BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus
yaitu parasit Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus),
virus Herpes Simplex (HSV1 – HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang
dampak klinisnya lebih terbatas (misalnya Measles, Varicella, Echovirus,
Mumps, Vassinia, Polio dan Coxsackie-B). Penyakit TORCH ini dikenal
karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang bisa menyerang
siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita.
Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan
pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam. Infeksi
TORCH juga dapat menyerang semua jaringan organ tubuh, termasuk sistem
saraf pusat dan perifeir yang mengendalikan fungsi gerak, penglihatan,
pendengaran, sistem kadiovaskuler serta metabolisma tubuh (Wordpres, 2012).
Di Indonesia, kasus toksoplasmosis pada manusia berkisar antara 43
kasus (88%) sedangkan pada hewan berkisar antara 6 kasus ( 70%). Pada masa
lalu, toksoplasmosis dinyatakan hanya dapat mengakibatkan gejala klinis pada
individu yang memiliki sistem imun yang lemah . Namun bukti-bukti yang ada
dewasa ini memperlihatkan bahwa pada individu yang imunokompeten (sistem
imun dapat berespon optimal) juga dapat menunjukkan gejala klinis . Hat ini
disebabkan patogenitas Toxoplasma gondii sangat variatif, tergantung klonet
atau tipenya. Klonet atau tipe T. gondii terkait dengan struktur populasi klonal
1
2
berdasar homologi dan kekerabatan genetiknya . Masing-masing tipe memiliki
kemampuan merusak, memodulasi sistem imun inang dan kemampuan
menghindar (evasi) dari sistem imun inang yang berbedabeda . Hal tersebut
berdampak
pada
perbedaan
karakter
biologis,
patogenitas
dan
imunopatogenesis serta implikasi klinik dari perbedaan imunopatogenesis yang
akan dibahas pada tulisan ini (Subekti, 2008).
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis klasik yang dapat
dijumpai hampir di seluruh dunia. Menurut data WHO(word helt
organisation),
diketahui
sekitar
300
juta
orang
(0,8%)
menderita
toxoplasmosis. Penyakit ini dapat menyerang manusia dan berbagai jenis
mamalia, termasuk hewan kesayangan serta satwa eksotik. Toxoplasmosis juga
memiliki dampak ekonomis yang penting karena dapat menimbulkan gangguan
pertumbuhan dan fertilitas, termasuk abortus. Hingga saat ini, toxoplasmosis
masih banyak menjadi perhatian karena penyakit ini dapat ditularkan dari
hewan ke manusia melalui sista di dalam daging, sayuran, dan buah-buahan,
serta air yang tercemar oosista infektif. “Pada wanita hamil yang mengalami
infeksi primer pada kehamilan trisemester pertama dapat mengakibatkan
keguguran dan juga kelainan pada janin, seperti hidrosefalus, mikrosefalus,
anesefalus, serta bisa mengakibatkan retardasi mental, retinokorioditis, dan
kebutaan,” dan toxoplasmosis dapat juga mengakibatkan cacat seumur hidup,
kematian pada bayi, bahkan menjadi fatal bagi pengidap HIV. Gejala
toxoplasmosis dapat berlangsung selama beberapa minggu hingga akhirnya
berkurang, Tanda-tandanya dapat berupa lesu, sakit kepala, nyeri otot-sendi,
3
disertai demam. Dalam pidato yang berjudul “Biologi Molekuler Toxoplasma
dan Aplikasinya pada Penanggulangan Toxoplasma”, dituturkan Wayan bahwa
penyakit ini terkadang kurang diperhatikan karena gejala klinis yang muncul
mirip dengan penyakit lain, misalnya flu. Kecurigaan terhadap penyakit ini
baru timbul jika gejala klinis diertai dengan pembesaran kelenjar limfe. Karena
tingginya prevalensi penyakit ini di masyarakat, perlu dikembangkan berbagai
upaya diagnosis dini dan pencegahan, baik pada manusia maupun hewan
(Siswanto, 2010)
Berdasarkan data prevalensi toxoplasmosis, sebagian besar penduduk
Indonesia pernah terinfeksi parasit toxoplasma gondii. Pemeriksaan antibodi
pada donor darah di Jakarta memperlihatkan 60% di antaranya mengandung
antibodi terhadap parasit tersebut. Penyebaran toxoplasmosis dapat disebabkan
oleh pola hidup yang kurang higienis, seperti tidak mencuci tangan sebelum
makan dan makan daging setengah matang yang tanpa disadari mengandung
sista. Pemberian obat, seperti sulfonamide dan pyrimethamine, dapat
membunuh toxoplasma pada stadium takizoit. Namun, pengobatan tersebut
tidak efektif pada stadium bradizoit. “Selain itu, obat-obat tersebut bersifat
toksik sehingga tidak disarankan untuk digunakan dalam jangka waktu lama.
