EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN KANKER SERVIKS YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RS BETHESDA YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2006-2008 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh: Regina Citra Dewanti NIM : 06 8114 153 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN KANKER SERVIKS YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RS BETHESDA YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2006-2008 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh: Regina Citra Dewanti NIM : 06 8114 153 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 ii Halaman Persembahan Ketika kekhawatiran datang menghampiriku… Pencobaan menghimpitku… dan jalanku terasa semakin menanjak… Tuhan Yesus berkata : “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibrani 13:5) “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah Firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yeremia 29:11) Kupersembahkan karya kecil ini untuk : Bapa di surga yang selalu ada di setiap langkah kehidupanku Ibu dan Bapak terkasih yang selalu memberikan cinta dan dukungan Sahabat-sahabatku tercinta serta Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang kubanggakan v PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN KANKER SERVIKS YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RS BETHESDA YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2006-2008”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, kritik, dan saran demi terselesaikannya skripsi ini, khususnya kepada : 1. Bapa di surga atas cinta dan berkat-Nya yang tak henti mengalir sepanjang hidup penuls. 2. Ibu dan Bapak, terimakasih atas cinta, pengorbanan, motivasi dan dukungan yang senantiasa diberikan. 3. Direktur RS Bethesda yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di RS Bethesda. 4. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 5. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, serta memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. vii 6. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. dan Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas waktu, kritik, dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 7. Dosen-dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang tidak hanya memberikan bekal ilmu kepada penulis tetapi juga mengajarkan penulis untuk menjadi pribadi yang lebih humanis. 8. Dra. Pramuji Eko Wardani, M.A.B., Apt. selaku Kepala Instalasi Farmasi RS Bethesda yang telah bersedia meluangkan waktunya demi kelancaran penelitian ini. 9. Bapak Sis Wuryanto, S.KM. selaku Kepala Instalasi Rekam Medis beserta staf rekam medis (Bapak Zakharias Kurnia Purbobinuko dan Ibu Brigita Yuli Purwanti) atas kemurahan hatinya dalam membantu penulis mengambil data di bagian rekam medis. 10. dr. H. Rahardjo, Sp.OG selaku Ketua SMF Obstetri dan Ginekologi RS Bethesda atas kerjasamanya dan ijin yang diberikan kepada penulis untuk pengambilan data. 11. Bapak Yuson, staf bagian Pusmarsa RS Bethesda yang telah banyak membantu penulis dalam mengurus perijinan penelitian ini. 12. Bapak Warijan beserta staf bagian SDM RS Bethesda yang telah membantu penulis demi kelancaran penelitian ini. 13. Keluarga besar Marwan Partosoebroto (Pakde Pri, Bude Yeni, Pakde In, Mbak Nung, Mbak Indi, Bayu, Mas Indra, Dek Ardo, Dek Andre, Dek Lina, Dek Pandu, dan Adrian) terima kasih atas nilai-nilai hidup yang selama ini viii ditanamkan. Terima kasih pula atas cinta dan dukungan yang senantiasa mengalir pada penulis. 14. Sahabatku Maria Fea Yessy, terimakasih atas persahabatan yang telah terjalin selama 7 tahun ini, terimakasih atas suka, duka, tawa, tangis, dan tentunya dukungan yang senantiasa diberikan. 15. Sahabatku Dewi Susanti, terimakasih karena telah memperkaya penulis dengan perjalanan hidupnya yang luar biasa, terimakasih karena mau menjadi tempat berbagi dan berdiskusi kala penulis menemui kesulitan. 16. Sahabat-sahabatku : Cita Indah, Giri Wardhana, Citra Puspitasari, Angelina Septin, Maria Klara Dhika, Fidela Antonisca, Nugraheni Dwiari, Krisna Purna, dan Adipraja Kusuma. Terimakasih untuk persahabatan, motivasi, dan semangat yang senantiasa menyala dalam persahabatan kita. 17. Teman- teman FKK 06 khususnya kelas C : Helen, Esti, Mbak Siska, Yensi, Atik, Lita, Ayem, Mbak Rian, Henny, Riri, Vivin, Rere, Ricky, Jefry, Felix, Adi, dll serta teman- teman angkatan 2006 : Valida, Maya, Wiwit, Iren, Grace, Iren Christina, Jati, Handa, Vita, Winny, dll yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih telah menjadi bagian hidup penulis serta atas dukungan yang diberikan. Tidak lupa teman-teman KKN dukuh Gersik (Dewi, Erisa, Ambar, Adit, dan Lexy) yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis. 18. Kakak angkatan, Mbak Marlin, Mbak Sarah, Mbak Flora. Terimakasih telah bersedia meluangkan waktu untuk membantu dan berdiskusi dengan penulis. 19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu ix INTISARI Kanker serviks merupakan penyakit keganasan yang terjadi pada leher rahim. Salah satu bentuk pengobatan kanker serviks adalah kemoterapi. Efek samping dari kemoterapi salah satunya adalah terjadi penekanan produksi sel-sel darah termasuk komponen sel darah putih yang mengakibatkan pasien kanker rentan terhadap infeksi. Sehingga diperlukan antibiotik untuk mengatasi infeksi yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda periode tahun 2006-2008. Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Data diolah dengan analisis deskriptif dengan bantuan tabel atau gambar serta dilakukan evaluasi penggunaan antibiotiknya. Jumlah pasien yang dianalisis sebanyak 18 pasien (20 kasus). Karakteristik usia pasien terbanyak yakni 51-60 tahun (27,78%) dengan stadium terbanyak IIa (38,89%), dan usia pasien pada saat menikah yang terbanyak yakni < 20 tahun (60%). Terdapat 12 kelas terapi obat yang digunakan oleh kasus dengan penggunaan terbesar yakni obat saluran cerna sebesar 90%. Pada penggunaan antibiotik ditemukan 8 golongan antibiotik dengan golongan terbanyak yang digunakan yaitu golongan sefalosporin sebesar 60%. Drug Therapy Problems (DTPs) yang ditemukan adalah ada obat tanpa indikasi sebanyak 6 kasus, butuh tambahan obat sebanyak 2 kasus, pemakaian obat yang tidak efektif sebanyak 5 kasus, dosis terlalu rendah sebanyak 2 kasus, potensial Adverse Drug Reaction (ADR) dan interaksi obat sebanyak 5 kasus, serta dosis terlalu tinggi sebanyak 1 kasus Kata kunci : Drug Therapy Problems (DTPs), antibiotik, kanker serviks, kemoterapi , xii ABSTRACT Cervical cancer is a malignant disease on the uterus cervix. Chemotherapy is one of medical treatments on cervical cancer. One of the side effects caused by chemotherapy is the lessen production of blood cells including the white blood cells components that can cause cancer patients become susceptible due to infection. That is why antibiotics are needed to overcome the infection. This research aims to evaluate Drug Therapy Problems (DTPs) of antibiotics usage on the chemotherapy patients of cervical cancer in Bethesda Hospital during 2006-2008 period. This research is a non experimental research through descriptiveevaluative design with retrospective type. The data processing is with analyticdescriptive by using tables or diagram and also evaluating the antibiotics usage. Total amount of patients that were analyzed is 18 patients (20 cases). The largest amount characteristics of patient’s age range is 51-60 years old (27,78%) with most stadium is IIa (38,89%), and the patient’s age when they were married is < 20 years old (60%). There are 11 therapeutic classes of drugs that used by the case, with largest amount of usage is gastrointestinal drugs (90%). In the use of antibiotics we found 8 categories of antibiotics and the most used is the cephalosporin with 60%. Drug Therapy Problems (DTPs) detected is unnecessary drug therapy as much as 6 cases, need for additional drug therapy for 2 cases, ineffective drugs for 5 cases, dosage too low for 2 cases, potentially Adverse Drug Reaction (ADR) and drugs interactions for 5 cases, and dosage too high for 1 case. Keywords: Drug Therapy Problems (DTPs), antibiotics, cervical cancer, chemotherapy xiii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................ vi PRAKATA............................................................................................................ vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ xi INTISARI ............................................................................................................. xii ABSTRACT........................................................................................................... xiii DAFTAR ISI........................................................................................................ xiv DAFTAR TABEL................................................................................................ xix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xxi DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xxii BAB I PENGANTAR ........................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 1. Perumusan masalah....................................................................................3 2. Keaslian penelitian.....................................................................................4 3. Manfaat penelitian .....................................................................................5 B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5 1. Tujuan umum.............................................................................................5 xiv 2. Tujuan khusus ............................................................................................6 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ................................................................... 7 A. Kanker.......................................................................................................... 7 B. Kanker Serviks............................................................................................. 8 1. Epidemiologi..............................................................................................8 2. Patofisiologi ...............................................................................................9 3. Etiologi.....................................................................................................10 4. Gejala dan tanda.......................................................................................11 5. Stadium ....................................................................................................11 6. Diagnosis .................................................................................................12 7. Prognosis..................................................................................................13 C. Kemoterapi................................................................................................. 13 1. Prinsip kemoterapi ...................................................................................13 2. Kemoterapi pada kanker serviks..............................................................14 3. Efek samping kemoterapi ........................................................................15 4. Penatalaksanaan netropeni febril .............................................................16 D. Pengobatan Suportif pada Pasien Kanker .................................................. 17 E. Infeksi Pada Kanker ................................................................................... 17 F. Infeksi pada Kanker Serviks ...................................................................... 19 G. Antibiotika ................................................................................................. 19 xv 1. Definisi.....................................................................................................19 2. Prinsip penggunaan antibiotika................................................................20 3. Klasifikasi antibiotika ..............................................................................20 4. Antibiotika pada pembedahan histerektomi ............................................21 H. Drug Therapy Problems (DTPs)................................................................ 22 I. Keterangan Empiris ................................................................................... 24 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 25 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 25 B. Definisi Operasional .................................................................................. 25 C. Subyek Penelitian....................................................................................... 27 D. Bahan Penelitian ........................................................................................ 27 E. Lokasi Penelitian........................................................................................ 27 F. Tata Cara Penelitian ................................................................................... 27 1. Tahap perencanaan ..................................................................................28 2. Tahap pengambilan data ..........................................................................28 3. Tahap penyelesaian data ..........................................................................29 G. Tata Cara Analisis Hasil ............................................................................ 30 1. Karakteristik pasien .................................................................................30 2. Profil penggunaan obat ............................................................................31 3. Profil penggunaan antibiotik....................................................................31 xvi 4. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs)...............................................31 H. Kesulitan Penelitian ................................................................................... 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 33 A. Karakteristik Pasien ................................................................................... 33 1. Persentase jumlah pasien berdasarkan stadium kanker serviks ...............33 2. Persentase jumlah pasien berdasarkan usia .............................................35 3. Persentase jumlah pasien berdasarkan usia menikah...............................36 B. Profil Penggunaan Obat Pasien Kanker Serviks ........................................ 37 1. Obat antineoplastik ..................................................................................39 2. Obat saluran cerna ...................................................................................40 3. Obat susunan saraf ...................................................................................41 4. Vitamin dan mineral ................................................................................42 5. Obat kardiovaskuler dan sistem hematopoeitik .......................................44 6. Suplemen makanan ..................................................................................45 7. Hormon ....................................................................................................46 8. Obat saluran nafas....................................................................................46 9. Obat sistem saluran kemih dan kelamin ..................................................47 10. Obat sistem muskuloskeletal ...................................................................47 11. Obat mulut dan tenggorokan....................................................................48 12. Antihistamin/anti alergi ...........................................................................48 xvii 13. Immunologi..............................................................................................48 C. Profil Penggunaan Antibiotik Pasien Kanker Serviks ............................... 48 D. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) Penggunaan Antibiotik ........... 55 1. Ada obat tanpa indikasi............................................................................56 2. Butuh tambahan obat ...............................................................................57 3. Pemakaian obat yang tidak efektif...........................................................58 4. Dosis terlalu rendah .................................................................................61 5. Potensial Adverse Drug Reaction (ADR) dan interaksi obat...................62 6. Dosis Terlalu Tinggi ................................................................................66 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 67 A. Kesimpulan ................................................................................................ 67 B. Saran .......................................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 70 LAMPIRAN.......................................................................................................... 74 BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 124 xviii DAFTAR TABEL Tabel I. Klasifikasi Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO..................... 12 Tabel II. Regimen Kemoterapi Kanker Serviks Menurut NCCN ................ 14 Tabel III. Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems (DTPs)................... 23 Tabel IV. Kelas Terapi Obat yang Digunakan Oleh Kasus ........................... 38 Tabel V. Golongan dan Jenis Obat Antineoplastik yang Digunakan oleh Kasus.............................................................................................. 39 Tabel VI. Golongan dan Jenis Obat Saluran Cerna yang Digunakan oleh Kasus.............................................................................................. 40 Tabel VII. Golongan dan Jenis Obat Susunan Saraf yang Digunakan oleh Kasus.............................................................................................. 42 Tabel VIII. Golongan dan Jenis Vitamin dan Mineral yang Digunakan oleh Kasus……………………………………...................................... 43 Tabel IX. Golongan dan Jenis Obat Kardiovaskuler dan Sistem Hematopoeitik yang Digunakan oleh Kasus…………….. .................................... 44 Tabel X. Golongan dan Jenis Suplemen Makanan yang Digunakan oleh Kasus ……………………………………..................................... 46 Tabel XI. Golongan dan Jenis Obat Saluran Nafas yang Digunakan oleh Kasus ……………………………………..................................... 46 Tabel XII. Golongan dan Jenis Antibiotik yang Digunakan oleh Kasus……………………………………...................................... 50 xix Tabel XIII. Pengelompokan Kejadian DTP Berdasarkan Jenis DTP pada Kasus…………………………….................................................. 56 Tabel XIV. Kelompok Kasus DTP Ada Obat Tanpa Indikasi……………...... 56 Tabel XV. Kelompok Kasus DTP Butuh Tambahan Obat………………...... 57 Tabel XVI. Kelompok Kasus DTP Pemakaian Obat yang Tidak Efektif……………………………………………... ..................... 58 Tabel XVII. Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Rendah…………………. .. 61 Tabel XVIII. Kelompok Kasus DTP Adverse Drug Reaction (ADR) dan Interaksi Obat………………………………………………........................ 62 xx DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Anatomi Rahim ..................................................................................... 8 Gambar 2. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Stadium................................. 34 Gambar 3. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Usia....................................... 35 Gambar 4. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Usia Menikah ....................... 37 Gambar 5. Persentase kejadian DTP pada kasus .................................................. 55 xxi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis DTPs Pada Kasus dengan Metode SOAP .......................... 74 Lampiran 2. Daftar Nilai Normal Pemeriksaan Laboratorium ........................... 119 Lampiran 3. Keterangan Tabel SOAP ................................................................ 119 Lampiran 4. Daftar Nama Dagang Obat dan Komposisinya .............................. 119 Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dari RS Bethesda ........................................... 122 Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Menjalankan Penelitian ......................... 123 xxii BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan kanker pembunuh nomor satu pada wanita di dunia ketiga (Norwitz dan Schorge, 2006). Di negaranegara maju, kanker serviks menempati urutan keempat setelah kanker payudara, kolorektum, dan endometrium. Sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia menempati urutan pertama (Rasjidi, 2009). Di seluruh dunia, diperkirakan ± 80% insidensi kanker serviks terjadi di negara-negara berkembang dengan kejadian 500.000 kanker serviks baru dan 250.000 kematian setiap tahunnya (Suwiyoga, 2006). Di Amerika terdapat 10.370 kasus baru dan 3710 kematian tiap tahunnya (Norwitz dan Schorge, 2006), sedangkan di Indonesia, diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker serviks setiap tahunnya (Rasjidi, 2009). Satu dari 63 bayi wanita yang lahir akan menderita kanker serviks, 9% penderita kanker serviks berumur ≤ 35 tahun, dan 53% kanker serviks in situ terjadi pada usia < 35 tahun, sedangkan survival rate akan baik pada penderita < 45 tahun (Anonim, 1996). Salah satu perkembangan dalam terapi kanker serviks adalah adanya peningkatan peranan kemoterapi. Beberapa tahun terdahulu kemoterapi hanya berperan sebagai terapi paliatif. Tetapi pada perkembangannya, kemoterapi digunakan sebagai terapi neoadjuvant sebelum dilakukan terapi radiasi maupun pembedahan (Andrijono, 2005). 