modul diklat penananaman modal

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu organisasi dapat berkembang, dikarenakan adanya pengaruh faktor
internal dan eksternal. Dalam faktor internal dipengaruhi oleh adanya kualitas
SDM yang kompeten, pembiayaan yang jelas, sarana dan prasarana yang
memadai dan tata aturan kerja yang mengatur bagaimana cara organisasi
tersebut berjalan. Selain itu suatu organisasi dipengaruhi oleh faktor eksternal
seperti adanya pengaruh kebijakan/peraturan, adanya pemangku kepentingan
sebagai partner kerja.
Faktor-faktor tersebut harus mampu disinergikan oleh seorang pemimpin
suatu organisasi. Berlangsungnya organisasi tersebut sangat tergantung
bagaimana pemimpin organisasi tersebut mampu mengelola dan menjalankan
suatu organisasi sesuai dengan kebijakan aturan, melalui proses yang saling
mempengaruhi antara komponen-komponen dalam maupun luar organisasi
serta dilaksanakan sesuai prosedur kerja yang telah dietapkan oleh organisasi
tersebut. Hal ini adalah tuntutan dari good government yang mengharuskan
seorang pemimpin bekerja sesuai dengan rule dan rolenya.
Untuk itu diperlukan seorang pemimpin yang mampu mengelola diri
maupun
mengelola
lingkungan
organisasinya
untuk
mendukung
agar
organisasi tersebut menjadi unggul dan kompetitif. Hal yang paling penting
adalah bagaimana seorang pemimpin organisasi mampu untuk melakukan
perubahan, baik perubahan diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan.
Kemudian seorang pemimpin harus tahu terlebih dahulu potensi yang ada
dirinya untuk mengembangkan potensi sumber daya lain di lingkungannya.
Materi Pengembangan Potensi Diri dan Lingkungan ini akan membahas
tentang bagaimana seseorang mampu untuk melakukan perubahan dengan
mengembangkan potensi diri dan lingkungannya.
1
B. Deskripsi Singkat
Mata
diklat
ini
membekali
peserta
agar
mampu
melakukan
pengembangan diri dengan didasari kemampuan dalam mengelola diri secara
internal dan mengelola diri dengan lingkungan eksternal sehingga dalam
kiprahnya sebagai aparatur akan terwujud kemampuan self understanding,
self acceptance, self direction, dan self actualization, sehingga selanjutnya
akan tercipta keseimbangan fisik, psikis, dan sosial dimana mereka berada
Mata Diklat disajikan secara interaktif melalui beberapa metode, seperti
ceramah interaktif, tanya jawab, diskusi, simulasi, visualisasi, kontemplasi dan
praktik.
Keberhasilan
peserta
dapat
dinilai
dari
kemampuannya
mengembangkan potensi dirinya yang relevan dengan bidang tugasnya
sehingga mampu
dalam
pengelolaan
kegiatan
organisasi pada unit
instansinya secara kreatif dan inovatif.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi dasar:
Setelah
mengikuti
pembelajaran
ini
para
peserta
diharapkan
mampu merancang pengembangan potensi diri.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat:
a. Menjelaskan macam potensi kecerdasan secara tepat.
b. Mempraktekkan pengembangan potensi diri.
D. Materi Pokok Dan Sub-Materi Pokok
1. Macam-macam Potensi Kecerdasan;
a. Potensi Mental Intelektual atau Inteligency Quotient
b. Potensi Sosial Emosional atau Emotional Quotient
c. Potensi Fisik atau Physical Quotient
d. Potensi ketahanmalangan atau Adversity Intelligence
e. Potensi Spiritual atau Spiritual Quotient
f. Potensi Intelektual Jamak atau Multiple Inteligence
2
2.
Pengembangan Potensi Diri
a. Konsep Pengembangan Potensi Diri
b. Konsep Pengukuran Potensi Diri
c. Pengukuran Potensi Diri
d. Rancangan Pengembangan Potensi Diri
E. Waktu
Waktu yang tersedia untuk pembelajaran mata diklat “POTENSI DIRI”
di kelas adalah 12 jam pelajaran (12 x 45 menit). Di luar kelas, peserta
memiliki keleluasaan untuk terus mempelajari, menggali, dan menelaah
berbagai bahasan dalam modul ini secara mandiri sesuai dengan kecepatan
belajar masing-masing peserta.
F. Prasyarat
Kemampuan awal yang dipersyaratkan untuk mempelajari modul ini
adalah tingkat pendidikan formal peserta yang sekurangnya setara strata 1
atau diploma IV.
Peserta dengan jenjang pendidikan formal yang lebih
rendah dari SLTA masih dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik,
dengan syarat berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempelajarinya,
dan mendapat bimbingan serta pengarahan yang cukup dari fasilitator.
G. Petunjuk penggunaan modul
Untuk dapat menguasai isi modul dengan baik, dianjurkan peserta
diklat membacanya secara berurutan mulai dari awal hingga akhir. Pada
akhir bahasan, peserta dianjurkan untuk mempraktekkan maupun menjawab
soal maupun latihan yang telah disediakan.
3
BAB II
POTENSI KECERDASAN
A. Pengertian Potensi Kecerdasan
Potensi berasal dari bahasa Inggris “to potent” yang berarti kekuatan
(powerful), daya, kekuatan, kemampuan.
Setiap individu pada hakekatnya
memiliki suatu potensi yang dapat dikembangkan, baik secara individu
maupun kelompok melalui
latihan- latihan.
Sedangkan menurut Prof
DR.Buchori Zainun, MPA yang disebut potensi adalah Daya atau kekuatan
baik yang sudah teraktualisasi tetapi belum optimal maupun
belum
teraktualiasasi. Daya tersebut dapat bersifat positif yang berupa kekuatan
(power),
yang bersifat negatif berupa kelemahan (weakness). Dalam
pengembangan
potensi diri yang dikembangkan adalah yang positif,
sedangkan yang negatif justru harus dicegah dan dihambat agar tidak
berkembang. Potensi-potensi tersebut merupakan salah satu pembeda
antara individu yang satu dengan individu yang lain. Lalu bagaimanakah
dengan orang yang potensial? Potensial (potential) dicirikan dengan adanya
potensi, memiliki kemampuan laten untuk melakukan sesuatu atau untuk
bertingkah laku dengan cara tertentu, khususnya dengan cara yang mencakup
laten atau bakat pembawaan atau intelligensi (Chaplin, 2004).
Apakah potensi kepemimpinan adaptif ini bisa dibentuk Salah satu teori
kepribadian yang
beranggapan bahwa kepribadian manusia terbentuk dari
bawaan waktu lahir. Dengan kata lain yang membentuk kepribadian manusia
lebih banyak dari factor bawaan dari pada factor datangnya dari luar. Teori
ini lebih menekankan pada potensi yang dimiliki karena factor bakat. Beberapa
tokoh aliran ini adalah aliran Natirisme oleh Schoppenhaver, aliran
Naturalisme J.J. Rousseou. Sedangkan nuture adalah teori ini menganggap
bahwa kepribadian manusia terbentuk karena factor yang datangnya dari
luar lebih dominan dari pada factor bawaan. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa
kepribadian
manusia
terbentuk
oleh
seberapajauh lingkungan
membentuk kepribadian manusia tersebut. Para tokoh aliran ini adalah aliran
Empirisme John Locke dan aliran Psiassosiasi oleh JF Herbart. Sedangkan
aliran perpaduan ke duanya adalah Teori Konvergensi atau Keterpaduan.
4
Tokoh aliran ini W. Stern, mengemukakan bahwa
kepribadian
manusia terbentuk sebagai hasil interaksi dari “nature”. Jadi hasil interaksi dari
potensi yang dimiliki oleh manusia dan seberapa besar lingkungan
mempengaruhi perwujudan potensi yang dimiliki. Dari ketiga teori tersebut
agaknya yang relevan dengan materi pengembangan potensi diri
pemimpin
adalah teori yang ketiga.
