BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kucing (Felis silvestris catus) Dahulu kucing adalah binatang liar yang berasal dari miacis (sejenis musang yang hidup liar pada 60 juta tahun silam). Selama evolusinya keluarga kucing terbagi dalam 3 kelompok, yaitu panthera, acinonyx dan felis. Panthera adalah sejenis kucing besar, salah satunya Panthera leo europaea (Panthera leo). Acinonyx adalah anggata keluarga kucing yang berburu mangsa dengan menggunakan kecepatan, dan Felis adalah sejenis kucing kecil, salah satunya African wild cat (Felis sylvestris) yang kemudian berkembang menjadi kucing modern. Di alam, kucing hidup sebagai pemburu soliter, memangsa tikus kecil dan burung (Suwed, 2006). Hingga kini belum ada literatur yang mengungkapkan sejarah kucing mulai dipelihara manusia. Dugaan para ahli sejarah menyatakan kucing hidup berdampingan dengan manusia sejak 5000 tahun silam. Kala itu, penduduk di Mesir memanfaatkan kucing sebagai "penjaga" lumbung gandum untuk menghalau tikus di sepanjang sungai Nil. Penduduk Mesir menyembahnya sebagai dewi kucing Bastet pada masa 600-200 SM. Bastet dilambangkan dengan kepala kucing yang berarti dewi kesuburan, kehidupan dan kematian. Begitu agungnya kucing, ada peraturan yang melindunginya, dan ada hukuman berat akan dijatuhkan bila terbukti menyakiti dan membunuhnya (Muller, 1997). 6 Kucing juga menjadi hewan terhormat. Ketika kucing itu mati, pemilik pun memandikannya layaknya anggota keluarga sebelum dimakamkan. Bahkan, bila pemilik meninggal dunia maka jasad kucing itu juga diikutkan ke pemakaman sebagai perlambagan cinta dan keabadian. Hal itu terbukti saat ditemukan 300.000 mumi kucing di kuil Bast. Mereka percaya kucing bisa mempunyai kekuatan magis untuk melihat kebenaran dan kehidupan. Itulah sebabnya kucing dipanggil "mau". Sebutan itu mungkin karena suaranya "meaou", tetapi arti sebenarnya adalah "melihat" ( Muller, 1998). Penyebaran kucing kepelosok dunia dimulai oleh pedagang asal Cina, kucing-kucing itu menyebar ke Jepang semasa kekaisaran Ichi-Jo. masuknya kucing ke Inggris atas jasa orang Romawi. Penyebaran itulah yang menyebabkan terjadinya kawin silang antar kucing sehingga menghasilkan ras baru yang memiliki ciri fisik dan karakteristik berbeda (Edney, 2000). Sistematika penggolongan kucing secara lengkap adalah sebagai berikut (Jasin, 1992): Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Klass : Mammalia Ordo : Carnivora Family : Felidae Genus : Felis Spesies : Felis silvestris catus Kucing Bali yang diberi nama The Balinese Cat karena memiliki garis yang rata, mempunyai gerakannya lemah lembut, dan penampilan dari kucing bali menitikberatkan pada bulu yang tebal dan bentuk badan yang ramping. Evolusi kucing di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti adaptasi terhadap lingkungan, mutasi, kondisi geografis dan kesukaan orang. kucing sudah menyebar ke seluruh dunia dan mengalami perubahan secara bertahap sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan baru. Ada dua tipe struktural dari kucing yaitu kucing dengan rambut panjang dan rambut pendek yang merupakan hasil adaptasi terhadap iklim dingin dan iklim panas (Norsworthy, 1993). 2.2. Toxoplasma gondii Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler dari golongan protozoa dan bersifat parasit obligat dan dapat menyerang semua hewan berdarah panas. Belakangan ini diketahui dapat juga menginfeksi burung, rodensia dan ikan paus (Carruthers, 2002). 2.2.1 Sejarah Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan oleh Nicole dan Manceaux tahun 1908 pada limfa dan hati hewan pengerat Ctenodactylus gundi di Tunisia Afrika dan pada seekor kelinci di Brazil. Lebih lanjut Mello pada tahun 1908 melaporkan protozoa yang sama pada anjing di Italia, sedangkan Janku pada tahun 1923 menemukan protozoa tersebut pada penderita korioretinitis dan oleh Wolf pada tahun 1937 telah di isolasinya pada kelahiran neonatus dengan ensefalitis dan dinyatakan sebagai penyebab infeksi secara kongenital pada anak. Walaupun perpindahan intra-uterin secara transplasental sudah diketahui, tetapi baru pada tahun 1970 daur hidup parasit ini menjadi jelas ketika ditemukan daur seksualnya pada kucing (Hutchison, 1970). Menurut Brotowidjoyo (1987), pada tahun 1969 posisi T. gondii dalam klasifikasi masih belum pasti, namun pada tahun 1970 dapat ditetapkan bahwa T. gondii termasuk kelas Sporozoa yang mirip dengan Isospora. Pada tahun 1970, ditemukan secara serentak di beberapa negara bahwa T. gondii ternyata memproduksi ookista di dalam tubuh kucing yang tidak dapat dibedakan dengan ookista yang kemudian disebut Isospora bigemina. Dengan kata lain, ookista ini berisi dua sporokista yang masing-masing berisi empat sporozoit (Levine, 1990). Di Indonesia toxoplasmosis mulai diteliti pakar ilmu kesehatan pada tahun 1972 baik pada manusia ataupun pada hewan (Sasmita et al., 1989). 