1 2 Kemoterapi adalah penggunaan obat-obat sitotoksik untuk membunuh sel kanker dengan menghentikan pembelahan sel. Dengan demikian kemoterapi tidak hanya berefek pada sel kanker saja namun juga berefek terhadap sel normal yang mempunyai kecepatan pembelahan yang sama atau mirip dengan sel kanker. Hal ini dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan salah satunya adalah terjadinya penekanan produksi sel-sel darah (kegagalan sumsum tulang) yang mengakibatkan penurunan jumlah leukosit (leukopenia), dan penurunan jumlah netrofil (neutropenia). Penurunan komponen sel darah putih tersebut dapat menyebabkan pasien rentan terhadap penyakit infeksi (Reksodiputro, 2006). Infeksi pada pasien kanker tidak hanya merupakan akibat dari kemoterapi. Dalam Reksodiputro (2006) dinyatakan pula bahwa pasien kanker rentan mengalami infeksi karena adanya penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan oleh penyakit kanker itu sendiri atau akibat berbagai pengobatan baik bedah, radiasi maupun kemoterapi. Di samping itu berbagai prosedur tindakan yang dilakukan pada pasien kanker baik dalam rangka diagnosis maupun untuk terapi (infus obat, makanan, cairan) juga berperan dalam terjadinya infeksi. Infeksi merupakan penyebab kematian paling utama pada pasien kanker di samping perdarahan. Lebih dari 90% pasien kanker meninggal akibat infeksi, perdarahan atau infeksi bersama perdarahan. Oleh karena itu diperlukan penggunaan antibiotik untuk mencegah atau mengatasi infeksi yang kerap terjadi pada pasien kanker. Dalam menggunakan obat-obat antibiotika diperlukan pemilihan yang tepat dan rasional untuk meminimalkan risiko kematian karena infeksi serta 3 mengingat bahwa penggunaan antibiotika yang tidak tepat dan rasional dapat menimbulkan resistensi kuman. Untuk evaluasi kerasionalan dapat dilakukan dengan mengevaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi. Penelitian ini dilakukan di RS Bethesda karena penelitian ini belum pernah dilakukan di rumah sakit tersebut. Rumah sakit Bethesda merupakan rumah sakit swasta terbesar di Yogyakarta yang telah melakukan pelayanan kefarmasian klinis dengan melakukan visit ke bangsal untuk meningkatkan outcome terapi serta patient safety di rumah sakit tersebut (Anonim, 2009c). Dari uraian di atas dapat diusulkan penelitian yang berjudul Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks yang Menjalani Kemoterapi di RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2006-2008. Penelitian ini bersifat retrospektif dengan menggunakan data rekam medik pasien. Dari data rekam medik tersebut dapat diidentifikasi dan dievaluasi adanya DTPs penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas layanan RS Bethesda kepada pasien untuk mendapatkan outcome terapi yang optimal serta untuk mendukung pelaksanaan patient safety di rumah sakit tersebut. 1. Perumusan masalah Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini antara lain : a. Bagaimanakah karakteristik pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan antibiotik di RS Bethesda periode tahun 2006-2008? (berdasarkan stadium kanker serviks, usia, dan usia pada saat menikah). 4 b. Bagaimanakah profil penggunaan obat pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan antibiotik di RS Bethesda periode tahun 2006-2008? c. Bagaimanakah profil penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda periode tahun 2006-2008? d. Berapakah drug therapy problems yang terjadi terkait penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda periode tahun 2006-2008 yang meliputi : 1. Ada obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy) 2. Butuh tambahan obat (needs additional drug therapy) 3. Pemilihan obat yang tidak efektif (ineffective drug) 4. Dosis obat terlalu rendah (dosage too low) 5. Efek samping dan interaksi obat (adverse drug reaction) 6. Dosis obat berlebih (dosage too high) 2. Keaslian penelitian Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis, penelitian mengenai Identifikasi Drug Therapy Problems (DTPs) Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks yang Menjalani Kemoterapi di RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2006-2008 belum pernah dilakukan. Penelitian terkait dengan masalah drug therapy problems penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang pernah dilakukan oleh peneliti lain adalah sebagai berikut: a. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Kasus Kanker Leher Rahim di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2004 oleh Mexitalia (2005) 5 b. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Periode Agustus 2004-Agustus 2008 oleh Marlinah (2009) Perbedaan penelitian Mexitalia (2005) dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis terletak pada subyek, lokasi, dan waktu penelitian. Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini lebih spesifik yakni pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan antibiotik. Perbedaan penelitian Marlinah (2009) dengan penelitian ini terletak pada lokasi dan waktu penelitian. Penelitian mengenai evaluasi drug therapy problems penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2006-2008, sejauh ini belum pernah dilakukan. 3. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini memiliki manfaat praktis sebagai bahan pertimbangan atau acuan dalam pemilihan antibiotika untuk pasien kanker serviks yang mmenjalani kemoterapi. Sehingga dapat mendukung upaya pelaksanaan patient safety di RS BethesdaYogyakarta. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi adanya drug therapy problems penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2006-2008. 6 2. Tujuan khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui karakteristik pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan antibiotik di RS Bethesda periode tahun 2006-2008 (berdasarkan stadium kanker serviks, usia, dan usia pada saat menikah) b. Menggambarkan profil penggunaan obat pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan antibiotik di RS Bethesda periode tahun 2006-2008 c. Menggambarkan profil penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda periode tahun 2006-2008 d. Mengetahui seberapa besar drug therapy problems yang terjadi terkait penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda periode tahun 2006-2008 yang meliputi : 1. Ada obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy) 2. Butuh tambahan obat (needs additional drug therapy) 3. Pemilihan obat yang tidak efektif (ineffective drug) 4. Dosis obat terlalu rendah (dosage too low) 5. Efek samping dan interaksi obat (adverse drug reaction) 6. Dosis obat berlebih (dosage too high). BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Kanker Tumor terjadi akibat perubahan sel sehingga sel dapat melepaskan diri dari mekanisme pengaturan pertumbuhan normal. Perubahan sel ini disebut dengan transformasi yang merupakan gangguan kelainan (mutasi) di dalam genom dari sel tersebut. Jadi kanker dapat dipandang sebagai suatu gangguan atau kelainan genetik. Proses terjadinya tumor dinyatakan dengan istilah onkogenesis. Onkogenesis merupakan proses yang berlangsung sangat lama (5-10 tahun). Hal ini disebabkan karena untuk menjadikan suatu tumor yang manifest klinis dari satu sel yang mengalami transformasi dibutuhkan banyak pembelahan sel. Selain itu, proses transformasi sel sendiri dapat berlangsung lama, karena di dalam sel kanker harus berakumulasi banyak mutasi. Salah satu sifat terpenting kanker adalah kemampuan untuk tumbuh infiltratif ke dalam jaringan sekitarnya. Sel-sel kanker dapat menembus ke dalam saluran limfe dan dibawa ke kelenjar limfe atau ke dalam pembuluh darah dan dibawa ke organ-organ lain yang dinamakan dengan pembentukan metastasis (limfogen atau hematogen) (Bosman, 1996). 7 8 B. Kanker Serviks Serviks (leher rahim) merupakan bagian terbawah dari rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. Kanker serviks merupakan penyakit keganasan yang terjadi pada leher rahim (Anonim, 2009b). Gambar 1. Anatomi Rahim (Anonim, 2009b) 1. Epidemiologi Kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi sampai saat ini. Di Amerika serikat, kanker serviks memiliki Age Specific Incidence Ratio (ASR) kurang lebih 20 kasus per 100.000 penduduk wanita per tahun, sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat 40 ribu kasus baru kanker serviks tiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu kurang lebih 36%. 9 Menurut data rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar 76,2% di antara kanker ginekologi. Sebagian besar pasien datang pada stadium lanjut, yaitu stadium IIB-IVB sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus. Apabila dideteksi pada stadium awal, kanker serviks invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi dengan 5 (lima) years survival rate sebesar 92% (Rasjidi, 2009). 2. Patofisiologi Proses terjadinya kanker serviks sangat erat hubungannya dengan proses metaplasia. Masuknya mutagen yang dapat mengubah sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya terjadi di sambungan skuamosa-kolumnar. Sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia (Sjamsuddin, 2001). Dimulai dari displasia ringan kemudian displasia menjadi lebih tidak teratur dan dapat bersamaan dengan berbagai variasi sel dan ukuran inti dengan proses mitosis yang tampak normal di atas lapisan basal, perubahan ini dinamakan displasia sedang. Walaupun perubahan-perubahan ini reversible, tetapi sering disebut dengan CIN (Cervical Intraepithelial Neoplasia) derajad I-II. Tahap berikutnya adalah displasia berat (CIN derajad III) yang ditandai dengan lebih banyaknya variasi dari sel dan ukuran inti, orientasi yang tidak teratur, dan adakalanya proses ini mendekati lapisan permukaan. Pada CIN derajad III, perubahan epitel belum sampai menginvasi jaringan stroma di bawahnya, tetapi 10 dapat berlanjut ke dalam kelenjar endoserviks, perubahan ini berupa karsinoma in situ. Tahap berikutnya adalah kanker invasif. Berdasarkan biopsi yang dilakukan secara berurutan dan dari data epidemiologi, diketahui bahwa proses perubahan dari displasia ringan ke karsinoma in situ sampai karsinoma invasif memerlukan waktu 10-15 tahun (Robbins dan Kumar, 1987). 3. Etiologi Saat ini banyak perhatian ditujukan pada kemungkinan peran Human Papilloma Virus (HPV) sebagai agen penyebab kanker serviks. Berdasarkan data epidemiologik dianggap bahwa HPV mempunyai peran penting terhadap terjadinya karsinoma serviks dan stadium pendahulunya (displasia). Saat ini dikenal kira-kira 70 macam tipe HPV. Terutama tipe HPV 6, 11, 16, dan 18 yang sering terdapat dalam kelainan epitel vulva, vagina, dan serviks. HPV 6 dan 11 disebut tipe-tipe non onkogen, karena terutama dijumpai pada derajad rendah displasia. Tipe onkogen HPV 16 dan 18 dijumpai pada derajad displasia yang lebih tinggi dan karsinoma serviks (Trimbos dan Fleuren, 1996). Keterlibatan HPV pada kejadian kanker dilandasi oleh beberapa faktor (Sjamsuddin, 2001), yaitu : a. timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus papilloma b. pada penelitian epidemiologik infeksi HPV ditemukan angka kejadian kanker serviks yang meningkat c. DNA HPV sering ditemukan pada lesi intraepitel serviks. Walaupun terdapat hubungan yang erat antara HPV dan kanker serviks, tetapi belum ada bukti-bukti yang mendukung bahwa HPV merupakan penyebab 11 tunggal. Ada berbagai faktor yang meningkatkan risiko terkena kanker serviks seperti menikah atau memulai aktivitas seksual terlalu muda (kurang dari 18 tahun), berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual, seringnya menderita infeksi di daerah kelamin, wanita yang hamil di usia muda dan melahirkan banyak anak, serta wanita perokok (Rasjidi, 2009). 4. Gejala dan tanda Gejala dan tanda dari kanker serviks adalah : a. perdarahan setelah melakukan aktivitas seksual b. adanya keputihan c. perdarahan di luar siklus menstruasi d. timbul kembali haid sesudah menopause e. rasa sakit dan tidak nyaman selama melakukan aktivitas seksual (Anonim, 2007a). 5. Stadium Stadium tumor ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik, kolposkopi, histopatologi, dan survey metastasis (Tambunan, 1995). Klasifikasi stadium kanker serviks menurut International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) adalah seperti tercantum pada berikut 12 Tabel I. Klasifikasi Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO Karsinoma pra invasif Stadium 0 Karsinoma in situ Karsinoma invasif Stadium I Karsinoma terbatas pada leher rahim Karsinoma mikroinvasif terdiagnosa secara mikroskopik, tanpa Stadium IA gejala klinik Karsinoma dengan lesi yang lebih jelas dibandingkan Stadium IB stadium IA disertai gejala klinik Karsinoma meluas hingga ke vagina, parametrium tidak Stadium IIA terlihat Stadium IIB Parametrium terlihat jelas Karsinoma meluas hingga sepertiga bagian bawah Stadium III vagina atau dinding pelvis, terdapat hydronephrosis Karsinoma meluas hingga sepertiga bagian bawah vagina, Stadium IIIA namun tidak meluas hingga dinding pelvis Karsinoma meluas hingga dinding pelvis dan atau Stadium IIIB hydronephrosis atau ginjal tidak berfungsi Stadium IV Karsinoma meluas hingga ke pelvis dan mukosa rektum Karsinoma meluas hingga organ terdekat (contohnya rektum) Stadium IVA dengan pemeriksaan biopsi yang positif Stadium IVB Karsinoma meluas hingga organ yang jauh (MacKay, 2007) 6. Diagnosis Diagnosis yang dilakukan adalah dengan pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan abdomen bagian bawah untuk mengetahui kemungkinan adanya massa di rongga abdomen (Tambunan, 1995). Pada stadium pra kanker perlu dilakukan tes Pap (Pap smear) sebagai upaya skrining kanker serviks, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi jaringan dengan atau tanpa alat bantu seperti kolposkopi. Pada kanker yang invasif selain pemeriksaan fisik dan biopsi juga diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti sistoskopi (buli-buli), rektoskopi (rektum), foto paru, ginjal, USG dan tambahan CT-scan atau MRI (Azis, 2001). 13 7. Prognosis Prognosis kanker serviks dipengaruhi oleh stadium, jenis histologi, dan faktor pengobatan. Prognosis setelah pengobatan kanker serviks akan makin baik jika lesi ditemukan dan diobati lebih dini (Tambunan, 1995). Di Amerika Serikat, angka survival rate sebanding dengan stadium kanker serviks yaitu : stadium 0, 99-100%; stadium IA, >95%; stadium IB-IIA, 80-90%; stadium IIB, 65%; stadium III, 40%; stadium IV, <20% (MacKay, 2007). C. Kemoterapi 1. Prinsip kemoterapi Kemoterapi adalah penggunaan obat-obat sitotoksik dalam terapi kanker (Otto, 2003). Prinsip dasar kemoterapi (Davey, 2006) antara lain: a. merusak DNA dari sel-sel yang membelah dengan cepat sehingga memicu apoptosis b. mencegah kejadian pembelahan sel c. menghambat sintesis DNA. Abdulmuthalib (2006) menyatakan bahwa obat sitotoksik mempunyai efek primer pada sintesis atau fungsi makromolekul, yaitu mempengaruhi DNA, RNA, atau protein yang berperan dalam pertumbuhan sel kanker, sehingga sel kanker menjadi mati. Kematian sel tidak terjadi pada saat sel terpapar dengan obat. Seringkali, suatu sel harus melalui beberapa tahapan pembelahan sebelum kemudian mati. Oleh karena hanya sebagian sel yang mati akibat obat yang 14 diberikan, dosis kemoterapi yang berulang harus terus diberikan untuk mengurangi jumlah sel kanker. Syarat dilakukannya kemoterapi (Anonim, 1996) antara lain : a. keadaan umum pasien baik b. konseling pada penderita c. fungsi hepar dan ginjal baik d. diagnosa histopatologik e. jenis kanker yang sensitif terhadap kemoterapi f. riwayat terapi sebelumnya (radioterapi, kemoterapi, tradisional) g. hasil laboratorium: 1. Hb > 10g/dl 2. Leukosit > 5.000/mm3 3. Trombosit > 150.000/ mm3 2. Kemoterapi pada kanker serviks Berdasarkan guideline dari National Comprehensive Cancer Network (NCCN) Clinical Practice Guidelines in Oncology: Cervical Cancer (2010), regimen kemoterapi untuk kanker serviks adalah sebagai berikut : Tabel II. Regimen Kemoterapi Kanker Serviks Menurut NCCN (2010) First Line terapi First line terapi Second line terapi tunggal kombinasi 1. Cisplatin 1. Cisplatin/ Paclitaxel 1. Docetaxel 2. Carboplatin 2. Cisplatin/ Topotecan 2. Ifosfamide 3. Paclitaxel 3. Cisplatin/gemcitabine 3. Vinorelbine 4. Topotecan 4. Carboplatin/Paclitaxel 4. Irinotecan 5. Epirubicin 6. Mitomycin 7. 5-FU 15 3. Efek samping kemoterapi Selain menyerang sel-sel kanker yang sifatnya cepat membelah, obat- obat sitotoksik terkadang juga mempunyai efek pada sel-sel tubuh normal yang mempunyai sifat cepat membelah seperti rambut, mukosa (selaput lendir), sumsum tulang, kulit, dan sperma. Beberapa efek samping yang terjadi akibat kemoterapi adalah adanya mielosupresi atau supresi sumsum tulang yang mengakibatkan trombositopenia (adanya perdarahan), anemia, dan leukopenia (risiko infeksi) (Reksodiputro, 2006). Neutropeni febril atau demam neutropeni merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien kanker yang sedang menjalani pengobatan kemoterapi dan dapat memberikan dampak kematian yang sangat besar bagi pasien apabila tidak tertatalaksana dengan baik. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan pasien jatuh ke dalam sepsis, syok septik, dan akhirnya meninggal. Neutropeni adalah jumlah neutrofil (batang dan semen) kurang dari 1000 sel/mm3 dengan kecenderungan turun menuju 500 sel/mm3 dalam 2 hari berikutnya. Demam adalah suhu oral ≥ 38°C dua kali pengukuran yang berlangsung lebih dari 1 jam atau pada dua kali pengukuran dalam waktu 12 jam, atau suhu oral ≥ 38,3°C dalam satu kali pengukuran dan tidak didapatkan tandatanda non infeksi (Ranuhardy, 2006). Efek samping lain dari kemoterapi adalah kerusakan membran mukosa yang menyebabkan nyeri pada mulut, diare dan stimulasi zona pemicu kemotaksis yang menimbulkan mual dan muntah. Beberapa obat kemoterapi dapat 16 menyebabkan toksisitas yang spesifik terhadap organ, seperti ginjal (sisplatin) dan saraf (vinkristin) (Davey, 2006). 4. Penatalaksanaan Netropeni Febril Sebelum dilakukan pemberian kemoterapi, beberapa pusat pengobatan termasuk Indonesia, terlebih dahulu memberikan PAD (Partial Antibiotic Decontamination) dengan tujuan sterilisasi usus atau saluran cerna. Regimen PAD dapat berupa kolistin, neomisin, pipemedik acid ditambah dengan anti jamur profilaksis seperti flukonazol, itraconazol, atau amfoterisin B, atau dapat juga regimen lain seperti kuinolon-siprofloksasin, bahkan yang sederhana dengan kotrimoksazol. Pada pasien netropeni febril sangat diperlukan pengobatan empirik sebelum diperoleh hasil kultur mikrobiologi untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Prinsip pengobatan empirik pada netropeni febril adalah sebagai berikut : a. prompt atau secepatnya karena cepat dan tingginya angka kematian b. empirik yang didasarkan pada surveillance, kondisi pasien dan kondisi setempat c. bakterisidal lebih dipilih daripada antibiotik bakteriostatik pada keadaan netrofil rendah d. broad spectrum untuk mencakup semua bakteri potensial pathogen (Ranuhardy, 2006). 17 D. Pengobatan Suportif pada Pasien Kanker Pengobatan suportif adalah pengobatan yang diberikan kepada pasien kanker, yang menunjang pengobatan kanker. Pengobatan suportif ini sangat penting sehingga tidak jarang lebih penting dari pengobatan kanker itu sendiri, karena pengobatan suportif ini justru mengatasi masalah-masalah yang dapat menyebabkan kematian pasien. Misalnya adanya anemia dan neutropenia pada pasien kanker menyebabkan kemoterapi atau radiasi harus ditunda karena apabila kemoterapi atau radiasi tetap dilakukan dan nilai lekosit dan Hb belum berhasil dinaikkan maka dapat berakibat fatal pada pasien. Pengobatan suportif bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum pasien. Mundurnya keadaan umum pasien dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain pertumbuhan tumor yang invasif, akibat tidak langsung dari kanker, akibat pengobatan kanker, serta akibat hal yang tidak ada kaitannya dengan kanker. Pengobatan suportif ini diberikan pada pasien kanker sebelum, selama, sesudah, bahkan terkadang sampai berbulan-bulan setelah pengobatan kausal selesai. Masalah suportif antara lain infeksi, pencegahan infeksi, masalah saluran cerna (mual, muntah, diare), nyeri, perdarahan, mukositis, anoreksia, ansietas, depresi, komplikasi neurologi, fatigue, upaya mencegah terjadinya serta menghambat enzim siklooksigenase (COX-2), serta mencegah, deteksi dini, dan mengatasi gangguan faal ginjal, hati, dan jantung (Reksodiputro, 2006). E. Infeksi Pada Kanker Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh yang secara klinis mungkin tak tampak atau timbul cedera seluler akibat respon 18 antigen antibodi (Anonim, 2002). Infeksi merupakan penyebab kematian paling utama pada pasien kanker di samping perdarahan. Sekitar 90% pasien kanker meninggal akibat infeksi, perdarahan, atau infeksi bersama-sama dengan perdarahan. Pasien kanker acapkali memiliki penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan oleh penyakit kanker itu sendiri atau akibat berbagai pengobatan baik bedah, radiasi maupun kemoterapi. Di samping itu berbagai prosedur tindakan bedah yang dilakukan pada pasien kanker baik dalam rangka diagnosis maupun untuk terapi juga berperan dalam terjadinya infeksi. Radiasi maupun penggunaan sitostatika dapat menyebabkan terjadinya granulositopenia akibat penekanan fungsi sumsum tulang. Banyak penelitian yang dapat membuktikan hubungan antara beratnya granulositopenia dan infeksi. Penelitian Body menunjukkan bahwa pada pasien kanker, penurunan kadar granulosit di bawah 1000 sel/mm3, di bawah 500 sel/mm3 dan di bawah 100 sel/mm3 meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi berat, masing-masing sebesar 10%, 19% dan 28%. Angka kematian pasien meningkat sampai dengan 80% pada pasien yang kadar granulositnya menetap di bawah 100 sel/mm3 selama tujuh hari pertama infeksi. Keterlambatan penegakan diagnosis dan pemilihan antibiotika yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya sepsis dan kematian pasien (Reksodiputro, 2006). Infeksi pada pasien kanker dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif maupun positif. Akhir-akhir ini terjadi pergeseran pola kuman yang menginfeksi pasien kanker. Dahulu, bakteri gram negatif merupakan organisme penginfeksi utama pada pasien kanker, namun saat ini frekuensi infeksi oleh bakteri gram 19 negatif menurun dan sebaliknya infeksi oleh bakteri gram positif makin meningkat (60-70%) terutama Staphylococcus epidermidis dan berbagai jenis streptococcus (Drew, 2005). F. Infeksi pada Kanker Serviks Adanya penyakit ginekologik misalnya pada kanker serviks dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada vagina. Penelitian Mikamo, Sato, Hayasaki, Kawazoe, Izumi, Ito dkk. (1999) menyatakan bahwa pada pasien kanker serviks ditemukan adanya infeksi bakteri intravaginal aerob dan anaerob. Jenis bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Gardnerella vaginalis yang ditemukan pada 50% pasien kanker serviks. Gardnerella vaginalis merupakan vaginosis bakterialis yang sensitif terhadap metronidazol (Anonim, 2000). Segedi, Segedi, Radakovic, Ilic, dan Kojic (2005) menyatakan bahwa antibiotik terapetik yang digunakan dalam penyakit keganasan ginekologik untuk infeksi ringan dapat dimulai dengan monoterapi, sedangkan untuk infeksi sedang sampai berat dapat digunakan kombinasi 3 golongan antibiotik yaitu sefalosporin atau penisilin sintetik, aminoglikosida, dan metronidazol. G. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi yang dapat menghambat atau membasmi mikroba lain (Setiabudy dan Gan, 1995). Menurut Pratiwi (2008), antibiotik adalah semua substansi yang diketahui 20 memiliki kemampuan untuk menghalangi pertumbuhan organisme lain khususnya mikroorganisme. 2. Prinsip penggunaan antibiotika Anonim (2000) menyatakan bahwa prinsip penggunaan antibiotika didasarkan pada 2 (dua) pertimbangan utama yaitu penyebab infeksi dan faktor penderita a. Penyebab infeksi Pemberian antibiotika yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis. Di samping itu, untuk infeksi berat yang memerlukan penanganan segera, pemberian antibiotika dapat segera dimulai setelah pengambilan sampel bahan biologis untuk pemeriksaan kepekaan kuman. b. Faktor penderita Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dari segi keadaan pasien sebelum pemberian antibiotika antara lain : fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi (status imunologis), beratnya infeksi, usia, kehamilan, dan laktasi. 3. Klasifikasi antibiotika Klasifikasi antibiotika berdasarkan strukturnya terbagi atas: penisilin, sefalosporin, dan antibiotika beta laktam lainnya, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida, kuinolon, sulfonamida, trimetoprim, dan antibiotika lain-lain seperti kloramfenikol, klindamisin, vankomisin, spektinomisin, dan polimiksin (Anonim, 2000). 21 Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, antibiotika dibagi menjadi 2 golongan, yaitu yang menghambat pertumbuhan mikroba (bakteriostatik) dan yang membunuh mikroba (bakterisid). Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotika dibagi menjadi 5 (lima) golongan. Golongan pertama yaitu antibiotika yang mengganggu metabolisme sel mikroba, yang termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamida, trimetoprim, asam p-aminosalisilat, dan sulfon. Golongan kedua yaitu antibiotika yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Antibiotika yang termasuk dalam golongan ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Golongan ketiga yaitu antibiotika yang mengganggu permeabilitas membran sel mikroba. Antibiotika yang termasuk dalam golongan ini adalah polimiksin, golongan polien, serta berbagai antimikroba kemoterapeutik. Golongan keempat yaitu antibiotika yang menghambat sintesis protein sel mikroba. Contohnya adalah golongan aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol. Golongan kelima yaitu antibiotika yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba. Contohnya adalah rifampisin, dan golongan kuinolon (Setiabudy dan Gan, 1995). 4. Antibiotika pada pembedahan histerektomi Menurut Jacobs dan Guglielmo (2007) antibiotik golongan sefalosporin generasi pertama merupakan drug of choice profilaksis bedah. Golongan sefalosporin generasi kedua dan ketiga tidak lebih efektif dibandingkan generasi pertama kecuali pada kasus dimana terdapat mikroorganisme anaerob seperti pada bedah kolorektal atau bedah histerektomi. Dalam Thirion dan Guglielmo (2005) 22 dinyatakan bahwa mikroorganisme yang pada umunya menginfeksi pasien yang menjalani bedah histerektomi adalah streptococcus grup B, enterococcus anaerob, dan bakteri gram negatif enterik. Drug of choice yang aktif terhadap streptococcus grup B adalah golongan penisilin, alternatif antibiotik yang dapat digunakan adalah eritromisin, sefalosporin, azitromisin, doksisiklin, dan fluorokuinolon. Untuk enterococcus anaerob, drug of choice yang dapat digunakan adalah ampisilin, dan gentamisin. Vancomisin dapat digunakan sebagai antibiotik alternatif untuk infeksi enterococcus anaerob, sedangkan pada infeksi bakteri gram negatif enterik drug of choice yang dapat digunakan adalah trimetoprimsulfametoksazol, imipenem, dan meropenem, alternatif antibiotik yang dapat digunakan yakni golongan aminoglikosida, fluorokuinolon, dan cefepime (Jacobs dan Guglielmo, 2007). H. Drug Therapy Problems (DTPs) Drug Therapy Problems (DTPs) adalah kejadian yang tidak diharapkan yang dialami oleh pasien dalam proses terapi dengan obat dan dapat berpengaruh terhadap tujuan terapi yang diinginkan (Cipolle dan Strand, 2004). Identifikasi drug therapy problems merupakan salah satu bentuk tanggung jawab farmasis dan merupakan bagian dari pharmaceutical care. Cipolle dan Strand (2004) mengelompokkan DTP ke dalam 7 kategori yaitu ada obat tanpa indikasi, butuh tambahan obat, obat yang digunakan tidak efektif, dosis terlalu rendah, efek samping dan interaksi obat, dosis berlebih, dan kepatuhan pasien. 23 Tabel III. Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems (DTPs) Drug Therapy Penyebab-penyebab drug therapy problems Problems Ada obat tanpa Tidak adanya indikasi medis yang valid untuk indikasi terapi obat yang digunakan saat itu Banyak produk obat yang digunakan untuk kondisi tertentu yang hanya memerlukan terapi obat tunggal Kondisi medis lebih tepat diobati tanpa terapi obat Terapi obat digunakan untuk mencegah adverse reaction yang berhubungan dengan pengobatan lain Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, merokok Butuh tambahan Kondisi medis yang memerlukan terapi inisiasi obat obat Terapi pencegahan obat diperlukan untuk mengurangi resiko berkembangnya penyakit baru Kondisi medis yang memerlukan farmakoterapi lanjutan untuk memperoleh sinergisme atau efek tambahan Pemakaian obat Obat yang digunakan bukan obat yang paling yang tidak efektif efektif untuk masalah medis yang dialami Kondisi medis yang sukar disembuhkan dengan produk obat Bentuk sediaan produk obat tidak tepat Produk obat tidak efektif terhadap indikasi yang dialami Dosis terlalu rendah Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan Interval dosis yang jarang menghasilkan respon yang diinginkan Interaksi obat menurunkan jumlah zat aktif yang tersedia Durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan Adverse drug Produk obat menyebabkan reaksi yang tidak reaction diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis Produk obat yang aman diperlukan karena terkait dengan faktor resiko Interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis Pengaturan dosis yang diberikan atau diganti dengan sangat cepat Produk obat yang menyebabkan reaksi alergi Produk obat yang kontraindikasi terhadap faktor resiko 24 Drug Therapy Problems Dosis terlalu tinggi Kepatuhan pasien Tabel III. Lanjutan Penyebab-penyebab drug therapy problems (Cipolle dan Strand, 2004). Dosis terlalu tinggi Frekuensi pemakaian obat terlalu singkat Durasi obat terlalu lama Interaksi obat terjadi karena hasil reaksi toksik obat Dosis obat diberikan terlalu cepat Pasien tidak mengerti instruksi pemakaian Pasien memilih untuk tidak memakai obat Pasien lupa untuk memakai obat Harga obat yang terlalu mahal bagi pasien Pasien tidak dapat menelan atau memakai sendiri obat secara tepat Obat tidak tersedia bagi pasien I. Keterangan Empiris Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2006-2008, terutama yang terkait dengan drug therapy problems yaitu adanya obat tanpa indikasi, butuh tambahan obat, pemakaian obat yang tidak efektif, dosis terlalu rendah, adverse drug reaction, dan dosis terlalu tinggi. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek tanpa ada manipulasi dari peneliti (Pratiknya, 1986). Penelitian deskriptif evaluatif berarti data yang telah didapatkan dideskripsikan secara obyektif dengan memaparkan fenomena yang terjadi dengan bantuan tabel atau gambar kemudian dievaluasi berdasarkan pustaka. Penelitian ini bersifat retrospektif yang dilakukan dengan penelusuran catatan rekam medik pasien yang telah lampau, dalam hal ini digunakan catatan rekam medik pasien pada periode tahun 2006-2008. B. Definisi Operasional 1. Pasien adalah semua pasien yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian yaitu yang didiagnosis kanker serviks, menjalani kemoterapi, dan mendapatkan antibiotika serta tercatat dalam catatan rekam medis RS Bethesda pada periode tahun 2006-2008. 2. Kasus adalah pasien yang menjalani tiap episode kemoterapi, mendapatkan terapi antibiotik. 25 26 3. Antibiotika adalah semua obat yang digunakan untuk mencegah atau mengatasi terjadinya infeksi mikroorganisme pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda periode tahun 2006-2008. 4. Kemoterapi adalah terapi obat yang diterima oleh pasien kanker serviks di RS Bethesda periode tahun 2006-2008 untuk menghilangkan sel kanker. 5. Tanda-tanda infeksi yaitu adanya kelainan lekosit (sel darah putih) dan atau hitung jenis lekosit (segmen, basofil, eosinofil, limfosit, dan monosit). 6. Catatan rekam medis adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang memuat data tentang karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, diagnosis, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat, hasil laboratorium, lama perawatan pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda periode tahun 2006-2008. 7. Drug Therapy Problems (DTPs) meliputi 6 kategori di antaranya : butuh tambahan obat yaitu adanya indikasi infeksi pada pasien namun pasien tidak mendapat antibiotika atau kasus memerlukan terapi inisiasi antibiotika untuk mengatasi infeksi yang terjadi, ada obat tanpa indikasi yaitu tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada kasus namun diberikan antibiotik (kecuali antibiotik yang diberikan pada kasus pasca pembedahan histerektomi), pemakaian obat yang tidak efektif yaitu pemakaian antibiotik yang tidak sesuai dengan infeksi yang diderita pasien, dosis terlalu rendah yaitu pasien mendapat antibiotik dengan dosis di bawah standar terapi atau durasi dan frekuensi pemberian yang kurang, dosis terlalu tinggi yaitu pasien mendapat obat dengan dosis di atas standar terapi atau durasi dan frekuensi pemberian yang berlebih. Efek 27 samping dan interaksi obat yaitu adanya efek yang tidak diinginkan dari penggunaan antibiotik serta adanya interaksi obat satu dengan yang lain yang tidak diinginkan. C. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah semua pasien yang didiagnosis kanker serviks yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan antibiotika serta tercatat dalam catatan rekam medis RS Bethesda periode tahun 2006-2008. D. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah catatan rekam medis pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan antibiotika di RS Bethesda pada periode tahun 2006-2008. Catatan rekam medis yang digunakan memuat identitas pasien, keluhan masuk rumah sakit, diagnosis, hasil laboratorium, catatan penggunaan obat, dan lama tinggal di rumah sakit. E. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medik RS Bethesda Yogyakarta Jalan Jenderal Sudirman No 70 Yogyakarta. F. Tata Cara Penelitian Terdapat 3 (tiga) tahapan penelitian yaitu tahap perencanaan, tahap pengambilan data, dan tahap penyelesaian data. 28 1. Tahap perencanaan Tahap perencanaan dimulai dengan penentuan masalah dan analisis situasi. Di dalam penentuan masalah ditetapkan masalah yang akan diteliti dan subyek penelitian yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian. Sedangkan yang termasuk di dalam analisis situasi adalah perijinan dan diskusi dengan pihak mitra dalam hal ini RS BethesdaYogyakarta. 2. Tahap pengambilan data Setelah berdiskusi dengan pihak mitra dan mendapatkan ijin penelitian, maka dilakukan pengambilan data secara retrospektif dengan melihat catatan rekam medis pasien. a. Proses pengambilan data dilakukan dengan melihat lembar print out berupa nomor rekam medis pasien yang didiagnosis kanker serviks dalam satu tahun. Didapatkan pasien yang didiagnosis kanker serviks pada tahun 2008 sebanyak 33 pasien, tahun 2007 sebanyak 34 pasien dan tahun 2006 sebanyak 23 pasien. b. Kemudian dilakukan seleksi subyek penelitian yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian yaitu pasien yang didiagnosis kanker serviks yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan antibiotik. Seleksi subyek dilakukan dengan melihat satu per satu catatan rekam medis pasien kanker serviks, sehingga didapatkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi penelitian tahun 2008 sebanyak 11 pasien (12 kasus), tahun 2007 sebanyak 1 pasien (1 kasus), dan tahun 2006 sebanyak 6 pasien (7 kasus). Sehingga total subyek yang 29 masuk dalam kriteria inklusi penelitian dan dapat dianalisis sebanyak 18 pasien (20 kasus). c. Setelah mendapatkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi penelitian, kemudian dilakukan pencatatan dari catatan rekam medis pasien ke dalam tabel yang telah dibuat oleh peneliti. Data yang diambil meliputi nomor rekam medis, nama, usia, usia menikah, keluhan masuk rumah sakit, diagnosis, hasil laboratorium, jenis obat, dosis obat, rute pemberian, bentuk sediaan dan lama perawatan pasien. 3. Tahap penyelesaian data Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel atau gambar. Dilakukan pengelompokkan karakteristik pasien berdasarkan stadium kanker serviks, usia, dan usia pada saat menikah. Kemudian dilakukan pengelompokan semua obat yang diterima oleh kasus dan jenis antibiotik yang digunakan oleh kasus berdasarkan formularium RS Bethesda Yogyakarta tahun 2009. Analisis drug therapy problems dilakukan per kasus dengan menggunakan pustaka Current Medical Diagnosis and Treatment (McPhee, Papadakis, dan Tierney, 2007), Applied Therapeutics The Clinical Use Of Drugs (Koda-kimble, Young, Kradjan, Guglielmo, Alldredge, dan Corelli, 2005), Pharmacotherapy Principles and Practice (Chisholm-Burns, Wells, Schwinghammer, Malone, Kolesar, Rotschafer dkk., 2008), Drug Information Handbook 14th edition (Lacy, Amstrong, Goldman, dan Lance, 2006), Drug Interaction Facts 2007 (Tatro, 2007), dan Informatorium Obat Nasional Indonesia (Anonim, 2000) yang 30 dijabarkan menggunakan metode Subjective, Objective, Assessment, Plan (SOAP). G. Tata Cara Analisis Hasil Data dianalisis secara deskriptif evaluatif dalam bentuk tabel atau gambar sebagai berikut : 1. Karakteristik pasien a. Persentase stadium kanker serviks pasien yang dihitung dengan cara membagi jumlah pasien tiap stadiumnya dengan jumlah keseluruhan pasien, kemudian dikalikan 100%. b. Persentase usia pasien yang dibagi dalam 5 kelompok usia yaitu kelompok usia ≤ 30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan > 60 tahun. Persentase pada masing-masing kelompok usia dihitung dengan cara membagi jumlah pasien pada masing-masing kelompok usia dengan jumlah keseluruhan pasien, kemudian dikalikan 100%. c. Persentase usia pada saat menikah yang dibagi dalam 2 kelompok usia yaitu < 20 tahun dan > 20 tahun pada saat menikah. Persentase pada masingmasing kelompok usia menikah dihitung dengan cara membagi jumlah pasien pada masing-masing kelompok usia dengan jumlah keseluruhan pasien, kemudian dikalikan 100%. 31 2. Profil penggunaan obat Persentase golongan obat yang digunakan oleh kasus dihitung berdasarkan jumlah kasus yang menggunakan golongan obat tertentu dibagi jumlah keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%. 3. Profil penggunaan antibiotik Persentase golongan antibiotika yang digunakan oleh kasus dihitung berdasarkan jumlah kasus yang menggunakan golongan antibiotika tertentu dibagi jumlah keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%. 4. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) dilakukan terhadap antibiotik yang digunakan oleh kasus dengan melihat hasil laboratorium penanda infeksi (nilai leukosit, segmen, basofil, eosinofil, monosit, dan limfosit) dan terapi antibiotik yang didapat. Evaluasi Drug Therapy Problems dijabarkan dengan metode Subjective, Objective, Assessment, Plan (SOAP) yang mengacu pada referensi Current Medical Diagnosis and Treatment (McPhee, Papadakis, dan Tierney, 2007), Applied Therapeutics The Clinical Use Of Drugs (Koda-kimble, Young, Kradjan, Guglielmo, Alldredge, dan Corelli, 2005), Pharmacotherapy Principles and Practice (Chisholm-Burns, Wells, Schwinghammer, Malone, Kolesar, Rotschafer dkk., 2008), Drug Information Handbook 14th edition (Lacy, Amstrong, Goldman, dan Lance, 2006), Drug Interaction Facts 2007 (Tatro, 2007), dan Informatorium Obat Nasional Indonesia (Anonim, 2000). 32 H. Kesulitan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menemui beberapa kesulitan diantaranya jumlah pasien kanker serviks yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian yang jumlahnya sedikit, kesulitan dalam menganalisis data dimana peneliti tidak dapat menganalisis secara langsung pengaruh kemoterapi terhadap kejadian infeksi yang dialami pasien karena semua pasien yang telah selesai menjalani kemoterapi, tidak melakukan tes laboratorium kembali, sehingga tidak dapat diketahui parameterparameter yang menandakan telah terjadi infeksi setelah menjalani kemoterapi. Tes laboratorium dilakukan hanya pada saat pasien masuk rumah sakit atau pada saat pasien akan menjalani kemoterapi atau pembedahan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini, evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) penggunaan antibiotik dilakukan pada pasien yang telah atau akan menjalani kemoterapi dan tidak berhubungan secara langsung dengan efek samping kemoterapi. Pendekatan evaluasi yang dapat dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan kesesuaian pemilihan antibiotik pada pasien dengan antibiotik yang pada umumnya digunakan oleh pasien kanker yang menjalani kemoterapi, berdasarkan kuman yang pada umumnya menginfeksi pasien kanker khususnya kanker serviks, atau berdasarkan antibiotik profilaksis dan antibiotik empiris pada beberapa kasus yang menjalani pembedahan histerektomi. Kesulitan lain yang ditemui oleh peneliti adalah kurangnya pengalaman dalam membaca catatan rekam medis pasien, tulisan dokter dan perawat yang tidak terbaca dengan jelas, serta tidak lengkapnya catatan rekam medis pasien terkait kondisi medis pasien selama di rawat, dan daftar penggunaan obat pasien. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian mengenai evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda peride tahun 2006-2008 ini didapatkan 18 pasien (20 kasus) yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Hasil penelitian ini dibagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama membahas karakteristik pasien (berdasarkan stadium kanker serviks, usia, dan usia pada saat menikah). Bagian kedua membahas profil penggunaan obat oleh kasus. Bagian ketiga membahas profil antibiotik yang digunakan oleh kasus, dan bagian terakhir membahas evaluasi drug therapy problems penggunaan antibiotik pada kasus. A. Karakteristik Pasien Sebanyak 18 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dikelompokkan berdasarkan stadium kanker serviks, usia, dan usia pada saat menikah. 1. Persentase jumlah pasien berdasarkan stadium kanker serviks Stadium kanker serviks ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik, kolposkopi, histopatologi biopsi, dan survey metastasis. Penentuan stadium kanker bertujuan untuk memilih terapi yang tepat dan evaluasi prognosis (Tambunan, 1995). Klasifikasi stadium kanker serviks menurut International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) yaitu stadium 0, I, Ia, Ib, IIa, IIb, III, IIIa, IIIb, IV, IVa, dan IVb (MacKay, 2007). 33 34 Gambar 2. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Stadium Dari gambar di atas, nampak bahwa pasien dengan stadium IIa menempati peringkat pertama terbanyak yaitu sebesar 38,89% pasien. Pasien dengan stadium IIb dan IIIb masing-masing sebesar 22,22%. Di urutan keempat terbanyak adalah pasien dengan stadium Ib sebesar 11,11%, sedangkan paling sedikit adalah pasien dengan stadium IIIa sebesar 5,55%. Persentase jumlah pasien yang terbesar terdapat pada stadium IIa, hal ini menandakan bahwa mulai nampak kesadaran pada diri penderita kanker serviks untuk segera memeriksakan diri apabila timbul gejala-gejala klinis kanker serviks, sehingga stadium kanker serviks dapat diketahui lebih dini dan prognosis penderita pun dapat semakin baik. Trimbos dan Fleuren (1996) menyatakan bahwa stadium yang lebih rendah akan mempunyai prognosis yang lebih baik, dan penurunan stadium tinggi akan menaikkan survival rate rata-rata 5 tahun. 35 2. Persentase jumlah pasien berdasarkan usia Pengelompokkan pasien berdasarkan usia digunakan untuk mengetahui jumlah pasien kanker serviks pada kelompok usia tertentu. Pasien dibagi ke dalam 5 (lima) kelompok usia yaitu ≤ 30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan > 60 tahun. Pengelompokkan ini didasarkan pada kisaran usia pasien kanker serviks di RS Bethesda yaitu antara 24-68 tahun. Selain itu pengelompokkan ini juga berdasarkan pustaka dalam Trimbos dan Fleuren (1999) yang menyatakan bahwa wanita dengan usia lebih muda dari 40 tahun mempunyai frekuensi tinggi terkena kanker serviks, namun frekuensi tertinggi kanker serviks yaitu terdapat pada kira-kira usia 50 tahun. Setelah itu ada kenaikan yang jelas frekuensinya sampai usia 55-60 tahun dan sesudah itu terjadi penurunan lagi. Gambar 3. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Usia Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pasien kanker serviks paling banyak terdapat pada usia 51-60 tahun yakni sebesar 27,78 %. Hal ini sesuai 36 dengan pustaka yang menyebutkan bahwa frekuensi tertinggi kanker serviks terdapat pada kira-kira usia 50 tahun (Trimbos dan Fleuren, 1996). Kemudian pasien dengan range usia 41-50 tahun dan > 60 tahun sebesar 22,22%. Kelompok usia 31-40 tahun sebesar 16,67%, dan persentase terkecil terdapat pada usia ≤ 30 tahun sebesar 11,11%. 