BAB II KARAKTER DISIPLIN DAN BOARDING SCHOOL A. Karakter Disiplin 1. Pengertian Karakter. Secara bahasa, karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein yang artinya mengukir. Sifat utama ukiran adalah melekat kuat diatas benda yang diukir. Tidak mudah usang tertelan waktu atau arus terkena gesekan. Menghilangkan benda yang diukir itu.1 Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat.2 Menurut kamus besar bahasa Indonesia, istilah „Karakter‟ berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak‟.3 Bila dilihat dari asal katanya, istilah 1 Abdullah Munir, Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak Dari Rumah (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2010), hlm. 2-3. 2 Agus Zaenal Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 20-21. 3 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 623. 27 28 „karakter‟ berasal dari bahasa Yunani Karasso, yang berarti ‘cetak biru’, ‘format dasar’, atau ‘sidik’ seperti dalam sidik jari.4 Pendapat lain menyatakan bahwa istilah ‘ Karakter’ berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti „membuat tajam‟ atau „membuat dalam‟.5 Secara konseptual, lazimnya, istilah karakter dipahami dalam dua kubu pengertian. Pengertian pertama, bersifat deterministik. Disini karakter dipahami sebagai sekumpulan kondisi rohaniah pada diri kita yang sudah teranugerahi atau ada dari sononya (given). Dengan demikian, ia merupakan kondisi yang kita terima begitu saja, tak bisa kita ubah. Ia khusus yang dapat membedakan orang yang satu dengan yang lainnya. Pengertian kedua, bersifat non deterministik atau dinamis. Disini karakter dipahami sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi kondisi rohaniah yang sudah given. Ia merupakan proses yang dikehendaki oleh seseorang (willed) untuk menyempurnakan kemanusiaannya. Bertolak dari tegangan (dialektika) dua pengertian itu, muncullah pemahaman yng lebih realistis dan utuh mengenai karakter. Ia dipahami sebagai rohaniah yang belum selesai. Ia bisa diubah dan dikembangkan mutunya, tapi bisa pula ditelantarkan sehingga tak ada peningkatan mutu atau bahkan makin terpuruk.6 4 Saptono, Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter (Wawasan, Strategi, dan Langkah Praktis), (Salatiga: Erlangga, 2011), hlm. 18. 5 Lorens Bagus, Kamus Filsafat ( Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 392. 6 Saptono, op.cit. 29 Berdasarkan pemahaman itu, maka orang yang bersikap pasrah pada kondisi-kondisi diri yang sudah ada, disebut berkarakter lemah. Di sisi lain, mereka yang tak mau begitu saja menerima kondisi-kondisi diri yang sudah ada, melainkan berusaha mengatasinya, disebut berkarakter kuat atau tangguh. Mereka senantiasa berupaya menyempurnakan diri, meskipun menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari dalam.7 Dharma Kesuma mengatakan bahwa karakter adalah kata benda yang memiliki arti: (1) Kualitas-kualitas pembeda; (2) Kualitas-kualitas positif; (3) Reputasi; (4) Seseorang dalam buku atau film; (5) Orang yang luar biasa; (6) Individu dalam kaitannya kepribadian, tingkah laku, atau tampilan. Dari kajian umum ini merujuk pada hal sebagai berikut: pertama, karakter di kenakan pada orang atau bukan orang, tapi dalam wacana pendidikan karakter, hal ini berkenaan dengan orang, kedua, berkenaan dengan kualitas (bukan kuantitas) dan reputasi orang, ketiga, berkenaan dengan daya pembeda atau pembatas, membedakan atau membatasi yang satu dari yang lainnya, membedakan orang atau masyarakat yang satu dengan orang atau masyarakat yang lainnya, keempat, karakter dapat merujuk pada kualitas negatif atau positif. Simpulannya, bahwa karakter adalah sebuah kata yang merujuk pada kualitas orang dengan karakteristik tertentu.8 7 Thomas Lichona, Educating For Character (New York: Bantam Books, 1991), hlm. 51. Dharma Kesuma, Pendidikan Karakter, Kajian Teori dan Praktek di Sekolah (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 23-24. 8 30 Menurut Suyanto, karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.9 Karakter merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata nilai dasar perilaku dan tata interaksi antar manusia. Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar: 1. Kemandirian 2. Disiplin 3. Kebersihan 4. Tanggung jawab 5. Hubungan sosial 6. Pelaksanaan ibadah 7. Percaya diri 8. Sopan santun 9. Punya daya saing.10 Dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter adalah akhlak atau budi pekerti yang dapat membedakan seseorang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian karakter adalah nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik dari hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakan seseorang yang satu dengan yang lainnya, serta 9 Maksudin, Pendidikan Karakter Non-Dikotomik (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013), hlm. 3. 10 Muchlas Samani dan Haranto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Remaja Rosdakarya: Bandung, 2011), hlm. 41. 31 dapat diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Pengertian Disiplin. Disiplin secara bahasa berarti ketaatan (kepatuhan) pada peraturan (tata tertib dan sebagainya).11 Istilah disiplin dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Belanda yang kemudian dipengaruhi juga oleh bahasa Inggris. Disiplin menurut pengertian kedua bahasa tersebut berasal dari bahasa Latin “diciplina” yang berarti latihan dan pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat.12 Istilah disiplin mengandung banyak arti. Menurut Sukardi, disiplin mempunyai dua arti yang berbeda, tetapi keduanya mempunyai hubungan. Kedua arti tersebut yaitu: 13 a. Disiplin dapat diartikan suatu rentetan kegiatan atau latihan yang berencana yang dianggap perlu untuk mencapai suatu tujuan. b. Disiplin dapat diartikan sebagai hukuman terhadap tingkah laku yang tidak diinginkan atau melanggar ketentuan-ketentuan peraturan atau hukum yang berlaku. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, disiplin adalah suatu tata tertib yang dapat mengatur tatanan kehidupan pribadi dan kelompok.14 11 W.J.S. Purwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1999), hlm. 254. 12 Amirudin S, Disiplin Militer dan Pembinaannya (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 11. 13 Sukardi, Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah (Surabaya : Usaha Nasional, 1983), hlm. 102. 14 Syaiful Bahri Djamarah, Rahasia Sukses Belajar (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm. 12 Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hlm. 81. 32 Sedangkan menurut Moh. Shochib, disiplin adalah kepatuhan menjalankan peraturan dan hukuman karena kesadaran diri bukan takut pada sanksi.15 Jadi disiplin merupakan kepatuhan untuk menghormati dan menjalankan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk pada keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku. Dalam Ensiklopedia Pendidikan, Soegarda Purbakawatja menjelaskan disiplin sebagai berikut:16 a. Disiplin adalah proses menyerahkan atau mengabdikan kehendakkehendak langsung, dorongan-dorongan, keinginan atau kepentingankepentingan kepada suatu cita-cita atau tujuan tertentu untuk mencapai efek yang lebih besar. b. Pengawasan langsung terhadap tingkah laku bawaan (pelajar-pelajar) dengan menggunakan sistem hukuman atau hadiah. c. Dalam sekolah, suatu tingkat tata tertib tertentu untuk mencapai kondisi yang baik guna memenuhi fungsi pendidikan. Menurut Al Ghozali, disiplin dapat diartikan sebagai kesediaan untuk mematuhi peraturan yang baik, demikian itu bukan hanya patuh karena adanya tekanan dari luar, melainkan kepatuhan didasari oleh adanya kesadaran tentang nilai dan pentingnya peraturan itu.17 Selanjutnya Wustra Pariata memberikan pengertian bahwa kedisiplinan merupakan suatu keadaan tertib yang adanya orang-orang 15 Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri (Jakarta: Rineka Cipta, 1989), hlm. 3. 16 Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hlm. 81. 17 Zainudin dkk, Seluk Beluk Pendidikan Al Ghozali (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 83. 