MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN “EPISTIMOLOGI PENDIDIKAN

advertisement
MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN
“EPISTIMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM”
disusun oleh:
Ahmad Dahlan mukhtar (20090720005)
Aisyah Suryani (20090720011)
Retno wiyatun (20090720042)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2011
A. Pendahuluan
Saat ini pendidikan islam berada pada posisi determinisme historic dan realism dalam
artian bahwa satu sisi ummat Islam berada pada romantisme historic, dimana mereka bangga
pernah memiliki para pemikir dan ilmuan-ilmuan besar.
Kejayaan ummat Islam pada abad ke 7 sapai abad ke 15, justru kontras dengan
peradaban ummat Islam dewasa ini. Kini ummat Islam cenderung mengalami kemunduran
hingga abad 21 saat ini, yang berimbas ke sektor-sektor vital. Seperti perdagangan,
perekonomian, teknologi informasi bahkan ke sektor pendidikan Islam.
Kehadiran pendidikan Islam jika ditinjau dari kelembagaan maupun dari nilai-nilai
yang ingin dicapainya masih memenuhi tuntutan yang bersifat formalitas, bukan sebagai
tuntutan yang bersifat substansial, yakni tuntutan untuk menularkan pribadi-pribadi aktif,
penggerak sejarah dan pemain gesit, tangkas, pelopor dan produsen peradaban Islam di masa
mendatang.
Ketertinggalan ummat Islam salah satunya juga juga dikarenakan oleh terjadinya
penyempitan terhada pemahaman pendidikan Islam yang hanya berkisar pada aspek
kehidupan ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi atau aspek rohani yang terpisah
dengan kehidupan jasmani. Dengan kata lain, pendidikan Islam masih memisahkan antara
akal dan wahyu, ayat Qauliyah dan Qauniyah serta piker dan Zikir.
Hal ini menyebabkan adanya ketidakseimbangan paradigmatik, yaitu kurang
berkembangnya konsep humanisme religius dalam dunia pendidikan Islam, yang disebabkan
karena pendidikan Islam lebih berorientasi pada konsep manusia sebagai hamba (‘Abdullah)
ketimbang sebagai konsep manusia sebagai Khalifah.
Oleh karena itu reformasi pendidikan Islam sangat penting dilakukan demi
menghasilkan pendidikan Islam yang bermutu yang mencerdaskan dalam krisis kekinian
yang menyangkut pengetahuan dan pendidikan ummat saat ini.
Pembagian Wilayah Telaah Epistemologi Pendidikan Islam
H.A.R. Tilaar menyatakan bahwa pendidikan itu dapat dibedakan dalam dua bentuk,
yaitu pendidikan sebagai benda dan pendidikan sebagai proses. Sementara, pengertian
pendidikan sebagai benda itu sendiri dapat dibedakan dalam dua bentuk lagi, yaitu benda
dalam arti “lembaga pendidikan” dan benda dalam arti “ilmu” atau lebih tepatnya ilmu
pendidikan.
Pendidikan Islam sebagai salah satu objek konkrit telaah epistemologi pendidikan
memiliki rangka bangun konsep sejenis. Telaah epistemologi pendidikan Islam dibedakan
dan dibagi dalam 3 (tiga) wilayah, Yaitu:
1. Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Ilmu Pengetahuan
Pendidikan Islam sebagai suatu sistem ilmu pengetahuan adalah semesta ide,
gagasan dan pemikiran tentang pendidikan Islam yang direpresentasikan menurut
aturan dan kaidah-kaidah tertentu secara sistematis dan metodologis. Artinya
semesta pengetahuan manusia tentang pendidikan yang direpresentasikan
merupakan bagian dari bentuk pendidikan Islam sebagai suatu sistem ilmu
pengetahuan. Perbedaan masing-masing pengetahuan yang direpresentasikan
tersebut ditentukan menurut kadar kepatuhan bahasan pada persyaratan ilmiah
seperti; sistematika, metodologi, aturan dan kaidah-kaidah tertentu. Semakin ketat
satu sistem bahasan pendidikan Islam yang disajikan dalam mematuhi persyaratan
ilmiah, maka ia menduduki peringkat tertinggi dalam sistem ilmu pengetahuan
Beberapa persyaratan ilmiah tersebut antara lain : 1. Punya Objek yang Jelas
dan Tegas, 2. Melalui Metode Ilmiah Tertentu, 3. Sistematis (ada bentuk dan urutan
yang jelas) 4. Bersifat Koheren, 5. Saling Berhubungan (korelevan) dan 6. Reflektif
(dapat dipertanggungjawabkan kesesuaiannya dengan objek).
