Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 121-129 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN GAYA HIDUP KOMUNITAS PUNK DI KOTA PADANG PANJANG Rina Mariana, Afifah Mardhiyah Universitas Putra Indonesia YPTK Padang E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara Konformitas dengan Gaya Hidup pada komunitas punk di kota Padang Panjang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota komunitas punk di kota Padang Panjang yang berjumlah 30 orang. Adapun subjek penelitian ini menggunakan teknik Sampling Jenuh dimana semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel. Hasil uji coba menunjukkan koefisien validitas pada skala konformitas bergerak dari 0,322 sampai dengan 0,758 dan gaya hidup bergerak dari 0,365 sampai dengan 0,776, sedangkan koefisien reliabilitasnya sebesar 0,922 dan 0,923. Hasil uji hipotesis menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar r = -0,339 dengan taraf signifikansi p = 0,033 artinya terdapat hubungan yang berarah negatif antara konformitas dengan gaya hidup pada komunitas punk di kota Padang Panjang. Nilai negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi konformitas maka semakin rendah gaya hidup, begitu sebaliknya semkain rendah konformitas makan semakin tinggi gaya hidup komunitas punk di kota Padang Panjang. Adapun sumbangan efektif dari variabel konformitas terhadap gaya hidup sebesar 11%. hal ini dapat diartikan bahwa konformitas mampu memberikan kontribusi positif terhadap gaya hidup sebesar 11% sedangkan 89% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor lain yang dapat mempengaruhi gaya hidup adalah yang berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Faktor internal meliputi sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi. Adapun faktor eksternal meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, dan kebudayaan (Amstrong dalam Rianton, 2013). Kata Kunci : Konformitas, Gaya Hidup, Punk. 1. PENDAHULUAN Globalisasi telah memberikan peluang masuknya budaya dari satu negara ke negara lainnya. Maraknya media massa asing yang masuk ke berbagai kawasan dunia sangatlah berpengaruh pada tingginya volume penyebaran budaya antar bangsa. Tomlinson (dalam Akbar, 2011) menegaskan bahwa arus budaya global dikendalikan oleh perusahaan media internasional yang memanfaatkan berbagai teknologi komunikasi baru untuk membentuk masyarakat dan identitas. Ketika citra dan gagasan semakin mudah dan cepat dialirkan dari satu tempat ke tempat lainnya, maka akan berdampak besar pada cara orang menjalani kehidupan mereka sehari-hari. Budaya menjadi tidak lagi berkaitan dengan lokalitas yang tetap seperti kota atau negara, tapi mendapat makna baru yang mencerminkan tema dominan yang muncul dalam konteks global. Melalui teknologi canggih yang dikendalikan oleh perusahaan media internasional, berkomunikasi dengan orang-orang di luar negeri untuk mendapatkan informasi menjadi begitu mudah. Inilah yang dinamakan globalisasi atau dunia tanpa batas, sehingga cakrawala berpikir manusia semakin mengglobal mengenai informasi, budaya dan perkembangan musik. Keadaan ini tentunya juga mengakibatkan berbagai aliran kebudayaan dari luar dapat dengan mudah masuk ke dalam suatu negara termasuk Indonesia. Dampaknya adalah muncul berbagai kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok sosial yang didasari oleh adanya persamaan tujuan, ideologi dan perasaan senasib dari masing-masing individunya. Salah satu kelompok sosial yang muncul karena dilatarbelakangi oleh globalisasi ini adalah komunitas sosial remaja yang disebut dengan Komunitas Punk (Akbar, 2011). Menurut Ronaldo (dalam Marbun, 2012) kata punk berasal dari sebuah kepanjangan public united not kingdom. Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London-Inggris di pertengahan tahun 1970 yang dulunya adalah sebuah gerakan untuk menentang para elit politik yang berkuasa di Inggris pada saat itu. 121 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 121-129 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 Namun, punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik. Komunitas punk adalah sekumpulan individu yang memiliki kesamaan kepentingan dan kegemaran, dalam hal ini berupa genre musik dan ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik dengan konsep Do it Yourself (D.I.Y) yang saling peduli dan perhatian, saling berinteraksi secara terus-menerus, serta menitikberatkan pada nilai-nilai persahabatan (unite) (Megawati, 2014). Komunitas punk di Indonesia tersebar di beberapa wilayah di Indonesia dan tidak terkecuali di Sumatera Barat, khususnya kota Padang Panjang dengan image Kota Serambi Mekkah. Kota Padang Panjang merupakan pintu masuk dan keluar jalur perdagangan dari sebelah barat dengan pelabuhan di Tiku Pariaman, dimana para pedagangnya telah menggunakan cara-cara Islam, dan kota Padang Panjang sudah menjadi tempat yang paling strategis untuk pengembangan agama Islam di Minangkabau, ditambah dengan banyaknya pesantren yang terdapat di kota ini (dalam https://bustaminarda.wordpress.com/. Padang. 01/10/16). Penilaian, dukungan dan respon positif maupun negatif terhadap anak punk dari lingkungan fisik dan sosial akan memunculkan pengalaman-pengalaman, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan yang akan diinterpretasi dan diinternalisasi dalam diri seseorang. Tentunya faktor-faktor tersebut tidak secara independen mengembangkan gaya hidup melainkan melalui pengamatan dan interpretasi terhadap keduanya, yang kemudian berujung pada proses pembentukan gaya hidup (Alwisol, 2009). Adler (dalam Alwisol, 2009) menjelaskan bahwa gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam berjuang mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan orang itu dalam kehidupan tertentu dimana dia berada. Semua orang berpotensi untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan gaya hidupnya, artinya setiap orang memiliki tujuan, perasaan inferior, berjuang menjadi superior dan dapat mewarnai atau tidak mewarnai usaha superiornya dengan minat sosial, setiap orang melakukannya dengan gaya hidup yang berbeda-beda. Menurut Engel dkk (dalam Setiawan, 2013) “Gaya hidup didefinisikan sebagai pola di mana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang”. Hal itu meliputi bagaimana seseorang menggunakan atau memanfaatkan waktunya serta uangnya dalam kehidupan sehari-hari. Maghfiroh (dalam Megawati, 2014) Penampilan anggota komunitas punk menciptakan sebuah stigma yang berkembang di masyarakat bahwa mereka seringkali melakukan hal-hal negatif dan beresiko tinggi yang dapat meresahkan masyarakat. Misalnya saja mengkonsumsi minuman beralkohol, menjadi pecandu narkoba, pelaku seks bebas, melakukan tindakan kriminal seperti perampasan, perampokan, pembunuhan, pemberontakan, pemukulan, melakukan perusakan terhadap sarana umum, dan menyebabkan kekacauan di jalanan. Kesamaan identitas, kesamaan kebutuhan akan kebebasan, kecenderungan untuk bergaya hidup, berpenampilan, dan berperilaku yang sama antara anggota komunitas punk satu dengan lainnya menunjukkan adanya konformitas dalam komunitas punk. Sarwono (2005) menjabarkan konformitas sebagai bentuk perilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh keinginan sendiri. Adanya konformitas dapat dilihat dari perubahan perilaku atau kenyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja. Dasar utama dari konformitas adalah ketika individu melakukan aktivitas dimana terdapat tendensi yang kuat untuk melakukan sesuatu yang sama dengan yang lainnya, walaupun tindakan tersebut merupakan cara-cara yang menyimpang. Kecenderungan untuk melakukan konformitas tidak selalu berarti hanya mengikuti pada hal-hal yang positif saja. Fenomena dapat terjadi dimana saja tidak terkecuali di dalam sebuah kota dengan kota serambi mekkah. Pada penelitian ini fenomena yang terjadi adalah adanya sekumpulan komunitas punk dengan penampilan yang berbeda dari masyarakat Kota Padang Panjang pada umumnya. Individu kadang memilih kebutuhan untuk menjadi unik, tampil beda dari orang lain, dan memiliki keinginan untuk mempertahankan kontrol terhadap hidupnya, komunitas punk misalnya, adalah mereka yang mencoba mempertahankan kontrol terhadap dirinya dari lingkungan yang dirasa tidak aman (secure) dan tidak selalu menerima mereka. Dengan berpakaian dan berpenampilan berbeda dari kebanyakan orang, mereka berusaha tampil beda dari norma sosial (Baron dkk dalam Sarwono dan Meinarno, 2009). Berdasarkan wawancara awal tanggal 16 September 2016 dengan subjek W berusia 25 tahun yang merupakan salah satu anggota komunitas punk di kota Padang Panjang mengatakan bahwa beberapa kegiatan mereka seperti ngamen, mentatto, dan sebagai tukang parkir. Menurut A berusia 21 