Bab 3 Analisis Data Dalam bab ketiga yang berupa analisis data ini, sebelum menganalisis, penulis akan menjelaskan yang dimaksud dengan pengambilan keputusan. Menurut Stoner dalam Hasan (2004: 10), pengambilan keputusan adalah suatu proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai suatu cara untuk memecahkan masalah. Pernyataan serupa juga disebutkan oleh Kawanishi (2007: 70), yaitu pemilihan suatu tindakan yang dilakukan sebelum melaksanakan suatu tindakan tertentu, yang umumnya diawali dengan analisis situasi untuk menentukan tindakan terbaik yang akan dilakukan. Dalam bab ketiga ini, untuk menentukan ada atau tidaknya penerapan ringi seido sebagai sistem pengambilan keputusan dalam PT Mitra Toyotaka Indonesia, penulis akan meneliti penerapan masing-masing langkah tersebut dalam keseluruhan badan perusahaan tersebut. Bentuk struktur organisasi PT Mitra Toyotaka Indonesia sendiri tercantum dalam struktur berikut ini: 21 Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT Mitra Toyotaka Indonesia Sumber: PT Mitra Toyotaka Indonesia (2011) Berdasarkan struktur organisasi dalam Gambar 3.1 tersebut, tingkat manajemen perusahaan terbagi menjadi tiga yaitu manajemen puncak (top management), manajemen tengah (middle management), dan manajemen bawah (lower management). Manajemen puncak terdiri atas Board of Directors, General Manager dan empat manajer yang masing-masing mengepalai bagian Marketing, Purchasing, Finance & Accounting, dan Human Resource & General Administration (HR & GA). Manajemen tengah terdiri atas manajer divisi Wood dan Steel, serta foreman atau supervisor untuk setiap departemen PPIC (Production Plan & Inventory Control) dan Production dari kedua divisi tersebut. Tingkat manajemen terakhir, yaitu lower 22 management, terdiri atas staf dan operator bagian Production Plan, Inventory Control, Production Engineering, Machining, dan Finishing dari divisi Wood, staf dan operator bagian Production Plan, Inventory Control, Prep & Painting, dan Wielding & Assembling dari divisi Steel, serta bagian Maintenance. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai konsep utama sistem pengambilan keputusan ringi beserta kelima langkah dalam prosedur sistem tersebut. Adapun kelima langkah yang dimaksud oleh Fukuda (2010: 41-43) antara lain: 1. Penjelasan masalah dan instruksi Manajemen puncak menjelaskan permasalahan yang terjadi dan manajemen tengah menerima instruksi dari manajemen puncak untuk menindaklanjutinya. 2. Analisis masalah Informasi mengenai permasalahan yang terjadi dikumpulkan dan dianalisis secara bersama-sama oleh manajemen tengah dan manajemen bawah. 3. Mencari alternatif solusi Hasil analisis yang telah ditemukan pada langkah sebelumnya digunakan sebagai informasi oleh masing-masing staf manajemen bawah untuk mencari alternatif solusi yang dirasa paling efektif dan efisien. 4. Proses ringi Dalam proses ringi, ringisho diedarkan kepada staf pada tingkat manajemen yang sama sampai ke manajemen puncak; yang mencakup konsensus unit internal (diskusi yang dilakukan oleh manajemen bawah), konsensus antar-unit (dilakukan oleh manajemen tengah setelah ringisho disetujui oleh staf 23 manajemen bawah dalam konsensus unit internal yang telah diadakan), sampai akhirnya ringisho yang telah disetujui oleh manajemen bawah dan tengah sampai pada manajemen puncak untuk diotorisasi. 5. Implementasi keputusan Dalam tahap ini hasil keputusan yang telah diotorisasi diimplementasikan oleh manajemen bawah dan tengah secara sinergis. Untuk mendapatkan informasi yang representatif dan lengkap, penulis menyebarkan 30 kuesioner ke seluruh divisi dengan menggunakan metode penyampelan purposive sampling; yaitu teknik pengambilan sample berdasarkan karakteristik tertentu yang dinilai peneliti mampu membuat sample layak untuk dijadikan subjek penelitiannya atau karena sample tersebut mampu memberikan informasi yang diinginkan oleh peneliti (Sekaran, 2009: 276). Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan sample individu yang dipilih dari tingkat manajemen tengah yang kompeten dan memahami seluk beluk aktivitas perusahaan secara menyeluruh. Kuesioner ditujukan untuk tiap tingkat manajemen dengan proporsi sebagai berikut: 24 Tabel 3.1 Rasio Proporsi Responden Kuesioner Jumlah Responden Kuesoner Rasio Top Management 3 11% Middle Management 15 53% Lower Management 10 36% Total 28 100% Dari 30 kuesioner yang telah disebarkan, hanya 28 responden yang memberikan jawabannya sehingga sample yang dapat diteliti adalah sebanyak 28 orang. Peneliti akan menganalisis jawaban responden terhadap empat dari tujuh pertanyaan yang ada tertera di kuesioner karena adanya perubahan rumusan permasalahan setelah kuesioner tersebut disebarkan. Berikut adalah penjabaran analisis atas informasi yang penulis peroleh dari hasil kuesioner dan wawancara mengenai sistem pengambilan keputusan di PT Mitra Toyotaka Indonesia: 3.1 Analisis Pelaksanaan Langkah Pengambilan Keputusan Ringi Seido 3.1.1 Analisis Penerapan Langkah Pertama (Penjelasan Masalah dan Instruksi) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia Sesuai dengan prosedur pengambilan keputusan secara umum seperti yang telah disebutkan oleh Fukuda (2010: 43), langkah pertama dalam ringi seido diawali dengan identifikasi masalah. Dalam ringi seido, manajemen puncak menjelaskan 25 permasalahan yang terjadi dan memberikan instruksi pada manajemen tengah untuk menemukan solusi yang terbaik bagi masalah tersebut. Sehubungan dengan konsep tersebut, penulis mengajukan dua pertanyaan berikut kepada responden dalam kuesioner: 1. Apakah identifikasi dan pemberitahuan tentang suatu masalah dilakukan oleh atasan (manajemen puncak) Anda? 2. Apakah pihak manajemen tengah (middle management) menerima perintah dari manajemen puncak untuk menganalisis masalah yang terjadi? Gambar 3.2 berikut memuat rasio jawaban responden berkaitan dengan kedua pertanyaan tersebut dalam bentuk diagram. 26 Gambar 3.2 Diagram Rasio Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Analisis Langkah Pertama (Penjelasan Masalah dan Instruksi) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia Keterangan: I : Apakah identifikasi dan pemberitahuan tentang suatu masalah dilakukan oleh atasan (manajemen puncak) Anda? II : Apakah pihak manajemen tengah (middle management) menerima perintah dari manajemen puncak untuk menganalisis masalah yang terjadi? Berdasarkan Gambar 3.2 tersebut diperoleh informasi bahwa terhadap pertanyaan ”Apakah identifikasi dan pemberitahuan tentang suatu masalah dilakukan oleh atasan (manajemen puncak) Anda?”, sebanyak 71% (20 orang) menjawab ”Ya”, 25% (7 orang) menjawab ”Tidak”, sedangkan 4% (1 orang) lainnya tidak menjawab. Hasil yang sama juga muncul terhadap pertanyaan ”Apakah pihak manajemen tengah 27 (middle management) menerima perintah dari manajemen puncak untuk menganalisis masalah yang terjadi?”