu pada sistem poros ganda (multi-axial system), yaitu pada aspek-aspek yang terganggu atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, yang terbagi atas: -Poros I : gangguan klinis, termasuk gangguan utama dan gangguan dalam perkembangan mental dan gangguan belajar. -Poros II : gangguan mengenai kondisi kepribadian, maupun gangguan keterbelakangan mental. -Poros III : kondisi medis dan gangguan fisik yang akut, seperti benturan atau luka pada otak dan gangguan media yang memperparah gangguan atau menimbulkan gejala baru yang mirip dengan gangguan mental yang lain. -Poros IV : faktor-faktor psikososial dan lingkungan yang ikut menyebabkan terjadinya gangguan. -Poros V : asesmen atau skala fungsi untuk anak-anak di bawah 18 tahun yang berlaku global. 2.2.4 Media buku Menurut Wikipedia, buku adalah kumpulan lembaran dari kertas atau bahan lain yang berisi tulisan, hasil print atau cetakan, ilustrasi, atau halaman kosong, yang dijilid menjadi satu pada salah satu sisinya. Menurut Yongki Safanayong dalam bukunya Desain Komunikasi Visual Terpadu, manual desain untuk publikasi (buku) terdiri atas: • Cover Hardcover dan softcover (paperback), yang mencakup: o Jaket buku (untuk hardcover) o Cover depan/muka - Judul, subjudul, penulis, logo penerbit, judul seri o Punggung buku (tulisan dibaca dari atas ke bawah) - Judul, penulis, logo penerbit o Cover belakang - Biografi penulis dan blurb, barcode dan ISBN/ISSN o Flap jaket - Uraian singkat atau teaser copy (pada flap depan) -Biografi penulis dan potret (pada flap belakang) -ISBN o Endpaper atau inside cover depan dan belakang. • Halaman-halaman pendahuluan (preliminary) o Preliminary blank atau Flyleaf o Half-title atau bastard - Judul (umumnya diletakkan setelah endpaper) - Review, uraian singkat penulis atau teaser copy o Frontispiece (contoh: left of title page) - Sebuah gambar dengan keterangan (caption) - Halaman setelah half title o Halaman Judul (title page) - Judul, subjudul, judul seri, dan penulis -Penerbit, tempat publikasi o Halaman imprint (verso of title page) - Pemilik hak cipta, tahun publikasi - Informasi cetak ulang : nomor cetak ulang, tanggal - ISBN - Detail produksi (editor, desainer, manajer produksi, percetakan,dll) o o o o o o o o • - Colophon (bisa di bagian depan atau belakang) : detail tipografi dan reproduksi (jenis huruf dan kertas yang digunakan, proses percetakan, edisi, fotografi, desain ) Dedikasi atau kuotasi Foreword (oleh penulis tamu) Daftar isi, daftar ilustrasi, daftar tabel Kata pengantar (alasan buku ini ditulis oleh penulis atau penulis tamu) Penghargaan (pada kontributor atau penasehat) Petunjuk penggunaan buku (optional) Pendahuluan Glosari atau daftar istilah penting Teks Dibagi dalam bab. Halaman 1 dihitung mulai dari sini, umumnya dimulai dari sebelah kanan (recto), bisa juga bagian dari judul, sehingga apabila bab mulai dari halaman recto, halaman 3 menjadi halaman teks pertama sesungguhnya. Apabila halaman bab dimulai pada verso, halaman 2 yang menjadi halaman teks pertama sesungguhnya. Halaman sub judul selalu dimulai pada halaman kanan (recto) dan sering kali diberi warna blok penuh untuk dikenali saat buku dibuka dengan cepat. • Endm matter o o o o o o Informasi tambahan (suplement) ( Appendixx Referensii (bisa juga diletakkan d d akhir tiap bab) di b Sumber ilustrasi i Bibliograafi Indeks Struk ktur buku 1. Kertass pengikat buku 2. Flap 3. Endpaaper 4. Sampu ul buku 5. Tepi b buku atas 6. Tepi b buku sampingg 7. Tepi b buku bawah 8. Halam man kanan, reecto 9. Halam man kiri, verso o 10. Gutter ku berdasarkkan isinya : Jenis buk • Fiksii Sebaagian buku yang y ada saatt ini adalah buku b fiksi, berupa b karanngan atau