MAKALAH PEMULIAAN IKAN DASAR-DASAR HIBRIDISASI PADA IKAN BUDIDAYA Disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pemuliaan Ikan dengan dosen pengampu: Dr. Ir. Agoes Soeprijanto, M.S Disusun oleh: Dewi Sa’adhatul Masruroh NIM. 185080500111006 B02/18 PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2020 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, karunia serta ridhoNya penulis dapat menyelesaikan Makalah Pemuliaan Ikan dengan judul: “DasarDasar dan Praktis HIbridisasi pada Ikan Budidaya”. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesa-besarnya kepada Dr. Ir. Agoes Soeprijanto, M.S selaku dosen pengampu mata kuliah Pemuliaan Ikan dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu penulis megharapkan kritik dan saran yang dapat membangun penulis. Hasil dari makalah ini diharapkan bisa menambah ilmu bagi pembaca. Demikian penulis sampaikan terimakasih Malang, Oktober 2020 Penulis ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .........................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................... 2 BAB II. PEMBAHASAN ........................................................................................ 3 2.1 Pengertian Hibrida ................................................................................. 3 2.2 Hibridisasi Alami .................................................................................... 3 2.3 Hibridisasi Artificial ................................................................................ 7 2.4 Hereditas Hibrida ................................................................................... 8 2.5 Heterosis ............................................................................................. 11 BAB III. PENUTUP ............................................................................................ 13 3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14 iii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Formasi dari M. ambycephala x C. alburnus (Zhou et al., 2015) ..................... 6 2. Tingkat Pertumbuhan hibrida timbal balik dan spesies sturgeon induk di akuarium .............................................................................................................. 9 3. Perbedaan matroklinal dalam jumlah vertebrata antara hibrida resiprokal .... 10 4. Model miRNA-transkirp untuk Expression Regulation selama hibridisasi (Zhou et al., 2015)........................................................................................................ 11 iv BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan terdiri dari beberapa, yaitu perikanan budidaya, perikanan tangkap serta pengolahan perikanan. Budidaya perikanan sendiri adalah suatu kegiatan pemeliharaan serta penangkaran organisme (biota air) untuk memperoleh keuntungan. Jika dibandingkan dengan sektor lain seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya didapatkan hasil produksi dari memelihara biota akuatik dalam tempat (kolam atau tambak) yang terkontrol. Pemeliharan pada budidaya meliputi pembenihan dan pembesaran. Aktivitas budidaya yang dilakukan terdiri dari (1) mempertahankan keberlangsungan hidup (survival), (2) pertumbuhan organsme (growth), dan 3) mengembangbiakan (reproduction) pada biota akuatik. Kementrian Kelautan dan Perikanan setiap tahunnya selalu memiliki target bagi sektor perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Target yang diberikan tentunya selalu meningkat setiap tahunnya. Khususnya perikanan budidaya membutuhkan cara jitu dan tepat unntuk meningkatkan produksi. Salah satu cara dalam meningkatkan produksi perikanan budidaya yaitu dengan “bermain” dengan aspek genetik serta reproduksi ikan. Menurut Ath-thar, et al. (2011) bahwa aspek genetik yang bisa dilakukan yaitu membentuk strain unggul yang memiliki laju pertumbuhan lebih cepat daripada strain sebelumnya (sudah ada) dari pemuliaan yang dilakukan. Pemuliaan dilakukan dengan berbagai cara, menurut Nugroho, et al. (2001) bahwa ada dua cara pemuliaan untuk menghasilkan strain unggul yaitu konvensional dan inkonvensional. Hibridisasi merupakan salah satu cara konvensional yang tidak membutuhkan durasi waktu yang sama. Program 1 perbaikan mutu dari benih ikan air tawar di negara kita adalah sisten pembenihan skala nasional dimana kegiatan ini mengikutsertakan para pertain benih untuk menghasilkan benih siap tebar hasil dari induk utama dengan varietas unggul. Adanya stok induk unggul dibutuhkan dalam perbaikan mutu benih dengan cara perbaikan mutu genetik, khususnya dengan cara seleksi dan hibridisasi agar menghasilkan varietas unggul (Ath-thar et al., 2011). 