B. Macam-macam Potensi Yang Mendukung Penciptaan Inovasi
Banyak pendapat tentang potensi yang dimiliki oleh setiap individu,
Jenis- jenis potensi tersebut menurut beberapa sumber dikalisifikasikan
sebagai berikut :
1. Potensi Mental Intelektual
Istilah lain dari potensi ini adalah Intelegensia Quotient (IQ). Potensi
ini berfungsi untuk memecahkan masalah-masalah yang sifatnya kognitif,
antara lain menganalisis masalah, membuat perencanaan, membuat
karya ilmiah/karya tulis dan lain sebagainya. IQ bersifat genetic dalam
artian lebih banyak dipengaruhi oleh faktor bakat daripada lingkungan,
namun dalam pengomtimalannya
sangat dipengaruhi oleh
faktor
lingkungan. Adapun aspek-aspek IQ antara lain taraf kecerdasan, daya
nalar/logika berfikir, daya mengingat, daya antisipasi, kemampuan
memahami konsep bahasa, kemampuan memahami konsep hitungan,
kemampuan analisa sintesa, daya baying ruang dan kreatifitas. Howard
Gardner dalam bukunya “Multi Intelegence” mengatakan bahwa potensi
ini diklasifikasikan ke dalam tiga jenis potensi yakni potensi matematik,
potensi lingguistik, potensi visual/spatial. Peningkatan potensi ini dapat
dilakukan melalui pendidikan yang berkesinambungan, pengasahan dan
perluasan fikiran yang terus menerus. Di samping itu juga melalui
kegiatan pembiasaan pembuatan jurnal, menulis dan lain sebagainya.
Terdapat perbedaan tuntutan pekerjaan bagi karyawan untuk
mengimplementasikan
kemampuan
intelektualnya.
Semakin
rumit
pekerjaan yang diemban maka karyawan tersebut tentu saja IQ nya harus
semakin tinggi. Berbicara secara umum, semakin banyak tuntutan
5
informasi dalam suatu pekerjaan, semakin banyak kecerdasan intelektual
diperlukan untuk menghasilkan pekerjaan yang maksimal.
Stern dalam Purwanto (2007:52) mengemukakan inteligensi adalah
kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru dengan
menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai tujuannya. Inteligensi adalah
kemampuan global yang dimiliki oleh individu agar bisa bertindak secara
terarah dan berpikir secara bermakna serta bisa berinteraksi dengan
lingkungan
secara
efisien.
Selanjutnya
Spearman
mengelompokan
inteligensi ke dalam dua kategori. Kategori yang pertama adalah g
(general) faktor atau biasa disebut dengan kemampuan kognitif yang
dimiliki individu secara umum, misalnya kemampuan mengingat dan
berpikir. Kategori yang kedua disebut dengan s (specific) faktor yaitu
merupakan kemampuan khusus yang dimiliki individu (Eysenck, 2001. G
faktor lebih merupakan potensi dasar yang dimiliki oleh setiap orang untuk
belajar dan beradaptasi. Intelligensi ini dipengaruhi oleh faktor bawaan.
Faktor s merupakan intelligensi yang dipengaruhi oleh lingkungan
sehingga faktor s yang dimiliki oleh orang yang satu akan berbeda dengan
orang yang lain.
Setiap faktor s pasti mengandung faktor g. Istilah inteligensi
digunakan dengan pengertian yang luas dan bervariasi, tidak hanya oleh
masyarakat umum tetapi juga oleh anggota-anggota berbagai disiplin ilmu.
IQ adalah ekspresi dari tingkat kemampuan individu pada saat tertentu,
dalam hubungan dengan norma usia yang ada sehingga inteligensi
bukanlah kemampuan tunggal tetapi merupakan kumpulan dari berbagai
fungsi. Istilah ini umumnya digunakan untuk mencakup gabungan
kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk bertahan dan maju dalam
budaya tertentu. Kemampuan intelektual ini dapat diukur dengan suatu alat
tes yang biasa disebut IQ (Intellegence Quotient).
Pengukuran kecerdasan intelektual tidak dapat diukur hanya dengan
satu pengukuran tunggal. Para peneliti menemukan bahwa tes untuk
mengukur kemampuan kognitif tersebut, yang utama adalah dengan
menggunakan tiga pengukuran yaitu kemampuan verbal, kemampuan
matematika, dan kemampuan ruang (Moustafa dan Miller, 2003).
6
Pengukuran lain yang termasuk penting seperti kemampuan mekanik,
motorik dan kemampuan artistik tidak diukur dengan tes yang sama,
melainkan dengan menggunakan alat ukur yang lain. Hal ini berlaku pula
dalam pengukuran motivasi, emosi dan sikap (Moustafa dan Miller,
2003:5). Kinerja kerja seseorang dapat diprediksi berdasarkan seberapa
besar orang tersebut memiliki g faktor. Seseorang yang memiliki
kemampuan g (general) faktor maka kinerjanya dalam melaksanakan
suatu pekerjaan juga akan lebih baik, meskipun demikian kemampuan s
(specific) juga berperan penting dalam memprediksi bagaimana kinerja
sesorang yang dihasilkan.
Atas dasar berbagai pandangan tersebut dapat dinyatakan bahwa
intelegensi adalah kecerdasan seseorang untuk memecahkan masalah
pada umumnya. Intelegensi sebagian besar tergantung pada turunan.
Pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelegensi
seseorang.
Pendapat-pendapat baru membuktikan bahwa intelegensi pada
karyawan yang lemah pikiran dapat juga dididik dengan cara yang lebih
tepat. Kenyataan membuktikan bahwa daya pikir yang telah mendapat
didikan dari sekolah, menunjukkan sifat-sifat yang lebih baik daripada anak
yang tidak bersekolah. Pada umumnya siswa IQ rendah memiliki tingkat
partisipasi yang rendah dalam pembelajaran dan sebaliknya siswa dengan
IQ tinggi memiliki partisipasi yang tinggi, hal ini berpengaruh terhadap
pencapaian prestasi belajarnya.
Tujuh dimensi menurut Robbins (2001) dalam kecerdasan intelektual
adalah:
a.
Kecerdasan angka : Merupakan kemampuan untuk menghitung
dengan cepat dan tepat
b.
Pemahaman verbal : Merupakan kemampuan memahami apa yang
dibaca dan didengar
c.
Kecepatan persepsi : Merupakan kemampuan mengenali kemiripan
dan beda visual dengan cepat dan tepat
d.
Penalaran induktif : Merupakan kemampuan mengenali suatu urutan
logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah itu
7
e.
Penalaran deduktif : Merupakan kemampuan menggunakan logika
dan menilai implikasi dari suatu argumen
f.
Visualilsasi
spasial
:
Merupakan
kemampuan
membayangkan
bagaimana suatu obyek akan tampak seandainya posisinya dalam
ruang dirubah
g.
Daya ingat : Merupakan kemampuan menahan dan mengenang
kembali pengalaman masa lalu
2. Potensi Sosial Emosional
Kata “emosi” sering dikonotasikan negatif. Coba amati bayi mungil
di sekitar anda, bagaimanakah perasaan anda melihat bayi tersebut ?
Setujukah anda bahwa anda merasa senang, gemes, bahagia, bangga,
ingin memeluk dan lain sebagainya. Hal-hal inilah merupakan perwujudan
emosi positif. Lalu bandingkan dengan foto anak yang terkena busung
lapar. Bagaimana perasaan anda?
Ditinjau
dari
etimologinya Emosi berasal
dari
bahasa
Latin “mo ve re ” yang berarti menggerakkan. Menurut Oxford English
Dictionary yang dimaksud dengan emosi adalah “setiap kegiatan atau
pengolahan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat
dan meluap-luap”.Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono bahwa
yang disebut
dengan emosi adalah sisi lain dari kepribadian yang
diwujutkan dalam perasaan/affect yang positif maupun negatif dan
ditampilkan dalam berbagai perilaku seperti senyum, tawa teriak, tangis,
agresi
dan
lain sebagainya.
