BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus yaitu parasit Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus), virus Herpes Simplex (HSV1 – HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan Coxsackie-B). Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam. Infeksi TORCH juga dapat menyerang semua jaringan organ tubuh, termasuk sistem saraf pusat dan perifeir yang mengendalikan fungsi gerak, penglihatan, pendengaran, sistem kadiovaskuler serta metabolisma tubuh (Wordpres, 2012). Di Indonesia, kasus toksoplasmosis pada manusia berkisar antara 43 kasus (88%) sedangkan pada hewan berkisar antara 6 kasus ( 70%). Pada masa lalu, toksoplasmosis dinyatakan hanya dapat mengakibatkan gejala klinis pada individu yang memiliki sistem imun yang lemah . Namun bukti-bukti yang ada dewasa ini memperlihatkan bahwa pada individu yang imunokompeten (sistem imun dapat berespon optimal) juga dapat menunjukkan gejala klinis . Hat ini disebabkan patogenitas Toxoplasma gondii sangat variatif, tergantung klonet atau tipenya. Klonet atau tipe T. gondii terkait dengan struktur populasi klonal 1 2 berdasar homologi dan kekerabatan genetiknya . Masing-masing tipe memiliki kemampuan merusak, memodulasi sistem imun inang dan kemampuan menghindar (evasi) dari sistem imun inang yang berbedabeda . Hal tersebut berdampak pada perbedaan karakter biologis, patogenitas dan imunopatogenesis serta implikasi klinik dari perbedaan imunopatogenesis yang akan dibahas pada tulisan ini (Subekti, 2008). Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis klasik yang dapat dijumpai hampir di seluruh dunia. Menurut data WHO(word helt organisation), diketahui sekitar 300 juta orang (0,8%) menderita toxoplasmosis. Penyakit ini dapat menyerang manusia dan berbagai jenis mamalia, termasuk hewan kesayangan serta satwa eksotik. Toxoplasmosis juga memiliki dampak ekonomis yang penting karena dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan fertilitas, termasuk abortus. Hingga saat ini, toxoplasmosis masih banyak menjadi perhatian karena penyakit ini dapat ditularkan dari hewan ke manusia melalui sista di dalam daging, sayuran, dan buah-buahan, serta air yang tercemar oosista infektif. “Pada wanita hamil yang mengalami infeksi primer pada kehamilan trisemester pertama dapat mengakibatkan keguguran dan juga kelainan pada janin, seperti hidrosefalus, mikrosefalus, anesefalus, serta bisa mengakibatkan retardasi mental, retinokorioditis, dan kebutaan,” dan toxoplasmosis dapat juga mengakibatkan cacat seumur hidup, kematian pada bayi, bahkan menjadi fatal bagi pengidap HIV. Gejala toxoplasmosis dapat berlangsung selama beberapa minggu hingga akhirnya berkurang, Tanda-tandanya dapat berupa lesu, sakit kepala, nyeri otot-sendi, 3 disertai demam. Dalam pidato yang berjudul “Biologi Molekuler Toxoplasma dan Aplikasinya pada Penanggulangan Toxoplasma”, dituturkan Wayan bahwa penyakit ini terkadang kurang diperhatikan karena gejala klinis yang muncul mirip dengan penyakit lain, misalnya flu. Kecurigaan terhadap penyakit ini baru timbul jika gejala klinis diertai dengan pembesaran kelenjar limfe. Karena tingginya prevalensi penyakit ini di masyarakat, perlu dikembangkan berbagai upaya diagnosis dini dan pencegahan, baik pada manusia maupun hewan (Siswanto, 2010) Berdasarkan data prevalensi toxoplasmosis, sebagian besar penduduk Indonesia pernah terinfeksi parasit toxoplasma gondii. Pemeriksaan antibodi pada donor darah di Jakarta memperlihatkan 60% di antaranya mengandung antibodi terhadap parasit tersebut. Penyebaran toxoplasmosis dapat disebabkan oleh pola hidup yang kurang higienis, seperti tidak mencuci tangan sebelum makan dan makan daging setengah matang yang tanpa disadari mengandung sista. Pemberian obat, seperti sulfonamide dan pyrimethamine, dapat membunuh toxoplasma pada stadium takizoit. Namun, pengobatan tersebut tidak efektif pada stadium bradizoit. “Selain itu, obat-obat tersebut bersifat toksik sehingga tidak disarankan untuk digunakan dalam jangka waktu lama. Lebih lanjut disampaikannya bahwa pencegahan merupakan faktor utama dalam mengurangi prevalensi toxoplasma pada manusia. Untuk menghindari penularan toxoplasma melalui oosit infektif dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain, selalu menjaga kebersihan hewan kesayangan (kucing diketahui sebagai induk semang definitif toxoplasma), tidak memberikan 4 daging mentah pada kucing piaraan, dan mencuci buah serta sayur sebelum dikonsumsi. Sementara itu, untuk mencegah penularan toxoplasma melalui sista dapat dilakukan dengan mencuci daging sebelum dimasak dan mengurangi mengonsumsi daging setengah matang. Risiko toxoplasma individu sangat tergantung pada imunitas