1 hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di

advertisement
HUBUNGAN SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA
BALITA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR
KABUPATEN MOJOKERTO
DEVANIA PURWATI ROSIDY
NIM. 1212020007
Subject dan Kata Kunci:
Sanitasi Makanan, Diare, Balita
Description :
Diare merupakan satu masalah kesehatan utama di negara berkembang, termasuk
indonesia. Balita sangat rentan terkena penyakit diare, salah satu faktor penyebab dan
risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak adalah daya tahan tubuh anak
masih rendah terutama pada kebersihan makanan yang dikonsumsi kurang hygienis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sanitasi makanan dengan
kejadian diare pada balita.
Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif dengan rancang bangun kasus
control. Variabel independen adalah sanitasi makanan dan variabel dependen adalah
kejadian diare pada balita. Populasi adalah 90 ibu yang mempunyai balita dengan sampel
sebanyak 53 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling.
Pengambilan data dilakukan di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten
Mojokerto pada tanggal 13-16 Juni 2015. Pengumpulan data dengan menggunakan
kuesioner. Analisa data menggunakan chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sanitasi makanan dalam
keluarga cukup baik yaitu sebanyak 31 responden (58,5%) dan sebagian besar balita tidak
mengalami diare yaitu sebanyak 35 responden (66%).
Berdasarkan uji Chi Square diperoleh hasil perhitungan dengan nilai signifikan
nilai ρ value (0,116) < α (0,05), maka H1 ditolak dengan demikian tidak ada hubungan
sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa Gayaman Kecamatan
Mojoanyar Kabupaten Mojokerto
Tidak ada hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita. Petugas
kesehatan atau perawat harus melakukan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan diare
pada balita khususnya pentingnya sanitasi makanan dalam keluarga.
ABSTRACT
Diarrhoea is a major health problem in developing countries, including Indonesia.
Toddlers are very susceptible to diarrhoea disease, one of the causes and risk factors that
contribute to the incidence of diarrhoea in children is the child's immune system which is
still low, especially regarding food hygiene. The purpose of this study was to determine the
relationship of food sanitation with the incidence of diarrhoea toddlers.
This research is a comparative study with case control design. The independent
variable is the food sanitation and the dependent variable was the incidence of diarrhoea
in toddlers. The population was 90 mothers who have children with a sample of 53
respondents. The sampling technique used was simple random sampling. Data were
collected in Gayaman Mojoanyar Mojokerto from 13 to 16 June 2015. The data was
collected by using a questionnaire. Data were analyzed by using chi square.
1
The results suggest that the majority of food sanitation in the family is good enough
i.e. 31 respondents (58.5%) and the majority of children do not have diarrhoea i.e. 35
respondents (66%).
Based on Chi Square test results obtained with the calculation of significant value ρ
(0.116) <α (0.05), then H1 is rejected and thus no relationship between food sanitation
and the incidence of diarrhoea in toddler in Gayaman Mojoanyar Mojokerto
There is no relationship between food sanitation and the incidence of diarrhoea in
toddler. Health care provider or nurse should do health education about prevention of
diarrhoea in toddler, particularly the importance of sanitation of food in the family.
Keywords: Food Sanitation, diarrhea, Toddler
Contributor
: 1. Eka Diah K, M.Kes.
