PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN TONGKOL TERHADAP

advertisement
PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN TONGKOL TERHADAP
KADAR PROTEIN, KEKERASAN DAN DAYA TERIMA BISKUIT
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
LIYA LISTIANA
J310120084
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
HALAMAN PERSETUJUAN
PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN TONGKOL TERHADAP
KADAR PROTEIN, KEKERASAN DAN DAYA TERIMA BISKUIT
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
LIYA LISTIANA
J 310 120 084
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
(Fitriana Mustikaningrum, S.Gz, M.Sc)
NIK. 100.1610
(Rusdin Rauf, S.TP, MP)
NIK. 110.1634
i
HALAMAN PENGESAHAN
PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN TONGKOL TERHADAP
KADAR PROTEIN, KEKERASAN DAN DAYA TERIMA BISKUIT
OLEH
LIYA LISTIANA
J 310 120 084
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Kamis, 22 September 2016
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Rusdin Rauf, S.TP, MP
(
)
(
)
(
)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Eni Purwani, S.Si, M.Si
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Dyah Intan Puspitasari, S.Gz, M.Nutr
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Dr. Suwadji, M.Kes
NIP/NIDN.195311231983031002/00-2311-5301
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Naskah Publikasi ini adalah hasil
pekerjaan saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi atau Lembaga lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak
diterbitkan sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.
Apabila kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam
pernyataan saya diatas, maka saya akan bertanggungjawab sepenuhnya.
Surakarta, Oktober 2016
Penulis
LIYA LISTIANA
J 310 120 084
iii
PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN TONGKOL TERHADAP
KADAR PROTEIN, KEKERASAN DAN DAYA TERIMA BISKUIT
Abstrak
Pengolahan tepung ikan merupakan salah satu upaya diversifikasi hasil olahan
perikanan yang memiliki keunggulan antara lain mempunyai masa simpan lebih lama,
lebih praktis dalam proses distribusi dan lebih fleksibel pemanfaatannya untuk diolah
menjadi produk pangan yang digemari masyarakat seperti biskuit. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap kadar
protein, kekerasan daya terima biskuit. Penelitian dilakukan dengan substitusi tepung
ikan tongkol pada pembuatan biskuit dengan variasi konsentrasi yaitu 0%, 10%, 15%
dan 20%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung ikan
tongkol terhadap kadar protein, kekerasan daya terima biskuit. Kadar protein tertinggi
diberikan oleh biskuit dengan substitusi 20% yaitu 15,17%. Hasil uji tingkat kekerasan
diperoleh nilai tertinggi pada biskuit dengan substitusi tepung ikan tongkol 0% yaitu
4812,2 g. Daya terima tertinggi ditunjukkan oleh biskuit substitusi tepung ikan tongkol
0%, diikuti oleh 15%.
Kata kunci: biskuit, daya terima, kekerasan, protein, tepung ikan tongkol
Abstract
Fish flour processing is one effort to diversify the processed of fisheries that has
advantages such as having a longer shelf life, more practical in the distribution process
and more flexible utilization to be processed into food products that are popular with the
public, for example biscuits. The purpose of the research was to evaluate the effect of
tuna flour subtitution on protein, hardness and acceptance level of biscuits. The research
was conducted by subtituting of tuna flour at various concentrations, which were 0%,
10%, 15% and 20%. The results showed that there was effect of tuna flour substitution
on protein, hardness and acceptance level of biscuits. The highest level of protein was
given by biscuits with subtitution of 20%, was 15,17% protein. The biscuit with 0%
indicated the biggest level of hardness was 4812,2 g. The highes level of biscuit
acceptance revealed by 0% subtitution of tuna flour, followed by 15%.
Keywords: biscuit, acceptance, hardness, protein, tuna flour
1. PENDAHULUAN
Masalah gizi merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia. Menurut Kemenkes RI (2016) terdapat 34,2% balita di Indonesia memiliki
asupan protein rendah pada tahun 2014. Rendahnya asupan protein ini berdampak pada gangguan
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, penumpukan cairan di dalam jaringan (edema), kekebalan
tubuh menurun, gangguan absorbsi dan transportasi zat gizi (Almatsier, 2004). Masalah ini perlu
segera diatasi dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh negara Indonesia.
Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui peningkatan komsumsi ikan sebagai sumber
protein. Hal ini didukung oleh produksi ikan di Indonesia yang cukup tinggi pada tahun 2015
1
mencapai lebih dari 14,79 juta ton (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016), selain itu harga
ikan lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Salah satu ikan yang banyak
ditemukan di Indonesia adalah ikan tongkol (Euthynnus affinis C.) dimana produksinya pada tahun
2010 mencapai 117.941 ton dan termasuk peringkat ke sepuluh, lebih tinggi dari produksi perikanan
tangkap ikan kakap merah, ikan tenggiri, ikan madidihang, ikan pepetek dan ikan kakap putih
(Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2011). Tingginya produksi ikan di Indonesia, tidak diikuti
dengan tingkat konsumsinya. Rata-rata konsumsi ikan di Indonesia pada tahun 2015 masih
tergolong rendah yaitu sebesar 41,11 kilogram per kapita per tahun (Kementrian Kelautan Dan
Perikanan, 2016).
Pengolahan tepung ikan merupakan salah satu bentuk penganekaragaman hasil olahan
perikanan dan termasuk produk olahan setengah jadi yang dapat ditambahkan pada pembuatan
suatu produk (Mervina dkk., 2012). Pemanfaatan tepung ikan ini dapat mendukung upaya
pemerintah untuk meningkatkan konsumsi ikan pada masyarakat dengan membiasakan rasa ikan
sejak usia dini. Tepung memiliki beberapa keunggulan antara lain, mempunyai masa simpan lebih
lama, lebih praktis dalam proses distribusi dan lebih fleksibel pemanfaatannya untuk diolah menjadi
berbagai produk pangan yang digemari masyarakat (Rauf dan Sarbini, 2015), seperti biskuit.
Terdapat empat faktor yang menentukan kualitas biskuit, yaitu penampakan, flavor, tekstur
dan nutrisi produk tersebut (Phadungath, 2007). Penambahan tepung ikan tongkol dalam pembuatan
biskuit dapat meningkatkan nilai gizi, yaitu protein. Menurut Direktorat Hasil Ikan Olahan (2007)
ikan tongkol mengandung protein yang tinggi sebesar 26 gram lebih tinggi dibandingkan ikan
bandeng (20 gram), ikan lele (17,7 gram), ikan mas (16 gram), ikan gabus (20 gram), danikan
kembung (22 gram). Sedangkan tepung ikan tongkol mengandung kadar protein yang lebih tinggi
sebesar 67,47% (Ilza, 2013).
Karakteristik fisik seperti kekerasan (hardness) dapat mempengaruhi bentuk fisik, tekstur,
penampakan dan kerenyahan secara organoleptik pada biskuit (Wenzhao dkk., 2013). Kekerasan
biskuit dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya. Sedangkan komponen
yang sangat berperan terhadap kekerasan biskuit adalah kandungan protein pembentuk gluten,
lemak dan gula. Kadar protein pada tepung berpengaruh pada kekerasan biskuit, semakin tinggi
kadar protein semakin keras tekstur biskuit karena sifat hidrofilik pada tepung dapat menyerap air
yang mengakibatkan tingkat kekerasan biskuit tinggi (Dahrul dkk., 2008).
Kualitas biskuit, selain dinilai dari nilai gizi dan sifat fisik juga bisa dinilai dengan penilaian
organoleptik. Salah satu penilaian organoleptik adalah uji hedonik atau uji kesukaan. Uji kesukaan
biasanya dilakukan oleh panelis untuk menilai suka atau tidaknya produk yang dihasilkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung ikan tongkol
terhadap kadar protein, kekerasan daya terima biskuit.