3. Persentase jumlah pasien berdasarkan usia menikah Pengelompokkan pasien kanker serviks berdasarkan usia menikah digunakan untuk mengetahui persentase pasien kanker serviks pada kelompok usia menikah tertentu. Usia dini pada saat pertama kali melakukan hubungan seksual berhubungan dengan insidensi kanker serviks (Norwitz dan Schorge, 2006). Semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar risiko terkena kanker serviks (Tambunan, 1995). Pada saat usia pubertas terjadi fase aktif metaplasia yaitu perubahan fisiologis pada epitel serviks, epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah sifat sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas. Mutagen tersebut berasal dari agenagen yang ditularkan secara hubungan seksual (Sjamsuddin, 2001). Oleh karena itu, usia pertama kali menikah berhubungan erat dengan kejadian kanker serviks. Pengelompokkan usia pada saat menikah dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yakni menikah pada usia < 20 tahun dan ≥ 20 tahun. Pengelompokkan ini didasarkan pada kisaran usia pasien kanker serviks pada saat menikah yakni antara 14-25 tahun. Dari 18 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, hanya 15 37 pasien yang usia pada saat menikahnya tercatat dalam catatan rekam medis, sehingga yang dapat dihitung hanya 15 pasien tersebut. Gambar 4. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Usia Menikah Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa 60% pasien kanker serviks menikah pada usia dini yakni < 20 tahun. Hal ini sesuai dengan pustaka yakni semakin dini seorang wanita memulai aktivitas seksual maka semakin tinggi risiko mendapat kanker serviks (Norwitz dan Schorge, 2006), sedangkan 40% pasien menikah pada usia ≥ 20 tahun yakni berkisar pada usia 20-25 tahun. B. Profil Penggunaan Obat Pasien Kanker Serviks Pengobatan suportif pada pasien kanker tidak kalah pentingnya dibandingkan pengobatan kanker itu sendiri. Terkadang pengobatan suportif lebih diutamakan dibandingkan pengobatan kanker. Apabila pasien ingin menjalani pengobatan kanker, baik itu dengan pembedahan, radiasi, maupun kemoterapi, kondisi pasien harus dalam keadaan sehat, sehingga bila kondisi pasien belum memungkinkan untuk dilakukan pengobatan kanker, maka lebih diutamakan pengobatan suportif untuk memulihkan kondisi pasien sampai pasien kanker siap 38 untuk menjalani pengobatan kanker tersebut (Reksodiputro, 2006). Di bawah ini disajikan tabel yang memuat kelas terapi obat yang digunakan dalam pengobatan suportif kasus kanker serviks. Penggolongan kelas terapi obat ini berdasarkan atas formularium RS Bethesda Yogyakarta tahun 2009. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Tabel IV. Kelas Terapi Obat yang Digunakan Oleh Kasus Kelas Terapi Persentase (%) Obat saluran cerna 90 Obat susunan saraf 85 Vitamin dan mineral 85 Obat kardiovaskuler & sistem hematopoeitik 75 Suplemen makanan 50 Hormon 30 Obat saluran nafas 15 Obat sistem saluran kemih dan kelamin 5 Obat muskuloskeletal 5 Obat mulut dan tenggorokan 5 Antihistamin/ antialergi 5 Immunologi 5 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa, selain menerima obat antineoplastik dan antibiotika, sebanyak 90% kasus menerima obat saluran cerna, 85% kasus menerima obat susunan saraf serta vitamin dan mineral, penggunaan obat kardiovaskuler dan sistem hematopoeitik sebesar 75%, suplemen makanan sebesar 50%, golongan hormon sebesar 30%, obat saluran nafas sebesar 15%, sedangkan obat sistem saluran kemih dan kelamin, sistem muskuloskeletal, mulut dan tenggorokan, antihistamin/ antialergi, serta obat immunologi masing-masing sebesar 5%. Penggolongan kelas terapi obat yang digunakan oleh kasus kanker serviks secara lebih terperinci disajikan dalam tabel berikut. 39 1. Obat antineoplastik Tabel V. Golongan dan Jenis Obat Antineoplastik yang Digunakan Oleh Kasus No Golongan Jenis Obat Persentase (%) 1 Antineoplastik lain sisplatin 90 2 Kemoterapi sitotoksik mitomisin 5 3 Antimetabolit hidroksiurea 5 Obat-obat antineoplastik digunakan untuk tujuan mengobati, memperpanjang hidup, atau meringankan gejala kanker (paliatif) Kemoterapi juga sering digunakan bersama dengan terapi bedah dan atau radiologi sebagai terapi ajuvan (setelah terapi bedah/ radioterapi untuk tumor yang menimbulkan metastasis) maupun sebagai neoajuvan (memperkecil tumor sebelum radioterapi atau pembedahan) (Anonim, 2000). Untuk pengobatan kanker serviks dapat digunakan terapi tunggal maupun kombinasi. Pada pasien kanker serviks di RS Bethesda semuanya menggunakan terapi tunggal untuk membunuh sel kanker. Dari tabel di atas, nampak bahwa 90% kasus mendapatkan obat antineoplastik sisplatin. Menurut National Comprehensive Cancer Network (NCCN) Clinical Practice Guidelines in Oncology: Cervical Cancer (2010) terapi tunggal lini pertama untuk pengobatan kanker serviks adalah dengan kemoterapi sisplatin. Sisplatin sangat luas digunakan dalam klinik untuk pengobatan tumor solid. Penggunaan sisplatin dosis besar dapat menyebabkan nefrotoksisitas (baik akut maupun kronik), serta gangguan elektrolit. Toksisitas sisplatin dapat dikurangi dengan pemberian hidrasi (diuretik) yang cukup (Lindley, 2005). Selain nefrotoksisitas, Adiwijono (2006) 40 menyatakan bahwa efek samping utama sisplatin secara sistemik adalah neurotoksisitas dan mual muntah. Obat antineoplastik golongan kemoterapi sitotoksik yaitu mitomisin dan golongan antimetabolit yaitu hidroksiurea hanya digunakan oleh masing-masing 5% kasus. Menurut guideline NCCN (2010), mitomisin merupakan second line dalam pengobatan kanker serviks. Mitomisin diberikan secara intravena untuk pengobatan kanker payudara dan kanker saluran cerna bagian atas. Penggunaan jangka lama dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang menetap, sedangkan hidroksiurea digunakan untuk pengobatan leukemia myeloid kronis (Anonim, 2000). Efek samping yang sering terjadi adalah mielosupresi, stomatitis, mual muntah, diare, dan ruam kulit (Lindley, 2005). 2. Obat saluran cerna No Tabel VI. Golongan dan Jenis Obat Saluran Cerna yang Digunakan oleh Kasus Golongan Jenis Obat Persentase (%) ondansetron, metoklopramida, domperidone 1 Antiemetik 2 Laksatif bisakodil Antispasmodik hiosin-N-butilbromida 3 4 Antasida dan Antiulcer 5 Digestif ranitidin HCl, simetidin, lanzoprazole, Al hidroksida, Mg hidroksida, simetikon amilase, protease, asam desoksikolat, dimetilpolisiloksan 90 15 10 55 5 Pada kasus kanker serviks, banyak digunakan obat golongan antiemetik yakni sebesar 90% kasus. Obat saluran cerna golongan antiemetik yang digunakan yakni ondansetron, metoklopramida, dan domperidone. Penggunaan obat ini 41 dimaksudkan untuk mengatasi efek samping mual muntah dari kemoterapi yang diterima kasus. Hampir seluruh kasus yang akan menjalani kemoterapi diberikan obat golongan antiemetik untuk mencegah adanya mual dan muntah pasca kemoterapi. Obat golongan antasida dan antiulcer digunakan oleh 55% kasus. Penggunaan obat-obat golongan ini dimaksudkan untuk mencegah adanya kerusakan sel epitel saluran cerna yang lebih parah akibat kemoterapi. Sedangkan obat golongan laksatif, antispasmodik, dan digestif digunakan untuk mengatasi keluhan-keluhan lain yang dialami oleh kasus seperti diare atau konstipasi. 3. Obat susunan saraf Obat susunan saraf yang banyak digunakan oleh kasus adalah obat golongan analgesik-antipiretik, dan antiinflamasi (AINS). Obat analgesikantipiretik dan antiinflamasi (AINS) digunakan untuk mengatasi nyeri yang sering terdapat pada penderita kanker. Sekitar 70% nyeri pada kanker merupakan akibat langsung dari kanker itu sendiri. (Meyler dan Crul, 1999). Obat-obat ini juga digunakan untuk mengatasi nyeri pasca operasi yang dialami oleh beberapa kasus yang menjalani pembedahan histerektomi. Nyeri pada kanker pada umumnya merupakan nyeri kronik dan memerlukan penatalaksanaan yang tepat. (Reksodiputro, 2006). Berikut ini merupakan tabel yang memuat golongan dan jenis obat susunan saraf yang digunakan oleh kasus. 42 Tabel VII. Golongan dan Jenis Obat Susunan Saraf yang Digunakan oleh Kasus No Golongan 1 Analgesik-Antipiretik (non narkotik) Jenis Obat paracetamol, tramadol, metampiron ketorolak tromethamine, Antirematik, antiinflamasi kalium diklofenak, (AINS) ketoprofen, tinaridine HCl 2 3 Analgesik narkotik morfin sulfat Persentase (%) 50 65 5 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, penggunaan antirematik, antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan yang terbesar yakni 65%, kemudian penggunaan analgesik-antipiretik (non narkotik) sebesar 50%, dan penggunaan analgesik narkotik yaitu morfin sulfat sebesar 5%. Pemberian obat untuk mengatasi nyeri disesuaikan dengan derajat nyeri yang dirasakan oleh pasien kanker. 4. Vitamin dan mineral Pasien kanker sering mengalami masalah gizi yang diakibatkan oleh perubahan metabolisme tubuh, jenis dan lokasi kanker yang mengganggu saluran pencernaan, maupun penurunan nafsu makan akibat efek samping dari pengobatan kanker (Reksodiputro, 2006). Penggunaan vitamin dan mineral dimaksudkan untuk mengatasi masalah gizi yang dialami oleh kasus. Berikut ini merupakan tabel yang menyajikan golongan dan jenis vitamin dan mineral yang digunakan oleh kasus. 43 No 1. 2 Tabel VIII. Golongan dan JenisVitamin dan Mineral yang Digunakan Oleh Kasus Persentase Golongan Jenis Obat (%) Vitamin minyak ikan, Ca hipofosfat, Na hipofosfat, 5 A, D, E Zn sulfat, selenium, vitamin A, D fursultiamine vitamin B1,B2,B6,B12,C, Ca pantotenat, niasiamid Vitamin asam folat B1/ vitamin B1, B6, B12 90 dengan vitamin C, B1, B2, B6, B12, nikotinamida, Vitamin C Ca pantotenat, kolina, inositol, Ca glukonat, Ca hipofosfit, Na hipofosfit, lisina HCl 3 Vitamin C 4 Anti anemik 5 Multivita min dengan mineral vitamin C Fe fumarat Fe fumarat, Ca pantotenat, lisin HCl, dioctyl Na sulfosuccinate nikotinamid, Ca pantotenat, asam folat, inositol, choline bitartrate, dicalcium phosphate, Fe Sulfat, Mg, copper, fluorine, iodine, Mn, molybdenum, slenium, Zn 25 55 vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, D, Ca pantotenat, KI, besi, Mg, Mn, copper, Zn vitamin A, D3, E, C, B1, B2, B3, B5, B6, B12, asam folat, biotin, asam pantotenat, nikotinamida, glisin, asam glikokolac, soybean lesitin. 15 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan vitamin B1/dengan vitamin C adalah yang terbesar yakni 90%, dan penggunaan obat golongan anti anemia sebesar 55%. Penggunaan anti anemia dimaksudkan untuk mencegah maupun mengatasi anemia akibat perdarahan per vagina yang sering terjadi pada kasus. Anemia sangat berpengaruh terhadap hasil pengobatan pasien kanker. Caro dkk melaporkan bahwa anemia meningkatkan risiko kematian pada pasien kanker sebesar 65% (Reksodiputro, 2006). Pemberian obat golongan anti anemia 44 diharapkan dapat meningkatkan nilai Hb kasus sehingga kasus dapat menjalani kemoterapi. Sedangkan penggunaan vitamin C sebesar 25%, multivitamin dan mineral dan sebesar 15%, dan vitamin A, D, E sebesar 5%. 5. Obat kardiovaskuler dan sistem hematopoeitik No 1 2 3 4 Tabel IX. Golongan dan Jenis Obat Kardiovaskuler dan Sistem Hematopoeitik yang Digunakan oleh Kasus Golongan Jenis Obat Persentase (%) Diuretik furosemide, manitol 20 asam tranexamat carbazochrome Na Hemostatik 60 sulfonate phytomenadione Angiotensin II inhibitors Calcium channel blocker telmisartan 5 diltiazem HCl 5 Obat kardiovaskuler dan sistem hematopoeitik yang digunakan oleh kasus adalah golongan diuretik, hemostatik, angiotensin II inhibitors, dan calcium channel blocker. Obat golongan hemostatik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan yakni sebesar 60%. Obat golongan hemostatik ini digunakan untuk mencegah dan mengatasi perdarahan akibat defisiensi faktor pembekuan darah (Anonim, 2000). Pasien kanker serviks sebagian besar mengalami perdarahan per vagina sehingga diperlukan obat golongan hemostatik. Sedangkan penggunaan obat golongan diuretik yakni furosemide dan manitol adalah sebesar 20%. Penggunaan diuretik ini dimaksudkan untuk mencegah dan mengatasi efek samping dari sisplatin. Lindley (2005) menyatakan bahwa nefrotoksisitas sisplatin dapat dikurangi dengan pemberian hidrasi (diuretik) yang cukup. Selain itu dalam 45 Adiwijono (2006) juga dinyatakan bahwa segi perawatan dalam penggunaan sisplatin adalah pemberian diuretik yaitu manitol dan furosemid. Penggunaan obat golongan angiotensin II inhibitors, dan calcium channel blocker yaitu telmisartan dan diltiazem HCl masing-masing sebesar 5%. Obat golongan ini digunakan oleh kasus 4 dimana kasus menderita hipertensi sehingga diperlukan obat antihipertensi untuk penatalaksanaannya. 6. Suplemen makanan Suplemen makanan yang digunakan oleh kasus adalah koenzyme Q10 dan cod liver oil sebesar 20%, suplemen dengan nama dagang Glisodin dan Seloxy masing-masing sebesar 15%, dan Noros sebesar 5%. Koenzyme 10 dengan nama dagang Q-ten digunakan sebagai katalis alami pembentukan energi dari makanan dan sebagai antioksidan. Sedangkan cod liver oil digunakan sebagai penambah nafsu makan bagi kasus mengingat pada umumnya pasien kanker mengalami penurunan nafsu makan terkait efek samping kemoterapi maupun akibat kanker itu sendiri. Serbuk glisodin digunakan sebagai suplemen antioksidan (Anonim, 2007b). Pasien kanker sering mengalami masalah gizi yang diakibatkan oleh perubahan metabolisme tubuh, jenis dan lokasi kanker yang mengganggu saluran pencernaan, maupun penurunan nafsu makan akibat efek samping dari pengobatan kanker (Reksodiputro, 2006). Penggunaan suplemen makanan dimaksudkan untuk membantu mengatasi masalah gizi yang dialami oleh kasus sehingga dapat mempercepat proses pemulihannya. 46 Tabel X. Golongan dan Jenis Suplemen Makanan yang Digunakan oleh Kasus No Jenis Obat Nama Dagang Persentase (%) 1 Coenzyme Q10 Q-ten 20 Serbuk glisodin (Super Oxide 2 Dismutase ekstrak Melon dengan Glisodin 15 Gliadin) 3 Cod Liver Oil Elovess 20 Grape seed extr.+Lycopene+Vit. E+C+B1+B2+B6+B12+asam 5 4 Noros folat+niasiamid+Zn+biotin+asam pantotenat+selenium Beta karoten, Ca askorbat, Asam 5 Alpha-lipoic, Zink picolinate, Seloxy 15 selenium 7. Hormon Kelas terapi hormon yang digunakan pada kasus adalah hormon kortikosteroid dengan jenis obat dexametason yang digunakan oleh 30% kasus. Obat ini digunakan untuk mengatasi adanya inflamasi pada kasus. Sebagai antiinflamasi, kortikosteroid digunakan dalam dosis yang beragam untuk berbagai penyakit dan beragam untuk individu yang berbeda (Anonim, 2000). 8. No 1. Obat saluran nafas Tabel XI. Golongan dan Jenis Obat Saluran Nafas yang Digunakan oleh Kasus Golongan Jenis Obat Persentase (%) kodein N- Asetilsistein Obat Batuk ammonium klorida, succus liquiritiae 15 Pada tabel di atas nampak bahwa obat saluran nafas yang digunakan adalah golongan obat batuk sebesar 15%. Obat batuk yang digunakan adalah 47 golongan antitusif serta mukolitik dan ekspektoran. Obat batuk antitusif digunakan untuk mengobati batuk kering sedangkan golongan mukolitik dan ekspektoran digunakan sebagai pengencer dahak. IONI (2000) menyatakan, penggunaan antitusif opioid seperti kodein kurang efektif untuk batuk yang berat, dan dapat menyebabkan konstipasi. Sedangkan mukolitik banyak diresepkan untuk mempercepat ekspektorasi dengan mengurangi viskositas sputum pada asma kronik dan bronkhitis. Obat-obat saluran nafas tersebut digunakan untuk mengatasi keluhan- keluhan pada saluran pernafasan yang dialami oleh kasus. 9. Obat sistem saluran kemih dan kelamin Penggunaan obat sistem saluran kemih dan kelamin hanya sebesar 5% (kasus 1b) yakni golongan antifungi dengan jenis obat butokonazol nitrat. Antifungi digunakan untuk mengatasi infeksi jamur yang sering berkaitan dengan gangguan daya tahan tubuh. Pada pasien kanker yang mengalami gangguan daya tahan tubuh, dapat juga terinfeksi jamur sehingga diperlukan antifungi untuk mengatasi infeksi yang terjadi. 10. Obat sistem muskuloskeletal Obat sistem muskuloskeletal hanya digunakan oleh 5% kasus, yakni pada kasus 4. Obat golongan ini dimaksudkan untuk mengatasi keluhan-keluhan pada sistem muskuloskeletal yang dirasakan oleh kasus. Obat yang digunakan adalah golongan neuromuskuler dengan jenis obat neostigmin metilsulfat. Neostigmin metilsulfat digunakan dengan dosis 0,5mg/ ml. Indikasi neostigmin metilsulfat bergantung pada besarnya dosis, dan dengan dosis 0,5mg/ ml tersebut, neostigmin metilsulfat diindikasikan untuk miastenia gravis ( Anonim, 2009a). 48 11. Obat mulut dan tenggorokan Obat mulut dan tenggorokan digunakan oleh 5% kasus (kasus 7). Jenis obat yang digunakan adalah fradiomisin, dan gramisidin dengan nama dagang FG Troches. Obat ini digunakan untuk mengatasi peradangan mulut dan atau tenggorokan pada kasus. 12. Antihistamin/anti alergi Sebanyak 5% pasien (kasus 15) menggunakan obat golongan antihistamin dengan jenis obat xylocain delladril. Obat ini digunakan untuk mengatasi gejala-gejala alergi yang dialami oleh kasus. 13. Immunologi Penggunaan obat golongan immunomodulator sebesar 5% yakni pada kasus 7 dengan jenis obat sandimun. Obat ini digunakan untuk membantu memperbaiki sistem imun kasus yang melemah akibat tidak langsung dari kanker, akibat pengobatan kanker, ataupun akibat lain yang tidak ada kaitannya dengan kanker. C. Profil Penggunaan Antibiotik Pasien Kanker Serviks Penderita kanker sangat rentan mengalami infeksi karena penurunan daya tahan tubuh akibat penyakit kanker itu sendiri atau akibat berbagai pengobatan seperti pembedahan, radiasi, maupun kemoterapi. Infeksi merupakan penyebab kematian utama penderita kanker di samping perdarahan. Sekitar 90% penderita kanker meninggal akibat infeksi, perdarahan, atau infeksi bersama-sama dengan perdarahan (Reksodiputro, 2006). Oleh karena itu diperlukan tindakan 49 pencegahan dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada penderita kanker. Tanda-tanda terjadinya infeksi dapat dilihat dari kenaikan nilai leukosit dan atau nilai hitung jenis leukosit. Leukosit berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Adanya kenaikan nilai leukosit menandakan adanya proses infeksi. Sedangkan nilai hitung jenis leukosit menggambarkan kejadian dan proses penyakit dalam tubuh terutama penyakit infeksi (Sutedjo, 2007). Pada beberapa kasus yang ditemui, sebelum kasus menjalani kemoterapi terjadi peningkatan nilai leukosit dan atau nilai hitung jenis leukosit. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi infeksi pada kasus, sehingga diperlukan pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi yang terjadi sebelum kasus siap menjalani kemoterapi. Pada semua kasus yang mengalami infeksi, tidak didapatkan kultur kumannya, sehingga antibiotik yang diberikan merupakan antibiotik empiris. Antibiotik empiris adalah antibiotik yang digunakan pada saat kuman penyebab infeksi belum diketahui atau dipastikan pada saat terapi antibiotika dimulai. Sehingga pemilihan antibiotikanya didasarkan pada pengalaman yang layak atau berdasarkan pola epidemiologi kuman setempat (Anonim, 2010). Berikut adalah tabel yang memuat daftar dan persentase golongan dan jenis antibiotik yang digunakan oleh kasus. 50 Golongan Obat Sefalosporin Tabel XII. Golongan dan Jenis Antibiotik yang Digunakan oleh Kasus Persentase Σ Jenis Obat (%) kasus 60 sefiksim 7 sefazolin natrium seftizoksim natrium sefuroksim aksetil seftriakson di-sodium Aminoglikosida 3 2 1 8 35 kanamisin monosulfat 1 Penisilin 30 gentamisin sulfat amoksisilin trihidrat Makrolida Kuinolon Tetrasiklin Antifungi Antibiotika Lain 5 5 5 10 25 azithromisin levofloksasin doksisiklin HCl itrakonazol metronidazol 1 1 1 2 7 6 5 Nomor Kasus 1a, 1b, 4, 6, 8, 13, 18 1a, 7, 8 6, 18 17 1a, 1b, 4, 5, 8, 9, 10, 13 4, 8, 12, 13, 14, 16b, 17 17 2, 3, 6, 9, 11, 15 4 16b 5 12, 16a 1a, 4, 8, 9, 16b Dari tabel di atas, nampak bahwa golongan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah antibiotik golongan sefalosporin yang digunakan oleh 60% kasus. Antibiotik golongan sefalosporin yang paling banyak digunakan adalah jenis antibiotik seftriakson di-sodium oleh 8 kasus, dan penggunaan sefiksim oleh 7 kasus. Seftriakson di-sodium dan sefiksim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang lebih aktif terhadap bakteri gram negatif (Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella spp, Enterobacter spp). Selain itu, semua generasi ketiga sefalosporin juga mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Streptococcus pyogenes (grup A streptococcus) (Jacobs dan Guglielmo, 2007). 51 Infeksi pada pasien kanker dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif maupun positif. Akhir-akhir ini telah terjadi pergeseran pola kuman yang menginfeksi pasien kanker. Dahulu, bakteri gram negatif merupakan organisme penginfeksi utama pada pasien kanker, namun saat ini frekuensi infeksi oleh bakteri gram negatif menurun dan sebaliknya infeksi oleh bakteri gram positif makin meningkat (60-70%) terutama Staphylococcus epidermidis dan berbagai jenis streptococcus (Drew, 2005). Namun demikian pengobatan tetap memerlukan antibiotika yang mencakup gram negatif karena infeksi gram negatif berisiko tinggi menjadi fulminan (Reksodiputro, 2006). Oleh karena itu, pada kasus, banyak digunakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang tidak hanya aktif terhadap bakteri gram negatif namun juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif yang akhir-akhir ini banyak dilaporkan sebagai penyebab infeksi pada pasien kanker. Selain itu, penggunaan antibiotik golongan sefalosporin juga dimaksudkan untuk terapi profilaksis bedah pada beberapa kasus yang juga menjalani operasi histerektomi (pengangkatan rahim). Menurut Jacobs dan Guglielmo (2007) antibiotik golongan sefalosporin generasi pertama merupakan drug of choice profilaksis bedah. Golongan sefalosporin generasi kedua dan ketiga tidak lebih efektif dibandingkan generasi pertama kecuali pada kasus dimana terdapat mikrooganisme anaerob seperti pada bedah kolorektal atau bedah histerektomi. Dalam Thirion dan Guglielmo (2005) juga dinyatakan bahwa mikroorganisme yang sering menginfeksi dalam bedah histerektomi adalah bakteri enterik gram negatif basil, anaerob, grup B streptococcus, dan 52 enterococcus. Antibiotik yang direkomendasikan untuk penatalaksanaannya adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi pertama, kedua, dan ketiga. Antibiotika golongan aminoglikosida juga banyak digunakan oleh kasus yaitu sebesar 35%. Jacobs dan Guglielmo (2007) menyatakan bahwa antibiotika golongan aminoglikosida saat ini penggunaannya sangat terbatas karena dapat menyebabkan ototoksisitas dan nefrotoksisitas. Aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk melawan bakteri gram negatif yang resisten dan hanya sensitif terhadap aminoglikosida saja. Aktivitasnya terhadap bakteri gram positif sangat terbatas. Dalam penelitian ini, antibiotik golongan aminoglikosida yang banyak digunakan adalah kanamisin yang digunakan oleh 35% kasus. Kanamisin digunakan untuk mengobati infeksi serius yang disebabkan oleh strain bakteri E. coli, spesies Proteus, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumonia, Serratia inarcescens dan spesies Acinetobacter (Lacy, Amstrong, Goldman, dan Lance, 2006). Antibiotika golongan penisilin yakni amoksisilin trihidrat digunakan oleh 30% kasus. Amoksisilin trihidrat merupakan antibiotika golongan penisilin spektrum luas yang mempunyai daya antibakteri terhadap gram positif maupun negatif, namun amoksisilin dapat dirusak oleh penisilinase, termasuk yang dihasilkan oleh S. aureus dan sebagian kuman gram negatif seperti E. coli. Sebagian besar stafilokokus, 50% E. coli dan 15% H. influenza resisten terhadap amoksisilin (Anonim, 2000). 