fantaasi, yang berrtujuan sebaggai hiburan. Buku fiksi sendiri s terbaggi menjadi berbaagai genre. Novel N adalahh bentuk paling umum dari d buku nonnfiksi. Pada komiik dan novell grafis, ceritta disampaikkan dengan ilustrasi. i • Non--fiksi Buku u referensi merupakan m coontoh palingg umum, yanng memberi informasi i dalam m berbagai bentuk, b misaalnya almanaak, ensiklopeedia, kamus,,atlas, buku pand duan, petunjuuk manual, dan d lain-lain. • Lainnya Buku yang tidak termasuk fiksi dan non-fiksi, misalnya album, buku pujian di gereja, atau buku doa. 2.3 Karakteristik Produk 2.3.1 Sinopsis Produk berupa buku non-fiksi untuk publikasi mengenai gangguan mental ini, dengan penjelasan mengenai gejala, penyebab/asal-usul, profil penderita, dan saran penanganan, yang didukung dengan ilustrasi dan infografik. Memiliki sinopsis sebagai berikut: Dari Paranoid, Anti-sosial, Phobia, Skizofrenia, Bipolar, Autisme, Hipokondria, dan masih banyak lagi. Buku ini membahas jenis-jenis gangguan mental untuk menjadi referensi bagi pembaca dalam memahami masalah kesehatan mental, yang seringkali tabu untuk dibicarakan. Gangguan mental adalah kondisi kompleks yang dipengaruhi kondisi otak, mood, dan keadaan psikologis seseorang. Tanda-tanda yang terlihat dapat terlihat mirip namun mengarah ke gangguan yang sama sekali berbeda. Dengan mengetahui jenis-jenis gangguan mental lebih jauh, diharapkan pembaca dapat mendeteksi gangguan mental sedini mungkin dan mendapat perawatan yang tepat. Pemahaman ini juga diharapkan dapat mengurangi stigma negatif terhadap gangguan mental, dengan menyadari bahwa gangguan mental adalah kondisi kesehatan ilmiah yang memerlukan penanganan. 2.3.2 Daftar Isi Pendahuluan I. Abnormalitas -Kriteria abnormal -Berbagai perspektif -Praktisi dan terapi -Stres -Stres pada Tubuh II. Gangguan Mental -Penggolongan gangguan mental menurut DSM -Skala Penilaian Global *Kecemasan -Gangguan panik -Gangguan kecemasan menyeluruh -Gangguan fobia -Gangguan obsesif-kompulsif * Dissosiatif -Gangguan identitas disosiatif (kepribadian ganda) -Gangguan amnesia disosiatif -Fugue disosiatif -Depersonalisasi * Somatoform -Gangguan konversi -Gangguan dismorfik tubuh -Hipokondriasis *Mood -Gangguan depresi -Gangguan distimik -Gangguan bipolar -Gangguan sikliotimik *Kepribadian -Gangguan kepribadian paranoid - Gangguan kepribadian skizoid -Gangguan kepribadian skizotipal -Gangguan kepribadian antisosial -Gangguan kepribadian ambang -Gangguan kepribadian histrionik -Gangguan kepribadian narsistik -Gangguan kepribadian menghindar -Gangguan kepribadian depeden -Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif * Ketergantungan zat -Penyalahgunaan zat -Obat yang disalahgunakan -Ketergantungan * Gangguan makan -Anoreksia nervosa -Bulimia nervosa -Gangguan makan berlebihan *Gangguan tidur -Dissomnia, yang terdiri dari Insomnia, hipersomnia, dan narkolepsi -Parasomnia, yang terdiri dari mimpi buruk, gangguan teror dalam tidur, gangguan berjalan sambil tidur *Identitas Gender and Seksualitas -Gangguan identitas gender -Homofobia -Parafilia -Disfungsi seksual *Skizofrenia -Skizofrenia -Psikosis *Anak dan Remaja -Gangguan perkembangan pervasif (autisme, rett. Asperger) -Retardasi mental -Gangguan ADHD -Disleksia *Kognitif - Delirium (akibat gangguan medis, intoksikasi zat, putus zat) -Demensia (tipe alzeimer, vascular, akibat penyakit, akibat trauma kepala) -Gangguan Amnestik (akibat kondisi medis, akibat zat). 2.3.3 Data Penyelenggara PT. Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah Barat 33-37, Lt. 2-3 Jakarta 10270 www.gramedia.com Gramedia Pustaka Utama adalah anak perusahaan dari kelompok Kompas Gramedia yang mulai menerbitkan buku sejak tahun 1974. Dengan misi “Ikut mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa serta masyarakat Indonesia” , Gramedia Pustaka Utama berusaha keras untuk menjadi agen pembaruan bagi bangsa ini dengan memilih dan memproduksi buku-buku yang berkualitas, yang memperluas wawasan, memberikan pencerahan, dan merangsang kreativitas berpikir. Melalui pengalaman jatuh-bangun dan melihat kebutuhan pasar, Gramedia Pustaka Utama akhirnya mengkonsentrasikan diri untuk menggarap dua bidang utama, yakni fiksi dan non-fiksi. Bidang fiksi dibagi menjadi fiksi anak-anak dan pra-remaja, remaja, dewasa. Bidang non-fiksi dibagi menjadi humaniora, pengembangan diri, bahasa dan sastra Indonesia, bahasa Inggris/ELT, kamus dan referensi, sains dan teknologi, kesehatan, kewanitaan, dsb. 2.3.4 Target Konsumen a. Target Primer Demografi -Usia : 21-35 tahun -Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan -Pendidikan : SMA, Perguruan Tinggi -Kelas Ekonomi : Menengah ke atas (SES B-A+) Geografi -Domisili : Kota Besar -Letak :Jakarta dan sekitarnya Psikografi -Personality : Berpikiran kritis; Tertarik untuk mempelajari hal-hal baru; Peduli pada kesehatan; Peduli dengan orang lain dan sekitarnya; Mudah Simpatik; Profesional dan mementingkan etos kerja; Tertarik dengan psikologi; -Behavior : Suka membaca; Mengikuti berita dan perkembangan jaman; Berbicara hal-hal yang kritis; Lebih memilih hal-hal idealis daripada praktis; Mementingkan kualitas; Peduli lingkungan -Lifestyle : Bekerja atau sedang menyelesaikan kuliah ; Mengoleksi buku; Tertarik dengan film dan buku yang penikmatnya berpikir, seperti Inception, Shutter Island, Silence of the Lamb; Suka ke toko buku dan perpustakaan; Bersikap positif terhadap gerakan peduli lingkungan, seperti Earth Hour, Go Green, dll; Membaca artikel yang menambah pengetahuan di koran, majalah, dan internet; b. Target Sekunder Demografi -Usia : 16-65 tahun -Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan -Pendidikan : SMA, Perguruan Tinggi, Pascasarjana -Kelas Ekonomi : Menengah ke atas (SES A-B) Geografi -Domisili : Kota Besar -Letak : seluruh Indonesia Psikografi - Personality : Memiliki sifat bertanggung jawab yang tinggi; Bersikap ingin tahu terhadap hal yang dihadapinya; Memperhatikan teman dan keluarga; Menganggap penting kesehatan mental; Empatik dan simpatik pada penderita gangguan mental; - Behavior : Suka membaca; Mengutamakan tanggung jawabnya terhadap keluarga dan kerabat; Kritis, analitis ,dan cepat tanggap; Lebih memilih hal yang penting daripada bersenang-senang, - Lifestyle : Memiliki kerabat atau kenalan yang menderita gangguan mental; Mencari tahu tentang gangguangangguan mental; Ikut mendampingi keluarga yang membutuhkan; Serius dalam sekolah, kuliah, maupun pekerjaan 2.3.5 Kompetitor 2.3.5.1. Kompetitor berdasarkan tema buku -50 Signs of Mental Illness Ditulis oleh James Whitney Hicks M, D, dari Yale University PressHealth and Wealthness. Merupakan buku panduan untuk memahami kesehatan mental. Membahas 50 gejala yang dapat mengarah ke gangguan mental untuk membuat pembaca lebih kritis dalam menganalisa sikap-sikapnya. Dari kemarahan, antisosial, delusi, depresi, ketakutan, halusinasi, iri hati, obsesi, panik, masalah kepercayaan diri, masalah tidur, keinginan bunuh diri, trauma, dan masih banyak lagi. Semuanya dipaparkan secara singkat dengan contoh skenario dan bagaimana menghadapi gejala-gejala tersebut. - Solusi Praktis: Mengenali, Mengatasi,dan Mengantisipasi Depresi Ditulis oleh Dr. Rebecca Fox-Spencer dan Profesor Allan Young. Untuk terjemahan bahasa Indonesianya, diterjemahkan oleh dr. Winardini. Ketika mengalami stres, kegagalan, penolakan, pengucilan, atau kehilangan