BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Model Advanced Organizer Menurut Insih Wilujeng (2003: 4) Model pembelajaran Advanced Organizer adalah model pembelajaran yang lebih mengutamakan stuktur kognitif siswa, yang oleh Ausubel diberi arti pengetahuan seseorang tentang bidang ilmu tertentu, pada waktu tertentu, dan sejauh mana pengorganisasiannya, kejelasan dan kemantapannya. Ausubel berpendapat bahwa struktur kognitif yang dikuasai seseorang merupakan faktor yang sangat menentukan, apakah materi- materi baru akan bermakna. Sebelum kita dapat menyuguhkan materi baru dengan berhasil, kita harus meningkatkan stuktur kognitif siswa. Menurut Ausubel, apakah materi atau informasi akan bermakna bagi siswa lebih tergantung pada kesiapan siswa dan pengorganisasian materi dari pada metode presentasinnya. Jika siswa mulai dengan perangkat yang tepat, dan jika pembelajaran diorganisasi dengan baik, maka terjadilah belajar yang bermakna (Soeparman Kardi, 1997: 4) pendapat Ausubel terhadap materi bidang studi dan stuktur kognitif mempunyai implikasi langsung yang penting terhadap pengorganisasian kurikulum dan prosedur intruksional. Pengorganisasian awal (advanced organizer) adalah sejumlah pengetahuan dari pengalaman seseorang selama hidupnya pengetahuan apa yang mereka miliki untuk mempelajari pengetahuan 7 dan baru. Hasil penelitian melaporkan bahwa pengetahuan awal seseorang siswa akan megendalikan kemungkinan-kemungkinan belajar yang baru (Arends, 1997: 246). Ratna wilis Dahar (2006: 100), menggunakan istilah pengaturan awal untuk menterjemahkan istilah advanced organizer. Pengaturan awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan dipelajari, dan menolong siswa untuk menginggat kembali informasi yang berhubungan yang digunakan untuk membantu menanamkan pengetahuan baru. Suatu pengaturan awal dapat dianggap semacam pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru. Gredler dan Margereth (1991), dalam Napsin Palisoa (2007: 32), mengemukakan bahwa model pembelajaran Advance Organizer memiliki tiga maksud yaitu: a. Memberikan kerangka konseptual untuk belajar yang akan terjadi berikutnya. b. Dipilih secara saksama sehingga dapat menjadi penghubung antara serangkaian informasi siswa sekarang dan belajar yang baru. c. Sebagai jembatan struktur kognitif yang akan diperoleh. Ausubel (1960), dalam Arends (1997: 246) menganalogikan pengetahuan awal atau advanced organizer sebagai jembatan yang menghubungkan antara pengetahuan awal dan pengetahuan baru. Advanced organizer dapat berbentuk penjelasan verbal, wacana teks, gambar, atau diagram. 8 Ausubel menjelaskan dalam (Soeparman Kardil, 2003: 3), bahwa informasi baru dapat dipelajari secara bermakna dan tidak mudah dilupakan asal informasi baru tersebut dapat dihubungkan dan dikalikan dengan konsep yang sudah ada. Jika materi yang baru sangat bertentangan dengan struktur kognitif yang ada atau tidak dapat dikaitkan dengan konsep yang sudah ada, maka materi baru tersebut tidak dipahami dan disimpan lagi. Joyce dan Weil (1996: 272) Terdapat dua macam pengorganisasian awal, yaitu expository dan comparation. Espasitory organizer mengandung konsep dasar pada tingkat abstraksi tinggi dan mungkin beberapa konsep di bawahnya. Sedangkan comparative organizer banyak digunakan pada materi yang relative telah dikenal. Tujuan dari pengorganisasian awal ini disusun untuk membedakan konsep awal dan konsep baru. Soeparman Kardi dalam Napsin Palisoa (2007: 36) Advanced Organizer termasuk dalam kegiatan pembelajaran. Advanced Organizer dirancang untuk memantapkan struktur kognitif siswa. Struktur kognitif merupakan faktor yang sangat menentukan apakah materi baru akan bermakna dan sejauh mana materi-materi tersebut dapat diperoleh dan dipertahankan. 