2
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menurut jenisnya adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap kadar protein, kekerasan dan daya
terima biskuit. Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga variasi
substitusi tepung daging ikan tongkol dan satu variabel kontrol. Pembuatan tepung ikan tongkol
mengikuti prosedur Ilza (2013) dengan sedikit modifikasi, formula dan pembuatan biskuit
mengikuti prosedur Umar (2013), analisis kadar protein mengikuti prosedur AOAC (2005) dan uji
tingkat kekerasan mengikuti prosedur Choy., dkk (2010). Uji daya terima dilakukan oleh panelis
agak terlatih sebanyak 25 orang yaitu mahasiswa jurusan Ilmu Gizi Universitas Muhammadiyah
Surakarta yang sudah mendapat mata kuliah atau praktik Ilmu Teknologi Pangan. Analisis data
menggunakan Analisis Varians (Anova) satu arah, Apabila ada pengaruh pada setiap perlakuan
terhadap kadar protein, kekerasan dan daya terima maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple
Range Test (DMRT). Data disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan narasi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kadar Protein
Secara statistik hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung ikan
tongkol terhadap kadar protein biskuit dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Hasil analisa kadar
protein biskuit substitusi tepung ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 1.
Kadar Protein (%)
20
15,17±0,12d
15
11,47±0,51b
10
12,78±0,74c
8,67±0,06a
5
0%
10%
15%
20%
Tepung Ikan Tongkol
Gambar 1. Kadar Protein Biskuit Dengan Substitusi Tepung Ikan Tongkol
Berdasarkan Gambar 1, analisa kadar protein biskuit substitusi tepung ikan tongkol
berada pada kisaran 11,47% sampai 15,17% dan menunjukkan beda nyata pada setiap
perlakuan. Semakin besar substitusi tepung ikan tongkol, semakin tinggi kadar protein
biskuit. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pang dkk., (2013) yang
3
menyatakan bahwa semakin tinggi substitusi tepung ikan tongkol maka semakin tinggi kadar
protein mi ikan tongkol yaitu sebesar 11,20%-18,26%.
Peningkatan kadar protein pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh kandungan protein
pada bahan dasar yang digunakan dimana kandungan protein tepung ikan lebih tinggi
dibandingkan dengan tepung terigu. Menurut Direktorat Hasil Olahan Ikan (2007) ikan
tongkol mengandung protein sebesar 26 gram per 100 gram dan apabila diolah menjadi
tepung mengandung kadar protein sebesar 67,47 gram per 100 gram (Ilza, 2013). Sedangkan
kandungan protein pada tepung terigu menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (2005) sebesar 8,9%.
Berdasarkan SNI (2011), persyaratan standar mutu biskuit secara umum nilai kadar
protein minimal 5% dan nilai kadar protein pada biskuit dengan substitusi tepung ikan
tongkol sebesar 11,47%-15,17% sehingga biskuit substitusi tepung ikan tongkol telah
memenuhi syarat SNI. BPOM (2004) yang menyatakan makanan dapat dikatakan sebagai
sumber protein yang sangat baik bila mengandung sedikitnya 20% dari Angka Kecukupan
Gizi per saji. Apabila AKG untuk balita yang digunakan adalah AKG untuk anak usia 4-6
tahun maka 20% dari 35 gram protein adalah 7 gram protein yang harus dipenuhi dari sajian.
Biskuit substitusi tepung ikan tongkol 15% mempunyai kadar protein sebesar 12,78 gram
per 100 gram sajian. Untuk memenuhi kriteria berprotein tinggi, jumlah biskuit yang
dikonsumsi adalah 54,77 gram per hari untuk balita.
3.2 Tingkat Kekerasan
Secara statistik, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung
ikan tongkol terhadap tingkat kekerasan biskuit dengan nilai p=0,036 (p<0,05). Hasil analisis
Tingkat Kekerasan (g)
tingkat kekerasan biskuit substitusi tepung ikan tongkol disajikan pada Gambar 2.