53 Antibiotik lain yang juga banyak digunakan adalah metronidazol yakni sebesar 25%. Anonim (2000) menyebutkan bahwa metronidazol merupakan antimikroba dengan aktivitas yang sangat baik terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Aktivitas antibakteri anaerobnya sangat bermanfaat untuk sepsis pada kasus bedah dan ginekologis terutama Bacteroides fragilis. Spektrum antiprotozoanya mencakup Trikomonas vaginalis, vaginosis bakterialis (terutama Gardnerella vaginalis), Entamoeba histolytica, dan Giardia lamblia. Dalam penelitian Mikamo dkk (1999) tentang kaitan antara kanker serviks dengan adanya bakteri intravaginal, dinyatakan bahwa pada pasien kanker serviks ditemukan bakteri intravaginal aerob dan anaerob yang menginfeksi pasien. Bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Gardnerella vaginalis yang ditemukan pada 50% pasien kanker serviks. Sehingga penggunaan metronidazol dapat ditujukan untuk terapi terhadap bakteri intravaginal pada kasus atau untuk profilaksis bedah histerektomi. Penggunaan itrakonazol sebagai antifungi hanya digunakan oleh 10% kasus. Dalam Reksodiputro (2006) dinyatakan bahwa infeksi jamur merupakan salah satu masalah infeksi pada pasien kanker. Infeksi jamur dapat ditemukan bersama dengan infeksi bakteri. Jacobs dan Guglielmo (2007) menyatakan bahwa itrakonazol dapat menurunkan infeksi jamur ketika digunakan sebagai terapi profilaksis pada pasien neutropenia. Itrakonazol sangat aktif melawan hampir semua strain Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis, Cryptococcus neoformans, Sporotrichum schenkii dan berbagai spesies dermatophytes. Itrakonazol juga aktif dalam melawan spesies Aspergillus tetapi tidak aktif 54 melawan Fusarium dan Zygomycetes. Stanford (2008) menyebutkan bahwa salah satu jenis mikroorganisme penyebab infeksi jamur pada pasien febrile neutropenia adalah Aspergillus spp. Sehingga dapat dikatakan bahwa itrakonazol digunakan untuk mencegah dan atau mengatasi infeksi jamur yang akan atau telah terjadi pada pasien kanker serviks. Antibiotik azitromisin merupakan antibiotik golongan makrolida yang digunakan oleh 1 kasus yakni kasus 4. Dalam dosis tunggal (1g) azitromisin digunakan untuk mengobati infeksi klamidia di daerah genital. Antibiotik doksisiklin yang merupakan antibiotik golongan tetrasiklin digunakan untuk mengobati penyakit menular seksual yang disebabkan oleh clamydiae seperti endocervitis, urethritis, proctitis, dan epididymitis. Antibiotik doksisiklin juga mempunyai respon yang baik terhadap infeksi klamidial lainnya sperti psittacosis, lymphogranuloma venereum, trachoma dan penyakit menular seksual granuloma inguinal (Jacobs dan Guglielmo, 2007). Levofloksasin merupakan antibiotika golongan kuinolon yang mempunyai aktivitas antibakteri yang luas. Levofloksasin dan siprofloksasin mempunyai aktivitas terhadap P. aeruginosa yang lebih baik dibandingkan antibiotik kuinolon lain. Gatifloksasin, gemifloksasin, levofloksasin dan moksifloksasin mempunyai aktivitas terbaik terhadap gram positif termasuk terhadap pneumococci dan strain S. aureus dan S. epidermidis (Jacobs dan Guglielmo, 2007). Oleh karena itu levofloksasin dapat digunakan pada pasien yang berisiko netropenia karena pasien tersebut mempunyai risiko tinggi terinfeksi bakteri gram positif. 55 D. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) Penggunaan Antibiotik Evaluasi drug therapy problems (DTPs) penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda periode tahun 2006-2008 dilakukan dengan penelusuran pustaka. Dari total 20 kasus yang dievaluasi penggunaan antibiotiknya, ditemukan 15 kasus atau 75% yang mengalami DTPs dan hanya 5 kasus atau 25% yang tidak mengalami DTPs. Gambar 5. Persentase kejadian DTP pada kasus (n= 20 kasus) Jumlah DTP yang terjadi pada tiap kasus berbeda- beda, satu kasus dapat mengalami 1 (satu), 2 (dua), atau 3 (tiga) jenis DTP. Jenis DTP yang paling banyak ditemukan adalah DTP ada obat tanpa indikasi sebanyak 6 kasus, kemudian pemakaian obat yang tidak efektif serta adverse drug reactions (ADR) dan interaksi obat masing-masing sebanyak 5 kasus, butuh tambahan obat dan dosis terlalu rendah masing-masing 2 kasus, dan dosis terlalu tinggi 1 kasus. 56 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. Tabel XIII. Pengelompokan Kejadian DTPs Berdasarkan Jenis DTP pada Kasus Jenis DTP Σ Kasus Nomor Kasus (n= 18 kasus) Ada obat tanpa indikasi 6 6, 8, 9, 11, 12, 17 Butuh tambahan obat 2 1b, 15 Pemakaian obat yang tidak efektif 5 2, 3, 4, 16b, 17 Dosis terlalu rendah 2 1b, 17 Potensial Adverse Drug Reaction 5 4, 5, 12, 16b, 17 (ADR) dan interaksi obat Dosis terlalu tinggi 1 4 Ada obat tanpa indikasi Tabel XIV. Kelompok Kasus DTPs Ada Obat Tanpa Indikasi Jenis Σ Nomor Penilaian Rekomendasi Antibiotik Kasus Kasus (Assessment) (Plan) Amoksisilin 3 6, 9, 11 Kasus tidak perlu Penggunaan (Amoxan®, mendapatkan antibiotik ® Yefamox ) terapi antibiotik sebaiknya karena pada hasil disertai dengan Kanamisin 3 8, 12, 17 pemeriksaan pemeriksaan laboratorium laboratorium penanda infeksi penanda infeksi. menunjukkan nilai yang normal Penilaian ada obat tanpa indikasi berdasarkan pada tidak adanya tandatanda infeksi dalam hasil pemeriksaan laboratorium yang terdapat pada kasus namun kasus tetap diberikan antibiotik (kecuali antibiotik yang diberikan pada kasus pasca pembedahan histerektomi untuk mencegah atau mengatasi infeksi yang kerap terjadi). Jenis DTP ada obat tanpa indikasi terjadi pada 6 kasus dengan melibatkan jenis antibiotik amoksisilin dan kanamisin masing-masing sebanyak 3 kasus. Pada kasus di atas, semuanya mempunyai nilai penanda infeksi (leukosit dan segmen) yang normal sehingga belum diperlukan antibiotik. 57 Rekomendasi yang dapat diberikan yaitu sebaiknya penggunaan antibiotik tersebut disertai dengan pemeriksaan laboratorium penanda infeksi sehingga antibiotik yang diberikan dapat dikatakan tepat indikasi. 2. Butuh tambahan obat Tabel XV. Kelompok Kasus DTPs Butuh Tambahan Obat Jenis Σ Nomor Penilaian Rekomendasi Antibiotik Kasus Kasus (Assessment) (Plan) Sefiksim 1 1b Kasus Antibiotik (Cefspan®) memerlukan diberikan sejak dan terapi inisiasi munculnya Seftriakson obat berdasarkan tanda-tanda (Broadced®) tanda-tanda infeksi pada infeksi pada pemeriksaan Amoksisilin 1 15 pemeriksaan laboratorium. laboratorium. Jenis DTP butuh tambahan antibiotik terjadi pada 2 kasus yakni pada kasus nomor 1b dan 15. Penyebab dari DTP pada kasus ini adalah adanya kondisi medis yang memerlukan terapi inisiasi obat. Kondisi medis yang dimaksud adalah hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan adanya peningkatan nilai leukosit sebagai penanda adanya infeksi bakteri. Pada kedua kasus ini, penanda adanya infeksi bakteri telah nampak beberapa hari sebelum terapi antibiotik dimulai, sehingga kasus memerlukan terapi inisiasi antibiotik untuk mengatasi infeksi yang terjadi. 58 3. Pemakaian obat yang tidak efektif Tabel XVI. Kelompok Kasus DTP Pemakaian Obat yang Tidak Efektif Jenis Σ Nomor Penilaian Rekomendasi (Plan) Antibiotik Kasus Kasus (Assessment) Amoksisilin 2 2, 3 Penggunaan Sebaiknya dilakukan (Amoxan®) amoksisilin dan pemeriksaan klinis kanamisin tidak lebih lanjut terkait Kanamisin 2 4, 16b sesuai dengan adanya peningkatan tanda-tanda infeksi. eosinofil pada kasus, Adanya kenaikan sehingga dapat eosinofil menjadi dipastikan apakah penanda terjadinya kasus menderita alergi alergi atau infeksi atau infeksi parasit. parasit. Jika sudah diketahui penyebabnya maka dapat diberikan antialergi atau antiparasit yang sesuai. Gentamisin 1 17 Gentamisin sebagai Sebaiknya penggunaan antibiotik gentamisin diganti profilaksis bedah dengan antibiotik tidak tepat. profilaksis bedah yang Sebaiknya sesuai yakni golongan digunakan golongan sefalosporin generasi sefalosporin atau pertama, kedua, ketiga metronidazol. atau metronidazol. Jenis DTP pemakaian obat yang tidak efektif terjadi pada 5 kasus yaitu kasus nomor 2 dan 3 terkait penggunaan amoksisilin, kasus 4, dan 16b terkait penggunaan kanamisin dan kasus 17 terkait penggunaan gentamisin. Penyebab DTP pemilihan obat yang salah pada kasus-kasus tersebut adalah penggunaan obat yang tidak efektif atau obat yang digunakan bukan merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasi indikasi medis yang dialami kasus. Pada kasus 2 dan 3, terdapat kenaikan eosinofil yang menunjukkan adanya alergi atau infeksi parasit pada kasus. Namun antibiotik yang diberikan adalah antibiotik amoksisilin yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri 59 gram positif dan negatif. Pemilihan amoksisilin ini kurang tepat dengan indikasi medis kasus. Hal yang sama terjadi pada kasus 4 dan 16b terkait dengan penggunaan kanamisin. Rekomendasi yang dapat disarankan adalah sebaiknya dilakukan pemeriksaan klinis lebih lanjut terkait adanya peningkatan eosinofil pada kasus, sehingga dapat dipastikan apakah kasus menderita alergi atau infeksi parasit. Jika sudah diketahui penyebabnya maka dapat diberikan antialergi atau antiparasit yang sesuai. Pada kasus 17 penggunaan gentamisin ditujukan untuk terapi profilaksis bedah histerektomi yang akan dijalani oleh pasien. Penggunaan gentamisin sebagai terapi profilaksis bedah dikatakan kurang tepat. Jacobs dan Guglielmo (2007) menyatakan bahwa antibiotik yang digunakan untuk profilaksis bedah histerektomi adalah golongan sefalosporin generasi ke 2 dan 3. Thirion dan Guglielmo (2005) juga menyatakan bahwa antibiotik profilaksis yang direkomendasikan oleh American College of Obstetricians and Gynecologist pada pembedahan histerektomi adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi pertama, kedua, dan ketiga. Dalam IONI (2000) disebutkan bahwa metronidazol dapat digunakan sebagai antibiotik profilaksis bedah histerektomi. Rekomendasi yang dapat disarankan adalah mengganti gentamsin dengan antibiotik profilaksis bedah histerektomi yang sesuai dengan literatur. Pada beberapa kasus yang menjalani pembedahan histerektomi, digunakan antibiotika empiris pasca pembedahan untuk mencegah adanya infeksi pasca pembedahan atau mengatasi infeksi yang terjadi saat pembedahan. Pendekatan yang digunakan untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik 60 pasca pembedahan histerektomi adalah dengan mengetahui jenis mikroorganisme yang pada umumnya menginfeksi pasien yang menjalani bedah histerektomi. Menurut Thirion dan Guglielmo (2005) mikroorganisme yang pada umunya menginfeksi pasien yang menjalani bedah histerektomi adalah streptococcus grup B, enterococcus anaerob, dan bakteri gram negatif enterik. Drug of choice yang aktif terhadap streptococcus grup B adalah golongan penisilin, antibiotik lain yang dapat digunakan adalah eritromisin, sefalosporin, azitromisin, doksisiklin, dan fluorokuinolon. Untuk enterococcus anaerob, drug of choice yang dapat digunakan adalah ampisilin, dan gentamisin. Vancomisin dapat digunakan sebagai antibiotik alternatif untuk infeksi enterococcus anaerob, sedangkan pada infeksi bakteri gram negatif enterik drug of choice yang dapat digunakan adalah trimetoprim-sulfametoksazol, imipenem, dan meropenem, antibiotik lain yang dapat digunakan yakni golongan aminoglikosida, fluorokuinolon, dan cefepime (Jacobs dan Guglielmo, 2007). Setelah dilakukan evaluasi penggunaan antibiotik pasca pembedahan histerektomi pada kasus yang menjalani pembedahan histerektomi, didapatkan hasil bahwa antibiotik yang digunakan oleh kasus pasca pembedahan histerektomi telah sesuai dengan literatur. Tidak ada penggunaan antibiotik pasca pembedahan histerektomi yang pemakaiannya salah atau tidak efektif. 61 4. Dosis terlalu rendah Tabel XVII. Kelompok Kasus DTPs Dosis Terlalu Rendah Jenis Σ Nomor Penilaian Rekomendasi Antibiotik Kasus Kasus (Assessment) (Plan) Sefiksim 1 1b Durasi pemberian Memperpanjang (Cefspan®) antibiotik terlalu durasi pemberian singkat untuk sefiksim sampai menghasilkan didapatkan hasil respon yang pemeriksaan diinginkan laboratorium yang menandakan bahwa tidak ada lagi infeksi pada kasus. Sefazolin 1 17 Interval dosis Meningkatkan (Cefazol®) yang jarang frekuensi sehingga efek pemberian yang dihasilkan sefazolin. tidak optimal. Pemberian antibiotik dengan dosis terlalu rendah terdapat pada 2 kasus dengan nomor kasus 1b yang melibatkan antibiotik sefiksim (Cefspan®) dan kasus 17 yang melibatkan antibiotik sefazolin Na (Cefazol®). Pada kasus 1b, sefiksim diberikan dengan durasi yang singkat sehingga respon yang dihasilkan tidak optimal. Rekomendasi yang disarankan adalah dengan memperpanjang durasi sefiksim sampai didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang menandakan bahwa tidak ada lagi infeksi pada kasus. Pada kasus 17, penyebab dari DTP ini adalah interval dosis yang jarang sehingga efek yang dihasilkan tidak optimal. Dosis Cefazol® untuk profilaksis bedah menurut DIH adalah 1 g diberikan 30 menit sebelum pembedahan (diulangi sebesar 500mg-1g selama pembedahan) dan setelah pembedahan sebesar 1 g tiap 6-9 jam. Dosis yang diterima pasien sebesar 2x1 g pada tanggal 26 dan 27 Mei. Dosis pada tanggal 26 (sebelum dan saat pembedahan sudah tepat dosis) sedangkan pada tanggal 27 (setelah pembedahan) 62 dosisnya kurang. Rekomendasi yang diberikan adalah peningkatan frekuensi pemberi Cefazol® pada tanggal 27 Mei menjadi 1 g tiap 6-9 jam. 5. Potensial Adverse Drug Reaction (ADR) dan interaksi obat Adverse drug reaction adalah efek obat yang tidak diinginkan yang timbul selama pemberian dalam dosis terapi. Adverse drug reaction bersifat individual yang berarti tidak terjadi pada semua individu tetapi hanya pada individu tertentu. Dalam penelitian ini, DTPs yang terjadi bersifat potensial, artinya adverse drug reaction akibat penggunaan antibiotik belum terjadi pada kasus, namun potensial terjadi pada kasus, sehingga penggunaannya harus selalu dimonitor agar tidak terjadi adverse drug reaction. Interaksi obat adalah reaksi yang tidak diinginkan akibat penggunaan 2 atau lebih jenis obat yang tidak berhubungan dengan dosis. Berikut ini merupakan tabel kelompok kasus DTPs adverse drug reaction dan interaksi obat yang potensial terjadi pada kasus. Tabel XVIII. Kelompok Kasus DTPs Adverse Drug Reaction (ADR) dan Interaksi Obat Jenis Σ Nomor Penilaian Rekomendasi Antibiotik Kasus Kasus (Assessment) (Plan) Doksisiklin 1 5 Penggunaan kedua Sebaiknya dengan obat ini potensial diberikan selang obatan yang menimbulkan waktu 3-4 jam mengandung interaksi dengan antara komponen besi tingkat signifikansi 2. pemberian atau kalsium Interaksi yang terjadi antibiotik (Feroford® dan adalah menurunnya doksisiklin Seloxy®) absorpsi keduanya dengan obat(Tatro, 2007). obatan yang mengandung besi atau kalsium. 63 Jenis Antibiotik Golongan sefalosporin dengan golongan aminoglikosida (Broadced®, Cefspan®, Cefazol® dengan kanamisin dan gentamisin) Sefuroksim aksetil (Zinnat®) Tabel XVIII. Lanjutan Σ Nomor Penilaian Kasus Kasus (Assessment) 2 4, 17 Interaksi kedua obat ini dapat meningkatkan nefrotoksisitas serta meningkatnya aktivitas bakterisidal terhadap kuman tertentu. Signifikasi interaksi berada pada level 2 (Tatro, 2007). Rekomendasi (Plan) Dilakukan monitoring fungsi ginjal secara berkala. 1 17 Zinnat® menimbulkan efek samping meningkatnya transaminase dan alkaline fosfatase. Pada kasus sudah ada peningkatan nilai SGPT dan SGOT. Monitoring nilai SGOT dan SGPT kasus selama penggunaan Zinnat® untuk mengantisipasi adanya ADR. Antibiotik kanamisin dengan obat golongan NSAIDs yakni ketorolak (Remopain®, dan Toradol®) 2 4, 16b Dilakukan monitoring fungsi ginjal secara berkala. Itrakonazol (Sporacid®) dan deksametason (Kalmetasone®) 1 12 Antibiotik levofloksasin (Cravit®) dan Mylanta® 1 16b Penggunaan NSAIDs dapat menyebabkan akumulasi kanamisin dalam plasma dengan mekanisme penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate) dengan tingkat signifikansi 2 (Tatro, 2007). Potensial interaksi yang dapat meningkatkan efek dan toksisitas deksametason dengan tingkat signifikansi 2 (Tatro, 2007). Mylanta® menurunkan efek farmakologi levofloksasin dengan tingkat signifikansi 2 (Tatro, 2007). Dilakukan monitoring efek samping deksametason secara berkala. Pemberian dilakukan dengan selang waktu 3-4 jam. 64 Jenis Antibiotik Antibiotik Sefuroksim aksetil (Zinnat®) dengan simetidin (Ulsikur®) Σ Kasus 1 Tabel XVIII. Lanjutan Nomor Penilaian Kasus (Assessment) 17 Potensial interaksi antara sefuroksim aksetil dengan simetidin dengan signifikansi 4. Penggunaan simetidin dapat menurunkan bioavailabilitas sefuroksim aksetil dengan mekanisme perubahan pH lambung yang akan mempengaruhi absorpsi sefuroksim aksetil (Tatro, 2007). Rekomendasi (Plan) Sebaiknya dihindari penggunaan bersamaan (diberikan selang waktu) atau sefuroksim aksetil digunakan bersamaan dengan makanan untuk mengoptimalkan absorpsi. Jenis DTP adverse drug reaction yang potensial terjadi pada kasus adalah penggunaan sefuroksim aksetil (Zinnat®) pada kasus 17 yang dapat meningkatkan transaminase dan alkali fosfatase. Pada kasus, nilai transaminase dan alkali fosfatase yang didapat dari hasil pemeriksaan laboratoriumnya telah menunjukkan adanya peningkatan, sehingga berpotensi menimbulkan adverse drug reaction (Lacy, Amstrong, Goldman, dan Lance, 2006). Salah satu penyebab adverse drug reaction yang paling banyak terjadi adalah adanya interaksi obat yang menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis obat. Adanya interaksi obat terdapat pada kasus 4, 5, 12, 16b, dan 17. Pada kasus 5 interaksi obat yang terjadi melibatkan penggunaan doksisiklin bersamaan dengan obat-obatan yang mengandung komponen besi atau kalsium (Feroford® dan Seloxy®) yang berpotensi menimbulkan interaksi yakni menurunnya absorpsi doksisiklin. Interaksi yang 65 terjadi berada pada level signifikansi 2. Onset dari interaksi kedua obat tersebut lambat dengan tingkat keparahan sedang (Tatro, 2007). Pada kasus 4 dan 17 interaksi obat yang potensial terjadi adalah penggunaan antibiotik golongan sefalosporin dengan antibiotik golongan aminoglikosida yang dapat menimbulkan nefrotoksisitas dengan tingkat signifikansi 2 yaitu onset dari interaksi kedua obat tersebut lambat dengan tingkat keparahan sedang (Tatro, 2007). Adanya potensial interaksi antara antibiotik kanamisin dengan obat golongan NSAIDs yakni ketorolak (Remopain®, dan Toradol®) terdapat pada kasus 4, dan 16b. Penggunaan NSAIDs dapat menyebabkan akumulasi kanamisin dalam plasma dengan mekanisme penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate). Interaksi yang terjadi berada pada level signifikansi 2 (Tatro, 2007). Pada kasus nomor 12, potensial terjadi interaksi pada penggunaan itrakonazol (Sporacid®) dengan deksametason (Kalmetasone®). Penggunaan bersamaan kedua obat ini dapat meningkatkan efek dan toksisitas deksametason dengan tingkat signifikansi 2. Penggunaan bersamaan antibiotik levofloksasin (Cravit®) dan Mylanta® berpotensi menimbulkan interaksi pada kasus 16b. Interaksi yang potensial terjadi yaitu menurunkan efek farmakologi levofloksasin dengan tingkat signifikansi 2. Interaksi yang terjadi onsetnya cepat dengan tingkat keparahan sedang (Tatro, 2007). Adanya potensial interaksi antara antibiotik sefuroksim aksetil (Zinnat®) dengan simetidin (Ulsikur®) pada kasus 17. Penggunaan simetidin dapat 66 menurunkan bioavailabilitas sefuroksim aksetil dengan mekanisme perubahan pH lambung yang akan mempengaruhi absorpsi sefuroksim aksetil. Interaksi yang terjadi berada pada level signifikansi 4 dengan onset interaksi yang cepat dan tingkat keparahan sedang (Tatro, 2007). 6. Dosis Terlalu Tinggi Drug therapy problems dosis terlalu tinggi terdapat pada 1 kasus yakni pada kasus 4 yang melibatkan penggunaan azitromisin (Zistic®). Menurut IONI (2000), azitromisin digunakan 500 mg sekali sehari selama 3 hari. Pada kasus digunakan selama 4 hari, sehingga durasi antibiotik yang digunakan terlalu lama. Durasi obat yang terlalu lama dapat dikelompokkan ke dalam jenis DTP dosis terlalu tinggi (Cipolle dan Strand, 2004). BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian evaluasi drug therapy problems penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RS Bethesda periode tahun 2006-2008 maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Karakterisitik pasien berdasarkan stadium terbanyak yaitu stadium IIa sebesar 38,89%, berdasarkan usia terbanyak yaitu usia 51-60 tahun sebesar 27,78%, dan berdasarkan usia pada saat menikah yang terbanyak yakni usia < 20 tahun sebesar 60%. 2. Pada profil penggunaan obat oleh pasien, terdapat 12 kelas terapi obat yang digunakan yaitu obat saluran cerna sebesar 90%, obat susunan saraf sebesar 85%, vitamin dan mineral sebesar 85%, obat kardiovaskuler dan sistem hematopoeitik sebesar 75%, suplemen makanan sebesar 50%, hormon sebesar 30%, obat saluran nafas sebesar 15%, obat sistem saluran kemih dan kelamin, obat sistem muskuloskeletal, obat mulut dan tenggorokan, serta antihistamin/ antialergi masing-masing sebesar 5%. 3. Pada profil penggunaan antibiotik oleh pasien, terdapat 8 golongan antibiotik yang digunakan. Golongan antibiotik yang paling banyak digunakan yaitu golongan sefalosporin (60%) dengan jenis antibiotik terbanyak seftriakson disodium yang digunakan oleh 8 kasus. 67 68 4. Drug Therapy Problems (DTPs) yang ditemukan terkait penggunaan antibiotik oleh pasien adalah sebagai berikut : a. Ada obat tanpa indikasi sebanyak 6 kasus b. Butuh tambahan obat sebanyak 2 kasus c. Pemakaian obat yang tidak efektif sebanyak 5 kasus d. Dosis terlalu rendah sebanyak 2 kasus e. Potensial Adverse Drug Reaction (ADR) dan interaksi obat sebanyak 5 kasus, dan f. Dosis terlalu tinggi sebanyak 1 kasus. B. Saran Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Bagi RS Bethesda Yogyakarta : a. Perlu dilakukan pemeriksaan kultur kuman untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi pada pasien, sehingga dapat diberikan antibiotik yang sesuai dengan kultur kumannya (antibiotik definitif). b. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium terkait adanya infeksi setelah pasien menjalani kemoterapi, sehingga dapat diketahui adanya neutropenia akibat efek samping kemoterapi dan dapat diberikan terapi yang sesuai. 