2. Aktivitas Belajar Aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non 9 fisik, merupakan suatu aktivitas. Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Menurut Oemar Hamalik (2001: 28), belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkahlaku tersebut adalah pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan disini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif. Keaktifan siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adannya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya. Seorang pakar pendidikan, Trinandita (1984), dalam Oemar Hamalik (2001: 24) menyatakan bahwa yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Keaktifan 10 siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun antar siswa. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. Para ahli mengelompokkan aktivitas belajar dalam beberapa klasifikasi yaitu: 1. Paul D. Dierich dalam Oemar Hamalik (2001: 172) membagi kegiatan belajar dalam 8 kelompok, yaitu: a. Visual Activities Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati percobaan, mengamati orang lain bekerja. b. Oral Activities Mengemukakan pendapat, menghubungkan suatu kejadian, memberi saran, mengajukan pertanyaan. c. Listening Activities Mendengarkan penjelasan guru. d. Writing Activities Mengerjakan latihan, menulis catatan, menulis cerita, membuat karangan, mengisi angket, dan mengerjakan tes. e. Drawing Activities Menggambar grafik, membuat pola, chart dan diagram. f. Motor Activities Melakukan percobaan, melaksanakan pameran, menyelenggarakan permainan dan lain-lain. g. Mental activities Memecahkan masalah, membuat keputusan, menganalisa. h. Emotional Activities Bersemangat, menaruh minat. 11 Oemar Hamalik (2001: 175) Aktivitas sangat besar nilainya bagi pengajaran, hal ini disebabkan karena: 1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. 2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral 3. Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan siswa. 4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan siswa sendiri 5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis 6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, hubungan antar orang tua dan guru 7. Pembelajaran diselenggarakan secara realistis dan kongkrit sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindari verbalistis. 8. Pengajaran sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan masyarakat. 3. Hasil Belajar Abdurrahman (1999), dalam Asep jihad (2008: 14) Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran ataupun tujuan instruksional. Menurut Benjamin S. Bloom dalam Asep Jihad (2008: 14) tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut A.J Romizowki dalam Asep Jihad (2008: 14) hasil belajar merupakan keluaran dari suatu system pemrosesan masukan. Masukan 12 dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja. Disimpulkan bahwa hasil belajar pencapaian bentuk perubahan perilaku yang menetapkan dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. Selanjutnya Benjamin S. dikelompokkan Bloom berpendapat kedalam dua bahwa macam hasil yaitu belajar pengetahuan dapat dan keterampilan. Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu: a. Pengetahuan tentang fakta b. Pengetahuan tentang prosedural c. Pengatahuan tentang konsep d. Pengatahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, yaitu a. Keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif b. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik c. Keterampilan bereaksi atau bersikap d. Keterampilan berinteraksi Hasil belajar diperoleh dengan melakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat pengausaan siswa. Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya. Oemar Hamalik (2003) dalam asep jihad (2008: 15) mengatakan bahwa hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, 13 nilai-nilai, pengertian-pengertian dan sikap-sikap, serta apersepsi dan abilitas. Kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Setelah melalui proses belajar maka siswa diharapkan dapat mencapai tujuanpembelajaran yang disebut juga sebagai hasil belajar yaitu kemampuan yang dimiliki siswa setelah menjalani proses pembelajaran. Nana Sudjana (2004) dalam Asep Jihad (2008: 21) mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Oemar Hamalik dalam Asep Jihad (2008: 15) Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar, yang menunjukkan behwa siswa telah melakukan perbuatan belajar yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Usman (2001) dalam Asep jihad (2008: 16) menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang direncanakan guru sebelumnnya yang dikelompokkan kedalam tiga kategori, yakni domain kognitif afektif dan psikomotorik. 14 1. Domain Kognitif a. Pengetahuan (knowledge). Jenjang yang paling rendah dalam kemampuan kognitif meliputi pengingatan hal-hal yang bersifat kusus atau universal, mengetahui metode dan proses, pengingat terhadap suatu pola, struktur atau seting. b. Pemahaman (comprehension). Jenjang seting di atas pengetahuan ini meliputi penerimaan dalam komunikasi secara akurat, menetapkan hasil komunikasi secara akurat, menettapkan hasil komunikasi dalam bentuk penyajian yang berbeda, mengkoordinasikannya secara setingkat tanpa merubah pengeryian dan dapat mengekplorasikan. c. Aplikasi atau penggunaan prinsip atau metode pada situasi yang baru. d. Analisa. Jenjang yang keempat ini berhubungan dengan kemampuan anak dalam memisah-misah suatu materi menjadi bagian-bagian yang membentuknya, mendeteksi di antara bagian-bagian itu dengan cara mencari materi yang terorganisir. e. Sintesa. Jenjang yang sudah satu tingkat lebih sulit dari analisa, ini meliputi anak untuk menempatkan bagian-bagian elemen sehingga membentuk keseluruhan yang koheren. f. Evaluasi. Jenjang ini adalah paling atas atau yang dianggap paling sulit dalam kemempuan pengetahuan anak didik, melipiti kemampuan anak didik dalam mengambil keputusan atau dalam menyatakan pendapat tentang nilai suatu tujuan, ide, pekerjaan, pemecahan masalah, metoda, materi dan lain-lain. 2. Domain kemampuan sikap (affective) a. Menerima atau memperhatikan. Jenjang ini akan meliputi sifat sensitif terhadap adanya eksistensi suatu phenomena tertentu atau suatu stimulus dan kesadaran yang merupakan perilaku kognitif. Termasuk didalamnya juga keinginan untuk menerima atau memperhatikan. b. Merespon. Dalam jenjang ini anak didik dilibatkan secara puas dalam suatu subjek tertentu, phenomena atau suatu kegiatan sehingga ia akan mencari-cari dan menambah kepuasan dari bekerja dengannya atau terlibat di dalamnya. c. Penghargaan. Pada level ini perilaku anak didik adalah konsisten dan stabil tidaknya hanya dalam persetujuan terhadap suatu nilai. d. Mengorganisasikan. Dalam jenjang ini anak didik membentuk suatu sistem nilai yang dapat menuntun perilaku. e. Mempribadikan. Pada tingkat akhir sudah ada internalisasi, nilai-nilai telah mendapatkan tempat pada diri individu, 15 diorganisasikan ke dalam suatu sitem yang bersifat internal, memiliki kontrol perilaku. 