Descrates (l596-l650) mengatakan
bahwa pada dasarnya dalam diri setiap manusia terdapat 6 (enam) emosi
dasar yaitu : Joy (senang), Sorrow (sedih), Love (Cinta), Desire (hasrat),
Rage (marah), Wonder (kagum). Menurut Jeanne Segal (2000:32-33)
emosi berasal dari bahasa Latin movere (bergerak). Emosi merangsang
ingatan dengan sangat baik tentang berbagai kejadian dan memotivasi
diri orang untuk melakukan sesuatu secara emosional. Para ahli sulit
mengklasifikasikan jenis-jenis emosi, namun ada juga ahli yang berusaha
untuk menggolongkan jenis emosi yang sifatnya positif dan negatif.
8
Dalam kehidupan sehari-hari kesuksesan seseorang tidak hanya
didukung oleh kecerdasan intelligence, tetapi justru oleh kecerdasan
emosi dan kecerdasan lain. Demikian juga kesuksesan pemimpin sebagai
agen perubahan. Kecerdasan emosi adalah merupakan komponen yang
membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk
hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan
dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih
mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Menurut
Harmoko (2005) Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk
mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk
untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina
hubungan dengan orang lain.
Gary Sutton (2005:150)
(EQ) sebagai kemampuan
mendefinisikan
Emotional
Quotient
tertentu dalam diri seseorang
untuk
membaca perasaan- perasaan dalam hati dan perasaan orang lain
yang bekerja sama dengan dirinya, sehingga orang mampu menangani
hubungan-hubungan
ini secara efektif dan strategis.
Selanjutnya
Emotional Quotient (EQ) di sini disebut saja sebagai kecerdasan
emosional yang terdapat dalam diri seseorang dan
berupa kemampuannya berinteraksi,
dapat
berkomunikasi,
dan bersosialisasi dengan lingkungan jasmani.
ditunjukkan
beradaptasi
Hal-hal
yang
dapat
mempengaruhi emosi antara lain: (1) kurang tidur; (2) pekerjaan belum
terselesaikan; (3) ada problem pribadi;
(4) sedang stress; (5) kurang
sehat/sedang sakit; (6) dikejar waktu/terburu-buru; (7) lagi jengkel dan
lainnya. Sphrintal dan Sphrintal mendefinisikan kecerdasan emosional
seseorang dapat diperlihatkan dari kemampuannya untuk beradaptasi
(size up) dengan situasi baru, belajar dari kesalahan di masa lampau, dan
berkreasi dengan
pola
pikir
baru.
Kecerdasan
emosional dapat
menunjukkan nilai-nilai yang ada di dalam suatu masyarakat agar dapat
bertahan secara terus menerus (survival).
9
Goleman (1997) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional
adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,
ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan
menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan
emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada
porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya,
kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat
seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri
yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati,
kecerdasaan emosional menyediakan
pemahaman yang
lebih
mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Menurut
Harmoko (2005) Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk
mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk
untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta
membina hubungan dengan orang lain. Jelas bila seorang indiovidu
mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih bahagia dan
sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau
mempunyai kesehatan mental yang baik.
Menurut
Dio
(2003),
dalam
konteks
pekerjaan,
pengertian
kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengetahui yang orang lain
rasakan, termasuk cara tepat untuk menangani masalah. Orang lain yang
dimaksudkan di sini bisa meliputi atasan, rekan sejawat, bawahan atau
juga pelanggan. Realitas menunjukkan seringkali individu tidak mampu
menangani
masalah–masalah
emosional
di
tempat
kerja
secara
memuaskan. Bukan saja tidak mampu memahami perasaan diri sendiri,
melainkan juga perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita.
Akibatnya sering terjadi kesalahpahaman dan konflik antar pribadi.
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa mensinergikan antara
kecerdasan emosi dan kecerdasan intelligensi sangatlah
diperlukan
untuk mensukseskan tugas pokok dan fungsi organisasi. Juga sangat
mendukung iklim organisasi yang kondusif.. Kecerdasan Emosional dapat
10
ditunjukkan dengan suatu standar ukuran, sedangkan kecerdasan
Intelektual
digambarkan
dengan
kecerdasannya
menggunakan
penalarannya. Jadi, baik kecerdesan intelektual/IQ maupun kecerdasan
emosional/EQ, keduanya menjadi sumber daya sinergis pada diri
seseorang. Jika salah satu dari kecerdasan orang tersebut tidak
digunakan,
maka
ia
menjadi
tidak
sempurna
dan
tidak
efektif
kecerdasannya. Di samping itu terdapat kaitan yang sangat erat antara
kecerdasan emosi
dan kecerdasan intelektual. Hal ini
disebabkan
kecerdasan emosi sangat berpengaruh terhadap cara kerjanya otak
berfikir (kecerdasan intelektual).
3. Potensi Fisik
Pemimpin dalam menghadapi tantangan-tantangan baik internal
maupun eksternal memerlukan kemampuan berfikir kreatif untuk
mewujudkan kreativitas dan inovasinya. Kemampuan berfikir kreatif akan
menunjukan membuka jalan menuju kreativitas. Kemampuan ini sangat
dipengaruhi oleh potensi fisiknya. Djamaludin Ancok lebih menekankan
pada potensi kesehatan. Oleh karena itu potensi fisik seseorang perlu
dipelihara secara efektif. Pemeliharaan ini mencakup pola makan yang
seimbang, istirahat dan relaksasi yang memadai dan berolahraga secara
teratur. Sebagai seorang penelit perlukah memelihara potensi fisik
tersebut
?
Tentu
menyeimbangkan
saja
dengan
sangat
diperlukan
potensi-potensi
agar
yang
dapat
lain.
mampu
Anda
bisa
membayangkan apabila salah satu potensi fisik anda terganggu. Apakah
yang Saudara rasakan ? Tentunya Saudara akan merasa terganggu dan
potensi tersebut akan berpengaruh terhadap potensi-potensi yang lain,
meskipun tidak menutup kemungkinan ada beberapa orang yang potensi
fisiknya tidak bagus tetapi sukses.
4. Kecerdasan spiritual
Berdasarkan etimologinya kecerdasan spiritual terdiri dari dua kata
yaitu: “kecerdasan” dan ”spiritual”. Kecerdasan diartikan sebagai
kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah
11
yang menuntut kemampuan pikiran, berbagai batasan yang dikemukakan
oleh pakar didasarkan pada teorinya masing-masing.
Sedangkan arti kata spiritual adalah ajaran yang mengatakan bahwa
segala kenyataan (realitas) itu pada hakikatnya bersifat rohani. Mimi Doe
& Marsha Walch mengungkapkan bahwa spiritual adalah dasar bagi
tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Ia memberi
arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan mengenai adanya
kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri kita; Suatu
kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau apa
pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita. Spiritual juga
berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral.
Menurut
Zohar
dan
Marshall,
orang
yang
pertama
kali
mengeluarkan ide tentang konsep kecerdasan spiritual, mendefinisikan
kecerdasan spiritual (SQ) adalah “kecerdasan
yang bertumpu pada
bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego
atau jiwa sadar. Kecerdasan
mengetahui
yang
digunakan
tidak
hanya
untuk
nilai-nilai yang ada, melainkan juga untuk secara kreatif
menemukan nilai-nilai baru.” Menurut Sinetar, “kecerdasan spiritual
adalah kecerdasan yang mendapat inspirasi, dorongan dan efektivitas
yang terinspirasi, thesis- ness atau penghayatan ketuhanan yang di
dalamnya kita semua menjadi bagian.