1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian hibridisasi. 2. Untuk mengetahui proses hibridisasi alami. 3. Untuk mengetahui proses hibridisasi artificial (buatan). 4. Untuk mengetahui pengaruh hereditas ada hibridisasi. 5. Untuk mengetahui pengaruh heterosis pada hibridisasi. 1.3 Manfaat 1. Mengetahui pengertian hibridisasi. 2. Mengetahui proses hibridisasi alami. 3. Mengetahui proses hibridisasi artificial (buatan). 4. Mengetahui pengaruh hereditas ada hibridisasi 5. Mengetahui pengaruh heterosis pada hibridisasi 2 BAB II. PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hibrida Hibridisasi adalah cara umum di budidaya ikan, meskipun belum bisa mencapai target ekonomi. Di Rusia, cara ini telah menyelesaikan masalah pembudidaya ikan mas di daerah utara. Hasil yang tercipta yaitu persilangan spesies dan varietas Carassius dan penyilangan ikan mas dan Carassius. Percobaan menunjukkan bahwa hibridisasi mempunyai kemungkinan yang luas dalam budidaya. Hibrida diajukan bersamaan dengan spesies murni (bukan sebagai pengganti). Preferensi untuk hibria didasarkan pada karateristik inheren heterosis hibrida (kekuatan hibrida) yang berubah sebagai tingkat pertumbuhan intensif, viabilitas yang lebih tinggi, fleksibilitas dan biasanya terjadi matang seksual dini. Arti penting hibridisasi menurut Charles Darwin yaitu “Jika kita tidak menerima dengan mudah, setidaknya kita akan menganggapnya sangat mungkin – adanya hukum besar di alam, hukum persilangan hewan dan tumbuhan yang tidak terkait erat satu sama lainnya, sehingga sangat berguna dan bahkan perlu”. Persilangan merupakan suatu proses perkawinan pada individu-individu yang beda spesies (persilangan interspesifik) atau individu dengan gen yang beda dari spesies yang masih sama (persilangan intraspesifik). Menurut Gjedrem (1993) bahwa persilangan dilakukan untuk mendapatkan keuntungan, salah satunya yaitu untuk mendapatkan keturunan yang lebih baik dari dua individu yang berbeda atau biasa disebut dengan hibridisasi. Cara ini pada beberapa studi menghasilkan benih yang punya keunggulan tertentu. 2.2 Hibridisasi Alami Penelitian tentang sebab dan aturan proses hibridisasi yang ada terjadi di alam didapat kemungkinan dan metode pemanfaatn hibridisasi dalam budidaya 3 ikan. Perlu dipahami bahwa tidak ada hewan lain selain ikan yang melakukan persilangan jarak jauh (interspesifik dan antargenerasi) yang terjadi sangat sering sehingga didapat banyak hasil untuk hibrida. Kejadian ini berlaku khususnya unntuk ikan air tawar, karena isolasi reproduktif sering dilanggar dibanding dengan ikan laut karena kualifikasi hidrologi di sungai kurang konstan dibandingkan dengan di laut. Di alam, sebagian besar hibrida adalah sebagai specimen tunggal, namun terkadang hibridisasi skala besar bisa terjadi akibat dari pelanggaran kondisi reproduksi spesies tersebut. Kelimpahan individu dari satu spesies yang muncul besama dengan jumlah spesies lain lebih sedikit. Hal ini akan meningkatkan terjadinya persilangan antarspesies. Sehingga, kemungkinan persilangan tinggi ketika sejumlah besar spesies masuk ke daerah baru, sementara spesies asli (aborigin) tetap rendah. Ada dua sudut pandang yang menarik mengenai ikan hibrida yaitu (1) objek untuk budidaya ikan komersial jika akan menggunakan heterosis generasi pertama; hibrida steril cocok untuk hal ini dan (2) untuk menghasilkan bentuk bentuk hibridogenik baru bila kemampuan reproduksi sangat dibutuhkan. Pengentahuan tentang reproduksi hibrida merupakan hal penting yang harus diketahui pada proses hibridisasi ini. Tingkat kesuburan hibrida tidak selalu sesuai dengan derajat hubungan taksonomi spesies yang disilangkan. Hibrida intergenerik mungkin lebih subur daripada hibrida intragenerik. Lebih seringnya, hibribda dengan respon timbal balik dihasilkan dengan menyilangkan spesies yang sama, namun dengan mengubah spesies betina dari satu spesies dengan jantan dari spesies lain atau sebaliknya, bisa saja berdampak dengan kemandulan yang berbeda. Hibrida individu dapat bervariasi infertilitas. Ada cara untuk menghilangkan kemandulan total pada hibrida yaitu dengan melakukan hibridisasi dalam skala yang lebih besar. 