tahun mereka banyak menghabiskan waktu berkumpul dengan komunitas yang biasanya bertempat di kawasan kampung Cina dan pasar kota Padang Panjang. Sedangkan B mengatakan bahwa B ingin mencari kebebasan, dan merasa mempunyai kesamaan dengan kelompoknya, dan ngamen adalah hobinya untuk mencari uang salah satunya untuk membiayai uang kuliahnya, B berkuliah di salah satu universitas di 122 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 121-129 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 kota Padang Panjang dan tidak lagi menerima biaya dari orang tuanya, jadi B bergabung dengan komunitas punk dengan rangkaian aktivitas yang dijalaninya. Mengenai aktivitas, sebagian dari mereka memiliki pekerjaan seperti menjadi tukang parkir, tukang sablon, mentatto, dan pengamen. Mereka berkumpul-kumpul sambil melakukan aktifitas mengamen dengan menggunakan ukulele, ketipung (gendang yang terbuat dari bahan dasar paralon dan karet) dan alat-alat musik lainnya (Akbar, 2011). Biasanya ciri khas mereka terlihat dari busana yang digunakan, seperti sepatu boots, potongan rambut mohawk ala suku Indian dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, memakai rantai, jaket kulit, banyak tindikan di telinga, celana jeans ketat dan kaos yang lusuh yang mayoritas berwarna hitam. (Setiawan, 2013). Salah satu anak punk berinisial B mengatakan bahwa mereka memang mayoritas menggunakan kaos lusuh berwarna hitam, karena mencerminkan kebersamaan dan keseragaman sesama komunitas punk dan sebagai bentuk solidaritas. Biasanya mereka akan menggunakan kaos tersebut berhari-hari ketika sedang keluar kota dalam waktu lama dan hanya membawa dua atau tiga helai pakaian saja. Kalau hanya di dalam kota, itu tergantung individunya masing-masing mereka memilih bersih atau tidak, kalau B sendiri mengatakan bahwa ia mengganti bajunya setiap hari walaupun seringnya memang berwarna hitam. Menariknya adalah fenomena ini terjadi di kota yang dikenal dengan sebutan kota serambi Mekkah. 2. TINJAUAN LITERATUR 2.1 Gaya Hidup Adler (dalam Alwisol, 2009) menjelaskan gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam berjuang mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan orang itu dalam kehidupan tertentu dimana dia berada. Semua orang berpotensi untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan gaya hidupnya, artinya setiap orang memiliki tujuan, perasaan inferior, berjuang menjadi superior dan dapat mewarnai atau tidak mewarnai usaha superiornya dengan minat sosial, setiap orang melakukannya dengan gaya hidup yang berbeda-beda. Menurut Engel dkk (dalam Setiawan, 2013) gaya hidup didefinisikan sebagai pola di mana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Hal itu meliputi bagaimana seseorang menggunakan atau memanfaatkan waktu serta uangnya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Engel dkk (dalam Setiawan, 2013) membagi aspek-aspek gaya hidup sebagai berikut : a. Kegiatan (activities) yaitu tindakan nyata yang dilakukan seseorang. Kegiatan ini meliputi kerja, rutinitas sehari-hari, olahraga, dan lain-lain. b. Minat (interest) adalah tingkat kegairahan yang menyertai perhatian khusus maupun terus menerus. Minat meliputi keluarga, pekerjaan, komunitas, pola makan, penampilan, lawan jenis dan sebagainya. c. Pendapat (opinion) merupakan jawaban lisan atau tertulis yang individu berikan sebagai respons terhadap situasi stimulus dimana semacam pertanyaan diajukan. Pendapat digunakan untuk mendeskripsikan penafsiran, harapan dan evaluasi seperti kepercayaan mengenai maksud orang lain, antisipasi sehubungan dengan peristiwa masa yang akan datang dan pertimbangan konsekuensi yang memberi ganjaran atau menghukum dari jalannya tindakan alternatif. d. Demografi meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan tempat tinggal. Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa aspek-aspek gaya hidup yang meliputi kegiatan, minat, pendapat, dan demografi. Amstrong (dalam Putra, 2014) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi dengan penjelasannya sebagai berikut: a. Sikap Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya. b. Pengalaman dan pengamatan 123 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 121-129 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya dimasa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek. c. Kepribadian Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu. d. Konsep diri Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri. Konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image mereka. Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri merupakan frame of reference yang menjadi awal perilaku. e. Motif Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup. f. Persepsi Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia. Adapun faktor eksternal dijelaskan oleh Amstrong (dalam Putra, 2014) sebagai berikut: a. Kelompok referensi Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi anggota didalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu. b. Keluarga Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu. Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya. c. Kelas sosial Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan pergaulan, prestise hak- haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja maupun diperoleh karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan. d. Kebudayaan Kebudayaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan- kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi ciriciri pola pikir, merasakan dan bertindak. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Faktor internal meliputi sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif , dan persepsi. Adapun faktor eksternal meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, dan kebudayaan. 2.2 Konformitas Menurut Sears dkk (dalam Taylor dkk, 2009) konformitas adalah suatu bentuk tingkah laku menyesuaikan diri dengan tingkah laku orang lain, sehingga menjadi kurang lebih sama atau identik guna 124 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 121-129 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 mencapai tujuan tertentu, bila individu dihadapkan pada pendapat yang telah disepakati oleh anggotaanggota lainnya, tekanan dari pihak mayoritas akan mampu menimbulkan konformitas. Sarwono (2005) menjabarkan konformitas sebagai bentuk perilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh keinginan sendiri. Adanya konformitas dapat dilihat dari perubahan perilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja. Menurut Chaplin (2011) konformitas adalah kecenderungan untuk memperbolehkan suatu tingkah laku seseorang dikuasai oleh sikap dan pendapat yang sudah berlaku. Ciri pembawaan kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat orang lain untuk menguasai dirinya. Taylor dkk (2009) mengatakan bahwa konformitas adalah secara sukarela melakukan tindakan karena orang lain juga melakukannya. Menurut Cialdini dan Goldstein (dalam Taylor dkk, 2009) konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain. Taylor, dkk (dalam Rachmawati, 2013) membagi aspek konformitas menjadi lima, yaitu: a. Peniruan Keinginan individu untuk sama dengan orang lain baik secara terbuka atau ada tekanan (nyata atau dibayangkan) menyebabkan konformitas. b. Penyesuaian Keinginan individu untuk dapat diterima orang lain menyebabkan individu bersikap konformitas terhadap orang lain. Individu biasanya melakukan penyesuaian pada norma yang ada pada kelompok. c. Kepercayaan Semakin besar keyakian individu pada informasi yang benar dari orang lain semakin meningkat ketepatan informasi yang memilih conform terhadap orang lain. d. Kesepakatan Sesuatu yang sudah menjadi keputusan bersama menjadikan kekuatan sosial yang mampu menimbulkan konformitas. e. Ketaatan Respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan atau ketertundukan individu atas otoritas tertentu, sehingga otoritas dapat membuat orang menjadi conform terhadap hal-hal yang disampaikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konformitas, yaitu: peniruan, penyesuaian, kepercayaan, kesepakatan, ketaatan, kerelaan dan perubahan. Menurut Baron dkk (dalam Sarwono dan Meinarno, 2009) mengungkapkan ada tiga faktor yang mempengaruhi individu untuk conform diantaranya, a. Kohesivitas kelompok Kohesivitas adalah sejauh mana ketertarikan pada kelompok sosial tertentu dan ingin menjadi bagian darinya. b. Besar kelompok Semakin menarik suatu kelompok, maka semakin besar kemungkinan orang untuk melakukan konformitas terhadap norma-norma dalam kelompok tersebut. Begitu juga dengan ukuran kelompok. Semakin besar ukuran kelompok, berarti semakin banyak orang yang berperilaku dengan cara-cara tertentu, sehingga semakin banyak yang mau mengikutinya. c. Tipe dari norma sosial Norma yang bersifat injunctive cenderung diabaikan, sementara yang deskriptif cenderung diikuti. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas menurut Baron dkk (dalam Sarwono dan Meinarno, 2009) adalah kovesivitas kelompok, besar kelompok, dan tipe dari norma sosial. 3. METODOLOGI Metode pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Dependent: Gaya Hidup 125 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 121-129 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 Variabel Independen: Konformitas Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi sebagai kelompok subjek harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain. Semakin sedikit karakteristik populasi yang diidentifikasikan, maka populasi akan semakin heterogen dikarenakan berbagai ciri subjek akan terdapat dalam populasi. Sebaliknya, semakin banyak ciri subjek yang disyaratkan sebagai populasi, yaitu semakin spesifik karakteristik populasinya, maka populasi itu akan semakin homogen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota komunitas punk di Kota Padang Panjang yaitu sebanyak 30 orang. Sampel adalah sebagian dari populasi. Oleh karena itu, sampel harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya. Suatu sampel merupakan representasi yang baik bagi populasinya sangat tergantung pada sejauh mana karakteristik sampel sama dengan karakteristik populasinya (Azwar, 2016). Menurut Sugiyono (2014), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Apabila subyeknya kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2014). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh anggota yang tergabung dalam komunitas punk di Kota Padang Panjang yang berjumlah 30 orang. Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Sugiyono, 2014).Kesepakatan umum menyatakan bahwa koefisien validitas pada tiap item dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program IBM SPSS (Statistical Programme for Social Science) versi 21.0. Validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity) dan validitas kontruksi teoritis untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu alat ukur. Setelah dilakukan penentuan item-item skala penelitian, selanjutnya dilakukan uji validitas butir dengan jalan mengkorelasi skor item dengan total, sehingga item-item penelitian layak dijadikan alat ukur penelitian (Sugiyono, 2014). Pengukuran validitas konstruksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik korelasi product moment dengan bantuan program IBM SPSS versi 21.0 for windows. Peneliti menentukan item valid atau tidaknya alat ukur menggunakan kriteria r xy 0,3 (Azwar, 2016). Data skala dikatakan valid jika koefisien korelasi lebih besar atau sama dengan 0,3 (r xy 0,3) dan sebaliknya item skala dikatakan gugur jika koefisien korelasi lebih kecil dari 0,3 (r xy 0,3). Reliabilitas yaitu konsistensi atau ketepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2016). Koefisien reliabilitas berada dalam rentang angka 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas maka semakin tinggi reliabilitas hasil pengukuran sebaliknya jika koefisien reliabilitas semakin rendah dengan mendekati angka 0 maka akan semakin rendah pula reliabilitas hasil pengukuran (Azwar, 2016). Ataupun perhitungan reliabilitas alat ukur pada penelitian ini menggunakan pengujian koefisien reliabilitas Alpha cronbach dengan menggunakan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.0. Skala dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearsons dengan bantuan program IBM SPSS versi 21.0 for windows, yang merupakan salah satu teknik untuk mencari derajat keeratan atau keterkaitan hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas (Azwar, 2012). 