1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya zat
energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia yang
menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi (UU Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997). Pencemaran dapat timbul sebagai akibat
kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam (misalnya gunung meletus dan
gas beracun). Pencemaran akibat dari kegiatan manusia salah satunya berasal dari
limbah. Limbah yang dihasilkan ada yang bersifat berbahaya dan dikenal sebagai
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Peredaran limbah dapat
masuk ke lingkungan udara, tanah, maupun air sehingga menyebabkan
pencemaran lingkungan yang dapat mengancam kehidupan manusia dan makhluk
lain. Selain limbah, aktivitas manusia sehari-hari terutama petani juga dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran tanah akibat
pemupukan dengan pupuk anorganik dan penggunaan pestisida (Utomo dkk,
2009).
Pupuk anorganik seperti pupuk NPK dan TSP mengandung logam berat
seng (Zn) dan tembaga (Cu). Tembaga (Cu) pada tanaman berperan sebagai
aktivator, sebagai katalis atau mentransfer beberapa enzim, membantu kelancaran
proses fotosintesis, pembentukan klorofil, dan membantu dalam proses
pembentukan vitamin. Sedangkan seng (Zn) berfungsi untuk pembentukan
hormon tumbuh, serta sangat penting bagi keseimbangan fisiologis. Kedua logam
1
2
berat ini termasuk dalam logam berat esensial, dimana keberadaannya dalam
jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup yang dalam hal ini yaitu
tanaman, tetapi jika dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek
racun. Logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh manusia tidak akan dapat
dihancurkan dan dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia itu sendiri
tergantung pada bagian mana logam berat tersebut dapat terikat dalam tubuh. Jika
logam berat sudah terikat dalam tubuh manusia akan menjadi racun dalam tubuh
manusia tersebut. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang
kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam
berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen, atau
karsinogen bagi manusia (Widowati, dkk, 2008).
Sebagian besar lahan pertanian di Indonesia berubah menjadi lahan kritis
akibat pengaruh penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan dalam waktu
yang cukup lama. Sebagai dampaknya dapat menurunkan unsur hara esensial,
keracunan tanah dan tanaman, pencemaran lingkungan dan mengurangi kesehatan
makhluk hidup akibat mengkonsumsi hasil pertanian yang mengandung racun.
Oleh karena itu, pupuk dikategorikan sebagai sumber pencemar karena adanya
kandungan unsur serta senyawa tertentu yang masuk ke dalam suatu sistem
dimana unsur maupun senyawa tersebut tidak diperlukan dalam jumlah banyak
atau dapat membahayakan komponen dalam lingkungan tersebut. Zat pencemar
yang berasal dari pupuk biasanya berupa logam berat maupun senyawa yang
merupakan residu dari pupuk. Residu apabila terakumulasi akan mencemari
lingkungan dan akan mempengaruhi kehidupan makhluk hidup ditempat
terakumulasinya residu pupuk tersebut. Akumulasi tersebut terjadi karena
3
penggunaan pupuk yang berlebihan dan tidak berimbang (Nopriani, 2011).
Semakin banyak menggunakan pupuk semakin tinggi residu pupuk di lahan.
Pemupukan yang terus menerus tidak saja menyebabkan tingginya residu pupuk
di dalam tanah, tetapi juga meningkatkan kandungan logam berat seperti Cu dan
Zn. Meningkatnya kandungan logam berat tersebut dapat meningkatkan tingkat
bioavailabilitas dari logam berat tersebut. Dengan meningkatnya tingkat
bioavailabilitas pada tanah, makhluk hidup disekitarnya terutama tanaman akan
tercemar logam berat. (Widaningrum, dkk, 2007).
Pangan yang dikonsumsi sehari-hari merupakan hasil pertanian perlu
mendapat perhatian serius terkait dengan isu tercemar logam berat. Pangan
seharusnya memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Salah satu
parameter tersebut, yaitu Aman, termasuk dalam masalah mutu. Mutu dan
keamanan pangan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat dan
perkembangan sosial. Makanan yang bermutu baik dan aman diperlukan untuk
meningkatkan kesehatan, kesejahteraan individu dan kemakmuran masyarakat
(Widaningrum, dkk, 2007). Sayuran merupakan salah satu sumber pangan yang
mengandung banyak vitamin dan mineral yang secara langsung berperan
meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu, higienitas dan keamanan sayuran yang
dikonsumsi menjadi sangat penting agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan.
Namun banyak jenis sayuran yang beredar di masyarakat tidak terjamin
keamanannya karena diduga telah terkontaminasi logam-logam berat seperti
tembaga (Cu) dan seng (Zn) yang berasal dari pupuk anorganik (Widaningrum,
dkk, 2007).
4
Kasus pencemaran terhadap tanah di daerah pertanian hortikultura, perlu
diteliti lebih lanjut supaya tanaman yang ditanam di sana dapat diketahui apakah
tercemar atau tidak, oleh karena itu diperlukan daerah yang hampir setiap
tahunnya menanam sayur-sayuran atau buah-buahan. Daerah yang cocok untuk
hal tersebut yaitu di daerah Bedugul. Daerah Bedugul juga merupakan daerah
pertanian sentral hortikultura karena setiap hasil panen yang berupa sayur-sayuran
maupun buah-buahan dijual ke pasar-pasar tradisional di daerah Bedugul.
Penjualan ini juga sampai ke luar daerah Bedugul seperti di Tabanan, Badung,
Denpasar dan daerah-daerah lain. Daerah Denpasar merupakan daerah penerima
pasokan sayuran maupun buah terbesar dari Bedugul sehingga kontaminasi logam
berat berdampak besar terhadap penduduk di daerah Denpasar dan sekitarnya.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang logam total dan
bioavailabilitas logam berat Cu dan Zn dalam tanah, serta kandungan logam berat
Cu dan Zn dalam pupuk yang umum diaplikasikan pada tanah pertanian sentral
hortikultura di Daerah Bedugul.
1.2 Rumusan Permasalahan
Dari latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Berapakah kandungan total logam berat Cu dan Zn pada tanah pertanian sentral
hortikultura di daerah Bedugul?
2. Berapakah kandungan total logam berat Cu dan Zn dalam beberapa jenis pupuk
yang digunakan oleh petani di sentral hortikultura daerah Bedugul?
5
3. Bagaimanakah tingkat bioavailabilitas logam berat Cu dan Zn pada tanah
pertanian sentral hortikultura di Daerah Bedugul?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menentukan kandungan total logam berat Cu dan Zn pada tanah di daerah
Bedugul yang merupakan daerah pertanian sentral hortikultura.
2. Menentukan bioavailibilitas logam berat Cu dan Zn pada tanah di Daerah Bedugul
yang merupakan daerah pertanian sentral hortikultura.
3. Menentukan kandungan total logam berat Cu dan Zn dalam beberapa jenis pupuk
yang digunakan oleh petani di daerah Bedugul yang merupakan daerah pertanian
sentral hortikultura.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:
1. Memberikan informasi tentang kandungan total logam berat Cu dan Zn pada
tanah pertanian sentral hortikultura di Bedugul.
2. Memberikan informasi tentang tingkat bioavailibilitas logam berat Cu dan Zn
tersebut pada tanah pertanian di sentral hortikultura Daerah Bedugul.
3. Memberikan informasi tentang kandungan logam berat Cu dan Zn dalam pupuk,
sehingga dalam pemakaian dapat dikurangi atau diganti dengan pupuk yang lebih
bersifat ramah lingkungan seperti pupuk organik.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia
masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Tanah dapat mengalami pencemaran
jika ada bahan asing baik bersifat organik maupun anorganik yang berada di
permukaan tanah dapat menyebabkan tanah menjadi rusak. Contohnya yaitu:
kebocoran limbah cair, penggunaan pestisida dan pupuk, serta limbah industri
yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping).
Ketika suatu zat berbahaya dan beracun telah mencemari permukaan tanah, maka
ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran
yang masuk ke dalam tanah kemudian mengendap sebagai zat kimia beracun di
tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia
ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya (Utomo
dkk, 2009).
Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem.
Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia
beracun dan berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini
dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan
antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya dapat
memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi
akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan
tersebut. Efek kandungan zat kimia pada bagian rantai utama makanan lama-
6
7
kelamaan akan terakumulasi pada rantai makanan selanjutnya. Banyak dari efekefek ini terlihat pada saat ini, seperti konsentrasi DDT (dikloro-difenil-trikloroethana) pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya
tingkat kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut (Utomo
dkk, 2009).
2.2
Pencemaran Logam Berat di Tanah
Ion-ion maupun unsur logam berat yang masuk ke dalam material tanah
induk adalah bentukan kumpulan bebas dari logam berat di dalam proses
pembentukan tanah dalam penyesuaian terhadap perubahan iklim (hujan dan
angin). Selain pengaruh iklim, logam berat tersebut juga bergantung pada faktor
pedologi seperti pH, kandungan humus, maupun faktor eksternal seperti
temperatur, pengendapan, erosi, dan penggunaan atau pengolahan tanah. Selain
itu juga pergerakan dan keberadaannya yang dipengaruhi oleh kapasitas
pertukaran ion di dalam fase padat, kompetisi dengan logam lain, dan komposisi
serta kuantitas dari larutan tanah (Parsa, 2001).
Bentuk senyawa ikatan logam dalam tanah mempunyai sifat kimia yang
berbeda-beda, termasuk daya larutnya dalam air, perubahan ikatannya dengan
silikat, dan ikatannya dengan oksida, hidroksida, dan fosfat. Bentuk ikatan
senyawa tersebut sangat dipengaruhi oleh pH dan kandungan senyawa lain.
Logam berat mungkin dimobilisasi karena adanya pertukaran ion dalam koloid
tanah yang dibebaskan dari ikatan kompleks atau pemecahan senyawa dari
mineral tanah. Tanah yang bersifat asam dapat menaikkan daya larut logam
(Parsa, 2001).
8
Banyak logam berat baik yang bersifat toksik maupun esensial terlarut
dalam tanah dan mencemari tanah tersebut. Sumber pencemaran ini dapat berasal
dari pertambangan, peleburan logam, dan jenis industri lainnya dan dapat juga
berasal dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau antihama yang
mengandung logam (Darmono, 2001). Pencemaran logam berat dalam lingkungan
bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan, tanaman,
maupun lingkungan. Terdapat 80 jenis logam berat dari 109 unsur kimia di muka
bumi ini. Logam berat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu :
1. Logam berat esensial yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat
dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut
bisa menimbulkan efek toksik, contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain
sebagainya.
2. Logam berat tidak esensial yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh
masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb,
Cr, dan lain-lain. (Widowati,W.2008)
2.3
Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari
5 g/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap unsur S dan bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4 sampai 7.
Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis
penguraiannya (Palar, 2004). Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan
yang mendapatkan perhatian berlebih akibat bahaya yang mungkin ditimbulkan.
Bagaimanapun logam berat tersebut berbahaya terutama apabila diserap oleh
9
tanaman, hewan atau manusia dalam jumlah besar. Namun demikian beberapa
logam berat merupakan unsur esensial bagi tanaman atau hewan (Nugroho, 2001).
Sudarmaji, dkk (2006) menyebutkan bahwa diantara semua unsur logam berat, Hg
menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan logam
berat lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As,
Cr, Sn, Cu, Zn.
Logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar karena adanya
sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai dan mudah diabsorpsi oleh
organisme. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap logam berat yaitu
keasaman tanah, bahan organik, suhu, tekstur, ketersediaan mineral unsur, dan
kadar unsur lain. Tanah yang bertekstur liat memiliki kemampuan untuk mengikat
logam berat lebih tinggi daripada tanah berpasir. Hal ini disebabkan karena
semakin halus tekstur tanah, maka semakin tinggi kekuatannya untuk mengikat
logam berat (Darmono, 1995).
Organisme pertama yang akan terpengaruh oleh penambahan polutan
logam berat ke tanah adalah organisme dan tanaman yang tumbuh di tanah atau
habitat tersebut. Dalam ekosistem di alam terdapat interaksi antara organisme
dengan organisme lain dan habitatnya, baik interaksinya secara positif maupun
negatif. Interaksinya dapat menggambarkan bentuk transfer energi antar
organisme dan habitatnya, sehingga pengaruh logam berat tersebut akhirnya
sampai pada tingkat rantai makanan tertinggi yaitu manusia. Logam berat mampu
terakumulasi di dalam tubuh suatu organisme termasuk manusia dan tetap tinggal
di dalam tubuh dalam jangka waktu yang sangat lama sebagai racun yang
terakumulasi (Saeni, 1997).
10
2.3.1
Logam berat tembaga (Cu) dan seng (Zn)
Tembaga (Cu) adalah logam berat dengan warna merah muda yang lunak,
dapat ditempa dan liat yang melebur pada 1038oC. Logam ini termasuk dalam
kelompok logam golongan I-B. Potensial elektroda standar Cu adalah positif
(+0,34 V) (Vogel, 1994). Sifat fisik logam Cu adalah memiliki berat atom 63,5
gram/mol; nomor atom 29; konfigurasi elektron (Ar) 3d10 4s1; densitas 8,9 g/cm3;
dan konduktivitas termal 399 W/mK (Dean, 1996).
Secara kimia, dalam persenyawaan Cu mempunyai bilangan oksidasi +1
dan +2. Berdasarkan bilangan valensi yang dibawanya, logam Cu dinamakan
kupro untuk yang bervalensi +1, dan kupri untuk yang bervalensi +2. Senyawasenyawa tembaga (I) contohnya tembaga (I) oksida (Cu2O) yang tidak mudah
larut dalam air. Senyawa-senyawa tembaga (I) mudah dioksidasi menjadi senyawa
tembaga (II) oksida (CuO). Secara fisika logam Cu digolongkan ke dalam
kelompok logam-logam penghantar listrik yang baik. Logam Cu merupakan
penghantar listrik terbaik setelah perak. Oleh karena itu, logam Cu banyak
digunakan dalam bidang perlistrikan (Palar, 1994).
Sebagai logam berat, Cu berbeda dengan logam-logam berat lainnya
seperti Hg (merkuri), Cd (cadmium), dan Cr (kromium). Logam Cu digolongkan
ke dalam logam berat esensial, artinya meskipun Cu merupakan logam berat yang
beracun, tetapi unsur ini sangat dibutuhkan tubuh meski dalam jumlah sedikit.
Logam ini dibutuhkan tubuh manusia sebagai unsur yang berperan dalam
pembentukan enzim oksidatif dan pembentukan kompleks Cu-protein (Darmono,
1995). Cu yang baik dikonsumsi bagi manusia adalah 0,0025 g/kg berat badan
11
perhari bagi orang dewasa dan 0,0001 g/kg berat badan perhari untuk anak-anak
dan bayi (Palar, 1994).
Pada manusia, efek keracunan utama yang ditimbulkan akibat terpapar
oleh debu atau uap logam Cu adalah terjadinya gangguan pada jalur pernafasan
bagian atas karena terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir yang
berhubungan dengan hidung. Keracunan secara kronis akan menimbulkan
penyakit Wilson dan Kinsky yang akan mengakibatkan penurunan kinerja ginjal,
kerusakan otak, dan terjadinya pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyakit
kronis ini dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna
kemerahan pada penderitanya (Palar, 1994).
Seng (Zn) adalah logam yang memiliki karakteristik yang cukup reaktif,
berwarna putih kebiruan, memiliki nomor atom 30, titik lebur 419,73oC. Seng
merupakan logam seperti perak banyak digunakan dalam industri baja supaya
tahan karat, membuat kuningan, membuat kaleng yang tahan panas dan
sebagainya. Seng merupakan suatu konduktor listrik dan bisa cepat terbakar di
dalam udara pada panas api merah-pijar. Seng (Zn) adalah logam yang didapat
pada industri alloy, keramik, pigmen, dan lain-lain. Logam seng (Zn) tersedia
secara komersial jadi tidak perlu disintesis di laboratorium. Kebanyakan produksi
seng didasarkan pada bijih sulfid. Zn dipanggang didalam pabrik industri untuk
membentuk oksida seng, ZnO. Penguraian dari oksida seng mentah, ZnO, di
dalam asam sulfat menjadi seng sulfat, ZnSO4 (Slamet, 2002).
Toksisitas Zn pada hakekatnya rendah. Logam Zn termasuk sebagai
mineral mikronutrien, artinya logam ini dibutuhkan sebagai nutrient yang
essensial oleh organisme dalam jumlah yang relatif sedikit. Kadar Zn yang tinggi
12
dapat bersifat racun dan dapat menyebabkan gangguan metabolisme Fe dan Cu,
gejala teratoma, ledygioma, seminoma, dan chorioepithelioma (Orginawati,
2002).
2.3.2
Logam berat tembaga (Cu) dan seng (Zn) dalam tanah
Sumber-sumber logam Cu di tanah berasal dari aktivitas yang dilakukan
oleh manusia dan sumber alamiah. Tabel di bawah ini menunjukkan batas kritis
beberapa unsur logam berat dalam tanah dan tanaman.
Tabel 2.1. Batas kritis logam berat dalam tanah dan tanaman
UNSUR
BATAS KRITIS LOGAM BERAT
Tanah (ppm)
Tanaman (ppm)
Pb
100
50
Cd
0,50
5-30
Co
10
15-30
Cr
2,5
5-30
Ni
50
5-30
Cu
60-125
20-100
Zn
70
100-400
Sumber: Ministry of State for Population and Enviromental of Indonesia, and
Dalhousie, University Canada (1992) dalam Nopriani (2011).
Unsur tembaga (Cu), seperti juga unsur-unsur mikro lainnya, bersumber
dari hasil pelapukan/pelarutan mineral-mineral yang terkandung dalam bebatuan.
Alloway (1995) mengemukakan bahwa ada 10 jenis bebatuan dan 19 mineral
utama yang mengandung Cu. Kandungan Cu dalam bebatuan berkisar 2–200 ppm
dan dalam berbagai mineral berkisar 23–100%. Kebanyakan Cu-mineral dalam
bentuk kristal dan bentuk lainnya lebih mudah larut daripada Cu-tanah.
Penambahan Cu ke tanah melalui polusi dapat terjadi pada industri-industri
tembaga, pembakaran batubara, pembakaran kayu, minyak bumi, dan buangan di
area pemukiman/perkotaan (Lahuddin, 2007). Batas-batas kisaran kadar Cu dalam
tanah dapat dilihat dalam tabel 2.2 berikut.
13
Tabel 2.2. Kisaran Tingkat Pencemaran Cu dalam Tanah.
Tingkat Pencemaran
ppm
Sangat tinggi
>200
Tinggi
75-200
Sedang
25-75
Rendah
15-25
Sangat rendah
<15
Sumber: Rosmarkam dan Yuwono, 2002.
Kelebihan kadar Cu dalam tanah yang melewati ambang batas akan
menjadi pemicu terjadinya keracunan khususnya pada tanaman. Kondisi kritis
logam berat Cu dalam tanah 60-125 ppm, dan dalam jaringan tanaman 20-100
ppm Cu. Pada kondisi kritis pertumbuhan tanaman mulai terhambat sebagai akibat
keracunan Cu (Alloway, 1995).
Zn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn2+ dan dalam tanah diserap
dalam bentuk monovalen Zn(OH)+. Seperti unsur mikro lain, Zn dapat diserap
lewat daun. Kadar Zn dalam tanah berkisar 70 ppm, sedangkan kadar Zn dalam
tanaman berkisar antara 100-400 ppm. Mineral Zn yang ada dalam tanah antara
lain sulfida (ZnS), spalerit [(ZnFe)S], smithzonte (ZnCO3), zinkit (ZnO), wellemit
(ZnSiO3 dan ZnSiO4) (Rioardi, 2009). Penambahan logam Zn ke tanah melalui
polusi umumnya terjadi di daerah-daerah industri peleburan bahan tambang seng.
Penelitian-penelitian berdasarkan analisis contoh tanah berasal dari daerah
industri logam menemukan kadar Zn sekitar 250–37200 mg/kg (di Inggris), 1665–
4245 mg/kg (di Polandia), 400–4245 mg/kg (di Rusia), 1310–1780 mg/kg tanah
khususnya pada tanah di Jepang sedangkan kandungan total Zn tanah rataan
hanya sekitar 50 mg/kg tanah. (Alloway, 1995). Pada tabel 2.3 dibawah ini
menunjukkan batas-batas kisaran kadar Zn dalam tanah, adapun tabelnya sebagai
berikut.
14
Tabel 2.3. Kisaran Tingkat Pencemaran Zn dalam Tanah.
Tingkat Pencemaran
ppm
Sangat tinggi
>550
Tinggi
250-500
Sedang
50-250
Rendah
20-50
Sangat rendah
<20
Sumber: Rosmarkam dan Yuwono, 2002.