. Sebanyak 93% (26 orang) menjawab “Ya” dan 7% (2 orang) sisanya menjawab “Tidak”. Berikut ini adalah tabel kalkulasi rasio responden berkaitan dengan jawaban responden terhadap kedua pertanyaan tersebut: Tabel 3.2 Rasio Responden Terhadap Pertanyaan Mengenai Analisis Penerapan Langkah Pertama (Penjelasan Masalah dan Instruksi) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia I II Mean Ya 71% 93% 82% Tidak 25% 7% 16% Tidak Jawab 4% 0% 2% 100% 100% 100% Total Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan penulis, diketahui bahwa di dalam PT Mitra Toyotaka sumber masalah dapat dikategorikan menjadi dua; yaitu ’atas’ yang melibatkan manajemen puncak-tengah, atau ’bawah’ yang melibatkan manajemen tengah-bawah (perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan sumber bukanlah penyebab masalah terjadi, melainkan pihak yang mendeteksi terjadinya suatu masalah). Permasalahan yang berasal dari ’atas’ umumnya permasalahan yang berkaitan dengan perencanaan kegiatan operasional perusahaan (khususnya jangka panjang seperti kaizen planning yang dilakukan tahunan) atau anggaran perusahaan, 28 sedangkan masalah yang bersumber dari manajemen bawah umumnya perihal yang berkaitan dengan permasalahan di areal pabrikasi. Lebih lanjut dalam wawancara salah satu responden menjelaskan bahwa pada kasus masalah yang disuarakan oleh manajemen puncak (bersifat kompleks dan besar dibandingkan dengan masalah yang berasal dari ’bawah’)—sebagai contoh adanya keputusan dari para pemegang saham untuk menurunkan anggaran operasional tahunan perusahaan—manajemen puncak akan selalu menjelaskan kondisi ini beserta detailnya dalam suatu rapat khusus serta memberikan perintah analisis dalam suatu rapat yang dihadiri para staf yang berada di manajemen tengah. Sedangkan jika suatu masalah datang dari ’bawah’ dan memerlukan partisipasi manajemen tengah dan puncak yang cukup signifikan dalam penyelesaiannya, masalah tersebut akan segera disampaikan oleh manajemen bawah kepada atasannya (manajemen tengah), yang kemudian akan diteruskan sampai ke manajemen puncak. Setelah permasalahan beserta detailnya sampai pada manajemen puncak, manajemen puncak selaku atasan akan memberikan penjelasan mengenai masalah tersebut kepada para bawahannya yang berada di manajemen tengah dalam suatu rapat sehingga para anggota manajemen tengah tersebut saling mengetahui permasalahan yang terjadi, tidak hanya beberapa orang dari divisi atau bagian yang terkait langsung dengan masalah itu saja, sekaligus memberikan instruksi kepada para bawahannya untuk menganalisis masalah tersebut. Di samping itu ada pula permasalahan yang datang dari lapangan namun tidak memerlukan partisipasi manajemen puncak secara signifikan, misalnya 29 ketidaksesuaian hasil produksi dengan spesifikasi yang diminta. Kasus tersebut akan langsung disampaikan pada manajemen tengah dan jika dapat langsung diselesaikan maka eksekusi penyelesaian masalah akan langsung dijalankan sehingga tidak perlu menunggu masalah tersebut sampai kepada manajemen puncak sebelum menjalankan solusinya. Untuk kasus seperti ini karena masalah sudah terselesaikan sebelum sampai ke manajemen puncak, penjelasan dan perintah analisis masalah oleh manajemen puncak pada para bawahannya dalam rapat tidak terjadi. Manajemen puncak hanya akan mendapatkan laporan secara periodik dari manajemen tengah mengenai masalah-masalah yang terjadi beserta solusi yang diterapkannya. Para karyawan di perusahaan ini kerap mengadakan rapat mingguan (yang disebut dengan weekly meeting). Forum yang diikuti oleh manajemen bawah, tengah, dan puncak ini rekapitulasi tersebut disampaikan pada manajemen puncak. Berdasarkan gambaran kondisi yang terjadi di PT Mitra Toyotaka Indonesia tersebut, mayoritas responden (71% atau 20 orang) membenarkan bahwa manajemen puncak selaku atasan melakukan penjelasan masalah kepada para bawahannya terutama yang berada pada tingkat manajemen tengah dan sebanyak 93% (26 orang) membenarkan manajemen tengah menerima instruksi dari manajemen puncak untuk menganalisis permasalahan yang ada. Menurut analisis penulis, hal ini sesuai dengan pernyataan Fukuda (2010: 43) yang menyebutkan bahwa dalam ringi seido manajemen puncak menjelaskan permasalahan yang terjadi dan memberikan instruksi pada manajemen tengah untuk menemukan solusi yang terbaik bagi masalah tersebut. 30 Kemudian mengenai adanya permasalahan yang bersumber dari bawah dan tidak memerlukan partisipasi manajemen puncak secara signifikan. Dalam kondisi tersebut manajemen puncak hanya menerima laporan periodik mengenai rekapitulasi masalah dan eksekusi solusinya sehingga secara otomatis para bawahannya tidak menerima penjelasan maupun instruksi berkaitan permasalahan yang terjadi, penulis menganalisis bahwa kondisi ini sesuai dengan adanya responden yang menjawab ”Tidak” untuk kedua pertanyaan di atas (dengan nilai mean 16%). Berdasarkan kalkulasi dan analisis penulis atas jawaban responden dan wawancara yang telah dipaparkan tersebut, langkah pertama dalam ringi seido yang berupa penjelasan permasalahan yang terjadi oleh manajemen puncak dan manajemen tengah menerima instruksi dari manajemen puncak untuk menindaklanjutinya dilakukan di PT Mitra Toyotaka Indonesia. Menurut penulis, langkah ini sesuai dengan pendapat Fukuda (2010: 43) mengenai langkah pertama dalam ringi seido, yaitu penjelasan masalah oleh manajemen puncak dan instruksi analisis dari manajemen puncak kepada manajemen tengah. 3.1.2 Analisis Penerapan Langkah Kedua (Analisis Masalah) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia Langkah kedua dalam ringi seido adalah melakukan analisis; yang meliputi mengumpulkan dan menganalisis informasi yang lengkap yang berkaitan dengan masalah yang terjadi. Langkah ini dilakukan oleh manajemen tengah bersama dengan para staf bawahannya yang tergabung dalam tingkat manajemen bawah. 31 Berkaitan dengan konsep tersebut, pertanyaan yang penulis ajukan dalam kuesioner kepada para responden adalah ”Apakah pihak manajemen tengah (middle management) dan manajemen bawah (lower management) melakukan analisis terhadap masalah yang terjadi?”. Gambar 3.3 berikut menggambarkan secara jelas rasio jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut: Gambar 3.3 Diagram Rasio Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Langkah Kedua (Analisis Masalah) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia Berdasarkan diagram dalam Gambar 3.3 tersebut diperoleh informasi bahwa seluruh responden membenarkan adanya pelaksanaan analisis masalah yang dilakukan oleh pihak manajemen tengah dan manajemen bawah. Untuk mendukung hasil kuesioner tersebut penulis memaparkan hasil wawanacara sebagai berikut. 