2. Pendidikan Islam Sebagai Suatu Proses Belajar-Mengajar
Pendidikan Islam sebagai suatu proses belajar-mengajar mengarah pada
pengertian kajian pendidikan Islam yang memfokuskan diri menelaah apa,
bagaimana dan kemana tujuan proses pendidikan, serta unsur-unsur apa saja yang
ikut mempengaruhi penyelenggaraannya.
Wilayah telaah pendidikan Islam sebagai suatu proses belajar mengajar berisi
penjelasan tentang apa yang disebut pendidikan, bagaimana seharusnya aktifitas
belajar-mengajar dilakukan, tujuan apa yang ingin dicapai melalui proses belajar
mengajar, serta unsur-unsur apa saja yang terlibat dalam proses kependidikan
tersebut.
3. Pendidikan Islam Sebagai Suatu Lembaga/Institusi Pendidikan.
Dilihat dari perwujudan kebendaannya, konsep pendidikan Islam mengarah
pada lembaga atau institusi pendidikan. Proses pendidikan dalam arti semesta
mengarah pada semesta realitas material yang mengalami atau mampu melakukan
perubahan kearah yang lebih baik.
Unsur terpenting dalam konsep tersebut adalah segala wujud benda yang
mengalami atau mampu melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Unsur tujuan
pendidikan kearah yang lebih baik menjadi unsur pertama dan utama untuk dapat
disebut sebagai lembaga pendidikan Islam. Keluarga, sekolah, lingkungan
masyarakat, tempat-tempat peribadahan, maupun diri manusia dapat dipandang
sebagai bagian dari objek pendidikan Islam sebagai suatu lembaga pendidikan jika
mengalami atau mampu melakukan perubahan kearah yang lebih baik.
Wilayah telaah pendidikan Islam sebagai suatu institusi atau lembaga
pendidikan menjadi sangat luas. Semua benda bermateri yang mengalami atau
melakukan perubahan kearah yang lebih baik dalam pandangan manusia, dapat
disebut sebagai pendidikan Islam. Dari sini persoalan yang muncul adalah konsep
lebih baik dalam pandangan manusia satu sama lain tidak sama bahkan tidak jarang
berseberangan.
Wujud Konkrit Epistemologi Pendidikan Islam
Persoalan mendasar yang ingin disampaikan pada sub bab ini adalah apa dan
bagaimana pengaruh pemetaan wilayah epistemologi pendidikan Islam, kemudian bagaimana
implementasi konsep konkrit dari pemetaan wilayah epistemologi pendidikan Islam tersebut
dalam merumuskan konsep ideal pendidikan Islam.
Untuk itu, bahasan wujud konkrit epistemologi pendidikan Islam sebagai anak cabang
pemetaan wilayah epistemologi pendidikan Islam dibedakan pula dalam 3 (tiga) kelompok
sub tema, yaitu:
1. Pemetaan Studi Ilmu Dalam Proses Pendidikan Islam
Dalam sejarah filsafat kuno, orang pertama peletak dasar objek belajar
manusia yang memandang kesatuan realitas semesta “ada” terbagi dalam dua
bentuk adalah Plato. Dua dunia realitas itu adalah “dunia jasmani” dan “dunia ide”.
Dunia jasmani diakui sebagai dunia yang selalu dalam bentuk perubahan,
sebaliknya dunia ide tidak pernah ada perubahan.
2.