Lebih lanjut disampaikannya bahwa pencegahan merupakan faktor utama
dalam mengurangi prevalensi toxoplasma pada manusia. Untuk menghindari
penularan toxoplasma melalui oosit infektif dapat dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain, selalu menjaga kebersihan hewan kesayangan (kucing
diketahui sebagai induk semang definitif toxoplasma), tidak memberikan
4
daging mentah pada kucing piaraan, dan mencuci buah serta sayur sebelum
dikonsumsi. Sementara itu, untuk mencegah penularan toxoplasma melalui
sista dapat dilakukan dengan mencuci daging sebelum dimasak dan
mengurangi mengonsumsi daging setengah matang. Risiko toxoplasma
individu sangat tergantung pada imunitas seseorang, bahkan sangat bervariasi
sesuai dengan situasi. Salah satu misalnya adalah ibu hamil yang telah imun
sebelum konsepsi, tidak mempunyai risiko toxoplasma terhadap fetus yang
dikandung. Akan tetapi, beberapa individu yang immunocompromise berisiko
bila terjadi reinfeksi toxoplasma. “Oleh sebab itu, pencegahan congenital
toxoplasma dapat dicapai melalui promosi kesehatan dibanding dengan
program screening antenatal,” tutur peraih British Council Research Awards ini
(Kurniawan, 2008).
Parasit ini biasanya menggunakan hewan kucing sebagai inang
utamanya di samping hewan-hewan herbivora, karnivora, omnivora termasuk
mamalia dan burung yang mungkin juga terinfeksi. Secara geografis, umumnya
infeksi terjadi pada daerah beriklim hangat dan jarang-jarang pada beriklim
dingin atau pegunungan. Hasil penelitian Sayoga melaporkan, dari 288 ibu
hamil yang diperiksa, angka kejadian ibu hamil yang di dalam darahnya positif
terinfeksi toxoplasma adalah 14,25%. Dari ibu-ibu yang terinveksi itu
didapatkan, 4 persalinan prematur dan 1 kasus dengan kelainan saat lahir. Hasil
survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan Hartono pada 1995 menemukan
angka prevalensi zat anti terhadap toxoplasma pada wanita-wanita hamil
sebesar 60,01%. "Sedangkan jumlah penderita penyakit pada hewan-hewan
5
yang hidupnya dekat dengan manusia dagingnya dikonsumsi manusia
menunjukkan angka prevalensi
yang cukup tinggi yakni 15-75 %
(Koesharyono, 2009).
Berdasarkan data yang di dapatkan dari Dinkes Provinsi Aceh jumlah
pasangan Usia subur sebanyak 693.603 orang. Sedangkan data yang di dapat di
Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh sebanyak 480 orang pasangan usia
subur yang ada di desa Peuniti. Peneliti juga melakukan survey kepada
pasangan usia subur yang ada di desa peuniti pada tanggal 1 September 2013
yang menyimpulkan bahwa dari 10 orang Pasangan Usia Subur yang di
wawancarai dan memiliki hewan peliharaan dimana 7 orang diantaranya
diketahui sangaat kurang dalam menjaga kebersihan hewan peliharaan dan
kurangnya menjaga kebersihan diri seperti mencuci tangan setelah kontak
dengan hewan peliharaan yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi
toxoplasma sedangkan 3 orang lainnya diketahui menjaga kebersihan hewan
peliharaan dan menjaga kebersihan diri seperti mencuci tangan setelah kontak
dengan hewan peliharaan
Berdasarkan permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melihat lebih
jauh “Gambaran Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang Infeksi
Toxoplasma Gondii Di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda
Aceh”.
6
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah
Gambaran Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang Infeksi Toxoplasma
Gondii Di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahaman Banda Aceh ?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahuai gambaran pengetahuan pasangan usia subur
tentang
infeksi
Toxoplasma
gondii
di
desa Peuniti
Kecamatan
Baiturrahman Banda Aceh.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui
pengetahuan pasangan usia subur tetang infeksi
Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda
Aceh ditinjau dari penularan.
b. Untuk mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang infeksi
Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda
Aceh ditinjau dari pengobatan.
c. Untuk mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang infeksi
Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda
Aceh ditinjau dari pencegahan.
7
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Untuk mengaplikasikan
ilmu yang
peneliti dapat selama di
bangku perkuliahan, dalam meneliti gambaran pengetahuan pasangan usia
subur terhadap infeksi Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan
Baiturrahman Banda Aceh.
2. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan dan pengetahuan bagi pihak klinik untuk
mengetahui gambaran pengetahuan pasangan usia subur terhadap infeksi
Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh.
3. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai referensi untuk penelitiaan selanjutnya untuk meneliti
mengenai gambaran Sebagai bahan masukan dan pengetahuan bagi pihak
puskesmas untuk mengetahui gambaran pengetahuan pasangan usia subur
terhadap infeksi Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan
Baiturrahman Banda Aceh.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Toxoplasma
1. Defenisi
Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat intraselular yang
menginfeksi burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing, di
seluruh dunia. Infeksi toxplasma gondii pada manusia dapat terjadi apabila
mengkonsumsi patogenini dalam bentuk kista (bradozoit) dalam daging
yang telah terinfeksi dan tak dimasak dengan baik, lewat kontak dengan
sel-sel oosit dalam feses kucing/binatang lain yang terinfeksi atau
diperoleh secara kongenital lewat transfer transplasental. Ookista dalam
feses kucing dapat bertahan hingga bertahun-tahun (Juanda,2006).