Untuk pertumbuhan, tanaman membutuhkan unsur Zn hanya dalam
jumlah sedikit dibandingkan dengan unsur hara makro. Hal ini terlihat dari hasil
analisis Zn pada jaringan tanaman berkisar 21–100 ppm dari bahan kering
jaringan tanaman yang sehat, bila kandungan 11–25 ppm dikatakan rendah, di
bawah angka 10 ppm disebut kurang (defisien), dan tinggi atau berlebihan bila
kandungan Zn di atas 71 atau 81 ppm (Lindsay, 1979).Ketersediaan Zn dalam
tanah dipengaruhi oleh pH tanah, kadar P dalam tanah, bahan organik tanah,
adanya lempung dan penggenangan. Bila pH tinggi, maka ketersediaan Zn
menurun. Sebaliknya, bila pH tanah rendah Zn tersedia meningkat. Pemupukan
tanah dapat menyebabkan perubahan pH tanah (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
2.4
Pupuk
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman
untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu
berproduksi dengan baik. Dalam arti luas yang dimaksud pupuk ialah suatu bahan
yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga
menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengertian yang khusus
pupuk ialah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara tanaman.
Pupuk mengandung bahan baku pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses
15
metabolisme. Ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat ditambahkan
sejumlah material suplemen. Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun
disemprotkan ke daun (Redaksi Agromedia, 2008)
Berdasarkan proses pembuatannya, pupuk dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
1. Pupuk alam ialah pupuk yang terdapat di alam atau dibuat dengan bahan alam
tanpa proses yang berarti. Misalnya : pupuk kompos, guano, pupuk hijau dan
pupuk batuan P.
2. Pupuk buatan ialah pupuk yang dibuat oleh pabrik. Misalnya TSP, NPK,
rustika dan nitrophoska. Pupuk ini dibuat oleh pabrik dengan mengubah
sumber daya alam melalui proses fisika dan / atau kimia.
Sedangkan pupuk berdasarkan senyawa yang terkandung dapat terbagi
menjadi:
1. Pupuk organik ialah pupuk yang berupa senyawa organik. Kebanyakan pupuk
alam tergolong pupuk organik (pupuk kandang dan kompos). Pupuk alam
yang tidak termasuk pupuk organik misalnya rock phosphat, umumnya berasal
dari batuan sejenis apatit [Ca3(PO4)2].
2. Pupuk anorganik atau mineral merupakan pupuk dari senyawa anorganik.
Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk anorganik.
Pupuk anorganik secara temporer telah meningkatkan hasil pertanian,
tetapi keuntungan hasil panen akhirnya berkurang banyak dengan adanya
penggunaan pupuk ini karena adanya sesuatu yang timbul akibat adanya degradasi
(pencemaran) lingkungan pada lahan pertanian. Penggunaan pupuk buatan
(anorganik) yang terus menerus akan mempercepat habisnya zat-zat organik yaitu
16
unsur-unsur hara, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah,
sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman (Sakina, 2012). Tabel dibawah
ini, menunjukkan beberapa unsur logam berat yang terkandung dalam pupuk
organik maupun pupuk anorganik.
Tabel 2.4. Kisaran Umum Konsentrasi Logam Berat pada Pupuk (ppm).
UNSUR
FOSFAT
B
5-115
Cd
0,1-170
Co
1-12
Cr
66-245
Cu
1-300
Hg
0,01-1,2
Mn
40-2000
Mo
0,1-60
Ni
7-38
Pb
7-225
Zn
50-1450
Sumber: Alloway, 1995.
2.4.1
NITRAT
0,05-85
5,4-12
3,2-19
0,3-2,9
1-7
7-34
2-27
1-42
PUPUK
KANDANG
0,3-0,6
0,1-0,8
0,3-24
1,1-55
2-172
0,01-0,36
30-969
0,05-3
2,1-30
1,1-27
15-566
KAPUR
10
0,04-0,1
0,4-3
10-15
2-125
0,05
40-1200
0,1-15
10-20
20-1250
10-450
KOMPOS
0,01-100
1,8-410
13-3580
0,09-21
0,9-279
1,3-2240
82-5894
Logam berat tembaga (Cu) dan seng (Zn) dalam pupuk
Penggunaan pupuk anorganik maupun organik dalam jumlah besar dapat
berdampak buruk terhadap lingkungan. Pupuk dapat mengandung logam berat
dalam jumlah tinggi dan kegunaannya dapat meningkatkan konsentrasinya di
dalam tanah serta bahayanya terhadap makhluk hidup (Raharjo, 2002). Sebagai
contoh, pupuk anorganik yang biasa digunakan oleh petani yaitu NPK dan TSP
yang semuanya mengandung 0,02 % Cu dan 0,02 % Zn. Sedangkan untuk batas
kritis logam berat dalam tanah untuk logam berat Cu sebesar 60-125 ppm dan
untuk logam berat Zn sebesar 70 ppm. Pada tanaman, pupuk juga memiliki nilai
positif yaitu dapat menyuburkan tanaman jika pemakaian pupuk tepat guna.
17
Fungsi penambahan logam tembaga (Cu) pada pupuk anorganik maupun organik
adalah sebagai berikut:

Berperan sebagai aktivator dan membawa beberapa enzim, membantu
kelancaran proses fotosintesis , pembentukan klorofil, dan berperan dalam
fungsi produksi.

Bila kekurangan, daun berwarna hijau kebiruan, tunas daun menguncup
dan tumbuh kecil, pertumbuhan bunga terhambat

Bila
kelebihan,
tanaman
tumbuh
kerdil,
percabangan
terbatas,
pembentukan akar terhambat, akar menebal dan berwarna gelap.
Fungsi penambahan logam seng (Zn) pada pupuk anorganik maupun organik
adalah sebagai berikut:

Berperan dalam aktivator enzim, pembentukan klorofil dan membantu
proses fotosintesis.

Kekurangan pertumbuhan lambat, jarak antar buku pendek, daun kerdil,
mengkerut, atau menggulung di satu sisi lalu disusul dengan kerontokan.
Bakal buah menguning terbuka, dan akhirnya gugur. Buah pun akan lebih
lemas sehingga buah yang seharusnya lurus, jadi membengkok.

2.5
Kelebihan unsur seng tidak menunjukkan dampak nyata.
Bioavailabilitas Logam
Bioavailabilitas adalah jumlah logam yang tersedia untuk penggabungan
ke dalam biota (bioakumulasi) (John and Leventhal, 1995). US National Research
Council mendefinisikan bioavailabilitas sebagai fisik individu, interaksi kimia,
18
dan biologi yang menentukan paparan organisme untuk bahan kimia yang terkait
dengan tanah dan sedimen.
Sifat logam di lingkungan dan interaksinya dengan organisme secara
langsung berhubungan dengan sifat fisiko-kimia dari bentuk terikatnya. Bila suatu
logam masuk ke dalam tanah, maka logam itu dapat mengalami beberapa
kemungkinan yaitu, logam langsung available dan diabsorpsi kemudian
terakumulasi dalam suatu organisme, logam langsung available tetapi
bioavailabilitasnya menurun dengan lamanya waktu, logam tidak available
kemudian menjadi available karena suatu hal, dan yang terakhir kemungkinan
logam tersebut tidak pernah available. Logam yang bersifat toksik, berarti logam
tersebut sudah available di atas ambang batas konsentrasi tertentu. Konsentrasi
total logam bukan sebuah indikator yang terpercaya untuk mengidentifikasi
bahaya logam. Logam terlarut umumnya lebih bioavailable dibandingkan dengan
partikulat logam (Peter, et al, 1996).
2.6
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
Spektroskopi serapan atom adalah metode analisis berdasarkan pada
pengukuran radiasi cahaya yang diserap atom bebas. Analisis menggunakan
spektrofotometer serapan atom ini mempunyai keuntungan berupa analisisnya
sangat cepat dan sederhana, pengerjaannya relatif sederhana, serta tidak perlu
dilakukan pemisahan unsur logam didalam pelaksanaannya (Azis, 2007). Sampai
saat ini telah digunakan untuk mendeteksi atau menganalisa hampir keseluruhan
unsur-unsur logam yang terdapat di dalam sistem periodik unsur baik untuk
19
menentukan kadar logam yang berasal dari air, air buangan (limbah), sedimen,
batu-batuan, sampel biologis, maupun biota-biota air (Cahyadi, 2000).
2.6.1
Prinsip kerja
Prinsip kerja dari SSA adalah ketika sampel diatomisasi dengan
penyerapan, sebagian besar dari konstituen logam direduksi menjadi atom gas.
Dalam atomisasi nyala, larutan sampel disemprotkan ke api melalui nebulizer
pada suhu tinggi sehingga menyebabkan pembentukan atom dapat diamati dengan
spektrofotometri serapan atom (Wilantari, 2012). Alat spektofotometer serapan
atom terdiri dari rangkaian dalam diagram skematik yang ditunjukkan pada
gambar 2.1 berikut:
Sumber sinar
Recorder
Amplifier
Pemilah (Chopper)
Detektor
Nyala
Monokromator
Gambar 2.1 Skema Spektrofotometer Serapan Atom
Sumber radiasi SSA adalah Hallow Cathode Lamp (HCL) atau yang sering
disebut dengan lampu katoda. Untuk setiap pengukuran logam yang berbeda HCL
yang digunakan juga berbeda. Lampu katoda akan memancarkan energi radiasi
yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron atom. HCL
terdiri dari katoda cekung yang silindris yang terbuat dari unsur yang sama
dengan yang akan dianalisis dan anoda yang terbuat dari tungsten. Dengan
pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan atom-atom
logam katodanya akan teruapkan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan
radiasi pada panjang gelombang tertentu (Khopkar, 1990).
20
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan
menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Jenis nyala
yang digunakan secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan
nitrous oksida-asetilen. Nyala udara asetilen biasanya menjadi pilihan untuk
analisis menggunakan SSA. Temperatur nyalanya yang lebih rendah mendorong
terbentuknya atom netral dan pembentukan oksida dari banyak unsur dapat
diminimalkan. Nyala nitrous oksida-asetilen dianjurkan dipakai untuk penentuan
unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan
karena temperatur nyala yang dihasilkan relatif tinggi. Unsur-unsur yang
menggunakan nyala nitrous oksida-asetilen adalah Al, B, Mo, Si, So, Ti, V, dan
W (Yanthy, 2012).
Tujuan sistem pembakar-pengkabut adalah untuk mengubah larutan uji
menjadi atom-atom dalam bentuk gas. Fungsi pengkabut adalah menghasilkan
kabut atau aerosol larutan uji. Larutan yang akan dikabutkan ditarik ke dalam pipa
kapiler oleh reaksi semprot udara yang ditiupkan melalui ujung kapiler dan
diperlukan aliran gas bertekanan tinggi untuk menghasilkan aerosol yang halus
(Bassett dkk, 1994).
Dalam spektrofotometer serapan atom fungsi dari monokromator adalah
untuk memisahkan garis resonansi dari semua garis yang tidak diserap yang
dipancarkan oleh sumber radiasi. Detektor pada spektrofotometer serapan atom
berfungsi untuk mengubah intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik.