33 dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan dengan senang hati.18 Sedangkan HM. Hafi Anshori memberikan batasan kedisiplinan sebagai suatu sikap mental yang dengan kesadaran dan keinsyafan untuk mematuhi terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan yang ada terhadap suatu hal karena mengerti bentuk-bentuk tentang perintah dan larangan-larangan tersebut.19 Dari definisi tersebut diatas dapat dipahami bahwa peserta didik memerlukan kedisiplinan untuk patuh dan taat menjalankan ketertiban yang berlaku, baik perintah atau larangan, baik di dalam sekolah reguler maupun didalam boarding school dalam rangka membentuk suatu kepribadian yang berkarakter. Dengan demikian Karakter Disiplin merupakan sesuatu yang membedakan seseorang yang satu dengan yang lainnya tentang kedisiplinan untuk patuh dan taat menjalankan ketertiban yang berlaku, baik perintah maupun larangan yang terbentuk pada diri masing-masing individu. Upaya pembentukan karakter disiplin melalui pendidikan model boarding school adalah menggunakan teori Pavlov. teori ini adalah teori belajar behavioristik, menggunakan penelitian yang khas dimana beliau telah mengadakan penelitian secara intensif mengenai kelenjar ludah. 18 Wustra Pariata dkk, Ensiklopedi Administrasi (Yogyakarta: CV. Jahi Mas Agung, 1985), hlm. 171. 19 HM. Hafi Anshori, Pengantar Umum Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hlm. 66. 34 Penelitian-penelitiannya menggunakan anjing sebagai subyek cukup terkenal dimana-mana.20 Di dalam buku “Teori Belajar dan Pembelajaran” karangan Eveline Siregar menyatakan bahwa Mula-mula teori conditioning ini dikembangkan oleh Pavlov dengan melakukan percobaan terhadap anjing. Pada saat seekor anjing diberi makanan dan lampu, keluarlah respons anjing itu berupa keluarnya air liur. Demikian juga jika dalam pemberian makanan tersebut disertai dengan bel, air liur anjing juga keluar. Setelah berkali-kali dilakukan perlakuan serupa, maka pada saat hanya bel atau lampu yang diberikan, anjing tersebut juga mengeluarkan air liur. Teori conditioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson. Setelah mengadakan serangkaian eksperimen, ia menyimpulkan bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan/ membiasakan mereaksi terhadap stimulusstimulus yang diterima.21 Pembentukan pendidikan karakter juga terdapat kesesuaian dengan teori Konvergensi dimana pembinaan atau pembentukan karakter itu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor bawaan sejak lahir akan tetapi juga dipengaruhi dengan lingkungan. Siswa yang berada di boarding School akan mendapatkan pembiasaan-pembiasaan yang ada di dalam asrama. Jadi kesesuaian dengan penelitian ini adalah apabila pembentukan karakter itu dilakukan pembiasaan-pembiasaan maka hasilnya akan lebih baik dibanding 20 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 280-281. 21 Eveline Siregar, dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor: Galia Indonesia, 2011), hlm. 25-27. 35 dengan peserta didik yang tidak berada di sekolah yang melalui pendidikan model boarding school. Dengan demikian adanya boarding school di MAS Simbang Kulon Pekalongan berjalan dengan baik yang didalamnya banyak dilakukan pembiasaan-pembiasaan dalam upaya pembentukan karakter disiplin. Dimana di lingkungan sekolah atau di lingkungan asrama santri akan lebih dapat merealisasikan pembiasaan-pembiasaan baik sesuai untuk pembentukan karakter mereka dengan baik dan sesuai yang diinginkan keluarga juga sekolah maupun lingkungan masyarakat. 3. Dasar dan Tujuan Disiplin. a. Dasar Disiplin Disiplin merupakan sikap positif yang tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan sikap yang harus ditumbuhkan, dikembangkan dan diterapkan dalam semua aspek sejak dini pada diri anak. Disiplin itu sangat perlu untuk perkembangan anak, karena dengan disiplin tersebut akan menumbuhkan ketertiban dan keteraturan. Dalam dunia pendidikan sikap disiplin sangat penting bagi setiap siswa. Dengan berdisiplin akan membuat seorang siswa memiliki kecakapan mengenai belajar yang benar, membentuk watak yang baik serta meningkatkan efisiensi belajar. Bentuk dari disiplin siswa yang dapat dirasakan akibat dari cara pendidikan yang tepat oleh orang tua adalah terbentuknya sikap rajin belajar dalam diri siswa tersebut. 36 Pada hakikatnya sikap disiplin merupakan sikap yang diperintahkan oleh Allah SWT. Manusia dijadikan oleh Allah SWT bukan untuk bersenang-senang, tetapi untuk berusaha dan berjihad di jalan Allah SWT sampai akhir hayatnya. 