32 Dalam wawancara yang telah dilakukan, responden yang diwawancarai menyatakan saat suatu masalah terjadi, manajemen tengah akan memberi instruksi pada para staf-staf manajemen bawah yang terkait dan melakukan analisis atas masalah tersebut bersama. Pihak manajemen tengah tidak meninggalkan stafnya yang berada di manajemen bawah untuk melakukan analisis tanpa kontrol; dan sebaliknya para staf selalu menindaklanjuti analisis yang dilakukannya. Dengan demikian kedua belah pihak (manajemen tengah dan manajemen bawah) akan mendapat pemahaman informasi yang sama atas analisis permasalahan yang dilakukan sehingga pencarian solusi yang akan dilakukan dapat berjalan dengan lebih baik. Namun demikian, ketiga responden dalam wawancara lebih lanjut menyatakan bahwa terdapat beberapa kasus saat keterlibatan salah satu dari pihak manajemen tengah atau bawah ini dianggap tidak terlalu diperlukan sehingga porsi keterlibatan salah satu pihak dalam melakukan analisis masalah kasus tersebut dinilai berat sebelah. Contoh kasus dengan kondisi pihak manajemen tengah tidak terlalu dilibatkan dalam analisis adalah jika masalah yang terjadi berada dalam lingkungan pabrikasi dan bersifat kecil seperti masalah kerusakan salah satu mesin produksi. Untuk kasus seperti ini staf pabrik yang berada di lapangan (yang tergolong dalam manajemen tingkat bawah) akan langsung bertindak dengan mencari penyebab kerusakan mesin tersebut dan mengatasinya tanpa terlalu memerlukan kehadiran atasannya yang berada di level managemen tengah untuk menganalisis masalah tersebut bersamanya. 33 Namun jika manajemen tengah tidak berada di lokasi saat permasalahan tersebut terjadi sehingga tidak dapat melakukan analisis bersama, hal itu tidak berarti manajemen tengah tidak mengetahui masalah tersebut. Setiap masalah yang terjadi; sekecil apa pun serta solusi yang telah dilakukan oleh staf dalam manajemen bawah, akan dilaporkan pada manajemen tengah dan manajemen tengah akan menyampaikannya pada manajemen puncak yang melakukan tindak lanjut terhadap masalah tersebut jika dirasa perlu. Selain kasus tersebut, sejalan dengan analisis langkah pertama ringi seido, kasus saat pihak manajemen bawah tidak terlalu banyak terlibat dalam analisis adalah kasus yang melibatkan perencanaan kegiatan operasional dan anggaran perusahaan seperti rencana produksi atau pemilihan supplier. Untuk kedua kasus tersebut tindakan menganalisis cenderung lebih banyak dilakukan oleh para karyawan yang berada di manajemen tengah dengan tetap melibatkan staf-staf kompeten yang duduk di tingkat manajemen bawah karena manajemen tengah dinilai lebih memahami kondisi perusahaan secara menyeluruh dibandingkan dengan manajemen bawah sehingga analisis kasus yang melibatkan perencanaan terhadap kegiatan operasional dan anggaran perusahaan cenderung ditangani oleh manajemen tengah (tentunya tanpa terlepas dari bantuan manajemen bawah). Hal ini menjelaskan munculnya rasio jawaban ”Ya” yang mutlak (100%) karena dalam situasi nyata di PT Mitra Toyotaka Indonesia analisis masalah dilakukan oleh kedua tingkat manajemen (lower dan middle) secara bersama, walaupun rasio keterlibatan masing-masing pihak berbeda dalam melakukan analisis 34 masalah tergantung pada jenis masalah itu sendiri. Kondisi ini, menurut penulis, sesuai dengan konsep langkah pertama ringi seido yang dipaparkan oleh Fukuda (2010: 43) yaitu informasi yang lengkap yang berkaitan dengan permasalahan dikumpulkan dan dianalisis oleh manajemen tengah dan bawah. Berdasarkan informasi tersebut langkah kedua dalam ringi seido ini dilakukan di PT Mitra Toyotaka Indonesia. 3.1.3 Analisis Penerapan Langkah Ketiga (Mencari Alternatif Solusi) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia Dalam ringi seido setelah langkah kedua, yakni analisis permasalahan selesai dilakukan, para staf dalam manajemen bawah akan melakukan langkah ketiga dalam sistem ini, yaitu memikirkan atau mencari solusi masalah tersebut. Setelah mereka menemukan ide mengenai solusi yang tepat, solusi tersebut kemudian akan ditulis dalam suatu proposal atau dokumen formal yang disebut ringisho. Pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada responden terkait dengan konsep tersebut adalah sebagai berikut: 1. Apakah pihak manajemen bawah (lower management) mencari alternatifalternatif solusi yang memungkinkan bagi masalah tersebut melalui rapat atau diskusi kelompok? 2. Apakah solusi sementara yang telah dipilih dalam rapat atau diskusi kelompok tersebut ditulis dalam suatu surat atau dokumen? 35 Jawaban yang diberikan responden terhadap kedua pertanyaan tersebut penulis gambarkan dalam diagram pada Gambar 3.3 berikut. Untuk mempermudah analisis, data tersebut kemudian penulis kalkulasikan ke dalam bentuk rasio yang terangkum dalam Tabel 3.3. Gambar 3.4 Diagram Rasio Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Langkah Ketiga (Mencari Alternatif Solusi) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia Keterangan : I : Apakah pihak manajemen bawah (lower management) mencari alternatifalternatif solusi yang memungkinkan bagi masalah tersebut melalui rapat atau diskusi kelompok? II : Apakah solusi sementara yang telah dipilih dalam rapat atau diskusi kelompok tersebut ditulis dalam suatu surat atau dokumen? 36 Berdasarkan diagram dalam Gambar 3.4 tersebut jawaban responden terhadap pertanyaan “Apakah pihak manajemen bawah (lower management) mencari alternatif-alternatif solusi yang memungkinkan bagi masalah tersebut melalui rapat atau diskusi kelompok?”, sebanyak 89% (25 orang) menjawab ”Ya” sedangkan 11% (3 orang) lainnya menjawab ”Tidak”. Hasil yang sama juga muncul terhadap pertanyaan berikutnya yaitu ”Apakah solusi sementara yang telah dipilih dalam rapat atau diskusi kelompok tersebut ditulis dalam suatu surat atau dokumen?”