TUGAS TERSTUKTUR MATA KULIAH ANALISIS LANSKAP TERPADU TEORI PEMBENTUKAN MUKA BUMI (Plate Tectonic Theory) DAN PROSES PEMBENTUKAN/GEOMORFOLOGI KOTA SURABAYA-JAWA TIMUR DOSEN PENGAMPU: Dr. Ir. SUDARTO, MS. DISUSUN OLEH: NAMA : ASTIDHIA NADIA NIM : 135040200111062 KELAS :C PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 TEORI PEMBENTUKAN RELIEF (MUKA) BUMI PLATE TECTONIC THEORY (TEORI LEMPENG TEKTONIK) Sudah sejak lama para ahli kebumian meyakini bahwa benua-benua yang ada di muka bumi ini sebenarnya tidaklah tetap di tempatnya, akan tetapi secara berlahan benua benua tersebut bermigrasi di sepanjang bola bumi. Terpisahnya bagian daratan dari daratan asalnya dapat membentuk suatu lautan yang baru dan dapat juga berakibat pada terjadinya proses daur ulang lantai samudra kedalam interior bumi. Sifat mobilitas dari kerak bumi diketahui dengan adanya gempabumi, aktifitas gunungapi dan pembentukan pegunungan (orogenesa). Berdasarkan ilmu pengetahuan kebumian, teori yang menjelaskan mengenai bumi yang dinamis dikenal dengan Tektonik Lempeng. Terdapat beberapa hipotesa mengenai pembentukan dari lempeng tektonik: 1. Hipotesa Pengapungan Benua (Continental Drift) Revolusi dalam ilmu pengetahuan kebumian sudah dimulai sejak awal abad ke 19, yaitu ketika munculnya suatu pemikiran yang bersifat radikal pada kala itu dengan mengajukan hipotesa tentang benua benua yang bersifat mobil yang ada di permukaan bumi. Sebenarnya teori tektonik lempeng sudah muncul ketika gagasan mengenai hipotesa. Pengapungan Benua (Continental Drift) diperkenalkan pertama kalinya oleh Alfred Wegener (1915) dalam bukunya “The Origins of Oceans and Continents”. Pada hakekatnya hipotesa pengapungan benua adalah suatu hipotesa yang menganggap bahwa benua-benua yang ada saat ini dahulunya bersatu yang dikenal sebagai super-kontinen yang bernama Pangaea. Superkontinen Pangea ini diduga terbentuk pada 200 juta tahun yang lalu yang kemudian terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang kemudian bermigrasi ke posisi seperti saat ini. 2. Hipotesa Pemekaran Lantai Samudra (Sea Floor Spreading) Hipotesa pemekaran lantai samudra dikemukakan pertama kalinya oleh Harry Hess (1960) dalam tulisannya yang berjudul “Essay in geopoetry describing evidence for sea-floor spreading”. Dalam tulisannya diuraikan mengenai bukti-bukti adanya pemekaran lantai samudra yang terjadi di pematang tengah samudra (mid oceanic ridges), Guyots, serta umur kerak samudra yang lebih muda dari 180 juta tahun. Hipotesa pemekaran lantai samudra pada dasarnya adalah suatu hipotesa yang menganggap bahwa bagian kulit bumi yang ada didasar samudra Atlantik tepatnya di Pematang Tengah Samudra mengalami pemekaran yang diakibatkan oleh gaya tarikan (tensional force) yang digerakan oleh arus konveksi yang berada di bagian mantel bumi (astenosfir). Akibat dari pemekaran yang terjadi disepanjang sumbu Pematang Tengah Samudra, maka magma yang berasal dari astenosfir kemudian naik dan membeku. Pergerakan lantai samudra (litosfir) ke arah kiri dan kanan di sepanjang sumbu pemekaran Pematang Tengah Samudra lebih disebabkan oleh arus konveksi yang berasal dari lapisan mantel bumi (astenosfir). Arus konveksi inilah yang menggerakan kerak samudra (lempeng samudra) yang berfungsi sebagai ban berjalan (conveyorbelt). 