BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu organisasi dapat berkembang, dikarenakan adanya pengaruh faktor internal dan eksternal. Dalam faktor internal dipengaruhi oleh adanya kualitas SDM yang kompeten, pembiayaan yang jelas, sarana dan prasarana yang memadai dan tata aturan kerja yang mengatur bagaimana cara organisasi tersebut berjalan. Selain itu suatu organisasi dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti adanya pengaruh kebijakan/peraturan, adanya pemangku kepentingan sebagai partner kerja. Faktor-faktor tersebut harus mampu disinergikan oleh seorang pemimpin suatu organisasi. Berlangsungnya organisasi tersebut sangat tergantung bagaimana pemimpin organisasi tersebut mampu mengelola dan menjalankan suatu organisasi sesuai dengan kebijakan aturan, melalui proses yang saling mempengaruhi antara komponen-komponen dalam maupun luar organisasi serta dilaksanakan sesuai prosedur kerja yang telah dietapkan oleh organisasi tersebut. Hal ini adalah tuntutan dari good government yang mengharuskan seorang pemimpin bekerja sesuai dengan rule dan rolenya. Untuk itu diperlukan seorang pemimpin yang mampu mengelola diri maupun mengelola lingkungan organisasinya untuk mendukung agar organisasi tersebut menjadi unggul dan kompetitif. Hal yang paling penting adalah bagaimana seorang pemimpin organisasi mampu untuk melakukan perubahan, baik perubahan diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan. Kemudian seorang pemimpin harus tahu terlebih dahulu potensi yang ada dirinya untuk mengembangkan potensi sumber daya lain di lingkungannya. Materi Pengembangan Potensi Diri dan Lingkungan ini akan membahas tentang bagaimana seseorang mampu untuk melakukan perubahan dengan mengembangkan potensi diri dan lingkungannya. 1 B. Deskripsi Singkat Mata diklat ini membekali peserta agar mampu melakukan pengembangan diri dengan didasari kemampuan dalam mengelola diri secara internal dan mengelola diri dengan lingkungan eksternal sehingga dalam kiprahnya sebagai aparatur akan terwujud kemampuan self understanding, self acceptance, self direction, dan self actualization, sehingga selanjutnya akan tercipta keseimbangan fisik, psikis, dan sosial dimana mereka berada Mata Diklat disajikan secara interaktif melalui beberapa metode, seperti ceramah interaktif, tanya jawab, diskusi, simulasi, visualisasi, kontemplasi dan praktik. Keberhasilan peserta dapat dinilai dari kemampuannya mengembangkan potensi dirinya yang relevan dengan bidang tugasnya sehingga mampu dalam pengelolaan kegiatan organisasi pada unit instansinya secara kreatif dan inovatif. C. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi dasar: Setelah mengikuti pembelajaran ini para peserta diharapkan mampu merancang pengembangan potensi diri. 2. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat: a. Menjelaskan macam potensi kecerdasan secara tepat. b. Mempraktekkan pengembangan potensi diri. D. Materi Pokok Dan Sub-Materi Pokok 1. Macam-macam Potensi Kecerdasan; a. Potensi Mental Intelektual atau Inteligency Quotient b. Potensi Sosial Emosional atau Emotional Quotient c. Potensi Fisik atau Physical Quotient d. Potensi ketahanmalangan atau Adversity Intelligence e. Potensi Spiritual atau Spiritual Quotient f. Potensi Intelektual Jamak atau Multiple Inteligence 2 2. Pengembangan Potensi Diri a. Konsep Pengembangan Potensi Diri b. Konsep Pengukuran Potensi Diri c. Pengukuran Potensi Diri d. Rancangan Pengembangan Potensi Diri E. Waktu Waktu yang tersedia untuk pembelajaran mata diklat “POTENSI DIRI” di kelas adalah 12 jam pelajaran (12 x 45 menit). Di luar kelas, peserta memiliki keleluasaan untuk terus mempelajari, menggali, dan menelaah berbagai bahasan dalam modul ini secara mandiri sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing peserta. F. Prasyarat Kemampuan awal yang dipersyaratkan untuk mempelajari modul ini adalah tingkat pendidikan formal peserta yang sekurangnya setara strata 1 atau diploma IV. Peserta dengan jenjang pendidikan formal yang lebih rendah dari SLTA masih dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik, dengan syarat berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempelajarinya, dan mendapat bimbingan serta pengarahan yang cukup dari fasilitator. G. Petunjuk penggunaan modul Untuk dapat menguasai isi modul dengan baik, dianjurkan peserta diklat membacanya secara berurutan mulai dari awal hingga akhir. Pada akhir bahasan, peserta dianjurkan untuk mempraktekkan maupun menjawab soal maupun latihan yang telah disediakan. 3 BAB II POTENSI KECERDASAN A. Pengertian Potensi Kecerdasan Potensi berasal dari bahasa Inggris “to potent” yang berarti kekuatan (powerful), daya, kekuatan, kemampuan. Setiap individu pada hakekatnya memiliki suatu potensi yang dapat dikembangkan, baik secara individu maupun kelompok melalui latihan- latihan. Sedangkan menurut Prof DR.Buchori Zainun, MPA yang disebut potensi adalah Daya atau kekuatan baik yang sudah teraktualisasi tetapi belum optimal maupun belum teraktualiasasi. Daya tersebut dapat bersifat positif yang berupa kekuatan (power), yang bersifat negatif berupa kelemahan (weakness). Dalam pengembangan potensi diri yang dikembangkan adalah yang positif, sedangkan yang negatif justru harus dicegah dan dihambat agar tidak berkembang. Potensi-potensi tersebut merupakan salah satu pembeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Lalu bagaimanakah dengan orang yang potensial? Potensial (potential) dicirikan dengan adanya potensi, memiliki kemampuan laten untuk melakukan sesuatu atau untuk bertingkah laku dengan cara tertentu, khususnya dengan cara yang mencakup laten atau bakat pembawaan atau intelligensi (Chaplin, 2004). Apakah potensi kepemimpinan adaptif ini bisa dibentuk Salah satu teori kepribadian yang beranggapan bahwa kepribadian manusia terbentuk dari bawaan waktu lahir. Dengan kata lain yang membentuk kepribadian manusia lebih banyak dari factor bawaan dari pada factor datangnya dari luar. Teori ini lebih menekankan pada potensi yang dimiliki karena factor bakat. Beberapa tokoh aliran ini adalah aliran Natirisme oleh Schoppenhaver, aliran Naturalisme J.J. Rousseou. Sedangkan nuture adalah teori ini menganggap bahwa kepribadian manusia terbentuk karena factor yang datangnya dari luar lebih dominan dari pada factor bawaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepribadian manusia terbentuk oleh seberapajauh lingkungan membentuk kepribadian manusia tersebut. Para tokoh aliran ini adalah aliran Empirisme John Locke dan aliran Psiassosiasi oleh JF Herbart. Sedangkan aliran perpaduan ke duanya adalah Teori Konvergensi atau Keterpaduan. 