2. Sunyoto, S.Kep.,Ns.
Date
: 29 Juni 2015
Type Material : Laporan Penelitian
Identifier
:Right
: Open Document
Summary
:
Latar Belakang
Diare adalah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang, termasuk
indonesia. Diare merupakan keadaan dimana tinjanya encer, dan dapat bercampur darah
dan lendir. Diare dapat menyababkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila
penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan
kematian. Penyakit diare pada bayi dan anak dapat menimbulkan dampak yang negatif,
yaitu dapat menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat
menurunkan kualitas hidup anak (Astuti, 2011). Anak usia di bawah 5 tahun sangat rentan
terkena penyakit. Banyak faktor penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian
diare pada anak, terutama pada bayi dimana daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga
rentan untuk terkena penyakit infeksi seperti diare. Salah satu penyebab diare pada anak
adalah kebersihan makanan yang dikonsumsi kurang hygienis (Iswari, 2011).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, insiden dan period
prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0
persen. Insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia adalah 10,2 persen (Dinkes
Jatim 2013). Data Riskesdas (2013) insiden diare di Jawa Timur pada tahun 2013 sebesar
3,5% dan insiden diare pada balita sebesar 6,6%. Profil Kesehatan Kabupaten Mojokerto
tahun 2013 jumlah penderita diare sebesar 431.133 penderita, jumlah ini meningkat
dibandingkan tahun 2011 yakni sebanyak 70.926 balita dan tahun 2010 hanya terdapat
23.358 balita. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya
kesehatan dan kebersihan makanan yang dikonsumsi pada bayi dan balita
Banyak faktor penyebab dan beriko yang berkontribusi terhadap diare pada anak,
hal ini dikarenakan daya tahan tubuh masih rendah sehingga rentan untuk terkena penyakit
seperti diare. Pada usia balita anak sangat aktif dan lebih rentan terhadap penyakit-penyakit
infeksi terutama yang menyerang saluran pencernaan (Iswari, 2011). Kesehatan anak
bergantung pada makanan yang dikonsumsi, terlebih jika makanan mengandung bakteri
dan jamur. Anak yang mengalami gangguan imunologis akan menyebabkan penurunan
pada sistem pertahanan tubuh anak terhadap bakteri, virus, parasit dan jamur yang masuk
kedalam usus yang berkembang dengan cepat, dengan akibat lanjut menjadi diare persisten
dan malabsorpsi makanan yang lebih berat. (Suraatmaja, 2009).
2
Diare adalah suatu keadaan abnormal dari pengeluaran berak dengan frekuensi tiga
kali atau lebih dengan melihat konsisten lembek, cair sampai dengan atau tanpa darah dan
lendir dalam tinja (Depkes RI, 1990). Diare merupakan penyakit menular yang dapat
ditularkan melalui tangan yang tidak bersih. Penjamah makanan dengan hygiene
perorangan yang rendah dan kebiasaan sanitasi yang tidak baik, lebih sering
mengkontaminasi makanan oleh mikroorganisme. (Capucino and Sherman H, 2000 dalam
Rosidi, dkk, 2010).
Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus
pathogen dari tubuh, faeses atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu kebersihan
tangan dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas yang tinggi, walaupun hal tersebut
sering disepelekan. Pencucian dengan sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan
pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak
mengandung mikroorganisme (Fatonah, 2005 dalam Rosidi, 2010).
Solusi dalam permasalahan kejadian diare pada anak adalah dengan untuk menjaga
kesehatan anak terutama dalam pencegahan penyakit diare, diharapkan kepada orang tua
untuk dapat meningkatkan kualitas sanitasi dan sarana sanitasi yang ada. Sanitasi makanan
dapat mencegahan terjadinya diare pada anak, terutama dalam hal cuci tangan sebelum
makan dengan menggunakan sabun sebelum memberikan makan dan menjaga kebersihan
alat makan (Kartini, 2009).
Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa Gayaman Kecamatan
Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik korelasional dengan
pendekatan kasus control (case control). Variabel independen dalam penelitian ini adalah
sanitasi makanan dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada
balita. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di
Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto sebanyak 90 orang dan 73
orang. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Pengambilan
data dilakukan di Desa Gayaman Mojoanyar Mojokerto pada tanggal 13-16 Juni 2015.
Pengumpulan data dengan menggunakan lembar kuesioner untuk mengetahui data sanita
sakanan dan kejadian diare pada balita. Analisa data menggunakan uji chi square.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sanitasi makanan dalam
keluarga cukup baik yaitu sebanyak 31 responden (58,5%). Penelitian ini tidak sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali Rosidi (2010) yang berjudul hubungan
kebiasaan cuci tangan dan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada anak di
Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa sanitasi
makanan ditingkat keluarga yang tergolong kurang sebanyak 58,0%. Penelitian yang
dilakukan Astuti (2011) hubungan pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan dengan
kejadian diare pada balita di Lingkup Kerja Puskesmas Klirong Gembong tahun 2011,
yang menerangkan bahwa sanitasi makanan dengan kategori baik mempunyai jumlah
tertinggi yaitu 33 orang (48,5%), dan untuk pengetahuan cukup sejumlah 21 orang (30,9%),
sedangkan pengetahuan kurang memiliki distribusi terendah yaitu sejumlah 14 orang
(20,6%).