Sementara Muhammad Zuhri
mendefinisikan
“kecerdasan
spiritual” adalah kecerdasan manusia yang digunakan untuk berhubungan
dengan Tuhan. Potensi SQ setiap orang sangat besar dan tidak dibatasi
oleh faktor keturunan, lingkungan atau materi lainnya”.
5. Adversity Intelligence (Ketahanmalangan)
Setiap orang pada dasarnya memendam hasrat untuk meraih
kesuksesan dalam arti
seluas-luasnya. Kegigihan untuk mencapai
kesuksesan inilah yang oleh Paul
G. Stoltz disebut Self-Adversity
atau Adversity Quotient, yakni kegigihan dalam mengatasi segala
rintangan demi mendaki tangga kesuksesan yang diinginkan (Jen Z.A.
Hans, p.92 ).
Adversity merupakan hasil riset penting dari tiga cabang ilmu
12
pengetahuan, yaitu psikologi kognitif (kontrol dan penguasaan kehidupan
seseorang), psychoneuro-imunologi (fungsi kekebalan tubuh),
dan
neurofisiologi (ilmu pengetahuan tentang otak). Dalam kamus InggrisIndonesia disebutkan bahwa adversity mempunyai arti kesengsaraan
atau kemalangan.
Istilah kesengsaraan atau kemalangan dijelaskan
dalam kamus besar bahasa Indonesia sebagai penderitaan atau
kesusahan.
Kegigihan seseorang dapat diukur dari respon-respon spontan
terhadap kesulitan yang dialami. Begitu ada kesulitan, apa yang segera
terbetik di benak seseorang? Takluk? Menghindar? Was-was? Atau
malah merasa tertantang dan pantang menyerah? Atau ada rasa pasti
bisa mengatasinya? Itulah yang persisnya mencerminkan kegigihan
seseorang.
Stoltz mengelompokkan individu menjadi tiga, yakni : quitters,
campers, dan climbers. (Paul G. Stoltz, Adversity, 18-20).
Penggunaan
istilah ini berdasarkan pada sebuah kisah para pendaki gunung yang
hendak menaklukkan puncak Everest. Ia melihat ada pendaki yang
menyerah sebelum pendakian selesai, ada yang merasa cukup puas
sampai pada ketinggian tertentu, dan ada
yang benar-benar mempunyai
keinginan menaklukkan puncak tersebut. Dari pengalaman tersebut,
kemudian Stoltz mengistilahkan orang yang berhenti di tengah jalan
sebelum usai sebagai quitters, kemudian mereka yang merasa puas
berada pada posisi tertentu sebagai campers, sedangkan yang terus ingin
meraih kesuksesan ia sebut sebagai climbers. Selanjutnya menurut Stoltz
ketiga kelompok individu tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Quitters
adalah
orang-orang
yang
sering
menyesali
dan
menghindari perubahan, orang yang menyerah dipenuhi dengan
tantangan untuk mendaki dan menyerah karena harus berusaha lebih
keras. Mereka mengabaikan, menyembunyikan, atau meninggalkan
dorongan inti mendasar manusia untuk mendaki dan bersama
dengan itu banyak yang ditawarkan hidup.
b. Campers adalah mereka yang tidak sampai pada puncak, sudah
puas dengan apa yang telah mereka capai. Individu yang termasuk
13
dalam kategori ini hanya termotivasi oleh hal-hal yang dapat
diperkirakan, keamanan, dan perubahan yang terbatas. Pendakian
yang tidak selesai mereka
anggap
sebagai
kesuksesan
akhir.
Orang-orang tipe ini mewakili potensial yang hanya separuh
digunakan.
c. Climbers
adalah
mereka
yang
tidak
mengenal
lelah
dalam
pendakian mereka. Mereka terus berjuang keras, memperbaiki,
tumbuh, belajar, dan memperbesar kemampuan mereka.
Berdasarkan
menjalani
dinyatakan pula bahwa : “(1) Quitters
definisinya,
kehidupan
yang
tidak
terlalu
menyenangkan.
Mereka
meninggalkan impiannya dan memilih jalan yang mereka anggap lebih
datar dan lebih mudah. Ironisnya, seiring dengan berlalunya waktu, quitters
mengalami penderitaan yang jauh lebih pedih dari pada yang ingin mereka
elakkan dengan memilih untuk tidak mendaki. Dan, saat yang paling
memilukan dan menyedihkan adalah sewaktu mereka menoleh ke
belakang dan melihat kehidupan yang telah dijalani ternyata tidak
menyenangkan. Sebagai akibatnya mereka menjadi pemarah, dan frustasi,
menyalahkan semua orang disekelilingnya, dan membenci orang- orang
yang terus mendaki”.
(2) Campers juga menjalani kehidupan yang tidak lengkap. Karena
lelah
mendaki,
menyadari
mereka
harga
yang
berkata,
akan
“ini sudah
cukup
baik,
“
tanpa
mereka bayar. Mereka merasa cukup
senang dengan ilusinya sendiri tentang apa yang sudah ada, dan
mengorbankan kemungkinan untuk mengalami apa yang mungkin terjadi.
Mereka biasanya merasa tidak ada salahnya berhenti mendaki supaya bisa
menikmati hasil jerih payah mereka, atau menikmati pemandangan dan
kenyamanan yang sudah mereka peroleh.
Campers melepasakan
kesempatan untuk maju, yang sebenarnya dapat dicapai jika energi dan
sumber dayanya diarahkan dengan semestinya.
(3) Climbers menjalani hidupnya secara lengkap. Untuk semua hal
yang mereka kerjakan mereka benar-benar memahami tujuannya dan bisa
merasakan gairahnya. Mereka mengetahui bagaimana perasaan gembira
yang sesungguhnya, dan mengenalinya sebagai anugerah dan imbalan
14
atas pendakian yang telah dilakukan. Karena tahu bahwa mencapai
puncak itu tidak mudah, maka
Climbers tidak pernah melupakan
“Kekuatan” dari perjalanan yang pernah ditempuhnya. Mereka tahu
bahwa banyak imbalan datang dalam bentuk manfaat-manfaat jangka
panjang dan langkah kecil sekarang ini akan membawanya pada
kemajuan-kemajuan di kemudian
hari.
Mereka selalu menyambut
tantangan-tantangan yang disodorkan kepadanya”.
Senada dengan Stoltz, Surekha menyatakan bahwa
adversity
adalah kemampuan berpikir, mengelola dan mengarahkan tindakan yang
membentuk suatu pola-pola tanggapan kognitif dan perilaku atas stimulus
peristiwa-peristiwa
dalam
kehidupan
yang
merupakan
tantangan
atau kesulitan.1Maxwell Maltz menyatakan bahwa adversity merupakan
ukuran tentang
bagaimana
seseorang
mempersepsikan
tantangan-
tantangan dan seberapa baik mereka menghadapinya.
Lebih jauh Anwar mengembangkan Konsep Adversity Quotient yang
ia sebut sebagai Adversity Spiritual Quotient, yakni kegigihan fithriyyah
untuk melakukan pendakian
secara utuh sebagaimana dalam hierarki
kebutuhan Abraham Maslow. Pendakian ini tidak memisahkan antara
pendakian materi dan pendakian ruhani, tetapi memandang pendakian
materi sebagai bagian integral dari pendakian ruhani.
Charles Spurgeon (1834-1892), seorang teolog Inggris ketika
berbicara
mengenai daya
tahan, ia mengatakan bahwa : “karena
ketekunanlah seekor siput dapat mencapai rumahnya” Hal ini berlaku untuk
semua usaha yang memang berharga untuk dilakukan. Kontinuitaslah
yang menentukan, disertai dengan pengerahan usaha yang gigih jika
ingin menuai hasilnya.
