Analisis Pengaruh Pergantian Chief Executive Officer (CEO

advertisement
Analisis Pengaruh Pergantian Chief Executive Officer (CEO) Terhadap Praktek
Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan BUMN dan Non BUMN di Bursa Efek
Indonesia )
Oleh:
Jenny Sevi Wandeca
NPM : 0851031022
Telepon : 087899222722
Email : [email protected]
Pembimbing I
: Susi, S.E., Akt., M.B.A., Ph.D.
Pembimbing II
: Liza Alvia, S.E.,M.Sc. Akt.
ABSTRAK
Salah satu motivasi tindakan praktek manajemen laba adalah
pergantian Chief Executive Officer (CEO). Pergantian CEO disebabkan
karena tidak tercapainya tujuan bersama antara manajer dengan pemilik
perusahaan dan tidak mengahasilkan hasil kinerja yang baik pada saat
jabatannya, sehingga diduga pada saat pergantian CEO akan terjadi tindakan
praktek manajemen laba dengan pola Taking a Bath untuk memperlihatkan
hasil kinerja yang baik dan dapat memenuhi tujuan perusahaan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menguji pergantian CEO berpengaruh negatif
terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan
untuk menguji tindakan manajemen laba antara perusahaan BUMN dan NON
BUMN.
Sampel yang terdiri dari perusahaan BUMN dan Non BUMN tahun
2008 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Manajemen laba diukur
menggunakan Discreationary Accruals (DA), Model Modifikasi Jones.
Hipotesis penelitian ini diuji dengan menggunakan Uji independent sampel ttest.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pergantian CEO tidak
berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang
terdaftar di BEI. Praktek manajemen laba pada perusahaan BUMN dan Non
BUMN tidak terbuktik berbeda.
Kata Kunci: pergantian CEO, manajemen laba.
Analisis Pengaruh Pergantian Chief Executive Officer (CEO) Terhadap Praktek
Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan BUMN dan Non BUMN di Bursa Efek
Indonesia )
Oleh:
Jenny Sevi Wandeca
NPM : 0851031022
Telepon : 087899222722
Email : [email protected]
Pembimbing I
: Susi, S.E., Akt., M.B.A., Ph.D.
Pembimbing II
: Liza Alvia, S.E.,M.Sc. Akt.
ABSTRAK
One of the motivations of earnings management practices of action is a
change of Chief Executive Officer (CEO). CEO turnover is caused due to
failure to achieve shared goals between the manager with the company owner
and does not result in a good performance during his tenure, so the thought at
the turn of the CEO will place the practice of earnings management measures
Taking a Bath with a pattern to show a good performance and can meet
corporate objectives. The purpose of this study was to examine CEO turnover
negative affect earnings management practices in companies listed on the
Indonesia Stock Exchange and to examine measures of earnings management
between BUMN and NON BUMN.
Sample of BUMN and NON BUMN enterprises in 2008 are listed in
Indonesia Stock Exchange. Earnings management is measured using
Discreationary Accruals (DA), Modified Jones Model. Research hypotheses
are tested using independent samples t-test test. The results show that CEO
turnover does not negative affect the earnings management practices in
companies listed on the Indonesia Stock Exchange. Earnings management
practices in BUMN and NON BUMN are no different.
Keywords: CEO turnover, earnings management.
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Salah satu tolak ukur yang digunakan dalam penilaian kinerja perusahaan oleh
pemakai laporan keuangan adalah laba. Hal ini sejalan dengan Statement of Financial
Accounting Concepts (SFAC) No.1 (1987) (yang dikutip Belkoui, 1993 dalam
Widyaningdyah, 2001), bahan informasi laba menjadi perhatian utama untuk menaksir
kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Kinerja perusahaan baik atau buruk dapat
dilihat dari hasil kerja keras manajemen puncak dalam mengelola perusahaan secara
langsung untuk mencapai tujuan utama perusahaan. CEO (Chief Executive Officer)
dikatakan kinerjanya bagus apabila memiliki prestasi yang baik tiap tahunnya dan dapat
mencapai tujuan bersama antara pricipal dan agent, namun tidak menutup kemungkinan
terjadinya pergantian CEO, sebab CEO tidak dapat mencapai tujuan utama di perusahaan
dan akan memperkerjakan CEO baru.
