III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, mendefinisikan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan 5. Sumarwan (2002) memberikan pengertian yang lebih luas lagi tentang konsumen. Konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu adalah konsumen yang membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri. Sedangkan konsumen organisasi adalah konsumen yang membeli barang atau jasa untuk seluruh kegiatan-kegiatan organisasi. Konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya. Konsumen dapat diartikan sebagai pengguna barang serta jasa dengan maksud untuk memenuhi segala keinginan dan kebutuhannya. Petani dalam hal ini tidak hanya sebagai konsumen pengguna, namun dikategorikan juga sebagai pembeli bisnis karena petani melakukan penjualan gabah padi untuk memperoleh keuntungan. Menurut Kotler (2000), para pembeli bisnis membeli barang untuk utilitasnya sehingga memampukan mereka untuk membuat atau menjual kembali suatu produk ke pembeli lain dan pembeli bisnis membeli produk untuk mendapatkan laba. Konsumen akan memberikan masukan yang berharga bagi pemasar agar mereka dapat menyusun dan merancang strategi pemasaran produk dan jasa dengan lebih baik (Sumarwan 2002). Dengan demikian apabila mempelajari dan mengerti apa yang menjadi harapan konsumen dan perilaku konsumen terhadap suatu produk merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan berguna bagi perusahaan ataupun pihak lain yang terkait. Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), perilaku konsumen ialah cara perilaku individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya (waktu, uang, dan usaha) guna membeli barang 5 UU PERLINDUNGAN KONSUMEN. http://prokum.esdm.go.id/uu/1999/uu-8-1999.pdf [ 7 April 2011] 18 –barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal tersebut mencakup apa yang dibeli, mengapa membeli, seberapa sering membeli, dan seberapa sering menggunakannya. Jika melihat pengertian menurut Engel, et al., (1994) perilaku konsumen diartikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam pendapatan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Mempelajari tentang perilaku konsumen berarti mempelajari bagaimana konsumen membuat keputusan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya agar memperoleh apa yang mereka inginkan tentang produk maupun jasa. Suatu hal yang wajib bagi para pemasar untuk memahami berbagai macam karakter konsumen atau perilaku konsumen agar mereka mampu memasarkan produk ataupun jasa dengan baik. Selain itu, pemasar yang dapat mengerti perilaku konsumen akan memiliki kemampuan memperkirakan bagaimana penerimaan konsumen didalam bereaksi terhadap informasi yang diterimanya. Hal yang penting dari perilaku konsumen adalah mengerti dan mengadaptasi perilaku konsumen bukanlah pilihan tapi kebutuhan mutlak untuk keberlangsungan yang kompetitif (Engel et al., 1994). Menurut Engel et al., (1994) perilaku konsumen didasari atas empat prinsip, yaitu : 1. Konsumen adalah raja Konsumen menjadi sasaran utama bagi pemasar. Konsumen memiliki kekuasaaan dalam menerima atau menolak produk dan jasa yang ditawarkan oleh pemasar berdasarkan sejauh mana keduanya dipandang relevan dengan kebutuhan dan gaya hidupnya. Pemasar berhasil apabila produk atau jasanya dipandang menawarkan manfaat riil. 2. Motivasi dan perilaku konsumen dapat dimengerti melalui penelitian Perilaku konsumen merupakan suatu tahapan yang dipengaruhi oleh banyak hal. Perilaku konsumen dapat dimengerti walaupun secara tidak sempurna melalui penelitian. Perkiraan yang sempurna tidak pernah mungkin dilakukan, akan tetapi usaha yang dibuat dan digunakan dengan tepat dapat meminimalkan risiko kegagalan pemasaran. 19 3. Perilaku konsumen dapat dipengaruhi Konsumen memiliki kekuasaan yang besar dalam melakukan keputusan pembelian, akan tetapi jika pemasar memiliki kemampuan pemasaran yang terampil dan baik maka akan dapat mempengaruhi konsumen. Hal itu dapat dilihat dari produk yang ditawarkan dan didesain sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Sehingga perlu tawaran pemasaran yang tepat. 