Imunitas ibu memberikan efek perlindungan terhadap infeksi intra
uterin, oleh karena itu toxoplasmosis kongenital hanya dapat terjadi
apabila infeksi terjadi pada saat kehamilan. Salah satu penelitian
mendapatkan data bahwa 1/3 wanita Amerika Utara telah memperoleh
antibodi yang bersifat protektif sebelum kehamilan, dan angka ini lebih
tinggi pada mereka yang memiliki kucing sebagai binatang peliharaan.
Toksoplasmosis akut diperkirakan terjadidalam 1-5 dari 1000 kehamilan .
Resiko infeksi janin meningkat sesuai usia kehamilan, tetapi secara
keseluruhan mencapai 50% (Dr.I Made Arya,2009).
9
B. Penularan Toxoplasma Gondii
Penularan toxoplasma adalah sebagai berikut, hewan yang terinfeksi
toxoplasma hanya menyebarkan ookista dalam jangka waktu tertentu, yaitu
sekitar 10 hari sejak terinfeksi. Setelah 10 hari jumlah ookista yang disebarkan
biasanya sangat sedikit dan mempunyai resiko penularan yang sangat kecil.
Manusia atau hewan dapat tertular bila menelan kista atau ookista toxoplasma.
Kista atau ookista ini bersifat seperti telur. Telur yang tertelan tersebut akan
menetas dan berkembang di dalam tubuh hewan atau manusia. Kista tersebut
dapat hidup dalam otot (daging) manusia dan berbagai hewan lainnya.
Penularan juga dapat terjadi bila hewan atau manusia tersebut memakan daging
mentah atau daging setengah matang yang mengandung kista toxoplasma.
Kista toxoplasma juga dapat hidup di tanah dalam jangka waktu tertentu (bisa
sampai 18 bulan). Dari tanah ini toxoplasma dapat menyebar melalui hewan,
tumbuh-tumbuhan atau sayuran yang kontak dengan kista tersebut. Dan juga
toxoplasma ditertularkan dari berbagai cara antara lainya sebagai berikut:
1. Tertelannya ookista infektif yang berasal dari kucing
2. Tertelanya kista jaringa atau kelompok takizoid yang terdapat didalam
daging mentah atau pun yang dimasak kurang sempurna.
3. Melalui placenta
4. Kecelakan dilaboratorium karena terkontaminasi melalui luka.
5. Penyuntikan merozid secara tidak sengaja.
6. Tranfusi leukosit penderita toxoplasma (Gandahusada,2006).
10
C. Gejala Toxoplasma Gondii
Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga
penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi
sekali terkena infeksi toksoplasma maka parasit ini akan menetap (persisten)
dalam bentuk kista pada organ tubuh penderita selama siklus hidupnya. Gejala
klinis yang paling sering dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening
(limfe) dikenal sebagai limfadenopati, yang dapat disertai demam. Kelenjar
limfe di leher adalah yang paling sering terserang. Gejala toksoplasmosis akut
yang lain adalah demam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi
(arthralgia), ruam kulit, gidu (urticaria), hepatosplenomegali atau hepatitis.
Wujud klinis toksoplasmosis yang paling sering pada anak adalah infeksi retina
(korioretinitis), biasanya akan timbul pada usia remaja atau dewasa. Pada anak,
juling merupakan gejala awal dari korioretinitis. Bila makula terkena, maka
penglihatan sentralnya akan terganggu. Pada penderita dengan imunodefisiensi
seperti penderita cacat imun, penderita kanker, penerima cangkok jaringan
yang mendapat pengobatan imunosupresan, dapat timbul gejala ringan sampai
berat susunan saraf pusat seperti ensefalopati, meningoense-falitis, atau lesi
massa otak dan perubahan status mental, nyeri kepala, kelainan fokal serebral
dan kejang-kejang, bahkan pada penderita AIDS seringkali mengakibatkan
kematian. (Zrofikoh, 2008).
Toxoplasma dapat masuk ke dalam tubuh manusia dalam berbagai cara.
Pertama, secara tidak sengaja menelan tinja kucing yang di dalamnya terdapat
telur toxoplasma. Cara ini banyak tidak disadari, misalnya menyentuh mulut
11
dengan tangan yang telah berkontaminasi seperti sehabis berkebun,
membersihkan tempat makan kucing atau barang-barang lain yang sudah
terkontaminasi. Kedua, parasit ini juga dapat masuk jika mengkonsumsi daging
hewan yang telah terkontaminasi dan tidak dimasak secara matang. Bentuk
kista dari parasit ini dapat masuk bersama daging hewan tadi. Ketiga, masuk
lewat air yang telah terkontaminasi. Dan yang jarang, jika Anda menerima
transparansi organ atau transfusi darah dari donor yang telah terkontaminasi.
Jika dalam keadaan sehat, umumnya penyakit ini tidak menimbulkan gejala
apa-apa atau menyerupai sakit influenza biasanya disertai pembesaran kelenjar
getah bening regional yang nyeri. Gejala yang berat mungkin terjadi seperti
kerusakan otak dan mata yang terutama terjadi pada penderita kekurangan
daya tahan tubuh seperti HIV/AIDS atau penyakit keganasan (Dr. I Made
Arya, 2009).
D. Pencegahan Toxoplasma Gondii
Pencegahan toxoplasma gondii itu sendiri dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti :
1.
Hindari mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang, serta buah
dan sayuran yang belum dicuci.