seseorang, bahkan sangat bervariasi sesuai dengan situasi. Salah satu misalnya adalah ibu hamil yang telah imun sebelum konsepsi, tidak mempunyai risiko toxoplasma terhadap fetus yang dikandung. Akan tetapi, beberapa individu yang immunocompromise berisiko bila terjadi reinfeksi toxoplasma. “Oleh sebab itu, pencegahan congenital toxoplasma dapat dicapai melalui promosi kesehatan dibanding dengan program screening antenatal,” tutur peraih British Council Research Awards ini (Kurniawan, 2008). Parasit ini biasanya menggunakan hewan kucing sebagai inang utamanya di samping hewan-hewan herbivora, karnivora, omnivora termasuk mamalia dan burung yang mungkin juga terinfeksi. Secara geografis, umumnya infeksi terjadi pada daerah beriklim hangat dan jarang-jarang pada beriklim dingin atau pegunungan. Hasil penelitian Sayoga melaporkan, dari 288 ibu hamil yang diperiksa, angka kejadian ibu hamil yang di dalam darahnya positif terinfeksi toxoplasma adalah 14,25%. Dari ibu-ibu yang terinveksi itu didapatkan, 4 persalinan prematur dan 1 kasus dengan kelainan saat lahir. Hasil survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan Hartono pada 1995 menemukan angka prevalensi zat anti terhadap toxoplasma pada wanita-wanita hamil sebesar 60,01%. "Sedangkan jumlah penderita penyakit pada hewan-hewan 5 yang hidupnya dekat dengan manusia dagingnya dikonsumsi manusia menunjukkan angka prevalensi yang cukup tinggi yakni 15-75 % (Koesharyono, 2009). Berdasarkan data yang di dapatkan dari Dinkes Provinsi Aceh jumlah pasangan Usia subur sebanyak 693.603 orang. Sedangkan data yang di dapat di Puskesmas Baiturrahman Banda Aceh sebanyak 480 orang pasangan usia subur yang ada di desa Peuniti. Peneliti juga melakukan survey kepada pasangan usia subur yang ada di desa peuniti pada tanggal 1 September 2013 yang menyimpulkan bahwa dari 10 orang Pasangan Usia Subur yang di wawancarai dan memiliki hewan peliharaan dimana 7 orang diantaranya diketahui sangaat kurang dalam menjaga kebersihan hewan peliharaan dan kurangnya menjaga kebersihan diri seperti mencuci tangan setelah kontak dengan hewan peliharaan yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi toxoplasma sedangkan 3 orang lainnya diketahui menjaga kebersihan hewan peliharaan dan menjaga kebersihan diri seperti mencuci tangan setelah kontak dengan hewan peliharaan Berdasarkan permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melihat lebih jauh “Gambaran Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang Infeksi Toxoplasma Gondii Di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh”. 6 B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang Infeksi Toxoplasma Gondii Di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahaman Banda Aceh ?”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahuai gambaran pengetahuan pasangan usia subur tentang infeksi Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tetang infeksi Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh ditinjau dari penularan. b. Untuk mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang infeksi Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh ditinjau dari pengobatan. c. Untuk mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang infeksi Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh ditinjau dari pencegahan. 7 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Untuk mengaplikasikan ilmu yang peneliti dapat selama di bangku perkuliahan, dalam meneliti gambaran pengetahuan pasangan usia subur terhadap infeksi Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh. 2. Bagi Tempat Penelitian Sebagai bahan masukan dan pengetahuan bagi pihak klinik untuk mengetahui gambaran pengetahuan pasangan usia subur terhadap infeksi Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh. 3. Bagi Instansi Pendidikan Sebagai referensi untuk penelitiaan selanjutnya untuk meneliti mengenai gambaran Sebagai bahan masukan dan pengetahuan bagi pihak puskesmas untuk mengetahui gambaran pengetahuan pasangan usia subur terhadap infeksi Toxoplasma gondii di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Toxoplasma 1. Defenisi Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat intraselular yang menginfeksi burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing, di seluruh dunia. Infeksi toxplasma gondii pada manusia dapat terjadi apabila mengkonsumsi patogenini dalam bentuk kista (bradozoit) dalam daging yang telah terinfeksi dan tak dimasak dengan baik, lewat kontak dengan sel-sel oosit dalam feses kucing/binatang lain yang terinfeksi atau diperoleh secara kongenital lewat transfer transplasental. Ookista dalam feses kucing dapat bertahan hingga bertahun-tahun (Juanda,2006). Imunitas ibu memberikan efek perlindungan terhadap infeksi intra uterin, oleh karena itu toxoplasmosis kongenital hanya dapat terjadi apabila infeksi terjadi pada saat kehamilan. Salah satu penelitian mendapatkan data bahwa 1/3 wanita Amerika Utara telah memperoleh antibodi yang bersifat protektif sebelum kehamilan, dan angka ini lebih tinggi pada mereka yang memiliki kucing sebagai binatang peliharaan. Toksoplasmosis akut diperkirakan terjadidalam 1-5 dari 1000 kehamilan . Resiko infeksi janin meningkat sesuai usia kehamilan, tetapi secara keseluruhan mencapai 50% (Dr.I Made Arya,2009). 