3. Teori Tektonik Lempeng Teori tektonik lempeng adalah suatu teori yang menjelaskan mengenai sifat-sifat bumi yang mobil/dinamis yang disebabkan oleh gaya endogen yang berasal dari dalam bumi. Dalam teori tektonik lempeng dinyatakan bahwa pada dasarnya kerak-bumi (litosfir) terbagi dalam 13 lempeng besar dan kecil. Adapun lempeng-lempeng tersebut sebagai berikut: a. Lempeng Pasific (Pasific plate) b. Lempeng Euroasia (Eurasian plate) c. Lempeng India-Australia (Indian-Australian plate) d. Lempeng Afrika (African plate) e. Lempeng Amerika Utara (North American plate) f. Lempeng Amerika Selatan (South American plate) g. Lempeng Antartika (Antartic plate) Serta beberapa lempeng kecil seperti: a. Lempeng Nasca (Nasca plate) b. Lempeng Arab (Arabian plate) c. Lempeng Karibia (Caribian plate) d. Lempeng Philippines (Phillippines plate) e. Lempeng Scotia (Scotia plate) f. Lempeng Cocos (Cocos plate) Batas-batas dari ke 13 lempeng tersebut diatas dapat dibedakan berdasarkan interaksi antara lempengnya sebagai berikut: a. Batas Konvergen Batas konvergen adalah batas antar lempeng yang saling bertumbukan. Batas lempeng konvergen dapat berupa batas Subduksi (Subduction) atau Obduksi (Obduction). Batas subduksi adalah batas lempeng yang berupa tumbukan lempeng dimana salah satu empeng menyusup ke dalam perut bumi dan lempeng lainnya terangkat ke permukaan. Contoh batas lempeng konvergen dengan tipe subduksi adalah Kepulauan Indonesia sebagai bagian dari lempeng benua Asia Tenggara dengan lempeng samudra Hindia–Australia di sebelah selatan Sumatra-Jawa-NTB dan NTT. Batas kedua lempeng ini berupa suatu zona subduksi yang terletak di laut yang berbentuk palung (trench) yang memanjang dari Sumatra, Jawa, hingga ke Nusa Tenggara Timur. Contoh lainnya adalah kepulauan Philipina, sebagai hasil subduksi antara lempeng samudra Philipina dengan lempeng samudra Pasifik. Obduksi (Obduction) adalah batas lempeng yang merupakan hasil tumbukan lempeng benua dengan benua yang membentuk suatu rangkaian pegunungan. Contoh batas lempeng tipe obduksi adalah pegunungan Himalaya yang merupakan hasil tumbukan lempeng benua India dengan lempeng benua Eurasia. b. Batas Divergen Batas divergen adalah batas antar lempeng yang saling menjauh satu dan lainnya. Pemisahan ini disebabkan karena adanya gaya tarik (tensional force) yang mengakibatkan naiknya magma kepermukaan dan membentuk material baru berupa lava yang kemudian berdampak pada lempeng yang saling menjauh. Contoh yang paling terkenal dari batas lempeng jenis divergen adalah Punggung Tengah Samudra (Mid Oceanic Ridges) yang berada di dasar samudra Atlantik, disamping itu contoh lainnya adalah rifting yang terjadi antara benua Afrika dengan Jazirah Arab yang membentuk laut merah. c. Batas Transform Batas transform adalah batas antar lempeng yang saling berpapasan dan saling bergeser satu dan lainnya menghasilkan suatu sesar mendatar jenis Strike Slip Fault. Contoh batas lempeng jenis transforms adalah patahan San Andreas di Amerika Serikat yang merupakan pergeseran lempeng samudra Pasifik dengan lempeng benua Amerika Utara. Berdasarkan teori tektonik lempeng, lempeng-lempeng yang ada saling bergerak dan berinteraksi satu dengan lainnya. Pergerakan lempeng lempeng tersebut juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh rotasi bumi pada sumbunya. Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan rotasi yang terjadi bola bumi akan akan semakin cepat ke arah ekuator. 4. Tatanan Tektonik (Tectonic Setting) Tatanan tektonik yang ada disuatu wilayah sangat dipengaruhi oleh posisi tektonik yang bekerja di wilayah tersebut. Sebagaimana sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, interaksi antar lempeng yang terjadi pada batas-batas lempeng konvergen, divergen dan transform akan menghasilkan tatanan tektonik tertentu. PROSES PEMBENTUKAN/GEOMORFOLOGI KOTA SEMARANG-JAWA TENGAH Gambaran umum kota Surabaya dapat dideskripsikan seperti berikut. Luas wilayah Kota Surabaya 33.048 Ha. Wilayah Surabaya secara umum terbagim menjadi 4 wilayah yaitu Surabaya Pusat, Surabaya Timor, Surabaya Barat, Surabaya Utara, dan Surabaya Selatan. Secara administratif, Kota Surabaya terbagi dalam dalam 31 Kecamatan, 163 Kelurahan, 1.363 Rukun Warga, dan 8.909 Rukun Tetangga. Kota Surabaya memiliki ketinggian tanah antara 0 – 20 meter atas permukaan laut, sedangkan pada daerah pantai ketinggiannya berkisar antara 1–3 meter diatas permukaan laut. Sebagian besar Kota Surabaya memiliki ketinggian tanah antara 0 – 10 meter (80,72 % atau sekitar 26.345,19 Ha) yang menyebar di bagian timur, utara, selatan dan pusat kota. Wilayah kota Surabaya merupakan dominan daerah dataran rendah, yang berkisar 80% merupakan endapan alluvial dan sisanya merupakan perbukitan rendah yang dibentuk oleh tanah hasil pelapukan batuan tersier/tua. Dataran rendah meliputi wilayah Surabaya Timur, Utara dan Selatan memiliki kemiringan <3% dan terletak pada ketinggian <10m dari permukaan laut. Dataran rendah terbentuk dari endapan alluvial sungai dan endapan pantai. Bagian tengah Kota Surabaya terbentuk oleh endapan Sungai Brantas beserta cabang-cabang sungainya dan endapan sungai Rowo. Endapan sungai Brantas berasal dari letusan gunung-gunung berapi yang berada di hulu dan beberapa rombakan sebelumnya. Endapan ini biasanya berupa pasir (0,075 mm – 0,2 mm) dan kerikil (2 mm – 75 mm). bagian timur dan utara sampai sepanjang Selat Madura dibentuk oleh endapan pantai yang masuk ke daratan sampai kurang lebih 5 km. Endapan pantainya terdiri dari lempung lanau dan lempung kelanauan,sisipan tipis-tipis yang pada umumnya mengandung banyak kepingan kerang di beberapa tempat. Secara geologi kota Surabaya terbentuk oleh batuan sedimen yang berumur Miosen sampai Plistosen. Batuan sedimennya adalah bagian dari lajur Kendeng dengan formai Sonde, Lidah, Pucangan, dan formasi Kabuh. Batuan dasar untuk Kota Surabaya merupakan formasi Lidah yang berumur Pliosen (pre-tertiary). Formasi ini berada pada kedalaman 250 – 300 meter. Selain itu daerah Surabaya berupa cekungan endapan alluvial muda hasil endapan laut dan sungai, tuf dan batu pasir. DAFTAR PUSTAKA Madlazim., Bahri, Syafuldi. 2012. Pemetaan Topografi, Geofisika, dan Geologi Kota Surabaya: Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA) Vol 2 No 2, Desember 2012 ISSN: 2087-9946. Surabaya: Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Surabaya. Noor, Dajuhari. 2009. Pengantar Geologi: Teori Pembentukan Bumi dan Tektonik Lempeng. http://blog.unsri.ac.id/userfiles/Bab-2+Teori+Pembentukan+Bumi.pdf. Diakses pada tanggal 1 Maret 2016