69 2. Bagi peneliti selanjutnya : a. Dapat dilakukan penelitian Drug Therapy Problems (DTPs) penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks di RS Bethesda berdasarkan pola kuman setempat. b. Dapat dilakukan penelitian secara prospektif Drug Therapy Problems (DTPs) penggunaan antibiotik pasca kemoterapi pada pasien kanker serviks rawat jalan. c. Dapat dilakukan penelitian Drug Therapy Problems (DTPs) penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di rumah sakit lain. 70 DAFTAR PUSTAKA Abdulmuthalib, 2006, Prinsip Dasar Terapi Sistemik pada Kanker, dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiyati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi IV, 849-850, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta Adiwijono, 2006, Teknik- teknik Pemberian Kemoterapi, dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiyati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi IV, 860, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta Andrijono, 2005, Chemotherapy in Cervical Cancer, Indonesian Journal Obstetric Gynecologic., 29(2): 122 Anonim, 1996, Protokol Onkologi RSUP Dr. Sardjito, 41-49, Komite Medis RSUP Dr. Sardjito, MMR Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, diakses tanggal 26 Desember 2009 Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 199-202, 304, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2007a, Cervical Cancer at a Glance, http://info.cancerresearchuk.org/cancerandresearch/cancers/cervical/, diakses tanggal 10 Mei 2009 Anonim, 2007b, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, edisi 7 2007/ 2008, 295, 297, 321, 324, PT Info Master Lisensi dan CMP Medica, Indonesia Anonim, 2009a, ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia, 398, PT. ISFI Indonesia, Jakarta Anonim,2009b, Kanker Leher Rahim, http://www.scribd.com/doc/5770347/Kanker-Leher Rahim?autodown=pdf, diakses tanggal 19 Mei 2009 Anonim, 2009c, Rumah Sakit Bethesda, http://www.bethesda.or.id/isi.php?id=39, diakses tanggal 5 Juli 2009 Anonim, 2009d, Formularium Rumah Sakit Bethesda Tahun 2009, Sub Komite Farmasi, Terapi, Alat Kesehatan dan Alat Kedokteran Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta Anonim, 2010, Farmakoterapi Antiinfeksi/ Antibiotika, 8, Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 71 Aziz, M.F., 2001, Masalah Pada Kanker Serviks, dalm Cermin Dunia Kedokteran, No 133: 5-7 Bosman, F.T., 1996, Aspek- aspek Fundamental Kanker, dalam Velde, C.J.H., Bosman, F.T., dan Wagener, D.J.Th., Onkologi, 10, 11, 16, diterjemahkan oleh panitia kanker RSUP Dr. Sardjito, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Cipolle, R.J and Strand, L.M., 2004, Pharmaceutical Care Practice The Clinician’s Guide, Second Edition, 175, McGraw-Hill, New York Davey, P., 2006, At a Glance Medicine, Erlangga, Jakarta Drew, R.H., 2005, Prevention and Treatment of Infections in Neutropenic Cancer Patient, dalam Koda-kimble, M.A., Young, L.Y., Kradjan, W. A., Guglielmo, B. J., Alldredge, B. K., dan Corelli, R. L, Applied Therapeutics The Clinical Use Of Drugs, 8th edition, Chapter 68, Lippincount Williams & Wilkins, Baltimore Jacobs, R.A. dan Guglielmo, B.J., 2007, Anti-infective Chemotherapeutic & Antibiotic Agents, dalam McPhee, S.J., Papadakis, M.A., Tierney, Jr.L.M, Current Medical Diagnosis and Treatment, 46th ed, 1583-1616, McGrawHill Companies, New York Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., dan Lance, L.L., 2006, Drug Information Handbook, 1825, Lexi-Comp, Ohio Lindley, C., 2005, Adverse Effects of Chemotherapy, dalam Koda-kimble, M.A., Young, L.Y., Kradjan, W.A., Guglielmo, B.J., Alldredge, B.K., dan Corelli, R.L, Applied Therapeutics The Clinical Use Of Drugs, 8th edition, Chapter 89-25, Lippincount Williams & Wilkins, Baltimore Marlinah, I., 2009, Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Agustus 2004- Agustus 2008, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta MacKay, H.T., 2007, Gynecology, dalam McPhee,S.J., Papadakis,M.A., Tierney, Jr.L.M., Current Medical Diagnosis and Treatment, Forty-sixth edition, 756, McGraw-Hill Companies, New York Mexitalia, M., 2005, Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus Kanker Leher Rahim di Rumah Sakit Panti rapih Yogyakarta Tahun 2004, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 72 Meyler, W.J., dan Crul, B.J.P., 1999, Nyeri dan Pemberantasan Nyeri pada Penderita Kanker, dalam Velde, C.J.H., Bosman, F.T., dan Wagener, D.J.Th., Onkologi, 769, diterjemahkan oleh panitia kanker RSUP Dr. Sardjito, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Mikamo, H., Sato, Y., Hayasaki, Y., Kawazoe, K., Izumi, K., Ito, K., et al., 1999, Intravaginal Bacterial Flora in Patients with Uterine Cervical Cancer : High Incidence of Detection of Gardnerella vaginalis, Journal of Infection and Chemotherapy, Vol.5, No.2, 82-85 NCCN, 2010, National Comprehensive Cancer Network (NCCN) Clinical Practice Guidelines in Oncology: Cervical Cancer Norwitz, E.R, dan Schorge, J.O., 2006, At a Glance Obstetri dan Ginekologi, edisi kedua, diterjemahkan oleh Artsiyanti, Diba, 63, Erlangga, Jakarta Otto, S.E., 2003, Buku Saku Keperawatan Onkologi, 157-158, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Pratiknya, A.W., 1986, Dasar- dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, 10, CV Rajawali, Jakarta Pratiwi, S.T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, 151, Penerbit Erlangga, Jakarta Ranuhardy, D., 2006, Neutropeni Febril pada Kanker, dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiyati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi IV, 885-889, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta Rasjidi, Imam., 2009, Epidemiologi Kanker Serviks, Indonesian Journal Of Cancer, Vol. III, No.3, 103-108, Dharmais Center Hospital, Jakarta Reksodiputro, A.H., 2006, Pengobatan Suportif Pada Pasien Kanker, dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiyati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi IV, 874-884, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta Robbins, S.L., dan Kumar, V., 1987, Buku Ajar Patologi II, edisi 4, diterjemahkan oleh Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 379-382, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Segedi, L.M., Segedi, D., Radakovic, J., Ilic, M., dan Kojic, S., 2005, The Guidelines on Antibiotics Application in Gynaecological Oncology, Arch Oncol 2005;13(2):83-5 73 Setiabudy, R , dan Gan, V.H.S., 1995, Antimikroba, dalam Ganiswara, S.G., Setiabudy, R., dan Suyatna, F.D., Farmakologi dan Terapi, edisi 4, 571, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta Sjamsuddin, S., 2001, Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Serviks, dalam Cermin Dunia Kedokteran, No 133, 8-14 Stanford, B.L., 2008, Oncologic Emergencies, dalam Chisholm-Burns, M.A., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Malone, P.M., Kolesar, J.M., Rotschafer, J.C., et al Pharmacotherapy Principles&Practice, 1468, McGraw-Hill Companies, New York Sutedjo, A.Y., 2007, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Penerbit Amara Books, Yogyakarta Suwiyoga I.K., 2006, Tes Human Papillomavirus sebagai Skrining Alternatif Kanker Serviks, dalam Cermin Dunia Kedokteran, No 151, 29-32 Tambunan, G.W., 1995, Diagnosis dan Tata Laksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia, 1-22, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Tatro, D.S., 2007, Drug Interaction Facts 2007, Wolters Kluwer Health, Missouri Thirion, D.J.G., dan Guglielmo, B.J., 2005, Antimicrobial Prophylaxis for Surgical Procedures, dalam Koda-kimble, M.A., Young, L.Y., Kradjan, W. A., Guglielmo, B. J., Alldredge, B. K., dan Corelli, R. L, Applied Therapeutics The Clinical Use Of Drugs, 8th edition, Chapter 57-2, Lippincount Williams & Wilkins, Baltimore Trimbos, J.B, dan Fleuren G.J., 1996, Tumor Alat Kelamin Wanita, dalam Velde, C.J.H., Bosman, F.T., dan Wagener, D.J.Th., Onkologi, 493-506, diterjemahkan oleh panitia kanker RSUP Dr. Sardjito, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta 74 Lampiran 1. Analisis DTPs Pada Kasus dengan Metode SOAP (Subjective, Objective, Assessment, Plan) Kasus 1a No. RM 00-63-63-12 (28/05/08-12/06/08) Subyektif Ny. HYT, wanita, 54 tahun. Keluhan masuk: perdarahan pervagina selama ± 6 bulan Usia menikah: 19 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIa Obyektif Tanggal Tanggal Periksa Periksa Parameter Parameter 28; 31; 3/6/08 28; 31; 3/6/08 7,00 (L); 13,4; Hb (gr%) 12,7 MCH (pg) 24,50 (L); -; Lekosit (rb/mmk) 27,96 (H); -; MCHC (g/dL) 31,1; -; Trombosit Eosinofil (%) 0,5; -; (rb/mmk) 471 (H); -; Segmen (%) 88,3 (H); -; SGOT (U/I) 20,5; -; Basofil (%) 0,4; -; SGPT (U/I) 21,6; -; Limfosit (%) 7,2 (L); -; Ureum (mg/dl) 11,1; -; Monosit (%) 3,6; -; Kreatinin (mg/dl) 0,5 (L); -; 22,5 (L); 41,7; Hematokrit (%) 39,4 Suhu (°C) 37 RBC (juta/mmk) 2,86 (L); -; Nadi (x/min) 80 RDW (%) 15,20 (H); -; Nafas (x/min) 20 MCV (fL) 78,70 (L); -; TD (mmHg) 120/80 Penatalaksanaan Tindakan : operasi histerektomi tanggal 02/06/08 Pengobatan : Primperan® 3x1 (oral), Cefspan® 2x1 (oral), Elovess® 1x1 (oral), Q-ten® 1x1 (oral), Biogesic® 3x1 (oral), Cefazol® 2x1 (inj), Broadced® 2 p 1g (inj), Alinamin-F® 2x 1 (inj), Vitamin C 1x2 amp (inj), Remopain® 2x1 (inj), Primperan® 2x1 amp (inj), Flagyl® 2x1 btl (infus), Cisplatin® 50 mg (infus), Narfoz® 2x1 amp (inj) Penilaian (Assessment) 1. Penggunaan Broadced® (seftriakson) dan Flagyl® (metronidazol) sebagai antibiotik profilaksis bedah telah sesuai dengan literatur. 2. Penggunaan Cefazol® (sefazoline Na) tanggal 28-30 Mei dan Cefspan® (sefiksim) tanggal 30 Mei-1 Juni dilanjutkan tanggal 5-11 Juni pasca operasi dimaksudkan sebagai terapi empiris adanya infeksi bakteri yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai leukosit dan segmen pada tanggal 28 Mei. Rekomendasi (Plan) Dilakukan pemeriksaan kultur kuman terkait adanya infeksi pada pasien, sehingga dapat diberikan antibiotik definitif sesuai kuman yang menginfeksi. 75 Kasus 1a Daftar Pemberian Obat Nama Obat Cefspan® 2x1 (oral) Elovess® 1x1 (oral) Q-ten® 1x1 (oral) Biogesic® 3x1 (oral) Cefazol® 2x1 (inj) Broadced® 2 p 1g (inj) Alinamin-F® 2x 1 (inj) Vitamin C 1x2 amp (inj) Remopain® 2x1 (inj) Primperan® 2x1 amp (inj) Flagyl® 2x1 btl (infus) Nama Obat Primperan® 3x1 (oral) Cefspan® 2x1 (oral) Elovess® 1x1 (oral) Q-ten® 1x1 (oral) Cisplatin® 50 mg (infus) Narfoz® 2x1 amp (inj) 28 Mei 29 Mei So So So So P P P,Si,So P,So 5 Juni 6 Juni P,So P P P,So P P Tanggal Pemberian 30 Mei 31 Mei 1 Juni 2 Juni P,So P,So P,So P P P P P P P,Si,So P,Si,So P P,So So (2g) So,M √ So,M So,M So,M 7 Juni P,Si,So P,So P P Tanggal Pemberian 8 Juni 9 Juni P,Si,So P,Si,So P,So P,So P P P P 3 Juni 4 Juni P (2g) P,So P (1g) P,So P,So 10 Juni P,Si,So P,So P P 11 Juni P,Si,So P,So P P √ √ 12 Juni P P 76 Kasus 1b No. RM 00-63-63-12 (15/10/08-25/10/08) Subyektif Ny. HYTi, wanita, 54 tahun. Keluhan masuk : mual dan muntah sejak dirawat dan menjalani kemoterapi 4 bulan yang lalu Riwayat : 4 bulan yang lalu menjalani kemoterapi c isplatin Usia menikah: 19 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIa Diagnosa sekunder : Chronic Myeloid Leukaemia (CML) Obyektif Tanggal Tanggal Periksa Periksa Parameter Parameter 15; 16; 20; 24 15; 16; 20; 24 28,20(L); -; -; Hb (gr%) 6,90 (L); -; -; MCH (pg) Lekosit 76,71 (H); 74,70 (H); (ribu/mmk) 53,40 (H); 23,8 (H) MCHC (g/dL) 32,1; -; -; Trombosit Eosinofil (%) 0,4; -; -; 0,2 (ribu/mmk) 410; -; -; 93,8 (H); -; -; 93,3 Segmen (%) (H) SGOT (U/I) Basofil (%) 0,4; -; -; 0,3 SGPT (U/I) Limfosit (%) 3,8 (L); -; -; 5,3 (L) Ureum (mg/dl) 13,5 (L); -; -; Monosit (%) 1,6 (L); -; -; 0,9 (L) Kreatinin (mg/dl) 0,7; -; -; Hematokrit (%) 21,5 (L); -; 39,7; Suhu (°C) 36 RBC (juta/mmk) 2,45 (L); -; -; Nadi (kali/menit) 24 RDW (%) 16,10 (H); -; -; Nafas (kali/menit) 84 MCV (fL) 87,80 (L); -; -; TD (mmHg) 110/70 Penatalaksanaan Hydrea® 1x4 (oral), Elovess® 1x1 (oral), Q-ten® 1x1 (oral), Gynoford®, Lasix® 1 amp (inj), Cetalgin® 3x1 (oral), Broadced® 1x2g (inj), Biogesic® 3x1 (oral), Cefspan® 2x1 (oral) Penilaian (Assessment) 1. Broadced® (seftriakson) dan Cefspan® (sefiksim) digunakan sebagai terapi empiris adanya infeksi pada kasus yang ditandai dengan meningkatnya nilai leukosit dan segmen pada tanggal 15, 16, 20, dan 24 Oktober. Pada tanggal 15, telah terdapat peningkatan lekosit sebagai penanda infeksi pada kasus, namun Broadced® baru diberikan pada tanggal 16 sore. Selain itu pada pemeriksaan tanggal 20 masih terjadi peningkatan lekosit namun kasus baru diberikan Cefspan® tanggal 22, maka dapat dikatakan bahwa kasus membutuhkan terapi inisiasi antibiotik untuk mengatasi infeksi yang terjadi. DTP bersifat aktual : butuh tambahan obat. 77 Lanjutan Kasus 1b 2. Pemberian Cefspan® hanya dilakukan pada tanggal 22 Oktober. Durasi pemberian antibiotik ini terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan, terbukti pada hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 24 yang menunjukkan masih terdapat infeksi pada kasus. Walaupun begitu, pada kasus pemberian Cefspan® tetap tidak dilanjutkan. DTP bersifat aktual : dosis terlalu rendah. Rekomendasi (Plan) 1. Pemberian Broadced® (injeksi) dimulai pada tanggal 15 Oktober pada saat didapatkan tanda- tanda infeksi pada kasus. Selain itu sebaiknya pemberian Cefspan® (oral) dapat dimulai pada tanggal 18 Oktober untuk menggantikan pemberian Broadced® injeksi. Cefspan® (oral) dapat diberikan sampai didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang menandakan bahwa tidak ada lagi infeksi pada kasus. 2. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan kultur kuman untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi kasus sehingga dapat diberikan antibiotik sesuai dengan kuman yang menginfeksi. 78 Kasus 1b Daftar Pemberian Obat Nama Obat Hydrea® 1x4 (oral) Elovess® 1x1 (oral) Q-ten® 1x1 (oral) Gynoford® Lasix® 1 amp (inj) Cetalgin® 3x1 (oral) Broadced® 1x2g (inj) Biogesic® 3x1 (oral) Cefspan® 2x1 (oral) 16 17 P P P P So 18 P P P 19 P P P √ √ M Tanggal Pemberian 20 21 P P P P P P P,So P,So 22 P P P 23 P P P P,Si,So P,Si,So P P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,So 24 P P P 25 P P P 79 Kasus 2 No. RM 01-91-77-39 (04/06/08-08/06/08) Subyektif Ny. SRT, wanita, 47 tahun. Keluhan masuk: sering mengalami keputihan yang berbau ± 6 bulan Usia menikah: 18 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIb Obyektif Tanggal Tanggal Periksa Periksa Parameter Parameter 4; 7/6/08 4; 7/6/08 Hb (gr%) 9,90 (L); 12,9 MCH (pg) 23,00 (L); Lekosit (ribu/mmk) 6,6; MCHC (g/dL) 29,5; Eosinofil (%) 5,1 (H); Trombosit (ribu/mmk) 448 (H); Segmen (%) 57; SGOT (U/I) Basofil (%) 0,1; SGPT (U/I) Limfosit (%) 28,1; Ureum (mg/dl) 14,7 (L); Monosit (%) 9,7; Kreatinin (mg/dl) 1,0; Hematokrit (%) 33,5 (L); 40,1 Suhu (°C) RBC (juta/mmk) 4,3; Nadi (kali/menit) RDW (%) 14,3; Nafas (kali/menit) MCV (fL) 77,9 (L); TD (mmHg) 120/80 Penatalaksanaan Cisplatin® 50mg (infus), Amoxsan® 3x500mg (oral), Profenid® supp, Primperan comp® 3x1 (oral), Narfoz® 8mg (inj) Penilaian (Assessment) Tidak ada indikasi yang jelas untuk penggunaan Amoxsan® (amoksisilin) karena hasil pemeriksaan darah tanggal 4 Juni tidak menunjukkan tanda- tanda infeksi bakteri pada kasus. Peningkatan eosinofil menandakan adanya alergi atau infeksi parasit pada kasus (Sutedjo, 2007). DTP yang terjadi bersifat aktual : pemakaian obat yang tidak efektif. Rekomendasi (Plan) Sebaiknya dilakukan pemeriksaan klinis lebih lanjut terkait adanya peningkatan eosinofil pada kasus, sehingga dapat dipastikan apakah kasus menderita alergi atau infeksi parasit. Jika sudah diketahui penyebabnya maka dapat diberikan antialergi atau antiparasit yang sesuai. 80 Kasus 2 Daftar Pemberian Obat Nama Obat ® Cisplatin 50mg (infus) Amoxsan® 3x500mg (oral) Profenid® supp Primperan comp® 3x1 (oral) Narfoz® 8mg (inj) Tanggal Pemberian 5 Juni 6 Juni 7 Juni 8 Juni √ So P,Si,So P,Si,So P,Si,So So √ √ 81 Kasus 3 No. RM 00-75-74-29 (02/01/08-09/01/08) Subyektif Ny. SWY, wanita, 55 tahun. Keluhan masuk: sejak Februari 2007 hingga saat ini sering mengalami perdarahan pervagina, terkadang banyak dan terdapat flek-flek Usia menikah: 20 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIb Obyektif Tanggal Periksa Tanggal Periksa Parameter Parameter 2; 5/1/08 2; 5/1/08 Hb (gr%) 11,40 (L); 11,4 (L) MCH (pg) 25,50 (L); Lekosit (ribu/mmk) 7,1; MCHC (g/dL) 34,2; Trombosit Eosinofil (%) 10,8 (H); (ribu/mmk) 308; Segmen (%) 61,3; SGOT (U/I) 20,5; Basofil (%) 1,0; SGPT (U/I) 21,6; Limfosit (%) 22; Ureum (mg/dl) 35,5; Monosit (%) 4,9; Kreatinin (mg/dl) 0,9; Hematokrit (%) 33,4 (L); 36,9 Suhu °C 37 RBC (juta/mmk) 4,48; Nadi (kali/menit) 88 Nafas RDW (%) 15,10 (H); (kali/menit) 20 MCV (fL) 74,50 (L); TD (mmHg) 160/100 Penatalaksanaan Amoxsan® 3x500mg (oral), Biogesic® 2x1 (oral), Hemobion® 1x1 (oral), Surbex t® 1x1 (oral), Kalnex® 2x1 (oral), Ossopan® 2x1 (oral), Buscopan Plus® 2x1 (oral), Primperan® 3x1 (oral), Dulcolax® supp 1, Narfoz® 2x1 amp (inj), Cisplatin® 50 mg (infus) Penilaian (Assessment) Tidak ada indikasi yang jelas untuk penggunaan Amoxsan® (amoksisilin) karena hasil pemeriksaan darah tanggal 2 Januari tidak menunjukkan tanda- tanda infeksi bakteri pada kasus. Peningkatan eosinofil menandakan adanya alergi atau infeksi parasit pada kasus (Sutedjo, 2007). DTP yang terjadi bersifat aktual : pemakaian obat yang tidak efektif. Rekomendasi (Plan) Sebaiknya dilakukan pemeriksaan klinis lebih lanjut terkait adanya peningkatan eosinofil pada kasus, sehingga dapat dipastikan apakah kasus menderita alergi atau infeksi parasit. Jika sudah diketahui penyebabnya maka dapat diberikan antialergi atau antiparasit yang sesuai. 82 Kasus 3 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Amoxsan 3x500mg (oral) Biogesic® 2x1 (oral) Hemobion® 1x1 (oral) Surbex t® 1x1 (oral) Kalnex® 2x1 (oral) Ossopan® 2x1 (oral) Buscopan Plus® 2x1 (oral) Primperan® 3x1 (oral) Dulcolax® supp 1 Narfoz® 2x1 amp (inj) Cisplatin® 50 mg (infus) ® 2 Jan So 3 Jan 4 Jan P,Si,So P,Si,So P,So P,So M P M P M P,So M P,So Tanggal Pemberian 5 Jan 6 Jan P,Si,So P,Si,So P,So P,So P P P P P,So P,So P,So P,So P,So P,So 7 Jan P,Si,So P,So P P P,So P,So P,So √ Si,M So 8 Jan 9 Jan P P P P P,So P,Si,So P P P,So P,Si,So 83 Kasus 4 No. RM 00-76-79-39 (21/04/08-06/05/08) Subyektif Ny. LKI, wanita, 68 tahun. Tidak ada keterangan mengenai keluhan pasien pada saat masuk Usia menikah: tak ada keterangan Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIa, hipertensi Diagnosa sekunder: Carcinoma epidermoid Obyektif Tanggal Periksa Tanggal Periksa Parameter Parameter 21; 25/4/08 21; 25/4/08 Hb (gr%) 12,5; 12,7 MCH (pg) 30,70 (L); Lekosit (ribu/mmk) 5,94; MCHC (g/dL) 33,3; Trombosit Eosinofil (%) 5,1 (H); (ribu/mmk) 329; Segmen (%) 69,6; SGOT (U/I) 17,9; Basofil (%) 0,5; SGPT (U/I) 11,3; Limfosit (%) 18,9; Ureum (mg/dl) 31,3; Monosit (%) 5,9; Kreatinin (mg/dl) 1,1; Hematokrit (%) 37,5; 38,5 Suhu °C RBC (juta/mmk) 4,07 (L); Nadi (kali/menit) RDW (%) 13,3; Nafas (kali/menit) MCV (fL) 92,1; TD (mmHg) 150/90 Penatalaksanaan Tindakan : operasi histerektomi tanggal 23/04/08 Pengobatan : Micardis 40® 1x1 (oral), Herbesser®30 mg 2x1 (oral), Kanamisin 3x2 (oral), Q-ten® 1x1 (oral), Codein 10 mg 3x1 (oral), Narfoz® 4mg 1x1 (oral), Enzyplex® 3x1 (oral), Cefspan® 100 mg 2x1 (oral), Elovess® 1x1 (oral), Remopain® 2x1 amp (inj), Alinamin-F® 2x 1 amp (inj), Flagyl® 2x1 btl (infus), Broadced® 1x1 g(inj), Zistic 500® 1x1 (oral), Noros® 1x1 (oral), Cataflam D 50® 2x1 (oral), Theragran®1x1 (oral), Adona 50mg® (inj), Kalnex® (inj), Tramal® (inj), Toradol® (inj), Prostigmin® (inj), Prosogan® 1x1 (oral), Cisplatin® 50 mg (infus) Penilaian (Assessment) 1. Penggunaan Broadced® (seftriakson) dan Flagyl® (metronidazol) sebagai antibiotik profilaksis bedah histerektomi telah sesuai dengan literatur. 2. Penggunaan Cefspan® (sefiksim), dan Zistic® (azitromisin) sebagai antibiotik empiris post histerektomi telah sesuai dengan literatur. 3. Pada tanggal 21 April terdapat peningkatan eosinofil yang menandakan adanya alergi atau infeksi parasit. Pada tanggal 22 April diberikan kanamisin untuk mengatasi infeksi yang terjadi. Kanamisin bukan merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasi infeksi parasit ataupun alergi yang dialami kasus. DTP yang terjadi bersifat aktual : pemakaian obat yang tidak efektif. 84 Lanjutan Kasus 4 3. Adanya potensial interaksi antara antibiotik golongan sefalosporin (seftriakson Na) dan antibiotik kanamisin dengan tingkat signifikansi 2. Interaksi kedua obat ini dapat meningkatkan nefrotoksisitas serta meningkatkan aktivitas bakterisidal (Tatro, 2007). DTP bersifat potensial : adverse drug reaction 4. Adanya potensial interaksi antara antibiotik kanamisin dengan obat golongan NSAIDs yakni Remopain®, dan Toradol® (ketorolak) dengan tingkat signifikansi 2. Penggunaan NSAIDs dapat menyebabkan akumulasi kanamisin dalam plasma dengan mekanisme penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate) (Tatro, 2007). DTP bersifat potensial : adverse drug reaction 5. Penggunaan Zistic® melebihi dosis yang dianjurkan. Menurut IONI (2000), aziromisin digunakan 500 mg sekali sehari selama 3 hari. Pada kasus digunakan selama 4 hari. DTP yang terjadi bersifat aktual : dosis terlalu tinggi. Rekomendasi (Plan) 1. Sebaiknya penggunaan Cefspan® dan Zistic® sebagai antibiotik empiris post histerektomi disertai dengan pemeriksaan laboratorium penanda infeksi sehingga antibiotik yang diberikan lebih tepat penggunaannya. 2. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan klinis lebih lanjut terkait adanya peningkatan eosinofil pada kasus, sehingga dapat dipastikan apakah kasus menderita alergi atau infeksi parasit. Jika sudah diketahui penyebabnya maka dapat diberikan antialergi atau antiparasit yang sesuai. 3. Dilakukan monitoring fungsi ginjal secara berkala terkait adanya interaksi antara kanamisin dengan golongan sefalosporin dan NSAID. 4. Azitromisin diberikan selama 3 hari yakni dari tanggal 26-28 April, dan dihentikan penggunaannya pada tanggal 29 April. 