3. Ranah psikomotorik a. Menirukan. Apabila ditunjukkan kepada anak didik suatu action yang dapat diamati, maka akan mulai membuat turuan terhadap action itu sampai pada tingkat sistim otot-ototnya dan dituntut oleh dorongan kata hari untuk menirukan. b. Manipufasi. Pada tingkat ini anak didik dapat menampilkan suatu action seperti yang diajarkan. c. Keseksamaan. Meliputi kemampuan anak didik dalam penampilan yang telah sampai pada tingkat perbaikan yang lebih tinggi dalam mereproduksi suatu kegiatan tertentu. d. Artikulasi. Yang utama disini anak didik telah dapat mengkoordinasikan serentetan action dengan menetapkan urutan secara tepat diantara action yang berbeda-beda. e. Naturalisasi. Tingkat akhir dari kemampuan psikomotorik adalah apabila anak telah dapat melakukan secara alami suatu action atau sejumlah action yang urut. Perubahan salah satu atau ketiga domain yang disebabkan oleh proses belajar dinamakan hasil belajar. Hasil belajar dapat dilihat dati ada tidaknya perubahan ketiga domain tersebut yang dialami siswa setelah menjalani proses belajar. Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa, disamping diukur dari segi prosesnya, artinya seberapa jauh tipe hasil belajar dimiliki siswa. Baik buruknya hasil belajar dapat dilihat dari hasil pengukuran yang berupa evaluasi, selain mengukur hasil belajar penilaian dapat juga ditunjukkan kepada proses pembelajaran, yaitu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Semakin baik proses pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, maka seharusnya hasil belajar yang diperoleh 16 siswa akan semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. 4. Hakikat Pembelajaran Fisika Sains (fisika) telah diajarkan kepada siswa sejak di tingkat sekolah dasar dan berperan penting dalam seluruh proses pendidikan. Pendidikan sains (Fisika) di tingkat dasar memberikan kontribusi yang signifikan pada seluruh proses pendidikan siswa. Melalui sains (fisika), siswa diperkenalkan berbagai konsepsi tentang lingkungan sekitarnnya, termasuk penerapan sains dan tehnologi di masyarakat. Disimpulkan bahwa sains tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat. Pembelajaran fisika di dalamnya harus lebih menekankan pada proses pemecahan masalah dan pembentukan pengetahuan. Pembentukan pengetahuan yang dimaksud bukan semata-mata mengalihkan pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa, melainkan pembentukan pengetahuan dan memperhatikan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Pembentukan pengetahuan ini akan menghasilkan nilai lebih bila diperoleh dari berbagai kegiatan, itulah sebabnya aspek proses sangat ditekankan dalam pembelajaran fisika. Belajar fisika bukan sekedar menghafalkan konsep, teori, prinsip, serta rumus. Namun lebih dari itu, belajar fisika berarti juga belajar mengembangkan berbagai nilai (R. Rohandi, 1998: 17). (T. Sarkim, 1998: 140) menyatakan bahwa tujuan pengajaran sains terdiri dari: mengembangkan pemahaman siswa tentang alam, mengembangkan 17 keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh atau mengolah pengetahuan baru, serta mengembangkan sikap-sikap positif. Sikap positif yang dimaksud merupakan sikap keilmuan yang antara lain: mampu berpikir kritis, berpikir analitis, perhatian pada masalah sains, serta menghargai sains. Aspek proses dalam pembelajaran fisika memang tidak mungkin dapat dimasukkan pada setiap waktu, pada setiap pokok bahasan, maupun sub pokok bahasan. Keterbatasan waktu menjadi penyebab karena banyaknya materi yang harus disampaikan, serta ketersediaan alat, sangat mungkin terjadi apabila suatu metode hanya diterapkan pada pokok bahasan tertentu, atau hanya sebagai langkah yang dapat dialami siswa pada suatu pokok bahasan tertentu, atau hanya sebagian langkah yang dapat dialami siswa pada suatu pokok bahasan namun pada pokok bahasan lain, proses ini dimunculkan. 