22 Dalam hal yang menyangkut masalah ibadah, sikap disiplin akan melatih manusia untuk dapat mengendalikan diri dengan baik. Sebagai dasar yang mudah dipahami tentang pentingnya sikap disiplin terdapat dalam QS. An Nisa‟ ayat 103. Yang artinya: “ Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. “23 Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa mengerjakan sholat pada waktunya merupakan perbuatan yang dianjurkan oleh agama dan 22 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 638-639. Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur ‘an dan Terjemahnya (Jakarta: Litbang Depag RI, 1999), hlm. 138. 23 37 amal yang diutamakan. Dengan demikian ayat tersebut tersirat anjuran agar manusia dapat berdisiplin dalam mengerjakan suatu pekerjaan, karena berdisiplin merupakan perbuatan yang disenangi oleh Allah SWT. b. Tujuan Disiplin Tujuan adalah sesuatu yang ingin diwujudkan atau sesuatu yang ingin dicapai. Secara umum tujuan disiplin adalah menolong anak belajar hidup sebagai makhluk sosial dan untuk mencapai pertumbuhan serta perkembangan mereka yang optimal. Untuk dapat menentukan tujuan pembentukan kedisiplinan dalam belajar, maka harus mengetahui kriteria yang harus dipenuhi dalam menanamkan kedisiplinan, yaitu:24 a) Membuat perubahan dan pertumbuhan anak b) Memelihara harga diri anak c) Menjaga hubungan erat antara orang tua dan anak. Dalam buku Peran disiplin pada perilaku dan prestasi siswa karangan Tulus Tu‟u mengatakan “disiplin berperan penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulan”. Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku ,dan tata kehidupan berdisiplin, yang akan mengantar seorang siswa sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja. 24 Charles Schaefer, Bagaimana Mempengaruhi Anak (Semarang: Dahar Prize, 1991), hlm. 12. 38 Adapun fungsi disiplin menurut Tulus Tu‟u yaitu sebagai berikut: a. Menata Kehidupan Bersama Fungsi disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia, dalam kelompok tertentu atau dalam masyarakat. Dengan begitu, hubungan antara individu satu dengan yang lain menjadi baik dan lancar. Kehidupan bersama akan lebih terarah dengan adanya disiplin. b. Membangun Kepribadian Lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang. Apalagi seorang siswa yang sedang tumbuh kepribadiannya, tentu lingkungan sekolah yang tertib, teratur, tenang, tenteram, sangat berperan dalam membangun kepribadian yang baik. c. Melatih Kepribadian Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin tidak terbentuk serta-merta dalam waktu singkat. Namun, terbentuk melalui satu proses yang membutuhkan waktu panjang. Salah satu proses untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui latihan. d. Pemaksaan Dari pendapat itu, disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran diri. Disiplin dengan motif kesadaran diri ini lebih baik dan kuat. Dengan melakukan kepatuhan dan ketaatan atas kesadaran diri, 39 bermanfaat bagi kebaikan dan kemajuan diri. Sebaliknya, disiplin dapat pula terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar. 25 e. Hukuman Tata tertib sekolah biasanya berisi hal-ha1 positif yang harus dilakukan oleh siswa. Sisi lainnya berisi sanksi atau hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut. Ancaman sanksi / hukuman sangat penting karena dapat memberi dorongan dan kekuatan bagi siswa untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman /sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah. Motivasi untuk hidup mengikuti aturan yang berlaku menjadi lemah. f. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif Disiplin sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses dan kegiatan pendidikan agar berjalan lancar. Ha1 itu dicapai dengan merancang peraturan sekolah, yakni peraturan bagi guru-guru, dan bagi para siswa, serta peraturan-peraturan lain yang dianggap perlu. Kemudian diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen. Dengan demikian, sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang aman, tenang, tenteram, tertib dan teratur. Lingkungan seperti ini adalah lingkungan yang kondusif bagi pendidikan. Dengan adanya disiplin maka proses belajar mengajar akan lebih terarah dan dapat mencapai tujuan pendidikan secara maksimal.26 25 Tulus Tu‟u, Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm 37. 