4 Sehingga akan menghasilkan banyak individu hibrida yang mungkin diantaranya mungkin subur. Hal ini diharapkan meningkat pada generasi hibrida kedua. Menurut LS Berg dalam bukunya yang berjudul “Freshwater fishes of the USSR and the neighboring countries” tahun 1948 menyebutkan bentuk famili hibrida dari persilangan berikut: No. Persilangan Species Keterangan 1 Huso dauricus x Acipenser schrencki Kaluga x Amur sturgeon 2. H. huso x A. nudiventris Beluga x spiny sturgeon 3. H. huso x A. güldenstädti Beluga x sturgeon 4. H. huso x A. stellatus Beluga x stellate sturgeon 5. A. nudiventris x A. stellatus Spiny sturgeon x stellate sturgeon 6. A. ruthenus x A. güldenstädti Sterlet x sturgeon 7. A. güldenstädti x A. stellatus Sterlet x stellate sturgeon 8. A. güldenstädti x A. stellatus Sturgeon x stellate sturgeon 9. A. baeri x A. ruthenus Siberian sturgeon x sterlet Daftar ini tidak mencakup seluruh varietas hibrida acipensired yang mampu hidup di alam. Kapasitas Acipenseridae untuk kawin menghasilkan variabilitas yang lebih tinggi dan pembentukan varietas yang berbeda. Ikan hibrida tersebar luas di seluruh dunia, mulai hibridisasi antarspesies buatan maupun alami. Setelah melewati penghalang antarspesies, individu baru akan terentuk menunjukkan heterosis (pertumbuhan cepat dan mampu beradaptasi dengan cepat). Keturunan yang subur menjanjikan ada pada consecutive model across diversification. Oleh sebab itu, penelitian transcriptome dari hibridisasi yang baru lahir dapat mereproduksi mekanisme genetic asli dari hibrida alami dan menunjukkan dasar molekular untuk hybrid vigor dan adative traits (Zhou et al., 2015). 5 Hasil penelitian dari Zhou, et al. (2015) menunjukkan hasil dari persilangan hibrida M. ambycephala x C. alburnus. Berikut hasil yang ditunjukkan dalam skema: Gambar 1. Formasi dari M. ambycephala x C. alburnus (Zhou et al., 2015) Menurut Ath-thar, et al. (2011) bahwa bentuk usaha dari Indonesia untuk memperbaiki mutu benih ikan tawar yaitu dengan menjalankan program sistem nasional. Dalam hal ini peran petani pembenih sangat dibutuhkan untuk memproduksi benih siap tebar yang merupakan hasil dari induk pokok varietas unggul. Keuntungan dari hibridisasi adalah akan terjadi penurunan homozigositas gen, meningkatkan heterozigositas gen serta keturunan yg lebih baik jika hibridisasi kekerabatan yg disilangkan jauh. 6 2.3 Hibridisasi Artificial Sturgeon memiliki kemampuan yang luar biasa untuk cross dan hibrida mereka memiliki kesuburan dalam berbagai tingkatan. Terdapat lebih banyak peluang untuk menghasilkan hibrida yang benar-benar subur yaitu apabila spesies yang disilangkan mempunyai jumlah kromosom yang sama serta harus homolog dan dapat berkonjugasi pada proses gametogenesis. Jika jumlah kromosom tidak sama serta ada kesalahan di proses konjugasi, kejadian mandul didapat dari berbagai tingkatan. Spesies family sturgeon seperti Huso huso, sterlet (Acipenser ruthernus), starred sturgeon (A. guldenstadti), ship sturgeon (A. nudiventris) dan beberapa yang lain dengan karakteristik yaitu jumlah kromosom yang kecil (± 60), sedangkan jumlah kromosom A. guldenstadti lebih dai dua kali lipat. Sehingga, persilangan dari empat spesies pertama dalam kombinasi apapun akan memiliki peluang besar untuk menghasilkan hibrida yang subur; menyilangkan keempatnya dengan A. guldenstadti menghasilkan hibrida dengan kesuburan yang benarbenar steril dengan gametogenesis abnormal. Oleh sebab itu, sebelum memulai hibridisasi, kromosom kompleks dari spesies yang akan disilangkan harus dipelajari. Hal ini memungkinan untuk membuat prediksi dengan tingkat