5. Implikasi untuk pembelajaran Pengorganisasian awal adalah sarana utama untuk memperkuat struktur kognitif dan mempertinggi presentasi informasi baru. Ausubel mengambarkan pengorganisasian awal sebagai materi pengantar yang diberikan mendahului pembelajaran pada tingkat abstraksi dan kekhususan yang lebih tinggi dari pada pembelajarannya. Tujuanya adalah menjelaskan, mengintegrasikan dan saling mengaitkan materi pembelajaran dengan materi yang dipelajari terlebih dahulu. 18 Soeparman Kardi (2003) dalam Napsin Palisoa (2007: 33) Model pembelajaran yang disusun di sini berdasarkan pada pandangan Ausubel terhadap materi pelajaran atau bidang studi, struktur kognitif, belajar secara aktif (Active reception learning), dan pengorganisasian awal Sintaks Advanced Organizer atau perorganisasian awal terdiri atas tiga fase kegiatan. Fase pertama, presentase pengorganisasian awal, fase kedua adalah presentasi tugas materi pembelajaran, dan fase ketiga adalah penguat organisasi kognitif dan menelaah hubungan antara materi pembelajaran dan pengetahuan yang sudah ada agar terjadi proses belajar secara aktif. Secara singkat sintaks tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sintaks Model Advanced Organizer (Pengorganisasian Awal) (Joyce dan Weil, 2009: 289) Fase I Presentasi PA • • • • • • Fase II Presentasi Tugas Fase III Penguatan Organisasi Kognitif Menjelaskan Tujuan • Mempertahankan • Menggunakan pembelajaran perhatian prinsip rekonsiliasi intergratif Mengidentifikasi ciri • Pengorganisasian khusus yang sistemik • Menggerakkan reception learning Memberikan contoh • Urutan aktif pembelajaran yang Menghubungkan sistemik • Memberi dengan materi/konteks kesempatan Mengulang pendekatan materi Mengingatkan bidang studi secara kembali kritis pengetahuan/pengala • Menjelaskan man siswa yang relevan 19 Model pembelajaran Advanced Organizer sangat bermanfaat untuk menstrukturkan urutan kurikulum atau mata pelajaran dan mengajarkan kepada siswa secara sistemik isi materi bidang studi. Setahap demi setahap, konsep-konsep dan proporsi penting dijelaskan dan diintegrasikan, sehingga pada akhir periode pembelajaran siswa akan memperoleh pespektif keseluruhan bidang studi yang dipelajari. Diharapkan pula akan terjadi peningkatan penguasaan siswa terhadap informasi factual yang dihubungkan dan dijelaskan melalui ide-ide pokok 6. Materi a. Pengenalan AVOmeter AVOmeter berasal dari AVO dan meter, “A” untuk ampere, “V” untuk volt, dan “O” untuk ohm. AVOmeter merupakan alat ukur listrik yang dapat digunakan untuk mengukur kuat arus listrik, tegangan listrik, dan juga hambatan. AVOmeter biasa disebut dengan nama multitester (multi : banyak/lebih dari 1 dan tester : alat untuk mengetes / mengukur). Bagian-bagian AVOmeter antara lain skala, pointer (jarum penunjuk), selektor batas ukur, pengatur posisi jarum, pengatur 0 ohm, terminal, dan probe. 1. Skala Skala berupa garis berbentuk busur yang terdapat rentang angka yang dipecah oleh beberapa garis. Terdapat beberapa skala dengan rentang angka dan warna yang berbeda. Skala ada simbol 20 Ω hanya digunakan dalam pembacaan nilai hambatan. Terdapat pula skala yang digunakan dalam pembacaan nilai tegangan DC/AC dan kuat arus listrik DC. Tiga skala dengan rentang berbeda yang dapat digunakan dalam pengukuran tegangan dan kuat arus listrik. 