Pada spektrofotometer serapan atom yang umum dipakai sebagai detektor adalah
tabung penggandaan foton (Mulja, 1995). Sistem pengolah berfungsi untuk
mengolah kuat arus dari detektor menjadi besaran daya serap atom transmisi yang
21
selanjutnya diubah menjadi data dalam sistem pembacaan. Hasil pembacaan dapat
berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan
absorbansi dan intensitas emisi (Khopkar, 1990).
Proses atomisasi yang terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut: larutan
sampel disemprotkan dalam bentuk aerosol (kabut) ke dalam nyala api. Mulamula terjadi penguapan pelarut yang menghasilkan sisa partikel yang padat dan
halus di dalam nyala. Partikel-partikel padat ini kemudian berubah menjadi
bentuk uap (gas), selanjutnya sebagian atau seluruhnya mengalami disosiasi
menjadi atom netral. Proses ini disebabkan oleh pengaruh langsung dari panas
atau peristiwa reduksi oleh zat-zat dalam nyala. Di dalam nyala atom-atom netral
mampu menyerap (mengabsorpsi) energi cahaya yang dikenakan pada atom
tersebut dengan panjang gelombang yang sesuai dengan besarnya energi transisi
dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Cahyadi, 2000).
Penetapan kandungan logam dalam sampel menggunakan SSA dapat
mengalami gangguan (interferensi). Interferensi dapat disebabkan oleh sistem
pengkabutan atom, sumber radiasi eksternal, matriks sampel, dan lainnya. Secara
umum interferensi pada SSA digolongkan menjadi tiga yaitu interferensi
spektrum, kimia, dan interferensi fisik. Interferensi spektrum terjadi bila spektrum
absorbsi bahan pengganggu bertumpang tindih atau terletak dekat sekali dengan
spektrum absorbsi analit yang tidak mungkin dipisahkan oleh monokromator,
sehingga menyebabkan kesalahan dalam pengukuran absorbansi. Interferensi
kimia disebabkan terjadinya pembentukan senyawa kimia yang mengandung
analit yang memiliki volatilitas rendah saat proses atomisasi. Interferensi fisik
22
yaitu viskositas dan tegangan permukaan dari sampel yang berbeda dengan
larutan standar (Sadiq, 1992).
2.6.2
Teknik analisis kurva kalibrasi
Teknik yang banyak digunakan dan sesuai untuk spektrofotometri serapan
atom adalah teknik analisis kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi disebut juga kurva
standar yang diperoleh dengan mengukur absorbansi dari sederetan konsentrasi
larutan standar. Untuk senyawa atau zat yang mengikuti hukum Lambert Beer,
maka grafik antara konsentrasi dan absorbansi akan menghasilkan suatu garis
lurus melalui (0,0) (Vogel, 1994).
Gambar 2.2 Grafik Hubungan antara Absorbansi terhadap Konsentrasi
Untuk membuat kurva kalibrasi, terlebih dahulu dibuat seri larutan standar
dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari sederetan larutan ini diukur
dengan SSA. Setelah itu, dibuat plot antara absorbansi dan konsentrasi seperti
tertera dalam Gambar 2.2. Dengan menggunakan kurva kalibrasi konsentrasi
suatu analit dalam larutan sampel dapat dengan mudah diketahui atau dihitung
menggunakan persamaan regresi linier y = ax + b. Dengan menghitung tetapan a
dan b berdasarkan persamaan y = ax + b dan mengukur absorbansi sampel maka
konsentrasi analit dapat ditentukan (Syahputra, 2004).
23
a
n. xy   x. y
b
 y  a. x
n. x 2  ( x) 2
n
Dimana:
y = absorbansi
x = konsentrasi
a = slope
b = intersep
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Bahan dan Peralatan Penelitian
3.1.1
Bahan-bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sampel
tanah, pupuk NPK, pupuk TSP, CuSO4.5H2O, Zn(NO3)2.7H2O, HNO3, aquades,
HCl, dan EDTA. Semua zat kimia yang digunakan memiliki derajat kemurnian
proanalisis.
3.1.2
Alat-alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sendok
polietilen, kantong plastik, oven, mortar, ayakan ukuran 63 µm, neraca analitik,
seperangkat alat gelas (pipet volume, gelas beaker, labu ukur, dll), dan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).
3.2
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian yang berada di Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
Pengukuran sampel yang akan dianalisis menggunakan alat instrument
Spektofotometer Serapan Atom (SSA) dilakukan di Laboratorium Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
24
25
3.3
Metode Penelitian
3.3.1
Pembuatan larutan standar Cu
Larutan induk Cu 100 ppm dibuat dengan cara menimbang sebanyak
0,1963 gram CuSO4.5H2O, kemudian dilarutkan dengan aquades dan diencerkan
sampai volumenya menjadi 500 mL. Pembuatan larutan standar Cu 0, 1, 2, dan 4
ppm, dengan cara memipet sebanyak 0, 1, 2, dan 4 mL larutan induk Cu 100 ppm,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan larutan
HNO3 1% sampai tanda batas.
3.3.2
Pembuatan larutan standar Zn
Larutan induk Zn 1000 ppm dibuat dengan cara menimbang sebanyak
0,2412 gram Zn(NO3)2.7H2O dimasukkan dalam labu ukur 50 ml, kemudian
ditambahkan aquades ke dalam labu ukur sampai tanda batas. Selanjutnya, larutan
baku Zn 10 ppm, dibuat dengan mengambil 1 mL larutan induk Zn 1000 ppm dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkan aquades sampai
tanda batas. Larutan standar Zn 0; 0,5; 1; dan 2 ppm, dibuat dengan menggunakan
pipet volume dan diambil 0; 5; 10; dan 20 mL larutan baku Zn 10 ppm ke dalam
labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan larutan HNO3 1% sampai tanda batas.
3.3.3
Pengambilan sampel tanah
Sampel tanah diambil secara acak pada lima titik di tiga lokasi yaitu tanah
yang ditanami tanaman tomat, kol, dan wortel. Sampel yang diambil memiliki
kedalaman 0-20 cm dari permukaan tanah, kira-kira 500 gram setiap lokasi
dengan menggunakan sendok polietilen dan kantong plastik polietilen sebagai
tempat sampel. Sebelum digunakan, sendok polietilen direndam dalam HNO3
26
10% selama kurang lebih 24 jam, kemudian dibilas beberapa kali dengan aquades.
Bahan sampel tanah yang terkumpul, dimasukkan ke dalam kantong plastik
polietilen dan dibawa ke laboratorium. Setelah sampai di laboratorium sampel
tanah ditaruh dalam loyang dan dioven pada suhu 60oC selama ±24 jam.
3.3.4
Perlakuan sampel tanah
Sampel tanah yang sudah dioven, kemudian digerus dan diayak dengan
ayakan 63 µm. Sampel tanah yang akan digunakan adalah sampel tanah yang
lolos dari ayakan 63 µm. Ukuran 63 µm yang dipilih, karena ukuran ini cukup
untuk analisis logam berat dalam sampel tanah, dan ukuran ini tidak terlalu besar,
sehingga materi yang sangat kasar dari sampel tanah dapat dihilangkan. Setelah
diayak, sampel tanah kembali dimasukkan ke dalam kantong plastik polietilen
untuk preparasi sampel lebih lanjut.
3.3.5
Penentuan absorbansi logam Cu dan Zn total dalam sampel tanah
Sampel tanah ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke
dalam gelas beaker, kemudian ditambahkan sebanyak 10 mL reverse aquaregia
(campuran HNO3 dan HCl (3:1)). Campuran sampel kemudian didestruksi dengan
ultrasonic bath selama 45 menit pada suhu 60oC. Setelah itu campuran
dipanaskan pada hotplate selama 45 menit pada suhu 140oC. Larutan yang
diperoleh disentrifugasi, kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No.
42, dan filtratnya ditampung dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan dengan
aquades sampai tanda batas. Larutan ini diukur dengan SSA pada panjang
gelombang 324,7 nm untuk logam berat Cu dan 213,9 nm untuk logam berat Zn
untuk mendapatkan absorbansi. Hal ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
(Siaka, M., et al., 2006).
27
3.3.6
Penentuan absorbansi logam total Cu dan Zn pada pupuk
Sampel pupuk NPK dan TSP ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram dan
dimasukkan ke dalam gelas beaker, ditambahkan aquades sedikit untuk
melarutkan pupuk tersebut. Setelah larut, larutan dimasukkan ke dalam labu ukur
25 mL, kemudian diencerkan dengan larutan HNO3 1% sampai tanda batas.
Selanjutnya, larutan ini diukur dengan SSA pada panjang gelombang 324,7 nm
untuk logam berat Cu dan 213,9 nm untuk logam berat Zn (Siaka, M., et al.,
2006).
3.3.7
Bioavailabilitas logam Cu dan Zn
Bioavailabilitas logam Cu ditentukan dengan cara ekstraksi dengan
menggunakan HCl dan EDTA. Sampel tanah ditimbang dengan teliti sebanyak 1
gram, kemudian ditambahkan sebanyak 40 mL Na-EDTA 0,05 M pada pH 6, dan
digojog selama 8 jam dengan shaker. Untuk ekstraksi dengan menggunakan HCl,
sampel tanah ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram, kemudian ditambahkan
sebanyak 20 mL HCl 0,05 M, dan digojog selama 8 jam dengan shaker. Kedua
campuran disentrifugasi untuk memisahkan fraksi padat dan cair. Fraksi cair yang
diperoleh, kemudian disaring dan dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL,
selanjutnya diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. Konsentrasi Cu dalam
sampel diukur dengan SSA pada panjang gelombang 324,7 nm dan 213,9 nm
untuk menentukan konsentrasi Zn yang bioavailabelnya dalam bentuk senyawa
kompleksnya.
28
3.3.8
Penentuan konsentrasi logam Cu dan Zn dalam sampel tanah dan
pupuk
Semua larutan sampel hasil preparasi dari kandungan logam total dan
bioavailabel untuk logam berat Cu diukur pada panjang gelombang 324,7 nm
dengan lebar celah 0,5 nm dan pada panjang gelombang 213,9 nm dengan celah
0,5 nm untuk pengukuran logam Zn. Kedua pengukuran logam tersebut
menggunakan nyala udara-asetilen. Penentuan konsentrasi logam Cu dan Zn pada
sampel dilakukan dengan metode kurva kalibrasi dari nilai absorbans yang
dihasilkan oleh SSA, baik absorbans dari larutan standar maupun dari sampel.