. Sebanyak 89% (25 orang) menjawab ”Ya” dan 11% (3 orang) lainnya menjawab ”Tidak” Berikut ini adalah tabel kalkulasi rasio responden berkaitan dengan jawaban responden terhadap kedua pertanyaan mengenai penerapan langkah ketiga dalam ringi seido ini: Tabel 3.3 Rasio Responden Terhadap Pertanyaan Mengenai Analisis Penerapan Langkah Ketiga (Mencari Alternatif Solusi) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Mean Ya 89% 89% 89% Tidak 11% 11% 11% Total 100% 100% 100% Sebanyak 89% responden membenarkan bahwa pencarian solusi masalah dilakukan oleh manajemen bawah, yang menunjukkan bahwa keterlibatan 37 manajemen bawah dalam pemecahan masalah yang terjadi di perusahaan cukup besar. Lebih lanjut, terjadinya masalah yang berasal dari ‘atas’ lebih jarang terjadi dibandingkan masalah yang berasal dari ‘bawah’. Dengan kata lain, masalah yang melibatkan partisipasi manajemen bawah yang sedikit lebih jarang terjadi dibandingkan masalah yang membutuhkan partisipasi manajemen bawah yang signifikan. Kondisi tersebut menjelaskan proporsi rasio responden sebanyak 11% yang menjawab “Tidak” atas pertanyaan terkait diskusi oleh manajemen bawah dalam pencarian solusi masalah. Di samping itu, dalam wawancara, responden menyebutkan bahwa pendokumentasian tidak selalu dilakukan untuk setiap rapat atau diskusi terutama jika masalah yang terkait tidak terlalu rumit dan dapat diatasi segera, seperti misalnya adanya kemacetan pada salah satu mesin produksi dan adanya kesalahan dalam billing (penagihan) kepada pelanggan. Namun demikian pencatatan keputusan sedapat mungkin dilakukan dalam setiap meeting. Terkait dengan kondisi ini, 89% responden (25 orang) menyatakan bahwa pencatatan solusi yang dipilih dalam rapat atau diskusi pada suatu dokumen, namun 11% sisanya (3 orang) menyatakan bahwa pencatatan tidak dilakukan. Gambaran kondisi ini diperkuat dengan pemaparan hasil wawancara sebagai berikut. Berdasarkan wawancara, masih terkait dengan subbab 3.1.1 dan 3.1.2, dilaksanakan atau tidaknya pencarian alternatif solusi masalah melalui rapat atau diskusi oleh manajemen bawah tergantung pada sifat dari masalah itu sendiri. Jika masalah yang terjadi merupakan masalah yang berasal dari ‘atas’ (keterlibatan staf 38 manajemen bawah minim), maka secara otomatis tidak banyak staf manajemen bawah yang terlibat dalam pencarian alternatif solusi masalah. Di luar kategori tersebut, para karyawan yang berada di manajemen bawah bersama beberapa atasannya yang berada pada level manajemen tengah selalu melakukan rapat atau diskusi periodik. Pada rapat tersebut masalah yang terkait dengan bagian mereka dibahas, dan para anggota rapat (yang terdiri atas para staf dalam manajemen bawah) melakukan curah pendapat dan diskusi mengenai alternatif solusi yang paling sesuai untuk masalah yang dibahas. Hal ini tidak pernah tidak dilakukan karena perusahaan ini menganggap bahwa konsensus merupakan hal yang penting dalam pengambilan keputusan, sehingga penting bagi perusahaan untuk sedapat mungkin melibatkan setiap tingkat manajemen dalam proses pengambilan keputusan. Berdasarkan informasi dari wawancara dan kuesioner serta kalkulasi rasio responden yang telah penulis paparkan, sesuai dengan pernyataan Fukuda (2010: 43) mengenai langkah ketiga dalam konsep ringi seido yaitu pencarian alternatif solusi yang meliputi memikirkan atau mencari solusi masalah tersebut dan menuliskannya dalam suatu proposal atau dokumen formal, maka menurut analisis penulis, langkah ketiga dalam ringi seido ini dilakukan di PT Mitra Toyotaka. Di samping itu, kondisi PT Mitra Toyotaka Indonesia yang mengedepankan konsensus dalam pengambilan keputusan seperti yang tertuang dalam paparan analisis sebelumnya, menurut penulis sesuai dengan filosofi ringi yang dikemukakan oleh Ala (1999: 22), yaitu dalam ringi seido seorang pemimpin perusahaan lebih mementingkan konsensus bersama para 39 bawahannya dibandingkan otoritas yang dimilikinya dalam mengambil keputusan. 3.1.4 Analisis Penerapan Langkah Keempat (Proses Ringi) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia Dalam bab sebelumnya telah disebutkan bahwa tahap keempat dalam ringi seido ini adalah proses ringi; yang dijelaskan oleh Fukuda (2010: 43) sebagai proses sirkulasi ringisho kepada staf pada tingkat manajemen yang sama sampai ke manajemen puncak; yang mencakup konsensus unit internal (diskusi yang dilakukan oleh manajemen bawah), konsensus antar-unit (dilakukan oleh manajemen tengah setelah ringisho disetujui oleh staf manajemen bawah dalam konsensus unit internal yang telah diadakan), sampai akhirnya ringisho yang telah disetujui oleh manajemen bawah dan tengah sampai pada manajemen puncak untuk diotorisasi. Selanjutnya, Ala (1999: 23) menambahkan bahwa ringisho itu akan diserahkan kembali kepada pencetusnya untuk direvisi (jika ditolak). Terkait dengan konsep tersebut, penulis mengajukan serangkaian pertanyaan berikut dalam kuesioner sebagai lanjutan dari pertanyaan-pertanyaan terkait langkah penerapan ringi seido sebelumnya (pencarian solusi) pada subbab 3.1.3, untuk mengetahui penerapan langkah keempat ini dalam PT Mitra Toyotaka Indonesia kepada para responden: 1. Apakah surat atau dokumen yang berisi solusi sementara diedarkan pada bagian terkait pada tingkat manajemen yang sama dan manajemen tengah untuk meminta persetujuan dan komentar? 40 2. Apakah setelah menerima surat atau dokumen yang berisi solusi tersebut pihak manajemen tengah melakukan rapat atau diskusi antar unit untuk membicarakan solusi tersebut lebih lanjut? 3. Apakah setelah rapat atau diskusi, masing-masing anggota manajemen tengah menuliskan pendapat dan persetujuan mereka mengenai solusi tersebut dalam surat atau dokumen yang sama? 4. Apakah pihak manajemen tengah menyerahkan surat atau dokumen tersebut pada manajemen puncak? 5. Apakah pihak manajemen puncak (pimpinan perusahaan) menentukan keputusan untuk menjalankan atau menolak solusi yang tertulis dalam surat atau dokumen tersebut? 6. Jika manajemen puncak menolak, apakah surat atau dokumen tersebut dikembalikan kepada pembuatnya untuk direvisi lebih lanjut? Jumlah responden untuk setiap kategori jawaban sekaligus kalkukasi rasio jawaban responden untuk masing-masing pertanyaan penulis gambarkan dalam Gambar 3.5 dan Tabel 3.4 berikut. 41 Gambar 3.5 Diagram Rasio Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Langkah Keempat (Proses Ringi) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia Keterangan : I : Apakah surat atau dokumen yang berisi solusi sementara diedarkan pada bagian terkait pada tingkat manajemen yang sama dan manajemen tengah untuk meminta persetujuan dan komentar? 