5000
4812,20±261,68b
4421,50±590,02b
4184,20±280,64ab
4000
3521,20±830,79a
3000
2000
1000
0
0%
10%
15%
20%
Tepung Ikan Tongkol
Gambar 2. Tingkat Kekerasan Biskuit Dengan Substitusi Tepung Ikan Tongkol
4
Gambar 2, menunjukkan bahwa tingkat kekerasan tertinggi diberikan pada biskuit
dengan substitusi tepung ikan tongkol 0%. Tingkat kekerasan pada perlakuan 10% dan 15%
tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0% sedangkan 15% dengan 20% juga tidak berbeda
nyata. Tingkat kekerasan (hardness) termasuk karakter fisik yang memiliki peran penting
terhadap penerimaan biskuit. Tingkat kekerasan biskuit ditentukan dari jenis tepung yang
digunakan, semakin tinggi substitusi tepung ikan tongkol, semakin rendah nilai kekerasan
biskuit.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur biskuit ditentukan oleh bahanbahan yang digunakan yaitu kadar protein tepung terigu. Semakin tinggi kadar protein pada
tepung terigu maka akan mempengaruhi tekstur pada biskuit menjadi lebih keras serta
jumlah lemak yang digunakan akan mempengaruhi tekstur biskuit menjadi lebih lembut
(Dahrul dkk, 2008).
Semakin tinggi substitusi tepung ikan tongkol menyebabkan semakin berkurangnya
proporsi gluten yang berperan penting dalam membentuk tekstur biskuit. Tepung ikan
tongkol mengandung protein yang tinggi tetapi dari kandungan tersebut tidak terdapat gluten
seperti halnya pada tepung terigu. Protein pada ikan terdiri dari tiga komponen utama yaitu
miofibril, sarkoplasma dan stroma. Protein miofibril terdiri dari miosin, aktin dan gabungan
aktin dan miosin yang membentuk aktomiosin yang sangat berperan dalam pembentukan gel
(Nugroho, 2006). Menurut Suhardi (2007), protein ikan dapat menyebabkan terjadinya
absorbsi air sehingga mengurangi penguapan air pada produk.
Menurut penelitian Ilza (2013) kandungan lemak pada tepung ikan tongkol sebesar
7,57% sedangkan kandungan lemak pada tepung terigu yang digunakan sebesar 2%.
Kandungan lemak tepung ikan tongkol yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan
kandungan lemak pada biskuit substitusi tepung ikan tongkol.
Tingkat kekerasan yang rendah dapat disebabkan oleh kandungan lemak. Lemak
dapat membentuk suatu kompleks dengan amilosa yang dapat menurunkan derajat
pengembangan, namun perbandingan lemak dengan amilosa yang semakin tinggi
menyebabkan kekerasan menurun karena semakin banyak lemak yang tidak membentuk
kompleks dengan amilosa. Lemak yang tidak membentuk kompleks dengan amilosa ini
menyebabkan produk menjadi tidak keras (Pitrawati, 2008).
3.3 Daya Terima
Secara statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung ikan tongkol
terhadap daya terima (warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan). Hasil uji daya terima
biskuit substitusi tepung ikan tongkol dapat dilihatTabel 3.
5
Tabel 1. Daya Terima Biskuit Dengan Substitusi Tepung Ikan Tongkol
Substitusi
Tepung
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Keseluruhan
Ikan
Tongkol
4,56±0,50c
4,44±0,50c
4,48±0,51d
4,36±0,49c
4,48±0,51c
0%
b
b
c
b
3,68±0,69
3,32±0,69
3,52±0,82
4,00±0,50
3,72±0,67b
10%
3,36±0,70b
3,04±0,53b
3,00±0,70b
3,72±0,45ab
3,40±0,57b
15%
2,72±0,54a
2,40±0,70a
2,56±0,65a
3,64±0,70a
2,72±0,61a
20%
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
Nilai p
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada hasil analisis uji Duncan
Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung ikan tongkol
terhadap warna biskuit. perlakuan substitusi tepung ikan tongkol 10% dan 15% tidak
memberikan pengaruh yang nyata. Semakin tinggi tepung ikan tongkol yang ditambahkan ke
dalam formulasi biskuit maka warna biskuit yang dihasilkan menjadi lebih gelap. Warna coklat
pada biskuit disebabkan oleh tepung ikan tongkol yang berwarna coklat muda. Rendahnya skor
daya terima warna sesuai dengan penelitian Mervina (2009). Tepung ikan menyebabkan warna
biskuit menjadi gelap karena terjadi reaksi Maillard, yaitu reaksi pencoklatan non
enzimatisyang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amin bebas dari
asam amino atau protein (Prangdimurti, 2007).