6. Multiple Intelegensi
Konsep Multiple Intelegensi (MI), menurut Gardner (1983) ada delapan
jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu yaitu linguistik, matematislogis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan
naturalis. Melalui delapan jenis kecerdasan ini, setiap individu mengakses
informasi yang akan masuk ke dalam dirinya. Karena itu Amstrong (2002)
15
menyebutkan, kecerdasan tersebut merupakan modalitas untuk melejitkan
kemampuan setiap siswa dan menjadikan mereka sebagai sang juara,
karena pada dasarnya setiap anak cerdas. Sebelum menerapkan MI
sebagai suatu strategi dalam pengembangan potensi seseorang, perlu kita
kenali atau pahami ciri-ciri
yang
dimiliki seseorang.
Maing-masing
kecerdasan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Kecerdasan Linguistik, umumnya memiliki ciri antara lain (1) suka
menulis kreatif, (2) suka mengarang kisah khayal atau menceritakan
lelucon, (3) sangat hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, (4)
membaca di waktu senggang, (5) mengeja kata dengan tepat dan
mudah, (6) suka mengisi teka-teki silang, (7) menikmati dengan cara
mendengarkan, (8) unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca,
menulis dan berkomunikasi).
b. Kecerdasan Matematika-Logis, cirinya antara lain: (1) menghitung
problem aritmatika dengan cepat di luar kepala, (2) suka mengajukan
pertanyaan yang sifatnya analisis, misalnya mengapa hujan turun?, (3)
ahli dalam permainan catur, halma dsb, (4) mampu menjelaskan
masalah secara logis, (5) suka merancang eksperimen untuk
membuktikan sesuatu, (6) menghabiskan waktu dengan permainan
logika seperti teka-teki, berprestasi dalam Matematika dan IPA.
c. Kecerdasan Spasial dicirikan antara lain : (1) memberikan gambaran
visual yang jelas ketika menjelaskan sesuatu, (2) mudah membaca
peta atau diagram, (3) menggambar sosok orang atau benda persis
aslinya, (4) senang melihat film, slide, foto, atau karya seni lainnya, (5)
sangat menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki atau sejenisnya, (6)
suka melamun dan berfantasi, (7) mencoret-coret di atas kertas atau
buku tugas sekolah, (8) lebih memahamai informasi lewat gambar
daripada kata-kata atau uraian, (i) menonjol dalam mata pelajaran seni.
d. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani, memiliki ciri : (1) banyak bergerak
ketika duduk atau mendengarkan sesuatu, (2) aktif dalam kegiatan fisik
seperti berenang, bersepeda, hiking atau skateboard, (3) perlu
menyentuh sesuatu yang sedang dipelajarinya, (4) menikmati kegiatan
melompat, lari, gulat atau kegiatan fisik lainnya, (5) memperlihatkan
16
keterampilan dalam bidang kerajinan tangan seperti mengukir,
menjahit, memahat, (6) pandai menirukan gerakan, kebiasaan atau
prilaku orang lain, (7) bereaksi secara fisik terhadap jawaban masalah
yang dihadapinya, (8) suka membongkar berbagai benda kemudian
menyusunnya lagi, (9) berprestasi dalam mata pelajaran olahraga dan
yang bersifat kompetitif.
e. Kecerdasan Musikal memiliki ciri antara lain : (1) suka memainkan alat
musik di rumah atau di sekolah, (2) mudah mengingat melodi suatu
lagu, (3) lebih bisa belajar dengan iringan musik, (4) bernyanyi atau
bersenandung untuk diri sendiri atau orang lain, (5) mudah mengikuti
irama musik, (6) mempunyai suara bagus untuk bernyanyi, (7)
berprestasi bagus dalam mata pelajaran musik.
f. Kecerdasan Interpersonal memiliki ciri antara lain : (1) mempunyai
banyak teman, (2) suka bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan
tempat tinggalnya, (3) banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar
jam sekolah, (4) berperan sebagai penengah ketika terjadi konflik
antartemannya,
(5)
berempati
besar
terhadap
perasaan
atau
penderitaan orang lain, (6) sangat menikmati pekerjaan mengajari
orang lain, (7) berbakat menjadi pemimpin dan berperestasi dalam
mata pelajaran ilmu sosial.
g. Kecerdasan Intrapersonal memiliki ciri antara lain : (1) memperlihatkan
sikap independen dan kemauan kuat, (2) bekerja atau belajar dengan
baik seorang diri, (3) memiliki rasa percaya diri yang tinggi, (4) banyak
belajar dari kesalahan masa lalu, (5) berpikir fokus dan terarah pada
pencapaian tujuan, (6) banyak terlibat dalam hobi atau proyek yang
dikerjakan sendiri.
h. Kecerdasan Naturalis, memiliki ciri antara lain : (1) suka dan akrab
pada berbagai hewan peliharaan, (2) sangat menikmati berjalan-jalan di
alam terbuka, (3) suka berkebun atau dekat dengan taman dan
memelihara binatang, (4) menghabiskan waktu di dekat akuarium atau
sistem kehidupan alam, (5) suka membawa pulang serangga, daun
bunga atau benda alam lainnya, (6) berprestasi dalam mata pelajaran
IPA, Biologi, dan lingkungan hidup.
17
Keunikan yang dikemukakan Gardner adalah, setiap kecerdasan dalam
upaya mengelola informasi bekerja secara spasial dalam sistem otak
manusia. Tetapi pada saat mengeluarkannya, ke delapan jenis kecerdasan
itu bekerjasama untuk menghasilkan informasi sesuai yang dibutuhkan.
C. Rangkuman
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam diri seseorang
teradapat beberapa macam potensi yang sangat berpengaruh terhadap pikiran,
perasaan, dan tindakan yang biasa dikenal dengan iatilah pengetahuan sikap
dan perilaku. Potensi tersebut yakni Potensi Mental Intelektual atau Inteligency
Quotient, Potensi Sosial Emosional atau Emotional Quotient, Potensi Fisik atau
Physical Quotient, Potensi ketahanmalangan atau Adversity Intelligence ,
Potensi Spiritual atau Spiritual Quotient, dan Potensi Intelektual Jamak atau
Multiple Inteligence.
Keseluruhan potensi tersebut merupakan potensi kecerdasan yang saling
berhubungan sangat erat sehingga sangat memengaruhi mulai dari persepsi,
pola pikir, pola rasa, citra diri, sampai kepada pola tindak. Dengan demikian
potensi kecerdasan ini selayaknya dimilki oleh seseorang, termasuk di
dalamnya seorang karyawan atau pegawai sehingga dalam penyelenggaraan
aktifitas dalam organisasi tempat mereka bekerja terjadi kesimbangan yang
harmonis.
Sebagai dasar utama maka seseorang harus mengetahui siapa dirinya
melalui self assessment baik melalui diri sendiri atau melalui tes-tes
kepribadian atau tes potensi.
18
BAB III
PENGEMBANGAN POTENSI DIRI
Pengembangan
diri merupakan
sebuah sikap
proaktif
untuk
selalu
mencari gagasan dan cara-cara mencapai kebaikan diri. Sebagaimana yang kita
mustinya telah sadari, pendidikan formal bukanlah penuntas pembelajaran menuju
kebesaran diri & kontribusi. Apalagi pendidikan formal biasanya tidak mengajarkan
kita pada kompetensi sukses semisal bagaimana
menjalin
hubungan,
membangun karir, menjadi orang tua yang baik, mencapai kebahagiaan, dan
lain sebagainya. Pengembangan Potensi Diri adalah suatu usaha atau proses
yang terus menerus ke arah personal mastery(penguasaan pribadi), sehingga
dapat
mendorong dan meningkatkan pertumbuhan pribadi demi kemauan
belajar, yang akhirnya membentuk pribadi yang mantap dan sukses. Pribadi yang
mantap dalam artian pribadi yang dewasa secara mental. Pribadi yang dimaksud
adalah pribadi yang mampu tampil
sebagai pemimpin perubahan yang siap
menjadi agen perubahan. Pribadi tersebut menurut Djamaludin Ancok memiliki
cirri-ciri sebagai berikut :
A. Konsep Diri
Konsep diri adalah apa yang kita persepsikan terhadap diri kita;
bagaimana kita mempersepsikan diri sendiri. Konsep diri merupakan
perpaduan dari tiga komponen yakni Diri Ideal ( Self-Ideal ), Citra Diri (Self
Image) dan Harga Diri (Self-Esteem). Diri Ideal merupakan gabungan dari
sosok yang anda kagumi. Oleh karena itu perlu berhati-hati dalam memilih
tokoh idola yang akan di mirror menjadi diri ideal karena akan merupakan
“model” anda dalam mencapai kesuksesan diri anda. Sedangkan citra diri
adalah cara anda memandang diri anda sendiri dan berfikir tentang diri anda
sekarang. Citra diri merupakan “cermin diri”. Harga diri adalah
bersifat
emosional dan paling penting dalam menentukan sikap dan kepribadian kita.
