4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel yang negatif dengan panjang fragmen 1.800 pasang basa. Pembahasan dimulai dengan penyiapan templat DNA, hasil PCR, dan hasil sequencing. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil sequencing dengan melakukan perbandingan terhadap urutan nukleotida standar CRS dan data yang sudah dipublikasikan dalam Mitomap. 4.1 Pengambilan sampel Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kaitan antara DNA mitokondria pada sampel Diabetes Mellitus (DM) yang ada di laboratorium Biokimia ITB. Secara umum untuk menganalisis mutasi pada DNA mitokondria yang berkaitan dengan penyakit, biasanya dilakukan pengambilan sampel dari sel darah putih, jaringan otot (secara biopsi), plasenta, ataupun jaringan lain yang terlibat dalam penyakit tersebut. Pengambilan sampel DNA mitokondria dari sel darah pun dilaporkan lebih mudah untuk dianalisis mutasinya terutama jika sifat DNA mitokondria individu tersebut bersifat heteroplasmi. Akan tetapi, pengambilan sampel dari sel darah ataupun jaringan dalam tubuh dengan cara biopsi tentu menyakitkan bagi penderita. Oleh karena itu, untuk mempermudah penyiapan templat DNA yang tidak menyakitkan, dapat diterapkan pada setiap orang, serta sampel tersebut cukup stabil pada suhu kamar untuk jangka waktu tertentu, maka dilakukan pengambilan sampel dari sel epitel rongga mulut manusia (Noer et al., 1997). Pengambilan sampel dari sel epitel mulut ini diasumsikan memiliki mutasi mtDNA yang sama dengan mutasi mtDNA pada jaringan lain terutama sel beta-pankreas, sehingga diharapkan jika ditemukan terdapat mutasi pada sel epitel mulut akan sama mutasinya dengan yang terjadi pada sel beta-pankreas individu tersebut. Selain itu, amplifikasi fragmen-B (daerah 2364-4249) pada mtDNA dari sampel sel epitel mulut juga belum pernah dilaporkan menghasilkan hasil amplifikasi yang berhasil dan konsisten. Adapun keberhasilan amplifikasi sel epitel mulut pada fragmen-B ini jika dilakukan isolasi DNA mitokondria terlebih dahulu. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan amplifikasi fragmen-B mtDNA yang diperoleh melalui metode lisis sel epitel mulut (Noer et al., 1997). 4.2 Hasil Lisis Sel Pengambilan sampel dari sel epitel mulut dilakukan menggunakan metode kertas saring, yaitu diharapkan sel epitel mulut akan menempel pada kertas saring yang ditempel dan ditekan ke atas rongga mulut. Perlakuan sampel sel epitel mulut selanjutnya dilakukan dengan metode lisis sel untuk mendapatkan DNA mitokondria. Lisis sel ini bertujuan untuk memecah dinding sel dan mengeluarkan seluruh isi sel termasuk DNA. Pemecahan dinding sel epitel ini dilakukan menggunakan bufer lisis yang di dalamnya mengandung Tween-20 (Merck). Tween-20 merupakan deterjen non-ionik yang akan membentuk micelles di dalam larutannya. Struktur Tween-20 yang berbentuk misel ini berarti memiliki bagian hidrofob yang tersusun dari senyawa hidrokarbon dengan rantai yang cukup panjang, dan bagian hidrofilik yang tersusun oleh senyawa ester atau alkohol. Senyawa fosfolipid yang berada dalam sel akan larut dalam misel Tween-20 ini karena adanya interaksi dari bagian hidrofilik misel dengan senyawa fosfolipid tersebut. Untuk merusak struktur membran sel dilakukan dengan menambahkan enzim proteinase-K yang aktif bekerja pada suhu 54OC, sehingga waktu inkubasi dilakukan pada suhu ini selama satu jam. Penambahan enzim proteinase-K ini berfungsi untuk mendegradasi enzim-enzim DNAse dan protein lainnya untuk menghindari degradasi DNA terutama DNA mitokondria pada larutan sampel. Deaktivasi enzim proteinase-K dilakukan