kemungkinan yang lebih besar, apakah hibrida akan subur atau mandul serta menghindari terjadinya pemborosan tenaga kerja dan uang. Hibridisasi buatan pertama Acipenseridae dilakukan sejak tahun 1869 oleh FV Ovysyannikov namun berhenti untuk waktu yang cukup lama. Penelitian berikutnya dilakukan oleh program penelitian VNIRO (All Union Research Institute of Marine Fisheries and Oceanography). Dalam penelitian ini memanfaatkan heterosis dari bentuk hibrida Acipenseridae saat membesarkannya di kolam air tawar dan waduk. Hibrida yang mencapai kematangan seksual lebih awal dari Acipenseridae lainnya, diasumsikan sebagai hibrida yang dihasilkan akan berbeda 7 secara mengutntungkan daripada Acipenseridae jenis anadromous yang matang terakhir. Hibrida buatan (artificial) menurut Zhou, et al. (2015) bisa didapat dilaboratorium yang berbeda gen melalui hibridisasi interspesifik dapat memfasilitasi epigenetic, genetic dan functional diversification pada proses penelitian. Sedangkan pada Scribner, et al. (2001) menjelaskan bahwa bidang akuakultur adalah faktor penyebab utama terjadinya persilangan hibridisasi secara buatan di tempat pembenihan. Hal ini bisa dipahami bahwa translokasi spesies sengaja dilakukan di lokasi yang dibuat mirip dengan aslinya. Spesies dianggap terisolasi dalam waktu sementara jika situasi dimana habitat pemijahan dibagi dan terjadi pemijahan pada waktu yang berbeda. 2.4 Hereditas Hibrida Beberapa ilmuwan memaparkan bahwa sebagian besar perkembangan karakteristik hibrida dipengaruhi oleh lingkungan tempat hibdrida dikembangbiakkan, hal ini dikarenakan adanya heterozigositas hibrida yang tinggi. Penelitian tentang ciri-ciri morfologi hibrida tentu dari sturgeon, ikan mas dan sebagainya jika dibandingkan dengan spesies induknya telah menunjukkan bahwa hibrida mempunyai keturunan menengah pada generasi kedua, pun pada generasi yang dihasilkan oleh back-crossing dan triple-crossing. Perbandingan generasi pertama dengan berikutnya, sering dicirikan dengan variabilitas yang lebih besar. Namun, tidak ada pemisahan morfologi khusus yang diikuti dengan kembali ke spesies awal yang diamati. Hal ini diyakini bahwa hibrida interspesifik mempunyai hereditas menengah permanen (tidak mematuhi hukum segregasi Mendel). Pada persilangan interspesifik, ketika banyak gen mempengaruhi perkembangan beberapa karakteristik dengan cara yang sama akan mengakibatkan pewarisan polimer tinggi. 8 Pada persilangan intraspecific crossing (contoh: inter-racial), ras bisa diwakilkan oleh betina atau jantan karena disini untuk karakteristik keturunan tidak berpengaruh. Sehingga, hubungan timbal balik hibrida tidak berbeda satu sama lain. Hal ini dijelaskan dengan rumus: A x B = B x A. Namun pada persilangan interspesifik, antargenik, dan jarak jauh, persilangan timbal balik bisa saja berbeda. Perbedaan bentuk timbal balik hibrida ditentukan oleh adanya perbedaan sitoplasma spesies yang disilangkan, menghasilkan interaksi yang berbeda antara inti dan plasma di persilangan timbal balik. Adanya ketidakcocokan sitoplasma di spesies tertentu dengan kromosom beberapa spesies lain disebabkan oleh penentuan genetik sitoplasma. Sehingga, sebagian hibrida dapat bertahan dan sisa nya tidak. Kejadian yang sama juga berlaku untuk berbagai tingkat heterosis pada hibrida timbal balik sebagai factor penentu manifestasi. Hereditas sitoplasma adalah satu dasar dari pewarisan matroklin. Keterangan: 1. Acipenser guldenstadti 2. Acipenser ruthenus 3. A. ruthenus ♀ x A. guldenstadti ♂ 4. A. guldestadti ♀ x A. ruthenus ♂ Gambar hibrida 2. Tingkat timbal balik Pertumbuhan dan spesies sturgeon induk di akuarium 9 Keterangan: 1. Kr: Carrasiuss carassius 2. CrCp: Carrasius carassius ♀ x Cyprinus carpio ♂ 3. CpCr: Cyprinus carpio ♀ x Carrasius carrasius ♂ 4. Cp: Cyprinus carpio Gambar 3. Perbedaan matroklinal dalam jumlah vertebrata antara hibrida resiprokal Beberapa kejadian pada hibridisasi jarak jauh tidak bisa dijelaskan tanpa adanya pertimbangan gynogenesis sebagai salah satu masalah dasar dari teori tersebut. Proses pembuahan di reproduksi ketika sel sperma berhasil masuk pada sel telur untuk