Wilayah Kerja Ilmu Pendidikan Islam
Dalam pandangan Islam, pendidikan pada hakekatnya khusus diperuntukkan
bagi manusia. Pelikan, tumbuhan, dan hewan dalam batas-batas tertentu tidak bisa
dikatakan mendapatkan pendidikan. Meskipun pada fakta-fakta tertentu kita sering
melihat perilaku hewan dapat diarahkan sesuai dengan kehendak yang dinginkan
manusia, contohnya hewan-hewan dalam sirkus, tetapi konsep pendidikan yang
dihadirkan tidak sesempurna konsep pendidikan yang diterapkan pada manusia.
3. Konseptualisasi Lembaga Pendidikan Islam
Seperti telah disebutkan, lembaga pendidikan Islam adalah lembaga
penyelenggara pendidikan yang bertujuan melakukan perubahan kearah yang ‘lebih
baik’. Konsep lebih baik dibangun dan dikembangkan dari dasar persamaan
persepsi dan tujuan. Sedangkan pendidikan Islam sebagai suatu lembaga menunjuk
pada lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola, dilaksanakan dan diperuntukkan
bagi umat Islam.
konsep visi dan misi lembaga pendidikan Islam dapat dirumuskan dengan
bersumber dari Al Qur’an, Hadits dan Ijtihad. Visi berhubungan dengan rumusan
konsep tujuan pendidikan Islam dalam rentang waktu yang panjang, idealis dan
bersifat filosofis. Sedangkan misi berhubungan dengan rumusan tujuan pendidikan
Islam dalam rentang waktu relatif pendek dan dengan standar tingkat keberhasilan
tertentu. Konsep misi suatu lembaga pendidikan Islam umumnya dirumuskan dalam
bentuk tujuan-tujuan praktis dan atau fungsional.
Corak Pemikiran Pendidikan Al-Attas
Apabila ditelaah dengan cermat, format pemikiran pendidikan yang ditawarkan oleh
Al-Attas, tampak jelas bahwa dia berusaha menampilkan wajah pendidikan Islam sebagai
suatu sistem pendidikan terpadu.
Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan pendidikan yang dirumuskannya, yakni tujuan
pendidikan yang dirumuskannya, yakni tujuan pendidikan dalam Islam harus mewujudkan
manusia yang baik, yaitu manusia universal (Al-Insan Al-Kamil). Insan kamil yang
dimaksud adalah manusia yang bercirikan: pertama; manusia yang seimbang, memiliki
keterpaduan dua dimensi kepribadian; a) dimensi isoterikvertikal yang intinya tunduk dan
patuh kepada Allah dan b) dimensi eksoterik, dialektikal, horisontal, membawa misi
keselamatan bagi lingkungan sosial alamnya. Kedua; manusia seimbang dalam kualitas pikir,
zikir dan amalnya (achmadi, 1992: 130). Maka untuk menghasilkan manusia seimbang
bercirikan tersebut merupakan suatu keniscayaan adanya upaya maksimal dalam
mengkondisikan lebih dulu paradigma pendidikan yang terpadu.
Indikasi lain yang mempertegas bahwa paradigma pendidikan yang ditawarkan AlAttas menghendaki terealisirnya sistem pendidikan terpadu ialah tertuang dalam rumusan
sistem pendidikan yang diformulasikannya, dimana tampak sangat jelas upaya Al-Attas
untuk mengintegrasikan ilmu dalam sistem pendidikan Islam, artinya Islam harus
menghadirkan dan mengajarkan dalam proses pendidikannya tidak hanya ilmu-ilmu agama,
tetapi juga ilmu-ilmu rasional, intelek dan filosofis.
Dari deskripsi di atas, dapat dilacak bahwa secara makro orientasi pendidikan Al-Attas
adalah mengarah pada pendidikan yang bercorak moral religius yang tetap menjaga prinsip
keseimbangan dan keterepaduan sistem. Hal tersebut terlihat dalam konsepsinya tentang
Ta’dib (adab) yang menurutnya telah mencakup konsep ilmu dan amal. Di situ dipaparkan
bahwa setelah manusia dikenalkan akan posisinya dalam tatanan kosmik lewat proses
pendidikan, ia diharapakan dapat mengamalkan ilmunya dengan baik di masyarakat
berdasarkan adab, etika dan ajaran agama. Dengan bahasa yang berbeda dapat dikatakan
bahwa penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilandasi pertimbangan nilai-nilai
dan ajaran agama.