9 B. Penularan Toxoplasma Gondii Penularan toxoplasma adalah sebagai berikut, hewan yang terinfeksi toxoplasma hanya menyebarkan ookista dalam jangka waktu tertentu, yaitu sekitar 10 hari sejak terinfeksi. Setelah 10 hari jumlah ookista yang disebarkan biasanya sangat sedikit dan mempunyai resiko penularan yang sangat kecil. Manusia atau hewan dapat tertular bila menelan kista atau ookista toxoplasma. Kista atau ookista ini bersifat seperti telur. Telur yang tertelan tersebut akan menetas dan berkembang di dalam tubuh hewan atau manusia. Kista tersebut dapat hidup dalam otot (daging) manusia dan berbagai hewan lainnya. Penularan juga dapat terjadi bila hewan atau manusia tersebut memakan daging mentah atau daging setengah matang yang mengandung kista toxoplasma. Kista toxoplasma juga dapat hidup di tanah dalam jangka waktu tertentu (bisa sampai 18 bulan). Dari tanah ini toxoplasma dapat menyebar melalui hewan, tumbuh-tumbuhan atau sayuran yang kontak dengan kista tersebut. Dan juga toxoplasma ditertularkan dari berbagai cara antara lainya sebagai berikut: 1. Tertelannya ookista infektif yang berasal dari kucing 2. Tertelanya kista jaringa atau kelompok takizoid yang terdapat didalam daging mentah atau pun yang dimasak kurang sempurna. 3. Melalui placenta 4. Kecelakan dilaboratorium karena terkontaminasi melalui luka. 5. Penyuntikan merozid secara tidak sengaja. 6. Tranfusi leukosit penderita toxoplasma (Gandahusada,2006). 10 C. Gejala Toxoplasma Gondii Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali terkena infeksi toksoplasma maka parasit ini akan menetap (persisten) dalam bentuk kista pada organ tubuh penderita selama siklus hidupnya. Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening (limfe) dikenal sebagai limfadenopati, yang dapat disertai demam. Kelenjar limfe di leher adalah yang paling sering terserang. Gejala toksoplasmosis akut yang lain adalah demam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthralgia), ruam kulit, gidu (urticaria), hepatosplenomegali atau hepatitis. Wujud klinis toksoplasmosis yang paling sering pada anak adalah infeksi retina (korioretinitis), biasanya akan timbul pada usia remaja atau dewasa. Pada anak, juling merupakan gejala awal dari korioretinitis. Bila makula terkena, maka penglihatan sentralnya akan terganggu. Pada penderita dengan imunodefisiensi seperti penderita cacat imun, penderita kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat pengobatan imunosupresan, dapat timbul gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat seperti ensefalopati, meningoense-falitis, atau lesi massa otak dan perubahan status mental, nyeri kepala, kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan pada penderita AIDS seringkali mengakibatkan kematian. (Zrofikoh, 2008). Toxoplasma dapat masuk ke dalam tubuh manusia dalam berbagai cara. Pertama, secara tidak sengaja menelan tinja kucing yang di dalamnya terdapat telur toxoplasma. Cara ini banyak tidak disadari, misalnya menyentuh mulut 11 dengan tangan yang telah berkontaminasi seperti sehabis berkebun, membersihkan tempat makan kucing atau barang-barang lain yang sudah terkontaminasi. Kedua, parasit ini juga dapat masuk jika mengkonsumsi daging hewan yang telah terkontaminasi dan tidak dimasak secara matang. Bentuk kista dari parasit ini dapat masuk bersama daging hewan tadi. Ketiga, masuk lewat air yang telah terkontaminasi. Dan yang jarang, jika Anda menerima transparansi organ atau transfusi darah dari donor yang telah terkontaminasi. Jika dalam keadaan sehat, umumnya penyakit ini tidak menimbulkan gejala apa-apa atau menyerupai sakit influenza biasanya disertai pembesaran kelenjar getah bening regional yang nyeri. Gejala yang berat mungkin terjadi seperti kerusakan otak dan mata yang terutama terjadi pada penderita kekurangan daya tahan tubuh seperti HIV/AIDS atau penyakit keganasan (Dr. I Made Arya, 2009). D. Pencegahan Toxoplasma Gondii Pencegahan toxoplasma gondii itu sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti : 1. Hindari mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang, serta buah dan sayuran yang belum dicuci. 