mengaktifkan telur untuk aktif sehingga sifat keturunan ditentukan oleh pronucleus betina saja karena kromosom jantan tidak berkontribusi, hal ini disebut denan gynogenesis. Hasil dari gynogenesis hanya betina sehingga perlu diperhatikan untuk mengontrol rasio ikan jantan. Penelitian yang dilakukan oleh Zhou, et al. (2015), galur M. ambychepala x C. alburnus dari hibrida baru dari genera berbeda dengan genom B dan T, menunjukkan peningkatan adaptasi terhadap stress dan pencairan genetik organisme. Sedangkan, heterosis ini diturunkan ke F1 ke F2, yang menjamin penampilan stabil pada keturunannya. Perbaikan proses ini, fenotipe herediter dihasilkaan dari variasi genom serta menyebabkan ekspresi miRNA dan mRNA berubah, hal ini dibuat skema pengaturan untuk hibrida. 10 Gambar 4. Model miRNA-transkirp untuk Expression Regulation selama hibridisasi (Zhou et al., 2015) 2.5 Heterosis Heterosis pada ikan hibrida adalah kejadian alam yang diamati pada berbagai famili seperti pada Acipenseridae, Salmonidae, Cyprinidae, Percidae, Centrachidae, dan Poeciliidae. Aturan yang berlaku yaitu heterosis lebih menonjol pada hibrida intergenik yang tidak berkerabat dekat, dibandingkan pada hibrida interspesifik atau intraspesifik. Heterosis terjadi dalam berbagai tingkatan. Heterosis wajib digunakan pada skala yang lebih besar di budidaya ikan selektif. Menurut Su, et al. (2013) bahwa dalam memperoleh heterosis dapat dilakukan dengan hibridisasi banyak sebagai langkah cepat dalam meningkatkan biomassa. Hal ini didukung dengan rumus persamaan dalam menyatakan nilai heterosis oleh Aslam, et al. (2010) yaitu nilai rerata tetua (mid-parent heterosis) serta nilai tetua tertinggi: 11 Mid-parent heterosis, h = High-parent heterosis, h = dimana: F1: rerata hibrida HP: rerata tetua dengan nilai tertinggi pada karakter tertentu P1 dan P2: rerata tetua 1 dan 2 12 BAB III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dapat disimpulkan bahwa hibridisasi adalah suatu usaha persilangan yang dilakukan antar spesies untuk mendapatkan spesies unggul guna memperbaiki produksi budidaya. Hibridisasi dilakukan dengan cara alami dan buatan. Hereditas menengah permanen akan dialami ketika proses hibrida interspesifik dimana banyak gen yang mempengaruhi perkembangan beberapa karakteristik dengan cara yang sama dan kemudian berakibat pada pewarisan polimer yang tinggi. Heterosis adalah salah satu proses untuk meningkatkan biomassa dengan melakukan hibridisasi. 13 DAFTAR PUSTAKA Aslam, S., S. M. Khan, M. Saleem, A. S. Qureshi, A. Khan, M. Islam and S. M. Khan. 2010. Heterosis for the improvement of oil quality in sunflower (Helianthus annuus L.). Pak. J. Bot. 42(2): 1003-1008. Ath-thar, M.F., V. A. Prakoso dan R. Gustiano. 2011. Keragaan pertumbuhan hibridisasi empat strain ikan mas. Berita Biologi. 10(5): 613-620. Berg, L. S. 1948. Freshwater fishes of the USSR and neighbouring countries. Academy of Sciences of the USSR. Moscow, Leningrad. Gjedrem T. 1993. International selective breeding programs: constraints and future prospect. In: Selective Breeding of Fishes in Asia and The United States. Proceeding of a Workshop in Honolulu, Hawaii. 18-32. Nikoljukin, N. I. 1971. Fundamentals of hybridization in fish culture. Lecture of the seminar/study tour in the USSR on genetic selection and hybridization of cultivated fishes. 2926: 365. Nikoljukin, N. I. 1971. Hybridization of Acipenseridae and its practical significance. Food Agric. 2926: 328-334. Scribner, K. T., K. S. Page dan M. L. Bartron. 2000. Hybridization in freshwater fishes: a review of case studies and cytonuclear methods of biological inference. Reviews in Fish Biology and Fisheries. 10(3): 293-323. Su, S., P. Xu and X. Yuan. 2013. Estimates of combining ability and heterosis for growth traits in a full diallel cross of three strains of common carp, Cyprinus carpio L. African Journal of Biotechnology. 12(22): 3514-3521. Zhou, Y., L. Ren, J. Xiao, H. Zhong, J. Wang, J. Hu, F. Yu, M. Tao, C. Zhang, Y. Liu and S. Liu. 2015. Global transcriptional and miRNA insights into bases of heterosis in hybridization of Cyprinidae. Scientific Report. 5: 1-11. 14