Kondisi Obyektif Pendidikan Islam dewasa ini
Untuk memotret bagaimana kondisi dunia pendidikan Islam dewasa ini, setidaknya bisa
dicerna pandangan dan penilaian kritis para cendekiawan muslim, dimana secara makro
dapat disimpulkan bahwa ia masih mengalami keterjajahan oleh konsepsi pendidikan Barat.
Walaupun statemen ini berupa tesis atau hipotesa yang perlu dikaji ulang, tetapi ia sangat
penting sebagai cermin dan refleksi untuk memperbaiki wajah pendidikan Islam yang dicitacitakan.
Prof. Dr. Isma’il Raji Al-Faruqi dalam karya monumentalnya islamization of
knowlegde: general principles and workplan mensinyalir bahwa kondisi umat Islam saat ini
sangat memprihatinkan, berada di bawah anak tangga bangsa-bangsa terbawah. Mengenai
kondisi ini, ia menulis the whole world nomdays is led to thing that the religion of islam
standas at the root of all evils (Al-Faruqi, 1995: x). Dalam bukunya Al-Tawhid, ia
menambahkan bahwa : the ummah of islam is undeniabley the most unhappy ummah in
modern times (Al-Faruqi, 1994: xiii). Al-Faruqi meyakini bahwa kondisi umat islam yang
memprihatinkan ini, disebabkan oleh sistem pendidikan yang dipakai jiplakan dari sistem
pendidikan Barat, baik materi maupun metodologinya (AL-Faruqi, 1984:17).
Tidak bisa dipungkiri, bahwa masyarakat Islam di seluruh dunia sedang berada dalam
arus perubahan yang sangat dahsat seiring datangnya era globalisasi dan informasi. Sebagai
masyarakat mayoritas dalam dunia ketiga, sungguhpun telah berusaha menghindari pengaruh
westernisasi, tetapi dalam kenyataannya modernisasi yang diwujudkan melalui pembangunan
berbagai sektor termasuk pendidikan, intervensi dan westernisasi tersebut sulit dielakkan.
Sehubungan dengan itu Fazlur Rahman Anshari yang selanjunya dikutip oleh
Muhaimin, menyatakan : bahwa dunia Islam saat ini menghadapi suatu krisis yang belum
pernah dialami sepanjang sejarahnya, sebagai akibat dari benturan peradaban Barat dengan
dunia Islam.
Khursyid Achmad, seorang pakar muslim asal Pakistan, mencatat empat kegagalan
yang ditemui oleh sistem pendidikan Barat yang liberal dan sekuler, yaitu:
Pertama: pendidikan telah gagal mengembangkan cita-cita kemasyarakan di kalangan
pelajar.
Kedua,
pendidikan semacam ini gagal menanamkan nilai moral dalam hati dan jiwa
generasi muda. Pendidikan semacam ini hanya memenuhi tuntutan pikiran, tetapi
gagal memenuhi kebutuhan jiwa.
Ketiga,
pendidikan liberal membawa akibat terpecah belahnya ilmu pengetahuan. Ia gagal
menyusun atau menyatukan ilmu dalam kesatuan yang utuh. Empat, selanjutnya
pendidikan liberal menghasilkan manusia yang tiadak mampu menghadapi
masalah kehidupan yang mendasar. (Achmad, 1992:22-23).
Semerntara Al-Attas melihat bahwa universitas modern (baca:Barat) tidak mangakui
eksistensi jiwa atau semangat yang ada pada dirinya, dan hanya terikat pada fungsi
administratif pemeliharaan pembangunan fisik
Dapat disimpulkan bahwa kondisi pendidikan dewasa ini, secara makro telah
terkontaminasi dan terinvensi konsep pendidikna Barat. Dimana paradigma pendidikan Barat
tersebut secara garis besar dapat dikatakan hanya mengutamakan pengejaran pengetahuan
ansich, menitik beratkan pada segi teknik empiris, sebaliknya tidak mengakui eksistensi jiwa,
tidak mempunyai arah yang jelas serta jauh dari landasan spiritual.
Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem
Dasar-Dasar pendidikan islam
Kata sistem sering digunakan dalam berbagai seminar, diskusi, ceramah, dan
sebagainya. Sebenarnya apa arti sistem itu? Ini penting karena sistem pendidikan islam tidak
akan dipahami jika arti sistem belum diketahui sepenuhnya.
Ada yang mengartikan sistem sebagai himpunan gagasan atau prinsip yang saling
bertautan, yang tergabung menjadi suatu keseluruhan (Imam Barnadib, 1997 : 19). Sehingga,
dalam sistem terdapat tiga hal mendasar yaitu :
1. Adanya berbagai komponen, gagasan, konsep, dan prinsip-prinsip.
2. Adanya saling keterkaitan antar komponen, antar gagasan, antar konsep dan prinsip.
3. Adanya integralitas di antara komponen dan gagasan serta prinsip yang saling berkaitan
sehingga membentuk konsep sistemik yang menjadi terminologi umum dari semua
komponen yang ada.
Dengan demikian, apabila kita sepakat bahwa islam sebagai agama merupakan sistem
sehingga disebut sebagai sistem islam, hal tersebut karena didalamnya terdapat komponen,
ajaran, prinsip-prinsip kehidupan islami yang saling berkaitan dan membentuk jalinan konsep
yang integral.
Pendidikan Islam sebagai suatu sistem dapat dipahami bahwa dalam pendidikan islam
terdapat gagasan, prinsip-prinsip, dan subsistem lainnya yang saling berkaitan. Oleh karena
itu, yang harus diketahui lebih dahulu adalah dasar-dasar pendidikan islam sebagai sistem.
Dasar artinya tempat berpijak atau landasan, yang merupakan titik tolak keberangkatan
segala sesuatu. Dalam sistem berpikir filsafat, pendidikan islam dinyatakan sistem. Artinya,
pendidikan islam berkaitan dengan tiga unsur fundamental, yaitu :
a. Realitas masyarakat yang memandang ajaran-ajaran islam merupakan ide dasar
pendidikan dunia akhirat.
b. Ilmu pengetahuan tidak sebatas memahami yang lahiriyah, tetapi yang batiniyah pun
menjadi objek kajian.
c. Semua yang ada dengan dan tanpa ilmu pengetahuan akan terus berubah. Perubahan
merupakan hukum alam, sedangkan ilmu pengetahuan diketahui melalui pendidikan yang
sumbernya dapat bervariasi.
Pendidikan Islam merupakan sistem yang dibangun oleh dasar yang sangat kuat, yaitu :
1. Al-Quran
Tidak bisa dipungkiri bahwa al-quran sebagai titik tolak keberangkatan sistem pendidikan
islam. Al-quran merupakan dasar pendidikan islam karena mnyampaikan pesan-pesan
pendidikan kepada manusia yang berakal.
2. As-Sunnah
Dasar pendidikan islam yang kedua adalah As-Sunnah, yang merupakan barometer
keberhasilan Allah SWT menghadirkan manusia teladan yang sempurna. Nabi
Muhammad SAW terkenal sebagai manusia yang paling jujur, amanah, tabligh, dan
fathanah. Pendidikan yang mencerminkan teladan Nabi adalah sistem pendidikan Islam
yang bertujuan membentuk anak didik yang amanah, fathanah dan tabligh, artinya semua
ilmu yang dimiliki wajib diamalkan dalam kehidupan, dimanfaatkan dan didakwahkan
kepada semua masyarakat, serta menjaga nama baik Islam sebagai agama yang
kebenarannya universal.
3. Atsar dan ijma sahabat
Atsar dan ijma sahabat menjadi dasar pendidikan islam. Sebagaimana dalam sejarah
digambarkan bahwa para sahabat bergotng royong membangun masjid Nabawi sebagai
pusat pendidikan Islam, membangun majlis taklim, membangun madrsah dan
menyebarluaskan ilmu yang diterima dari Rasulullah SAW.