4. Pengaruh konsumen sah secara sosial Pemasar harus dapat mengerti dan mengetahui manfaat yang akan diterima oleh konsumen dari produk yang akan di tawarkan. Karena kebutuhan konsumen adalah riil dan ada manfaat yang tidak dapat disangkal dari kegunaan murni suatu produk. Kunci dari legitimasi sosial ialah jaminan bahwa konsumen tetap memiliki lengkap dan tanpa rintangan sepanjang prosesnya. Apabila konsumen menerima pengaruh yang tidak tepat dari suatu manfaat maka akan menimbulkan pelanggaran yang serius terhadap etika sehingga mengharuskan adanya pembuatan undang-undang dan perlindungan terhadap konsumen. 3.1.2 Motivasi Menurut pendapat Schiffman dan Kanuk (2007) motivasi ialah sebagai tenaga pendorong dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak. Tenaga pendorong tersebut dihasilkan oleh keadaan tertekan, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Sedangkan menurut (Engel et al., 1994) perilaku yang termotivasi disebabkan oleh pengaktifan kebutuhan. Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada ketidakcocokan yang memadai antara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan. Hasil dari mengaktifkan kebutuhan menyebabkan suatu dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Penjelasan motivasi menurut Sumarwan (2002) hampir sama dengan kedua pakar di atas, bahwa motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Dari hasil ketiga pakar tersebut maka dapat dikemukakan bahwa kebutuhan yang ada didalam diri ialah variabel utama dalam motivasi. Karena hal tersebut yang akan mengakibatkan seseorang terdorong melakukan suatu tindakan untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya apabila seorang petani padi membutuhkan benih padi yang dapat memberikan produktivitas tinggi, maka petani akan 20 mencari benih padi yang dapat meningkatkan produktivitas padi. Apabila benih padi itu dapat memenuhi kebutuhannya dan tidak mengecewakan, maka penanaman selanjutnya para petani akan termotivasi untuk tetap menggunakan benih padi tersebut. Adapun teori-teori kebutuhan yang menjadi dasar untuk suatu motivasi, diantaranya: a. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Teori ini merupakan teori yang banyak dianut orang. Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada hakekatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Adapun hierarki kebutuhan menurut Maslow adalah sebagai berikut (Sumarwan 2002) : 1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs) Kebutuhan Fisiologis adalah kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan tubuh manusia untuk mempertahankan hidup. Kebutuhan itu meliputi makanan, udara, rumah, pakaian, dan seks. Selama kebutuhan ini belum terpenuhi maka manusia tidak akan tenang dan dia akan berusaha untuk memenuhinya. 2. Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs) Kebutuhan Rasa Aman adalah kebutuhan tingkat kedua setelah kebutuhan dasar. Ini merupakan kebutuhan perlindungan bagi fisik manusia. Manusia membutuhkan perlindungan dari gangguan kriminalitas, sehingga dapat hidup dengan aman dan nyaman ketika di dalam rumah maupun berpergian. 3. Kebutuhan Sosial (Social Needs or Belonginess Needs) Kebutuhan Sosial yaitu kebutuhan tingkat ketiga dari teori Maslow. Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman terpenuhi, maka manusia membutuhkan rasa cinta dari orang lain, rasa memiliki dan dimiliki serta diterima oleh sekelilingnya serta dihormati. 4. Kebutuhan Ego (Egoistic or Esteem Needs) Kebutuhan Ego merupakan kebutuhan tingkat keempat yaitu kebutuhan untuk berprestasi sehingga mencapai derajat yang lebih tinggi dari yang 21 lainnya. Kemudian akan memperoleh penghargaan diri atau penghargaan prestise dari orang lain. 