BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil isolasi DNA sampel daging mi ayam (Gambar 9) memperlihatkan adanya smear. Hal ini dapat disebabkan akibat proses pemasakan daging ayam yang menyebabkan pecahnya serabut daging (Sugiharti, 2009 sitasi dari Dewi, 2011) dan mengakibatkan terpotongnya DNA sehingga menghasilkan panjang fragmen molekul yang beragam (Martin et al., 2007). Sampel kontrol yang digunakan adalah daging Rattus norvegicus (kontrol positif) dan daging ayam (kontrol negatif). Hasil visualisasi isolasi DNA (Gambar 10) terlihat band yang jelas pada sampel kontrol. Band yang jelas pada sampel kontrol nomor 1, 2, 4, dan 5 disebabkan sampel daging tersebut belum mengalami proses pemasakan. Sampel daging no 6 terlihat smear, hal ini disebabkan karena penyimpanan DNA yang terlalu lama, sehingga dapat merusak molekul DNA (Nicholl, 2008). Optimasi PCR dilakukan sebelum pengujian sampel daging mi ayam. Sampel yang digunakan untuk optimasi adalah sampel kontrol positif (Mus musculus) dan sampel kontrol negatif (babi dan sapi). Sampel kontrol tersebut diamplifikasi dengan metode PCR menggunakan konsentrasi primer 10 pmol. Suhu annealing yang digunakan untuk PCR sampel kontrol adalah 53 oC, 54 oC, 55 oC, 56 oC, dan 62 oC (Lampiran 1). Suhu annealing yang bervariasi digunakan untuk melihat suhu annealing yang optimal. Hasil PCR dielektroforesis pada agarosa 2%. 25 26 ` 1 2 3 4 5 Gambar 9. Elektroforesis hasil isolasi DNA daging mi ayam menggunakan agarosa 1%. 1 = mi ayam mas Mbogo; 2 = mi ayam Bangka; 3 = mi ayam Kurnia Indah; 4 = mi ayam pak Slamet; 5 = mi ayam pak Sukar. 1 2 3 4 5 6 Gambar 10. Elektroforesis hasil isolasi DNA sampel kontrol menggunakan agarosa 1 %. 1 = daging sapi; 2 = daging ayam; 3 = bakso tikus; 4 = daging Mus musculus, 5 = daging Rattus norvegicus, 6 = daging tikus rumah. 27 Hasil visualisasi pada sinar UV, tampak hasil PCR menggunakan suhu annealing 55 oC menunjukkan perbedaan band antara band kontrol positif dan band kontrol negatif. Suhu annealing 55 o C digunakan untuk optimasi berikutnya. Optimasi berikutnya dilakukan dengan menurunkan konsentrasi primer menjadi 1 pmol dan volume primer yang digunakan 1 µl dan 2 µl. Hasil PCR yang menggunakan primer 1 pmol dielektroforesis dengan menggunakan agarosa 2 % (Lampiran 2). Hasil visualisasi menunjukkan perbedaan antara sampel kontrol positif dan sampel kontrol negatif. Optimasi dengan suhu annealing 55 oC, konsentrasi primer 1 pmol dan volume primer 1 µl digunakan untuk pengujian sampel daging mi ayam. Hasil isolasi DNA dari sampel kontrol dan sampel mi ayam di PCR dan dielektroforesis menggunakan agarosa 3,5 %. Hasil PCR selanjutnya divisualisasikan di sinar UV (Gambar 11). Hasil visualisasi pada sinar UV terlihat hasil PCR Rattus norvegicus teramplifikasi pada panjang DNA 96 base pair (bp). Hasil PCR daging Rattus norvegicus yang teramplifikasi pada target 96 base pair (bp), sesuai dengan hasil penelitian Martin (2007). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan band hasil PCR daging Rattus norvegicus berada pada target amplifikasi 96 bp dan menghasilkan 2 band. Band pertama berada di target amplifikasi 96 bp dan band kedua berada di bawah target amplifikasi 96 bp. Hal tersebut menunjukkan primer yang digunakan spesifik untuk Rattus norvegicus. Primer yang spesifik tersebut dapat digunakan untuk membedakan daging tikus dan non-tikus. 28 M T A 1 2 3 4 5 200 bp 100 bp 96 bp Gambar 11. Elektroforesis hasil PCR DNA menggunakan agarosa 3,5%. M = Marker 100 bp; T = daging Rattus norvegicus; A = daging ayam; 1 = Hasil PCR mi ayam mas Mbogo.; 2 = Hasil PCR mi ayam Bangka; 3 = Hasil PCR mi ayam Kurnia Indah; 4 = Hasil PCR mi ayam pak Slamet; 5 = Hasil PCR mi ayam pak Sukar. Hasil PCR 5 sampel daging mi ayam dan kontrol non-tikus (ayam) berada di bawah ukuran amplifikasi 96 bp. Band yang terlihat pada sampel negatif dan positif di bawah ukuran amplifikasi dapat disebabkan oleh target amplifikasi di bawah 100 bp. Target amplifikasi yang rendah dapat menyebabkan terjadinya misspriming (penempelan primer ditempat lain yang tidak diinginkan) dan menghasilkan pita DNA dengan ukuran berbeda (Rahmawati, 2011 sitasi dari Wardani & Sari, 2015). Berdasarkan Gambar 11, terlihat band kelima sampel mi ayam dan kontrol pembanding non-tikus (ayam) berada di bawah ukuran amplifikasi 96 bp. Band tersebut tidak sejajar dengan sampel kontrol pembanding daging tikus (Rattus norvegicus) yang berada pada pita ukuran amplifikasi 96 bp. Hal ini menunjukkan bahwa kelima daging mi ayam tidak mengandung daging tikus.