2.
Hindari mengosok mata atau menyentuh muka ketika sedang menyiapkan
makanan.
3.
Cuci alas memotong, piring, serta alat memasak lainnya dengan air panas
dan berbusa setelah kontak dengan daging mentah.
12
4.
Masak air sampai mendidih serta hindari meminum susu yang belum di
pasteurisasi.
5.
Sedapat mungkin kendalikan serangga-serangga yang dapat menyebarkan
kotoran kucing seperti, lalat dan kecoak
6.
Jika Anda memiliki hewan peliharaan kucing, jangan biarkan Anda
berkeliaran di luar rumah yang memperbesar kemungkinan kontak dengan
toxoplasma.
7.
Mintalah anggota keluarga lain untuk membantu Anda membersihkan
kucing Anda termasuk memandikannya, mencuci kandang, tempat
makannya.
8.
Beri makan kucing Anda dengan makananan yang sudah dimasak dengan
baik.
9.
Lakukan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan kucing Anda.
10. Gunakan sarung tangan plastik ketika Anda harus membersihkan kotoran
kucing, sebaiknya dihindari.
11. Cuci tangan sebelum makan dan setelah berkontak dengan daging mentah,
tanah atau kucing.
12. Gunakan sarung tangan plastik jika Anda berkebun terutama jika terdapat
luka pada tangan Anda (Pandu, 2010).
E. Pengobatan Toxoplasma Gondii
Untuk mengendalikan infeksi yang persisten ini, umumnya diperlukan
reaksi imun tubuh yang memadai (adekuat). Penderita toksoplasma dengan
13
sistem imun yang normal tidak memerlukan pengobatan, kecuali ada gejalagejala yang berat atau berkelanjutan. Toksoplasmosis pada penderita
imunodefisiensi harus diobati karena dapat mengakibatkan kematian.
Toksoplasmosis
pada
ibu
hamil
perlu
diobati
untuk
menghindari
toksoplasmosis bawaan pada bayi. Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibu
hamil adalah spiramisin 3 gram/hari yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa
memandang umur kehamilan, atau bilamana mengharuskan maka dapat
diberikan dalam bentuk kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin setelah umur
kehamilan di atas 16 minggu (Sasmita, 2007).
Lebih lanjut disampaikannya bahwa pencegahan merupakan faktor
utama dalam mengurangi prevalensi toxoplasmosis pada manusia. Untuk
menghindari penularan toxoplasma melalui oosit infektif dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain, selalu menjaga kebersihan hewan
kesayangan (kucing diketahui sebagai induk semang definitif toxoplasma),
tidak memberikan daging mentah pada kucing piaraan, dan mencuci buah serta
sayur sebelum dikonsumsi. Sementara itu, untuk mencegah penularan
toxoplasma melalui sista dapat dilakukan dengan mencuci daging sebelum
dimasak dan mengurangi mengonsumsi daging setengah matang (Rilis, 2008).
F. Pemeriksaan Toxoplasma Gondii
Diagnosis penyakit toksoplasma umumnya ditegakkan karena adanya
kecenderungan yang mengarah pada penyakit tersebut, antara lain adanya
riwayat:
14
1.
Infertilitas, abortus, lahir mati, kelainan bawaan.
2.
Memelihara binatang piaraan berbulu, misalnya kucing
Pemeriksaan yang digunakan saat ini untuk mendiagnosis toxoplasma
adalah pemeriksaan serologis, dengan memeriksa zat anti (antibodi) IgG dan
IgM Toxsoplasma gondii. Antibodi IgM dibentuk pada masa infeksi akut (5
hari setelah infeksi), titernya meningkat dengan cepat (80 sampai 1000 atau
lebih) dan akan mereda dalam waktu relatif singkat (beberapa minggu atau
bulan). Antibodi IgG dibentuk lebih kemudian (1-2 minggu setelah infeksi),
yang akan meningkat titernya dalam 6-8 minggu, kemudian menurun dan dapat
bertahan dalam waktu cukup lama, berbulan-bulan bahkan lebih dari setahun.
Oleh karena itu, temuan antibodi IgG dianggap sebagai infeksi yang sudah
lama, sedangkan adanya antibodi IgM berarti infeksi yang baru atau
pengaktifan kembali infeksi lama (reaktivasi), dan berisiko bayi terkena
toksoplasmosis bawaan. Berapa tingginya kadar antibodi tersebut untuk
menyatakan seseorang sudah terinfeksi toxoplasma sangatlah beragam,
bergantung pada cara peneraan yang dipakai dan kendali mutu dan batasan
baku masing-masing laboratorium. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan
adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Teguh Wahyu S dkk. (1998), yang
menyatakan seorang ibu yang tergolong positif bilamana titer IgGnya 2.949
IU/mL atau IgM 0.5 IU/mL, sedangkan tergolong negatif bilamana titer IgG <
2.0 IU/mL atau IgM < 0.5 IU/ml (Zrofikoh, 2008).
Tidak semua ibu hamil yang terinfeksi toxsoplasma akan menularkan
toxoplasma bawaan pada bayinya. Bilamana dalam pemeriksaan ibu sebelum
15
hamil menunjukkan IgG positif terhadap toksoplasma, berarti ibu tersebut
terinfeksi sudah lama, tetapi bukan berarti bahwa 100% bayinya akan bebas
dari toxoplasma bawaan. Apabila pemeriksaan serologis baru dilakukan pada
saat hamil, maka :
a. bila IgG (+) dan IgM (-); dianggap sebagai infeksi lama dan risiko janinnya
terinfeksi cukup rendah sehingga ada sebagian pakar yang berpendapat tidak
perlu diobati, kecuali jika pasien itu mengidap gangguan kekebalan.
b. bila IgG (+) dan IgM (+); uji perlu diulang lagi 3 minggu kemudian.