2. Pointer (jarum penunjuk) Jarum penunjukan akan bergerak yang berfungsi untuk menunjukkan angka pada skala sebagian hasil pembacaan pengukuran yang dilakukan. Mengamati angka yang ditunjukan jarum, maka harus dilihat secara tegak lurus pada jarum. “Untuk membantu pembacaan secara tegak harus, pada papan skala terdapat cermin sebagai alat untuk mengurangi kesalahan” 3. Selektor Batas Ukur Selektor batas ukur berupa skalar yang dapat diputar untuk memilih batas ukur yang hendak digunakan. Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting ketika menggunakan AVOmeter, Karena menentukan fungsi dan batas pengukuran yang akan digunakan. Bagian tepi selektor terdapat tanda AC V, Ω, DC Ma dan DC V. Penjelasan masing-masing tanda adalah sebagai berikut: AC V : untuk mengukur tegangan listrik PLN (arus bolak balik). 21 DC V : khusus untuk mengukur tegangan listrik DC. Misalnya tegangan yang ditimbulkan oleh baterai. DC mA : mengukur kuat arus listrik yang mengalir pada suatu komponen. : digunakan untuk mengukur nilai hambatan suatu Ω komponen 4. Zero Position Adjuster (Pengatur Posisi Nol jarum) Pada AVOmeter, bagian ini digunakan untuk mengatur posisi jarum pada angka nol yang letaknya paling kiri pada skala. “sebelum melakukan pengukuran, cek apakah jarum sudah pada posisi nol, jika belum, atur menggunakan pengaturan posisi jarum dengan memutar ke kanan atau ke kiri hingga jarum pada posisi nol. 5. Pengatur Nol Ohm Bagian ini berfungsi untuk memutar jarum pada posisi nol skala ukur hambatan ketika mengenolkan AVOmeter dalam mengukur hambatan. 6. Probe Probe merupakan bagian AVOmeter yang bersentuhan langsung dengan objek yang akan diukur nilai besaran listriknya. Terdapat dua probe pada AVOmeter yaitu warna merah dan warna hitam. 22 7. Terminal Pengukuran Terminal pengukuran adalah bagian untuk menghubungkan probe dengan AVOmeter. Biasanya terdapat dua terminal pada AVOmeter yaitu terminal + dan –. b. Mengukur Hambatan Listrik, Tegangan dan arus Listrik 1. Mengukur Hambatan Listrik Tahap persiapan sebelum melakukan pengukuran hambatan menggunakan AVOmeter adalah mengenolkan AVOmeter terlebih dahulu dengan menyentuhkan probe merah dan probe hitam, kemudian pada tombol kecil berlabel “0Ω” putar perlahan hingga jarum mengarah ke angka nol. a. Memasang ujung kabel probe hitam dipasang ke teminal yang ditandai “Common” atau – dan ujung kabel probe merah dipasang ke terminal yang ditandai dengan +. Pastikan Probe benar-benar terpasang pada AVOmeter. b. Mencari dua titik kontak listrik (kaki) dari komponen yang hendak diukur. Tekan probe hitam dan probe merah pada masing-masing titik (kaki). Kemudian jarum akan bergerak dari posisi kiri ke kanan. c. Pembacaan skala atau hasil pengukuran yaitu mengamati skala dengan mata tegak lurus terhadap skala. Untuk memperoleh nilai hambatan menggunakan persamaan Hasil ukur = Skala yang ditunjuk jarum × batas ukur 23 2. Mengukur Tegangan Listrik Mengenolkan posisi pointer terlebih dahulu sebelum digunakan dalam pengukuran dengan cara “pada tombol kecil berlabel “Zero Adjust” putar perlahan hingga jarum mengarah ke posisi angka nol pada skala. a. Memutar tombol selektor sacara perlahan dan tempatkan pada fungsi Voltmeter sebagai alat ukur tegangan listrik. Pilih batas ukur yang digunakan, untuk menjaga kondisi AVOmeter supaya tidak terjadi tegangan berlebih, pilih pada batas ukur yang besar untuk pengukuran pertama. b. Menghubungkan probe pada rangkaian yang akan diukur. Memasang AVOmeter secara paralel dengan komponen dalam rangkaian yang hendak diukur. c. Pembacaan skala, mengamati skala dengan mata tegak lurus, untum memperoleh nilai egangan listrik hitung ݉ݑݎ݆ܽ ݇ݑ݆݊ݑݐ݅݀ ݃݊ܽݕ menggunakan݈ܵ݇ܽܽ rumusan = ݎݑ݇ݑ ݈݅ݏܽܪ ݈ܵ݇ܽܽ ݈݉ܽ݇ܽ݉݅ݏ × ܾܽݎݑ݇ݑ ݏܽݐ 3. Mengukur Arus Listrik Mengenolkan posisi jarum terlebih dahulu sebelum digunakan dalam pengukuran dengan cara memutar tombol kecil berlabel “Zero Adjust” perlahan hingga jarum mengarah ke posis angka nol skala. 