26 Ibid. hlm 38. 40 Menurut Singgih D Gunarsa, disiplin perlu dalam mendidik anak supaya anak dengan mudah:27 a) Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara lain mengenai hak milik orang lain b) Mengerti dan segera menurut untuk menjalankan kewajiban dan secara langsung mengerti larangan-larangan c) Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk d) Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa merasa terancam oleh hukuman e) Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain. Tujuan disiplin menurut Charles Schaefer dibagi menjadi dua, yaitu: 28 a) Tujuan jangka pendek, yaitu membuat anak-anak terlatih dan terkontrol dengan mengajarkan mereka bentuk-bentuk tingkah laku yang tidak pantas atau yang masih asing bagi mereka. b) Tujuan jangka panjang, yaitu untuk perkembangan pengendalian diri dan pengarahan diri (self control and self direction) yang dalam hal apa anak-anak dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh pengendalian dari luar. 27 Singgih D Gunarsa, Psikologi untuk Keluarga (Jakarta : PT. BPK. Gunung Mulia, 1987), hlm. 163. 28 Charles Schaefer, Op. Cit, hlm. 9. 41 Selanjutnya Elizabeth B. Hurlock menyebutkan bahwa seluruh tujuan disiplin adalah membentuk perilaku sedemikian rupa sehingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya tempat individu itu diidentifikasikan.29 Pembentukan disiplin merupakan tindak lanjutan perhatian kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya yang diungkapkan secara murni dengan memenuhi segala kebutuhan anak sewaktu masih bergantung pada orang tua. Hal ini merupakan suatu cara untuk meningkatkan perkembangan jiwa anak dalam menghargai dirinya dan mengajarkan cara-cara bertindak dalam kebiasaan yang diterima oleh masyarakat. Sebagaimana yang diungkapkan Kartini Kartono bahwa “menanamkan disiplin pada anak bertujuan untuk menolong anak memperoleh keseimbangan antara kebutuhan berdikari dan penghargaan terhadap hakhak orang lain.30 4. Indikator dan Bentuk Disiplin. a. Indikator Disiplin Disiplin merupakan suatu proses belajar mengembangkan kebiasaan-kebiasaan, penugasan diri dan mengakui tanggung jawab pribadinya terhadap masyarakat. Maka kedisiplinan peserta didik dalam mengikuti suatu kegiatan akan menimbulkan sikap tanggung jawab atau 29 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, terj. Meitsari Tjandrasa (Jakarta : Erlangga, 2000), hlm. 82. 30 Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak (Jakarta: Rajawali Press, 1992), hlm. 205. 42 disiplin dalam menghadapi pelajaran atau dalam pelajarannya. Dengan demikian indikator disiplin dapat dilihat dalam proses dan hasil belajar. Dalam proses belajar indikator disiplin dapat dilihat dari: 1) ketaatan pada tata tertib, 2) ketepatan hadir, 3) mengikuti proses belajar mengajar, 4) kerapihan dalam berpakaian, 5) mengerjakan tugas dan aktif dalam kegiatan sekolah, 6) berperilaku sesuai norma, 7) kesesuaian jadwal pulang sekolah, 8) tidak melanggar peraturan sekolah 31 Menurut Cece Wijaya, yang termasuk indikator disiplin antara lain: 1) Melaksanakan tata tertib yang baik, baik guru maupun siswa karena tata tertib yang berlaku merupakan aturan dan oleh siapapun demi kelancaran proses pendidikan 2) Tata terhadap kebijakan dan kebijaksanaan yang berlaku 3) Menguasai diri dan instropeksi, yaitu guru maupun siswa memiliki rasa tanggung jawab (sense of responsibility) yang tinggi terhadap keberlangsungan belajar mengajar dan mempertahankan indikator kedisiplinan melalui upaya seperti 31 Omar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 92. 43 melakukan evaluasi secara rutin terhadap kegiatan belajar mengajar. 