4 Tokoh aliran ini W. Stern, mengemukakan bahwa kepribadian manusia terbentuk sebagai hasil interaksi dari “nature”. Jadi hasil interaksi dari potensi yang dimiliki oleh manusia dan seberapa besar lingkungan mempengaruhi perwujudan potensi yang dimiliki. Dari ketiga teori tersebut agaknya yang relevan dengan materi pengembangan potensi diri pemimpin adalah teori yang ketiga. B. Macam-macam Potensi Yang Mendukung Penciptaan Inovasi Banyak pendapat tentang potensi yang dimiliki oleh setiap individu, Jenis- jenis potensi tersebut menurut beberapa sumber dikalisifikasikan sebagai berikut : 1. Potensi Mental Intelektual Istilah lain dari potensi ini adalah Intelegensia Quotient (IQ). Potensi ini berfungsi untuk memecahkan masalah-masalah yang sifatnya kognitif, antara lain menganalisis masalah, membuat perencanaan, membuat karya ilmiah/karya tulis dan lain sebagainya. IQ bersifat genetic dalam artian lebih banyak dipengaruhi oleh faktor bakat daripada lingkungan, namun dalam pengomtimalannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Adapun aspek-aspek IQ antara lain taraf kecerdasan, daya nalar/logika berfikir, daya mengingat, daya antisipasi, kemampuan memahami konsep bahasa, kemampuan memahami konsep hitungan, kemampuan analisa sintesa, daya baying ruang dan kreatifitas. Howard Gardner dalam bukunya “Multi Intelegence” mengatakan bahwa potensi ini diklasifikasikan ke dalam tiga jenis potensi yakni potensi matematik, potensi lingguistik, potensi visual/spatial. Peningkatan potensi ini dapat dilakukan melalui pendidikan yang berkesinambungan, pengasahan dan perluasan fikiran yang terus menerus. Di samping itu juga melalui kegiatan pembiasaan pembuatan jurnal, menulis dan lain sebagainya. Terdapat perbedaan tuntutan pekerjaan bagi karyawan untuk mengimplementasikan kemampuan intelektualnya. Semakin rumit pekerjaan yang diemban maka karyawan tersebut tentu saja IQ nya harus semakin tinggi. Berbicara secara umum, semakin banyak tuntutan 5 informasi dalam suatu pekerjaan, semakin banyak kecerdasan intelektual diperlukan untuk menghasilkan pekerjaan yang maksimal. Stern dalam Purwanto (2007:52) mengemukakan inteligensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai tujuannya. Inteligensi adalah kemampuan global yang dimiliki oleh individu agar bisa bertindak secara terarah dan berpikir secara bermakna serta bisa berinteraksi dengan lingkungan secara efisien. Selanjutnya Spearman mengelompokan inteligensi ke dalam dua kategori. Kategori yang pertama adalah g (general) faktor atau biasa disebut dengan kemampuan kognitif yang dimiliki individu secara umum, misalnya kemampuan mengingat dan berpikir. Kategori yang kedua disebut dengan s (specific) faktor yaitu merupakan kemampuan khusus yang dimiliki individu (Eysenck, 2001. G faktor lebih merupakan potensi dasar yang dimiliki oleh setiap orang untuk belajar dan beradaptasi. Intelligensi ini dipengaruhi oleh faktor bawaan. Faktor s merupakan intelligensi yang dipengaruhi oleh lingkungan sehingga faktor s yang dimiliki oleh orang yang satu akan berbeda dengan orang yang lain. Setiap faktor s pasti mengandung faktor g. Istilah inteligensi digunakan dengan pengertian yang luas dan bervariasi, tidak hanya oleh masyarakat umum tetapi juga oleh anggota-anggota berbagai disiplin ilmu. IQ adalah ekspresi dari tingkat kemampuan individu pada saat tertentu, dalam hubungan dengan norma usia yang ada sehingga inteligensi bukanlah kemampuan tunggal tetapi merupakan kumpulan dari berbagai fungsi. Istilah ini umumnya digunakan untuk mencakup gabungan kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk bertahan dan maju dalam budaya tertentu. Kemampuan intelektual ini dapat diukur dengan suatu alat tes yang biasa disebut IQ (Intellegence Quotient). Pengukuran kecerdasan intelektual tidak dapat diukur hanya dengan satu pengukuran tunggal. Para peneliti menemukan bahwa tes untuk mengukur kemampuan kognitif tersebut, yang utama adalah dengan menggunakan tiga pengukuran yaitu kemampuan verbal, kemampuan matematika, dan kemampuan ruang (Moustafa dan Miller, 2003). 6 Pengukuran lain yang termasuk penting seperti kemampuan mekanik, motorik dan kemampuan artistik tidak diukur dengan tes yang sama, melainkan dengan menggunakan alat ukur yang lain. Hal ini berlaku pula dalam pengukuran motivasi, emosi dan sikap (Moustafa dan Miller, 2003:5). Kinerja kerja seseorang dapat diprediksi berdasarkan seberapa besar orang tersebut memiliki g faktor. Seseorang yang memiliki kemampuan g (general) faktor maka kinerjanya dalam melaksanakan suatu pekerjaan juga akan lebih baik, meskipun demikian kemampuan s (specific) juga berperan penting dalam memprediksi bagaimana kinerja sesorang yang dihasilkan. Atas dasar berbagai pandangan tersebut dapat dinyatakan bahwa intelegensi adalah kecerdasan seseorang untuk memecahkan masalah pada umumnya. Intelegensi sebagian besar tergantung pada turunan. Pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelegensi seseorang. Pendapat-pendapat baru membuktikan bahwa intelegensi pada karyawan yang lemah pikiran dapat juga dididik dengan cara yang lebih tepat. Kenyataan membuktikan bahwa daya pikir yang telah mendapat didikan dari sekolah, menunjukkan sifat-sifat yang lebih baik daripada anak yang tidak bersekolah. Pada umumnya siswa IQ rendah memiliki tingkat partisipasi yang rendah dalam pembelajaran dan sebaliknya siswa dengan IQ tinggi memiliki partisipasi yang tinggi, hal ini berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajarnya. Tujuh dimensi menurut Robbins (2001) dalam kecerdasan intelektual adalah: a. Kecerdasan angka : Merupakan kemampuan untuk menghitung dengan cepat dan tepat b. Pemahaman verbal : Merupakan kemampuan memahami apa yang dibaca dan didengar c. Kecepatan persepsi : Merupakan kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat d. Penalaran induktif : Merupakan kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah itu 7 e. Penalaran deduktif : Merupakan kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen f. Visualilsasi spasial : Merupakan kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek akan tampak seandainya posisinya dalam ruang dirubah g. Daya ingat : Merupakan kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu 2. Potensi Sosial Emosional Kata “emosi” sering dikonotasikan negatif. Coba amati bayi mungil di sekitar anda, bagaimanakah perasaan anda melihat bayi tersebut ? Setujukah anda bahwa anda merasa senang, gemes, bahagia, bangga, ingin memeluk dan lain sebagainya. Hal-hal inilah merupakan perwujudan emosi positif. Lalu bandingkan dengan foto anak yang terkena busung lapar. Bagaimana perasaan anda? Ditinjau dari etimologinya Emosi berasal dari bahasa Latin “mo ve re ” yang berarti menggerakkan. Menurut Oxford English Dictionary yang dimaksud dengan emosi adalah “setiap kegiatan atau pengolahan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap”.Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono bahwa yang disebut dengan emosi adalah sisi lain dari kepribadian yang diwujutkan dalam perasaan/affect yang positif maupun negatif dan ditampilkan dalam berbagai perilaku seperti senyum, tawa teriak, tangis, agresi dan lain sebagainya. Descrates (l596-l650) mengatakan bahwa pada dasarnya dalam diri setiap manusia terdapat 6 (enam) emosi dasar yaitu : Joy (senang), Sorrow (sedih), Love (Cinta), Desire (hasrat), Rage (marah), Wonder (kagum). Menurut Jeanne Segal (2000:32-33) emosi berasal dari bahasa Latin movere (bergerak). Emosi merangsang ingatan dengan sangat baik tentang berbagai kejadian dan memotivasi diri orang untuk melakukan sesuatu secara emosional. Para ahli sulit mengklasifikasikan jenis-jenis emosi, namun ada juga ahli yang berusaha untuk menggolongkan jenis emosi yang sifatnya positif dan negatif. 8 Dalam kehidupan sehari-hari kesuksesan seseorang tidak hanya didukung oleh kecerdasan intelligence, tetapi justru oleh kecerdasan emosi dan kecerdasan lain. Demikian juga kesuksesan pemimpin sebagai agen perubahan. Kecerdasan emosi adalah merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Menurut Harmoko (2005) Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Gary Sutton (2005:150) (EQ) sebagai kemampuan mendefinisikan Emotional Quotient tertentu dalam diri seseorang untuk membaca perasaan- perasaan dalam hati dan perasaan orang lain yang bekerja sama dengan dirinya, sehingga orang mampu menangani hubungan-hubungan ini secara efektif dan strategis. Selanjutnya Emotional Quotient (EQ) di sini disebut saja sebagai kecerdasan emosional yang terdapat dalam diri seseorang dan berupa kemampuannya berinteraksi, dapat berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan lingkungan jasmani. ditunjukkan beradaptasi Hal-hal yang dapat mempengaruhi emosi antara lain: (1) kurang tidur; (2) pekerjaan belum terselesaikan; (3) ada problem pribadi; (4) sedang stress; (5) kurang sehat/sedang sakit; (6) dikejar waktu/terburu-buru; (7) lagi jengkel dan lainnya. Sphrintal dan Sphrintal mendefinisikan kecerdasan emosional seseorang dapat diperlihatkan dari kemampuannya untuk beradaptasi (size up) dengan situasi baru, belajar dari kesalahan di masa lampau, dan berkreasi dengan pola pikir baru. Kecerdasan emosional dapat menunjukkan nilai-nilai yang ada di dalam suatu masyarakat agar dapat bertahan secara terus menerus (survival). 9 Goleman (1997) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Menurut Harmoko (2005) Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Jelas bila seorang indiovidu mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih bahagia dan sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai kesehatan mental yang baik. Menurut Dio (2003), dalam konteks pekerjaan, pengertian kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengetahui yang orang lain rasakan, termasuk cara tepat untuk menangani masalah. Orang lain yang dimaksudkan di sini bisa meliputi atasan, rekan sejawat, bawahan atau juga pelanggan. Realitas menunjukkan seringkali individu tidak mampu menangani masalah–masalah emosional di tempat kerja secara memuaskan. Bukan saja tidak mampu memahami perasaan diri sendiri, melainkan juga perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita. Akibatnya sering terjadi kesalahpahaman dan konflik antar pribadi. Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa mensinergikan antara kecerdasan emosi dan kecerdasan intelligensi sangatlah diperlukan untuk mensukseskan tugas pokok dan fungsi organisasi. Juga sangat mendukung iklim organisasi yang kondusif.. Kecerdasan Emosional dapat 10 ditunjukkan dengan suatu standar ukuran, sedangkan kecerdasan Intelektual digambarkan dengan kecerdasannya menggunakan penalarannya. Jadi, baik kecerdesan intelektual/IQ maupun kecerdasan emosional/EQ, keduanya menjadi sumber daya sinergis pada diri seseorang. Jika salah satu dari kecerdasan orang tersebut tidak digunakan, maka ia menjadi tidak sempurna dan tidak efektif kecerdasannya. Di samping itu terdapat kaitan yang sangat erat antara kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual. Hal ini disebabkan kecerdasan emosi sangat berpengaruh terhadap cara kerjanya otak berfikir (kecerdasan intelektual). 3. Potensi Fisik Pemimpin dalam menghadapi tantangan-tantangan baik internal maupun eksternal memerlukan kemampuan berfikir kreatif untuk mewujudkan kreativitas dan inovasinya. Kemampuan berfikir kreatif akan menunjukan membuka jalan menuju kreativitas. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh potensi fisiknya. Djamaludin Ancok lebih menekankan pada potensi kesehatan. Oleh karena itu potensi fisik seseorang perlu dipelihara secara efektif. Pemeliharaan ini mencakup pola makan yang seimbang, istirahat dan relaksasi yang memadai dan berolahraga secara teratur. Sebagai seorang penelit perlukah memelihara potensi fisik tersebut ? Tentu menyeimbangkan saja dengan sangat diperlukan potensi-potensi agar yang dapat lain. mampu Anda bisa membayangkan apabila salah satu potensi fisik anda terganggu. Apakah yang Saudara rasakan ? Tentunya Saudara akan merasa terganggu dan potensi tersebut akan berpengaruh terhadap potensi-potensi yang lain, meskipun tidak menutup kemungkinan ada beberapa orang yang potensi fisiknya tidak bagus tetapi sukses. 4. Kecerdasan spiritual Berdasarkan etimologinya kecerdasan spiritual terdiri dari dua kata yaitu: “kecerdasan” dan ”spiritual”. Kecerdasan diartikan sebagai kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah 11 yang menuntut kemampuan pikiran, berbagai batasan yang dikemukakan oleh pakar didasarkan pada teorinya masing-masing. Sedangkan arti kata spiritual adalah ajaran yang mengatakan bahwa segala kenyataan (realitas) itu pada hakikatnya bersifat rohani. Mimi Doe & Marsha Walch mengungkapkan bahwa spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita. Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral. Menurut Zohar dan Marshall, orang yang pertama kali mengeluarkan ide tentang konsep kecerdasan spiritual, mendefinisikan kecerdasan spiritual (SQ) adalah “kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego atau jiwa sadar. Kecerdasan mengetahui yang digunakan tidak hanya untuk nilai-nilai yang ada, melainkan juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.” Menurut Sinetar, “kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mendapat inspirasi, dorongan dan efektivitas yang terinspirasi, thesis- ness atau penghayatan ketuhanan yang di dalamnya kita semua menjadi bagian. Sementara Muhammad Zuhri mendefinisikan “kecerdasan spiritual” adalah kecerdasan manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Potensi SQ setiap orang sangat besar dan tidak dibatasi oleh faktor keturunan, lingkungan atau materi lainnya”. 