42 II : Apakah setelah menerima surat atau dokumen yang berisi solusi tersebut pihak manajemen tengah melakukan rapat atau diskusi antar unit untuk membicarakan solusi tersebut lebih lanjut? III : Apakah setelah rapat atau diskusi, masing-masing anggota manajemen tengah menuliskan pendapat dan persetujuan mereka mengenai solusi tersebut dalam surat atau dokumen yang sama? IV : Apakah pihak manajemen tengah menyerahkan surat atau dokumen tersebut pada manajemen puncak? V : Apakah pihak manajemen puncak (pimpinan perusahaan) menentukan keputusan untuk menjalankan atau menolak solusi yang tertulis dalam surat atau dokumen tersebut? VI : Jika manajemen puncak menolak, apakah surat atau dokumen tersebut dikembalikan kepada pembuatnya untuk direvisi lebih lanjut? Berdasarkan diagram pada Gambar 3.5 tersebut diperoleh informasi sebagai berikut. Terhadap pertanyaan ”Apakah surat atau dokumen yang berisi solusi sementara diedarkan pada bagian terkait pada tingkat manajemen yang sama dan manajemen tengah untuk meminta persetujuan dan komentar?”, sebanyak 79% (22 orang) menjawab ”Ya” sedangkan 21% (6 orang) lainnya menjawab ”Tidak”. Terhadap pertanyaan ”Apakah setelah menerima surat atau dokumen yang berisi solusi tersebut pihak manajemen tengah melakukan rapat atau diskusi antar 43 unit untuk membicarakan solusi tersebut lebih lanjut?”, sebanyak 89% (25 orang) menjawab ”Ya”, 7% (2 orang) lainnya menjawab ”Tidak”, dan 4% (1 orang) tidak menjawab. Terhadap pertanyaan ”Apakah setelah rapat atau diskusi, masing-masing anggota manajemen tengah menuliskan pendapat dan persetujuan mereka mengenai solusi tersebut dalam surat atau dokumen yang sama?”, sebanyak 78% (22 orang) menjawab ”Ya”, 18% (5 orang) menjawab ”Tidak”, dan 4% (1 orang) tidak menjawab. Terhadap pertanyaan ”Apakah pihak manajemen tengah menyerahkan surat atau dokumen tersebut pada manajemen puncak?”, sebanyak 89% (25 orang) menjawab ”Ya”, 7% (2 orang) lainnya menjawab ”Tidak”, dan 4% (1 orang) tidak menjawab. Terhadap pertanyaan ”Apakah pihak manajemen puncak (pimpinan perusahaan) menentukan keputusan untuk menjalankan atau menolak solusi yang tertulis dalam surat atau dokumen tersebut?”, sebanyak 96% (27 orang) menjawab ”Ya”, sedangkan 4% (1 orang) lainnya menjawab ”Tidak”. Terhadap pertanyaan ”Jika manajemen puncak menolak, apakah surat atau dokumen tersebut dikembalikan kepada pembuatnya untuk direvisi lebih lanjut?”, sebanyak 86% (24 orang) menjawab ”Ya”, sedangkan 14% (4 orang) lainnya menjawab ”Tidak”. Kalkulasi rata-rata rasio jawaban responden terhadap keenam pertanyaan tersebut terdapat pada Tabel 3.4 berikut. 44 Tabel 3.4 Rasio Responden Terhadap Pertanyaan Mengenai Analisis Penerapan Langkah Keempat (Proses Ringi) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia I II III IV V VI Mean Ya 79% 89% 78% 89% 96% 86% 86% Tidak 21% 7% 18% 7% 4% 14% 12% Abstain 0% 4% 4% 4% 0% 0% 2% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% Total Pada PT Mitra Toyotaka Indonesia, walaupun dokumen-dokumen yang berfungsi sebagai ringisho dipergunakan, dokumen ini tidak memiliki suatu judul dan format khusus. Judul dan format dokumen ini bervariasi sesuai masalah yang terkait; misalnya kaizen planning report adalah dokumen serupa ringisho yang mencakup keputusan perencanaan penerapan kaizen untuk tahun operasional berikutnya yang diedarkan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusannya; yang meliputi manajemen bawah, manajemen tengah, dan manajemen puncak, serta memuat seluruh tanda tangan para partisipan tersebut yang menunjukkan tanda persetujuan mereka. Fungsi dokumen ini sesuai dengan konsep ringisho yang disebutkan oleh Okumura dan Yasukouchi (2007: 38), yaitu dokumen yang disusun untuk memperoleh persetujuan dari struktur organisasi atas atau atasan yang memiliki wewenang untuk mengotorisasi keputusan melalui sirkulasi kepada manajemen- 45 manajemen yang terkait dalam rangka meminta persetujuan mereka melalui pembubuhan stempel atau cap nama masing-masing. Walaupun demikian, pada prakteknya di PT Mitra Toyotaka Indonesia bukan stempel atau cap nama yang dipergunakan, melainkan tanda tangan. Hal ini terjadi karena di Indonesia tidak ada budaya penggunaan stempel atau cap nama seperti di Jepang. Sesuai dengan pemaparan kondisi perusahaan dalam subbab 3.1.2, dalam wawancara responden menyebutkan bahwa pendokumentasian tidak selalu dilakukan untuk setiap rapat atau diskusi, walaupun sedapat mungkin tetap dijalankan. Kondisi tersebut mempengaruhi respon terhadap pertanyaan mengenai pengedaran surat atau dokumen yang berisi solusi sementara yang telah dibuat dalam tahap sebelumnya pada bagian terkait di tingkat manajemen yang sama dan manajemen tengah untuk meminta persetujuan dan komentar, karena sirkulasinya ditentukan oleh sifat permasalahan itu sendiri. Jika permasalahan yang dihadapi dapat ditangani secara langsung tanpa membutuhkan keterlibatan pihak manajemen puncak secara signifikan, maka sirkulasi dokumen tersebut pun terbatas dalam bagian dan personalia tertentu pada tingkat manajemen bawah dan tengah saja. Berdasarkan hasil wawancara, salah satu contoh kasus tersebut adalah masalah pada mesin coloring di divisi Wood yang mengakibatkan warna produk tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta, maka masalah tersebut hanya akan melibatkan bagian produksi terkait sekaligus departemen PPIC (Production Plan & Inventory Control) selaku bagian yang berfungsi sebagai planner departemen Production. 46 Dokumen ini akan disirkulasikan hanya pada kepala departemen PPIC serta staf PPIC dan departemen Production lain yang terkait dengan pemilihan solusi tersebut, dan akan disampaikan kepada kepala divisi Wood sebagai laporan operasional. Laporan kegiatan operasional itu sendiri akan disampaikan juga pada manajemen puncak sebagai rekapitulasi. Kondisi ini menjelaskan rasio responden sebanyak 79% (22 orang) yang membenarkan dilakukannya pengedaran surat atau dokumen yang berisi solusi sementara yang telah dibuat dalam tahap sebelumnya pada bagian terkait pada tingkat manajemen yang sama dan manajemen tengah untuk meminta persetujuan dan komentar. Namun sebanyak 21% (6 orang) mengatakan “Tidak”, karena terkait dengan situasi sifat masalah itu sendiri—jika permasalahan yang dihadapi dapat ditangani secara langsung tanpa membutuhkan keterlibatan pihak manajemen puncak, maka sirkulasi dokumen tersebut pun terbatas pada personalia tertentu pada tingkat manajemen bawah dan tengah saja—sehingga tidak semua bagian atau departemen perusahaan menerima dokumen tersebut walaupun sama-sama berada pada tingkat manajemen tengah atau bawah sekalipun. Di samping itu, seperti yang telah disebutkan dalam subbab 3.1.1 sampai 3.1.3, terdapat dua jenis kasus lain yaitu masalah yang bersumber dari ’atas’ yang tidak melibatkan banyak staf manajemen bawah (umumnya merupakan kasus yang melibatkan perencanaan kegiatan operasional dan anggaran perusahaan) dan masalah yang bersumber dari ’bawah’ dan membutuhkan keterlibatan seluruh tingkat manajemen secara signifikan. 