Dari kurva kalibrasi yang berupa garis linier, dapat ditentukan konsentrasi
masing-masing logam dari nilai absorbansnya yang telah diukur. Setelah
konsentrasi sampel diketahui, maka kadar logam berat pada sampel ditentukan
dengan perhitungan:
M 
C.V . f
B
Dimana:
M = Konsentrasi Cu/Zn dalam sampel (mg/kg)
C = Konsentrasi berdasarkan nilai absorbans ( mg
V = Volume filtrat (mL)
f
= Faktor pengenceran
B = Berat sampel (gram)
L
)
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1
Pembuatan kurva kalibrasi
Pengukuran absorbansi larutan standar tembaga (Cu) dan seng (Zn)
dilakukan dengan menggunakan alat SSA. Untuk hasil pengukuran absorbansi
larutan standar Cu dapat diamati pada Lampiran 5 halaman 54. Dari hasil
pengukuran absorbansi larutan standar Cu, maka diperoleh kurva kalibrasi sebagai
Absorbansi (A)
berikut:
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
y = 0,1942x - 0,0026
R² = 0,9935
0
1
2
3
4
5
Konsentrasi (ppm)
Gambar 4.1. Kurva kalibrasi logam Cu
Dari kurva kalibrasi di atas maka diperoleh persamaan regresi linier yaitu y =
0,1942x - 0,0026 dengan nilai koefisien korelasinya (R) sebesar 0,9935.
Perhitungan persamaan regresi linier dari larutan standar Cu dapat dilihat pada
Lampiran 6 halaman 55. Konsentrasi Cu dalam larutan sampel dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan regresi linier di atas.
29
30
Sementara itu, untuk kurva kalibrasi larutan standar Zn sebagai berikut.
y = 0,3946x - 0,0032
R² = 0,9927
0.9
0.8
Absorbansi (A)
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
0.5
1
1.5
2
Konsentrasi (ppm)
Gambar 4.2. Kurva kalibrasi logam Zn
Untuk hasil pengukuran absorbansi larutan standar Zn dapat dilihat pada
Lampiran 5 halaman 54. Dari hasil pengukuran konsentrasi larutan standar Zn
seperti dalam tabel di atas, diperoleh persamaan regresi linier yaitu y = 0,3946x 0,0032 dengan nilai koefisien korelasinya (R) sebesar 0,9927. Perhitungan
persamaan regresi linier dari larutan standar Cu dapat dilihat pada Lampiran 6
halaman 55. Konsentrasi Zn dalam larutan sampel dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan regresi linier di atas.
4.1.2
Penentuan konsentrasi logam Cu dan Zn total dalam tanah
Untuk mendapatkan konsentrasi logam Cu dan Zn total, terlebih dahulu
dilakukan pengukuran absorbansi sampel terhadap logam Cu dan Zn. Setelah
mendapatkan
absorbansi
sampel,
konsentrasi
sampel
didapat
dengan
menggunakan persamaan regresi liniernya. Data absorbansi dan berat sampel
31
dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 58. Contoh perhitungan untuk
mendapatkan konsentrasi logam Cu dan Zn dalam tanah sebagai berikut.
Pada sampel logam Cu pada tanah yang ditanamitomat memberikan
absorbansi 0,1991 maka konsentrasinya menjadi:
y = 0,1942x - 0,0026
0,1991 = 0,1942x - 0,0026
x
0,1991  0,0026
0,1942
x = 1,0386 mg/L
Setelah diperoleh konsentrasi pengukuran, maka konsentrasi logam Cu total pada
sampel tanah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
M
C V  f
B
Contoh :
C
= 1,0386 mg/L (Konsentrasi berdasarkan absorbansi)
V
= 50 mL (Volume larutan sampel)
F
=1X
B
= 1,0001 g (Berat sampel yang ditimbang)
Perhitungan :
M
1,0386mg / Lx50mLx1
1,0001g
= 51,9258 mg/kg sampel kering
Untuk jenis sampel tanah dengan faktor pengenceran 5X yaitu kandungan logam
Zn pada sampel tanah yang ditanami sayuran tomat, kol, wortel, pupuk NPK, dan
32
pupuk TSP. Dengan cara yang sama, kandungan logam Cu total pada sampel
tanah bisa dihitung dan hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.1. Kandungan Logam Cu Total dalam Tanah
Konsentrasi (mg/kg)
Sampel
I
II
III
Tanah yang
ditanami tomat
Tanah yang
ditanami kol
Tanah yang
ditanami wortel
Konsentrasi
Rata-rata (mg/kg)
51,9258
49,2950
47,7104
49,6437 + 2,12
38,4282
37,9611
40,7447
39,0447 + 1,49
41,6240
40,8558
43,3958
41,9586 + 1,30
Keterangan: I, II, III = Pengulangan
Sementara itu, kandungan logam Zn total pada sampel tanah disajikan pada Tabel
4.4.
Tabel 4.2. Kandungan Logam Zn Total dalam Tanah
Konsentrasi (mg/kg)
Sampel
I
II
III
Tanah yang
ditanami tomat
Tanah yang
ditanami kol
Tanah yang
ditanami wortel
Konsentrasi
Rata-rata (mg/kg)
138,4463
159,1844
109,7555
135,7952 + 24,82
123,2556
114,1868
134,403
123,9485 + 10,13
127,702
160,7204
123,0149
137,1457 + 20,55
Keterangan: I, II, III = Pengulangan
Selanjutnya, kandungan logam total dalam masing-masing tanah dapat dilihat
dalam bentuk grafik batang, seperti pada Gambar 4.3.
33
Kadar (mg/kg)
Logam Cu dan Zn Total Pada Tanah
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Cu
Zn
Tanah yang ditanami
tomat
Tanah yang ditanami
kol
Tanah yang ditanami
wortel
Sampel
Gambar 4.3. Kandungan rata-rata logam Cu dan Zn pada tanah yang ditanami
beberapa sayuran
4.1.3
Penentuan konsentrasi logam Cu dan Zn total dalam pupuk
Sama seperti halnya penentuan konsentrasi logam Cu dan Zn total dalam
tanah, konsentrasi logam Cu dan Zn dalam pupuk dihitung dengan menggunakan
persamaan regresi linier kurva kalibrasinya. Hasil perhitungannya dapat dilihat
pada Tabel 4.5 dan 4.6.
Tabel 4.3. Kandungan Logam Cu Pada Pupuk
Sampel pupuk
Konsentrasi (mg/kg)
I
II
15,8053
18,5283
NPK
28,8849
28,4644
TSP
Keterangan: I, II, III = Pengulangan
III
16,5244
30,6747
Konsentrasi Ratarata (mg/kg)
16,9527 + 1,41
29,3413 + 1,17
Tabel 4.4. Kandungan Logam Zn Pada Pupuk
Sampel pupuk
Konsentrasi (mg/kg)
I
II
168,6477 169,4583
NPK
186,0479 185,8148
TSP
Keterangan: I, II, III = Pengulangan
III
166,9587
186,7841
Konsentrasi
Rata-rata (mg/kg)
168,3549 + 1,27
186,2156 + 0,51
34
Selanjutnya, gambar di bawah ini akan memperlihatkan kandungan logam Cu dan
Zn pada pupuk NPKdan TSP.
Logam Cu dan Zn Pada Pupuk
250
Kadar mg/kg
200
150
Cu
100
Zn
50
0
NPK
TSP
Jenis pupuk
Gambar 4.4. Kandungan logam Cu dan Zn total pada pupuk
4.1.4
Penentuan Bioavailabilitas Logam Cu dan Zn dalam Tanah
Penentuan bioavailabilitas logam Cu dan Zn pada tanah dilakukan dengan
ekstraksi tunggal dan dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier
yang sama dalam penentuan Cu dan Zn dalam sampel tanah, sehingga didapatkan
konsentrasi bioavailabilitas logam tersebut. Tabel 4.7 di bawah ini merupakan
hasil perhitungan kandungan logam Cu sedangkan Tabel 4.8 menyajikan
bioavailabilitas logam Cu pada tanah. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran 7
pada halaman 57.
35
Tabel 4.5. Kandungan Logam Cu yang Terekstraksi EDTA dan HCl Pada Tanah
Sampel
Pereaksi
Konsentrasi
Konsentrasi
(mg/kg)
Rata-rata (mg/kg)
32,1029
EDTA
33,0264
33,5730 + 1,80
35,5898
Tanah yang ditanami
17,3258
tomat
HCl
19,3576
17,8892 + 1,28
16,9843
27,2061
EDTA
30,0086
27,9515 + 1,80
26,6398
Tanah yang ditanami
11,0420
kol
HCl
9,6769
10,5183 + 0,74
10,8361
20,7219
EDTA
24,7916
Tanah yang ditanami
22,1612
wortel
8,8808
HCl
12,0482
22,5582 + 2,06
10,9230 + 1,77
11,8399
Tabel 4.6. Bioavailabilitas Logam Cu Pada Tanah
Sampel
Pereaksi
Bioavailabilitas (%)
Tanah yang
ditanami tomat
Tanah yang
ditanami kol
Tanah yang
ditanami wortel
EDTA
HCl
EDTA
HCl
EDTA
HCl
67,62
36,03
71,59
26,94
53,76
26,03
Potensi Bioavailabilitas
(%)
31,59
44,65
27,73
Keterangan: Potensi Bioavailabilitas didapat dengan cara mengurangi persentase
bioavailabilitas yang terekstraksi EDTA dengan persentase bioavailabilitas yang
terekstraksi HCl.
36
80
Bioavailabilitas Cu (%)
70
60
50
EDTA
40
30
HCl
20
Potensi
Bioavailabilitas
10
0
Tanah yang
ditanami tomat
Tanah yang
ditanami kol
Tanah yang
ditanami wortel
Sampel
Gambar 4.5. Persentase bioavailabilitas logam Cu pada tanah
Selanjutnya, Tabel 4.9 di bawah ini menunjukkan hasil perhitungan kandungan
logam Zn dan Tabel 4.10 menunjukkan bioavailabilitas logam Zn pada tanah.
Tabel 4.7. Kandungan Logam Zn yang Terekstraksi EDTA dan HCl Pada Tanah
Sampel
Pereaksi
EDTA
Tanah yang ditanami
Tomat
HCl
EDTA
Tanah yang ditanami
Kol
HCl
EDTA
Tanah yang ditanami
Wortel
HCl
Konsentrasi
(mg/kg)
81,8742
89,9741
51,0021
43,2937
62,014
22,3538
85,6455
84,7629
88,9137
46,2366
27,8406
39,9788
72,9979
88,0573
40,8656
34,1555
52,0742
32.5148
Konsentrasi
Rata-rata (mg/kg)
74,2844 + 20,56
42,5539 + 19,84
86,4407 + 2,19
38,0187 + 9,35
67,3069 + 24,11
39,5147 + 10,92
37
Tabel 4.8. Bioavailabilitas Logam Zn Pada Tanah
Sampel
Pereaksi
Bioavailabilitas (%)
Tanah yang
ditanami tomat
Tanah yang
ditanami kol
EDTA
HCl
EDTA
HCl
54,70
31,34
69,74
30,67
Tanah yang
ditanami wortel
EDTA
HCl
49,08
28,81
Potensi
Bioavailabilitas (%)
23,36
39.07
20.27
Keterangan: Potensi Bioavailabilitas didapat dengan cara mengurangi persentase
bioavailabilitas yang terekstraksi EDTA dengan persentase bioavailabilitas yang
terekstraksi HCl.