85 Kasus 4 Daftar Pemberian Obat Tanggal Pemberian (April-Mei) Nama Obat ® Micardis 40 1x1 (oral) 21 22 23 So So So 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5 6 7 P P P P P P P P P P P P P P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P P Si Si Si Si Si Si Si Si Si Si Si P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P P P,Si,So P,Si Si Si P P P M M ® Herbesser 30 mg 2x1 (oral) So P,So P P,So P,So Kanamisin 3x2 (oral) M P,Si,M P,Si P,Si,M P Q-ten® 1x1 (oral) Codein 10 mg 3x1 (oral) So ® Narfoz 4mg 1x1 (oral) P,Si,So P,So ® Enzyplex 3x1 (oral) So ® Cefspan 100 mg 2x1 (oral) ® Elovess 1x1 (oral) ® Remopain 2x1 amp (inj) M P,So Si,M Alinamin-F® 2x 1 amp (inj) M Si,M Si,M So So (2g) P,So So (1g) Si,M So (1g) ® Flagyl 2x1 btl (infus) Broadced® 1x1 g(inj) Zistic 500® 1x1 (oral) ® Noros 1x1 (oral) ® Cataflam D 50 2x1 (oral) ® Theragran 1x1 (oral) ® Adona 50mg (inj) P,So Tramal® (inj) So Toradol (inj) ® Prostigmin (inj) P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,So P,So P,So P,So P,Si,M P,Si,M P,So P,So P,So P,So P Si Si Si Si Si Si Si Si Si So So So So P P P P P P P,So P,So P,So P,So P,So So P P Kalnex® (inj) ® P,So So So ® Prosogan 1x1 (oral) ® Cisplatin 50 mg (infus) √ 86 Kasus 5 No. RM 01-92-38-87 (19/10/08-21/10/08) Subyektif Ny. ASH, wanita, 47 tahun. Keluhan masuk: pasien kiriman dari RS dr. Margono Purwokerto dengan Ca Cerviks, 3 bulan yang lalu mengalami keputihan, perut bagian bawah sakit Usia menikah: 16 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIb Obyektif Tanggal Periksa Tanggal Periksa Parameter Parameter 19/10/2008 19/10/2008 Hb (gr%) 11,20 (L) MCH (pg) 29,3 (L) Lekosit (rb/mmk) 16,00 (H) MCHC (g/dL) 32,3 Trombosit Eosinofil (%) 0,7 (rb/mmk) 381 Segmen (%) 63,9 SGOT (U/I) 13,8 Basofil (%) 0,6 SGPT (U/I) 7,6 Limfosit (%) 28 Ureum (mg/dl) 22,9 Monosit (%) 6,8 Kreatinin (mg/dl) 0,6 (L) Hematokrit (%) 34,6 (L) Suhu °C 37 RBC (juta/mmk) 3,82 (L) Nadi (kali/menit) 88 RDW (%) 12,6 Nafas (kali/menit) 20 MCV (fL) 90,7 (L) TD (mmHg) 90/60 Penatalaksanaan Pengobatan : Seftriakson (inj), Kalnex® 2x1 (oral), Feroford® 1x1 (oral), Folavit® 1x1 (oral), Seloxy® 1x1 (oral), Kalmetasone® 1cc, Rantin® 1 amp, Narfoz® 1 amp, Doksisiklin 2x1 (oral), Narfoz® 2x1 (oral), Rantin® 2x1 (oral), Cisplatin® 50mg (infus) Penilaian (Assessment) 1. Seftriakson (inj) dan doksisiklin (oral) digunakan sebagai terapi empiris adanya infeksi bakteri pada kasus 2. Penggunaan doksisiklin bersamaan dengan obat- obatan yang mengandung komponen besi atau kalsium (Feroford® dan Seloxy®) potensial menimbulkan interaksi dengan tingkat signifikansi 2. Penggunaan bersamaan dapat menurunkan absorpsi keduanya. DTP yang terjadi bersifat potensial : adverse drug reaction. Rekomendasi (Plan) Sebaiknya diberikan selang waktu 3-4 jam antara pemberian antibiotik doksisiklin dengan obat- obatan yang mengandung komponen besi atau kalsium tersebut. 87 Kasus 5 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Seftriakson (inj) Kalnex® 2x1 (oral) Feroford® 1x1 (oral) Folavit® 1x1 (oral) Seloxy® 1x1 (oral) Kalmetasone® 1cc Rantin® 1 amp Narfoz® 1 amp Doksisiklin 2x1 (oral) Narfoz® 2x1 (oral) Rantin® 2x1 (oral) Cisplatin® 50mg (infus) Tanggal Pemberian 19 Okt 20 Okt 21 Okt M So P,So P,So So P P So P P P P √ √ √ P,So P,So Si,So M Si,So √ 88 Kasus 6 No. RM 01-91-76-59 (02/06/08-12/06/08) Subyektif Ny.GYM, wanita, 46 tahun. Keluhan masuk: adanya keputihan selama ± 6 bulan Usia menikah: tanpa keterangan Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIa Obyektif Tanggal Tanggal Periksa Periksa Parameter Parameter 2; 6; 11/6/2008 2; 6; 11/6/2008 Hb (gr%) 12,6; 14; 13,5 MCH (pg) 29,4; -; Lekosit (rb/mmk) 5,27; -; MCHC (g/dL) 34,4; -; Trombosit Eosinofil (%) 2,7; -; (rb/mmk) 201; 210; Segmen (%) 56,3; -; SGOT (U/I) Basofil (%) 0,4; -; SGPT (U/I) 19 Limfosit (%) 35,5; -; Ureum (mg/dl) 32,7 Monosit (%) 5,1; -; Kreatinin (mg/dl) 0,8 Hematokrit (%) 36,6; 41,5; 39,5 Suhu (°C) 36 RBC (juta/mmk) 4,28; -; Nadi (kali/menit) 80 RDW (%) 13,3; -; Nafas (kali/menit) 20 MCV (fL) 85,50 (L); -; TD (mmHg) 120/80 Penatalaksanaan Tindakan : operasi histerektomi tanggal 06/06/08 Pengobatan : Surbek T® 1x1 (oral), Hemobion® 1x1 (oral), Amoxsan® 500mg 3x1 (oral), Dulcolax®, Primperan comp® 2x1 (oral), Cefspan® 100mg 2x1 (oral), Vitamin C 1x400mg (inj), Ulsikur® 2x1 (inj), Toradol® 2x1 (inj), Cefizox® 2x1g (inj), Yefamox® 3x1 (oral), Cisplatin® 50mg (infus), Narfoz® (inj). Penilaian (Assessment) 1. Penggunaan Amoksan® (amoksisilin) pada tanggal 3-5 Juni tidak mempunyai indikasi yang jelas karena pada pemeriksaan laboratorium tanggal 2 Juni tidak terdapat tanda- tanda infeksi pada kasus (normal). DTP yang terjadi bersifat aktual : ada obat tanpa indikasi. 2. Penggunaan Cefspan® (sefiksim) pada tanggal 9-13 Juni dan Yefamox® (amoksisilin) pada tanggal 11-13 Juni sebagai antibiotik empiris post histerektomi telah sesuai dengan literatur. 3. Penggunaan Cefizox® (seftizoksim) (inj) tanggal 6-8 Juni sudah tepat untuk profilaksis bedah histerektomi yang dijalani oleh kasus pada tanggal 6 Juni Rekomendasi (Plan) 1. Sebaiknya penggunaan Amoksan® pada tanggal 3-5 Juni dihentikan karena tidak terdapat hasil laboratorium penanda infeksi pada kasus tanggal 2 Juni 2. Sebaiknya penggunaan Cefspan® dan Yefamox® sebagai antibiotik empiris post histerektomi disertai dengan pemeriksaan laboratorium penanda infeksi sehingga antibiotik yang diberikan lebih tepat penggunaannya. 89 Kasus 6 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Surbek T® 1x1 (oral) Hemobion® 1x1 (oral) Amoxsan® 500mg 3x1 (oral) Dulcolax® 4 tab Primperan comp® 2x1 (oral) Cefspan® 100mg 2x1 (oral) Vitamin C 1x400mg (inj) Ulsikur® 2x1 (inj) Toradol® 2x1 (inj) Cefizox® 2x1g (inj) Yefamox® 3x1 (oral) Cisplatin® 50mg (infus) Narfoz® (inj) 3 Juni 4 Juni 5 Juni So So So So P P Si,M P,Si,M P,Si,M √ 6 Juni Tanggal Pemberian 7 Juni 8 Juni 9 Juni 10 Juni 11 Juni 12 Juni 13 Juni So So So P P P P So P Si Si,M So P,So Si P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P P Si,M P,Si,M √ √ P,Si P P,So P,So P,So 90 Kasus 7 No. RM 01-91-88-32 (29/06/08-05/07/08) Subyektif Ny. DWB, wanita, 42 tahun. Keluhan masuk: perdarahan pervagina ± 1 minggu, banyak dan prongkol- prongkol. Menstruasi terakhir tanggal 9 Mei 2008. Usia menikah: 23 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIIb Obyektif Tanggal Tanggal Periksa Periksa Parameter Parameter 30; 3/7/08 30; 3/7/08 Hb (gr%) 4,3 (L); 10,90 (L) MCH (pg) 15,60 (L); Lekosit (ribu/mmk) 9,22; MCHC (g/dL) 27,20 (L); Eosinofil (%) 1,4; Trombosit (ribu/mmk) 232; Segmen (%) 80,7 (H); SGOT (U/I) 18,6; Basofil (%) 0,7; SGPT (U/I) 8,6; Limfosit (%) 12,8 (L); Ureum (mg/dl) 13,9; Monosit (%) 4,4; Kreatinin (mg/dl) 0,4 (L); Hematokrit (%) 15,8 (L); 34 (L) Suhu (°C) 36 RBC (juta/mmk) 2,75 (L); Nadi (kali/menit) 76 RDW (%) 18,50 (H); Nafas (kali/menit) 20 MCV (fL) 57,50 (L); TD (mmHg) 120/80 Penatalaksanaan Feroford® 1x1 (oral), Folavit®1x1 (oral), Rantin® 2x1 amp (inj), Cernevit® 1x1 (inj), Cefazol® 2x1 (inj), Adona® 2x1 (oral), Kalnex® 2x1 (oral), Fluimucyl syr® 3x1 c (oral), FG Troches® 2x1 (oral), Neumun® 1x1 (oral), Vitamin K® 1x1 (oral), Cisplatin® 50mg (infus), Narfoz® 2x1 (oral), Kalnex® 3x1 amp (inj), Remopain® (inj), Primperan® (inj), Lasix® (inj), Narfoz® (inj), Kalmetasone® (inj) Penilaian (Assessment) Penggunaan Cefazol® (sefazoline Na) dimaksudkan sebagai terapi empiris adanya infeksi bakteri yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai segmen kasus pada tanggal 30 Juni. Rekomendasi (Plan) 1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan kultur kuman untuk mengetahui jenis kuman yang menginfeksi kasus sehingga dapat dilakukan pemiihan antibiotik yang sesuai dengan kultur kumannya (antibiotik definitif) 2. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium pada tanggal 2 Juli sehingga dapat ditentukan kelanjutan penggunaan Cefazol® 91 Kasus 7 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Feroford® 1x1 (oral) Folavit®1x1 (oral) Rantin® 2x1 amp (inj) Cernevit® 1x1 (inj) Cefazol® 2x1 (inj) Adona® 2x1 (oral) Kalnex® 2x1 (oral) Fluimucyl syr® 3x1 c (oral) FG Troches® 2x1 (oral) Neumun® 1x1 (oral) Vitamin K® 1x1 (oral) Cisplatin® 50mg (infus) Narfoz® 2x1 (oral) Kalnex® 3x1 amp (inj) Remopain® (inj) Primperan® (inj) Lasix® (inj) Narfoz® (inj) Kalmetasone® (inj) 20 Juni M 30 Juni Si Si So Si So Tanggal Pemberian 1 Juli 2 Juli 3 Juli P P P P P P P,So P,So P P,So P P,So P,So P,So P,Si,So P,So P 4 Juli P P 5 Juli P P P,So So P,Si,So P,So P So P,So P P,Si,So P,So P P √ P,So So M M M So P,So P,So M P P 92 Kasus 8 No. RM 01-92-37-23 (16/10/08-29/10/08) Subyektif Ny. MSY, wanita, 55 tahun. Keluhan masuk: adanya perdarahan pervagina selama ± 2 minggu tak berhenti, terdapat flek-flek, dan lemas Usia menikah: 20 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIc Obyektif Tanggal Periksa Tanggal Periksa Parameter Parameter 16; 21; 24/10/08 16; 21; 24/10/08 Hb (gr%) 12,1; 9,96 (L);13,4 MCH (pg) 28,20 (H); -; 28,80(L) Lekosit (rb/mmk) 9,59; -; 9,75 MCHC (g/dL) 32,50; -; 33 Trombosit 558,0 (H); -; 453,0( Eosinofil (%) 1,1; -; 2,7 (rb/mmk) H) Segmen (%) 77,6; -; 75,1 SGOT (U/I) Basofil (%) 0,5; -; 0,9 SGPT (U/I) Ureum Limfosit (%) 17,0; -; 14,5 (mg/dl) 13,1; -; Kreatinin Monosit (%) 3,8; -; 6,8 (mg/dl) 0,7 (L); -; 37,2; 30,8 (L); Hematokrit (%) 40,7 Suhu °C RBC (juta/mmk) 4,29; -; 4,65 Nadi (x/min) RDW (%) 13,80; -; 12,7 Nafas (x/min) 86,70 (H); -; 87,4 MCV (fL) (L) TD (mmHg) 140/90 Penatalaksanaan Tindakan : operasi histerektomi tanggal 20/10/08 Pengobatan : Kanamisin (oral), Broadced® 1x2g (inj), Toradol® 2x1 (inj), Flagyl® 2x1 (infus), Vitamin C 1x2 (inj), Alinamin-F® 1x 1 (inj), Cefspan® 2x100mg (oral), Elovess® 1x1 (oral), Q-ten® 1x1 (oral), Primperan® 1 amp (inj), Narfoz® 1 amp (inj), Cisplatin® 50mg (infus), Biogesic® 2x1 (oral), Primperan® 2x1 (oral) Penilaian (Assessment) 1. Tidak ada indikasi yang jelas terkait penggunaan antibiotik kanamisin tanggal 19 Oktober. Hasil pemeriksaan laboratorium penanda infeksi menunjukkan nilai yang normal pada tanggal 16 Oktober. DTP yang terjadi bersifat aktual : ada obat tanpa indikasi. 2. Penggunaan Broadced® (seftriakson Na) dan Flagyl® (metronidazol) sebagai antibiotik profilaksis bedah telah sesuai dengan literatur. 3. Penggunaan Cefspan® (sefiksim) pada tanggal 23-29 Oktober sebagai antibiotik empiris post histerektomi telah sesuai dengan literatur. 93 Lanjutan Kasus 8 Rekomendasi (Plan) 1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium pada tanggal 19 Oktober untuk mengetahui adanya tanda- tanda infeksi pada kasus, dan apabila terdapat infeksi sebaiknya dilakukan pemeriksaan kultur kuman sehingga penggunaan kanamisin dapat dikatakan tepat indikasi. 2. Sebaiknya penggunaan Cefspan® sebagai antibiotik empiris post histerektomi disertai dengan pemeriksaan laboratorium penanda infeksi sehingga antibiotik yang diberikan lebih tepat penggunaannya. 94 Kasus 8 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Kanamisin (oral) Broadced® 1x2g (inj) Toradol® 2x1 (inj) Flagyl® 2x1 (infus) Vitamin C 1x2 (inj) Alinamin-F® 1x 1 (inj) Cefspan® 2x 100mg (oral) Elovess® 1x1 (oral) Q-ten® 1x1 (oral) Primperan® 1 amp (inj) Narfoz® 1 amp (inj) Cisplatin® 50mg (infus) Biogesic® 2x1 (oral) Primperan® 2x1 (oral) 19 √ 20 21 Si Si,M Si,M M M P P,So P,So P P 22 Tanggal Pemberian (Oktober) 23 24 25 26 P,So P P P,So P P P,So P P So P,So P P P,So 27 28 29 P,So P P P,So P P P,So P P √ √ P,So P,So P,So P,So 95 Kasus 9 No. RM 01-92-23-80 (25/09/08-30/09/08) Subyektif Ny. SMY, wanita, 36 tahun. Keluhan masuk: adanya perdarahan pervagina selama ± 1 minggu, saat ini mengalami keputihan Usia menikah: 17 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIa Obyektif Tanggal Tanggal Periksa Periksa Parameter Parameter 25; 27; 28/9/08 25; 27; 28/9/08 Hb (gr%) 13; 11,60 (L); - MCH (pg) 28,1 (L); -; Lekosit (ribu/mmk) 5,98; -; 8,29 MCHC (g/dL) 33,1; -; Trombosit Eosinofil (%) 1,5; -; (rb/mmk) 225; -; Segmen (%) 66,5; -; SGOT (U/I) 18; -; Basofil (%) 0,5; -; SGPT (U/I) 9,8; -; Limfosit (%) 26,1; -; Ureum (mg/dl) 17,2; -; Monosit (%) 5,4; -; Kreatinin (mg/dl) 1,0; -; Hematokrit (%) 39,3; 36,1; Suhu °C 36 RBC (juta/mmk) 4,62; -; 3,63 (L) Nadi (kali/menit) 88 RDW (%) 16,7 (H); -; Nafas (kali/menit) 18 MCV (fL) 85,1 (L); -; TD (mmHg) 130/90 Penatalaksanaan Tindakan : operasi histerektomi tanggal 26/09/08 Pengobatan : 1. Obat rawat inap: Kalnex® 1 amp (inj), Adona® 1 amp (drip), seftriakson 2x1 (inj), Alinamin F® 1x1 (oral), Ranitidine 2x1 (oral), Ketorolac® 2x1 (oral), metronidazol 2x1 (oral), amoksisilin 3x1 (oral), Pamol® 3x1 (oral), Folavit® 1x1 (oral), Rantin® 2x1 (oral), Narfoz® 2x1 (oral), Kalmetasone® 1 amp (inj), Rantin® 1 amp (inj), Narfoz® 1 amp (inj), Cisplatin® 50mg (infus) 2. Obat rawat jalan: amoksisilin 3x1 (oral), Pamol® 3x1 (oral), Folavit® 1x1 (oral), Rantin® 2x1 (oral), Narfoz® 2x1 (oral) Penilaian (Assessment) 1. Penggunaan seftriakson dan metronidazol sebagai antibiotik profilaksis bedah sudah tepat. 2. Tidak ada indikasi yang jelas dalam penggunaan amoksisilin tanggal 29 September. Pada tanggal 28 September hasil pemeriksaan leukosit yang menjadi penanda infeksi menunjukkan nilai yang normal. DTP yang terjadi bersifat aktual: ada obat tanpa indikasi. Rekomendasi (Plan) Pemberian amoksisilin sebaiknya disertai dengan hasil pemeriksaan laboratorium penanda infeksi, sehingga amoksisilin dapat dikatakan tepat indikasi. 96 Kasus 9 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Kalnex 1 amp (inj) Adona® 1 amp (drip) Seftriakson 2x1 (inj) Alinamin F® 1x1 (oral) Ranitidine 2x1 (oral) Ketorolac® 2x1 (oral) Metronidazol 2x1 (oral) Amoksisilin 3x1 (oral) Pamol® 3x1 (oral) Folavit® 1x1 (oral) Rantin® 2x1 (oral) Narfoz® 2x1 (oral) Kalmetasone® 1 amp (inj) Rantin® 1 amp (inj) Narfoz® 1 amp (inj) Cisplatin® 50mg (infus) ® 25 Sep √ √ Tanggal Pemberian 26 Sep 27 Sep 28 Sep 29 Sep S,M So Si,M So,M Si,M P,So P P,So P,So P,So 30 Sep P,So P P,So P,So P,So P,Si,So P,Si,So P P,So P,So M M M M P,Si,So P,Si,So P P,M P,So 97 Kasus 10 No. RM 01-92-66-60 (14/12/08-19/12/08) Subyektif Ny. SPM, wanita, 55 tahun. Keluhan masuk: perdarahan pervagina sejak tadi malam, darah keluar prongkol- prongkol Usia menikah: 17 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIIb Obyektif Tanggal Tanggal Periksa Periksa 14; 15; Parameter Parameter 14; 15; 16/5/08 16/5/08 Hb (gr%) 7,8 (L); 9,25 (L); 9,9 (L) MCH (pg) 26,00 (L) ; -; Lekosit (rb/mmk) 16,64 (H); -; MCHC (g/dL) 31,2; -; Trombosit Eosinofil (%) 0,4; -; (rb/mmk) 309; -; Segmen (%) 94,7 (H); -; SGOT (U/I) 23,6; -; Basofil (%) 0,2; -; SGPT (U/I) 8,1; -; Limfosit (%) 2,6 (L) ; -; Ureum (mg/dl) 24; -; Kreatinin(mg/dl Monosit (%) 2,1; -; ) 1,2; -; 25,0 (L); 29,5 (L); 30,5 Hematokrit (%) (L) Suhu °C 37 RBC (juta/mmk) 3,0 (L) ; -; Nadi (x/min) 88 RDW (%) 14,6; -; Nafas (x/min) 28 MCV (fL) 83,3 (L) ; -; TD (mmHg) 130/80 Penatalaksanaan Rantin® 2x1 (inj), Remopain® 2x1 (inj), seftriakson 1x1 (inj), Feroford® 1x1 (oral), Folavit® 1x1 (oral), Pamol® 3x1 (oral), Narfoz® 2x1 (oral), Seloxy® 1x1 (oral), Kalnex® 1x1 (oral), Dexametasone 1 amp 10 mg (inj), Zofran® 1 amp (inj), Cisplatin® 50 mg (infus) Penilaian (Assessment) Penggunaan Seftriakson (inj) pada tanggal 14 Mei sebagai terapi empiris sudah tepat, yang didukung dengan adanya penanda infeksi tingginya nilai leukosit dan segmen pada kasus tanggal 14 Desember. Rekomendasi (Plan) Diperlukan tes laboratorium terkait penanda infeksi (leukosit dan hitung jenis leukosit) pada tanggal 15 dan 16 Mei sehingga dapat ditentukan apakah pemberian antibiotik perlu dilanjutkan atau dihentikan. Sebaiknya dilakukan pula pemeriksaan kultur kuman pada kasus sehingga pemilihan antibiotiknya juga dapat disesuaikan dengan kuman yang menginfeksi kasus (antibiotik definitif). 98 Kasus 10 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Rantin 2x1 (inj) Remopain® 2x1 (inj) Seftriakson 1x1 (inj) Feroford® 1x1 (oral) Folavit® 1x1 (oral) Pamol® 3x1 (oral) Narfoz® 2x1 (oral) Seloxy® 1x1 (oral) Kalnex® 1x1 (oral) Dexametasone 1 amp 10 mg (inj) Zofran® 1 amp (inj) Cisplatin® 50 mg (infus) ® 14-Des √ √ P √ √ Tanggal Pemberian 15-Des 16-Des 17-Des So √ √ √ √ √ √ 18-Des So √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ So So √ 99 Kasus 11 No. RM 00-63-43-87 (26/04/08-02/05/08) Subyektif Ny. SYS, wanita, 62 tahun. Keluhan masuk: pasien dirujuk oleh RS Moerangan karena mengalami perdarahan selama 1 hari Usia menikah: 23 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIIb Obyektif Tanggal Tanggal Periksa Periksa Parameter Parameter 26; 28/4/08 26; 28/4/08 Hb (gr%) 10,40 (L); 12,60 MCH (pg) 26,3 (L); Lekosit (rb/mmk) 8,88; MCHC (g/dL) 32,1; Trombosit Eosinofil (%) 5; (rb/mmk) 240; Segmen (%) 65; SGOT (U/I) 19,5; Basofil (%) 0,2; SGPT (U/I) 11,2; Limfosit (%) 21,8; Ureum (mg/dl) 26,8; Monosit (%) 8; Kreatinin (mg/dl) 1,2; Hematokrit (%) 32,4 (L); 33,0 (L) Suhu °C 37 RBC (juta/mmk) 3,96 (L); Nadi (kali/menit) 80 RDW (%) 14; Nafas (kali/menit) 20 MCV (fL) 81,8(L); TD (mmHg) 120/80 Penatalaksanaan Folavit® 2x1 (oral), amoksisilin 3x1 (oral), Kalnex® 2x1 (oral), Adona® 2x1 (oral), Seloxy® 1x1 (oral), Narfoz® 1 amp (inj), Rantin® 1 amp (inj), Kalmetasone® 10 mg 1x1 (inj), Cisplatin® 50 mg (infus) Penilaian (Assessment) Tidak ada indikasi yang jelas terkait penggunaan amoksisilin pada tanggal 27 April. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 26 April tidak didapatkan adanya tanda- tanda infeksi pada kasus (normal). DTP yang terjadi bersifat aktual : ada obat tanpa indikasi Rekomendasi (Plan) Pemberian amoksisilin sebaiknya disertai dengan hasil pemeriksaan laboratorium penanda infeksi, sehingga amoksisilin dapat dikatakan tepat indikasi. 100 Kasus 11 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Folavit 2x1 (oral) Amoksisilin 3x1 (oral) Kalnex® 2x1 (oral) Adona® 2x1 (oral) Seloxy® 1x1 (oral) Narfoz® 1 amp (inj) Rantin® 1 amp (inj) Kalmetasone® 10 mg 1x1 (inj) Cisplatin® 50 mg (infus) ® 27 Apr So So So So So Tanggal Pemberian 28 Apr 29 Apr 30 Apr 1 Mei P,So P,So P,So P,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P P P P P P P 2 Mei P,So P,Si,So P,So P,So P Si Si Si P 101 Kasus 12 No. RM 00-99-60-20 (17/02/07-21/02/07) Subyektif Ny. KSB, wanita, 35 tahun. Keluhan masuk: perdarahan pervagina dan keputihan Usia menikah: 14 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIIa Obyektif Tanggal Periksa Tanggal Periksa Parameter Parameter 17; 18; 20/2/07 17; 18; 20/2/07 Hb (gr%) 9,3 (L); -; 12,1 MCH (pg) 37,6 (H) ; -; Lekosit (rb/mmk) 9,2; -; MCHC (g/dL) 45,3 (H) ; -; Eosinofil (%) 5; -; Trombosit (rb/mmk) 345; -; Segmen (%) 69,3; -; SGOT (U/I) 20,5; 21,3; Basofil (%) 0,7; -; SGPT (U/I) 21,6; 22,2; Limfosit (%) 20,2; -; Ureum (mg/dl) 11,1; 16,3; Monosit (%) 4,8; -; Kreatinin (mg/dl) 0,5 (L); 0,4 (L); Hematokrit (%) 30,6 (L); -; 36 Suhu °C 38 RBC (juta/mmk) 2,49 (L) ; -; Nadi (kali/menit) 84 RDW (%) 13,9; -; Nafas (kali/menit) 20 MCV (fL) 83,0 (L) ; -; TD (mmHg) 140/90 Penatalaksanaan Folavit® 2x1 (oral), Ferofort® 2x1 (oral), Glisodin® 1x1 (oral), Sporacid® 2x1 (oral), Cisplatin® 50 mg (infus), Kanamisin 3x1 (oral), Vitamin K 1x 1 (oral), Kalmetasone® (oral), Dulcolax®, Narfoz® Penilaian (Assessment) 1. Tidak ada indikasi yang jelas terkait penggunaan kanamisin tanggal 18-21 Februari. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 17 Februari tidak menunjukkan adanya infeksi pada kasus (normal). DTP yang terjadi bersifat aktual : ada obat tanpa indikasi. 2. Penggunaan Sporacid® tidak dapat dievaluasi karena tidak didapatkannya data gejala klinik yang menunjukkan adanya infeksi jamur pada kasus. 3. Adanya potensial interaksi antara Sporacid® (itrakonazol) dan Kalmetasone® (dexamethason) dengan signifikansi 2 yang dapat meningkatkan efek dan toksisitas Kalmetasone® (Tatro, 2007). DTP bersifat potensial : adverse drug reaction. Rekomendasi (Plan) 1. Pemberian kanamisin sebaiknya disertai dengan hasil pemeriksaan laboratorium penanda infeksi, sehingga kanamisin dapat dikatakan tepat indikasi. 2. Dilakukan monitoring efek samping Kalmetasone® secara berkala. 102 Kasus 12 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Folavit 2x1 (oral) Ferofort® 2x1 (oral) Glisodin® 1x1 (oral) Sporacid® 2x1 (oral) Cisplatin® 50 mg (infus) Kanamisin 3x1 (oral) Vitamin K 1x 1 (oral) Kalmetasone® 10 mg (oral) Dulcolax® 4 tab Narfoz® ® Tanggal Pemberian 18-Feb 19-Feb 20-Feb Si,So Si,So P,So Si,So Si,So P,So Si,So Si P Si,So Si,So P,So Si,So Si,So Si,So Si P,Si,So P 21-Feb P,So P,So P P,So √ P,Si,So P,So √ √ P 103 Kasus 13 No. RM 00-54-09-84 (14/12/06-28/12/06) Subyektif Ny. NS, wanita, 39 tahun. Keluhan masuk: perdarahan pervagina prongkolprongkol Usia menikah: 15 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium Ib Obyektif Tanggal Periksa Tanggal Periksa 18; 21; 23; 18; 21; 23; Parameter Parameter 25/12/06 25/12/06 12,5; 11,8 (L); Hb (gr%) 11,10 (L); 10,70 (L) MCH (pg) 28,00 (L) ; -; -; Lekosit (rb/mmk) 9; -; -; 9,6 MCHC (g/dL) 34,5; -; -; Trombosit 481,0 (H); -; -; Eosinofil (%) 2,8; -; -; (rb/mmk) 309 Segmen (%) 56,7; -; -; SGOT (U/I) Basofil (%) 0,8; -; -; SGPT (U/I) Limfosit (%) 34,7; -; -; Ureum (mg/dl) Monosit (%) 5; -; -; Kreatinin (mg/dl) Hematokrit 36,1; 34,9 (L); 32,9 (%) (L); 31,7 (L) Suhu °C 37 RBC (juta/mmk) 4,45; -; -; 4,06 (L) Nadi (kali/menit) 84 RDW (%) 13; -; -; Nafas (kali/menit) 18 MCV (fL) 81,20 (L) ; -; -; TD (mmHg) 110/70 Penatalaksanaan Tindakan : operasi histerektomi tanggal 18/12/06 Pengobatan : 1. Obat rawat inap: Kalnex® 2x1 (oral), Adona® 2x1 (oral), Ferofort® 2x1 (oral), Kanamisin 4x2 (oral), Vitral® 2x1 (oral), Iberet® 2x1 (oral), Cefspan® 2x1 (oral), Primperan® 3x1 (oral), Buscopan Plus® 3x1 (oral), Cetalgin® b/p 2x1 (oral), Broadced® Hp (inj), Remopain® 2x1 (inj), Primperan® 2x1 (inj), Alinamin- F® 2x1 (inj), Vitamin C 2 amp (inj), Vomidex® 1 amp (inj), Cisplatin® 25 mg (infus), Mylanta®, Profenid® 2. Obat rawat jalan: Mylanta® 3x1 (oral), Primperan® 3x1 (oral), Buscopan Plus® 3x1 (oral) Penilaian (Assessment) 1. Penggunaan kanamisin pada tanggal 15-17 Desember tidak dapat di evaluasi ketepatannya karena tidak ada pemeriksaan laboratorium penanda infeksi pada kasus. 104 Lanjutan Kasus 13 2. Penggunaan Broadced® (seftriakson Na) sebagai antibiotik profilaksis bedah telah sesuai dengan literatur. 3. Penggunaan Cefspan® (sefiksim) pada tanggal 21-25 Desember sebagai antibiotik empiris post histerektomi telah sesuai dengan literatur. Rekomendasi (Plan) 1. Dilakukan pemeriksaan laboratorium pada tanggal 14 Desember untuk melihat adanya infeksi pada pasien sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat. Penggunaan kanamisin sebaiknya dihentikan sampai didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium dan kultur kuman yang sesuai. 2. Sebaiknya penggunaan Cefspan® sebagai antibiotik empiris post histerektomi disertai dengan pemeriksaan laboratorium penanda infeksi sehingga antibiotik yang diberikan lebih tepat penggunaannya. 