Bilamana titer IgG tidak meningkat maka dianggap infeksi terjadi sebelum
kehamilan dan risiko untuk janinnya cukup rendah, sedangkan jika titer IgG
meningkat 4 kali lipat dan IgM tetap positif maka ini berarti bahwa telah
terjadi infeksi baru dan janin sangat berisiko mengalami toxoplasma bawaan
atau terjadi keguguran.
c. bila IgG (-) dan IgM (-); bukan berarti terbebas dari toksoplasmosis bawaan,
justru pada ibu ini pemeriksaan harus diulang setiap 2-3 bulan untuk
menasah serokonversi (perubahan negatif menjadi positif).
d. Bilamana pada ibu hamil ditemukan IgM (+) maka pengobatan sudah pasti
harus diberikan dan pemeriksaan ultrasonografi dilakukan berulang kali
untuk menen-tukan adanya kelainan janin.
e. Ultrasonografi serial setiap 3 minggu dilakukan untuk menentukan adanya
kelainan, misalnya: asites, pembesaran rongga otak (ventrikulomegali)
(V/H), pemesaran hati (hepatomegali), perkapuran (kalsifikasi) otak. Bila
16
pada janin terdapat kelainan maka perlu dipertimbangkan untuk pengakhiran (terminasi) kehamilan.
f. Bila mungkin, dilakukan pengambilan darah janin pada kehamilan 20-32
minggu untuk pembiakan parasit (inokulasi) pada mencit. Bila inokulasi
memberikan hasil positif maka perlu dipertimbangkan untuk pengakhiran
kehamilan.
g. Setelah bayi lahir perlu dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap bayi,
antara lain: pengambilan darah talipusat ketika bayi baru saja lahir untuk
pemeriksaan serologis antibodi janin atau isolasi T. gondiii, pemeriksaan
titik-cahaya
mata
(funduskopi),
dan
USG
atau
foto
rontgen
tengkorak.Diagnosis toxoplasma bawaan pada bayi lebih sukar ditetapkan
karena gejala klinis dari infeksi toksoplasma bawaan sangat beraneka ragam
dan seringkali subklinis (tidak terlihat) pada neonatus. Oleh karena itu perlu
dilakukan juga pemeriksaan serologis pada neonatus, terutama bilamana
diketahui ibunya terinfeksi selama kehamilan. Antibodi IgG dapat
menembus plasenta, sedangkan antibodi IgM tidak dapat menembus
plasenta. Dengan demikian, apabila pada darah bayi ditemukan antibodi IgG
mungkin hanya merupakan pindahan (transfer) IgG ibu, dan lambat-laun
akan habis. Pada usia 2-3 bulan, bayi sudah dapat membentuk antibodi IgG
sendiri, bilamana bayi terinfeksi toksoplasma bawaan maka konsentrasi
IgGnya akan mulai meningkat lagi setelah IgG yang diperoleh dari ibunya
habis. Tetapi jika ditemukan antibodi IgM, maka ini menunjukkan infeksi
nyata pada bayi (toxoplasma bawaan) (Zrofikoh, 2008).
17
G. Pasangan Usia Subur (PUS)
Suami isteri yang isterinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun
dan masih haid atau pasangan suami isteri yang isteri berumur kurang dari 15
tahun dan sudah haid atau isteri sudah berumur 50 tahun, tetapi masih haid
(Depkes RI, 2003).
H. Pegetahuan Pasangan Usia Subur(PUS) Tentang Toxoplasma Gondii
1. Defenisi
Pengetahuan adalah merupakan hasil (tahu) dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba (Notoatmojo, 2005).
Pengetahuan adalah kepercayaan yang benar, pengetahuan juga
adalah hasil atau apa yang diketahui atau hasil pekerjaan. Pekerjaan yaitu
hasil dari kenal, sadar,insaf, mengerti dan pandai (bachtiar, 2004).
1. Cara memperoleh pengetahuan
Dari berbagai macam cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
sepanjang
sejarah,
dapat
dikelompokkan
menjadi
2
bagian
(Notoatmojo, 2005).
a. Cara Tradisional
Dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum
ditemukanya metode ilmiah yaitu:
18
1. Cara coba salah (Trial And Error)
Cara
coba-coba
yang
dilakukan
dengan
menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan suatu masalah dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain.
2. Cara kekuasaan atau Otoritas
Pengetahuan
diperoleh
berdasarkan
pada
otoritas
atau
kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah,otoritas pemimpin
agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3. Berdasarkan pengalaman pribadi
Cara ini dilakukan dengan cara mengulang kembali dengan
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah ini
yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang
sama dapat pula dilakukan dengan cara yang sama.