5. Adversity Intelligence (Ketahanmalangan) Setiap orang pada dasarnya memendam hasrat untuk meraih kesuksesan dalam arti seluas-luasnya. Kegigihan untuk mencapai kesuksesan inilah yang oleh Paul G. Stoltz disebut Self-Adversity atau Adversity Quotient, yakni kegigihan dalam mengatasi segala rintangan demi mendaki tangga kesuksesan yang diinginkan (Jen Z.A. Hans, p.92 ). Adversity merupakan hasil riset penting dari tiga cabang ilmu 12 pengetahuan, yaitu psikologi kognitif (kontrol dan penguasaan kehidupan seseorang), psychoneuro-imunologi (fungsi kekebalan tubuh), dan neurofisiologi (ilmu pengetahuan tentang otak). Dalam kamus InggrisIndonesia disebutkan bahwa adversity mempunyai arti kesengsaraan atau kemalangan. Istilah kesengsaraan atau kemalangan dijelaskan dalam kamus besar bahasa Indonesia sebagai penderitaan atau kesusahan. Kegigihan seseorang dapat diukur dari respon-respon spontan terhadap kesulitan yang dialami. Begitu ada kesulitan, apa yang segera terbetik di benak seseorang? Takluk? Menghindar? Was-was? Atau malah merasa tertantang dan pantang menyerah? Atau ada rasa pasti bisa mengatasinya? Itulah yang persisnya mencerminkan kegigihan seseorang. Stoltz mengelompokkan individu menjadi tiga, yakni : quitters, campers, dan climbers. (Paul G. Stoltz, Adversity, 18-20). Penggunaan istilah ini berdasarkan pada sebuah kisah para pendaki gunung yang hendak menaklukkan puncak Everest. Ia melihat ada pendaki yang menyerah sebelum pendakian selesai, ada yang merasa cukup puas sampai pada ketinggian tertentu, dan ada yang benar-benar mempunyai keinginan menaklukkan puncak tersebut. Dari pengalaman tersebut, kemudian Stoltz mengistilahkan orang yang berhenti di tengah jalan sebelum usai sebagai quitters, kemudian mereka yang merasa puas berada pada posisi tertentu sebagai campers, sedangkan yang terus ingin meraih kesuksesan ia sebut sebagai climbers. Selanjutnya menurut Stoltz ketiga kelompok individu tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Quitters adalah orang-orang yang sering menyesali dan menghindari perubahan, orang yang menyerah dipenuhi dengan tantangan untuk mendaki dan menyerah karena harus berusaha lebih keras. Mereka mengabaikan, menyembunyikan, atau meninggalkan dorongan inti mendasar manusia untuk mendaki dan bersama dengan itu banyak yang ditawarkan hidup. b. Campers adalah mereka yang tidak sampai pada puncak, sudah puas dengan apa yang telah mereka capai. Individu yang termasuk 13 dalam kategori ini hanya termotivasi oleh hal-hal yang dapat diperkirakan, keamanan, dan perubahan yang terbatas. Pendakian yang tidak selesai mereka anggap sebagai kesuksesan akhir. Orang-orang tipe ini mewakili potensial yang hanya separuh digunakan. c. Climbers adalah mereka yang tidak mengenal lelah dalam pendakian mereka. Mereka terus berjuang keras, memperbaiki, tumbuh, belajar, dan memperbesar kemampuan mereka. Berdasarkan menjalani dinyatakan pula bahwa : “(1) Quitters definisinya, kehidupan yang tidak terlalu menyenangkan. Mereka meninggalkan impiannya dan memilih jalan yang mereka anggap lebih datar dan lebih mudah. Ironisnya, seiring dengan berlalunya waktu, quitters mengalami penderitaan yang jauh lebih pedih dari pada yang ingin mereka elakkan dengan memilih untuk tidak mendaki. Dan, saat yang paling memilukan dan menyedihkan adalah sewaktu mereka menoleh ke belakang dan melihat kehidupan yang telah dijalani ternyata tidak menyenangkan. Sebagai akibatnya mereka menjadi pemarah, dan frustasi, menyalahkan semua orang disekelilingnya, dan membenci orang- orang yang terus mendaki”. (2) Campers juga menjalani kehidupan yang tidak lengkap. Karena lelah mendaki, menyadari mereka harga yang berkata, akan “ini sudah cukup baik, “ tanpa mereka bayar. Mereka merasa cukup senang dengan ilusinya sendiri tentang apa yang sudah ada, dan mengorbankan kemungkinan untuk mengalami apa yang mungkin terjadi. Mereka biasanya merasa tidak ada salahnya berhenti mendaki supaya bisa menikmati hasil jerih payah mereka, atau menikmati pemandangan dan kenyamanan yang sudah mereka peroleh. Campers melepasakan kesempatan untuk maju, yang sebenarnya dapat dicapai jika energi dan sumber dayanya diarahkan dengan semestinya. (3) Climbers menjalani hidupnya secara lengkap. Untuk semua hal yang mereka kerjakan mereka benar-benar memahami tujuannya dan bisa merasakan gairahnya. Mereka mengetahui bagaimana perasaan gembira yang sesungguhnya, dan mengenalinya sebagai anugerah dan imbalan 14 atas pendakian yang telah dilakukan. Karena tahu bahwa mencapai puncak itu tidak mudah, maka Climbers tidak pernah melupakan “Kekuatan” dari perjalanan yang pernah ditempuhnya. Mereka tahu bahwa banyak imbalan datang dalam bentuk manfaat-manfaat jangka panjang dan langkah kecil sekarang ini akan membawanya pada kemajuan-kemajuan di kemudian hari. Mereka selalu menyambut tantangan-tantangan yang disodorkan kepadanya”. Senada dengan Stoltz, Surekha menyatakan bahwa adversity adalah kemampuan berpikir, mengelola dan mengarahkan tindakan yang membentuk suatu pola-pola tanggapan kognitif dan perilaku atas stimulus peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang merupakan tantangan atau kesulitan.1Maxwell Maltz menyatakan bahwa adversity merupakan ukuran tentang bagaimana seseorang mempersepsikan tantangan- tantangan dan seberapa baik mereka menghadapinya. Lebih jauh Anwar mengembangkan Konsep Adversity Quotient yang ia sebut sebagai Adversity Spiritual Quotient, yakni kegigihan fithriyyah untuk melakukan pendakian secara utuh sebagaimana dalam hierarki kebutuhan Abraham Maslow. Pendakian ini tidak memisahkan antara pendakian materi dan pendakian ruhani, tetapi memandang pendakian materi sebagai bagian integral dari pendakian ruhani. Charles Spurgeon (1834-1892), seorang teolog Inggris ketika berbicara mengenai daya tahan, ia mengatakan bahwa : “karena ketekunanlah seekor siput dapat mencapai rumahnya” Hal ini berlaku untuk semua usaha yang memang berharga untuk dilakukan. Kontinuitaslah yang menentukan, disertai dengan pengerahan usaha yang gigih jika ingin menuai hasilnya. 