pada suhu 95OC selama 15 menit, lalu dilakukan sentrifugasi sehingga ekstrak DNA mitokondria hasil lisis akan berada dalam supernatan dan dapat langsung digunakan sebagai templat untuk amplifikasi (Noer et al., 1994). Templat mtDNA yang berada di supernatan dipisahkan ke dalam tabung aliquot baru untuk menghindari bercampurnya kembali DNA dengan molekul lainnya. Templat kemudian dapat disimpan pada freezer suhu -20OC. 4.3 Fragmen 1,8 kb Hasil Amplifikasi PCR Perbanyakan DNA atau amplifikasi DNA secara in vitro dilakukan dengan metode PCR. Siklus PCR pada penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu tahap denaturasi awal (inisiasi), tahap perpanjangan (ekstensi), dan tahap pemantapan. Tahap denaturasi bertujuan untuk melepaskan 37 semua ikatan hidrogen yang menghubungkan dua untai DNA sehingga menghasilkan untai DNA tunggal. Tahap annealing yang suhunya lebih rendah dibanding denaturasi ini berbedabeda untuk tiap primer yang digunakan. Pada penelitian kali ini dengan menggunakan primer Bfor dan Brev maka suhu annealing yang digunakan adalah pada suhu 53OC. Setelah tahap perpanjangan rantai, dilakukan tahap pemantapan untuk meyakinkan bahwa untai tunggal DNA yang tersisa sudah teramplifikasi. Setiap melakukan reaksi PCR maka dibutuhkan komponen atau reagen PCR, dan keberhasilan PCR ini ditentukan dari komposisi komponen atau reagen PCR tersebut. Campuran dari semua reagen PCR yang dibutuhkan dalam setiap kali reaksi PCR seringkali disebut mastermix. Untuk mendapatkan fragmen hasil amplifikasi yang diinginkan yang artinya proses perbanyakan berhasil dilakukan, maka komponen PCR harus dipastikan sudah berada dalam campuran atau master-mix tadi. Masing-masing komponen memiliki komposisi tertentu dalam setiap campuran bahkan komposisi templat yang juga harus sesuai agar hasil amplifikasi yang diperoleh optimal. Pada dasarnya sudah terdapat komposisi tertentu untuk melakukan satu kali reaksi PCR. Akan tetapi, untuk mendapatkan hasil yang optimal dibutuhkan optimasi terhadap masing-masing komponen PCR yang ada. Optimasi komponen PCR pada penelitian ini dirasakan perlu karena pada penelitian sebelumnya amplifikasi DNA mitokondria dari sel epitel mulut yang dilaporkan belum menghasilkan satu pita fragmen yang konsisten. Optimasi yang sempat dilakukan adalah konsentrasi ion Mg2+ dalam larutan MgCl2 karena ion Mg2+ merupakan kofaktor enzim yang dapat meningkatkan kinerja enzim Taq polimerase. Akan tetapi, penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi juga tidak diperoleh satu pita fragmen hasil amplifikasi yang optimal sehingga ditentukan konsentrasi ion Mg2+ 2,5 mM untuk tiap reaksi PCR yang dilakukan. Selain optimasi konsentrasi Mg2+ (dalam MgCl2), dilakukan juga optimasi jumlah templat yang diamplifikasi. Penggunaan konsentrasi templat yang berlebih ternyata menimbulkan pita fragmen hasil PCR yang tidak jelas dan mendatar tetapi pita yang smear. Hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena templat yang berlebih ketika diamplifikasi maka akan menghasilkan jumlah molekul DNA yang sangat banyak sehingga pita fragmen terlihat menjadi smear. Selain diperoleh pita yang smear, peningkatan jumlah templat juga menyebabkan proses amplifikasi justru tidak berhasil. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan templat yang justru dapat menjadi inhibitor reaksi PCR ketika jumlah DNA pada templatnya terlalu banyak. Komponen penting lain yang juga berbeda untuk tiap reaksi PCR adalah penggunaan primer. Oleh karena penelitian ini adalah untuk mendeteksi adanya mutasi pada posisi 3243, maka amplifikasi dilakukan pada daerah tersebut yaitu daerah 2364-4249 menggunakan primer Bfor 38 dan Brev. Kedua primer akan menempel pada ujung-ujung fragmen tersebut dengan sisi penempelan mtDNA yang berkebalikan dan akan memperpanjang kedua fragmen dengan arah yang berlawanan. Setelah melalui optimasi yang telah dilakukan, termasuk penggunaan primer yang tepat, maka dapat disimpulkan bahwa proses amplifikasi fragmen-B mtDNA menggunakan metode PCR berhasil dilakukan dan memiliki peranan penting dalam penelitian selanjutnya terhadap DNA mitokondria. Metode PCR ini memiliki kelebihan dibandingkan metode rekombinan, yaitu hanya membutuhkan sampel dalam jumlah sedikit. Namun perlu diketahui bahwa urutan asam amino pada ujung segmen mtDNA akan digunakan sebagai primer dan membutuhkan kriteria khusus untuk primer yang digunakan di antaranya: (1) jumlah G-C lebih besar dibanding jumlah A-T; (2) harus terletak pada arah yang benar; (3) ujung 3’ harus G atau C; (5) diusahakan primer tersebut tidak mempunyai komplemen di untai lain selain untai awal; (6) ujung-ujung jangan saling berkomplemen untuk menghindari terbentuknya polindron atau loop. 4.4 Analisis Hasil PCR Hasil PCR kemudian dianalisis menggunakan metode elektroforesis gel agarosa dan visualisasinya dapat dilihat di bawah sinar UV. Metode ini mampu memperlihatkan ukuran fragmen hasil PCR yang diperoleh dalam penelitian. Untuk menentukan ukuran hasil PCR digunakan penanda (marker) pUC19/HinfI dengan ukuran pasang basa tertentu. Proses amplifikasi dinyatakan berhasil jika kontrol positif memberikan hasil positif yaitu adanya satu pita fragmen pada ukuran 1,8 kb dan sampel yang juga menghasilkan pita pada ukuran 1,8 kb serta kontrol negatif memberikan hasil negatif yaitu tidak adanya pita pada gel (Gambar 4.1). Gambar 4. 1 Elektroforesis gel agarosa hasil amplifikasi fragmen-B mtDNA Sumur sebelum nomor 1 merupakan sumur penanda pUC19/HinfI dengan ukuran-ukuran tersebut. Satu pita hasil amplifikasi pada kontrol positif (1) dan sampel (2) dengan ukuran 1,8 kb. Kontrol negatif tidak memberikan pita. 39 Gambar 4.1 merupakan foto hasil elektroforesis gel agarosa terhadap satu sampel yang negatif Diabetes Mellitus (DM). Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa baik kontrol positif dan sampel negatif-diabetes menghasilkan satu pita berukuran 1,8 kb dan kontrol negatif yang tidak menghasilkan pita. Kontrol positif ini digunakan sebagai pembanding apabila tidak diperoleh pita pada sampel dengan ukuran yang diinginkan, sementara kontrol negatif yang tidak menghasilkan pita mengindikasikan bahwa pita pada sampel bukan berasal dari kontaminan. Setelah menganalisis hasil elektroforesis ini, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kali ini berhasil melakukan perbanyakan DNA mitokondria pada fragmen-B (23644249) dari sampel sel epitel mulut dan menghasilkan satu pita. Selain itu, metode lisis dari sel epitel mulut tanpa adanya isolasi DNA mitokondria juga berhasil dilakukan. Setelah berhasil mendapatkan satu pita fragmen-B mtDNA pada sampel negatif-diabetes, maka penelitian selanjutnya adalah untuk mengamplifikasi fragmen-B pada sampel yang positif diabetes. Satu pita fragmen hasil amplifikasi pada sampel tersebut sesuai dengan yang diinginkan, yaitu mengamplifikasi daerah fragmen-B pada DNA mitokondria atau daerah yang diperlukan untuk mengetahui mutasi yang terjadi pada posisi 3243. Satu pita pada hasil elektroforesis merupakan visualisasi dari skema fragmen-B pada mitokondria seperti pada Gambar 4.2. Gambar 4. 