seseorang, kadang sulit membedakan mana kondisi "jatuh" yang normal dan mana yang tidak-yang disebut depresi. Untuk menjaga kesehatan mental, perlu mengenali rambu-rambu depresi dengan benar. Buku ini membahas mengenai gejala depresi, penyebab depresi, hubungan pola makan dengan depresi, cara mengendalikan dan menangani depresi, cara kerja obat antidepresan, dan berbagai pilihan terapi. - Serba-Serbi Anak Autis Ditulis oleh D.S.Prasetyono. Buku ini menjelaskan gejala-gejala tubuh yang mengarah ke autisme pada anak. Buku yang sangat lengkap mengupas seluk-beluk anak autis ini ditujukan untuk memberi informasi tentang autisme, cara melakukan diagnosis, dan sekaligus melakukan terapi yang paling tepat dan bijak, agar tidak salah dalam memperlakukan dan menangani anak autis, seperti menjauhi, mengasingkan, atau bahkan mengisolasi si anak. 2.3.5.2. Kompetitor berdasarkan pendekatan buku - Ensiklopedia Tubuh Manusia Sebuah Panduan Berilustrasi Mengenai Struktur, Fungsi dan Kelainan Tubuh Manusia oleh Steve Parker yang diterbitkan Erlangga. Membahas setiap sistem tubuh manusia, mulai dari kerangka hingga kulit, rambut, dan kuku. Juga semua aspek yang berkaitan dengan fungsi tubuh - misalnya bagaimana jantung berdenyut, bagaimana kita bernapas, bagaimana kita melihat, mendengar, dan merasa, serta bagaimana tubuh melindungi dirinya sendiri. Proses dalam tubuh yang sangat rumit dan tak terlihat oleh mata telanjang, seperti bagaimana impuls syaraf berjalan, digambarkan dengan jelas melalui ilustrasi yang memukau. Buku panduan ini juga membahas lebih dari 200 penyakit umum dan kelainan yang dijelaskan dan diilustrasikan secara terperinci. - The Hypochondriac's Pocket Guide to Horrible Diseases You Probably Already Have Oleh Dennis DiClaudio. Membahas 50 macam penyakit yang aneh dan menyakitkan, dengan penulisan yang lebih ringan serta jenaka. Informasi yang disampaikan cukup lengkap, dari penjelasan, daftar gejala, penanganan, kemungkinan sembuh, dan untuk yang belum menderita—cara mencegah penyakit tersebut. Buku ini dapat menjadi referensi bagi pembaca mengenai penyakit-penyakit tersebut, dan sekaligus menghibur. 2.3.6 SWOT 2.3.6.1. Strength - Belum adanya buku lokal serupa, mengenai pembahasan berbagai gangguan mental yang diperuntukkan bagi umum. Kompetitor umumnya hanya membahas gangguan mental spesifik, misalnya stress, depresi, autisme, dll. -Pembahasannya praktis, padat dan jelas sehingga lebih mudah dicerna dan cocok untuk masyarakat umum. 2.3.6.2. Weakness -Harga relatif mahal, sehingga membatasi kelas ekonomi target audience. -Pembahasan dari masing-masing gangguan mental hanya bersifat general, karena fungsinya hanya sebagai panduan umum. 2.3.6.3. Opportunities - Tema tentang gangguan mental memang perlu untuk diangkat saat ini, berkenaan dengan angka gangguan mental dan kasus bunuh diri yang terus meningkat. -Berbagai penyuluhan kesehatan mental dan berita-berita mengenai anggota DPR yang mengalami gangguan mental, mulai diadakannya hotline khusus keluhan untuk keinginan bunuh diri (500-454), berita mengenai penderita gangguan mental yang dipasung, menjadikan gangguan mental topik yang sedang hangat. - Lebih bisa diterima masyarakat awam dibanding pengantar psikologi umum lainnya yang cenderung ditujukan pada kalangan di bidang psikologi. -Kemungkinan buku untuk menarik para peminat psikologi. 2.3.6.4. Threat: -Adanya kemungkinan kurangnya ketertarikan masyarakat, karena mereka belum aware terhadap kesehatan mental. - Adanya pandangan skeptis terhadap buku buatan lokal. -Saat ini, kebanyakan penyebaran informasi melalui media digital, sehingga kemungkinan peminat buku berkurang. -Kurangnya minat baca masyarakat.