47 Untuk kedua kasus tersebut karena partisipasi manajemen tengah sangat signifikan, sirkulasi dokumen ringisho pun sampai pada tingkat manajemen tengah dan manajemen tengah akan melakukan diskusi antar-unit dalam weekly meeting, yang biasanya sekaligus melibatkan kehadiran manajemen puncak. Dalam forum ini konsensus bersama (manajemen puncak, manajemen tengah, dan beberapa staf tertentu dalam manajemen bawah) dilaksanakan berkaitan dengan alternatif solusi yang telah tertera pada dokumen ringisho yang ada. Hasil konsensus tersebut kemudian didokumentasikan dan pendapat serta persetujuan seluruh anggota rapat yang terkait akan dicatat. Selain itu para anggota rapat pun akan menandatangani dokumen tersebut sebagai pengesahan atas persetujuan mereka terkait keputusan yang dihasilkan. Keadaan ini, menurut penulis, sejalan dengan konsep ringi yang telah disebutkan oleh Lincoln (1989: 8), yaitu mengenai penyusunan suatu dokumen yang berisi usulan atas suatu tindakan (ringisho) oleh manajemen tengah-bawah dan diedarkan ke manajemen atas secara hierarkis untuk meminta tanda tangan masingmasing manajer dan personalia lain yang menandakan persetujuan para partisipan atas rekomendasi solusi yang diberikan. Berdasarkan hasil wawancara, salah satu contoh kasus yang pernah terjadi di perusahaan ini adalah adanya kesalahan spesifikasi barang yang telah dikirim pada pelanggan; baik bahan dasar maupun warna. Akar permasalahan ini adalah adanya miskomunikasi antara pihak pelanggan dengan perusahaan ini, sedangkan untuk membuat produk yang sama dari bahan dasar yang diminta pelanggan membutuhkan teknik khusus yang tidak dapat dilakukan oleh PT Mitra Toyotaka Indonesia dalam 48 batas waktu yang diminta pelanggan. Menurut perusahaan, masalah ini termasuk besar dan kritis karena sulit menemukan solusi yang disepakati kedua belah pihak (PT Mitra Toyotaka Indonesia maupun pelanggan) sehingga perusahaan terancam kehilangan pelanggannya karena pembatalan kontrak pembelian, sedangkan perusahaan menganggap bahwa kehilangan pelanggan (terutama pelanggan baru) dapat mengakibatkan krisis kepercayaan antar pelanggan yang tentunya dapat menurunkan reputasi perusahaan. Untuk masalah seperti ini, karena keterlibatan seluruh tingkat manajemen cukup signifikan, sirkulasi ringisho pun mencapai ketiga tingkat manajemen tersebut. Hal ini menjelaskan rasio responden sebanyak 89% (25 orang) yang membenarkan dilakukannya diskusi antar-unit oleh pihak manajemen tengah terkait solusi yang ada karena adanya weekly meeting yang merupakan forum diskusi antarunit. Sebanyak 7% responden (2 orang) mengatakan “Tidak” dan 4% responden (1 orang) tidak menjawab diperkirakan karena tidak seluruh solusi butuh didiskusikan antar-unit, ada permasalahan tertentu yang sampai ke weekly meeting hanya dalam bentuk laporan rekapitulasi saja. Terkait dengan pertanyaan ketiga, 78% responden (22 orang) membenarkan adanya pencatatan pendapat dan persetujuan masing-masing anggota manajemen tengah yang terkait dengan solusi permasalahan yang ada sedangkan 18% (5 orang) mengatakan “Tidak” dan 4% (1 orang) sisanya tidak menjawab dikarenakan pendokumentasian tidak selalu dilakukan untuk setiap rapat atau diskusi walaupun sedapat mungkin tetap dijalankan, ditambah karena tidak seluruh masalah perlu 49 dilakukan diskusi antar-unit manajemen tengah. Terhadap pertanyaan keempat mengenai penyerahan surat atau dokumen tersebut pada manajemen puncak oleh manajemen tengah, sebanyak 89% responden (25 orang) menjawab ”Ya” karena manajemen puncak berperan sebagai pemimpin perusahaan yang selalu perlu mengetahui keadaan perusahaan dan sebagai pemegang otorisasi keputusan penting dalam perusahaan. Untuk itu segala dokumen tersebut perlu diserahkan pada manajemen puncak untuk diotorisasi—yang juga menjelaskan rasio responden 96% (27 orang) membenarkan adanya otorisasi oleh manajemen puncak. Sedangkan sebanyak 7% (2 orang) mengatakan ”Tidak” untuk pertanyaan keempat dan 4% (1 orang) juga mengatakan ”Tidak” untuk pertanyaan kelima diperkirakan karena ada permasalahan tertentu yang sampai ke weekly meeting hanya dalam bentuk laporan rekapitulasi saja. Terkait dengan pertanyaan terakhir, 86% responden (24 orang) membenarkan adanya pengembalian surat atau dokumen ringisho kepada pembuatnya untuk direvisi lebih lanjut sedangkan 14% (4 orang) sisanya mengatakan ”Tidak”. Dalam wawancara yang telah dilakukan responden menyebutkan bahwa jika alternatif solusi dalam dokumen serupa ringisho yang diberikan tidak disetujui dalam konsensus bersama yang dilakukan pada weekly meeting, biasanya tidak berarti bahwa solusi tersebut ditolak secara mutlak namun masih memiliki kekurangan sehingga perlu direvisi lebih lanjut sebelum diimplementasikan. Namun dalam beberapa kasus tertentu, jika ternyata dalam weekly meeting tercetus suatu solusi yang dinilai lebih baik yang dibandingkan solusi dalam dokumen serupa ringisho tersebut dan 50 disepakati untuk diimplementasikan, maka dokumen itu ada kalanya tidak dikembalikan pada pembuatnya dan akan disimpan untuk dokumentasi. Kondisi ini, menurut penulis, sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Ala (1999: 23) bahwa dalam ringi seido, ringisho akan diserahkan kembali kepada pencetusnya untuk direvisi (jika ditolak). Gambaran kondisi tersebut mendukung rasio jawaban responden dalam Gambar 3.5 sebelumnya; yang menunjukkan bahwa rata-rata mayoritas responden (86% atau 24 orang) membenarkan terjadinya proses ringi di perusahaan, meskipun nama dokumen yang dipergunakan tidak memiliki sebutan khusus seperti ringisho dan sirkulasinya berbeda tergantung pada sifat permasalahannya sendiri. Untuk itu penulis mengemukakan bahwa langkah keempat dalam ringi seido— yakni sesuai dengan pernyataan Fukuda (2010: 43) yang menyatakan bahwa proses ringi, yang berarti sirkulasi ringisho kepada staf pada tingkat manajemen yang sama sampai ke manajemen puncak dan mencakup konsensus unit internal (diskusi yang dilakukan oleh manajemen bawah), konsensus antar-unit (dilakukan oleh manajemen tengah setelah ringisho disetujui oleh staf manajemen bawah dalam konsensus unit internal yang telah diadakan), sampai akhirnya ringisho yang telah disetujui oleh manajemen bawah dan tengah sampai pada manajemen puncak untuk diotorisasi— menurut analisis penulis dilakukan oleh PT Mitra Toyotaka Indonesia. Selain itu kondisi tersebut juga sesuai dengan konsep ringi yang dikemukakan oleh Houkei (2006: 1), yaitu manajemen bawah membuat suatu dokumen rancangan keputusan yang akan diedarkan atau disirkulasikan pada atasan-atasannya secara 51 berurutan, dan pada akhirnya sirkulasi tersebut akan berakhir saat dokumen sampai pada orang yang memiliki otorisasi untuk membuat keputusan dalam organisasi. Untuk itu, menurut analisis penulis konsep ringi yang sesuai dengan pernyataan Houkei tersebut dijalankan di PT Mitra Toyotaka Indonesia. 