2 Skema amplifikasi fragmen-B DNA mitokondria Satu pita fragmen yang terlihat dari hasil elektroforesis merupakan visualisasi dari skema amplifikasi fragmen-B mtDNA seperti di atas, sehingga berhasil menghasilkan fragmen berukuran 1,8 kb. Fragmen ini merupakan fragmen yang diinginkan untuk menganalisis daerah mutasi pada posisi 3243. Sampel positif-diabetes (sampel DM) juga menggunakan metode lisis dan kondisi PCR yang sama dengan sampel negatif-diabetes sebelumnya, dan menghasilkan hasil yang sama dengan sampel sebelumnya. Hasil elektroforesis sampel positif-diabetes (sampel DM) ini dapat dilihat pada Gambar 4.3 yang menunjukkan bahwa hasil amplifikasi fragmen-B mtDNA dari sel epitel mulut pada sampel DM telah berhasil dilakukan. Hal ini ditandai dengan munculnya satu pita pada lajur (1) kontrol positif, lajur (2) sampel negatif-diabetes, dan lajur (4) sampel DM serta tidak adanya pita pada lajur (3) yang menandakan bahwa pita tersebut bukanlah berasal dari kontaminan. 40 Gambar 4. 3 Elektroforesis hasil amplifikasi fragmen-B mtDNA pada sampel diabetes Sumur sebelum nomor 1 merupakan penanda pUC19/HinfI, terlihat bahwa kontrol positif (1), sampel negatif-diabetes (2), dan sampel DM (4) menghasilkan satu pita pada posisi 1,8 kb. Sementara pada kontrol negatif (3) tidak menghasilkan pita. 4.5 Hasil Sequencing dan Urutan Nukleotida Sampel Setelah berhasil dilakukan amplifikasi atau perbanyakan sampel DM yang ada di laboratorium Biokimia ITB dan divisualisasikan melalui elektroforesis gel agarosa yang mengindikasikan bahwa hasil PCR berhasil mengamplifikasi fragmen-B berukuran 1,8 kb, maka sampel hasil PCR tersebut kemudian diproses dengan sequencing. Proses sequencing ini bertujuan untuk menganalisis urutan nukleotida sampel DM dan sampel negatif-diabetes yang selanjutnya akan dibandingkan dengan urutan nukleotida standar CRS. Proses sequencing ini dilakukan oleh Macrogen Inc. dan hasil yang diperoleh berupa elektroforegram sampel pada penelitian ini (Gambar 4.4). Pada proses sequencing untuk sampel-sampel kali ini digunakan primer yang berbeda dengan primer yang sebelumnya digunakan untuk amplifikasi. Primer yang digunakan untuk sequencing kali ini adalah 5F dengan posisi (2995-3013). Tujuan dari penggunaan primer 5F ini adalah untuk mempermudah analisis daerah mutasi yang diamplifikasi dengan ukuran fragmen yang disequencing adalah sekitar 750-850 pb. 41 Gambar 4. 4 Elektroforegram hasil sequencing sampel diabetes Elektroforegram yang merupakan representasi urutan nukleotida sampel. Kurva berwarna hijau menunjukkan basa adenin (A), kurva berwarna hitam menunjukkan basa guanin (G), kurva berwarna merah menunjukkan basa timin (T), dan kurva berwarna biru menunjukkan basa sitosin (C). Perbedaan warna puncak-puncak pada elektroforegram di atas menandakan adanya perbedaan jenis basanya. Satu warna puncak elektroforegram mewakili satu basa yang memiliki intensitas berbeda-beda dan dengan notasi yang berbeda-beda, yaitu notasi A untuk basa adenin; C untuk basa sitosin; T untuk basa timin; dan G untuk basa guanin. Sementara untuk notasi N memiliki arti bahwa puncak tersebut tidak jelas akibat bertumpuknya beberapa puncak pada satu posisi atau terlalu rendahnya puncak yang dihasilkan dari nukleotida tersebut. Akan tetapi, dengan melihat puncak elektroforegram untuk notasi N ini dapat diperbaiki dan diganti secara manual dengan notasi yang sesuai. Selain itu, pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa tinggi puncak untuk setiap nukleotida berbeda-beda karena jumlah molekul DNA mitokondria yang sangat banyak dalam satu sel. Interpretasi dari tinggi atau rendahnya suatu puncak adalah bahwa puncak yang rendah menunjukkan nukleotida dengan jumlah yang sedikit atau minoritas, sedangkan puncak yang tinggi menunjukkan jumlah nukleotida yang banyak atau mayoritas. Elektroforegram sampel pada Gambar 4.4 yang diperoleh merupakan representasi dari urutan nukleotida secara keseluruhan. Urutan nukleotida sampel berukuran 850 pb yang sebenarnya diperoleh adalah dalam bentuk file *.ab1 dan dapat dilihat dengan menggunakan program EditSeqTM pada Gambar 4.5. 