2. Hindari mengosok mata atau menyentuh muka ketika sedang menyiapkan makanan. 3. Cuci alas memotong, piring, serta alat memasak lainnya dengan air panas dan berbusa setelah kontak dengan daging mentah. 12 4. Masak air sampai mendidih serta hindari meminum susu yang belum di pasteurisasi. 5. Sedapat mungkin kendalikan serangga-serangga yang dapat menyebarkan kotoran kucing seperti, lalat dan kecoak 6. Jika Anda memiliki hewan peliharaan kucing, jangan biarkan Anda berkeliaran di luar rumah yang memperbesar kemungkinan kontak dengan toxoplasma. 7. Mintalah anggota keluarga lain untuk membantu Anda membersihkan kucing Anda termasuk memandikannya, mencuci kandang, tempat makannya. 8. Beri makan kucing Anda dengan makananan yang sudah dimasak dengan baik. 9. Lakukan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan kucing Anda. 10. Gunakan sarung tangan plastik ketika Anda harus membersihkan kotoran kucing, sebaiknya dihindari. 11. Cuci tangan sebelum makan dan setelah berkontak dengan daging mentah, tanah atau kucing. 12. Gunakan sarung tangan plastik jika Anda berkebun terutama jika terdapat luka pada tangan Anda (Pandu, 2010). E. Pengobatan Toxoplasma Gondii Untuk mengendalikan infeksi yang persisten ini, umumnya diperlukan reaksi imun tubuh yang memadai (adekuat). Penderita toksoplasma dengan 13 sistem imun yang normal tidak memerlukan pengobatan, kecuali ada gejalagejala yang berat atau berkelanjutan. Toksoplasmosis pada penderita imunodefisiensi harus diobati karena dapat mengakibatkan kematian. Toksoplasmosis pada ibu hamil perlu diobati untuk menghindari toksoplasmosis bawaan pada bayi. Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibu hamil adalah spiramisin 3 gram/hari yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa memandang umur kehamilan, atau bilamana mengharuskan maka dapat diberikan dalam bentuk kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin setelah umur kehamilan di atas 16 minggu (Sasmita, 2007). Lebih lanjut disampaikannya bahwa pencegahan merupakan faktor utama dalam mengurangi prevalensi toxoplasmosis pada manusia. Untuk menghindari penularan toxoplasma melalui oosit infektif dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain, selalu menjaga kebersihan hewan kesayangan (kucing diketahui sebagai induk semang definitif toxoplasma), tidak memberikan daging mentah pada kucing piaraan, dan mencuci buah serta sayur sebelum dikonsumsi. Sementara itu, untuk mencegah penularan toxoplasma melalui sista dapat dilakukan dengan mencuci daging sebelum dimasak dan mengurangi mengonsumsi daging setengah matang (Rilis, 2008). F. Pemeriksaan Toxoplasma Gondii Diagnosis penyakit toksoplasma umumnya ditegakkan karena adanya kecenderungan yang mengarah pada penyakit tersebut, antara lain adanya riwayat: 14 1. Infertilitas, abortus, lahir mati, kelainan bawaan. 2. Memelihara binatang piaraan berbulu, misalnya kucing Pemeriksaan yang digunakan saat ini untuk mendiagnosis toxoplasma adalah pemeriksaan serologis, dengan memeriksa zat anti (antibodi) IgG dan IgM Toxsoplasma gondii. Antibodi IgM dibentuk pada masa infeksi akut (5 hari setelah infeksi), titernya meningkat dengan cepat (80 sampai 1000 atau lebih) dan akan mereda dalam waktu relatif singkat (beberapa minggu atau bulan). Antibodi IgG dibentuk lebih kemudian (1-2 minggu setelah infeksi), yang akan meningkat titernya dalam 6-8 minggu, kemudian menurun dan dapat bertahan dalam waktu cukup lama, berbulan-bulan bahkan lebih dari setahun. Oleh karena itu, temuan antibodi IgG dianggap sebagai infeksi yang sudah lama, sedangkan adanya antibodi IgM berarti infeksi yang baru atau pengaktifan kembali infeksi lama (reaktivasi), dan berisiko bayi terkena toksoplasmosis bawaan. Berapa tingginya kadar antibodi tersebut untuk menyatakan seseorang sudah terinfeksi toxoplasma sangatlah beragam, bergantung pada cara peneraan yang dipakai dan kendali mutu dan batasan baku masing-masing laboratorium. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Teguh Wahyu S dkk. (1998), yang menyatakan seorang ibu yang tergolong positif bilamana titer IgGnya 2.949 IU/mL atau IgM 0.5 IU/mL, sedangkan tergolong negatif bilamana titer IgG < 2.0 IU/mL atau IgM < 0.5 IU/ml (Zrofikoh, 2008). Tidak semua ibu hamil yang terinfeksi toxsoplasma akan menularkan toxoplasma bawaan pada bayinya. Bilamana dalam pemeriksaan ibu sebelum 15 hamil menunjukkan IgG positif terhadap toksoplasma, berarti ibu tersebut terinfeksi sudah lama, tetapi bukan berarti bahwa 100% bayinya akan bebas dari toxoplasma bawaan. Apabila pemeriksaan serologis baru dilakukan pada saat hamil, maka : a. bila IgG (+) dan IgM (-); dianggap sebagai infeksi lama dan risiko janinnya terinfeksi