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Need for Self-Actualization) Kebutuhan Aktualisasi Diri yaitu derajat tertinggi atau kelima dari kebutuhan. Kebutuhan ini adalah keinginan dari seseorang individu untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang terbaik sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Untuk pemenuhan kebutuhan ini biasanya seorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi atas kesadaran dan keinginan diri sendiri. b. Teori Motivasi McClelland Teori ini menyatakan bahwa terdapat tiga kebutuhan dasar yang memotivasi seorang individu untuk berprilaku, yaitu : 1. Kebutuhan Sukses Kebutuhan sukses adalah keinginan manusia untuk mencapai prestasi, reputasi, dan karier yang baik. Sehingga akan selalu bekerja keras, tekun dan tabah untuk mencapai cita-cita yang diinginkan. 2. Kebutuhan Afiliasi Kebutuhan afiliasi adalah keinginan manusia untuk membina hubungan dengan sesama, mencari teman yang dapat menerima, ingin memiliki dan dimiliki oleh orang-orang disekelilingnya. 3. Kebutuhan Kekuasaan Kebutuhan kekuasaan adalah keinginan seseorang untuk bisa mengontrol lingkungannya, termasuk mempengaruhi orang-orang disekelilingnya. 3.13 Sikap Menurut (Engel et al., 1994) sikap merupakan evaluasi meyeluruh yang memiliki sifat penting, yaitu kekuatan, dukungan, kepercayaan dan dinamis (banyak sikap akan berubah bersama waktu). Namun, sifat terpenting dari sikap adalah kepercayaan dalam memegang sikap tersebut. Tingkat kepercayaan menjadi penting karena akan mempengaruhi kekuatan hubungan diantara sikap dan perilaku serta sikap terhadap perubahan. 22 Sikap menurut Sumarwan (2002), mengatakan bahwa sikap itu memiliki beberapa karakteristik, yaitu (1) Sikap memiliki objek, dalam konteks pemasaran sikap konsumen harus terkait dengan objek. Objek tersebut dapat terkait dengan berbagai konsep konsumsi dan pemasaran seperti produk, merek, iklan, harga, kemasan, penggunaan, dan media. (2) Konsistensi sikap, sikap adalah gambaran perasaan dari seseorang konsumen, dan perasaan tersebut akan ditujukkan oleh perilakunya. Perilaku seorang konsumen merupakan gambaran dari sikapnya. (3) Sikap positif, negatif, dan netral, seorang konsumen dapat menyukai suatu produk maka dikatakan positif, jika tidak menyukai maka dikatakan sikap negatif, dan jika tidak memiliki sikap terhadap produk disebut sikap netral. (4) Intensitas sikap, sikap seseorang konsumen terhadap suatu merek produk akan bervariasi tingkatannya, ada yang sangat menyukai atau bahkan ada yang begitu sangat tidak menyukai. (5) Resistensi Sikap, ialah seberapa besar sikap seseorang konsumen dapat berubah. (6) Persistensi Sikap, ialah karakteristik sikap yang menggambarkan bahwa sikap berubah karena berlalunya waktu. (7) Keyakinan sikap, ialah kepercayaan konsumen mengenai kebenaran sikap yang dimilikinya. (8) Sikap dan situasi, sikap seseorang terhadap suatu objek seringkali muncul dalam konteks situasi. Situasi akan mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu objek. Schiffman dan Kanuk (2007) mengemukakan bahwa sikap memiliki empat fungsi yaitu (1) fungsi manfaat merupakan sikap konsumen terhadap suatu produk karena adanya asas manfaat yang diperoleh dari produk tersebut, jika produk itu berguna dan membantu, maka sikap konsumen terhadap produk akan cenderung menyenangkan. (2) Fungsi pembelaan ego merupakan sikap yang berfungsi untuk melindungi citra diri dari perasaan keraguan yang muncul dari dalam diri sendiri dan ingin menggantikan ketidakpastian dengan rasa aman serta keyakinan diri. (3) Fungsi pernyataan nilai merupakan sikap yang berfungsi untuk menyatakan nilainilai, gaya hidup dan pandangan umum dari konsumen. (4) Fungsi pengetahuan merupakan suatu kebutuhan yang kuat untuk mengetahui dan memahami orangorang atau barang-barang yang berhubungan dengan diri. Fungsi sikap ini sangat penting karena pengetahuan yang baik terhadap produk seringkali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut. 23 Sikap juga memiliki tiga model komponen di dalamnya, menurut Engel et al. (1995) yaitu diantaranya: persuasi (tingkat penerimaan), afektif (emosi, perasaan), dan kognitif (pikiran). (1) komponen persuasi (tingkat penerimaan) ialah tingkat sejauh mana stimulus mempengaruhi pengetahuan dan atau sikap orang bersangkutan. Fakta sederhana bahwa pemahaman pesan tidak sama dengan penerimaan pesan. (2) Komponen afektif berhubungan dengan perasaan serta emosi konsumen mengenai objek sikap yang diperlihatkan melalui bermacammacam ekspresi mulai dari rasa sangat tidak suka atau sangat tidak senang hingga sangat suka atau sangat senang. Komponen afektif sangat berguna dalam meramalkan sikap yang terbentuk sesudah iklan diperlihatkan. (3) Komponen kognitif berkenaan dengan pemikiran dan pengetahuan individu atau konsumen untuk melakukan suatu tindakan terhadap objek sikap. Komponen kognitif dibagi menjadi dua, yaitu argumen pendukung (pikiran yang mendukung) dan kontraargumen (pikiran yang menentang). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap konsumen itu merupakan suatu pandangan seseorang atau tingkat kepercayaan terhadap suatu barang ataupun jasa yang telah diperolehnya dan sikap tersebut selalu dipengaruhi beberapa hal baik secara internal diri maupun dari pihak eksternal (luar diri) yang akhirnya dapat menyebabkan keluarnya sikap suka, tidak suka dan bahkan biasa-biasa saja terhadap barang ataupun jasa yang telah digunakannya. 3.1.4 Kepuasan Konsumen Menurut Peter dan Olson (2000), kepuasan konsumen ialah konsep penting dalam pemasaran dan penelitian konsumen. Jika konsumen merasa puas dengan suatu produk atau merek, konsumen cenderung akan terus membeli dan menggunakannya serta memberitahu orang lain tentang pengalaman yang telah didapat tentang produk tersebut. Sedangkan ketidakpuasan muncul ketika kinerja suatu produk ternyata lebih buruk dari kinerja yang diharapkan maka konsumen akan merasa tidak puas dan cenderung tidak akan melakukan pembelian ulang bahkan dapat mengecam langsung produsen, pengecer, serta menceritakannya pada konsumen lainnya. Menurut Kotler (2000), kepuasan ialah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsinya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Sehingga jika kinerja 24 berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas dan sebaliknya apabila kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Namun, jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan amat puas atau senang. Mowen dan Minor (1998) diacu dalam Sumarwan (2002) telah mengemukakan tentang suatu teori kepuasan atau disebut The Expectancy Disconfirmation Model (Gambar 1) yang menjelaskan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan harapan konsumen (performance expectation) sebelum membeli atau menggunakan dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen (actual performance) dari produk yang digunakan tersebut. Ketika konsumen membeli atau menggunakan suatu produk, maka konsumen tersebut memiliki suatu harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi. Produk akan berfungsi sebagai berikut : a. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, kondisi seperti itu disebut sebagai diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Apabila ini terjadi, maka para konsumen akan merasa puas. b. Produk berfungsi seperti yang diharapkan, kondisi seperti itu disebut sebagai konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan rasa puas, dan produk tersebut pun tidak mengecewakan konsumen. Para konsumen akan memiliki perasaan yang netral. c. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, hal tersebut yang dikatakan sebagai diskonfirmasi negatif (negative disconfirmation). Produk yang buruk tidak sesuai dengan harapan konsumen akan mengakibatkan kekecewaan, sehingga konsumen merasa tidak puas. Sehingga dapat dikemukakan bahwa mempelajari ataupun mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu barang maupun jasa itu sangat penting bagi para pemasar, hal ini dikarenakan agar kebijakan dan strategi pemasaran yang nantinya dilaksanakan akan berhasil sebab telah sesuai dengan apa yang diinginkan serta diharapkan oleh para konsumen sebagai pengguna barang atau jasa tersebut dengan keadaan aktual atau sesungguhnya. 