Terkadang dalam pergantian CEO diduga mempunyai potensi terjadinya praktek
manajemen laba. Handoko (2006) meneliti pergantian CEO baru mendorong pihak
manajemen untuk melakukan praktek manajemen laba dengan pola taking a bath dalam
laporan keuangan perusahaan dengan meminimalkan income atau bahkan membuat rugi
pada tahun transisi guna meningkatkan laba di masa yang akan datang. Manajemen laba
dalam hal taking a bath dilakukan oleh CEO baru, supaya CEO baru tersebut
mendapatkan kepercayaan dari principal untuk mengelola perusahaan yang dimilki oleh
principal tersebut, karena kinerjanya telah berhasil.
Pergantian CEO merupakan strategi terbaik bagi sebuah perusahaan yang sedang
turun demi menentukan nasib barunya di masa depan. Dalam pemilihan CEO baru juga
memilki ketentuan yang berlaku sesuai dengan peraturan perusahaan biasanya
mengutamakan pengalaman seseorang yang berkopeten, orang yang mampu mengikuti
perkembangan jaman, orang yang berpengalaman di bidang ekonomi, orang yang tidak
ceroboh, bisa dipercaya, bijaksana, ulet dan kerja keras. Namun perusahaan juga
dikatakan tidak stabil apabila terlalu sering mengalami pergantian CEO tiap tahunnya.
Pergantian CEO juga memiliki sebab lain selain tidak tercapai tujuan perusahaan yaitu
terjadi pergantian CEO karena masa waktu jabatan kerjanya sudah habis dan pergantian
CEO karena sudah masa non aktif kerja atau disebut dengan pensiun dan pergantian ini
disebut normal.
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory)
Pemicu utama dalam pergantian CEO adalah tidak tercapai tujuan besama antara
manajer dengan pemilik perusahaan. Karena sudah dibuktikan di banyak penelitian,
bahwa semakin jauh perbedaan pencapaian kinerja perusahaan dengan harapan
stakeholders dan semakin memiliki perbedaan antara kompensasi yang diperoleh
manajer dengan harapan kompensasi para stakeholders, maka akan terjadi pergantian
CEO. Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen.
Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal,
termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen
(Anthony dan Govindarajan, 2005) dalam Yasa dan Novialy, 2012. Pada perusahaan
yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal, dan CEO
(Chief Executive Officer ) sebagai agen mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO
untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Konsep agency theory dapat menggambarkan hubungan kontrak antara agent dan
principal dimana agent berkewajiban untuk melakukan tugas bagi kepentingan principal.
Dalam hubungan keagenan, masing-masing pihak terdorong oleh motivasi yang berbeda
sesuai dengan kepentingannya, dan apabila setiap pihak berusaha untuk mencapai atau
mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki, maka dalam hubungan ini dapat
saja terjadi konflik kepentingan antara manajemen selaku agent dan pemilik perusahaan
selaku prinsipal.
Adanya perbedaan kepentingan antara principal dan agent dapat menimbulkan
masalah keagenan (agency problem), dimana masing-masing pihak mengutamakan
kepentingannya. Sebagai manusia yang rasional, agent mengutamakan kepentingannya
(tanpa memperhitungkan kepentingan principal), misalnya dengan melakukan manipulasi
atas laporan laba rugi.
2.1.2. Manajemen Laba
Earning management adalah memanipulasi akuntansi dengan tujuan menciptakan
kinerja perusahaan agar terkesan lebih baik dari yang sebernarnya (Mulford dan
Comiskey, 2010:81). Earning management dibagi menjadi 2 definisi, yaitu definisi
sempit dan definisi luas. Dalam definisi sempitnya, dijelaskan bahwa manajemen laba
hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Selain itu juga diartikan sebagai
perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam
menentukan besarnya earnings. Sedangkan dalam definisi luasnya, manajemen laba
merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan
saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan
peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut
(Widyaningdyah,2001).