cukup rendah sehingga ada sebagian pakar yang berpendapat tidak perlu diobati, kecuali jika pasien itu mengidap gangguan kekebalan. b. bila IgG (+) dan IgM (+); uji perlu diulang lagi 3 minggu kemudian. Bilamana titer IgG tidak meningkat maka dianggap infeksi terjadi sebelum kehamilan dan risiko untuk janinnya cukup rendah, sedangkan jika titer IgG meningkat 4 kali lipat dan IgM tetap positif maka ini berarti bahwa telah terjadi infeksi baru dan janin sangat berisiko mengalami toxoplasma bawaan atau terjadi keguguran. c. bila IgG (-) dan IgM (-); bukan berarti terbebas dari toksoplasmosis bawaan, justru pada ibu ini pemeriksaan harus diulang setiap 2-3 bulan untuk menasah serokonversi (perubahan negatif menjadi positif). d. Bilamana pada ibu hamil ditemukan IgM (+) maka pengobatan sudah pasti harus diberikan dan pemeriksaan ultrasonografi dilakukan berulang kali untuk menen-tukan adanya kelainan janin. e. Ultrasonografi serial setiap 3 minggu dilakukan untuk menentukan adanya kelainan, misalnya: asites, pembesaran rongga otak (ventrikulomegali) (V/H), pemesaran hati (hepatomegali), perkapuran (kalsifikasi) otak. Bila 16 pada janin terdapat kelainan maka perlu dipertimbangkan untuk pengakhiran (terminasi) kehamilan. f. Bila mungkin, dilakukan pengambilan darah janin pada kehamilan 20-32 minggu untuk pembiakan parasit (inokulasi) pada mencit. Bila inokulasi memberikan hasil positif maka perlu dipertimbangkan untuk pengakhiran kehamilan. g. Setelah bayi lahir perlu dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap bayi, antara lain: pengambilan darah talipusat ketika bayi baru saja lahir untuk pemeriksaan serologis antibodi janin atau isolasi T. gondiii, pemeriksaan titik-cahaya mata (funduskopi), dan USG atau foto rontgen tengkorak.Diagnosis toxoplasma bawaan pada bayi lebih sukar ditetapkan karena gejala klinis dari infeksi toksoplasma bawaan sangat beraneka ragam dan seringkali subklinis (tidak terlihat) pada neonatus. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan serologis pada neonatus, terutama bilamana diketahui ibunya terinfeksi selama kehamilan. Antibodi IgG dapat menembus plasenta, sedangkan antibodi IgM tidak dapat menembus plasenta. Dengan demikian, apabila pada darah bayi ditemukan antibodi IgG mungkin hanya merupakan pindahan (transfer) IgG ibu, dan lambat-laun akan habis. Pada usia 2-3 bulan, bayi sudah dapat membentuk antibodi IgG sendiri, bilamana bayi terinfeksi toksoplasma bawaan maka konsentrasi IgGnya akan mulai meningkat lagi setelah IgG yang diperoleh dari ibunya habis. Tetapi jika ditemukan antibodi IgM, maka ini menunjukkan infeksi nyata pada bayi (toxoplasma bawaan) (Zrofikoh, 2008). 17 G. Pasangan Usia Subur (PUS) Suami isteri yang isterinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun dan masih haid atau pasangan suami isteri yang isteri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau isteri sudah berumur 50 tahun, tetapi masih haid (Depkes RI, 2003). H. Pegetahuan Pasangan Usia Subur(PUS) Tentang Toxoplasma Gondii 1. Defenisi Pengetahuan adalah merupakan hasil (tahu) dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmojo, 2005). Pengetahuan adalah kepercayaan yang benar, pengetahuan juga adalah hasil atau apa yang diketahui atau hasil pekerjaan. Pekerjaan yaitu hasil dari kenal, sadar,insaf, mengerti dan pandai (bachtiar, 2004). 1. Cara memperoleh pengetahuan Dari berbagai macam cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian (Notoatmojo, 2005). a. Cara Tradisional Dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukanya metode ilmiah yaitu: 18 1. Cara coba salah (Trial And Error) Cara coba-coba yang dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan suatu masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain. 2. Cara kekuasaan atau Otoritas Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah,otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. 3. Berdasarkan pengalaman pribadi Cara ini dilakukan dengan cara mengulang kembali dengan pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah ini yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama dapat pula dilakukan dengan cara yang sama. 4. Melalui jalan pikiran Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan penalaranya atau jalan pikiranya 5. Cara Modern Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan ini mode sistematis, logis dan ilmiah.cara ini disebut dengan “metode penelitian ilmiah” atau lebih popular disebut metode penelitian (Research Methodelogi) yang mengembangkamn metode berpikir induktif dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala alam atau kemasyarakatan. 