Sanitasi makanan dalam keluarga di Desa Gayaman Mojoanyar Mojokerto
termasuk dalam kategori cukup baik, hal ini dikarenakan orang tua yang sebagian besar
berpendidikan SMA telah mengetahui tentang sanitasi makanan yang baik sehingga orang
3
tua dapat memilih makanan dan jumlah konsumsi makanan yang sesuai pada balita. Selain
itu pola sanitasi makanan yang baik ditunjang dengan pemahaman orang tua yang baik
tentang sanitasi makanan. Pemahaman ibu mengenai sanitasi makanan dan pola pemberian
makan yang baik pada balita menyebabkan ibu memberikan makan yang sesuai dengan
kebutuhan gizi balita. Selain itu hasil penelitian juga menerangkan sebagian kecil sanitasi
makanan pada keluarga masih kurang, hal ini disebabkan ibu saat membawa makanan
tidak menggunakan wadah yang tertutup dan mencampurkan antara makanan jadi atau
matang dengan makanan mentah dalam satu wadah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden mempunyai
sanitasi yang baik tentang pemilihan bahan makanan yaitu sebanyak 51 responden (96,2%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Evi Naria (2005) yang
menjelaskan hampir semua keluarga telah melakukan hal yang benar dalam pemilihan
bahan, sehingga memenuhi syarat higiene sanitasi sebesar 89,7%. Depkes RI (2009) juga
menjelaskan bahan makanan dibeli dari tempat yang diawasi dan dalam keadaan baik,
segar, tidak rusak, tidak berubah bentuk maupun berubah rasa.
Hampir seluruh responden telah melakukan hal yang benar dalam pemilihan bahan,
sehingga memenuhi syarat higiene sanitasi. Ibu lebih mengutamakan kualitas dalam
memilih bahan makanan yang akan dipergunakan dipilih adalah sayur yang segar, dan
berwarna hijau terang. Ibu juga mengamati batas kadaluarsa pada berbagai bahan yang
dibelinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai
sanitasi yang kurang tentang penyimpanan bahan makanan yaitu sebanyak 32 responden
(60,4%). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Naria (2005)
yang menjelaskan bahwa lebih dari 89% keluarga telah mencuci bahan makanan sebelum
disimpan, dan mempunyai wadah khusus untuk menyimpan bahan makanan. Tempat
penyimpanan umumnya bersih, dimana tempat penyimpanan ini dibersihkan setiap hari.
Depkes RI (2009) juga menjelaskan bahan yang tidak mudah rusak disimpan dengan baik
dalam gudang penyimpanan yang memenuhi syarat kesehatan, bahan makanan yang
mudah rusak disimpan lebih berhati-hati dan teliti menurut jenis dan suhu yang sesuai.
Responden kurang baik dalam penyimpanan bahan makanan, responden juga
menjelaskan jarang mencuci bahan makanan sebelum disimpan serta hanya mencuci
tempat penyimpanan ketika wadah sudah kotor. Ibu juga tidak memisahkan bahan
makanan yang mudah busuk dan tidak mudah busuk lebih banyak ibu yang tidak
melakukannya, hal tersebut dilakukan karena ibu beralasan agar lebih praktis meletakkan
bahan tersebut pada satu wadah. Sebaiknya bahan makanan dicuci terlebih dahulu sebelum
disimpan dan wadah yang digunakan sebaiknya dicuci ketika selesai digunakan tanpa
harus menunggu beberapa hari sampai wadah terlihat kotor serta makanan yang mudah
busuk dan yang tidak mudak busuk disimpan dalam wadah yang berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden mempunyai
sanitasi yang baik tentang pengolahan bahan makanan yaitu sebanyak 48 responden
(90,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Naria (2005) yang
menjelaskan bahwa sebagian keluarga yaitu 12,1% yang melakukan pengolahan makanan
secara memenuhi syarat, yaitu pada variabel peralatan yang digunakan, tempat mengolah
kedap air dan mudah dibersihkan, pencahayaan tempat mengolah makanan cukup, pakaian
penjamah bersih, dan tidak merokok ketika mengelola makanan. Depkes RI (2009) juga
menjelaskan pengolahan bahan makanan perlu memperhatikan cara pengolahan dan
perilaku pengolahan selama pengolahan makanan, pengelola makanan harus melakukan
tindakan yang higiene serta selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Responden banyak yang melakukan pengolahan makanan dengan baik, ibu
mengatakan peralatan yang digunakan bersih dan tidak berkarat, dapur kedap air dan
4
mudah dibersihkan dan ibu memperhatikan cara pengolahan dan kebersihan tempat
memasak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai
sanitasi yang kurang tentang pengangkutan bahan makanan yaitu sebanyak 36 responden
(67,9%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Naria (2005) yang
menjelaskan bahwa 84,5% keluarga tidak mempunyai alat khusus untuk mengangkut
makanan yang akan disajikan, pedagang hanya mengangkut makanan dengan tangan, tidak
menggunakan baki, dan ternyata 98,3% pengangkutan makanan dilakukan dengan kondisi
tidak tertutup. Depkes RI (2009) juga menjelaskan makanan jadi atau matang tidak
diangkut bersama dengan makanan mentah dan diangkut dalam wadah tertentu yang bersih
dan tertutup dari pencemaran debu dan binatang.