4. Melalui jalan pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah
menggunakan penalaranya atau jalan pikiranya
5. Cara Modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan ini
mode sistematis, logis dan ilmiah.cara ini disebut dengan
“metode penelitian ilmiah” atau lebih popular disebut metode
penelitian (Research Methodelogi) yang mengembangkamn
metode berpikir induktif dengan mengadakan pengamatan
langsung
terhadap
gejala
alam
atau
kemasyarakatan.
19
Kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan di
klasifikasikan, dan akhirnya diambil kesimpulan umum
(Notoatmojo, 2005).
b. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6
tingkat (Notoatmojo, 2005).
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di
pelajari sebelunya
2. Memahami (Komprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
3.
Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
meteri yang tela dipelajari pada situasi atau kondisi rill atau
sebenarna.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan suatu untuk menjabarkan
materi suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih
di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada
kaitanya satu sama lainnya.
20
5. Sintesis (Syenthesis) Sintesis menunjuk kepada kemampua
untuk meletakkan atau kemampuan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.
Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara kuesioner
atau pertanyaan-pertanyaan yang mencakup tentang pengetahuan
ibu hamil dengan toxoplasma di nilai seberapa luas kedalaman
pengeahuan ibu hamil entang toxoplasma dapat kita ketahui atau
kita ukur melalui persentase yang dihasilkan oleh responden
(Notoatmojo, 2005).
Pengetahuan baik
: Bila> 75 % jika jawaban benar
Pengetahuan cukup
: Bila 60-75% jika jawaban benar
Pengetahuan rendah
: Bila < 60% jika jawaban benar
I. Kerangka Teoritis
Menurut Notoadmojo, (2005) yang mempengaruhi pengetahuan.
-
Penularan
Pencegahan
Pengobatan
Gambar 1. Kerangka Teori
Penegtahuan Pasangan Usia
Subur Tentang Infeksi
Toxoplasma
21
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Menurut Kurniawan (2008) resiko infeksi Toxoplasma gondii sangat
tergantung pada imunitas seseorang, bahkan sangat bervariasi sesuai dengan
situais. Salah satu misalnya ibu hamil yang telah imun sebelum konsepsi,
tidak mempunyai resiko infeksi Toxoplasma gondii terhadap fetus yang di
kandung.
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang lain diamati atau diukur melalui penelitianpenelitian yang akan dilakukan (Notoadmojo,2002).
Berdasarkan uraian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah seperti gambar dibawah ini :
Input
Proses pengetahuan
tentang :
-
PUS
-
Penularan
Toxoplasma
Pencegahan
Toxoplasma
Pengobatan
Toxoplasma
Gambar 2. Kerangka Konsep
Output
-
Baik
Cukup
Kurang
22
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No
1
2
3
Variabel
Definisi Operasianal
Cara Ukur
Alat Ukur
Penularan
Sesuuatu yang di sebabkan
Toxoplasma karena adanya faktor
gondii
penyabab
Penyebaran
kuesioner
dengan kriteria :
-Baik,Bila >
75% - 100%
-Cukup, Bila
60%-75%
-Kurang, Bila <
60%
Kuesioner
Pencegahan
toxoplasma
gondii
Penyebaran
kuesioner
dengan kriteria :
-Baik,Bila >
75% - 100%
-Cukup, Bila
60%-75%
-Kurang, Bila <
60%
Kuesioner
Penyebaran
kuesioner
dengan kriteria :
-Baik,Bila >
75% - 100%
-Cukup, Bila
60%-75%
-Kurang, Bila <
60%
Kuesioner
Tindakan yang dilakukan
untuk mencegah atau
mengurangi terjadinya
resiko infeksi dan penularan
penyakit
Pengobatan Suatu proses, pembuatan
Toxoplasma atau suatu cara mengobati
gondii
seseorang
Hasil ukur
-Baik
Skala
Ukur
Ordinal
-Cukup
- Kurang
-Baik
Ordinal
-Cukup
- Kurang
-Baik
-Cukup
- Kurang
Ordinal
23
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional
(variabel dependen dan independen diukur dalam waktu yang sama) yaitu
untuk melihat Gambaran Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang Infeksi
Toxoplasma Gondii di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasangan usia subur
yang ada di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh dengan
jumlah populasi sebanyak 480 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Pasangan Usia Subur yang
ada di desa Peuniti kecamatan Baiturrahman dengan jumlah sampel
berjumlah 30 orang, pengambilan sampel dengan menggunakan teknik
Probability Sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dengan
kriteria sebagai berikut :
a. Suami isteri yang isterinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun
dan masih haid atau pasangan suami isteri yang isteri berumur kurang
dari 15 tahun dan sudah haid atau isteri sudah berumur 50 tahun, tetapi
masih haid.
b. Pasangan Usia Subur yang berdomisili di desa peuniti
24
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1.
Tempat
Penelitian
ini
dilakukan
di
desa
Peuniti
Kecamatan
Baiturrahman Banda Aceh.
2. Waktu
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 7-9 September 2013.
D. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh atau di kumpulkan
langsung melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah
disediakandan disusun sebelumnya.
2. Data Skunder
Data skunder yaitu data penunjang yang didapat dari laporan
puskesmas baiturrahman banda aceh.