32 b. Bentuk Disiplin Menurut Aan Sulono bentuk-bentuk kedisiplinan adalah: 33 1) Hadir di ruangan pada waktunya Kedisiplinan ini akan memacu kesuksesan dalam belajar. Peserta didik yang terlambat datang atau tidak masuk sekolah tanpa ada alasan yang bisa di terima, maka harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku. 2) Taat pergaulan di sekolah Sikap ini bisa diwujudkan dengan tindakan-tindakan menghormati semua orang yang tergabung dalam sekolah, menghormati pendapat, menjaga diri dari perbuatan dan sikap yang bertentangan dengan agama serta harus selalu bersikap terpuji. 3) Mengikuti kegiatan ekstrakulikuler Kegiatan ekstrakulikuler merupakan serentetan program sekolah yang menuntut peserta didik untuk berdisiplin atau aktif mengikutinya dengan mencurahkan segala potensi yang mereka miliki baik yang bersifat fisik, mental, emosional maupun intelektual yang bertujuan untuk memperluas pengetahuan dan membina nilai dan sikap siswa. 32 Cece Wijaya, Tabrani Rusyam, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), hlm. 18-20. 33 Aan Sulono, Pendidikan Moral Pancasila (Jakarta: Intan Pariwara, 1988), hlm. 102 44 4) Belajar dirumah Dengan kedisiplinan belajar di rumah, peserta didik akan menjadi lebih ingat terhadap pelajaran yang telah dipelajari dan lebih siap untuk menghadapi pelajaran yang akan diberikan oleh gurunya sehingga peseta didik akan lebih paham terhadap suatu pelajaran. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan. Permasalahan disiplin siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau hasil belajarnya. Permasalahan-permasalahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, pada umumnya berasal dari faktor intern yaitu dari siswa itu sendiri maupun faktor ekstern yang berasal dari luar. Beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin adalah sebagai berikut:34 a) Kesadaran diri, berfungsi sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Selain kesadaran diri menjadi motif sangat kuat bagi terbentuknya disiplin. b) Pengikut dan ketaatan, sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku individunya. Hal ini sebagai kelanjutan dari adanya kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang kuat. c) Alat pendidikan, untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai yang ditentukan dan diajarkan. 34 Tulus Tu‟u, Op. Cit, hlm 48-49. 45 d) Hukuman, sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan. Hal senada dalam buku Suradi menerangkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin belajar adalah sebagai berikut:35 a. Teladan Teladan yang ditunjukkan guru-guru, kepala sekolah maupun atasan sangat berpengaruh terhadap disiplin para siswa. Dalam disiplin belajar, siswa akan lebih mudah meniru apa yang mereka lihat sebagai teladan daripada dengan apa yang mereka dengar. a. Lingkungan berdisiplin Seseorang yang berada di lingkungan berdisiplin tinggi akan membuatnya mempunyai disiplin tinggi pula. Salah satu ciri manusia adalah kemampuannya beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan potensi adaptasi ini, ia dapat mempertahankan hidupnya. b. Latihan berdisiplin Disiplin seseorang dapat dicapai dan dibentuk melalui latihan dan kebiasaan. Artinya melakukan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakannya dalam praktik kehidupan sehari-hari akan membentuk disiplin dalam diri siswa. 35 Ibid., hlm.49-50. 46 Selanjutnya Emile Durkheim mengemukakan faktor yang mempengaruhi disiplin adalah: 36 1. Kebiasaan 2. Kekuasaan orang tua 3. Kecenderungan tidak ingin berlebih-lebihan 4. Kemampuan mengendalikan keinginan-keinginan 5. Pemahaman atas batas-batas normal. Sependapat dengan hal di atas, Hasan Basri membagi faktor yang mempengaruhi disiplin dalam kehidupan seseorang menjadi dua, yaitu: 37 a. Faktor internal, yang meliputi: 1) Taraf kesadaran diri 2) Motivasi intrinsik 3) Perasaan bertanggungjawab 4) Perasaan malu 5) Nilai tertentu yang ingin dimasyarakatkan seseorang, seperti nilai disiplin dalam mematuhi sebuah tata tertib sekolah. b. Faktor eksternal, yang meliputi: 1) Presentasi yang ketat 2) Hukuman yang adil 3) Motivasi luar 4) Upah atau penggajian yang cukup 36 Emile Durkaeim, Pendidikan Moral (Moral Education) (Jakarta: Erlangga, 1995), hlm. 99- 100 37 Hasan Basri, Remaja Berkualitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 74 47 5) Lingkungan tempat kerja yang menyenangkan 6) Teman yang persuasif. B. Pendidikan Model Boarding School. 