3.1.5 Analisis Penerapan Langkah Kelima (Implementasi Keputusan) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia Berdasarkan urutan penerapan langkah pengambilan keputusan dalam ringi seido, langkah kelima yang dilakukan adalah implementasi keputusan yang telah diotorisasi oleh manajemen puncak pada tahap keempat tersebut oleh manajemen tengah dan bawah secara sinergis. Tahap ini merupakan langkah terakhir dalam sistem pengambilan keputusan ini. Pertanyaan yang penulis ajukan dalam kuesioner kepada responden untuk menjawab keingintahuan penulis berkaitan dengan penerapan langkah ini adalah ”Apakah pihak manajemen tengah dan bawah (middle and lower management) diinstruksikan oleh manajemen puncak untuk menjalankan solusi yang dipilih?”. Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut tergambar dalam diagram berikut: 52 Gambar 3.6 Diagram Rasio Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Langkah Kelima (Implementasi Keputusan) dalam Ringi Seido di PT Mitra Toyotaka Indonesia Sebanyak 93% responden (26 orang) menjawab “Ya” dan 7% (2 orang) sisanya menjawab “Tidak” untuk pertanyaan tersebut. Munculnya dua respon yang berbeda ini disebabkan oleh adanya tipe masalah dari ‘bawah’ yang tidak perlu sampai ke manajemen puncak sebelum penyelesaian dapat dilakukan dan tipe masalah dari ‘bawah’ yang perlu sampai ke manajemen puncak sebelum penyelesaian. Untuk jenis permasalahan yang tidak perlu sampai ke manajemen puncak sebelum diselesaikan, sesuai yang telah penulis kemukakan sebelumnya responden menjelaskan bahwa permasalahan seperti ini bersifat kecil dan dapat diatasi langsung oleh manajemen bawah yang bersangkutan, sehingga manajemen puncak hanya akan menerima laporan periodik mengenai rekapitulasi masalah dan solusinya. Dalam kasus ini, tentunya manajemen tengah dan manajemen bawah tidak lagi menerima 53 instruksi dari manajemen puncak untuk menjalankan solusi karena solusi telah dijalankan sebelum rekapitulasi masalah sampai kepada manajemen puncak. Demikian juga untuk kasus yang keterlibatan manajemen bawah cenderung rendah dalam proses pengambilan keputusan. Seperti yang telah penulis singgung sebelumnya, ada kasus-kasus yang tidak terlalu membutuhkan keterlibatan manajemen bawah (keterlibatan manajemen bawah cenderung minim). Seperti yang telah penulis deskripsikan dalam subbab 3.1.4 sebelumnya, proses ringi yang berlangsung di perusahaan ini umumnya berlangsung hanya dalam weekly meeting yang melibatkan manajemen puncak, tengah, dan beberapa staf dari manajemen bawah, sehingga otorisasi keputusan oleh manajemen puncak pun langsung dilaksanakan pada forum yang sama, termasuk pemberian instruksi langsung oleh manajemen puncak kepada para anggota rapat tersebut. Perlu diingat bahwa rapat tersebut mayoritas dihadiri oleh manajemen tengah dengan beberapa staf tertentu dari manajemen bawah, sehingga pemberian instruksi langsung oleh pimpinan (top management) kepada manajemen bawah pun hanya terbatas pada para staf yang mengikuti rapat tersebut. Gambaran kondisi tersebut mendukung rasio jawaban responden dalam Gambar 3.6 sebelumnya, yang menunjukkan mayoritas responden (93%) membenarkan adanya pemberian instruksi oleh manajemen puncak secara langsung pada manajemen tengah dan rendah untuk menjalankan solusi yang dipilih. Untuk itu menurut penulis langkah terakhir dalam ringi seido—yaitu sesuai dengan pernyataan 54 Fukuda (2010: 43) bahwa implementasi keputusan yang telah dipilih dilakukan oleh manajemen bawah dan tengah—dilakukan oleh PT Mitra Toyotaka Indonesia. 3.2 Analisis Efektivitas Sistem Pengambilan Keputusan di PT Mitra Toyotaka Indonesia Berdasarkan penelitian atas yang telah penulis paparkan pada subbab 3.1, diketahui bahwa melalui analisis atas jawaban responden yang menyebutkan bahwa kelima langkah dalam ringi seido dilakukan di perusahaan ini, secara umum PT Mitra Toyotaka Indonesia menerapkan ringi seido. Dalam subbab ini penulis akan menganalisis tingkat efektivitas sistem pengambilan keputusan yang berlangsung di PT Mitra Toyotaka Indonesia. Untuk mengetahui pendapat responden mengenai tingkat efektivitas sistem pengambilan keputusan yang diterapkan di perusahaan ini, penulis mengajukan pertanyaan berikut; “Apakah tahap-tahap yang diterapkan dalam proses pengambilan keputusan dalam divisi, bagian, atau departemen Anda dirasa efektif?”. Berikut adalah komposisi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut: 55 Gambar 3.7 Diagram Rasio Efektivitas Sistem Pengambilan Keputusan di PT Mitra Toyotaka Indonesia Gambar 3.7 menggambarkan rasio responden untuk kelima kategori yang ada (sangat tidak efektif, tidak efektif, biasa saja, efektif, dan sangat efektif). Tidak ada responden yang menjawab baik “Sangat Tidak Efektif” maupun “Tidak Efektif” (masing-masing 0%), sedangkan sebanyak 18% (5 orang) menjawab “Biasa Saja”, 75% (21 orang) menjawab “Efektif”, dan 7% (2 orang) lainnya menjawab “Sangat Efektif” (7%). Yang dimaksud efektif dalam pilihan yang disediakan oleh penulis adalah efektif dalam hal menghasilkan suatu keputusan yang dapat diterapkan secara nyata di perusahaan ini. Menurut analisis penulis, persentase tersebut menandakan bahwa seluruh responden berpendapat bahwa sistem pengambilan keputusan yang diterapkan dalam perusahaan termasuk efektif dan cocok dengan kondisi perusahaan. 56 Sejalan dengan kondisi tersebut, peneliti mengajukan pertanyaan lebih lanjut dalam kuesioner berkaitan dengan kelebihan, kekurangan, dan faktor internal penyebab kegagalan sistem pengambilan keputusan ini. Analisis atas jawaban responden dipaparkan sebagai berikut. 3.2.1 Keunggulan Sistem Pengambilan Keputusan di PT Mitra Toyotaka Indonesia Untuk mengetahui pendapat responden mengenai kelebihan dari sistem pengambilan keputusan yang diterapkan di perusahaan ini, penulis mengajukan pertanyaan berikut; “Apa saja kelebihan tahap-tahap yang diterapkan dalam proses pengambilan keputusan dalam divisi, bagian, atau departemen Anda?”