Manajemen laba dapat diartikan sebagai campur tangan manajemen di dalam laporan
keuangan eksternal yang memiliki tujuan untuk mengutamakan kepentingan pribadi.
Walaupun banyak definisi yang diberikan terhadap manajemen laba, namun terdapat
kesamaan yang dapat disimpulkan dari definisi tersebut, yaitu usaha campur tangan
manajemen untuk menaikan (menurunkan) laba yang terdapat dalam laporan keuangan
dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat tertentu. Upaya ini tentu
saja pihak akan menguntungkan manajemen, namun di lain pihak akan merugikan pihak
lain yang menggunakan informasi dalam laporan keuangan tersebut karena apa yang
tercantum di dalamnya tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya.
Berdasarkan penelitian (Watts dan zimmerman, 1986 ) dalam Sulistyanto, (2008)
yang terdiri dari ketiga hipotesis yaitu: Bonus plan hypothesis, Debt convenant
hypothesis, Political cost hypothesis dan yang lebih mengacu terhadap penelitian penulis
yaitu Bonus plan hypothesis.
Bonus plan hypothesis adalah Hipotesis yang menyatakan bahwa manajer akan
cenderung untuk mengunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba yang
dilaporkan pada periode berjalan. Tujuan untuk memaksimumkan bonus yang akan
mereka peroleh karena besarnya bonus tergantung dengan besarnya laba yang akan
dihasilkan. Hipotesis ini sering juga dikaitkan dengan skema bonus, dimana:
•
Manajemen akan meminimalkan laba karena kondisi perusahaan saat itu rugi
(kondisi bogey ke kiri).
•
Manajemen barusaha memaksimalkan laba dengan menggunakan metode akuntasi
yang dapat meningkatkan laba agar manajemen mendapatkan bonus yang
maksimal (kondisi bogey ke cap).
•
Manajemen akan membuat laba menjadi rata (income smoothing), supaya
perusahaan dianggap sudah mapan dan stabil. Dalam kondisi ini, manajemen tidak
lagi memaksimalkan bonus karena bonus sudah maksimal (kondisi cap ke kanan).
Dalam penilitian ini penulis bertujuan untuk menambahkan bukti empiris mengenai
tindakan manajemen laba pada pergantian CEO. Karena manajemen salah satunya diukur
dari pencapaian laba usaha. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus
tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan performa terbaiknya sehingga tidak
menutup peluang mareka melakukan tindakan creative accounting agar menampilkan
kinerja yang baik dan akan mendapatkan bonus yang maksimum untuk mendapatkan
kepuasan pribadinya
2.1.2. 1. Pola dalam Manajemen Laba
Dalam pola yang dipilih manajemen untuk melakukan manajemen laba
beraneka ragam, tergantung pada tujuan mereka lakukan manajemen laba. Terdapat 4
pola yang umumnya dipilih dalam melakukan tindakan manajemen laba menurut Scott
(1997:383) dalam Alvia, Januarsi, Sulistiawan (2011), yaitu:
Taking a bath, yaitu melaporkan rugi yang besar sekaligus jika perusahaan mengalami
kerugian sehingga dapat menciptakan peluang laba yang besar di masa yang akan datang.
Pola ini dapat dijelaskan dalam penelitian mengenai bonus plan hypothesis, dimana
manajemen akan meminimalkan laba karena kondisi perusahaan saat ini rugi.
Income minimization, yaitu pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara
menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih rendah daripada laba
sesungguhnya. Pola ini serupa dengan taking a bath. Income minimization dilakukan
pada saat tingkat profitabilitas perusahaan cukup tinggi. Contoh penerapan pola ini
adalah pada saat perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari political
cost.