1. Pengertian Pendidikan Pendidikan adalah proses pemartabatan manusia menuju puncak optimalisasi potensi kognitif, afekteif, dan psikomotorik yang dimilikinya. Pendidikan adalah proses membimbing, melatih, dan memandu manusia terhindar atau keluar dari kebodohan dan pembodohan. Pendidikan adalah metaforfosis perilaku menuju kedewasaan sejati.38 Pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-tarbiyah. Al-tarbiyah berasal dari kata rabb, yang artinya tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya. Dalam pengertian yang luas pengertian pendidikan dalam term al-tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan, yaitu: Pertama, memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh). Kedua, mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan. Ketiga, mengarahkan seluruh fitrah kearah kesempurnaan. Keempat, melaksanakan pendidikan secara bertahap.39 Pengertian pendidikan juga dikemukakan oleh beberapa ahli di antaranya: 1) Menurut Ngalim Purwanto: pendidikan ialah pimpinan yang diberika dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam 38 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 2-3. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 25-26. 39 48 pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.40 2) Menurut Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikutip oleh Hasbullah, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggitingginya.41 3) Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan mengandung pengertian sebagai bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 42 Dalam referensi lain mengatakan bahwa pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.43 Sedangkan dalam UU no. 20 th 2003 dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara.44 40 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis (Bandung: Remaja Rosdakarya 1995), hlm. 10. 41 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 4. 42 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat (Bandung: Ar-Ruzz Media, 1989), hlm. 20. 43 Fuad Insan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 1-2. 44 Hasbullah, Op.Cit, hlm. 4. 49 Dari berbagai pengertian pendidikan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan merupakan suatu proses pembinaan ataupun bimbingan, untuk mengembangkan potensi jasmani dan rohani peserta didik agar dapat menghasilkan suatu perubahan yang semakin baik, sehingga peserta didik memiliki kemampuan menghadapi masa depan mereka. 2. Pengertian Model Boarding School. Malik Fajar menjelaskan bahwa berdasarkan jenisnya pesantren dibedakan menjadi lima jenis, yaitu: (a) Jenis A, yaitu pesantren yang paling sederhana; (b) Jenis B, terdapat komponen-komponen pondok pesantren yang klasik; (c) Jenis C, yaitu bentuk klasik yang diperluas dengan suatu madrasah; (d) Jenis D, yaitu bentuk klasik yang diperluas dengan suatu madrasah ditambah dengan progam ketrampilan; (e) Jenis E, pesantren modern yaitu di samping sektor pendidikan keislaman klasik juga mencakup semua tingkat sekolah formal dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. 45 Berdasarkan pengertian boarding school diatas, maka boarding school dapat dikatakan sebagai tempat tinggal peserta didik (asrama) yang terintegrasi dan menjadi bagian dari lembaga pendidikan formal yang memberikan materi-materi tambahan dan kegiatan-kegiatan lain untuk dapat membantu membentuk peserta didik yang berkarakter. 45 17. Malik Fajar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam (Jakarta: Alfa Grafikatama, 1998), hlm. 50 3. Tujuan Boarding School. Tujuan dari boarding school mengacu pada visi misi yang diharapkan dari madrasah yang bersangkutan, karena boarding school dan madrasah merupakan dua hal yang berintegrasi dan melengkapi dalam menciptakan dan membentuk output peserta didik yang berkualitas. Sistem boarding school ini diharapkan dapat menunjang terhadap standarisasi madrasah unggulan yang mempunyai indikator sebagai berikut: (a) SDM berkualitas yang berkomitmen pada tugas dan tanggungjawab; (b) organisasi dan kepemimpinan yang efektif; (c) dana yang memadai; (d) sinergitas antara lembaga pemerintah dan non