. Setiap responden diperbolehkan memilih lebih dari satu jawaban yang telah disediakan penulis dan atau menambahkan sendiri. Pilihan jawaban yang diberikan merupakan beberapa keunggulan dari ringi seido yang telah disebutkan pada bab Landasan Teori. Berikut adalah komposisi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut: 57 Gambar 3.8 Diagram Rasio Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Keunggulan Sistem Pengambilan Keputusan di PT Mitra Toyotaka Indonesia Berdasarkan diagram tersebut diketahui bahwa keunggulan terbesar yang dirasakan oleh para responden mengenai sistem pengambilan keputusan ringi yang diterapkan pada perusahaan ini adalah keputusan yang dihasilkan dapat diterima oleh semua atau mayoritas karyawan (34% atau 16 orang). Hal ini terjadi karena keputusan yang dibuat adalah berdasarkan diskusi antar karyawan dengan melibatkan tingkat manajemen dan departemen, bagian, atau divisi yang berbeda, sehingga persetujuan pun dilakukan oleh seluruh partisipan dari tiap berbagai bagian, divisi, departemen, dan tingkat manajemen tersebut. Kondisi ini sesuai dengan salah satu keunggulan ringi seido yang dikemukakan oleh Chen (2007: 156), yaitu keputusan 58 secara umum lebih dapat diterima (karena adanya tingkat partisipasi karyawan yang tinggi). Keunggulan yang memiliki proporsi terbesar kedua menurut responden adalah mampu mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan keputusan (22% atau 10 orang). Dengan adanya banyak orang dan tingkat manajemen yang terlibat, keputusan dipilih atas dasar konsensus sehingga persetujuan dan pemberian saran atas keputusan pun dilakukan bersama. Dengan demikian kemungkinan dilaksanakannya suatu keputusan yang dipilih oleh individu tertentu untuk kepentingan pribadi pun dapat ditekan. Situasi ini sesuai dengan keunggulan ringi seido berikutnya yang disebutkan oleh Chen (2007: 156), yaitu mampu mengurangi risiko manipulasi keputusan oleh beberapa individu tertentu. Keunggulan ketiga yang tergambar dalam diagram pada Gambar 3.8 yaitu sistem ini dinilai mampu menumbuhkan rasa kekeluargaan dan kebersamaan antarkaryawan (21% atau 10 orang). Proses pengambilan keputusan yang terjadi di perusahaan ini adalah berdasarkan konsensus (diskusi), sehingga menuntut partisipasi karyawan untuk bekerja sama baik sepanjang proses pengambilan keputusan maupun implementasinya. Hal ini sesuai dengan salah satu keunggulan ringi seido yang disebutkan oleh Waters (1991: 42) yaitu menumbuhkan harmoni dan memperkuat loyalitas di kalangan para pekerja. Sejalan dengan keunggulan yang disebutkan oleh Waters tersebut, kondisi ini juga sesuai dengan pernyataan Chen (2007: 156) mengenai filosofi ringi yaitu adanya kepercayaan masyarakat Jepang terhadap keharmonisan (wa) terwujud 59 melalui penerapan ringi seido. PT Mitra Toyotaka mengedepankan keharmonisan karyawan melalui konsensus bersama yang tampak dalam ringi seido yang dijalankannya. Di samping menumbuhkan rasa kekeluargaan antarkaryawan, secara spesifik penerapan sistem ini juga dinilai mampu mempererat hubungan antara atasan dengan bawahan (21% atau 10 orang). Proses pengambilan keputusan perlu partisipasi dari seluruh tingkat manajemen ataupun dua tingkat manajemen yang berbeda, baik sekedar untuk pelaporan kinerja maupun diskusi pengambilan keputusan untuk penyelesaian suatu masalah. Atas dasar inilah hubungan antara bawahan dan atasan dapat terbina. Hal ini juga sesuai dengan salah satu keunggulan ringi seido yang disebutkan oleh Waters (1991: 42) sebelumnya, yaitu menumbuhkan harmoni dan memperkuat loyalitas di kalangan para pekerja, termasuk antara atasan dan bawahan. Selain empat keunggulan yang telah disebutkan, terdapat satu responden (2%) yang menjawab bahwa keunggulan lain dari sistem ini adalah menjadi media bagi manajemen atas atau pimpinan untuk menunjukkan sikap kepemimpinannya (leadership) kepada para bawahannya. Berdasarkan jawaban responden tersebut, menurut analisis penulis, keunggulan ringi seido yang diterapkan di perusahaan PT Mitra Toyotaka Indonesia, dirasakan oleh karyawan di perusahaan PT Mitra Toyotaka Indonesia. 60 3.2.2 Kelemahan Proses Pengambilan Keputusan di PT Mitra Toyotaka Indonesia Untuk mengetahui pendapat responden mengenai kekurangan dari sistem pengambilan keputusan yang diterapkan di perusahaan ini, penulis mengajukan pertanyaan berikut; “Apa saja kekurangan tahap-tahap yang diterapkan dalam proses pengambilan keputusan dalam divisi, bagian, atau departemen Anda?”. Setiap responden diperbolehkan memilih lebih dari satu jawaban yang telah disediakan penulis atau menambahkan sendiri. Pilihan jawaban yang diberikan merupakan salah satu kelemahan dari ringi seido yang telah disebutkan oleh Waters (1991: 43) yaitu prosesnya berlangsung relatif lambat, serta beberapa kelemahan lain yang dipaparkan oleh Chen (2007: 156-157) antara lain keputusan akhir kadang sangat dipengaruhi oleh hubungan antarpartisipan yang terlibat, melibatkan terlalu banyak orang walaupun ringisho hanya bersangkutan dengan satu bagian tertentu, dan terlalu banyak rapat yang diadakan. Berikut adalah komposisi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut. 61 Gambar 3.9 Diagram Rasio Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Kelemahan Sistem Pengambilan Keputusan di PT Mitra Toyotaka Indonesia Berdasarkan diagram tersebut diketahui bahwa kelemahan terbesar yang dirasakan oleh para responden mengenai sistem pengambilan keputusan ringi yang diterapkan pada perusahaan ini adalah adanya keterlibatan banyak orang atau bagian yang tidak perlu (31% atau 10 orang). Jawaban ini muncul karena weekly meeting yang memiliki salah satu fungsi sebagai forum pengambilan keputusan dihadiri oleh para pimpinan yang berada di manajemen puncak serta manajemen tengah seluruh departemen dan beberapa stafnya dari manajemen bawah. Jika ada masalah yang muncul dari salah satu departemen, maka departemen lainnya pun akan ikut terlibat karena hadir dalam meeting tersebut. 62 Di samping itu terdapat pula kelemahan besar yang kedua yaitu keputusan yang dipilih dirasa tidak netral (31% atau 10 orang). Kondisi ini terjadi karena diskusi atas alternatif keputusan dilakukan secara terbuka sehingga persetujuan ataupun penolakan yang mungkin muncul dari beberapa individu dapat menjadi tidak objektif. Kelemahan sistem pengambilan keputusan yang ketiga adalah inefisiensi waktu (25% atau 8 orang). Proses pengambilan keputusan yang dilakukan dalam sistem ini dinilai terlalu memakan waktu terutama untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan partisipasi seluruh tingkat manajemen dalam pengambilan keputusan, seperti masalah standarisasi. Gambar 3.9 juga menunjukkan bahwa responden menilai sistem pengambilan keputusan yang diterapkan melibatkan terlalu banyak rapat yang tidak perlu (10% atau 3 orang). Untuk kasus yang berasal dari bawah dan keterlibatan seluruh tingkat manajemen diperlukan dalam pengambilan keputusan, selain rapat intraunit perlu juga dilakukan rapat antar-unit (baik melalui weekly meeting maupun pengadaan rapat khusus). Jika masalah tidak dapat diselesaikan secara cepat maka proses ini pun dapat berlangsung secara berulang-ulang. Selain keempat kelemahan yang telah dipaparkan terdapat satu kelemahan lain yang disebutkan oleh seorang responden (3%), yaitu beberapa karyawan kurang memiliki kemampuan (skill) dan teknik dalam penerapan keputusan. Berdasarkan jawaban responden terhadap pertanyaan mengenai hal-hal yang menunjukkan kelemahan dalam ringi seido, menurut analisis penulis karyawan juga 63 merasakan kelemahan dalam ringi seido yang diterapkan di perusahaan PT Mitra Toyotaka Indonesia. 64