Income maximization, yaitu pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara
menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi daripada laba
sesungguhnya. Income maximization dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bonus
yang lebih besar, meningkatkan keuntungan, serta untuk menghindari dari pelanggaran
atas kontrak hutang jangka panjang. Income maximization dilakukan dengan cara
mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya dan memindahkan biaya untuk
periode lain.
Income smoothing. Pola ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat laba yang stabil
dan mengurangi fluktuasi naik turunnya laba sehingga perusahaan terlihat stabil. Dalam
hal ini laba akan diturunkan jika terjadi peningkatan yang tajam dan menaikkan laba jika
tingkat laba yang ada berada dibawah tingkat laba ada berada dibawah tingkat laba yang
ditentukan. Tingkat laba yang stabil membuat pemilik dan kreditor lebih memiliki
kepercayaan terhadap manajer.
2.1.2.2. Teknik dan Sasaran dalam Manajemen Laba
Teknik yang umum hanyalah menggunakan fleksibilitas yang terdapat di GAAP, atau
seperti yang dikatakan oleh pimpinan the SEC Arthur Levistt, keluwesan GAAP (Mulford
dan Comiskey, 2010:87). Contoh teknik manajemen laba atau kegiatan akuntansi yang
mungkin digunakan untuk tujuan manajemen laba yaitu:
1. Mengubah metode depresiasi (misal dari metode saldo menurun menjadi garis lurus).
2. Mengestimasi penghapusan atas investasi tertentu.
3. Mengestimasi biaya atau pendapatan yang ditangguhkan.
2.1.3. Kebijakan Akuntansi Akrual
Di dalam akuntansi dikenal istilah basis akrual (accrual basis) dan basis kas (cash
basis). Pada basis kas, pendapatan dan beban dilaporkan dalam laporan laba rugi pada
periode dimana kas telah dibayarkan atau diterima. Contohnya, beban upah dicatat ketika
kas telah dibayarkan kepada karyawan. Laba bersih (atau rugi bersih) adalah perbedaan
antara kas yang diterima (pendapatan) dan kas yang dikeluarkan (beban). Sedangkan
pada basis akrual, pendapatan dilaporkan dalam laporan laba rugi pada periode ketika
terjadinya transaksi. Contohnya, pendapatan dilaporkan ketika jasa telah diselesaikan
kepada pelanggan. Kas belum tentu telah terima dari pelanggan pada periode ini, begitu
juga dengan beban. Beban dilaporkan dalam periode yang sama dengan pendapatan yang
saling berhubungan. Contohnya, upah karyawan dilaporkan sebagai beban pada periode
ketika karyawan telah menyelesaikan jasa kepada pelanggan dan tidak masalah apabila
upah tersebut belum dibayarkan.
Konsep akuntansi yang mendukung pelaporan pendapatan dan beban berhubungan
pada periode yang sama tersebut disebut dengan matching concept atau mathching
principle. Menurut konsep ini, laporan laba rugi akan menghasilkan laba atau rugi pada
suatu periode. Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) mengharuskan penggunaan
basis akrual. Dalam prosesnya konsep akrual ini memungkinkan adanya perilaku bagi
manajer untuk melakukan manajemen laba guna meningkatkan porsi angka akrual antara
lain dapat dilakukan dengan cara mempercepat pendapatan atau mempercepat beban.
Konsep akrual sendiri dapat dibagikan menjadi 2 (Healy dan De angelo, 1986, dalam
Handoko, 2006), yaitu:
•
Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak
diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen.
•
Nondiscretionary accrual merupakan akrual yang wajar, yang apabila dilanggar
akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan menjadi tidak wajar.
Dalam penelitian manajemen laba, yang akan dibahas adalah discretionary accrual
yang merupakan pilihan kebijakan manajemen dalam pemilihan metode akuntansi.