Bioavailabilitas Zn (%)
80
70
60
50
EDTA
40
HCl
30
20
Potensi
Bioavailabilitas
10
0
Tanah yang
ditanami tomat
Tanah yang
ditanami kol
Tanah yang
ditanami wortel
Jenis sampel tanah yang ditanami sayuran
Gambar 4.6. Persentase bioavailabilitas logam Zn pada tanah
4.2
Pembahasan
4.2.1
Kandungan logam Cu dan Zn total dalam tanah
Dari hasil penelitian didapatkan kandungan rata-rata logam Cu dan Zn
pada setiap tanah yang ditanami tanaman tomat, kol, dan wortel. Gambar 4.3
menunjukkan kandungan logam Cu dan Zn pada tanah yang ditanami tomat
berturut-turut: 49,6437 mg/kg dan 135,7952 mg/kg. Sementara itu, tanah yang
ditanami kol mengandung 39,0447 mg/kg Cu dan 123,9485 mg/kg Zn, dan tanah
38
yang ditanami wortel mengandung 41,9586 mg/kg Cu dan 137,1457 mg/kg Zn.
Dengan melihat data di atas, kandungan Cu dalam semua sampel tanah berada
pada tingkat pencemaran sedang, seperti yang dinyatakan oleh Rosmarkam dan
Yuwono (2002), yaitu 25-75 mg/kg. Begitu juga kandungan logam Zn pada
semua tanah juga berada pada tingkat pencemaran sedang yaitu 50-250 mg/kg.
Pada tanah yang ditanami tomat memiliki kandungan logam Cu total
terbesar yaitu 49,6437 mg/kg. Hal ini mungkin dikarenakan penggunaan fungisida
yang berlebihan terhadap tanaman tomat. Fungisida yang dipakai mengandung
bahan aktif tembaga oksiklorida (3Cu(OH)2.CuCl2). Fungisida ini termasuk dalam
fungisida non sistemik. Fungisida non sistemik tidak dapat diserap dan
ditranslokasikan di dalam jaringan tanaman. Fungisida non sistemik hanya
membentuk lapisan penghalang di permukaan tanaman (umumnya daun) tempat
fungisida disemprotkan. Fungisida ini berfungsi mencegah infeksi cendawan
dengan cara menghambat perkecambahan spora atau miselia jamur yang
menempel di permukaan tanaman. Oleh karena itu, fungisida kontak berfungsi
sebagai protektan dan hanya efektif bila digunakan sebelum tanaman terinfeksi
oleh penyakit. Akibatnya, fungisida non sistemik harus sering diaplikasikan agar
tanaman secara terus-menerus terlindungi dari infeksi baru. Dengan demikian,
penggunaan fungisida ini dapat meningkatkan kandungan Cu pada tanah karena
pemakaiannya yang terus menerus (Adawiah, 2013).
Selain fungisida, penggunakan pupuk kimia seperti NPK dan TSP yang
berlebih dapat menambah kandungan Cu pada tanah. Penggunaan pupuk
anorganik seperti TSP sering digunakan oleh petani yang sedang menanam tomat,
kol, dan wortel. Pada tanah yang ditanami wortel memiliki kandungan logam Zn
39
total terbesar yaitu 137,1457 mg/kg. Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk TSP
dan NPK yang berlebihan. Pada Gambar 4.4 menunjukkan kandungan logam Cu
dan Zn pada pupuk NPK dan TSP. Dari gambar tersebut ditunjukkan bahwa
kandungan Cu dan Zn terbesar ada pada pupuk TSP yaitu 29,3413 mg/kg dan
186,2156 mg/kg. Dengan demikian, ada hubungan antara logam berat pada pupuk
dengan keberadaan logam berat pada tanah. Penggunaan pupuk TSP ini
dikarenakan memiliki kandungan fosfat yang lebih tinggi daripada pupuk yang
lainnya termasuk pupuk NPK. Fosfat pada tanaman merupakan komponen setiap
sel hidup pada tanaman dan cenderung lebih banyak pada biji. Pemupukan fosfat
dapat merangsang pertumbuhan awal bibit tanaman. Fosfat juga mampu
merangsang pembentukan bunga, buah, dan biji. Bahkan mampu mempercepat
pemasakan buah seperti pada buah tomat. Pemupukan fosfat ini juga sangat
diperlukan oleh tanaman yang tumbuh di daerah dingin dan tanaman yang seluruh
bagiannya dipanen, seperti kol dan wortel (Saragih, 2008).
Pupuk NPK memiliki kandungan Cu sebesar 16,9527 mg/kg seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.4. Walaupun pupuk NPK lebih sedikit kandungan Cunya, pupuk ini berperan juga dalam penambahan kadar Cu pada tanah di pertanian
tersebut. Pupuk NPK juga digunakan oleh petani karena terdapat kandungan N
(nitrogen), P (fosfat) yang kandungannya lebih sedikit dari pupuk TSP, dan K
(kalium). Nitrogen dibutuhkan tanaman untuk sintesis protein, namun secara
struktural merupakan bagian dari klorofil. Kalium dalam pupuk NPK juga
berfungsi dalam metabolisme tanaman, seperti fotosintesis dan respirasi,
translokasi atau pemindahan gula pada pembentukan pati dan protein serta
40
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Sagala,
2009).
Logam Cu dan Zn pada pupuk TSP maupun NPK merupakan unsur mikro
yang berarti diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang kecil karena logam ini
bersifat essensial. Jika diberikan terlalu banyak pada tanaman akan menyebabkan
kerusakan pada tanaman itu sendiri. Selain dari pupuk dan pestisida, pada tanah
terdapat kandungan logam berat secara alamiah walaupun sedikit.
4.2.2
Bioavailabilitas logam Cu dan Zn dalam tanah
Persentase bioavailabilitas logam Cu pada tanah dapat dilihat pada
Gambar 4.5. Dari gambar tersebut dapat dilihat persentase bioavailabilitas logam
Cu yang dapat terekstraksi EDTA tertinggi pada tanah yang ditanami kol yaitu
71,59%, disusul oleh tanah tomat yaitu 67,62%, dan terakhir adalah tanah wortel
yaitu 53,76%. Begitu juga, persentase bioavailabilitas logam Cu yang terekstraksi
HCl tertinggi terdapat pada tanah yang ditanami tomat yaitu 36,03%, selanjutnya
tanah kol yaitu 26,94%, dan terakhir tanah wortel yaitu 26,03%. Gambar 4.6.
menunjukkan persentase bioavailabilitas logam Zn pada tanah. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa tanah yang ditanami kol memiliki persentase
bioavailabilitas logam Zn yang terekstraksi EDTA tertinggi yaitu 69,74%,
selanjutnya tomat yaitu 54,70%, dan terakhir wortel yaitu 49,08%.
Berdasarkan Gambar 4.5 dan 4.6 terdapat persamaan trend bioavailabilitas
logam Cu dan Zn pada tanah yang dapat terekstraksi dengan EDTA lebih besar
daripada yang terekstraksi dengan HCl. Hal ini dikarenakan ekstraksi EDTA
dapat melepaskan logam Cu dan Zn yang terikat lemah dan terikat kuat dalam
bentuk kompleks, sedangkan ekstraksi HCl hanya mampu melepaskan logam Cu
41
dan Zn yang terikat lemah dan teradsorpsi pada garam-garam (Yanthi, 2012).
Semakin banyak persentase logam Cu dan Zn yang dapat terekstraksi oleh HCl,
maka semakin lemah ikatan logam pada tanah. Hal ini mengakibtakan semakin
besar kandungan logam yang dapat terionisasi dan tersedia untuk makhluk hidup
di dalam maupun di atas tanah. Sebaliknya, semakin besar persentase logam Cu
dan Zn yang dapat terekstraksi oleh EDTA maka semakin kuat ikatan logam pada
tanah. Hal ini mengakibtakan semakin kecil kandungan logam yang dapat
terionisasi dan langsung tersedia untuk makhluk hidup di dalam dan di atas tanah,
kecuali terjadi perubahan pH dan redoks.
Persentase potensi bioavailabilitas logam Cu dan Zn tertinggi terdapat
pada tanah yang ditanami kol yaitu 44,65% dan 39,07%, selanjutnya disusul tanah
tomat yaitu 31,59% dan 23,36%, dan terakhir pada tanah wortel yaitu 27,73% dan
20,27%. Potensi bioavailabilitas ini juga akan bisa meningkat dengan
meningkatnya aktivitas petani terhadap tanah tersebut. Dengan berubahnya
potensi bioavailabilitas menjadi bioavailabilitas maka ketersediaan logam Cu dan
Zn yang mampu diserap makhluk hidup semakin besar. Potensi bioavailabilitas
bisa menjadi bioavailabilitas jika pH tanah, kadar bahan organik, kapasitas tukar
kation dan keadaan oksidasi-reduksi berubah. Ketersediaan kation-kation logam
menurun dengan meningkatnya pH tanah. Dengan naiknya pH, bentuk kation
logam berubah menjadi bentuk-bentuk hidroksida atau oksida. Beberapa logam
berat seperti Cu dan Zn, dapat membentuk kompleks yang kuat dengan bahan
organik. Kompleks-kompleks tersebut dapat terbentuk secara stabil akibat
terikatnya logam-logam tersebut oleh gugus-gugus fungsi karboksil dan fenolik
dalam bahan organik. Melalui reaksi oksidasi-reduksi, kapasitas tanah dalam
42
meretensi logam berat dipengaruhi oleh kadar air. Misalnya, Cu dan Zn lebih larut
dibandingkan dengan Fe, Mn, dan Al pada tanah yang aerob (Widyastuty, 2006).
Logam Cu dan Zn pada tanah diperlukan oleh makhluk hidup terutama
tanaman karena logam tersebut bersifat essensial. Tembaga diserap pada tanaman
dalam bentuk ion Cu2+ dan dalam bentuk garam oganik kompleks seperti EDTA.
Garam-garam dari unsur ini juga dapat diserap oleh daun sehingga gejala
kekurangan tembaga dapat ditanggulangi melalui penyemprotan. Fungsi tembaga
adalah berperan dalam transport elektron dalam fotosintesis, sangat penting dalam
pembentukan klorofil, dan secara tidak langsung berperan dalam pembentukan
nodul akar (Isnaini, 2006). Unsur Zn diserap tanaman sebagai ion Zn2+ dan dalam
bentuk kompleks molekul EDTA. Pemberian seng dengan cara penyemprotan
menggunakan garam-garam Zn yang larut dalam air atau kompleks organik
merupakan cara penanggulangan kekurangan secara langsung pada daun (Sagala,
2009). Setiap tanaman memiliki sifat yang berbeda dalam hal penyerapan logam
berat dalam tanah. Kapasitas tanaman dalam mengakumulasikan logam berat
bergantung pada spesies, kultivar, bagian tanaman, umur, dan fisiologinya.
