Bab 5 Ringkasan Jepang merupakan salah satu negara maju di

advertisement
Bab 5
Ringkasan
Jepang merupakan salah satu negara maju di kawasan Asia yang berkembang pesat
mengikuti perkembangan di zaman modern sekarang ini. Selain menjalankan kehidupan
yang serba modern, masyarakat Jepang tidak lupa untuk menjalankan tradisi budaya
para leluhur yang berasal dari kepercayaan para dewa. Hal ini dapat dilihat dan dipahami
dari nilai-nilai tradisional pada kepercayaan Shinto dalam masyarakat Jepang yang
begitu melekat dalam kehidupan sehari-hari.
Terdapat berbagai macam agama kepercayaan dalam masyarakat Jepang yang
sebagian besar merupakan kepercayaan pada para dewa. Kepercayaan-kepercayaan
tersebut tidaklah semuanya murni dari kepercayaan Jepang itu sendiri. Banyak terdapat
bukti sejarah yang memang memperlihatkan kecenderungan kebudayaan Jepang yang
bersifat asimilatif. Banyak pengaruh kultural dan pengaruh spiritual dari luar Jepang
yang mempengaruhi kebudayaan asli Jepang. Negara-negara yang banyak memberikan
pengaruh-pengaruh tersebut yaitu Cina dan India. Akan tetapi, semua pengaruh tersebut
tidak menghilangkan tradisi asli kepercayaan masyarakat Jepang (Shinto), melainkan
membentuk suatu kebudayaan baru yang memperkaya budaya Jepang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh serta hubungan dewadewa dalam agama Buddha dan Hindu terhadap Shichifukujin atau "tujuh dewa
keberuntungan" di Jepang. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah kita dapat
memahami lebih dalam asal-usul dewa-dewa yang terdapat dalam Shichifukujin serta
pengaruh dewa-dewa Buddha dan Hindu terhadap Shichifukujin.
50 Salah satu pengaruh dari luar Jepang yang mempengaruhi kepercayaan Jepang yaitu
pengaruh Cina dan India terhadap Shichifukujin atau dalam bahasa Inggris yaitu “Seven
Lucky Gods of Japan”. Shichifukujin merupakan dewa-dewa yang bergabung bersama
menjadi satu kelompok dewa keberuntungan di Jepang.
Kepercayaan Shinto, Buddha dan Hindu memiliki kepercayaan yang sama yaitu
kepercayaan terhadap para dewa, namun tidak semuanya memiliki bentuk dan karakter
yang sama. Hal inilah yang terlihat pada Shichifukujin. Dewa-dewa dalam Shichifukujin
yaitu Ebisu(恵比寿), Juroujin(寿老人), Fukurokuju(福禄寿), Hotei(布袋),
Daikokuten(大黒天), Benzaiten(弁才天) dan Bishamonten(毘沙門天). Semua
dewa-dewa tersebut tidaklah semuanya asli dari kepercayaan Jepang. Dalam penelitian
ini, penulis hanya akan meneliti Hotei, Daikokuten, Benzaiten dan Bishamonten. Hotei
merupakan dewa yang mendapat pengaruh dari dewa dalam agama Buddha di Cina
(Budai). Sedangkan Daikokuten, Benzaiten dan Bishamonten mendapat pengaruh dari
dewa-dewa dalam agama Hindu (Mahakala, Sarasvati dan Kuvera).
Proses difusi dan asimilasi sangat mempengaruhi terbentuknya Shichifukujin. Budai,
Mahakala, Sarasvati dan Kuvera masuk ke Jepang dan bergabung bersama membentuk
Shichifukujin karena merupakan suatu proses asimilasi budaya. Proses asimilasi budaya
yang terjadi antara dewa Buddha (Budai) dari Cina yang
kemudian membentuk
Shichifukujin dalam Shinto dibawa pada saat masuknya agama Buddha dari Cina ke
Jepang melalui Korea pada abad keenam. Sedangkan proses asimilasi budaya yang
terjadi antara dewa Hindu (Mahakala, Sarasvati dan Kuvera) dari India yang kemudian
membentuk Shichifukujin dibawa melalui agama Buddha dari Cina. Kemudian, dewa
Hindu yang member pengaruh pada dewa Buddha di Cina tersebut masuk ke Jepang
51 melalui Korea pada abad keenam. Perbedaan-perbedaan antara dewa-dewa asal (Buddha
dan Hindu) dengan dewa-dewa Shichifukujin dalam Shinto dikarenakan penyesuaian
kondisi masyarakat Jepang.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya asimilasi yaitu karena masyarakat Jepang
juga memiliki kepercayaan yang sama yaitu percaya kepada dewa-dewa. Oleh karena itu,
dewa-dewa dalam agama lain pun dapat dengan baik membaur menjadi satu. Lalu, sikap
masyarakat Jepang yang cukup terbuka terhadap kepercayaan dari luar juga
menyebabkan proses asimilasi berjalan dengan baik. Sikap terbuka masyarakat Jepang
terhadap agama Buddha dimulai ketika Pangeran Shotoku menerima gambaran Buddha
dari raja di Korea untuk menciptakan perdamaian diantara dua kerajaan. Kemudian
Pangeran Shotoku memerintahkan pendeta-pendeta untuk pergi ke Cina mempelajari
agama Buddha. Pada akhirnya, pada awal abad kedelapan, pendeta Buddha Cina banyak
mendirikan Buddha Cina di Jepang.