2.1.4. CEO (Chief Executive Officer)
Chief Executive Officer (CEO) merupakan eksekutif yang berada di puncak
perusahaan dan yang bertanggung jawab untuk kelangsungan hidup dan keberhasilan
perusahaan. Mereka memegang jabatan seperti ketua dewan perusahaan, direktur utama
perusahaan, wakil presiden senior, wakil presiden pelaksana dan wakil presiden. Kalau
perusahaan itu dibagi menjadi unit bisnis strategis atau divisi operasi, maka orang yang
mengepalai unit ini juga merupakan manajer puncak
2.1.4.1. Pergantian CEO
Apabila kinerja manajemen tidak sesuai atau peran dan kegiatan CEO tidak
menghasilkan keputusan atau strategi yang baik yang mengarah kepada pelaksanaan yang
efektif, kalau terjadi kegagalan, maka CEO biasanya dipecat. Secara strategi CEO dapat
membuat kesalahan kelalaian atau pun kesalahan jabatan yang mengarah kepada
pemecatannya. Dalam kesalahan karena kelalaian termasuk kegagalan untuk menanggapi
perubahan pasar dan kurang dapat mengendalikan operasi. Kesalahan jabatan termasuk
ekspansi yang terlalu besar melebihi kemampuan sumber daya dan menggunakan
leverage yang berlebihan.
Dalam hal ini Lidrianasari (2010) menyatakan bahwa ada teori yang dapat
menjelaskan dalam pergantian CEO, yaitu:
•
Teori Equilibirium Organisasional
Teori ini di perkenalkan oleh March and Simon (1958) dalam Lindrianasari, (2010)
menyatakan bahwa semakin lama masa kerja anggota organisasi, semakin kecil
kemenarikan atau ide-ide inovatif yang mereka hasilkan dibandingkan pada saat
dihadapkan pada situasi baru (Helmich, 1977) dalam Lindrianasari, (2010). Penelitian
yang menggunkan teori ini dalam menjelaskan pergantian CEO adalah Datta and Guthrie
(1994) dalam Lindrianasari, (2010). Studi mereka membahas tentang pemilihan CEO
merupakan keputusan penting bagi organisasi dengan implikasi penting yang diharapkan
yaitu efisiensi. Pemilihan eksekutif dilakukan dengan mempertimbangkan apakah
eksekutif yang baru tersebut berasal dari dalam atau luar perusahaan. Organisasi yang
menyewa manajer puncak yang berasal luar organisasi menganut aliran pemikiran
perspektif yang lebih luas dan cenderung untuk berubah.
•
Upper-Echelon Theory
Menurut Upper-Echelon Theory bahwa karakteristik latar belakang manajerial
menjelaskan pilihan strategi, dan konsekuensinya, berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan Hambrick and Mason,(1984) dalam Lindrianasari, (2010). Teori ini
menawarkan bahwa eksekutif puncak dapat mempengaruhi luaran organisasi mereka.
Pilihan terhadap strategi dan tingkat kinerja perusahaan merefleksikan karakteristik
manajerial Hambrick and Mason,(1984) dalam Lindrianasari, (2010). Selanjutnya,
Hambrick and finkelstein (1987) dan Hambrick(2007) dalam Lindrianasari, (2010)
berargumen bahwa upper-echelon theory bersifat kondisional terhadap bagaimana
keberadaan direksi manajerial. CEO perusahaan tidak dapat mempengaruhi kekayaan
pemegang saham kecuali CEO tersebut melakukan dikresi untuk mempengaruhi kinerja
perusahaan.
2.1.5. Perusahaan BUMN dan Non BUMN
2.1.5.1. Perusahaan BUMN
BUMN sebagai badan usaha yang dilahirkan oleh negara telah memberikan kontribusi
yang besar kepada bangsa ini, sesuai dengan UU RI No. 19 menimbang bahwa untuk
mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara, pengurusan dan pengawasannya
harus dilakukan secara professional. Pada peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 dalam pasal 1 tentang Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), dengan definisi sebagai berikut:
1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau
paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik
Indonesia Nomor : PER-01/MBU/2012 tanggal 20 Januari 2012 tentang Persyaratan dan
Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara
untuk diketahui dan dilaksanakan, yaitu:
•
Pasal 4
Persyaratan untuk dapat dicalonkan menjadi anggota Direksi BUMN adalah :
A. persyaratan formal, yaitu :
1. Orang perorangan.
2. Mampu melaksanakan perbuatan hukum.
3. Tidak pernah dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pencalonan.
4. Tidak pernah menjadi anggota Direksi atau komisaris/dewan pengawas yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit dalam waktu 5
(lima) tahun sebelum pencalonan.