Mengacu pada definisi di atas, maka pada dasarnya semua orang pada
dasarnya punya konsep-diri, yang membedakannya
adalah "bagaimana"
persepsi itu kita ciptakan, pikirkan, dan rasakan. Apabila seseorang memiliki
19
konsep diri positif akan mendorong dia mencapai kesuksesan, sebaliknya
apabila memiliki konsep diri negatif kurang memberikan
dorongan
dalam
meraih kesuksesannya. Konsekuensinya, kalau dorongan itu lemah, ya
kemungkinannya juga kecil. Seperti kata Kidd (1998), "feeling of success spur
action".
Konsep-diri ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemajuan
seseorang. Beberapa kajian menunjukkan hasil sebagai berikut :
1. Konsep-diri berhubungan dengan kualitas hubungan intrapersonal
Konsep diri positif akan memproduksi kualitas hubungan yang positif.
Dengan konsep diri positif Anda akan harmonis dengan diri sendiri,
mengetahui kelebihan dan kelemahan secara lebih akurat, atau punya
penilaian positif terhadap diri sendiri. Hubungan yang harmonis akan
menciptakan kebahagiaan-diri (perasaan positif terhadap diri sendiri).
Hal ini sesuai dengan
pendapat Michael Angier, perasaan positif
mendorong kita untuk melakukan hal-hal positif. Sedangkan Jim Rohn
menyimpulkan bahwa seringkali kita tidak bisa melakukan sesuatu dengan
baik karena kita menyimpan perasaan yang tidak baik. Kalau kita
sedang merasa tidak tenang, biasanya pekerjaan yang dilakukan akan
kurang optimal. Akhirnya Einstein menyimpulkan bahwa karya besar itu
tidak lahir dari seorang yang jiwanya sedang kacau.
2. Konsep diri terkait dengan kualitas hubungan dengan orang lain.
Orang yang hubunganya harmonis dengan dirinya akan menghasilkan
hubungan yang harmonis pula dengan orang lain. Sebaliknya orang
yang di dalam
dirinya ada
perang, akan mudah
memproduksi
peperangan juga di luar. Konsep-diri juga terkait dengan soal setting
mental atau isi pikiran saat berhubungan dengan orang lain. Inilah yang
biasa disbut dengan istilah filsafat hidup. Ada orang yang punya filsafat
hidup memberi, ingin berbagi, ingin bekerjasama, ingin meminta (diberi),
ingin mengambil, dan lain-lain.
3. Konsep diri terkait dengan kualitas seseorang dalam menghadapi
perubahan keadaan
Perubahan
itu bisa dipahami sebagai tekanan (pressure) atau
20
tantangan (challenge). Ini tergantung pada persepsi diri kita bagaimana
mengartikan perubahan tersebut. Tantangan adalah "panggilan" atau
kesempatan untuk membuktikan kemampuan, kebolehan, atau kehebatan
kita. Konsep diri positif akan memproduksi rasa percaya diri. Orang yang
percaya diri cenderung melihat perubahan sebagai tantangan untuk
dihadapi, tantangan untuk diselesaikan, dan tantangan untuk diselesaikan
dangan optimis.
B. Pengukuran Potensi Diri
Pengenalan diri adalah salah satu cara untuk mengenal potensi diri.
Dengan mengenal potensi akan diketahui potensi positif dan potensi negatif,
di samping itu dapat juga mengetahui apakah diri kita telah mencapai
perkembangan secara optimal atau menjadi pribadi yang sukses dan mantap.
Memperoleh pengetahuan tentang totalitas diri yang tepat dengan
menyadari kekuatan dan kelemahan masing-masing merupakan hal yang
penting agar seseorang dapa melakukan internal interraction dan external
interraction. Pengenalan diri sendiri dapat dilakukan melalui mengenal secara
individual, feedback orang lain, dan menggunakan instrumen tertentu, yang
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Secara individual
Pengenalan secara individual merupakan hal yang sangat baik
karena diri sendirilah yang paling tentang diri kita. Pengenalan ini akan
akurat apabila dilakukan dengan mendengarkan suara hati yang paling
dalam dan dilakukan secara jujur. Berikut ini adalah contoh format
pengenalan diri secara individual.
CONTOH LEMBAR PENGENALAN DIRI
No.
Kekuatan diri
Kelemahan diri
Keterangan
21
Jika Anda telah mampu merumuskan berbagai potensi diri, baik
yang positif maupun negatif berarti anda memiliki kecenderungan telah
mengenal diri anda sendiri. Agar pengenalan diri menjadi valid Anda
dapat menggunakan teknik lain seperti feedback dari orang lain.
2. Pengenalan diri melalui orang lain (feedback)
Teknik feedback merupakan salah satu teknik untuk mengenal diri
melalui orang lain baik disengaja
maupun
tidak
disengaja mengenai
potensi (baik yang positif maupun yang negatif dari orang lain). orang lain.
Orang lain sebagai “cermin” dari perilaku diri kita dapat kelihatan
cembung, cekung dan datar. Bila
“datar” maka feedback tersebut
sesuai dengan diri kita. Tetapi kalau cembung maupun cekung, kita perlu
introspeksi diri.
Feed back merupakan cara seseorang memberitahu berdasarkan
pengamatan dan perasaannya tentang tingkah laku orang lain. Tujuan
pemberian umpan balik adalah membantu perkembangan potensi diri
seseorang demi membentuk pribadi yang mantap. Namun demikian, jarang
orang mampu mengungkapkan perasaannya terhadap orang lain yang
akan memberi umpan balik.
Sebagian orang mengatakan kurang sopan, merasa tidak enak
(ewuh pakewuh), merasa berdosa dan sebagainya. Padahal pengalaman
menunjukkan bahwa orang
memerlukan umpan balik langsung yang
cukup banyak untuk memberikan data yang cukup bagi perkembangan
pribadi seseorang. Fedback dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung serta feedback evaluatif.
Pengukuran potensi diri Pandangan realistik dan obyektif seseorang
tentang dirinya sendiri adalah merupakan usaha -usaha untuk memperluas
dan memperdalam kesadaran mengenai berbagai aspek, kecenderungan
dan kekhususan diri sendiri yang sudah teraktualisasi maupun yang masih
merupakan potensi.
Dalam rangka pengukuran potensi diri, dalam
menggunakan pengukuran secara kualitatif
yang
bahan ajar ini
dicoba
untuk
dikuantitatifkan. Pengukuran disini menggunakan instrumen-instrumen yang
22
telah dibakukan yang ditulis para pakar dalam bidangnya. Pengukuran
menggunakan instrumen mengukur kreativitas anda serta kemampuan
anda dalam melakukan inovasi.
C. Hambatan-hambatan Pengembangan Potensi Diri
Hambatan pengembangan potensi diri dapat dibagi menjadi dua, yakni
hambatan internal dan eskternal. Hambatan internal antara lain adalah tidak
memiliki tujuan hidup, tidak mau mengenal dirinya, tidak mau menerima
umpan balik dari orang lain dan lain sebagainya. Sedangkan hambatan
eksternal antara lain lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan
kerja.