Faktor penting lain yang mendorong terjadinya proses asimilasi tersebut yaitu
konsep pemikiran orang Jepang terhadap agama. Orang Jepang sangat setia terhadap
ritual tradisi agamanya seperti orang lain di dunia. Akan tetapi disisi lain, sebagian
masyarakat tidak pernah menganggap bahwa jika tidak mengunjungi kuil pada saat
tahun baru atau melanggar apa yang telah diajarkan agamanya, mereka akan dianggap
sebagai mushinsha (orang kafir).
Hotei merupakan dewa kesenangan dan kebahagiaan dalam Shichifukujin. Hotei
dalam agama Buddha disebut Budai atau Kaishi. Secara literatur, karakter tulisan dalam
namanya mengandung arti yaitu tas kain. Hotei memiliki ciri-ciri yaitu kepala botak,
memiliki jambang, memiliki dahi yang sempit, wajah yang tersenyum dan memiliki
perut yang besar sehingga perutnya selalu terlihat menonjol dan setengah telanjang
52 dengan pakaian pendeta yang dia kenakan. Hotei membawa tas kain besar dan dipercaya
membawa keberuntungan bagi siapa saja yang percaya kepadanya. Wajah yang selalu
tersenyum melambangkan kebahagiaan dan kesejahteraan. Gambaran serta bentuk atau
rupa Hotei di Jepang sama dengan rupa atau bentuk Hotei dalam Buddha Cina. Yang
membedakan yaitu Hotei dalam Shichifukujin membawa kipas yang disebut oogi (扇)
sedangkan Budai dalam agama Buddha tidak membawa kipas, melainkan membawa
sebuah kalung yang menunjukkan bahwa Budai merupakan seorang pendeta Buddha.
Daikoku(大黒) atau Daikokuten(大黒天) merupakan dewa kekayaan dalam
Shichifukujin. Asalnya, Daikokuten adalah dewa Mahakala (secara harafiah berarti
“hitam besar”) dalam agama Hindu di India yang juga merupakan dewa kekayaan. Nama
Daikokuten terdiri dari kata Dai(大) yang berarti besar, Koku(黒)yang berarti
hitam, dan Ten(天)yang berarti dewa. Jadi, secara literatur Daikokuten berarti “the
great black deva”. Daikokuten digambarkan sedang membawa sebuah palu kecil
(Uchide no Kozuchi), memakai penutup kepala yang menyerupai topi (Daikoku Zukin).
Daikokuten juga digambarkan mempunyai wajah yang penuh senyum yang lebar,
memiliki janggut, kaki yang pendek dan gemuk, serta memakai pakaian Cina kuno.
Daikokuten membawa karung besar yang penuh dengan barang berharga yang
melambangkan kemakmuran dan kekayaan.
Perbedaan yang sangat menyolok antara Daikokuten dalam Shichifukujin dan
Mahakala dalam Hindu yaitu bentuk fisiknya. Walaupun nama Daikokuten secara
harafiah berarti “hitam besar”, namun Daikokuten tidak memiliki tubuh hitam dan enam
tangan seperti Mahakala. Makna warna hitam pada Mahakala yaitu untuk menghindari
segala rintangan menuju jalan pencerahan. Mahakala berdiri di atas teratai yang
53 melambangkan kemurnian. Ketiga matanya melambangkan sebagai pengetahuan akan
masa lalu dan masa depan. Mahakala berdiri dengan menginjakkan kakinya kepada
Ganapati sebagai lambang kekuatannya. Keenam tangannya melambangkan kemurahan
hati, kesabaran moralitas, ketekunan, meditasi dan kebijaksanaan. Mahakala memegang
mangkuk tengkorang yang berisi darah yang melambangkan penaklukan atas roh jahat.
Batu permata yang dipegangnya melambangkan kekayaan. Tongkat dan drum tangan
(Damaru) yang dibawanya melambangkan kekuatannya, kalung yang dipakai
melambangkan kegiatan spiritual, dan tali yang digunakan untuk mengikat mereka yang
telah melanggar peraturan.