E. Intrumen Penelitian
Adapun instrumen yang digukan dalam penelitian ini adalah kuesioner
yang berisikan 20 pertanyaaan. Tentang 7 pertanyaan pengetahuan tentang
penularan, 8 pertanyaan pengetahuan tentang pencegahan, 5 pertanyaan
pengetahuan tentang pengobatan.
25
F. Pengolahan Data
1. Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing, yaitu memeriksa kembali segala kesalahan dalam pengambilan
data dan pengisian data.
b. Coding, yaitu pengolahan data dengan cara memberi kode pada setiap
jawaban dari responden.
c. Transferring, yaitu memindahkan data dalam bentuk tabel.
d. Tabulating, yaitu data yang telah dikumpulkan ditabukasi dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi.
2. Analisa Data
Analisa data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data
univariat. Analisa yang di gunakan untuk menjabarkan secara deskriptif
untuk melihat distribusi frekuensi variabel yang di teliti baik variabel
dependen maupun variabel independen.
Data didapat dari pengisian kuisioner, di analisa secara persentase ke
dalam bentuk tabel distribusi menggunakan rumus (Budiarto, 2002), yaitu
sebagai berikut:
P
x 100 %
Keterangan :
P : Persentase
f : Frekuensi Teramati
n : Jumlah responden yang menjadi sampel
26
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Desa Peuniti berada di kecamatan Baiturrahman Banda Aceh,
yang terletak di antara Desa Ateuk Pahlawan, Labuie, Neusu Aceh, dan
Simpang lima (Peunayong).Ditinjau dari segi geografisnya Desa Peuniti
Kecamata Baiturrahman Banda Aceh di batasi oleh :
a. Sebelah barat berbatasan dengan Labuie
b. Sebelah utara berbatasan dengan Simpang Lima
c. Sebelah timur berbatasan dengan Neusu Aceh
d. Sebelah selatan berbatasan dengan Ateuk Pahlawan
2. Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan data penelitian di laksanakan dari tanggal 07 s/d
09 September 2013 di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda
Aceh. Jumlah sampel yang di dapat sebagai responde yaitu 30 orang.
Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Probability
Sampling yaitu pengambilan sampel pengambilan sampel secara acak
sedehana . Untuk mengukur Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang
Infeksi Toxoplasma dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 20
pertanyaan, untuk mengukur pengetahuan tentang penularan toxoplasma
gondii menggunakan kuesioner yang terdiri dari 7 pertanyaan, untuk
27
mengukur
pengetahuan
tentang
pencegahan
toxoplasma
gondii
menggunakan kuesioner yang terdiri dari 8 pertanyaan, untuk mengukur
pengetahuan tentang pengobatan toxoplasma gondii menggunakan
kuesioner yang terdiri dari 5 pertanyaan.
3. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari
pengetahuan Pasangan Usia Subur tentang penularan, pencengahan, dan
pengobatan infeksi toxoplasma gondii.
a. Penularan Toxoplasma gondii
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang
Pencegahan, Penularan, Pengobatan Infeksi Toxoplasma
Gondii Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman
Banda Aceh Tahun 2013
No.
Pengetahuan
Frekuensi
Persentase
1
Baik
0
0
2
Cukup
7
23,3
3
Kurang
23
76,7
30
100
Jumlah
Sumber: Data Primer (Diolah Tahun 2013)
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 30 responden pada
umumnya pengetahuan pasangan usia subur tentang penularan
infeksi toxoplasma gondii kurang yaitu sebanyak 23 responden
(76,7%).
28
B.
PEMBAHASAN
1. Penularan, Pencegahan dan Pengobatan Tentang Infeksi Toxoplasma
Gondii
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 orang responden.
Pada umumnya pengetahuan responden terhadap penularan infeksi
toxoplasma gondii yaitu sebanyak 23 orang (76,7%).
Menurut para ahli mengatakan bahwa Manusia dapat tertular
Toxoplasmosis dari makanan daging yang kurang matang. Manusia juga
dapat tertular Toxoplasmosis karena menyentuh kotoran kucing.
Sebenarnya,
tidak
Toxoplasmosis.
semua
Kucing
kucing
yang
bisa
berpotensi
menjadi
biang
menularkan
penyakit
Toxoplasma
hanyalah kucing yang menderita Toxoplasma, dan ini biasanya diderita
oleh kucing-kucing liar, yang tidak terawat. Bukan hanya kucing saja yang
bisa menularkan Toxoplasmosis, tetapi semua hewan. Terutama hewan
yang memakan daging mentah yang telah tertular Toxoplasma.
Pencegahan
Kucing
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi timbulnya toksoplasmosis, karena kucing mengeluarkan
berjuta juta ookista dalam tinjanya, yang dapat bertahan sampai satu tahun
di dalam tanah yang teduh dan lembab. Untuk mencegah hal ini, maka
dapat di jaga terjadinya infeksi pada kucing, yaitu dengan memberi
makanan yang matang sehingga kucing tidak berburu tikus atau burung.
Bila kucing diberikan monensin 200 mg/kg melalui makanannya, maka
29
kucing tersebut tidak akan mengeluarkan ookista bersama tinjanya, tetapi
ini hanya dapat digunakan untuk kucing peliharaan Frenkel (2008).