Tabel 1, menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap
aroma biskuit. perlakuan substitusi tepung ikan tongkol 10% dan 15% tidak memberikan
pengaruh yang nyata. Semakin tinggi substitusi tepung ikan tongkol menyebabkan semakin
rendah daya terima terhadap aroma, yang ditimbulkan dari aroma khas ikan yang amis. Hal ini
sesuai dengan penelitian Imandira dan Ayustaningwarno (2013) substitusi tepung daging ikan
lele dumbo yang tinggi dapat menyebabkan aroma amis yang relatif tajam.
Tabel 1, menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap rasa
biskuit. Semakin tinggi substitusi tepung ikan tongkol menyebabkan semakin rendah daya
terima terhadap rasa. Hal ini sesuai dengan penelitian Asmoro dkk., (2012) yaitu semakin
tinggi konsentrasi tepung ikan teri nasi yang ditambahkan ke dalam formulasi biskuit, maka
daya terima terhadap rasa semakin rendah. Dari segi panelis, panelis belum terbiasa dengan
biskuit yang mempunyai rasa ikan yang terlalu dominan karena produk biskuit ikan belum
beredar luas di kalangan masyarakat.
Hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 1, bahwa substitusi tepung ikan tongkol
memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya terima tekstur biskuit. Semakin tinggi
substitusi tepung ikan tongkol menyebabkan semakin rendah daya terima terhadap tekstur.
Salah satu yang mempengaruhi tekstur adalah kandungan gluten pada bahan pembuatan biskuit.
6
Tepung ikan tongkol tidak mengandung gluten yang merupakan komponen sangat penting
dalam proses adonan yang akan mempengaruhi tekstur biskuit. Hal ini sesuai dengan penelitian
Murni (2011) yang menyatakan semakin rendah substitusi tepung ikan lele maka tekstur biskuit
semakin kurang diterima oleh panelis.
Pada Variabel keseluruhan tampak substitusi tepung ikan tongkol memberikan pengaruh
yang nyata terhadap uji daya terima keseluruhan biskuit. Penelitian ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi substitusi tepung ikan tongkol semakin rendah daya terima terhadap
keseluruhan biskuit. Aroma khas ikan yang amis dan rasa sangat mempengaruhi daya terima
panelis, namun daya terima biskuit substitusi tepung ikan tongkol 15% secara keseluruhan
tidak berbeda nyata dengan 10%. Selain itu, kadar protein biskuit substitusi tepung ikan
tongkol 15% sebesar 12,78% dan mempunyai tingkat kekerasan yang tidak berbeda nyata
dengan biskuit terigu. Sehingga formulasi substitusi tepung ikan tongkol sebanyak 15% dapat
dijadikan acuan dalam pembuatan produk biskuit.
4. PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah substitusi tepung ikan tongkol memberikan pengaruh
secara nyata terhadap kadar protein, tingkat kekerasan dan daya terima biskuit.
Saran
Pembuatan biskuit dengan substitusi ikan tongkol dapat menggunakan substitusi 15%.
Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai perlakuan yang dapat mengurangi warna
gelap dan aroma amis khas ikan pada tepung ikan tongkol.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 2005. Official Methods Of Analysis Association Of Analytical Chemist 29th
Adition.Gaiiithersburg, MD.