Sanitasi yang dilakukan ibu kurang baik dalam pengangkutan bahan makanan, pada
saat belanja makanan, seperti ibu mencampurkan antara makanan jadi atau matang dengan
makanan mentah dalam satu wadah dengan alasan lebih praktis dan tidak memerlukan
tempat yang banyak. Sebaiknya makanan yang sudah matang dan makanan mentah
dipisahkan dalam wadah/kantong yang berbeda agar makanan yang sudah matang tidak
tercemar jamur dan bakteri dari makanan yang mentah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden mempunyai
sanitasi yang kurang tentang penyajian makanan yaitu sebanyak 45 responden (84,9%).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Naria (2005) yang
menjelaskan bahwa lebih dari 86% keluarga sudah menyajikan sesuai dengan syarat
kesehatan. Hanya variabel penggunaan peralatan sekali pakai (disposible) yang memiliki
persentase memenuhi syarat terendah, yaitu 53,4% keluarga tidak menggunakan kembali
peralatan sekali pakai. Depkes RI (2009) juga menjelaskan makanan matang disajikan atau
dihidangkan tidak lebih dari 24 jam setelah pengolahan, disajikan di tempat yang bersih
dan tertutup dari pencemaran debu, kotoran dan binatang.
Pada parameter penyajian makanan banyak ibu yang mempunyai sanitasi kurang
baik, ibu mengatakan penggunaan peralatan beberapa kali pemakaian sampai alat terlihat
kotor dan makanan yang disajikan tidak tertutup sehingga memungkinkan debu dan
kotoran mencemari dalam makanan. Sebaikanya dalam menggunakan peralatan memasak
dan penyajian makanan selalu dibersihkan setelah selesai digunakan tanpa harus
menunggu sampai peralatan masak terlihat kotor dalam beberapa hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar balita tidak mengalami diare
yaitu sebanyak 35 responden (66%) dan masih terdapat 18 balita (34%) yang mengalami
diare.
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran
dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/hari dan pada
neonatus lebih dari 4 kali/hari (Hidayat, 2011). Menurut Hidayat (2010) terjadinya diare
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya adalah infeksi, malabsorpsi, makanan
dan psikologis.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali Rosidi (2010) yang
berjudul hubungan kebiasaan cuci tangan dan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada
anak di Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa
sebagian kecil anak terkena diare sebanyak 4,0%. Penelitian yang dilakukan Astuti (2011)
hubungan pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di
Lingkup Kerja Puskesmas Klirong Gembong tahun 2011, menerangkan bahwa kejadian
diare di dapatkan bahwa jumlah Balita yang menderita Diare sebanyak 34 (50%) dan
sebagian besar pada usia 9-26 bulan.
5
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar balita tidak mengalami diare,
hal ini dikarenakan balita telah diberikan makan sesuai dengan kebutuhan balita, serta anak
tidak mengalami infeksi virus. Tetapi hasil penelitian juga didapatkan masih ada balita
yang mengalami diare yang disebabkan karena infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada balita. Balita dapat mengalami diare karena balita
lebih rentan terkena kuman dan penyakit akibat dari mengkonsumsi makanan yang kurang
hygienis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah ibu dengan sanitasi makanan
yang baik menyebabkan balita mengalami tidak diare yaitu sebanyak 5 responden (9,4%)
dan sebagian kecil ibu dengan sanitasi makanan yang kurang menyebabkan balita
mengalami diare yaitu sebanyak 6 responden (11,3%). Berdasarkan uji Chi Square
diperoleh hasil perhitungan dengan nilai signifikan nilai ρ value (0,116) < α (0,05), maka
H1 ditolak dengan demikian tidak ada hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare
pada balita di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.