19 Kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan di klasifikasikan, dan akhirnya diambil kesimpulan umum (Notoatmojo, 2005). b. Tingkat pengetahuan Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat (Notoatmojo, 2005). 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelunya 2. Memahami (Komprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan meteri yang tela dipelajari pada situasi atau kondisi rill atau sebenarna. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan suatu untuk menjabarkan materi suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitanya satu sama lainnya. 20 5. Sintesis (Syenthesis) Sintesis menunjuk kepada kemampua untuk meletakkan atau kemampuan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 2. Pengukuran pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara kuesioner atau pertanyaan-pertanyaan yang mencakup tentang pengetahuan ibu hamil dengan toxoplasma di nilai seberapa luas kedalaman pengeahuan ibu hamil entang toxoplasma dapat kita ketahui atau kita ukur melalui persentase yang dihasilkan oleh responden (Notoatmojo, 2005). Pengetahuan baik : Bila> 75 % jika jawaban benar Pengetahuan cukup : Bila 60-75% jika jawaban benar Pengetahuan rendah : Bila < 60% jika jawaban benar I. Kerangka Teoritis Menurut Notoadmojo, (2005) yang mempengaruhi pengetahuan. - Penularan Pencegahan Pengobatan Gambar 1. Kerangka Teori Penegtahuan Pasangan Usia Subur Tentang Infeksi Toxoplasma 21 BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep Menurut Kurniawan (2008) resiko infeksi Toxoplasma gondii sangat tergantung pada imunitas seseorang, bahkan sangat bervariasi sesuai dengan situais. Salah satu misalnya ibu hamil yang telah imun sebelum konsepsi, tidak mempunyai resiko infeksi Toxoplasma gondii terhadap fetus yang di kandung. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang lain diamati atau diukur melalui penelitianpenelitian yang akan dilakukan (Notoadmojo,2002). Berdasarkan uraian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah seperti gambar dibawah ini : Input Proses pengetahuan tentang : - PUS - Penularan Toxoplasma Pencegahan Toxoplasma Pengobatan Toxoplasma Gambar 2. Kerangka Konsep Output - Baik Cukup Kurang 22 B. Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional No 1 2 3 Variabel Definisi Operasianal Cara Ukur Alat Ukur Penularan Sesuuatu yang di sebabkan Toxoplasma karena adanya faktor gondii penyabab Penyebaran kuesioner dengan kriteria : -Baik,Bila > 75% - 100% -Cukup, Bila 60%-75% -Kurang, Bila < 60% Kuesioner Pencegahan toxoplasma gondii Penyebaran kuesioner dengan kriteria : -Baik,Bila > 75% - 100% -Cukup, Bila 60%-75% -Kurang, Bila < 60% Kuesioner Penyebaran kuesioner dengan kriteria : -Baik,Bila > 75% - 100% -Cukup, Bila 60%-75% -Kurang, Bila < 60% Kuesioner Tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya resiko infeksi dan penularan penyakit Pengobatan Suatu proses, pembuatan Toxoplasma atau suatu cara mengobati gondii seseorang Hasil ukur -Baik Skala Ukur Ordinal -Cukup - Kurang -Baik Ordinal -Cukup - Kurang -Baik -Cukup - Kurang Ordinal 23 BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional (variabel dependen dan independen diukur dalam waktu yang sama) yaitu untuk melihat Gambaran Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang Infeksi Toxoplasma Gondii di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasangan usia subur yang ada di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh dengan jumlah populasi sebanyak 480 orang. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah Pasangan Usia Subur yang ada di desa Peuniti kecamatan Baiturrahman dengan jumlah sampel berjumlah 30 orang, pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Probability Sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dengan kriteria sebagai berikut : a. Suami isteri yang isterinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun dan masih haid atau pasangan suami isteri yang isteri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau isteri sudah berumur 50 tahun, tetapi masih haid. b. Pasangan Usia Subur yang berdomisili di desa peuniti 24 C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian ini dilakukan di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh. 2. Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 7-9 September 2013. D. Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer yaitu data yang langsung diperoleh atau di kumpulkan langsung melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah disediakandan disusun sebelumnya. 2. Data Skunder Data skunder yaitu data penunjang yang didapat dari laporan puskesmas baiturrahman banda aceh. E. Intrumen Penelitian Adapun instrumen yang digukan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisikan 20 pertanyaaan. Tentang 7 pertanyaan pengetahuan tentang penularan, 8 pertanyaan pengetahuan tentang pencegahan, 5 pertanyaan pengetahuan tentang pengobatan. 