pemerintah: dan (e) fasilitas dan lingkungan pembelajaran yang kondusif.46 4. Kurikulum Boarding School. Kurikulum boarding school dalam menanamkan nilai-nilai karakter yang diterapkan di setiap lembaga pendidikan berbeda antara satu dengan lainnya berdasarkan visi misi dari lembaga tersebut. Untuk itu setiap boarding school mempunyai kemandirian dalam menyusun, mengembangkan, dan memberikan materi-materi kepada peserta didik yang disesuaikan dengan kondisi dan tujuan yang diharapkan. Berdasarkan pusat kurikulum badan penelitian dan pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional dalam publikasinya berjudul pedoman pelaksanaan pendidikan karakter, menyatakan bahwa pendidikan karakter 46 Agus Maimun dan Agus Zaenul Fitri, Madrasah Unggulan; Lembaga Pendidikan Alternatif di Era Kompetitif (Malang: UIN Press, 2010), hlm. 73-74. 51 bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong. Berjiwa politik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan daan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan pancasila. Sedangkan fungsi dari pendidikan karakter yaitu: (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik dan berperilaku baik, (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur, (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.47 5. Karakteristik Boarding School. Secara embrional, boarding school telah mengembangkan aspekaspek tertentu dari nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Sejak awal berdirinya lembaga ini sangat menekankan kepada moralitas dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemandirian, kesederhanaan, dan sejenisnya.48 Karakteristik sistem pendidikan Boarding School, diantaranya adalah:49 a. Dari segi sosial, sistem boarding school mengisolasi anak didik dari lingkungan sosial yang heterogen yang cenderung buruk. Di lingkungan sekolah dan asrama dikonstruksi suatu lingkungan sosial yang relatif homogen yakni teman sebaya dan para guru pembimbing. 47 Muchlas Samani dan Hariyanto, Op.Cit, hlm. 52. Abd A‟la, Pembaruan Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hlm. 49. 49 Ibid, hlm. 50. 48 52 Homogen dalam tujuan yakni menuntut ilmu sebagai sarana mengejar cita-cita. b. Dari segi ekonomi, boarding school memberikan layanan yang paripurna sehingga menuntut biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu anak didik akan benar-benar terlayani dengan baik melalui berbagai layanan dan fasilitas. c. Dari segi semangat religiusitas, boarding school menjanjikan pendidikan yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani, intelektual dan spiritual. Diharapkan akan lahir peserta didik yang tangguh secara keduniaan dengan ilmu dan teknologi, serta siap secara iman dan amal saleh. Menurut Muhammad Nur Khamid, klarifikasi atau jenis-jenis boarding school dibagi menjadi tiga, yaitu: sistem bermukim siswa, jenis siswa, dan sistem sekolah. Tabel. 01 Klasifikasi Boarding School50 a. Menurut sistem bermukim siswa No. 50 Tipe Boarding Keterangan School 1 All Boarding School 2 Boarding day school Seluruh siswa tinggal di asrama/sekolah. Sebagian siswanya tinggal di asrama dan sebagian lagi tinggal di sekitar Muhammad Nur Khamid, Jenis-jenis Boarding School. www.elib.unikom.ac.id. (12Juli 2012). Diakses 6 Maret 2015. 53 asrama. Mayoritas tidak tinggal di asrama 3 Day boarding meskipun sebagian ada yang tinggal di asrama. b. Menurut Jenis Siswa No. Tipe Boarding School Keterangan Sekolah yang menerima murid dari 1 Junior boarding school tingkat SD sampai dengan SMP, namun umumnya tingkat SMP saja. 2 Co-educational school 3 Boys school 4 Girls school 5 6 c. Pre- professional arts Sekolah yang menerima siswa lakilaki dan perempuan. Sekolah yang menerima siswa lakilaki saja. Sekolah yang menerima siswa perempuan saja. Sekolah khusus untuk seniman. school Special-Need Boarding Sekolah untuk anak-anak yang School bermasalah dengan sekolah biasa. Menurut sistem sekolah No. Tipe Boarding School Keterangan Sekolah yang mengikuti aturan militer 1 Military school dan biasanya menggunakan seragam khusus. Sekolah dimana siswa dapat memilih 2 5 day boarding school untuk tinggal diasrama atau pulang di akhir pekan. 54