24 a. Pemilihan fungsi amperemeter dengan memutar selektor secara perlahan dan tempatkan pada fungsi Amperemeter sebagai alat ukur kuat arus listrik. Memilih batas ukur yang hendak digunakan. Untuk pertama kali pilih batas ukur yang terbesar. b. Menghubungkan probe dengan rangkaian yang akan diukur, memasang AVOmeter secara seri terhadap rangkaian. c. Pembacaan skala dan hasil pengukuran, yaitu dengan mengamati skala dengan tegak lurus, untuk memperoleh nilai kuat arus listrik dengan menggunakan rumus sebagai berikut: = ݎݑܷ݇ ݈݅ݏܽܪ ݈ܵ݇ܽܽ ݉ݑݎ݆ܽ ݇ݑ݆݊ݑݐ݅݀ ݃݊ܽݕ × ܾܽݎݑ݇ݑ ݏܽݐ ݈ܵ݇ܽܽ ݉ܽ݇݉ݑ݉݅ݏ Irkham Mauliana (2011: 1-15) B. Penelitian yang Relevan Penelitian pada dasarnya tidak beranjak dari nol, akan tetapi pada umumnya telah ada acuan yang mendasari atas penelitian yang sejenis. Oleh karena itu perlu mengenali penelitian terdahulu dan yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Di bawah ini penelitian-penelitian yang relevan dan digunakan sebagai acuan, dengan tujuan agar penelitian yang akan dilakukan dapat terlaksana dengan baik. Penelitian pertama dilakukan oleh Fadlik Armansah (2005), yang berjudul Penerapan Advanced Organizer Sebagai Model Penyusunan 25 Rencana Pembelajaran Dalam Upaya Optimalisasi Kegiatan Pembelajaran Fisika SMA. Dimana kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan prestasi belajar kognitif antara siswa yang menggunakan Advanced Organizer dalam pembelajaran fisika dengan yang tidak menggunakan Advanced Organizer di SMA Muhamadiyah 1 Prambanan. Penelitian selanjutnya yaitu oleh Fitha Yuniarita (2010), dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan Media Kartu Domino Terhadap Penguasaan Konsep Besaran Dan Satuan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar fisika antara kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media kartu domino dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tanpa kartu domino. Memperhatikan hasil-hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu model pembelajaran dapat meanjadikan proses pembelajaran di kelas menjadi lebih efektif ataupun meningkatkan hasil belajar siswa. penelitian ini akan digunakan pembelajaran dengan model pembelajaran Advanced Organizer untuk mengetahui aktivitas dan hasil belajar kognitif siswa kelas X. Hasil belajar siswa diketahui setelah siswa diberikan tes. C. Kerangka berpikir Keberhasilan Pembelajaran Fisika di SMA didukung oleh beberapa faktor diantaranya guru, siswa dan lingkungan. Pembelajaran yang dibawakan oleh guru tidak selamanya berjalan dengan baik. Model 26 pembelajaran yang digunakan oleh guru pada saat mengajar hendaknya dapat memberikan rangsangan kepada siswa untuk belajar. Berbagai macam model ataupun metode yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar fisika. Masing-masing memiliki pengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar pada diri siswa. Salah satu model pembelajaran yang berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa yaitu model pembelajaran Advanced Organizer. Model Advanced Organizer adalah salah suatu model pembelajaran yang dirancang untuk memperjelas struktur kognitif siswa. Struktur kognitif merupakan faktor yang sangat menentukan apakah materi baru akan bermakna dan sejauh mana materi-materi tersebut dapat diperoleh dan dipertahankan. Sebelum memberikan materi baru dengan berhasil, guru harus meningkatkan stabilitas dan kejelasan struktur kognitif siswa. Guru dalam melakukan pembelajaran didalam kelas terlebih dahulu mengetahui pengetahuan awal siswa, kaitanya dengan materi yang akan diajarkan, sehingga respon siswa terhadap