Faktor yang dapat menyebabkan diare tidak hanya bersumber pada sanitasi makan,
seperti yang diungkapkan Hidayat (2010) terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, di antaranya adalah infeksi, malabsorpsi, makanan dan psikologis. Kejadian diare
dapat terjadi karena adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran
pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa intestinal
yang dapat menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya perubahan
kapasitas dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam
absorpsi cairan dan elektrolit.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosidi (2010) yang
berjudul hubungan kebiasaan cuci tangan dan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada
anak di Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa tidak
ada hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare (p = 0,503). Penelitian yang
dilakukan Astuti (2011) hubungan pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan dengan
kejadian diare pada balita di Lingkup Kerja Puskesmas Klirong Gembong tahun 2011
menerangkan bahwa terdapat hubungan antara sanitasi makanan dengan kejadian diare
pada Balita di Lingkup kerja Puskesmas Klirong Hasil analisa statistik dapat di lihat dari
hasil X2 hitung (7,074)>X2 tabel (5,991).
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara sanitasi makanan
dengan kejadian diare pada balita, hal ini dikarenakan faktor utama penyebab diare adalah
infeksi dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan
berkembang menjadi diare. Faktor resiko kejadian diare pada balita karena tubuh balita
selalu membutuhkan bahan-bahan dari luar untuk memenuhi fungsinya baik dalam
perannya untuk tumbuh, berkembang, reproduksi maupun kesejahteraan. Kejadian diare
pada balita sebagian besar karena diberikannya makanan yang kurang hygienis, balita yang
belum siapnya saluran pencernaan yang menerima makanan yang terkena bakteri dan
jamur sehingga virus atau bakteri dapat berkembang dan mengakibatkan diare. Makanan
yang diberikan pada balita seharunya dimasak, disimpan, disajikan menurut selera yang
beraneka ragam sehingga ada hubungan yang lebih erat antara bahan makanan dengan para
penanganan makanan (food handlers).
Penelitian yang dilakukan Karyono (2009) yang berjudul faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian pasien diare pada anak di RSUD Majenang Kabupaten Cilacap
Tahun 2008 yang didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
infeksi dengan kejadian diare dengan nilai p (0,005), terdapat hubungan yang signifikan
antara faktor personal hygiene dengan kejadian diare dengan nilai p (0,043) dan terdapat
hubungan yang signifikan antara faktor sanitasi lingkungan dengan kejadian diare dengan
nilai p (0,021).
6
Infeksi bakteri Vibrio cholera, Shigella, Salmonella, E. coli, Bacillus aureus,
Clostridium perfingens, Staphylococcus aerus, Campyobacter jejur dapat meningkatkan
risiko kejadian diare. Selain itu Faktor risiko perilaku merupakan kebiasaan sehari-hari
yang dapat mempengaruhi terjadinya penularan dan memperparah penyakit diare. Perilaku
ini antara lain perilaku sehubungan dengan pembuangan tinja, sanitasi dan kebersihan
perorangan (personal higiene). Kondisi higiene dan sanitasi lingkungan yang buruk
merupakan salah satu faktor yang dapat berhubungan dengan kejadian penyakit diare,
sedangkan faktor lain yang dapat berhubungan dengan penyakit diare diantaranya keadaan
gizi, keadaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk.
Simpulan
Sanitasi makanan tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita.
Rekomendasi
Petugas kesehatan atau perawat harus melakukan penyuluhan kesehatan khususnya
tentang pentingnya sanitasi makanan dalam keluarga dan pencegahan diare pada balita. Ibu
diharapkan dapat melakukan pencegahan diare pada bayi seperti menjaga pola makan,
menjaga kesehatan anak, memberikan imunisasi pada anak. Menambah atau menyediakan
sumber kepustakaan dan bacaan khususnya tentang kejadian diare dan sanitasi makanan
pada untuk dapat dijadikan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan konsep atau melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang mengakibatkan diare pada balita yang berhubungan dengan
pemberian makan pada bayi atau faktor lain seperti pola pemberian makan dan kebersihan
rumah sehingga kesehatan bayi dapat terjaga dengan baik.
Alamat Correspondensi :
- Alamat rumah
: Kp Semekan Utara Kecematan Kendit Kabupaten Situbondo
- Email
: [email protected]
- No. HP
: 082240946165
7
Download