42 Gambar 4. 5 Urutan nukleotida sampel positif-Diabetes (sampel DM) Urutan nukleotida sampel berukuran 850 nukleotida berupa teks file *.ab1 dan dilihat menggunakan program EditSeqTM DNASTAR. 4.6 Mutasi pada Sampel Mutasi yang dibahas dalam penelitian ini merupakan mutasi pada daerah pengode, yaitu pengode gen tRNA yang memiliki kemungkinan diiringi dengan pengubahan sifat dan fungsi mitokondria tersebut. Mutasi yang terjadi pada sampel merupakan mutasi yang berkaitan dengan suatu penyakit mitochondrial disease “Diabetes and Deafness”. Publikasi mengenai mutasi penyebab penyakit Maternally Inherited Diabetes and Deafness (MIDD) ini sudah ada di Mitomap beserta referensi-referensinya. Untuk menganalisis mutasi yang terjadi pada sampel dilakukan perbandingan dengan urutan nukleotida dan elektroforegram sampel terhadap standar CRS menggunakan program komputer Seqman (DNASTAR). Pada penelitian ini akan dilihat apakah terjadi mutasi pada posisi 3243 dari basa A ke G. Jenis mutasi A ke G ini merupakan jenis mutasi substitusi transisi karena terjadi substitusi basa purin adenin (A) ke basa purin guanin (G). Hasil analisis secara keseluruhan menunjukkan bahwa pada sampel negatif-diabetes tidak terdapat mutasi pada daerah 3030-3800, terutama posisi 3243 yang diduga sebagai mutasi titik penyebab Maternally Inherited Diabetes and Deafness. Setelah itu, dilakukan analisis urutan nukleotida terhadap sampel positif-diabetes (sampel DM) dengan urutan standar CRS dan sampel negatif-diabetes, yang ditunjukkan pada Gambar 4.6. Hasil analisis sampel positif-diabetes (sampel DM) terhadap urutan CRS dan 43 terhadap sampel negatif-diabetes menunjukkan bahwa tidak terjadi mutasi pada posisi 3243 dari basa A ke G seperti yang terlihat pada Gambar 4.6 yang dilingkari oleh tanda merah. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa pada sampel DM yang ada di laboratorium, penyakit Diabetes Mellitus yang diderita individu tersebut tidak ada kaitannya dengan mutasi A3243G penyebab Maternally Inherited Diabetes and Deafness. Gambar 4. 6 Hasil elektroforegram sampel DM Hasil elektroforegram pada sampel positif-diabetes (sampel DM) menunjukkan bahwa pada posisi 3243 tidak terjadi mutasi dari basa A ke basa G. Analisis tetap dilanjutkan pada daerah 3030-3800 untuk sampel DM dan ternyata ditemukan mutasi pada posisi 3606, yaitu mutasi jenis substitusi transisi dari basa A ke basa G. Mutasi ini terjadi pada gen tRNALeu, dan asam amino Leusin yang dibawa oleh tRNA ini merupakan salah satu asam amino penyusun enzim ND1 (NADH Dehidrogenase subunit I). Sehingga jika terjadi perubahan asam amino Leu penyusun enzim ND1, diduga terjadi perubahan struktur enzim dan akhirnya mengubah enzim ND1 tersebut. Mutasi A3606G yang terdeteksi ini dapat dilihat dari elektroforegram pada Gambar 4.7. 44 Gambar 4. 