6. Multiple Intelegensi Konsep Multiple Intelegensi (MI), menurut Gardner (1983) ada delapan jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu yaitu linguistik, matematislogis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Melalui delapan jenis kecerdasan ini, setiap individu mengakses informasi yang akan masuk ke dalam dirinya. Karena itu Amstrong (2002) 15 menyebutkan, kecerdasan tersebut merupakan modalitas untuk melejitkan kemampuan setiap siswa dan menjadikan mereka sebagai sang juara, karena pada dasarnya setiap anak cerdas. Sebelum menerapkan MI sebagai suatu strategi dalam pengembangan potensi seseorang, perlu kita kenali atau pahami ciri-ciri yang dimiliki seseorang. Maing-masing kecerdasan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Kecerdasan Linguistik, umumnya memiliki ciri antara lain (1) suka menulis kreatif, (2) suka mengarang kisah khayal atau menceritakan lelucon, (3) sangat hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, (4) membaca di waktu senggang, (5) mengeja kata dengan tepat dan mudah, (6) suka mengisi teka-teki silang, (7) menikmati dengan cara mendengarkan, (8) unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca, menulis dan berkomunikasi). b. Kecerdasan Matematika-Logis, cirinya antara lain: (1) menghitung problem aritmatika dengan cepat di luar kepala, (2) suka mengajukan pertanyaan yang sifatnya analisis, misalnya mengapa hujan turun?, (3) ahli dalam permainan catur, halma dsb, (4) mampu menjelaskan masalah secara logis, (5) suka merancang eksperimen untuk membuktikan sesuatu, (6) menghabiskan waktu dengan permainan logika seperti teka-teki, berprestasi dalam Matematika dan IPA. c. Kecerdasan Spasial dicirikan antara lain : (1) memberikan gambaran visual yang jelas ketika menjelaskan sesuatu, (2) mudah membaca peta atau diagram, (3) menggambar sosok orang atau benda persis aslinya, (4) senang melihat film, slide, foto, atau karya seni lainnya, (5) sangat menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki atau sejenisnya, (6) suka melamun dan berfantasi, (7) mencoret-coret di atas kertas atau buku tugas sekolah, (8) lebih memahamai informasi lewat gambar daripada kata-kata atau uraian, (i) menonjol dalam mata pelajaran seni. d. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani, memiliki ciri : (1) banyak bergerak ketika duduk atau mendengarkan sesuatu, (2) aktif dalam kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, hiking atau skateboard, (3) perlu menyentuh sesuatu yang sedang dipelajarinya, (4) menikmati kegiatan melompat, lari, gulat atau kegiatan fisik lainnya, (5) memperlihatkan 16 keterampilan dalam bidang kerajinan tangan seperti mengukir, menjahit, memahat, (6) pandai menirukan gerakan, kebiasaan atau prilaku orang lain, (7) bereaksi secara fisik terhadap jawaban masalah yang dihadapinya, (8) suka membongkar berbagai benda kemudian menyusunnya lagi, (9) berprestasi dalam mata pelajaran olahraga dan yang bersifat kompetitif. e. Kecerdasan Musikal memiliki ciri antara lain : (1) suka memainkan alat musik di rumah atau di sekolah, (2) mudah mengingat melodi suatu lagu, (3) lebih bisa belajar dengan iringan musik, (4) bernyanyi atau bersenandung untuk diri sendiri atau orang lain, (5) mudah mengikuti irama musik, (6) mempunyai suara bagus untuk bernyanyi, (7) berprestasi bagus dalam mata pelajaran musik. f. Kecerdasan Interpersonal memiliki ciri antara lain : (1) mempunyai banyak teman, (2) suka bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat tinggalnya, (3) banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah, (4) berperan sebagai penengah ketika terjadi konflik antartemannya, (5) berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain, (6) sangat menikmati pekerjaan mengajari orang lain, (7) berbakat menjadi pemimpin dan berperestasi dalam mata pelajaran ilmu sosial. g. Kecerdasan Intrapersonal memiliki ciri antara lain : (1) memperlihatkan sikap independen dan kemauan kuat, (2) bekerja atau belajar dengan baik seorang diri, (3) memiliki rasa percaya diri yang tinggi, (4) banyak belajar dari kesalahan masa lalu, (5) berpikir fokus dan terarah pada pencapaian tujuan, (6) banyak terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri. h. Kecerdasan Naturalis, memiliki ciri antara lain : (1) suka dan akrab pada berbagai hewan peliharaan, (2) sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka, (3) suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang, (4) menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam, (5) suka membawa pulang serangga, daun bunga atau benda alam lainnya, (6) berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup. 17 Keunikan yang dikemukakan Gardner adalah, setiap kecerdasan dalam upaya mengelola informasi bekerja secara spasial dalam sistem otak manusia. Tetapi pada saat mengeluarkannya, ke delapan jenis kecerdasan itu bekerjasama untuk menghasilkan informasi sesuai yang dibutuhkan. C. Rangkuman Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam diri seseorang teradapat beberapa macam potensi yang sangat berpengaruh terhadap pikiran, perasaan, dan tindakan yang biasa dikenal dengan iatilah pengetahuan sikap dan perilaku. Potensi tersebut yakni Potensi Mental Intelektual atau Inteligency Quotient, Potensi Sosial Emosional atau Emotional Quotient, Potensi Fisik atau Physical Quotient, Potensi ketahanmalangan atau Adversity Intelligence , Potensi Spiritual atau Spiritual Quotient, dan Potensi Intelektual Jamak atau Multiple Inteligence. Keseluruhan potensi tersebut merupakan potensi kecerdasan yang saling berhubungan sangat erat sehingga sangat memengaruhi mulai dari persepsi, pola pikir, pola rasa, citra diri, sampai kepada pola tindak. Dengan demikian potensi kecerdasan ini selayaknya dimilki oleh seseorang, termasuk di dalamnya seorang karyawan atau pegawai sehingga dalam penyelenggaraan aktifitas dalam organisasi tempat mereka bekerja terjadi kesimbangan yang harmonis. Sebagai dasar utama maka seseorang harus mengetahui siapa dirinya melalui self assessment baik melalui diri sendiri atau melalui tes-tes kepribadian atau tes potensi. 18 BAB III PENGEMBANGAN POTENSI DIRI Pengembangan diri merupakan sebuah sikap proaktif untuk selalu mencari gagasan dan cara-cara mencapai kebaikan diri. Sebagaimana yang kita mustinya telah sadari, pendidikan formal bukanlah penuntas pembelajaran menuju kebesaran diri & kontribusi. Apalagi pendidikan formal biasanya tidak mengajarkan kita pada kompetensi sukses semisal bagaimana menjalin hubungan, membangun karir, menjadi orang tua yang baik, mencapai kebahagiaan, dan lain sebagainya. Pengembangan Potensi Diri adalah suatu usaha atau proses yang terus menerus ke arah personal mastery(penguasaan pribadi), sehingga dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan pribadi demi kemauan belajar, yang akhirnya membentuk pribadi yang mantap dan sukses. Pribadi yang mantap dalam artian pribadi yang dewasa secara mental. Pribadi yang dimaksud adalah pribadi yang mampu tampil sebagai pemimpin perubahan yang siap menjadi agen perubahan. Pribadi tersebut menurut Djamaludin Ancok memiliki cirri-ciri sebagai berikut : A. Konsep Diri Konsep diri adalah apa yang kita persepsikan terhadap diri kita; bagaimana kita mempersepsikan diri sendiri. Konsep diri merupakan perpaduan dari tiga komponen yakni Diri Ideal ( Self-Ideal ), Citra Diri (Self Image) dan Harga Diri (Self-Esteem). Diri Ideal merupakan gabungan dari sosok yang anda kagumi. Oleh karena itu perlu berhati-hati dalam memilih tokoh idola yang akan di mirror menjadi diri ideal karena akan merupakan “model” anda dalam mencapai kesuksesan diri anda. Sedangkan citra diri adalah cara anda memandang diri anda sendiri dan berfikir tentang diri anda sekarang. Citra diri merupakan “cermin diri”. Harga diri adalah bersifat emosional dan paling penting dalam menentukan sikap dan kepribadian kita. Mengacu pada definisi di atas, maka pada dasarnya semua orang pada dasarnya punya konsep-diri, yang membedakannya adalah "bagaimana" persepsi itu kita ciptakan, pikirkan, dan rasakan. Apabila seseorang memiliki 19 konsep diri positif akan mendorong dia mencapai kesuksesan, sebaliknya apabila memiliki konsep diri negatif kurang memberikan dorongan dalam meraih kesuksesannya. Konsekuensinya, kalau dorongan itu lemah, ya kemungkinannya juga kecil. Seperti kata Kidd (1998), "feeling of success spur action". Konsep-diri ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemajuan seseorang. Beberapa kajian menunjukkan hasil sebagai berikut : 1. Konsep-diri berhubungan dengan kualitas hubungan intrapersonal Konsep diri positif akan memproduksi kualitas hubungan yang positif. Dengan konsep diri positif Anda akan harmonis dengan diri sendiri, mengetahui kelebihan dan kelemahan secara lebih akurat, atau punya penilaian positif terhadap diri sendiri. Hubungan yang harmonis akan menciptakan kebahagiaan-diri (perasaan positif terhadap diri sendiri). Hal ini sesuai dengan pendapat Michael Angier, perasaan positif mendorong kita untuk melakukan hal-hal positif. Sedangkan Jim Rohn menyimpulkan bahwa seringkali kita tidak bisa melakukan sesuatu dengan baik karena kita menyimpan perasaan yang tidak baik. Kalau kita sedang merasa tidak tenang, biasanya pekerjaan yang dilakukan akan kurang optimal. Akhirnya Einstein menyimpulkan bahwa karya besar itu tidak lahir dari seorang yang jiwanya sedang kacau. 2. Konsep diri terkait dengan kualitas hubungan dengan orang lain. Orang yang hubunganya harmonis dengan dirinya akan menghasilkan hubungan yang harmonis pula dengan orang lain. Sebaliknya orang yang di dalam dirinya ada perang, akan mudah memproduksi peperangan juga di luar. Konsep-diri juga terkait dengan soal setting mental atau isi pikiran saat berhubungan dengan orang lain. Inilah yang biasa disbut dengan istilah filsafat hidup. Ada orang yang punya filsafat hidup memberi, ingin berbagi, ingin bekerjasama, ingin meminta (diberi), ingin mengambil, dan lain-lain. 3. Konsep diri terkait dengan kualitas seseorang dalam menghadapi perubahan keadaan Perubahan itu bisa dipahami sebagai tekanan (pressure) atau 20 tantangan (challenge). Ini tergantung pada persepsi diri kita bagaimana mengartikan perubahan tersebut. Tantangan adalah "panggilan" atau kesempatan untuk membuktikan kemampuan, kebolehan, atau kehebatan kita. Konsep diri positif akan memproduksi rasa percaya diri. Orang yang percaya diri cenderung melihat perubahan sebagai tantangan untuk dihadapi, tantangan untuk diselesaikan, dan tantangan untuk diselesaikan dangan optimis. B. Pengukuran Potensi Diri Pengenalan diri adalah salah satu cara untuk mengenal potensi diri. Dengan mengenal potensi akan diketahui potensi positif dan potensi negatif, di samping itu dapat juga mengetahui apakah diri kita telah mencapai perkembangan secara optimal atau menjadi pribadi yang sukses dan mantap. Memperoleh pengetahuan tentang totalitas diri yang tepat dengan menyadari kekuatan dan kelemahan masing-masing merupakan hal yang penting agar seseorang dapa melakukan internal interraction dan external interraction. Pengenalan diri sendiri dapat dilakukan melalui mengenal secara individual, feedback orang lain, dan menggunakan instrumen tertentu, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Secara individual Pengenalan secara individual merupakan hal yang sangat baik karena diri sendirilah yang paling tentang diri kita. Pengenalan ini akan akurat apabila dilakukan dengan mendengarkan suara hati yang paling dalam dan dilakukan secara jujur. Berikut ini adalah contoh format pengenalan diri secara individual. CONTOH LEMBAR PENGENALAN DIRI No. Kekuatan diri Kelemahan diri Keterangan 21 Jika Anda telah mampu merumuskan berbagai potensi diri, baik yang positif maupun negatif berarti anda memiliki kecenderungan telah mengenal diri anda sendiri. Agar pengenalan diri menjadi valid Anda dapat menggunakan teknik lain seperti feedback dari orang lain. 2. Pengenalan diri melalui orang lain (feedback) Teknik feedback merupakan salah satu teknik untuk mengenal diri melalui orang lain baik disengaja maupun tidak disengaja mengenai potensi (baik yang positif maupun yang negatif dari orang lain). orang lain. Orang lain sebagai “cermin” dari perilaku diri kita dapat kelihatan cembung, cekung dan datar. Bila “datar” maka feedback tersebut sesuai dengan diri kita. Tetapi kalau cembung maupun cekung, kita perlu introspeksi diri. Feed back merupakan cara seseorang memberitahu berdasarkan pengamatan dan perasaannya tentang tingkah laku orang lain. Tujuan pemberian umpan balik adalah membantu perkembangan potensi diri seseorang demi membentuk pribadi yang mantap. Namun demikian, jarang orang mampu mengungkapkan perasaannya terhadap orang lain yang akan memberi umpan balik. Sebagian orang mengatakan kurang sopan, merasa tidak enak (ewuh pakewuh), merasa berdosa dan sebagainya. Padahal pengalaman menunjukkan bahwa orang memerlukan umpan balik langsung yang cukup banyak untuk memberikan data yang cukup bagi perkembangan pribadi seseorang. Fedback dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung serta feedback evaluatif. Pengukuran potensi diri Pandangan realistik dan obyektif seseorang tentang dirinya sendiri adalah merupakan usaha -usaha untuk memperluas dan memperdalam kesadaran mengenai berbagai aspek, kecenderungan dan kekhususan diri sendiri yang sudah teraktualisasi maupun yang masih merupakan potensi. Dalam rangka pengukuran potensi diri, dalam menggunakan pengukuran secara kualitatif yang bahan ajar ini dicoba untuk dikuantitatifkan. Pengukuran disini menggunakan instrumen-instrumen yang 22 telah dibakukan yang ditulis para pakar dalam bidangnya. Pengukuran menggunakan instrumen mengukur kreativitas anda serta kemampuan anda dalam melakukan inovasi. C. Hambatan-hambatan Pengembangan Potensi Diri Hambatan pengembangan potensi diri dapat dibagi menjadi dua, yakni hambatan internal dan eskternal. Hambatan internal antara lain adalah tidak memiliki tujuan hidup, tidak mau mengenal dirinya, tidak mau menerima umpan balik dari orang lain dan lain sebagainya. Sedangkan hambatan eksternal antara lain lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan kerja. Lingkungan kerja misalnya tidak mendapatkan kesempatan, atasan yang tidak memberikan kesempatan untuk pemberdayaan dirinya, teman maupun staf yang tidak mendukung. Lingkungan keluarga antara lain tidak mendapatkan dukungan dari keluarga dan lain sebagainya. Tantangan yang tidak kalah penting dalam pengembangan potensi diri adalah tantangan internal dan eksternal organisasi. Dalam kaitannya dengan pemimpin kreatif dan inofatif hambatan lebih dititik beratkan pada hambatan internal maupun eksternal. Hambatan internal lebih menekankan pada hambatan dalam diri sendiri, sedangkan hambatan eksternal lebih menekankan pada hambatan di luar dirinya. D. Kiat Pengembangan Potensi Inovatif Beberapa hal yang disarankan dari beberapa ahli pengembangan diri antara lain : 1. Menambah Pengetahuan (P1). Bertambahnya jenis dan bobot ilmu pengetahuan, membuat kita kaya akan pengetahuan, dan akan membuat kita memiliki opini-diri yang lebih baru dan lebih bagus. Cara mendapatkan ilmu pengetahuan tergantung pribadi masing-masing, seperti dengan cara melanjutkan melakukan sekolah, self-learning, self-education, dan lain-lain. Membaca juga merupakan salah satu pilihan misalnya membaca buku-buku dan artikel pengembangan diri. Membaca riwayat hidup atau pemikiran tokoh dapat memberikan insight dan memperbaiki konsep diri anda. 23 2. Menambah Pengalaman (P2). Pengalaman bukanlah serangkaian peristiwa yang melainkan apa yang kita lakukan atas peristiwa pengalaman pengalaman baik maupun buruk, menimpa itu upaya kita, baik itu menyikapi pengalaman tersebut akan meningkatkan kemampuan kita dalam menyikapi berbagai keadaan. Dengan kata lain menambah pengalaman akan membuat kita tahu apa yang bisa kita lakukan sekarang dan apa yang belum bisa kita lakukan. Cara yang bisa kita tempuh antara lain: a. Bergaul dengan orang yang berbeda profesi. b. Mempraktekkan ide-ide perbaikan sampai berhasil c. Menggatasi masalah dengan cara yang positif dan dengan cara yang berbeda d. Meraih target positif, m ewujudkan standar prestasi yang kita buat, dan berkreasi e. Melakukan inovasi-inovasi dan m engembangkan ide-ide yang kreatif Semakin banyak pengalaman yang anda lakukan akan memperbaiki konsep diri. Semakin banyak kemampuan yang kita ketahui, semakin meningkatkan potensi kreativitas dan inovasi. 3. Melakukan perenungan diri (P3) Perenung diri adalah suatu upaya untuk mengingat kembali apa yang tersimpan dalam memori kita agar kita mampu menemukan hakekat hidup. Selalu menanyakan pada diri sendiri alasan kita hidup. Alasan Tuhan menciptakan kita. Bertanya tentang kesesuaian hidup dengan yang diharapkan Sang Pencipta. Menilai tentang sesuatu yang belum dapat kita capai berikut alasannya Perenungan seperti ini akan menghantarkan kita pada pencarian diri yang sesungguhnya dan akan berusaha mencari hakekat kehidupan yang sesungguhnya. 4. Menambah Pergaulan (P4). Pergaulan yang luas dapat memperbaiki konsep diri tapi apabila kita membuka diri untuk mengambil pelajaran dari orang yang kita kenal. Orang lain tidak akan seketika dapat merubah kita menjadi sesuatu apapun. Namun orang lain dapat mengilhami, menginspirasi, menjadi contoh, menjadi pembimbing, menjadi pelajaran buat kita. 24 E. Rangkuman Guna optimalisasi potensinya seseorang perlu melakukan pengembangan potensi dirinya. Namun sebelum melakukan hal tersebut sebaiknya dilakukan pengukuran potensi diri yang dapat dilakukan sendiri atau dilakukan oleh orang lain terutama oleh seorang ahli di bidang pengukuran tersebut. Setelah dilakukan pengukuran baru dilakukan pengembangan dengan cara, antara lain : menambah pengetahuan diri, menambah pengalaman diri, melakukan perenungan diri, dan menambah pergaulan dengan cara berinteraksi positif. 25 BAB IV RANCANGAN PENGEMBANGAN POTENSI DIRI A. Pengertian Pengembangan diri merupakan suatu siklus yang harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Kegiatan tersebut dimulai dengan mengidentifikasi konsep diri, melakukan pengenalan mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam membuat rancangan pengembangan diri. potensi diri, pengembangan diri serta Rancangan pengembangan potensi diri berkaitan dengan peranan pemimpin sebagai agen perubahan. Pengembangan ini meliputi aspek pengembangan terhadap potensi diri dan terhadap potensi organisasi yang mampu mengembangkan iklim kerja yang kreatif. Dalam pengembangan diri ini dapat dimulai dengan hal-hal sebagai berikut : 1. Tentukan potensi yang akan dikembangkan berkaitan dengan aspek berfikir kreatif dan inofatif; 2. Tentukan cara menilai keberhasilannya; 3. Keberanian menghadapi resiko; 4. Mensyukuri kemajuan walaupun sedikit; 5. Menciptakan suasana yang mendukung; 6. Keberanian menerima feedback. B. Mengembangkan Iklim Kreatif di Organisasi Melalui Potensi Diri Aspek yang paling penting untuk dipertimbangkan bagi organisasi dalam rangka memaksimalkan kreativitas dan inovasi adalah pemahaman atas kreativitas masing-masing individu. Penelitian pada kreativitas individu menghasilkan tiga komponen utama yang diperlukan untuk setiap kreativitas, yaitu domain keterampilan, kemampuan berpikir dan bekerja kreatif dan motivasi intrinsik. Dari ketiganya, motivasi adalah salah satu yang paling mudah berpengaruh atau dengan kata lain, salah satu yang paling sedikit membutuhkan jumlah waktu luang untuk meningkatkannya (Amabile 1998). 26 Amabile menyodorkan enam praktik manajerial utama yang berpengaruh terhadap tiga aspek kreativitas individu untuk merangsang kreativitas organisasi yaitu : 1. Challenge (Tantangan) 2. Freedom (Kebebasan) 3. Resources (Sumber Daya) 4. Work-Group Features (Fitur Kerja-Kelompok) untuk berbagi kegembiraan atas tujuan tim dan juga kesediaan untuk membantu tim lain yang mengakui pengetahuan dan perspektif unik 5. Supervisory Encouragement (Dorongan Atasan/Pimpinan) dimana ide-ide baru perlu didorong 6. Organizational Support (Dukungan Organisasi). Kreativitas adalah proses timbulnya ide yang baru, sedangkan inovasi adalah pengimplementasian ide itu sehingga dapat merubah dunia. Kreativitas membelah batasan dan asumsi, dan membuat koneksi pada hal-hal lama yang tidak berhubungan menjadi sesuatu yang baru. Inovasi mengambil ide itu dan menjadikannya sebuah barang atau jasa, atau bahkan sebuah konsep, prinsip, prosedur, solusi dan juga mungkin proses lain yang nyata di institusi. Terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan; pertama, menciptakan budaya berpikir kreatif, kedua, menciptakan iklim kerja yang kondusif baik iklim institusi maupun iklim bagi karyawan secara personal, langkah ketiga, menciptakan dukungan nyata dari institusi. Untuk menciptakan dukungan secara nyata ini, ada tahapan-tahapan yang merupakan langkah dasar, yakni eksplorasi ke segala arah, pemilihan, fokus dan eksplorasi detil, penyimpulan tindakan, transformasi dan pengembangan, dan akhirnya implementasi. Ketujuh tahapan ini merupakan framework pelaksanan inovasi dalam institusi. Kreativitas dan inovasi tak harus berasal dari ide yang besar. Dengan mengerti cara sederhana untuk merealisasikan ide-ide “kecil” yang Anda miliki, akan bisa mengubahnya menjadi cetusan inovasi dan kreativitas. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan kreativitas yaitu : 27 1. Tahu Apa Yang Membuat Bergairah 2. Temukan Ide 3. Rapikan Pikiran 4. Nikmati Ritual Keatif 5. Sisihkan Waktu Untuk Refleksi dan Introspeksi 6. Bersyukur 7. Menghargai apa pun yang Anda lihat dan alami 8. Ciptakan Komunitas 9. Abaikan Suara Negatif 10. Rayakan Kemenangan Kecil. C. Personal Goal Setting Personal Goal Setting merupakan aktifitas untuk menentukan tujuan kehidupan pribadi seseorang. Dalam Neuro-Linguistic Programming (NLP) dejelaskan bahwa Personal Gols Setting ini meliputi elemen – elemen berikut ini : 1. Me atau self (saya) Saya yang menentukan pencapaian goal saya. Saya yang berpikir, membuat keputusan, dan bertindak, oleh sebab itu Saya yang menentukan dan bertanggungjawab atas hasil yang saya capai. Dengan demikian dalam pembuatan goal setting benar-benar harus memperhatikan segala aspek yang ada baik internal maupun eksternal yang teradapat pada saya. 2. Orientasi Outcome Setiap pemikiran, keputusan, perilaku, terarah pada goal. Semua perilaku kita adalah untuk meningkatkan kemampuan Sumber Daya untuk mencapai goal. Outcome merupakan capaian kinerja yang telah dapat diselesaikan dengan menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia, terukur, rational, dan memberikan dampak positif terhadap kinerja organisasi. 3. Flexsible Memiliki fleksibilitas untuk merubah cara, menambah sumber daya, menyesuaikan perilaku, sampai goal tercapai. 28 Di samping itu dalam menetapkan goal yang kuat dan dapat dicapai , dengan cara : 1. Dinyatakan dalam bentuk positif, goal dituliskan dalam bentuk kalimat positif, goal dinyatakan secara spesifik , dapat diukur, ada ukuran waktu, aplikatif (SMART) dan kontekstual. 2. Diinisiatifkan dan dijamin dapat dicapai oleh pembuat goal. 3. Goal mempunyai bukti indera Goal harus mempunyai bukti indera— sesuatu yang dapat diinderakan. 4. Menjaga sistem rapport/Ekologi Hal ini dimaksudkan bahwa goal setting harus menjawab pertanyaan Apakah yang terjadi dengan sistem r apport saat saya mencapai goal tersebut?. Apakah ada harga yang bisa saya terima, seberapa besar harga tersebut ? apakah ada hal-hal penyeimbang yang harus saya perhatikan untuk tercapainya goal tersebut. Satu hal yang penting untuk diingat bahwa kesuksesan organisasi merupakan rapport positive yang tidak dapat dihargai dengan barang apapun, karena kepuasan kinerja (performance satisfaction) merupakan positive reward yang tidak ternilai harganya. Setelah memperhatikan syarat-syarat pembuatan goal tersebut, maka segeralah membuat goal setting dalam sebuah rencana berikut ini : 29 PERSONAL GOAL SETTING Nama Jabatan Unit Organisasi :…………………………………… :…………………………………… :…………………………………… Hal yang akan saya lakukan setelah selesai Diklat Pim III dalam peran saya sebagai agen perubahan adalah ini : (dinyatakan dalam bentuk positif dan SMART) 1. Yang Berkaitan dengan pengembangan Diri : ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 2. Yang berkaitan dengan Pengembangan Organisasi : ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ Hal-hal yang mungkin menghambat pencapaian personal goal setting saya adalah : (internal dan eksternal) 1. ....................................................................................................................... 2. ………………………………………………………………………………………. Saat saya mencapai goal, saya merasa :……………………………………………… Langkah-langkah dalam mengatasi masalah tersebut di atas adalah: 1. ........................................................................................................................ 2. ........................................................................................................................ Mengetahui (....................................) Yang membuat pernyataan (.........................................) D. Rangkuman Pengembangan potensi sangat diperlukan agar potensi seseorang dapat berkembang sejalan dengan kemajuan dan kebutuhan yang ada. Sebelum memulai pengembangan diri dapat dilakukan beberapa langkah, yakni tentukan potensi yang akan dikembangkan berkaitan dengan aspek berfikir kreatif dan inofatif, tentukan cara menilai keberhasilannya, pupuk keberanian menghadapi resiko, mensyukuri kemajuan walaupun sedikit, menciptakan suasana yang mendukung, dan keberanian menerima feedback. Pengembangan diri yang berhubungan dengan potensi dapat diterapkan dalam membangun inovasi dalam organisasi melalui kreatifitas. Agar inovasi berjalan selaras dengan harapan diperlukan pemahaman tentang potensi-potensi indvidu yang ada di dalamnya. Dengan demikian semua harus berpikir positif 30 bahwa seluruh personal yang ada pasti mempunyai potensi yang dapat dikembangkan dan diterapkan dalam rangka membangun organisasi yang inovatif serta beriririentasi jauh ke depan. Selanjutnya baik ribadi maupun kelompok/organisasi perlu menentukan goal setting agar arah kehidupan pribadi menjadi jelas yang pada gilirannya akan berdampak kepada kehidupan berorganisasi dan organisasi itu sendiri 31 REFERENSI Ancok, Djamaludin. Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi. Surabaya: PT Erlangga, 2012 Basuki, Heru. Pengembangan Kreativitas. http://id.search.yahoo.com (diakses 20 Pebruari 2012) Bessant, John. Innovation. London, New York, Munich, Melbourne, and Dhelphi: Essential Managers, 2009. Cervone, Daniel, Lawrence A.Pervin, Personality : Theory and Research, Terjemahan Aliya Tusyani dkk., Jakarta : Salemba Humanika, 2011. Cooper, Robert K, Ph.D dan Ayman Sawaf. Executive EQ, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998 Dahlen, Dahlen. Creativity Unlimited, Thinking Inside The Box for Business Innovation. Toronto: Jhon Whley & Son,Ltd, 2008. Davila, Epstein, Shelton. Profit-Making Innovation. Jakarta: PT Buana Ilmu popular, 2009. Fontana, Avianti. Innovate We Can!, Manajemen Inovasi dan PenciptaanNilai. Jakarta: Cipta Inovasi Sejahtera, 2011. M. Taufiq Amir, Strategi Mindset, Jakarta, 2009 Munandar, Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009. P. Boulden, George. Mengembangkan Kreativitas Anda. Jakarta: Dolpin Books ,2006. Pamuji Kukuh, Pengaruh kinerja , remunerasi, efikasi diri (self-efficacy), Ketahanmalangan (self-adversity), dan pemantauan diri (self-monitoring), 2012 Suprapti, Wahyu, Sri ratna, Pengembangan Potensi Diri, LAN, 2005 32