25 Pengalaman Produk dan Merek Harapan Mengenai Merek Seharusnya Berfungsi Evaluasi Mengenai Fungsi Merek yang Sesungguhnya Evaluasi Gap Antara Harapan dan yang Sesungguhnya Ketidakpuasan Emosional : Merek Tidak Memenuhi .Harapan Konfirmasi Harapan: Fungsi Merek Tidak Berbeda dengan Harapan Kepuasan Emosional Fungsi Merek Melebihi Harapan Gambar 1. The Expectancy Disconfirmation Model Sumber : Mowen dan Minor (1998) diacu dalam Sumarwan (2002) 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia sangat tinggi untuk ukuran internasional yaitu sebesar 139,15 kg/kapita/tahun. Apabila konsumsi beras tetap seperti itu, maka diperkirakan kebutuhan konsumsi tahun 2030 sebesar 59 juta ton. Selain itu, jika laju pertumbuhan penduduk tiap tahun meningkat dan lahan pertanian semakin berkurang karena alih fungsi lahan. Maka dipastikan akan mengancam ketahanan pangan Indonesia. Untuk menanggulangi kondisi tersebut, pemerintah Indonesia melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan produktivitas dengan tujuan menanggulangi masalah ketersediaan pangan. Program yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi beras ialah program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Salah satu program didalamnya ialah penggunaan teknologi benih padi hibrida. Padi hibrida memiliki produktivitas 8-10 ton per hektar atau 15-20 persen di atas benih padi inbrida, yaitu rata-rata nasional 5-6 ton per hektar. Akan tetapi mengapa benih padi hibrida yang dapat meningkatkan produktivitas dan memiliki potensi hasil lebih tinggi 26 dari padi Inbrida tetapi luas areal penanamannya tidak berkembang dengan pesat di kalangan para petani atau keunggulan yang dimiliki padi hibrida tidak membuat benih padi hibrida mendominasi lahan persawahan di Kabupaten Bogor khususnya di Kecamatan Cigombong. Ternyata keunggulan yang dimiliki oleh benih padi hibrida mempunyai kendala di kalangan petani, seperti harga benih yang mahal, menanam benih harus selalu menggunakan F1 benih padi hibrida, dan memerlukan unsur hara yang lebih tinggi. Adanya kondisi tersebut akan menjadi suatu kendala bagi para petani di dalam menanam benih padi hibrida, sebab para petani di Indonesia khususnya di Kabupaten Bogor memiliki pemahaman teknis budidaya padi yang susah untuk diubah. Sehingga hal ini yang menyebabkan respon petani terhadap benih padi hibrida kurang baik dan mengakibatkan tingkat penanaman benih padi hibrida relatif kecil di kalangan petani. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemahaman dan analisis tentang perilaku petani yaitu sikap dan kepuasan petani terhadap benih padi hibrida. Karakteristik petani tidak terlepas dari kondisi demografi, ekonomi, budaya, keluarga, dan psikologis. Kemudian motivasi petani dalam penggunaan benih padi hibrida dan juga atribut-atribut yang dimiliki oleh benih padi hibrida akan senantiasa mempengaruhi sikap dan kepuasan petani terhadap penggunaan benih padi hibrida. Berdasarkan hal tersebut, pada akhirnya keputusan atau strategi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah ataupun para produsen benih padi hibrida (Lampiran 4) akan tepat karena sesuai dengan harapan atau apa yang diinginkan oleh para petani. Dalam penelitian ini alat analisis yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik dan motivasi petani ialah analisis Deskriptif. Lalu untuk melakukan identifikasi atribut-atribut benih padi yang paling dianggap penting oleh para petani ialah menggunakan analisis Cochran, dan untuk mengukur sikap petani padi hibrida terhadap atribut-atribut padi adalah menggunakan model sikap Multiatribut Fishbein. Sedangkan untuk menilai kepuasan petani terhadap masingmasing atribut padi berdasarkan pendapat para petani sebagai responden menggunakan alat analisis Customer Satisfaction Index (CSI). Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan masukan ataupun rekomendasi bagi penelitian selanjutnya. Kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 2. 27 Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Menggunakan Teknologi Padi Hibrida Tingkat Penanaman Benih Padi Hibrida Tidak Berkembang Pesat di Kalangan Petani Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Benih Padi Hibrida Atribut Produk Padi Hibrida Karakteristik dan Motivasi Petani - Analisis Deskriptif Analisis Sikap - Analisis Multiatribut Fishbein Analisis Kepuasan - Costumer Satisfaction Index Rekomendasi Strategi Kebijakan Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional 28