5. Tidak pernah dihukum karena merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima)
tahun sebelum pencalonan.
B. persyaratan material, yaitu:
a. Integritas, yaitu tidak pernah secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam
perbuatan rekayasa dan praktek-praktek menyimpang, cidera janji serta perbuatan lain
yang merugikan perusahaan di mana yang bersangkutan bekerja atau pernah bekerja.
b. Kompetensi, yaitu kemampuan dan pengalaman dalam pengurusan dan pengelolaan
perusahaan, kepemimpinan, visi dan misi tentang BUMN yang bersangkutan, strategi
pengembangan perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang serta
penyelesaian masalah strategis perusahaan.
Persyaratan lain Anggota Direksi, yaitu:
a. Bukan pengurus partai politik, dan/atau anggota legislatif, dan/atau tidak sedang
mencalonkan diri sebagai calon anggota legislative.
b. Bukan kepala/wakil kepala daerah dan/atau tidak sedang mencalonkan diri sebagai
calon kepala/wakil kepala daerah.
c. Berusia tidak melebihi 58 tahun ketika akan menjabat Direksi.
d. Tidak sedang menjabat sebagai pejabat pada Lembaga, Anggota Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas pada BUMN, Anggota Direksi pada BUMN dan/atau
Perusahaan, kecuali menandatangani surat pernyataan bersedia mengundurkan diri
dari jabatan tersebut jika terpilih sebagai Anggota Direksi BUMN.
2.1.5.2. Non BUMN
Perusahaan Non BUMN merupakan salah satu penguat ekonomi di Indonesia.
Perusahaan Non BUMN adalah badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pihak
swasta dan memiliki tujuan maemperoleh laba yang sebesar-besarnya. Perusahaan Non
BUMN memiliki kegunaan untuk ikut mengelola sumber daya alam Indonesia namun
sesuai dengan peraturan pemerintah dan UUD 1945. Perusahaan Non BUMN terus
mengandalkan kekuatan pemilik modal, perkembangan usaha Non BUMN terus didorong
oleh pemerintah dengan berbagai kebijaksanaan. Perusahaan swasta sekarang ini telah
memiliki beberapa sektor antara lain dibidang pertambangan, industri, tekstil,perkebunan,
otomotif, dll.
Perusahaan swasta terbagi menjadi dua bentuk yaitu perusahaan swasta
nasional dan perusahaan asing. Perusahaan swasta mempunyai peranan yang penting
bagi perekonomian di Indonesia dan peran yang diberikan perusahaan Non BUMN di
perekonomian Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Membantu meningkatkan produksi nasional.
b. Membantu pemerintah dalam menyediakan dan memberikan kesempatan lapangan
kerja.
c. Membantu dalam mengurangan tingkat pengangguran.
d. Menambah sumber devisa bagi pemerintah.
e. Membantu pemerintah memakmurkan bangsa.
Berdasarkan Peraturan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP45/PM/2004 tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal, bahwa calon direksi dan komisaris emiten, yaitu:
1. Calon anggota direksi dan komisaris wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Mempunyai akhlak dan moral yang baik.
b. Mampu melaksanakan perbuatan hukum.
c. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit dalam waktu 5
(lima) tahun sebelum pengangkatan.
d. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang keuangan dalam
waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
2.2. Penelitian Terdahulu
Dalam pergantian CEO pada perusahaan adalah tidak tercapainya tujuan pemilik
perusahaan dengan manajer. Dalam hal ini maka manajer berusaha untuk
mempertahankan kedudukannya dan mendapatkan kepercayaan oleh principal untuk
mengelola perusahaan akan melakukan manajemen laba.