Lingkungan
kerja
misalnya
tidak
mendapatkan kesempatan,
atasan yang tidak memberikan kesempatan untuk pemberdayaan dirinya,
teman maupun staf yang tidak mendukung. Lingkungan keluarga antara lain
tidak mendapatkan dukungan dari keluarga dan lain sebagainya. Tantangan
yang tidak kalah penting dalam pengembangan potensi diri adalah tantangan
internal dan eksternal organisasi.
Dalam kaitannya dengan pemimpin kreatif dan inofatif hambatan lebih
dititik beratkan pada hambatan internal
maupun
eksternal.
Hambatan
internal lebih menekankan pada hambatan dalam diri sendiri, sedangkan
hambatan eksternal lebih menekankan pada hambatan di luar dirinya.
D. Kiat Pengembangan Potensi Inovatif
Beberapa hal yang disarankan dari beberapa ahli pengembangan diri
antara lain :
1. Menambah Pengetahuan (P1).
Bertambahnya jenis dan bobot ilmu pengetahuan, membuat kita kaya
akan pengetahuan, dan akan membuat kita memiliki opini-diri yang lebih
baru dan lebih bagus. Cara mendapatkan ilmu pengetahuan tergantung
pribadi masing-masing, seperti dengan cara melanjutkan
melakukan
sekolah,
self-learning, self-education, dan lain-lain. Membaca juga
merupakan salah satu pilihan misalnya membaca buku-buku dan artikel
pengembangan diri. Membaca riwayat hidup atau pemikiran tokoh dapat
memberikan insight dan memperbaiki konsep diri anda.
23
2. Menambah Pengalaman (P2).
Pengalaman
bukanlah
serangkaian
peristiwa
yang
melainkan apa yang kita
lakukan atas peristiwa
pengalaman
pengalaman
baik
maupun
buruk,
menimpa
itu
upaya
kita,
baik itu
menyikapi
pengalaman tersebut akan meningkatkan kemampuan kita dalam
menyikapi berbagai keadaan. Dengan
kata lain menambah pengalaman
akan membuat kita tahu apa yang bisa kita lakukan sekarang dan apa
yang belum bisa kita lakukan. Cara yang bisa kita tempuh antara lain:
a. Bergaul dengan orang yang berbeda profesi.
b. Mempraktekkan ide-ide perbaikan sampai berhasil
c. Menggatasi masalah dengan cara yang positif dan dengan cara yang
berbeda
d. Meraih target positif, m ewujudkan standar prestasi yang kita buat,
dan berkreasi
e. Melakukan inovasi-inovasi dan m engembangkan ide-ide yang kreatif
Semakin banyak pengalaman yang anda lakukan
akan
memperbaiki
konsep diri. Semakin banyak kemampuan yang kita ketahui, semakin
meningkatkan potensi kreativitas dan inovasi.
3. Melakukan perenungan diri (P3)
Perenung diri adalah suatu upaya untuk mengingat kembali apa yang
tersimpan dalam memori kita agar kita mampu menemukan hakekat hidup.
Selalu menanyakan pada diri sendiri alasan kita hidup. Alasan Tuhan
menciptakan kita. Bertanya tentang kesesuaian hidup dengan yang
diharapkan Sang Pencipta. Menilai tentang sesuatu yang belum dapat kita
capai berikut alasannya Perenungan seperti ini akan menghantarkan kita
pada pencarian diri yang sesungguhnya dan akan berusaha mencari
hakekat kehidupan yang sesungguhnya.
4. Menambah Pergaulan (P4).
Pergaulan yang luas dapat memperbaiki konsep diri tapi apabila kita
membuka diri untuk mengambil pelajaran dari orang yang kita kenal.
Orang lain tidak akan seketika dapat merubah kita menjadi sesuatu
apapun. Namun orang lain dapat mengilhami, menginspirasi, menjadi
contoh, menjadi pembimbing, menjadi pelajaran buat kita.
24
E. Rangkuman
Guna optimalisasi potensinya seseorang perlu melakukan pengembangan
potensi dirinya. Namun sebelum melakukan hal tersebut sebaiknya dilakukan
pengukuran potensi diri yang dapat dilakukan sendiri atau dilakukan oleh orang
lain terutama oleh
seorang ahli di bidang pengukuran tersebut. Setelah
dilakukan pengukuran baru dilakukan pengembangan dengan cara, antara
lain : menambah pengetahuan diri, menambah pengalaman diri, melakukan
perenungan diri, dan menambah pergaulan dengan cara berinteraksi positif.
25
BAB IV
RANCANGAN PENGEMBANGAN POTENSI DIRI
A. Pengertian
Pengembangan diri merupakan suatu siklus yang harus dilakukan secara
terus menerus dan berkesinambungan. Kegiatan tersebut dimulai dengan
mengidentifikasi
konsep
diri,
melakukan
pengenalan
mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam
membuat
rancangan pengembangan diri.
potensi
diri,
pengembangan diri serta
Rancangan
pengembangan
potensi diri berkaitan dengan peranan pemimpin sebagai agen perubahan.
Pengembangan ini meliputi aspek pengembangan terhadap potensi diri dan
terhadap potensi organisasi yang mampu mengembangkan iklim kerja yang
kreatif.
Dalam pengembangan diri ini dapat dimulai dengan hal-hal sebagai
berikut :
1. Tentukan potensi yang akan dikembangkan berkaitan dengan aspek
berfikir kreatif dan inofatif;
2. Tentukan cara menilai keberhasilannya;
3. Keberanian menghadapi resiko;
4. Mensyukuri kemajuan walaupun sedikit;
5. Menciptakan suasana yang mendukung;
6. Keberanian menerima feedback.
B. Mengembangkan Iklim Kreatif di Organisasi Melalui Potensi Diri
Aspek yang paling penting untuk dipertimbangkan bagi organisasi dalam
rangka memaksimalkan kreativitas dan inovasi adalah pemahaman atas
kreativitas masing-masing individu. Penelitian
pada kreativitas individu
menghasilkan tiga komponen utama yang diperlukan untuk setiap kreativitas,
yaitu domain keterampilan, kemampuan berpikir dan bekerja kreatif dan
motivasi intrinsik. Dari ketiganya, motivasi adalah salah satu yang paling
mudah berpengaruh atau dengan kata lain, salah satu yang paling sedikit
membutuhkan jumlah waktu luang untuk meningkatkannya (Amabile 1998).
26
Amabile menyodorkan enam praktik manajerial utama yang berpengaruh
terhadap tiga aspek
kreativitas
individu
untuk
merangsang
kreativitas
organisasi yaitu :
1. Challenge (Tantangan)
2. Freedom (Kebebasan)
3. Resources (Sumber Daya)
4. Work-Group Features (Fitur Kerja-Kelompok) untuk berbagi kegembiraan
atas tujuan tim dan juga kesediaan untuk membantu tim lain yang mengakui
pengetahuan dan
perspektif
unik
5. Supervisory Encouragement (Dorongan Atasan/Pimpinan) dimana ide-ide
baru perlu didorong
6. Organizational Support (Dukungan Organisasi).
Kreativitas adalah proses timbulnya ide yang baru, sedangkan inovasi
adalah pengimplementasian ide itu sehingga dapat merubah dunia. Kreativitas
membelah batasan dan asumsi, dan membuat koneksi pada hal-hal lama yang
tidak berhubungan menjadi sesuatu yang baru. Inovasi mengambil ide itu dan
menjadikannya sebuah barang atau jasa, atau bahkan sebuah konsep, prinsip,
prosedur, solusi dan juga mungkin proses lain yang nyata di institusi.
Terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan; pertama, menciptakan
budaya berpikir kreatif, kedua, menciptakan iklim kerja yang kondusif baik
iklim institusi maupun iklim bagi karyawan secara personal, langkah ketiga,
menciptakan dukungan nyata dari institusi. Untuk menciptakan dukungan
secara nyata ini, ada tahapan-tahapan yang merupakan langkah dasar, yakni
eksplorasi ke segala arah, pemilihan, fokus dan eksplorasi detil,
penyimpulan tindakan, transformasi dan pengembangan, dan akhirnya
implementasi.
Ketujuh tahapan ini merupakan framework pelaksanan inovasi dalam
institusi. Kreativitas dan inovasi tak harus berasal dari ide yang besar.
Dengan mengerti cara sederhana untuk merealisasikan ide-ide “kecil” yang
Anda miliki, akan bisa mengubahnya menjadi cetusan inovasi dan kreativitas.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan kreativitas yaitu :
27
1. Tahu Apa Yang Membuat Bergairah
2. Temukan Ide
3. Rapikan Pikiran
4. Nikmati Ritual Keatif
5. Sisihkan Waktu Untuk Refleksi dan Introspeksi
6. Bersyukur
7. Menghargai apa pun yang Anda lihat dan alami
8. Ciptakan Komunitas
9. Abaikan Suara Negatif
10. Rayakan Kemenangan Kecil.
C. Personal Goal Setting
Personal Goal Setting merupakan aktifitas untuk menentukan tujuan
kehidupan pribadi seseorang. Dalam Neuro-Linguistic Programming (NLP)
dejelaskan bahwa Personal Gols Setting ini meliputi elemen – elemen berikut
ini :
1. Me atau self (saya)
Saya yang menentukan pencapaian goal saya. Saya yang berpikir,
membuat keputusan, dan bertindak, oleh sebab itu Saya yang menentukan
dan bertanggungjawab atas hasil yang saya capai. Dengan demikian dalam
pembuatan goal setting benar-benar harus memperhatikan segala aspek
yang ada baik internal maupun eksternal yang teradapat pada saya.
2. Orientasi Outcome
Setiap pemikiran, keputusan, perilaku, terarah pada goal. Semua perilaku
kita adalah untuk meningkatkan kemampuan Sumber Daya untuk mencapai
goal. Outcome merupakan capaian kinerja yang telah dapat diselesaikan
dengan menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia, terukur,
rational, dan memberikan dampak positif terhadap kinerja organisasi.
3. Flexsible
Memiliki fleksibilitas untuk merubah cara, menambah sumber daya,
menyesuaikan perilaku, sampai goal tercapai.
28
Di samping itu dalam menetapkan goal yang kuat dan dapat dicapai ,
dengan cara :
1. Dinyatakan dalam bentuk positif, goal dituliskan dalam bentuk kalimat
positif, goal dinyatakan secara spesifik , dapat diukur, ada ukuran waktu,
aplikatif (SMART) dan kontekstual.
2. Diinisiatifkan dan dijamin dapat dicapai oleh pembuat goal.
3. Goal mempunyai bukti indera
Goal harus mempunyai bukti indera— sesuatu yang dapat diinderakan.
4. Menjaga sistem rapport/Ekologi
Hal ini dimaksudkan bahwa goal setting harus menjawab pertanyaan
Apakah yang terjadi dengan sistem
r apport saat saya mencapai goal
tersebut?. Apakah ada harga yang bisa saya terima, seberapa besar
harga tersebut ? apakah ada hal-hal penyeimbang yang harus saya
perhatikan untuk tercapainya goal tersebut. Satu hal yang penting untuk
diingat bahwa kesuksesan organisasi merupakan rapport positive yang
tidak dapat dihargai dengan barang apapun, karena kepuasan kinerja
(performance satisfaction) merupakan positive reward yang tidak ternilai
harganya.
Setelah memperhatikan syarat-syarat pembuatan goal tersebut, maka
segeralah membuat goal setting dalam sebuah rencana berikut ini :
29
PERSONAL GOAL SETTING
Nama
Jabatan
Unit Organisasi
:……………………………………
:……………………………………
:……………………………………
Hal yang akan saya lakukan setelah selesai Diklat Pim III dalam peran saya
sebagai agen perubahan adalah ini : (dinyatakan dalam bentuk positif dan
SMART)
1. Yang Berkaitan dengan pengembangan Diri :
........................................................................................................................
........................................................................................................................
2. Yang berkaitan dengan Pengembangan Organisasi :
........................................................................................................................
........................................................................................................................
Hal-hal yang mungkin menghambat pencapaian personal goal setting saya
adalah : (internal dan eksternal)
1. .......................................................................................................................
2. ……………………………………………………………………………………….
Saat saya mencapai goal, saya merasa :………………………………………………
Langkah-langkah dalam mengatasi masalah tersebut di atas adalah:
1. ........................................................................................................................
2. ........................................................................................................................
Mengetahui
(....................................)
Yang membuat pernyataan
(.........................................)
D. Rangkuman
Pengembangan potensi sangat diperlukan agar potensi seseorang dapat
berkembang sejalan dengan kemajuan dan kebutuhan yang ada. Sebelum
memulai pengembangan diri dapat dilakukan beberapa langkah, yakni
tentukan potensi yang akan dikembangkan berkaitan dengan aspek berfikir
kreatif dan inofatif, tentukan cara menilai keberhasilannya, pupuk keberanian
menghadapi resiko, mensyukuri kemajuan walaupun sedikit, menciptakan
suasana yang mendukung, dan keberanian menerima feedback.
Pengembangan diri yang berhubungan dengan potensi dapat diterapkan dalam
membangun inovasi dalam organisasi melalui kreatifitas. Agar inovasi berjalan
selaras dengan harapan diperlukan pemahaman tentang potensi-potensi
indvidu yang ada di dalamnya. Dengan demikian semua harus berpikir positif
30
bahwa seluruh personal yang ada pasti mempunyai potensi yang dapat
dikembangkan dan diterapkan dalam rangka membangun organisasi yang
inovatif serta beriririentasi jauh ke depan.
Selanjutnya baik ribadi maupun kelompok/organisasi perlu menentukan goal
setting agar arah kehidupan pribadi menjadi jelas yang pada gilirannya akan
berdampak kepada kehidupan berorganisasi dan organisasi itu sendiri
31
REFERENSI
Ancok, Djamaludin. Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi. Surabaya: PT
Erlangga, 2012
Basuki, Heru. Pengembangan Kreativitas. http://id.search.yahoo.com (diakses
20 Pebruari 2012)
Bessant, John. Innovation. London, New York, Munich, Melbourne, and Dhelphi:
Essential Managers, 2009.
Cervone,
Daniel,
Lawrence
A.Pervin,
Personality :
Theory
and Research, Terjemahan Aliya Tusyani dkk., Jakarta : Salemba Humanika,
2011.
Cooper, Robert K, Ph.D dan Ayman Sawaf. Executive EQ, Kecerdasan
Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1998
Dahlen, Dahlen. Creativity Unlimited, Thinking Inside The Box for Business
Innovation. Toronto: Jhon Whley & Son,Ltd, 2008.
Davila, Epstein, Shelton. Profit-Making Innovation. Jakarta: PT Buana Ilmu
popular, 2009.
Fontana, Avianti. Innovate We Can!, Manajemen Inovasi dan PenciptaanNilai.
Jakarta: Cipta Inovasi Sejahtera, 2011.
M. Taufiq Amir, Strategi Mindset, Jakarta, 2009
Munandar, Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2009.
P. Boulden, George. Mengembangkan Kreativitas Anda. Jakarta: Dolpin Books
,2006.
Pamuji Kukuh, Pengaruh kinerja , remunerasi, efikasi diri (self-efficacy),
Ketahanmalangan (self-adversity), dan pemantauan diri (self-monitoring), 2012
Suprapti, Wahyu, Sri ratna, Pengembangan Potensi Diri, LAN, 2005
32
Download