Alloway (1995) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
logam berat yang dapat diserap tanaman adalah:
1. Kadar logam berat dalam larutan tanah.
2. Pergerakan ion logam berat dari bahan padatan tanah ke permukaan akar.
3. Pergerakan ion logam berat dari permukaan akar ke bagian dalam akar
tanaman.
4. Pergerakan logam berat dari jaringan akar ke jaringan tanaman lainnya.
43
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pada sampel tanah yang ditanami sayuran tomat memiliki kandungan rata-rata
logam Cu total terbesar yaitu 49,6437 mg/kg, selanjutnya wortel yaitu 41,9586
mg/kg, dan terakhir kol yaitu 39,0447 mg/kg. Sedangkan, pada sampel tanah
yang ditanami sayuran wortel memiliki kandungan rata-rata logam Zn total
terbesar yaitu 137,1457 mg/kg, selanjutnya tomat yaitu 135,7952 mg/kg, dan
terakhir kol yaitu 123,9485 mg/kg.
2. Persentase bioavailabilitas logam Cu terbesar terdapat pada jenis sampel tanah
yang ditanami tomat yaitu 36,03%, selanjutnya kol yaitu 26,94%, dan terakhir
wortel yaitu 26,03%. Persentase potensi bioavailabilitas tertinggi terdapat
pada tanah yang ditanami sayuran kol yaitu 44,65%, selanjutnya tomat yaitu
31,59%, dan terakhir wortel yaitu 27,73%. Persentase bioavailabilitas logam
Zn terbesar terdapat pada jenis sampel tanah yang ditanami tomat yaitu
31,34%, selanjutnya kol yaitu 30,67%, dan terakhir wortel yaitu 28,81%.
Persentase potensi bioavailabilitas tertinggi terdapat pada tanah yang ditanami
sayuran kol yaitu 39,07%, selanjutnya tomat yaitu 23,36%, dan terakhir wortel
yaitu 20,27%.
43
44
3. Kandungan rata-rata logam Cu dan Zn total terbesar dimiliki oleh pupuk TSP
yaitu 29,3413 mg/kg dan 186,2156 mg/kg, sedangkan pupuk NPK hanya
16,9527 mg/kg dan 168,3549 mg/kg.
5.2
Saran
Saran yang perlu untuk dilakukan untuk menyempurnakan skripsi ini yaitu
dilakukannya penelitian lanjut terhadap pengaruh bioavailabilitas dari logam berat
Cu dan Zn pada tanah ke makhluk hidup sekitarnya seperti tanaman. Selain itu
juga perlu dilakukannya penelitian lanjut terhadap pengaruh pestisida dan air yang
digunakan karena tidak hanya pupuk saja sebagai pengaruh utama keberadaan
logam berat pada tanah.
45
DAFTAR PUSTAKA
Alloway, B. J. 1995. Heavy Metals in Soil. Sydney: Univ. of Sydney Library.
Adawiah. 2013. Pengenalan Fungisida. Lampung: Jurusan Agroteknologi, FP,
UNILA.
Azis, Vina. 2007. Analisis Kandungan Sn, Zn, Dan Pb Dalam Kandungan Susu
Kental Manis Kemasan Kaleng Secara Spektrofotometer Serapan Atom.
Yogyakarta: Jurusan Ilmu Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia.
Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik,
Edisi keempat, Terjemahan Hadyana Pujaatmaka. Jakarta: EGC.
Cahyadi, A. 2000. Bioavailability Dan Spesiasi Logam Pb Dan Cu Pada Sedimen
Di Pelabuhan Benoa. Bukit Jimbaran: Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Dean, Y. 1996. Material Technology, First Edition. Singapore: Longman
Singapore Publisher.
Isnaini. 2006. Pertanian Organik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
John, D. A. and J. S Leventhal. 1995. Bioavailability Of Metal. Tersedia:
http://pubs.usgs.gov/of/1995/ofr-95-0831/CHAP2.pdf, diakses pada 3
Januari 2013.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Lahuddin, M., 2007. Aspek Unsur Mikro Dalam Kesuburan Tanah. Medan: USU
Press.
Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soil. John Wiley and Sons. New
York.
Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga Press.
45
46
Nopriani, Lenny Sri. 2011. Teknik Uji Cepat Untuk Identifikasi Pencemaran
Logam Berat Tanah Di Lahan Apel Batu. Malang: Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya.
Nugroho, B. 2001. Ekologi Mikroba Pada Tanah Terkontaminasi Logam Berat.
Bandung: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Orginawati, K. 2002. Konsep Ekotoksikologi Limbah B3 Dan Kesehatan.
Serpong: Diklat Pengelolaan Limbah B3.
Palar, Heryando. 1994. Pencemaran Dan Teksikologi Logam Berat. Jakarta:
Rineka Cipta.
Palar, Heryando. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta:
Rineka Cipta.
Parsa, I Ketut. 2001. Penentuan Kandungan Pb dan Penyebarannya Di Dalam
Tanah Pertanian Di Sekitar Jalan Raya Desa Kemenuh, Gianyar. Bukit
Jimbaran: Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Udayana.
Peter, M., Chapman et al.. 1996. International Harmonization Related to
Persistence and Bioavailability. Human and Ecological Risk Assessment
Volume 2, Nikel Development Institute.
Raharjo, Priyo. 2002. Studi Penentuan Logam Tembaga (Cu) Dan Seng (Zn) Pada
Tanaman Kedelai (Glycine Max [L] Merril) Secara Spektrofotometer
Serapan Atom Di Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah.
Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Redaksi Agromedia. 2008. Cara Praktis Membuat Kompos. Jakarta: Penerbit PT
Agromedia Pustaka.
Rioardi, 2009. Unsur Hara dalam Tanah (Makro dan Mikro). Tersedia:
http://rioardi.wordpress.com, diakses pada 3 Januari 2013.
Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta:
Kanisius.
Saeni, M.S. 1997. Penentuan Tingkat Pencemaran Logam Berat Dengan Analisis
Rambut. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor.
Sakina, Nabila Nailatus. 2012. Pencemaran Tanah Oleh Pupuk. Tersedia:
http://ilmuwanmuda.wordpress.com/pencemaran-tanah-oleh-pupuk/,
diakses pada 3 Januari 2013.
47
Sadiq, M. 1992. Toxic Metal Chemistry in Marine Environment. New York:
Marcel Dekker Inc.
Sagala, Anggiat. 2009. Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tomat (Solanum
licopersicum Mill.) Dengan Pemberian Unsur Hara Makro-Mikro Dan
Blotong. USU: USU Repository.
Saragih, Winda C. 2008. Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tomat (Solanum
licopersicum Mill.) Terhadap Pemberian Pupuk Phospat Dan Berbagai
Bahan Organik. USU: USU Repository.
Siaka, M., C. M. Owens, G. F. Birch. 2006. Evaluation of Some Digestion
Methods for the Determination of Heavy Metals in Sediment Samples by
Flame-AAS.
Tersedia:
http://193.146.160.29/gtb/sod/usu/$UBUG/repositorio/10321028Siaka.pdf
, diakses pada 3 Januari 2013.
Slamet, Soemirat, 2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: UGM Press.
Sudarmaji, dkk. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 Dan Dampaknya Terhadap
Kesehatan. Jurnal kesehatan lingkungan, Vol. 2, No.2.
Syahputra, R. 2004. Modul Pelatihan Instrumentasi AAS. Laboratorium
Instrumentasi Terpadu UII.
Utomo, Yudhi, dkk. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup untuk Sekolah
Menengah Atas Kelas XI Jilid 2. Malang: PPLH Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Malang.
Vogel. 1994. Qualitative Inorganik Analysis. Department of Chemistry Queens
University, Belfast, N Ireland.
Widaningrum, Miskiyah, dan Suismono. 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat
Dalam Sayuran Dan Alternatif Pencegahan Cemarannya. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian: Buletin Teknologi
Pascapanen Pertanian.
Widowati, W., dkk. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Widyastuty, Triesnie. 2006. Aplikasi Dolomit, Bahan Organik Dan Pupuk NPK
Pada Tanah Dicemari Cu: Keterkaitan Antara Sifat Kimia Tanah Dan
Ketersediaan Cu Dengan Bobot Kering Tomat. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Wilantari, Ni Made. 2012. Spsesiasi Dan Bioavailabilitas Logam Cu Dalam
Sedimen Di Pantai Sanur. Bukit Jimbaran: Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.
48
Yanthy, Kristina Indra. 2012. Spsesiasi Dan Bioavailabilitas Logam Tembaga
(Cu) Pada Berbagai Ukuran Partikel Sedimen Di Kawasan Pantai Sanur.
Bukit Jimbaran: Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.
49
LAMPIRAN 1
1.
Pembuatan Larutan HNO3 1%
HNO3 yang tersedia adalah HNO3 70%. Sedangkan pelarut yang digunakan adalah
HNO3 1% sebanyak 1000 mL.
M1= 70%, M2= 1%, V2= 1000 mL
M1 x V1 = M2 x V2
70% x V1 = 1% x 1000mL
V1= ( 1% x 1000 mL)/ 70% = 14,2857 mL
Dengan demikian maka diambil ± 14,3 mL HNO3 70% kemudian diencerkan
dengan aquades pada labu ukur 1000 mL sampai tanda batas.
2.
Pembuatan Larutan Standar Cu 100 ppm
Larutan standar Cu 100 ppm yang dibuat sebanyak 500 mL sehingga berat
CuSO4.5H2O yang harus di timbang adalah sebanyak:
𝐶𝑢 =
100
𝐵𝐴 𝐶𝑢
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐶𝑢𝑆𝑂4 . 5𝐻2 𝑂
×
𝐵𝑀 𝐶𝑢𝑆𝑂4 . 5𝐻2 𝑂
0.5𝐿
𝑚𝑔
63.55
𝑔
𝑚𝑜𝑙 × 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐶𝑢𝑆𝑂4 . 5𝐻2 𝑂
𝐿 = 249.55 𝑔
0.5𝐿
𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐶𝑢𝑆𝑂4 . 5𝐻2 𝑂 =
100
𝑚𝑔
𝐿 × 0.5𝐿
0.2547
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐶𝑢𝑆𝑂4 . 5𝐻2 𝑂 = 196.3093 𝑚𝑔 = 0.1963 𝑔
Jadi untuk membuat larutan standar Cu 100 ppmsebanyak 500 mL, ditimbang
0,1963 g CuSO4.5H2O, kemudian dilarutkan dengan aquades dan diencerkan
sampai volumenya menjadi 500 mL. Pembuatan larutan standar Cu 0, 1, 2, dan 4
ppm, dengan cara memipet sebanyak 0, 1, 2, dan 4 mL larutan induk Cu 100 ppm,
50
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan larutan
HNO3 1% sampai tanda batas.