105 Kasus 13 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Kalnex® 2x1 (oral) Adona® 2x1 (oral) Ferofort® 2x1 (oral) Kanamisin 4x2 (oral) Vitral® 2x1 (oral) Iberet® 2x1 (oral) Cefspan® 2x1 (oral) Primperan® 3x1 (oral) Buscopan Plus® 3x1 (oral) Cetalgin® b/p 2x1 (oral) Broadced® Hp (inj) Remopain® 2x1 (inj) Primperan® 2x1 (inj) Alinamin- F® 2x1 (inj) Vitamin C 2 amp (inj) Vomidex® 1 amp (inj) Cisplatin® 25 mg (infus) Mylanta® Profenid® 14 M M M 15 16 17 P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So So,M P,Si,So,M P,Si,So,M Tanggal Pemberian 18 19 20 21 P,So P,So 22 23 24 25 P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So 26 27 P,So P,So P,So P,So P,Si,So P,Si,So P,So 2g 1g √ √ √ √ √ 1g √ √ √ √ √ √ 106 Kasus 14 No. RM 00-58-51-13 (21/04/06-25/04/06) Subyektif Ny. KAW, wanita, 64 tahun. Keluhan masuk: tanpa keterangan Usia menikah: tanpa keterangan Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIIb Obyektif Tanggal Periksa Tanggal Periksa Parameter Parameter 21/04/2006 21/04/2006 Hb (gr%) 10,2 (L) MCH (pg) 28,20 (L) Lekosit (ribu/mmk) 13,84 (H) MCHC (g/dL) 32,5 Trombosit Eosinofil (%) 3,8 (rb/mmk) 421 Segmen (%) 80,1 (H) SGOT (U/I) 19,1 Basofil (%) 0,7 SGPT (U/I) 19,5 Limfosit (%) 10,8 (L) Ureum (mg/dl) 35,9 Monosit (%) 4,6 Kreatinin (mg/dl) 1,1 Hematokrit (%) 31,4 (L) Suhu °C 37 RBC (juta/mmk) 3,62 (L) Nadi (kali/menit) 88 RDW (%) 13,8 Nafas (kali/menit) 20 MCV (fL) 86,70 (L) TD (mmHg) 90/60 Penatalaksanaan Pengobatan : 1. Obat rawat inap: Ferofort® 2x1 (oral), Folavit® 2x1 (oral), kanamisin 3x1 (oral), Pamol® 2x1 (oral), Kalnex® 2 amp/drip (inj), Neurobion 5000® 1x1 drip (inj), Glisodin® 1x1 (oral), Cisplatin® 50 mg (infus) 2. Obat rawat jalan: Ferofort® 2x1 (oral), Folavit® 2x1 (oral), kanamisin 3x1 (oral), Pamol® 2x1 (oral) Penilaian (Assessment) Pada kasus, telah terjadi infeksi yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai leukosit dan segmen pada tanggal 21 April. Pemberian kanamisin telah sesuai dengan adanya tanda- tanda infeksi pada kasus Rekomendasi (Plan) Pemberian kanamisin disertai dengan pemeriksaan kultur kuman yang menginfeksi kasus sehingga dapat diberikan antibiotik definitif yang sesuai. 107 Kasus 14 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Ferofort 2x1 (oral) Folavit® 2x1 (oral) Kanamisin 3x1 (oral) Pamol® 2x1 (oral) Kalnex® 2 amp/drip (inj) Neurobion 5000® 1x1 drip (inj) Glisodin® 1x1 (oral) Cisplatin® 50 mg (infus) ® Tanggal Pemberian 21-Apr 22-Apr 23-Apr 24-Apr 25-Apr So P,So P,So P,So P,So So P,So P,So P,So P,So Si,So,M P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So So √ √ √ √ √ 108 Kasus 15 No. RM 00-97-51-49 (29/01/06-03/02/06) Subyektif Ny.EA, wanita, 24 tahun. Keluhan masuk: tanpa keterangan Usia menikah: 23 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIb Obyektif Tanggal Periksa Tanggal Periksa Parameter Parameter 29; 30; 1; 2/2/06 29; 30; 1; 2/2/06 7,5 (L); -; 8,90 (L); Hb (gr%) 10,6 (L) MCH (pg) 28,60 (L) ; -; -; Lekosit (rb/mmk) 14,34 (H); -; 10,73; - MCHC (g/dL) 30,6; -; -; Trombosit Eosinofil (%) 10,1 (H); -; -; (rb/mmk) 257; -; -; Segmen (%) 72,2; -; -; SGOT (U/I) -; 40,9; -; Basofil (%) 0,6; -; -; SGPT (U/I) -; 47,2; -; Limfosit (%) 14,2; -; -; Ureum (mg/dl) -; 13,8; -; Monosit (%) 2,9; -; -; Kreatinin (mg/dl) -; 0,5; -; 24,5 (L); -; 28,7 (L); Hematokrit (%) 31,0 Suhu (°C) 36,5 RBC (juta/mmk) 2,62 (L) ; -; -; Nadi (kali/menit) 80 RDW (%) 15,00 (H) ; -; -; Nafas (kali/menit) MCV (fL) 93,5; -; -; TD (mmHg) 120/80 Penatalaksanaan 1. Obat rawat inap: Surbek® T 1x1 (oral), Elkana® 1x1 (oral), Biogesic® 2x1 (oral), Haemobion® 1x1 (oral), amoksisilin 3x500 (oral), OBH® 3x1 cth (oral), Primperan comp® 3x1 (oral), Cisplatin® 50 mg (infus), Toradol® 1 amp (inj), Kalnex® 2x1 (inj), Xyllo della® 1:10 (inj), Kalnex® 2x1 (oral) 2. Obat rawat jalan: Kalnex® 2x1 (oral), Haemobion® 1x1 (oral), Surbek® T 1x1 (oral), Elkana® 1x1 (oral), amoksisilin 3x500 (oral) Penilaian (Assessment) Nilai leukosit kasus pada tanggal 29 Januari menunjukkan adanya infeksi, namun kasus baru diberikan antibiotik pada tanggal 31 Januari. DTP yang terjadi bersifat aktual : butuh tambahan obat Rekomendasi (Plan) 1. Dilakukan pemeriksaan kultur kuman pada kasus sehingga dapat digunakan antibiotik yang lebih tepat (antibiotik definitif). 2. Amoksisilin diberikan sejak awal munculnya penanda infeksi yakni pada tanggal 29 Januari. Amoksisilin diberikan pada kasus tiap 8 jam (around the clock) untuk mengurangi adannya variasi kadar obat dalam darah dan untuk mencapai efek yang optimal. 109 Kasus 15 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Surbek T 1x1 (oral) Elkana® 1x1 (oral) Biogesic® 2x1 (oral) Haemobion® 1x1 (oral) Amoksisilin 3x500 (oral) OBH® 3x1 cth (oral) Primperan comp® 3x1 (oral) Cisplatin® 50 mg (infus) Toradol® 1 amp (inj) Kalnex® 2x1 (inj) Xyllo della® 1:10 (inj) Kalnex® 2x1 (oral) ® Tanggal Pemberian 29-Jan 30-Jan 31-Jan 01-Feb 02-Feb P P P P P P P,So P,So P,So P P P So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So 03-Feb P P P,So P P,Si,So P,Si,So P,Si,So √ √ √ √ √ √ √ √ 110 Kasus 16a No. RM 00-98-05-49 (15/06/06-16/06/06) Subyektif Ny.NTH, wanita, 62 tahun. Keluhan masuk: Pasien mengeluh pusing, rencana mau menjalani kemoterapi, pasien post operasi histerektomi Usia menikah: 19 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIa Obyektif Tanda vital Nilai Suhu (°C) Nadi (kali/menit) Nafas (kali/menit) TD (mmHg) 88 20 120/70 Penatalaksanaan 1. Obat rawat inap: Neurosanbe® 1x1 (oral), Folavit® 1x1 (oral), Vometa® syrup 3x1 cth (oral), Sporacid® 2x1 (oral), Vomceran® 2 amp (oral), Cisplatin® 50 mg (infus), Sporanox® cap 2x1 (oral) 2. Obat rawat jalan: Neurobion® 1x1 (oral), Folavit® 1x1 (oral), Sporanox® cap 2x1 (oral) Penilaian (Assessment) Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang menjadi penanda infeksi pada kasus sehingga penggunaan dari antifungi Sporacid® (itrakonazol) dan Sporanox® (itrakonazol) tidak dapat dievaluasi ketepatannya. Rekomendasi (Plan) Dilakukan pemeriksaan laboratorium dan kultur kuman pada kasus sehingga dapat digunakan antibiotik yang sesuai dengan kondisi kasus. Daftar Pemberian Obat Nama Obat Neurosanbe® 1x1 (oral) Folavit® 1x1 (oral) Vometa® syrup 3x1 cth (oral) Sporacid® 2x1 (oral) Vomceran® 2 amp (oral) Cisplatin® 50 mg (infus) Sporanox® cap 2x1 (oral) Tanggal Pemberian 15-Jun 16-Jun 17-Jun Si P P Si P P M M √ Si P,So P P 111 Kasus 16b No. RM 00-98-05-49 (01/05/06-08/05/06) Subyektif Ny. NTH2, wanita, 62 tahun. Keluhan masuk: Pasien mengeluh adanya perdarahan pervagina selama ± 3 bulan Riwayat: Menopause ± 12 tahun yang lalu dan pernah menjalani kuret Usia menikah: 19 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIa Obyektif Tanggal Periksa Tanggal Periksa Parameter Parameter 1; 2; 3/5/06 1; 2; 3/5/06 Hb (gr%) 12,1; 13,10; 12,50 MCH (pg) 30,7 (L) ; -; Lekosit (ribu/mmk) 6,6; -; MCHC (g/dL) 33,2; -; Trombosit Eosinofil (%) 5,3 (H) ; -; (ribu/mmk) 192; -; Segmen (%) 51,7; -; SGOT (U/I) 10,9; -; Basofil (%) 0,3; -; SGPT (U/I) 36; -; Limfosit (%) 34,8; -; Ureum (mg/dl) 19,5; -; Monosit (%) 7,9; -; Kreatinin (mg/dl) 0,4 (L) ; -; Hematokrit (%) 36,5; 41,7; 39,4 Suhu °C 36 RBC (juta/mmk) 3,94 (L) ; -; Nadi (kali/menit) 80 RDW (%) 14; -; Nafas (kali/menit) 20 MCV (fL) 92,6; -; TD (mmHg) 120/80 Penatalaksanaan Tindakan : Operasi histerektomi tanggal 02/05/06 Pengobatan : Neurobion® 1x1 amp (inj), Vomceran® 1x1 amp (inj), Toradol® 1 amp (inj), Cravit® (infus), Metrofusin® (infus), Kaltrofen® supp 3x1, Zantac® 1x1 (inj), Alinamin-F® 2x 1 (inj), Cernevit® 1x1 (inj), Zofran® 1x1 (inj), Nonflamin® 2x1 (oral), Aulin® 2x1 (oral), Rantin® 1x1 (oral), Mylanta® 3x1 cth (oral), Scott's emulsion® 2x1 cth (oral), Cravit® 1x1 (oral), Narfoz® 8mg 1x1 (oral), Kanamisin® 2x2 (oral), Cisplatin® 50 mg (infus) Penilaian (Assessment) 1. Pada tanggal 1 Mei terdapat peningkatan eosinofil yang menandakan adanya alergi atau infeksi parasit. Pada tanggal yang sama diberikan kanamisin untuk mengatasi infeksi yang terjadi. Kanamisin bukan merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasi infeksi parasit ataupun alergi yang dialami kasus. DTP yang terjadi bersifat aktual : pemakaian obat yang tidak efektif. 2. Adanya potensial interaksi antara antibiotik kanamisin dengan obat golongan NSAIDs yakni Toradol® (ketorolak) dengan tingkat signifikansi 2. Penggunaan NSAIDs dapat menyebabkan akumulasi kanamisin dalam plasma dengan mekanisme penurunan GFR (glomerular filtration rate (Tatro, 2007). DTP bersifat potensial : adverse drug reaction. 112 Lanjutan Kasus 16b 3. Adanya potensial interaksi antara antibiotik Cravit® dan Mylanta® dengan tingkat signifikansi 2. Penggunaan secara bersamaan dapat menurunkan efek farmakologi Cravit®. DTP bersifat potensial : adverse drug reaction. 4. Penggunaan Cravit® sebagai antibiotik empiris post histerektomi telah sesuai dengan literatur. Rekomendasi (Plan) 1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan klinis lebih lanjut terkait adanya peningkatan eosinofil pada kasus, sehingga dapat dipastikan apakah kasus menderita alergi atau infeksi parasit. Jika sudah diketahui penyebabnya maka dapat diberikan antialergi atau antiparasit yang sesuai. 2. Dilakukan monitoring fungsi ginjal secara berkala terkait adanya potensial interaksi antara kanamisin dengan obat golongan NSAIDs. 113 Kasus 16b Daftar Pemberian Obat Nama Obat Neurobion® 1x1 amp (inj) Vomceran® 1x1 amp (inj) Toradol® 1 amp (inj) Cravit® (infus) Metrofusin® (infus) Kaltrofen® supp 3x1 Zantac® 1x1 (inj) Alinamin-F® 2x 1 (inj) Cernevit® 1x1 (inj) Zofran® 1x1 (inj) Nonflamin® 2x1 (oral) Aulin® 2x1 (oral) Rantin® 1x1 (oral) Mylanta® 3x1 cth (oral) Scott's emulsion® 2x1 cth (oral) Cravit® 1x1 (oral) Narfoz® 8mg 1x1 (oral) Kanamisin® 2x2 (oral) Cisplatin® 50 mg (infus) 01-Mei 02-Mei So Si So So,M So So,M So,M So So,M So Tanggal Pemberian 03-Mei 04-Mei 05-Mei 06-Mei 07-Mei 08-Mei √ √ So So So,M Si,So,M So So,M So Si,So Si,So Si √ P,So P,So P √ P,So P,So P Si Si Si Si Si So,M √ P,So P,So P P P P Si So Si P 114 Kasus 17 No. RM 00-58-73-91 (23/05/06-01/06/06) Subyektif Ny. STY, wanita, 55 tahun. Keluhan masuk: Pasien mengeluh sering mengeluarkan darah dari kemaluan Usia menikah: 25 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium IIa Obyektif Tanggal Tanggal Periksa Periksa Parameter Parameter 23/05/2006 23/05/2006 Hb (gr%) 13,4 MCH (pg) 28,90 (L) Lekosit (ribu/mmk) 6,58 MCHC (g/dL) 33,8 Eosinofil (%) 2,4 Trombosit (ribu/mmk) 198 Segmen (%) 63,2 SGOT (U/I) 65,8 (H) Basofil (%) 0,5 SGPT (U/I) 50,4 (H) Limfosit (%) 27,4 Ureum (mg/dl) 33,9 Monosit (%) 6,5 Kreatinin (mg/dl) 0,9 Hematokrit (%) 39,7 Suhu °C 36,5 RBC (juta/mmk) 4,64 Nadi (kali/menit) 88 RDW (%) 13,1 Nafas (kali/menit) 18 MCV (fL) 85,60 (L) TD (mmHg) 130/95 Penatalaksanaan Tindakan : Operasi histerektomi tanggal 26/05/06 Pengobatan : 1. Obat rawat inap : Ferofort® 1x1 (oral), Kalnex® 2x1 (oral), Folavit® 1x1 (oral), Vitamin K® 2x1 (oral), Glisodin® 1x1 (oral), Kanamisin 3x1 (oral), Zinnat® 2x1 (oral), Pamol® 2x1 (oral), Nonflamin® 2x1 (oral), Narfoz® (oral), Neurobion® 5000 1 amp (inj), Cefazol® 2x1 (inj), Gentamisin 80 mg 2x1 (inj), Toradol® 2x1 (inj), Vomceran® 1x1 (inj), Ulsikur® 2x1 (inj), Kaltrofen® supp 2x1, Mitomisin 2. Obat rawat jalan : Zinnat® 2x1 (oral), Pamol® 2x1 (oral), Nonflamin® 2x1(oral) Penilaian (Assessment) 1. Pada kasus, penggunaan gentamisin sebagai antibiotik profilaksis bedah pada tanggal 26 dan 27 Mei tidak tepat. DTP yang terjadi bersifat aktual : pemakaian obat yang tidak efektif 2. Tidak terdapat indikasi yang jelas dari penggunaan kanamisin. Kanamisin digunakan pada tanggal 24 dan 25 Mei padahal hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 23 Mei tidak menunjukkan adanya infeksi pada kasus. DTP yang terjadi bersifat aktual : ada obat tanpa indikasi. 115 Lanjutan Kasus 17 3. Dosis Cefazol® (sefazolin Na) untuk profilaksis bedah menurut DIH adalah 1 g diberikan 30 menit sebelum pembedahan (diulangi sebesar 500mg-1g selama pembedahan) dan setelah pembedahan sebesar 1 g tiap 6-9 jam. Dosis yang diterima pasien sebesar 2x1 g pada tanggal 26 dan 27 Mei. Dosis pada tanggal 26 (sebelum dan saat pembedahan sudah tepat dosis) sedangkan pada tanggal 27 (post pembedahan) dosisnya kurang. DTP yang terjadi bersifat aktual : dosis terlalu rendah 4. Zinnat® (sefuroksim aksetil) dapat menimbulkan efek samping berupa meningkatnya transaminase dan alkaline fosfatase. Sedangkan pada kasus nilai SGPT dan SGOTnya sudah meningkat. Sehingga potensial terjadi ADR. DTP yang terjadi bersifat potensial : adverse drug reaction 5. Adanya potensial interaksi antara Zinnat® dan Cefazol® (golongan sefalosporin) dengan gentamisin (signifikansi 2). Interaksi kedua obat ini dapat meningkatkan nefrotoksisitas serta meningkatkan aktivitas bakterisidal terhadap kuman tertentu (Tatro, 2007). DTP bersifat potensial : adverse drug reaction 6. Adanya potensial interaksi antara Zinnat® dengan Ulsikur® (simetidin) pada tanggal 27 Mei dengan signifikansi 4. Penggunaan Ulsikur® dapat menurunkan bioavailabilitas Zinnat® dengan mekanisme perubahan pH lambung yang akan mempengaruhi absorpsi Zinnat® (Tatro, 2007). DTP bersifat potensial : adverse drug reaction Rekomendasi (Plan) 1. Penggunaan gentamisin dihentikan karena bukan merupakan obat yang paling efektif pada profilaksis bedah histerektomi, serta dapat menimbulkan interaksi dengan golongan sefalosporin. 2. Pemberian kanamisin sebaiknya disertai dengan hasil pemeriksaan laboratorium penanda infeksi, sehingga kanamisin dapat dikatakan tepat indikasi. 3. Dosis Cefazol® pada tanggal 27 Mei dinaikkan menjadi 1 g tiap 6-9 jam yaitu dengan meningkatkan frekuensi pemberian menjadi 3x1 g 4. Monitoring nilai SGOT dan SGPT kasus selama penggunaan Zinnat® untuk mengantisipasi adanya ADR. 5. Dilakukan monitoring fungsi ginjal secara berkala terkait adanya potensial nefrotoksisitas akibat penggunaan golongan sefalosporin dengan golongan aminoglikosida. 6. Sebaiknya dihindari penggunaan bersamaan Zinnat® dan Ulsikur® (diberikan selang waktu) atau Zinnat® dapat diberikan bersamaan dengan makanan untuk mengoptimalkan absorpsi. 116 Kasus 17 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Ferofort 1x1 (oral) Kalnex® 2x1 (oral) Folavit® 1x1 (oral) Vitamin K® 2x1 (oral) Glisodin® 1x1 (oral) Kanamisin® 3x1 (oral) Zinnat® 2x1 (oral) Pamol® 2x1 (oral) Nonflamin® 2x1 (oral) Narfoz® (oral) Neurobion® 5000 1 amp (inj) Cefazol® 2x1 (inj) Gentamicin® 80 mg 2x1 (inj) Toradol® 2x1 (inj) Vomceran® 1x1 (inj) Ulsikur® 2x1 (inj) Kaltrofen® supp 2x1 Mitomisin ® 23-Mei So So So So So 24-Mei 25-Mei P P P,So P,So P P P,So P,So P P So P,Si,So Tanggal Pemberian 26-Mei 27-Mei 28-Mei 29-Mei P P P,So P,So P P P,So P,So P P So So P,So P,So 30-Mei P P,So P P,So P 31-Mei P P,So P P,So P 01-Jun P P,So P P P P,So P,So P,So P,Si,So P,So P P,So P,So P,So So Si,M Si,M Si,M Si Si,M Si,M P,So P,So P,So P,So P,So √ 117 Kasus 18 No. RM 00-58-89-90 (30/06/06-09/07/06) Subyektif Ny. AM, wanita, 29 tahun. Keluhan masuk: Pasien rencana operasi histerektomi bila terjadi perdarahan Usia menikah: 19 tahun Diagnosa utama: Ca cerviks stadium Ib Obyektif Tanggal Tanggal Periksa Periksa Parameter Parameter 30/06; 7/07/06 30/06; 7/07/06 Hb (gr%) 12,0; 10,6 (L) MCH (pg) 29,3 (L) ; Lekosit (ribu/mmk) 5,13; 6,9 MCHC (g/dL) 31,6; Trombosit Eosinofil (%) 1,6; (ribu/mmk) 220; 185 Segmen (%) 55,1; SGOT (U/I) 16,9; 15,0 Basofil (%) 0,4; SGPT (U/I) 8,1; 12,9 Limfosit (%) 37,6; Ureum (mg/dl) 15,6; 14,4 Monosit (%) 5,3; Kreatinin (mg/dl) 0,7 (L); 0,5 (L) Hematokrit (%) 38,0; 32,0 (L) Suhu °C 36 4,09 (L); 3,55 RBC (juta/mmk) (L) Nadi (kali/menit) 88 RDW (%) 12,6; Nafas (kali/menit) 18 MCV (fL) 92,9; TD (mmHg) 120/80 Penatalaksanaan Tindakan : Operasi histerektomi tanggal 03/07/06 Pengobatan : 1. Obat rawat inap : Surbek T® 1x1 (oral), Haemobion® 1x1 (oral), Primperan comp® 2x1 (oral), Cefspan® 2x1 (oral), Cefizox® 2x1 (inj), Primperan® 1 amp (inj), Toradol® 2x1 (iv), Vitamin C® 1x2 (inj), Zantac® 1x1 (inj), Cisplatin® 50 mg (infus) 2. Obat rawat jalan : Cefspan® 2x1 (oral), Surbek T® 1x1 (oral), Haemobion® 1x1 (oral), Primperan comp® 2x1 (oral) Penilaian (Assessment) 1. Cefizox® (seftizoksim) diberikan sebagai antibiotik profilaksis bedah karena pasien akan menjalani operasi histerektomi tanggal 03/07/06. 2. Penggunaan Cefspan® (sefiksim) pada tanggal 6-9 Juli sebagai antibiotik empiris post histerektomi telah sesuai dengan literatur. Rekomendasi (Plan) Sebaiknya penggunaan Cefspan® sebagai antibiotik empiris post histerektomi disertai dengan pemeriksaan laboratorium penanda infeksi sehingga antibiotik yang diberikan lebih tepat penggunaannya. 118 Kasus 18 Daftar Pemberian Obat Nama Obat Surbek T® 1x1 (oral) Haemobion® 1x1 (oral) Primperan comp® 2x1 (oral) Cefspan® 2x1 (oral) Cefizox® 2x1 (inj) Primperan® 1 amp (inj) Toradol® 2x1 (iv) Vitamin C® 1x2 (inj) Zantac® 1x1 (inj) Cisplatin® 50 mg (infus) 2 Juli 3 Juli So Tanggal Pemberian 4 Juli 5 Juli 6 Juli 7 Juli Si Si Si Si P P So P,So P,So P,So P,So P,So P 8 Juli Si P P,So P,So √ √ √ √ √ √ √ √ 9 Juli Si P P,So P,So 119 Lampiran 2. Daftar Nilai Normal Pemeriksaan Laboratorium di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Pemeriksaan Nilai Normal Pemeriksaan Nilai Normal Laboratorium Laboratorium Hb (gr%) 12,0-18,0 RDW (%) 11,6-14,8 Lekosit (rb/ mmk) 4,10-13,00 MCV (fL) 92,0-121,0 Segmen (%) 47,0-80,0 MCH (pg) 31,0-37,0 Eosinofil (%) 0-5 MCHC (g/dl) 29,0-36,0 Basofil (%) 0-2 Trombosit (ribu/mmk) 140,0-440,0 Limfosit (%) 13,0-40,0 SGOT (U/I) 0-37 Monosit (%) 2,0-11,0 SGPT (U/I) 0-41 Hematokrit (%) 36,0-46,0 Ureum (mg/ dl) 10-50 RBC (juta/ mmk) 4,10-5,30 Kreatinin (mg/ dl) 0,8-1,4 Lampiran 3. Keterangan Tabel SOAP Keterangan : H : high (tinggi) L : low (rendah) Lampiran 4. Daftar Nama Dagang Obat dan Komposisinya Antibiotik/ Antimikroba Nama Dagang Komposisi Cefspan sefiksim Cefazol sefazolin natrium Cefizox seftizoksim natrium Zinnat sefuroksim aksetil Broadced seftriakson di-sodium Garamycin gentamisin sulfat Amoxsan, Yefamox amoksisilin trihidrat Zistic azithromicin Cravit levofloksasin Sporacid, Sporanox itrakonazol Flagyl, Metrofusin metronidazol Nama Dagang Fluimucyl sirup OBH Plus Obat Saluran Nafas Komposisi N-Acetylsistein ammonium klorida, succus liquiritiae, efedrin, klorfeniramin maleat, paracetamol, mentol, oleum menthae piperitae 120 Nama Dagang Cetalgin Biogesic, Pamol Tramal Remopain, Toradol Profenid, Kaltrofen Cataflam D Nonflamin Aulin Nama Dagang Narfoz, Zofran, Vomceran Primperan, Vomidex Vometa Dulcolax Buscopan plus Enzyplex Rantin, Zantac Ulsikur Prosogan FD Mylanta Obat Susunan Saraf Komposisi metampiron, vitamin B1, B6, B12, kofein, klordiazepoksida paracetamol tramadol ketorolak tromethamine ketoprofen kalium diklofenak tinaridine HCl nimesulide Obat Saluran Cerna Komposisi ondansetron metoklopramida domperidone bisakodil hiosin-N-butilbromida, paracetamol amilase, protease, asam desoksikolat, dimetilpolisiloksan, vitamin B1, B2, B6, B12, nikotinamida, Ca pantotenat ranitidin HCl simetidin lanzoprazole Al hidroksida, Mg hidroksida, simetikon Obat Kardiovaskuler dan Sistem Hematopoietik Nama Dagang Komposisi Lasix furosemide Kalnex asam tranexamat Adona carbazochrome Na sulfonate Vitamin K phytomenadione Micardis telmisartan Herbesser diltiazem HCl 121 Nama Dagang Scott's emulsion Alinamin F Surbex T Folavit Neurobion, Neurosanbe Elkana Hemobion Ferofort Vitral Iberet-500 Theragran- M Cernevit Vitamin dan Mineral Komposisi minyak ikan, Ca hipofosfat, Na hipofosfat, Zn sulfat 20mg, selenium 30mg, Vit A, Vit D fursultiamine Vit B1,B2,B6,B12,C, Ca pantotenat, niasiamid asam folat Vit B1, Vit B6, Vit B12 Vit A, Vit C, Vit D, Vit B1, Vit B2, Bit B6, Vit B12, nikotinamida, Ca pantotenat, kolina, inositol, Ca glukonat, Ca hipofosfit, Na hipofosfit, lisina HCl Fe fumarat, asam folat, vit. C, Ca carbonat, cholecalciferol Fe fumarat, asam folat, Vit B1, vit B2, Vit B6, Vit B12, niaciamide, Ca pantotenat, lisin HCl, dioktil Na suksinat Vit A,Vit B2, Vit C, Vit D, Vit E, Vit K3, Vit B1, Vit B6, Vit B12, nikotinamid,Ca pantotenat, asam folat, inositol, choline bitartrate, dicalcium phosphate, Fe sulfat, Mg, copper, fluorine, iodine, Mn, molybdenum, slenium, Zn Fe Sulfat, Vit B1, Vit B6, Vit B12, Na askorbat, niacin, Ca pantotenat Vit A, Vit B1, Vit B2, Vit B6, Vit B12, Vit C, Vit D, Ca pantotenat, KI, besi, Mg, Mn, Copper, Zn Vit A, Vit D3, Vit E, Vit C, Vit B1, Vit B2, Vit B3, Vit B5, Vit B6, Vit B12, asam folat, biotin, asam pantotenat, nikotinamida, glisin, asam glikokolat, soybean lesitin Kelas Terapi Obat sistem saluran kemih dan kelamin Obat sistem muskuloskeletal Obat mulut dan tenggorokan Antihistamin/ antialergi Hormon Immunomodulator Nama Dagang Komposisi Gynofort butakonazol nitrat Prostigmin FG Troches Xyllo della Kalmethasone Neomun neostigmin metilsulfat fradiomisin, gramisidin xylocain delladril dexamathasone sandimun 122 Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dari RS Bethesda 123 Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Menjalankan Penelitian 124 BIOGRAFI PENULIS Regina Citra Dewanti merupakan anak pertama dari pasangan Gregorius Mudjiyono dan Maria Macrina Retna Priyati, lahir di Madiun pada tanggal 11 April 1988. Menempuh pendidikan awal di Taman Kanakkanak Santo Yusuf Madiun pada tahun 1993-1994. Melanjutkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Santo Yusuf Madiun pada tahun 1994-2000. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Madiun pada tahun 20002003. Tahun 2003-2006 melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Yogyakarta. Pendidikan tinggi ditempuh di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2006 dan menyelesaikan studi pada tahun 2010. Selama aktif sebagai mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Farmakologi Dasar, Asisten Praktikum Kimia Analisis, Asisten Praktikum Bioanalisis, Asisten Praktikum Patologi Klinik, dan Asisten Praktikum Perbekalan Steril. Selain itu penulis juga terlibat dalam beberapa organisasi dan kepanitiaan di kampus antara lain : anggota Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia (2007), Panitia Seminar Nasional POKJANAS TOI XXXVI (2009), Panitia Seminar Nasional “Arah Penelitian Obat Bahan Alam” (2009), Anggota Tim Pengabdian Masyarakat pada kegiatan pelatihan edukasi salesma dan batuk Fakultas Farmasi USD (2008), serta seminar osteoporosis (2010), Panitia Inisiasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (2008), Panitia Seminar HIV/AIDS (2006 & 2007), dan lain-lain.