4. Hasil dan Diskusi Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik product moment dan Alpha Cronbach. Variabel konformitas koefisien validitas ditetapkan sebesar 0,30 sehingga diperoleh hasil dari jumlah aitem awal 50 peryataan, gugur 12 aitem sehingga jumlah aitem yang valid dan reliabel adalah 38 pernyataan, dengan nilai corrected item-total correlation berkisar antara 0,322 sampai dengan 0,758 dan variabel gaya hidup dengan koefisien validitas ditetapkan sebesar 0,30 sehingga diperoleh hasil 126 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 121-129 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 dari jumlah aitem awal 40 pertanyaan, gugur 14 aitem sehingga jumlah aitem yang valid dan reliabel adalah 26 pernyataan, dengan nilai corrected item-total correlation berkisar antara 0,365 sampai dengan 0,776. Reliabilitas skala Konformitas dan Gaya hidup pada penelitian ini menggunakan teknik analisis Alpha Cronbach. Setelah melalui proses penghitungan hasil try out, maka pada skala Konformitas dan Gaya hidup diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,922 dan 0,923. Pada penelitian ini sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi dengan menggunakan uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian ini sudah terdistribusi sesuai dengan prinsip-prinsip distribusi normal agar dapat digeneralisasikan terhadap populasi. Uji Normalitas Tabel 1: Uji Normalitas Skala Konformitas dan Gaya hidup Variabel N KSZ P Konformitas 30 0,733 0,091 Gaya hidup 30 0,731 0,088 Sebaran Normal Normal Berdasarkan tabel 1 di atas, maka dperoleh nilai signifikansi pada skala sebesar p = 0,091 dengan KSZ = 0,733 hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai p>0,05, artinya sebaran skala konformitas terdistribusi secara normal, sedangkan untuk gaya hidup diperoleh nilai signifikansi sebesar p= 0,088 dengan KSZ = 0,731 , hasil tersebut menunjukan bahwa nilai p>0,05, artinya sebaran terdistribusi secara normal Uji Linieritas N 30 Tabel 2: Uji Linieritas Skala Konformitas dan Gaya hidup Df Mean Square F Sig 1 1149,635 5,885 0,036 Berdasarkan tabel 2 di atas, diperoleh nilai F= 5,885 dengan signifikansi sebesar p = 0,036 (p<0,05), artinya varians pada skala konformitas dengan gaya hidup tergolong linier. Uji Hipotesis Tabel 3: Hasil Uji Korelasi Antara Skala Konformitas dan Gaya hidup P (α) 0,033 0.05 Nilai Korelasi (r) -0,339 R square Kesimpulan 0,115 0,033< 0,05 level of significant (α), berarti hipotesis diterima. Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh koefisien korelasi antara variabel konformitas dengan gaya hidup komunitas punk yaitu sebesar r = -0,339 dengan taraf signifikansi p = 0,033. Hal ini menunjukkan adanya korelasi yang berarah negatif atau tidak searah antara kedua variabel tersebut, yang artinya jika konformitas rendah, maka gaya hidup pada anggota komunitas punk akan tinggi, dan sebaliknya jika konformitas tinggi, maka gaya hidup pada anggota komunitas punk akan rendah. Hal ini diperkuat dengan hasil uji signifikansi dengan bantuan IBM SPSS versi 21.0, dimana sesuai dengan pernyataan Putra (2016) jika didapatkan p = 0,033 < 0,05 level of significant (α) maka hipotesis diterima, yang berarti terdapat hubungan yang berarah negatif antara konformitas dengan gaya hidup komunitas punk di kota Padang Panjang. Berikut tabel deskriptif statisitik dari variabel Konformitas dan Gaya hidup berdasarkan mean empirik. 127 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 121-129 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang Variabel Konformitas Gaya hidup ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 Tabel 4: Descriptive Statistic Skala Konformitas dan Gaya hidup N Mean Std.Deviation Minimum 30 95,53 18,573 54 30 68,03 12,375 41 Maximum 123 91 Berdasarkan nilai mean empirik, maka dapat dilakukan pengelompokkan yang mengacu pada kriteria pengkategorisasian dengan tujuan menempatkan individu kedalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2012). Kategorisasi subjek berdasarkan variabel konformitas dan gaya hidup yaitu terdapat enam orang (20%) anggota komunitas punk memiliki konformitas yang rendah, 19 orang (63%) anggota komunitas punk memiliki konformitas yang sedang dan lima orang (17%) anggota komunitas punk memiliki konformitas yang tinggi. Sementara itu ada lima orang (17%) anggota komunitas punk memiliki gaya hidup yang rendah, 22 orang (73%) anggota komunitas punk memiliki gaya hidup yang sedang dan tiga orang (10%) anggota komunitas punk memiliki gaya hidup yang tinggi. Adapun sumbangan efektif dari variabel konformitas terhadap gaya hidup sebesar 11%. hal ini dapat diartikan bahwa konformitas mampu memberikan kontribusi positif terhadap gaya hidup sebesar 11% sedangkan 89% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor lain yang dapat mempengaruhi gaya hidup adalah yang berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Faktor internal meliputi sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi. Adapun faktor eksternal meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, dan kebudayaan (Amstrong dalam Rianton, 2013). 