Asmoro, LC. Kumalaningsih, S. Mulyadi, AF. 2012. Karakteristik Organoleptik Biskuit Dengan
Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.). Universitas Brawijaya. Malang
Choy, A. Hughes, JG. Small, DM. 2010. The Effect of Microbial Transglutaminase, Sodium Steroyl
Lactylate and Water on The Quality of Instan Fried Noodles. Journal Of Food Chemistry
122:957-964
Dahrul, S. Anggita, WR. 2008. Kajian Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipmoea Batatas L.) Dengan
Karakteristik Tekstur Meenyerupai Cookies Keladi. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan. IPB. Bogor
Direktorat Ikan Hasil Olahan. 2007. Gerakan Masyarakat Gemar Ikan. Direktorat Bina Gizi.
Jakarta
7
Hardoko. S. Putri, Y. Puspitasari, YE. 2015. Substitusi Jantung Pisang Dalam Pembuatan Abon
Dari Pindang Ikan Tongkol. Jurnal Perikanan Dan Kelautan. Universitas Brawijaya
Hasanah. 2015. Pemanfaatan Daun Kelor (Moringa oleifera) Sebagai Bahan Campuran Nugget
Ikan Tongkol Euthynus affinis C.). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta
Ilza, M. 2013. Produksi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Sebagai Bahan Baku Tepung Ikan
Pangan (Fish Flour). ISSN : 0126-4265. 33 (2)
Imandira, PAN., dan F. Ayustaningwarno. 2013. Pengaruh Substitusi Tepung Daging Ikan Lele
Dumbo dan Tepung Ubi Jalar Kuning terhadap Kandungan Zat Gizi dan Penerimaan
Biskuit Balita Tinggi Protein dan Β-karoten. Noutrition College 2(1): 195-211.
Kementrian Kelautan Dan Perikanan. 2011. Analisis Data Kelautan Dan Perikanan. Departemen
Kelautan Dan Perikanan. Jakarta
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2016. Konsumsi Ikan Dan Penyediaan Ikan Untuk Konsumsi.
Diakses : 13 Agustus 2016. http://www.wpi.kkp.go.id/index.php/berita/136-konsumsiikan-dan-penyediaan-ikan
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan
Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang. Direktorat Bina Gizi. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI. 2016. Situasi Gizi Di Indonesia. Pusat Data Dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. ISSN : 2442-7659
Mervina. 2011. Formulasi Biskuit Dengan Substitusi Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Dan Isolat Protein Kedelai (glycine max) Sebagai Makanan Potensial Untuk Anak Balita
Gizi Kurang. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Murni, Mustika. 2011. Pengaruh Proporsi Tepung Terigu:Daging Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Dan Penambahan Mentega Putih Terhadap Kualitas Biskuit Crackers. Berita Litbang
Industri
Nugroho. 2006. Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek (Leiognathus sp.) Dan Ubi Jalar Putih
(Ipomea batatas L.) Untuk Substitusi Parsial Tepung Terigu Dalam Pembuatan Biskuit.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Pang, CJ. Noerhartati, E. Rejeki, FS. 2013. Optimasi Proses Pengolahan Mi Ikan Tongkol. Fakultas
Teknik. Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya
Pitrawati, R. 2008. Sifat Fisik dan Organoleptik Snack Ekstuksi Berbahan Baku Grits Jagung yang
Disubstitusi dengan Tepung Putih Telur. Skripsi Fakultas Peternakan. IPB. Bogor
Prangdimurti. 2007. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Pangan. Intitut Pertanian Bogor.
Bogor
Rauf, R dan Sarbini, D. 2015. Daya Serap Air Sebagai Acuan Untuk Menentukan Volume Air
Dalam Pembuatan Adonan Roti Dari Campuran Tepung Terigu Dan Tepung Singkong.
Agritech. UMS
8
Sanger, G. 2010. Mutu Kesegaran Ikan Tongkol selama Penyimpanan Dingin. Warta WIPTEK.
35 : 1-2.
Standar Nasional Indonesia. 2011. Syarat Dan Mutu Biskuit. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta
Suhardi. 2007. Pengembangan Sumber Belajar Biologi. FMIPA UNY. Yogyakarta
Umar,
M. 2015. Studi Pembuatan Biskuit Dengan Substitusi
(Ophiocephalusstriatus. Universitas Hasannudin. Makassar
9
Tepung
Ikan
Gabus
Download