Penderita toksoplasma dengan sistem imun yang normal tidak
memerlukan pengobatan, kecuali ada gejala-gejala yang berat atau
berkelanjutan. Toksoplasmosis pada penderita imunodefisiensi harus
diobati karena dapat mengakibatkan kematian. Toksoplasmosis pada ibu
hamil perlu diobati untuk menghindari toksoplasmosis bawaan pada bayi.
Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibu hamil adalah spiramisin 3
gram/hari yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa memandang umur
kehamilan, atau bilamana mengharuskan maka dapat diberikan dalam
bentuk kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin setelah umur kehamilan di
atas 16 minggu (Sasmita, 2007).
Menurut hasil penelitian dari Lasmawati (2010) dengan judul “
gambaran penularan toxoplasma gondii terhadap manusia” mengatakan
bahwa Penularan penyakit Toxoplasmosis tidak hanya menyerang pada
wanita saja pria pun bisa terkena penyakit ini. Toxoplasma pada pria yang
cukup banyak menyerang pada pasangan usia subur (15-49 tahun).
Menurut hasil pelitian dari Elissa (2006) dengan judul “Hubungan
sebab akibat antara infeksi Toxoplasma, yang menyebabkan abortus,
kelahiran mati dan kelahiran anak cacat kongenital” hasil penelitian
ditemukan bahwa adanya hubungan infeksi toxoplasma dengan kelahiran
cacat sebanyak 24 ( 68,3%) dengan nilai P = 0,002.
30
Menurut hasil penelitian dari Merry (2008) dengan judul
“Gambaran pengobatan infeksi toxoplasma gondii” mengatakan bahwa
Pengobatan penyakit Toxoplasmosis bila tidak di lakukan pengobatan
secara baik maka akan bisa menyebabkan penularan kepada orang lain.
Berdasarkan hasil penelitian, teori dan literatur diatas maka
peniliti berasumsi bahwa pengetahuan yang kurang pada pasangan usia
subur baik pada pencegahan, penularan, dan pengobatan tentang infeksi
toxoplasma gondii di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu rendahnya
pendidikan PUS di desa peuniti di mana mayoritas PUS dengan
pendidikan terakhir adalah SMA
31
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Gambaran Pengetahuan Pasangan
Usia Subur Tentang Infeksi Toxoplasma Di Desa Peuniti Kecamatan
Baiturrahman Banda Aceh, maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai
berikut :
1.
Pengetahuan Pasangan Usia Subur tentang penularan, pencegahan,
pengobatan infeksi toxoplasma gondii termasuk dalam kategori kurang
yaitu sebanyak 23 orang (76,7%) di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu
rendahnya pendidikan PUS di desa peuniti mana mayoritas PUS dengan
pendidikan terakhir adalah SMA.
B. Saran
1. Bagi Instituti Pendidikan
Di harapkan dari penelitian ini dapat di jadikan bahan acuan yang
dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa
2. Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan bagi tempat penelitian
massukan untuk kedepannya
semoga dapat menjadi
32
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan
dengan metode penelitian yang lebih baik dan menggunakan variabel
yang lain.
33
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, (2002). Biostatistik umtuk kedokteran dan kesehatan masyarakat.
Jakarta: EGC
Daffos F, dkk. (2001). prenatal manajement of pregnancies at risk for
congenitalt toxoplasmosis. MOGI Supl.
Depkes RI. (2003). Sistim Kesehatan Nasional, Jakarta, Departemen Kesehan
Republik Indonesia.
Dharmana, (2007) , Toxoplasma gondii, Musuh Dalam Selimut:Semarang
Kakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Elissa, (2006). Hubungan Sebab Akibat Antara Infeksi Toxoplasma Yang
Menyebabkan Abortus, Kelahiran Mati Dan Kelahiran Anak Cacat
Congenital : Surabaya.
Gandahusada, (2006). Diagnosis prenatal toksoplasmosis kongenital dan
pencegahannya, Jakarta, Kedokteran Indonesia.
Juanda, (2006). Akibat dan Solusi infeksi TORCH, Solo,Wangsa Jatra Lestari
Lasmawati, (2010). Gambaran penularan toxoplasma gondii terhadap manusia
: Jakarta : KTI
Merry, (2008). Pengobatan Penyakit Toxoplasma : Jakarta: KTI
Notoadmojo, S.( 2005). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta,
Rineka Cipta.
Pandu,
(2010).
Pencegahan
Toxoplasma
Gondii,
http://thatycayang.blogspot.com/2013/04/makalah-pencegahan
toxoplasma-gondii-menyebabkan.Akses 24-8-2013
2010
, (2010). Pemeriksaan dan pengobatan Toxoplasma gondii, Jakarta,
Rineka Cipta
Rilis, (2008). Toxoplasma gondii pada manusia dan diagnosisnya
:FK UNAIR
.
Surabaya
34
Sasmita, (2007). Mikrobiologi untuk profesi kesehatan , Jakarta : EGC
Srissi, (2008). Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Dengan Kejadian
Toxoplasma Di Rumah Sakit Ciptomangun Kusumo : Jakarta
Ummi S, (2008).
Aspek Imunologik dan Laboratorik Infeksi TORCH.
Semarang, Temu IlmiahPOGI Cabang.
Zrofikoh, (2008). Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi.Yogyakarta, Gajah
Mada University Press.
Download