materi yang diajarkan lebih baik dan dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Model pembelajaran Advanced organizer digunakan untuk mengatasi kesulitasn siswa yaitu mengarahkan dan menolong siswa menginggat kembali materi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, dan membantu siswa menanamkan pengetahuan baru. Berdasarkan asumsi tersebut siswa dengan model advanced organizer diarahkan untuk mengetahui dan menginggat kembali informasi yang 27 berhubungan dengan materi yang akan dipelajari dan membantu siswa dalam menanamkan pengetahuan baru. Siswa juga diberikan waktu untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu dalam kelompok sosial. Model pembelajaran Advanced Organizer diharapkan kesulitan-kesulitan siswa dalam mempelajari konsep-konsep fisika dapat diatasi. Hal ini dikarenakan jika siswa merasa kesulitan dalam mempelajari dan memahami suatu materi pelajaran, maka hasil belajar siswa rendah. Hasil belajar tinggi atau baik, jika kesulitan siswa dalam mempelajari suatu materi pelajaran dapat diatasi, dengan menunjukkan hasil belajar yang baik pula. Hal ini dapat dilihat dari ketuntasan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Ketuntasan siswa dalam mempelajari suatu materi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: keterlaksanaan perangkat pembelajaran. Suatu pembelajaran dapat dilaksanakan, bila skenario pembelajaran telah disiapkan dengan baik. Peneliti harus mengetahui kebutuhan siswa dan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan siswa. Ketuntasan belajar dapat diatasi bila kesulitan-kesulitan siswa teratasi pula, hal ini menyebabkan aktivitas siswa didalam kelas meningkat, ditunjukkan dengan meningkatnya interaksi sosial baik antara siswa dengan siswa, ataupun siswa dengan guru. Model pembelajaran Direct Instruction terbatas yaitu pembelajaran yang dilakukan secara umum di SMA N 1 Mlati namun ada keterbatasanketerbatasan, tidak semua fase dilakukan dalam pembelajaran sehingga 28 menyebabkan pembelajaran tidak maksimal. Sebagian siswa datang ke sekolah tanpa persiapan materi terlebih dahulu sehingga siswa cenderung pasif. Siswa hanya mendengar apa yang disampaikan oleh guru didepan kelas (teacher centered). Siswa menperoleh informasi dari apa yang disampaikan oleh guru. Informasi dari sumber-sumber buku bacaan lain kurang dan latihan-latihan soal juga kurang. Disini siswa mengandalkan guru saat pembelajaran dimulai. Hal ini memungkinkan kurangnya aktivitas siswa dan rendahnya hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diperkirakan bahwa siswa yang diberi model pembelajaran Advanced Organizer akan lebih baik aktivitas dan hasil belajarnya dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran model Direct Instruction terbatas. 29 Adapun Paradigma kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan pada gambar 1 . 1. Kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran. 2. Hasil belajar siswa kurang maksimal solusi Model pembelajaran Advanced Organizer Kelebihan Aktivitas Menyebabkan peningkatan Hasil belajar a. Mengarahkan dan menolong siswa mengingat kembali informasi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari b. Membantu menanamkan pengetahuan baru Gambar 1. Bagan kerangka berpikir 30 D. Hipotesis Berdasarkan kajian teoritis di atas, dapat diambil rumusan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada pengaruh model pembelajaran Advanced Organizer terhadap aktivitas belajar Siswa SMA kelas X Pokok Bahasan Listrik Dinamis. 2. Ada pengaruh model pembelajaran Advanced Organizer terhadap hasil belajar Kognitif Siswa SMA kelas X Pokok Bahasan Listrik Dinamis. 31