2.2.2 Morfologi dan klasifikasi Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, yang dalam perkembangbiakannya terdapat tiga bentuk yaitu: takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi sporozoit) (WHO, 1979, Frenkel, 1989, Sardjono et al., 1989). Bentuk takizoit (disebut juga tropozoit atau endozoit), biasanya ditemukan pada infeksi akut (Suardana dan Soejodono, 2005). Berbentuk seperti bulan sabit dengan satu ujungnya runcing dan ujung lain agak membulat, dengan ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel dan dapat memasuki tiap sel yang berinti. Takizoit sering dijumpai pada darah, cairan peritoneal, cairan serebrospinal dan cairan limfe. Bentuk kista (bradizoit), bentuk ini mengandung bradizoit dengan ukuran 30-100 mikron dikelilingi oleh membran dan bentuk ini merupakan bentuk yang resisten terdapat di dalam sel hati, ginjal, paru-paru dan otak. Di dalam sel otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot. Kista ini merupakan stadium istirahat dari T. gondii. Infeksi kronis kista dapat ditemukan dalam jaringan organ tubuh dan terutama di otak (Levine, 1990). Bentuk ookista, bentuk ini ditemukan pada tinja kucing. Ookista di dalam tinja mula-mula tidak bersporulasi dan berbentuk bundar, setelah bersporulasi ookista bentuknya subsprikel dengan ukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista mempunyai dinding, di dalamnya ditemukan 2 sporokista yang masing-masing mengandung 4 sporozoit berukuran 8 x 2 mikron (Frenkel, 1989 ; Levine, 1990). Toxoplasma gondii dalam klasifikasi termasuk kelas Sporozoasida, karena berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara bergantian. Menurut Levine (1990), klasifikasi Toxoplasma sebagai berikut: Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Protozoa Phylum : Apicomplexa Klass : Sporozoasida Sub Klass : coccidiasina Ordo : Eucoccidiorida Sub Ordo : Eimeriorina Family : Sarcocystidae Genus : Toxoplasma Species : Toxoplasma gondii. 2.2.3 Cara infeksi Manusia ataupun hewan dapat terinfeksi oleh T.gondii dengan berbagai cara yaitu secara langsung dengan memakan daging mentah atau kurang masak yang mengandung kista T.gondii, termakan atau tertelan ookista bersama buahbuahan dan sayur-sayuran yang terkontaminasi. Secara kongenital, terjadi intra uterin melalui plasenta dan bisa juga penularannya melalui jarum suntik dan alat laboratorium lain yang terkontaminasi T.gondii (kecelakaan laboratorium) (WHO, 1979 ; Levine, 1990). 2.2.4 Gejala klinis Toxoplasmosis bisa menyerang semua hewan dan manusia. Pada kucing, sulit didapatkan bukti klinis infeksi toxoplasma. Kucing yang terinfeksi akan menjadi lesu dan anoreksia. Kematiannya disebabkan karena terjadi pneumonia, hepatitis, pankreatitis, myositis dan enchepalitis tapi yang terakhir ini jarang. Gejala yang bisa teramati, demam tinggi, enteritis, ulserasi, limphoglandula mesenterica, pneumonia, dan ikterus (Dubey, 1976). Pada manusia, gejala serius muncul pada bayi yang dilahirkan abortus dan lahir dini (1 : 10 bayi yang terinfeksi)ditemukan gejala infeksi mata, pembesaran hati dan limpa, dan diikuti kematian. Sedangkan pada bayi yang lahir normal, gejala akan tampak setelah beberapa minggu, bulan atau tahun setelah lahir. Gejala ini banyak dijumpai setelah usia pubertas misalnya adanya gangguan pada mata sampai terjadi kebutaan, kegagalan pada sistem syaraf, gangguan pendengaran, deman, ikterus, erupsi kulit, gangguan pernafasan. Pada bentuk laten biasanya berupa kerusakan psikomotor, konvulsi dan pembesaran kepala (hidrosepalus). Pada 69% kasus berkaitan dengan korioretinitis dengan peningkatan volume otak (Chandra, 2001). 2.2.5 Diagnosis Diagnosa dapat ditegakkan dari gejala klinis yang tampak. Menemukan parasit dalam jaringan atau cairan tubuh yaitu membuat preparat hapus atau sentuh dari berbagai organ dalam kucing dengan pengecatan giemsa atau preparat jaringan yang dicat dengan H.E. (Johnson et al., 1988 dalam Oka et al., 2006). Disamping itu bisa juga dilakukan dengan menggunakan uji serologis seperti The Modified Agglutination test (MAT), Indirect Haemaglutination (IHA), Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau Immuno Fluorescent Assay (IFA) (Sciammarella, 2002). 2.2.6 Penanganan Toxoplasmosis merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia. Penularan toxoplasmosis dari hewan ke manusia melalui tertelannya ookista yang sudah bersporulasi dan termakannya kista yang terdapat pada daging yang terinfeksi toxoplasma. Strategi pengendalian penyakit ini antara lain meliputi pengetahuan tentang toxoplasmosis, perlakuan daging atau bahkan asal hewan sebelum dimakan. Pencegahan terhadap toxoplasmosis antara lain memasak daging yang mengandung kista jaringan minimal 660C selama 20 menit atau pendinginan pada suhu -200C selama beberapa hari, pemakaian sarung tangan dalam pengolahan daging dan pencucian tangan setelah pengolahan daging (Lappin, 1994). Obat-obat yang digunakan untuk toxoplasmosis antara lain pirymethamin dengan dosis 25-50 mg/hari selama 2-4 minggu. Obat lain yang digunakan adalah sulfadiazine dengan dosis 2-4 gr/hari diberikan 3-6 kali (Sciammarella, 2002). Pengobatan toxoplasma pada kucing dapat diberikan clindamycin dengan dosis 10-40 mg/kg berat badan secara oral dan 25-50 mg/kg berat badan dengan suntikan ( Suardana dan Soejodono, 2005).