BAB II TANTANGAN EKSTERNAL Tantangan eksternal untuk menarik investasi dalam tahun 2005 dan tahuntahun mendatang diperkirakan makin berat. Pertama, terdapat kecenderungan penurunan arus masuk penanaman modal asing (PMA) sejak tahun 2001 setelah mencapai puncaknya pada tahun 2000 yaitu sebesar US$ 1.388 miliar. Pada tahun-tahun berikutnya, arus masuk PMA cenderung menurun yaitu masing-masing hanya sebesar US$ 818 miliar pada tahun 2001, US$ 716 miliar pada tahun 2002, dan US$ 633 miliar pada tahun 2003. Pada tahun 2004 arus masuk PMA sedikit meningkat menjadi US$ 648 miliar. Perkembangan arus masuk PMA dari tahun 1992 hingga tahun 2004 dapat dilihat pada grafik berikut. ARUS MASUK PENANAMAN MODAL ASING 1500 US$ Miliar 1200 900 600 300 0 Rt2 92-97 Dunia 1999 Neg Maju 2001 2003 Neg Berkembang Perlambatan arus masuk PMA berbeda pada masing-masing kelompok negara dan kawasan. Arus masuk PMA menurun pada kelompok negara industri maju. Dalam tahun 2004, arus PMA meningkat pada kelompok negara berkembang kecuali untuk kawasan Afrika. Di kawasan Asia, peningkatan terbesar terutama terjadi di kawasan Asia Selatan, Timur, dan Tenggara. Dalam tahun 2005, arus masuk PMA diperkirakan tetap terbatas antara lain dipengaruhi oleh masih tingginya ketidakpastian global, termasuk tingginya harga minyak mentah di pasaran dunia. Kedua, dari arus masuk PMA yang cenderung menurun tersebut, sebagian besar mengalir ke negara-negara tertentu. Di kawasan Asia, arus masuk PMA masih berpusat di RRC. Pada tahun 2003, RRC masih menyerap arus masuk PMA sebesar US$ 60,6 miliar atau sekitar 41 persen dari arus PMA ke Asia. RRC Tim Investasi, Direktorat Perencanaan Makro, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Agustus 2005 II—1 diperkirakan tetap menjadi negara tujuan terbesar arus masuk PMA yang mengalir ke kawasan Asia dalam tahun-tahun mendatang didukung oleh pertumbuhan pasar dalam negeri yang tinggi, biaya produksi yang murah, serta ketersediaan tenaga kerja yang memadai. Sisanya masih mengalir ke Hongkong, Singapura, Korea Selatan, India. Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Indonesia masih mengalami arus masuk (neto) sebesar US$ 1,0 miliar pada tahun 2004. Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa tantangan eksternal untuk mendorong investasi tahun 2005 dan tahun-tahun mendatang bertambah berat dengan kecenderungan global arus masuk PMA yang melambat serta meningkatnya persaingan negara-negara di kawasan regional untuk menarik PMA. Arus masuk PMA pada beberapa negara dapat dilihat pada tabel berikut. ARUS MASUK PENANAMAN MODAL ASING (US$ miliar) Rt2 92-97 1998 1999 2000 2001 2002 Dunia 310,9 690,9 1086,8 1388,0 817,6 716,1 Negara Maju 180,8 472,5 828,4 1108,0 571,5 547,8 Negara Berkembang 118,6 194,1 231,9 252,5 219,7 155,5 Afrika 5,9 9,1 11,6 8,7 19,6 13,0 Amerika Latin 38,2 82,5 107,4 97,5 88,1 50,5 Asia 74,1 102,2 112,6 146,1 111,9 92,0 RRC 32,8 45,5 40,3 40,7 46,9 52,7 Hongkong 7,8 14,8 24,6 61,9 23,8 9,7 Singapura 8,3 7,7 16,1 17,2 15,0 5,8 India 1,7 2,6 2,2 2,4 3,4 3,4 Korea Selatan 1,2 5,0 9,4 8,6 3,7 3,0 Malaysia 5,8 2,7 3,9 3,8 0,6 3,2 Thailand 2,3 7,5 6,1 3,4 3,8 0,9 Vietnam 1,6 1,7 1,5 1,3 1,3 1,2 Indonesia 3,5 -0,2 -1,9 -4,6 -3,0 0,1 Sumber: UNCTAD, World Investment Report 2005 2003 632,6 442,2 166,3 18,0 46,9 101,3 53,5 13,6 9,3 4,3 3,8 2,5 2,0 1,5 -0,6 2004 648,1 380,0 233,2 18,1 67,5 147,5 60,6 34,0 16,1 5,3 7,7 4,6 1,1 1,6 1,0 Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa daya tarik investasi di Indonesia sebelum krisis (1992 – 1997) dilihat dari arus masuk PMA, lebih baik dibandingkan Thailand; bahkan dengan Korea Selatan dan India. Namun setelah krisis, daya tarik investasi Indonesia jauh menurun, bahkan di bawah Vietnam. Implikasi dari meningkatnya persaingan negara-negara di kawasan regional dalam menarik investasi ini menuntut agar pembenahan hambatan-hambatan investasi di dalam negeri disusun dengan kebijakan yang mengarah pada kriteriakriteria atau ukuran-ukuran kebijakan negara-negara di kawasan regional. Tim Investasi, Direktorat Perencanaan Makro, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Agustus 2005 II—2