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis data yang dilakukan peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan yang sekaligus merupakan jawaban dari tujuan penelitian. Terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas dangan gaya hidup pada komunitas punk di kota Padang Panjang dengan arah negatif, yaitu semakin tinggi konformitas yang dimiliki anggota komunitas punk, maka gaya hidup nya akan semakin rendah. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah konformitas yang dimiliki anggota komunitas punk, maka gaya hidup nya akan semakin tinggi. Adapun sumbangan efektif dari variabel konformitas terhadap gaya hidup sebesar 11%. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mencoba memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan yang dapat bermanfaat, diantaranya: 1. 2. Bagi Subjek Penelitian Disarankan kepada anggota komunitas punk dapat lebih menyesuaikan gaya hidup dengan masyarakat kota Padang Panjang pada umumnya dan lebih membatasi diri dalam menjalani gaya hidup yang cenderung bebas dengan cara lebih berbaur dengan masyarakat, misalnya aktif di organisasi masyarakat seperti Karang Taruna dan ikut berpartisipasi mengikuti kegiatan keagamaan di kota Padang Panjang. Anggota komunitas punk disarankan untuk berperan aktif dan positif dalam menjalani kehidupan sehari-hari di kota Padang Panjang, sehingga menjadi sosok yang mampu mewujudkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat luas dan keluarga yang peduli terhadap lingkungan sosial, hal itu akan mengurangi stigma-stigma negatif pada masyarakat yang merugikan anggota komunitas punk itu sendiri. Bagi peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dan berminat dengan permasalahan yang sama dengan penelitian ini disarankan dapat mempertimbangkan variabel-variabel lain seperti variabel konsep diri, tipe kepribadian big five, perilaku agresi, dan motivasi. 128 Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 121-129 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766 DAFTAR PUSTAKA Akbar, Jhoni. 2011. Keberadaan Komunitas Punk Di Bukittinggi. Skripsi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas. Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi). Malang: UMM Press Azwar, Saifuddin. 2014. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, Saifuddin. 2016. Penyusunan Skala Psikologi edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Chaplin, J.P. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers. Marbun, F. B. 2012. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perilaku Budaya Anak Punk di Kota Medan. Skripsi Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Megawati, Nia. 2014. Hubungan Antara Konformitas dengan Perilaku Agresi Pada Komunitas Punk Di Kota Malang. Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya. Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom. Putra, Ramdani Bayu. 2016. Modul Pelatihan SPSS. Fakultas Ekonomi-Manajemen Universitas Putra Indonesia YPTK Padang. Putra, Hengki Rama. 2014. Gaya Hidup dan Ideologi Seorang Guru yang Berjiwa Punk. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang. Putri, Oksil Syaf. 2011. Hubungan Antara Efek Media Massa Dengan Kecemasan CTKI Yang Akan Berangkat ke Malaysia di PT. Okdo Harapan Mulia. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang. Rachmawati, Fema. 2013. Hubungan Kematangan Emosi dengan Konformitas Pada Remaja. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. Rianton. 2013. Hubungan antara Konformitas Kelompok Teman Sebaya dengan Gaya Hidup Hedonis pada Mahasiswa Kab. Dhamasraya di Yogyakarta. Jurnal Fakultas Psikologi, Vol. 2. No. 1. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Sarwono, Sarlito W dan Meinarno, Eko A. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka Setiawan, Didit. 2013. Gaya Hidup Punklunk (Studi Kasus Pada Komunitas Punklung Di Cicalengka, Bandung). Skripsi. Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Taylor, S.E., Peplau, L.A & Sears, D.O. 2009. Psikologi Sosial Edisi XII. Jakarta: Kencana. https://bustaminarda.wordpress.com/2008/09/06/Menguak-Misteri-Padang-Panjang-Kota-SerambiMekah/ Padang. Diakses 8 Juni 2016. 129