Benten ( 弁 天 ) atau juga biasa disebut Benzaiten ( 弁 財 天 ) merupakan satusatunya dewa dalam Shichifukujin yang berkelamin wanita. Benzaiten merupakan dewi
seni dan musik. Benzaiten merupakan bentuk dari dewa Hindu yaitu Sarasvati yang
secara literatur berarti air yang mengalir, yang merupakan sebuah sungai di India. Oleh
karena itu, di India, Sarasvati juga disebut sebagai Dewi Sungai. Di Jepang, Benzaiten
memiliki dua bentuk, yaitu Benzaiten (Shichifukujin - Shinto) yang sedang memegang
biwa atau kecapi Jepang dengan kedua tangannya sebagai dewi seni dan musik sama
seperti Sasrasvati, dan Benzaiten (Buddha) dengan delapan tangan memegang peralatan
bela diri yang menandakan peran Benzaiten sebagai pelindung Buddha dari malapetaka.
Benzaiten yang memiliki delapan tangan disebut dengan Happi Benzaiten(八臂弁財
天).
Benzaiten dalam Shichifukujin memiliki sifat yang sama seperti Sarasvati dalam
agama Hindu, yaitu sebagai dewa seni dan musik. Baik dalam ritual Shinto maupun
Hindu, musik atau nyanyian-nyanyian suci digunakan untuk memberikan persembahan
54 kepada para dewa. Sarasvati menggunakan alat musik veena dan Benzaiten
menggunakan alat musik biwa atau kecapi Jepang. Perbedaan yang terlihat antara
Benzaiten dan Sarasvati dalam Shichifukujin yaitu jumlah tangannya. Sarasvati dengan
keempat tangannya memegang kalung kristal yang melambangkan kekuatan spiritual,
dan buku suci Hindu yang melambangkan pengetahuan.
Bishamon(毘沙門)atau biasa disebut juga Bishamonten(毘沙門天)merupakan
pengawal Buddha dan termasuk dalam Shitenno(四天王)yang secara literatur berarti
“the four kings of heaven” atau “empat raja surga”. Dalam Shitenno, Bishamon disebut
dengan nama Tamonten(多聞天)dan merupakan dewa yang paling berkuasa diantara
keempat dewa dalam Shitenno. Bishamon diketahui merupakan bentuk dari dewa
kekayaan dalam agama Hindu yaitu Kuvera. Dalam agama Buddha, Kuvera dikenal
dengan nama Vaishravana. Dalam Shichifukujin, Bishamonten diibaratkan sebagai
seorang polisi yang bertugas sebagai pengawal dan pelindung sama seperti pada
Vaishravana dalam agama Buddha. Oleh karena itu, Bishamonten dengan menggunakan
senjata tombak dapat dimasukkan sebagai pelindung dalam Shichifukujin, dimana
Shichifukujin tidak hanya memberikan keberuntungan tetapi juga perlindungan dari
segala kejahatan bagi orang yang mempercayainya. Selain itu, Bishamonten juga sebagai
dewa penyembuh dari penyakit yang datang dari kejahatan.
Perbedaan antara Kuvera dan Bishamonten terletak pada bentuk fisik serta atribut
yang digunakan. Kuvera biasanya digambarkan sedang duduk sambil memegang
mutiara di tangan kanannya dan memegang luwak atau musang yang sedang
memuntahkan batu permata di tangan kirinya untuk memberikan petunjuk agar kita
mengikuti praktek ritual atau memujanya untuk kekayaan berlimpah. Luwak merupakan
55 musuh dari ular yang melambangkan ketamakan dan kebencian. Selain itu, bentuk
tubuhnya pendek, gemuk, kuat dan memiliki wajah yang arogan. Wajah yang arogan
ingin memberikan pelajaran kepada kita jika kita ingin mendapat kekayaan dengan
arogan, maka sebaliknya akan menjadi melarat. Sedangkan Bishamonten dalam
Shichifukujin memiliki ciri-ciri jenggot yang tebal, dan memakai pakaian perang sambil
membawa sebuah tombak kerajaan dengan satu tangan. Oleh karena itu, seringkali
Bishamonten dikenali sebagai dewa perang, walaupun sebenarnya bukan. Selain itu, di
tangan kanannya, Bishamonten membawa sebuah pagoda yang melambangkan benteng
kepercayaan dan sebagai simbol kekayaan, yang merupakan sifat yang sama dengan
Kuvera sebagai dewa kekayaan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui pengaruh dewa-dewa Buddha di Cina dan
Hindu di India terhadap dewa-dewa dalam Shichifukujin. Hotei mendapat pengaruh dari
dewa Budai dalam agama Buddha di Cina. Sedangkan Daikokuten, Benzaiten dan
Bishamonten mendapat pengaruh dari dewa Mahakala, Sarasvati dan Kuvera dalam
agama Hindu.
56 
Download