4. Ijtihad ulama
Dasar pendidikan Islam berikutnya adalah ijtihat atau pendapat para ulama, yang menurut
sejarah tidak sedikit dari para ulama yang mendirikan sekolah dan membangun lembaga
pendidikan. Muhammad Abduh adalah salah satu tokoh politik dan pendidik yang
menyarankan agar umat islam keluar dari belenggu taklid, fanatisme buta, dan
kebodohan, dengan memperbanyak mencari ilmu, mengembangkan dunia pendidikan dan
ijtihad.
Sistem pendidikan Islam dan pendidikan Islam sebagai sistem adalah integralitas antara
unsur-unsur di bawah ini :
a. Integralitas unsur ilahiyah, alamiah, dan insaniah. Karena tujuan pendidikan Islam
terfokus pada pemberdayaan alam dan manusia dengan bertitik tolak dari nilai-nilai
ilahiyah dan rabbaniyah atau kependidikan yang berbasis pada al-quran dan as-sunnah.
b. Integralitas antar hati, akal, dan panca indra. Tiga alat pendeteksi kebenaran yang bersifat
intuitif dan metafisikal, kebenaran rasional dan kebenaran empirik.
c. Integralitas antara ilmu pengetahuan, hidayah, dan sumber ilmu pengetahuan.
Tiga unsur di atas merupakan sistem terpadu dan universal yang akan diterapkan dalam
pendidikan Islam. Pendidikan Islam sebagai suatu sistem dapat diwujudkan dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip di bawah ini :
1. Prinsip qurani, yakni al-quran sebagai dasar pendidikan Islam.
2. Prinsip ‘aqli, yakni sebagai alat untuk mendalami ayat-ayat Ilahi.
3. Prinsip ilmu bi al-‘amali, yakni pengetahuan praktis, semua ilmu untuk diamalkan.
4. Prinsip ‘ilmu bi al-hidayati, ilmu sebagai hidayah kehidupan.
5. Prinsip ‘ilmu bi at-taghayuri, ilmu yang fleksibel dan multitafsir untuk segala zaman,
waktu, situasi, dan kondisi.
Upaya Membangun Epistemologi Pendidikan Islam
Sistem pendidikan islam telah mengalami banyak kelemahan karena pengaruh
pendidikan barat yang sangat kuat. Sehingga harus ada pembaharuan-pembaharuan dalam
pendidikan islam yang harus dimunculkan di berbagai dimensi. Pada dimensi pengembangan
terdapat kesadaran bahwa cita-cita mewujudkan pendidikan islam ideal itu baru bisa dicapai
bila ada upaya membangun epistemologinya. (Epistemologi pendidikan islam hal.249)
Epistemologi pendidikan islam harus dirumuskan secara konseptual untuk menemukan
syarat-syarat dalam mengetahui pendidikan berdasarkan ajaran-ajaran islam selain itu juga
upaya-upaya pengembangan pendidikan islam hanya hanya bisa berjalan secara kondusif,
apabila epistemologi pendidikan islam telah benar-benar dikuasai oleh para peneliti muslim.
Epistemologi memiliki peran, pengaruh dan fungsi yang begitu besar, dan terlebih lagi
sebagai penentu atau penyebab tumbulnya akibat-akibat dalam pendidikan islam, sekiranya
terjadi kelemahan atau kemunduran pendidikan islam, maka epistemologi sebagai penyebab
paling awal harus dibangun terlebih dahulu, dan melalui epitemologi juga pendidikan islam
dapat dikembangkan. Kekokohan bangunan epistemologi melahirkan ketahanan pendidikan
islam menghadapi pengaruh apapun, termasuk arus budaya barat, dan mampu memberi
jaminan terhadap kemajuan pendidikan islam serta bersaing dengan pendidikan-pendidikan
lainnya. Masa depan pendidikan islam tergantung dengan kondisi epistemologinya, maju
mundurnya pendidikan dan baik buruknya system pendidikan islam akan sangat bergantung
pada keadaan epistemologinya. epistemologi dapat mengangkat martabat pendidikan islam
dan sebaliknya, dapat menjatuhkannya apabila keadaannya rapuh.
Download