3.
Pembuatan Larutan Standar Zn 1000 ppm
Larutan standar Zn 1000 ppm yang dibuat menggunakan labu ukur 50 mL
sehingga berat Zn(NO3)2.7H2O yang harus di timbang adalah sebanyak:
𝑍𝑛 =
1000
𝐵𝐴 𝑍𝑛
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 Zn(NO3 )2 . 7H2 O
×
𝐵𝑀 Zn(NO3 )2 . 7H2 O
0.05𝐿
𝑚𝑔
𝐿=
65.39
𝑔
𝑚𝑜𝑙 × 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 Zn(NO3 )2 . 7H2 O
𝑔
0.05𝐿
315.39 𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 Zn(NO3 )2 . 7H2 O =
1000
𝑚𝑔
𝐿 × 0.05𝐿
0.2073
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 Zn(NO3 )2 . 7H2 O = 241.1963 𝑚𝑔 = 0.2412 𝑔
Jadi untuk membuat larutan standar Zn 1000 ppm, ditimbang 0.2412 g
Zn(NO3)2.7H2O kemudian ditambahkan aquades ke dalam labu ukur 50 mL
sampai tanda batas. Selanjutnya, larutan baku Zn 10 ppm,
dibuat dengan
mengambil 1 mL larutan induk Zn 1000 ppm dan dimasukkan ke dalam labu ukur
100 mL, kemudian ditambahkan aquades sampai tanda batas. Larutan standar Zn
0; 0,5; 1; dan 2 ppm, dibuat dengan menggunakan pipet volume dan diambil 0; 5;
10; dan 20 mL larutan baku Zn 10 ppm ke dalam labu ukur 100 mL dan
diencerkan dengan larutan HNO3 1% sampai tanda batas.
51
Lampiran 2
Skema Penentuan Konsentrasi Total Cu dan Zn pada Sampel
1 g sampel
Tanah kering
+ 10 ml campuran
HNO3 dan HCl ( 3:1 )
Campuran
sampel
Didestruksi pada suhu
600C (45 menit)
Dipanaskan pada suhu
1400C (45 menit)
Filtrat
disaring
+ aquades 50 mL
Diukur dengan AAS
Absorbansi
Larutan
52
Lampiran 3
Skema Penentuan Konsentrasi Total Cu dan Zn dalam Pupuk
1 g sampel
pupuk
+ aquades sedikit
Larutan
sampel
+ HNO3 1% 25 mL
Absorbansi
Diukur dengan AAS
Larutan
53
Lampiran 4
Skema Ekstraksi dengan EDTA dan HCl
Sampel kering
Ditimbang 1 gram
+ 40 mL 0,05 M EDTA pH 6
Digojog (8 jam )
Disentrifugasi (15 menit)
Padat
Cair
Padat
+ aquades 50 mL
Diukur dengan AAS
Absorbansi
Ditimbang 1 gram
+ 20 mL 0,05 M HCl
Digojog (8 jam )
Disentrifugasi (15 menit)
Cair
+ aquades 50 mL
Diukur dengan AAS
Absorbansi
54
Lampiran 5
Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Cu
Konsentrasi larutan standar (ppm)
Absorbansi
0
1
2
4
0
0,1643
0,4217
0,7632
Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Zn
Konsentrasi larutan standar (ppm)
0
0,5
1
2
Absorbansi
0
0,1643
0,4296
0,7743
55
Lampiran 6
Penentuan Persamaan Regresi dari Standar Cu dan Zn
Persamaan regresi y = ax + b ; y = serapan larutan yang diukur
x = konsentrasi larutan yang diukur (mg/L)
a = tangen arah
b = intersep
X
0
1
2
4
∑=7
X =
=

y
0
0,1643
0,4217
0,7632
∑ = 1,3492
Xy
0
0,1643
0,8434
3,0528
∑ = 4,0605
x2
0
1
4
16
∑ = 21
y2
0
0,0269
0,1778
0,5825
∑ = 0,7872
xy 2
0
0,0269
0,7113
9,3195
∑ = 10,0577
x
n
7
= 1,75
4
Y = 0,3373
a =
=
n   xy  x 
n   x 2  x 
y
2
4  4,0605  7  1,3492
4  21  7 
2
= 0,1942
b = Y – aX
= 0,3373 – 0,1942 x 1,75
= -0,0026
Jadi, persamaan regresi larutan standar Cu adalah y = 0,1942x – 0,0026
56
X
0
0,5
1
2
∑ = 3,5
X =
=

y
0
0,1643
0,4296
0,7743
∑ = 1,3682
Xy
0
0,0822
0,4296
1,5486
∑ = 2,0604
x2
0
0,25
1
4
∑ = 5,25
y2
0
0,0270
0,1846
0,5996
∑ = 0,8112
xy 2
0
0,0068
0,1846
2,3982
∑ = 2,5896
x
n
3,5
= 0,875
4
Y = 0,3421
a =
=
n   xy  x 
y
n   x 2  x 
2
4  2,0604  3,5  1,3682
4  5,25  3,5
2
= 0,3946
b = Y – aX
= 0,3421 – 0,3946 x 0,875
= -0,0032
Jadi, persamaan regresi larutan standar Zn adalah y = 0,3946x – 0,0032
57
Lampiran 7
Perhitungan Persentase Bioavailabilitas Logam Cu dan Zn

Pada sampel tanah yang ditanami tomat mempunyai konsentrasi
bioavailabilitas logam Cu rata-rata yang tersekstraksi EDTA sebesar
33,5730 mg/kg dengan kandungan total rata-ratanya sebesar 49,6437
mg/kg, maka persentase bioavailabilitasnya menjadi:
=
=
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑟𝑎 𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎
𝑥 100%
33,5730mg / kg
x100%
49,6437mg / kg
= 67,62 %
Jadi, persentase bioavailabilitas pada sampel tanah yang ditanami tomat
adalah
67,62%.
Cara
ini
sama
untuk
perhitungan
persentase
bioavailabilitas Cu yang terekstraksi HCl dan logam Zn yang terekstraksi
EDTA dan HCl.
58
Lampiran 8
Data Berat Sampel dan Absorbansi Logam Cu dan Zn
1. Berat sampel tanah
Sampel tanah
yang ditanami
sayuran
TOMAT
I
II
III
1,0001
1,0002
1,0005
KOL
1,0003
1,0004
1,0003
WORTEL
1,0002
1,0001
1,0003
Berat (gram)
2. Absorbansi logam Cu total pada tanah
Sampel tanah
yang ditanami
sayuran
Absorbansi
I
0,1991
TOMAT
0,1467
KOL
0,1591
WORTEL
II
III
0,1889
0,1828
0,1449
0,1557
0,1561
0,1660
3. Absorbansi logam Zn total pada tanah
Sampel tanah
yang ditanami
sayuran
TOMAT
I
II
III
0,2153
0,2481
0,1701
KOL
0,1914
0,1771
0,2090
WORTEL
0,1984
0,2505
0,1910
NPK
I
1,0002
Berat (gram)
II
1,0005
III
1,0003
TSP
1,0001
1,0004
1,0005
Absorbansi
4. Berat sampel pupuk
Sampel pupuk
59
5. Absorbansi logam Cu pada pupuk
NPK
I
0,0588
Absorbansi
II
0,0694
III
0,0616
TSP
0,1096
0,1080
0,1166
NPK
I
0,2630
Absorbansi
II
0,2644
III
0,2604
TSP
0,2905
0,2902
0,2918
Sampel pupuk
6. Absorbansi logam Zn pada pupuk
Sampel pupuk
7. Absorbansi bioavailabilitas logam Cu pada tanah
Sampel tanah yang
ditanami sayuran
TOMAT
KOL
WORTEL
Pereaksi
EDTA
HCl
EDTA
HCl
EDTA
HCl
Absorbansi
I
II
III
0,1221
0,0647
0,1031
0,0415
0,0779
0,0331
0,1257
0,0726
0,1140
0,0362
0,0937
0,0454
0,1357
0,0634
0,1009
0,0407
0,0835
0,0446
8. Absorbansi bioavailabilitas logam Zn pada tanah
Sampel tanah yang
ditanami sayuran
TOMAT
KOL
WORTEL
Pereaksi
EDTA
HCl
EDTA
HCl
EDTA
HCl
Absorbansi
I
II
III
0,6430
0,3385
0,6729
0,3618
0,5730
0,2664
0,7070
0,4863
0,6660
0,2166
0,6918
0,4078
0,3995
0,1733
0,6987
0,3124
0,3194
0,2519
60
Lampiran 9
Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Pengambilan sampel
Gambar 2. Ultrasonic bath
Gambar 3. Sampel tanah dan pupuk
Gambar 4. Larutan sampel
61
CURRICULUM VITAE
Penulis bernama I Putu Meda Parmiko,
lahir
di
Jembrana
pada
tanggal
15
November 1991. Riwayat pendidikan penulis
yaitu, tamat di TK EKADASI pada tahun
1997, SDK ANUGERAH pada tahun 2003,
SMP Negeri 3 Mengwi pada tahun 2006,
dan di SMA Negeri 1 Mengwi pada tahun
2009. Pada waktu SMA, penulis sangat
menyukai kimia dan pernah mengikuti
lomba-lomba seperti olimpiade di daerah maupun di universitas. Tetapi, sangat
disayangkan penulis belum mendapatkan hasil yang maksimal dari mengikuti
lomba-lomba tersebut. Kemudian penulis melanjutkan kuliah di Universitas
Udayana. Penulis masuk di universitas ini lewat SNMPTN dan sebelumnya
sudah lulus tes di Akademi Farmasi Saraswati Denpasar. Pada waktu daftar
SMPTN penulis memilih Jurusan Farmasi dan Jurusan Kimia. Akhirnya
penulis lulus SNMPTN dengan pilihan Jurusan Kimia dan masuk kuliah di
Universitas Udayana. Seiring berjalannya waktu, penulis akhirnya melewati
sidang UP (TA I) pada tanggal 31 Januari 2013 dan sidang skripsi (TA II)
pada tanggal 2 Juli 2013. Pada waktu sidang skripsi penulis dinyatakan
lulus. Akhir kata penulis sangat berterima kasih kepada semua yang sudah
membantu penulis dari awal sampai sekarang ini, terutama keluarga penulis,
teman-teman seperjuangan, dan pihak-pihak yang turut membantu penulis.
61
Download