7 Hasil elektroforegram sampel DM Hasil analisis selanjutnya pada sampel positif-diabetes (sampel DM) ditemukan adanya mutasi pada posisi 3606 dari basa A ke basa G. Mutasi A3606G ini merupakan mutasi yang terjadi pada gen tRNALeu. Seperti yang telah dipaparkan bahwa enzim NADH Dehidrogenase subunit 1 ini merupakan enzim yang terlibat pada sistem respirasi sel di mitokondria dan berpengaruh pada sekresi insulin pada sel beta pankreas manusia. Secara keseluruhan bahwa mutasi A3606G pada tRNALeu ini yang berhubungan dengan enzim NADH Dehidrogenase subunit 1, diduga memiliki kaitannya dengan sekresi insulin pada sel beta-pankreas. Telah ada laporan atau publikasi sebelumnya di tahun 2007 oleh peneliti China mengenai mutasi A3606G ini. Pada publikasi tersebut dilaporkan bahwa mutasi A3606G telah ditemukan pada populasi Han di China yang juga menderita Diabetes Mellitus tipe-2 (Liu, Song-Mei, et al., 2007). Walaupun mutasi A3606G yang ditemukan pada sampel DM dalam penelitian ini serupa dengan mutasi yang terjadi penderita Diabetes Mellitus tipe-2 di China, akan tetapi mutasi A3606G ini terbilang merupakan mutasi baru yang pernah dilaporkan terjadi pada penderita diabetes di Indonesia. Hal ini karena belum ada laporan mengenai mutasi A3606G pada DNA mitokondria untuk penderita diabetes di Indonesia terutama pada populasi suku Sunda. Oleh karena itu, mutasi A3606G yang ditemukan pada sampel DM di Laboratorium Biokimia ITB ini diduga memiliki kaitan dengan penyakit Diabetes Mellitus yang diderita oleh individu tersebut. Mutasi A3606G yang ditemukan pada populasi di China ini telah dilaporkan di GenBank dengan kode akses DQ092356, DQ473644, dan DQ473645 (Liu, Song-Mei, et al., 2007). Akan tetapi, mutasi ini belum dilaporkan pada basis data Mitomap sebagai mutasi yang berhubungan dengan penyakit Diabetes Mellitus. 45 4.7 Perbandingan Mutasi Sampel dengan Data Mitomap Selain dilakukan perbandingan dengan standar CRS, urutan nukleotida sampel DM ini kemudian dibandingkan dengan data Mitomap. Setelah dilakukan pencarian data mutasi substitusi yang berkaitan dengan penyakit pada Mitomap, ternyata tidak terdapat dalam basis data tersebut. Oleh karena mutasi A3606G ini tidak terdapat dalam basis data di Mitomap (Gambar 4.9), sehingga dapat dikatakan bahwa mutasi tersebut belum dilaporkan. Tampilan Mitomap pada situs http://www.mitomap.org dengan tanggal akses 7 Juni 2008 mengenai mutasi yang berkaitan dengan penyakit dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9. Gambar 4. 8 Contoh tampilan Mitomap Contoh tampilan Mitomap tentang mutasi mtDNA (substitusi nukleotida) yang berhubungan dengan penyakit dengan perubahan terakhir 2 Juni 2008 dan tanggal akses 7 Juni 2008. 46 Gambar 4. 9 Contoh tampilan Mitomap Contoh tampilan Mitomap tentang mutasi mtDNA yang berhubungan dengan penyakit, dan dari data di atas pada tanda lingkaran dan tanda panah berwana merah dapat dilihat bahwa mutasi A3606G yang ditemukan di sampel DM pada penelitian kali ini belum dilaporkan pada situs ini (Mitomap). Perubahan data terakhir pada tanggal 2 Juni 2008 dan tanggal akses 7 Juni 2008. Setelah melalui hasil analisis mutasi dari data elektroforegram berupa urutan nukleotida dengan panjang fragmen 850 pasang basa pada sampel DM yang ada, maka metode tersebut telah berhasil digunakan untuk mengamplifikasi daerah fragmen-B (daerah 2364-4249) dalam satu tahap reaksi. Melalui metode amplifikasi DNA mitokondria dari sampel sel epitel mulut pada fragmen 2364-4249 ini telah berhasil menghasilkan satu pita fragmen yang belum pernah dilaporkan sebelumnya. Mutasi A3606G yang ditemukan pada sampel DM di laboratorium Biokimia ITB diduga memiliki kaitannya dengan penyakit Diabetes Mellitus yang diderita. Metoda tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penelitian DNA mitokondria selanjutnya dalam menganalisis terjadinya mutasi, baik berupa substitusi transisi, substitusi transversi, delesi, maupun insersi pada genom DNA mitokondria. 47