25 F. Pengolahan Data 1. Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Editing, yaitu memeriksa kembali segala kesalahan dalam pengambilan data dan pengisian data. b. Coding, yaitu pengolahan data dengan cara memberi kode pada setiap jawaban dari responden. c. Transferring, yaitu memindahkan data dalam bentuk tabel. d. Tabulating, yaitu data yang telah dikumpulkan ditabukasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. 2. Analisa Data Analisa data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data univariat. Analisa yang di gunakan untuk menjabarkan secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi variabel yang di teliti baik variabel dependen maupun variabel independen. Data didapat dari pengisian kuisioner, di analisa secara persentase ke dalam bentuk tabel distribusi menggunakan rumus (Budiarto, 2002), yaitu sebagai berikut: P x 100 % Keterangan : P : Persentase f : Frekuensi Teramati n : Jumlah responden yang menjadi sampel 26 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian Desa Peuniti berada di kecamatan Baiturrahman Banda Aceh, yang terletak di antara Desa Ateuk Pahlawan, Labuie, Neusu Aceh, dan Simpang lima (Peunayong).Ditinjau dari segi geografisnya Desa Peuniti Kecamata Baiturrahman Banda Aceh di batasi oleh : a. Sebelah barat berbatasan dengan Labuie b. Sebelah utara berbatasan dengan Simpang Lima c. Sebelah timur berbatasan dengan Neusu Aceh d. Sebelah selatan berbatasan dengan Ateuk Pahlawan 2. Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan data penelitian di laksanakan dari tanggal 07 s/d 09 September 2013 di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh. Jumlah sampel yang di dapat sebagai responde yaitu 30 orang. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Probability Sampling yaitu pengambilan sampel pengambilan sampel secara acak sedehana . Untuk mengukur Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang Infeksi Toxoplasma dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyaan, untuk mengukur pengetahuan tentang penularan toxoplasma gondii menggunakan kuesioner yang terdiri dari 7 pertanyaan, untuk 27 mengukur pengetahuan tentang pencegahan toxoplasma gondii menggunakan kuesioner yang terdiri dari 8 pertanyaan, untuk mengukur pengetahuan tentang pengobatan toxoplasma gondii menggunakan kuesioner yang terdiri dari 5 pertanyaan. 3. Analisa Univariat Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari pengetahuan Pasangan Usia Subur tentang penularan, pencengahan, dan pengobatan infeksi toxoplasma gondii. a. Penularan Toxoplasma gondii Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang Pencegahan, Penularan, Pengobatan Infeksi Toxoplasma Gondii Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh Tahun 2013 No. Pengetahuan Frekuensi Persentase 1 Baik 0 0 2 Cukup 7 23,3 3 Kurang 23 76,7 30 100 Jumlah Sumber: Data Primer (Diolah Tahun 2013) Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 30 responden pada umumnya pengetahuan pasangan usia subur tentang penularan infeksi toxoplasma gondii kurang yaitu sebanyak 23 responden (76,7%). 28 B. PEMBAHASAN 1. Penularan, Pencegahan dan Pengobatan Tentang Infeksi Toxoplasma Gondii Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 orang responden. Pada umumnya pengetahuan responden terhadap penularan infeksi toxoplasma gondii yaitu sebanyak 23 orang (76,7%). Menurut para ahli mengatakan bahwa Manusia dapat tertular Toxoplasmosis dari makanan daging yang kurang matang. Manusia juga dapat tertular Toxoplasmosis karena menyentuh kotoran kucing. Sebenarnya, tidak Toxoplasmosis. semua Kucing kucing yang bisa berpotensi menjadi biang menularkan penyakit Toxoplasma hanyalah kucing yang menderita Toxoplasma, dan ini biasanya diderita oleh kucing-kucing liar, yang tidak terawat. Bukan hanya kucing saja yang bisa menularkan Toxoplasmosis, tetapi semua hewan. Terutama hewan yang memakan daging mentah yang telah tertular Toxoplasma. Pencegahan Kucing merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya toksoplasmosis, karena kucing mengeluarkan berjuta juta ookista dalam tinjanya, yang dapat bertahan sampai satu tahun di dalam tanah yang teduh dan lembab. Untuk mencegah hal ini, maka dapat di jaga terjadinya infeksi pada kucing, yaitu dengan memberi makanan yang matang sehingga kucing tidak berburu tikus atau burung. Bila kucing diberikan monensin 200 mg/kg melalui makanannya, maka 29 kucing tersebut tidak akan mengeluarkan ookista bersama tinjanya, tetapi ini hanya dapat digunakan untuk kucing peliharaan Frenkel (2008). Penderita toksoplasma dengan sistem imun yang normal tidak memerlukan pengobatan, kecuali ada gejala-gejala yang berat atau berkelanjutan. Toksoplasmosis pada penderita imunodefisiensi harus diobati karena dapat mengakibatkan kematian. Toksoplasmosis pada ibu hamil perlu diobati untuk menghindari toksoplasmosis bawaan pada bayi. Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibu hamil adalah spiramisin 3 gram/hari yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa memandang umur kehamilan, atau bilamana mengharuskan maka dapat diberikan dalam bentuk kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin setelah umur kehamilan di atas 16 minggu (Sasmita, 2007). Menurut hasil penelitian dari Lasmawati (2010) dengan judul “ gambaran penularan toxoplasma gondii terhadap manusia” mengatakan bahwa Penularan penyakit Toxoplasmosis tidak hanya menyerang pada wanita saja pria pun bisa terkena penyakit ini. Toxoplasma pada pria yang cukup banyak menyerang pada pasangan usia subur (15-49 tahun). Menurut hasil pelitian dari Elissa (2006) dengan judul “Hubungan sebab akibat antara infeksi Toxoplasma, yang menyebabkan abortus, kelahiran mati dan kelahiran anak cacat kongenital” hasil penelitian ditemukan bahwa adanya hubungan infeksi toxoplasma dengan kelahiran cacat sebanyak 24 ( 68,3%) dengan nilai P = 0,002. 30 Menurut hasil penelitian dari Merry (2008) dengan judul “Gambaran pengobatan infeksi toxoplasma gondii” mengatakan bahwa Pengobatan penyakit Toxoplasmosis bila tidak di lakukan pengobatan secara baik maka akan bisa menyebabkan penularan kepada orang lain. Berdasarkan hasil penelitian, teori dan literatur diatas maka peniliti berasumsi bahwa pengetahuan yang kurang pada pasangan usia subur baik pada pencegahan, penularan, dan pengobatan tentang infeksi toxoplasma gondii di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu rendahnya pendidikan PUS di desa peuniti di mana mayoritas PUS dengan pendidikan terakhir adalah SMA 31 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Gambaran Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang Infeksi Toxoplasma Di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh, maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Pengetahuan Pasangan Usia Subur tentang penularan, pencegahan, pengobatan infeksi toxoplasma gondii termasuk dalam kategori kurang yaitu sebanyak 23 orang (76,7%) di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu rendahnya pendidikan PUS di desa peuniti mana mayoritas PUS dengan pendidikan terakhir adalah SMA. B. Saran 1. Bagi Instituti Pendidikan Di harapkan dari penelitian ini dapat di jadikan bahan acuan yang dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa 2. Bagi Tempat Penelitian Diharapkan bagi tempat penelitian massukan untuk kedepannya semoga dapat menjadi 32 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan dengan metode penelitian yang lebih baik dan menggunakan variabel yang lain. 33 DAFTAR PUSTAKA Budiarto, (2002). Biostatistik umtuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC Daffos F, dkk. (2001). prenatal manajement of pregnancies at risk for congenitalt toxoplasmosis. MOGI Supl. Depkes RI. (2003). Sistim Kesehatan Nasional, Jakarta, Departemen Kesehan Republik Indonesia. Dharmana, (2007) , Toxoplasma gondii, Musuh Dalam Selimut:Semarang Kakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Elissa, (2006). Hubungan Sebab Akibat Antara Infeksi Toxoplasma Yang Menyebabkan Abortus, Kelahiran Mati Dan Kelahiran Anak Cacat Congenital : Surabaya. Gandahusada, (2006). Diagnosis prenatal toksoplasmosis kongenital dan pencegahannya, Jakarta, Kedokteran Indonesia. Juanda, (2006). Akibat dan Solusi infeksi TORCH, Solo,Wangsa Jatra Lestari Lasmawati, (2010). Gambaran penularan toxoplasma gondii terhadap manusia : Jakarta : KTI Merry, (2008). Pengobatan Penyakit Toxoplasma : Jakarta: KTI Notoadmojo, S.( 2005). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta, Rineka Cipta. Pandu, (2010). Pencegahan Toxoplasma Gondii, http://thatycayang.blogspot.com/2013/04/makalah-pencegahan toxoplasma-gondii-menyebabkan.Akses 24-8-2013 2010 , (2010). Pemeriksaan dan pengobatan Toxoplasma gondii, Jakarta, Rineka Cipta Rilis, (2008). Toxoplasma gondii pada manusia dan diagnosisnya :FK UNAIR . Surabaya 34 Sasmita, (2007). Mikrobiologi untuk profesi kesehatan , Jakarta : EGC Srissi, (2008). Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Dengan Kejadian Toxoplasma Di Rumah Sakit Ciptomangun Kusumo : Jakarta Ummi S, (2008). Aspek Imunologik dan Laboratorik Infeksi TORCH. Semarang, Temu IlmiahPOGI Cabang. Zrofikoh, (2008). Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi.Yogyakarta, Gajah Mada University Press.