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan yang terkait mengenai pergantian
CEO terhadap manajemen laba, dapat dilihat dalam Tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2
Hasil Penelitian Terdahulu
No.
1.
Peneliti
Indriani (2010)
Judul
Pengaruh Kualitas
Auditor, Corporate
Governance,
Leverage dan
Kinerja Keuangan
Terhadap
Manajemen Laba.
Variabel
kualitas auditor,
kepemelikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
proporsi dewan
komisaris
independen,
leverage, kinerja
CAR, dan
manajemen laba.
Hasil
Tidak adanya
pengaruh yang
signifikan antara
kualitas audit,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusioanl,
proporsi dewan
komisaris
independen,
leverage. Namun,
hasil
penelitiannya
kualitas auditor
dan CAR yang
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba.
2.
Ningsaptit (2010)
3.
Andayani (2010)
4.
Nuryaman (2008)
5.
Nasution dan
Setiawan (2007)
Analisi Pengaruh
Ukuran Perusahaan
dan Mekanisme
Corporate
Governance
Terhadap
Manajemen Laba.
Ukuran
perusahaan,
mekanisme GCG,
manajemen laba.
Ukuran
perusahaan,konse
ntrasi
kepemilikan,
kualitas audit
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba
dan komite audit
serta komposisi
dewan komisaris
tidak signifikan.
Proksi komisaris
Berpengaruh
Pengaruh
Karakteristik
independent,
signifikan hanya
komisaris
terhadap
Dewan Komisaris
Independen
independed yang komisaris
Terhadap
merangkap
independen yang
jabatan, usia
merangkap
Manajemen Laba.
perusahaan,
jabatan dan proksi
pertumbuhan
komisaris
perusahaan,
independent, usia
leverage, dan
perusahaan,
manajemen laba. pertumbuhan
perusahaan,
leverage tidak
signifikan.
Konsentrasi
(1) Konsentrasi
Konsentrasi
Kepemilikan,
kepemilikan,
kepemilikan dan
ukuran
Ukuran Perusahaan, ukuran
perusahaan
dan Mekanisme
perusahaan, dan
Corporate
mekanisme GCG berpengaruh
Governance
(komposisi dewan negatif terhadap
komisaris dan
manajemen laba
Terhadap
Manajemen Laba.
spesialisai
(2) komposisi
industri KAP)
dewan komisaris
dan spesialisasi
industri KAP
tidak berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba.
Pengaruh Corporate Manajemen laba, Komposisi dewan
Governance
komposisi dewan komisaris dan
Terhadap
komisaris, ukuran keberadaan
Manajemen Laba di dewan komisaris, komite audit
6.
Handoko (2006)
7.
Halim, Meiden,
dan Tobing
(2005)
Industri Perbankan
Indonesia.
komite audit, dan
ukuran
perusahaan.
Analisi Atas
Hubungan Motivasi
Pergantian CEO
dan Motivasi Pajak
Pengahasilan
Terhadap Earning
Managemen Pada
Perusahaan
Manufaktur Food
dan Beverages.
Pengaruh
Manajemen Laba
Pada Tingkat
Pengungkapan
Laporan Keuangan
Pada Perusahaan
Manufaktur Yang
Terdaftar Dalam
Indeks LQ-45.
Manajemen laba,
pergantian CEO,
Pajak Kini.
Manajemen laba,
asimetri
informasi, kinerja
masa kini, kinerja
masa depan,
leverage, dan
ukuran
perusahaan.
berpengaruh
negatif terhadap
manajemen laba,
ukuran dewan
komisaris
berpengaruh
positif terhadap
manajemen laba,
ukuran
perusahaan tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen laba.
Pergantian CEO
dan Pajak kini
tidak signifikan
terhadap
manajemen laba.
Asimetri
informasi, kinerja
masa kini,
leverage, dan
ukuran
perusahaan
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
manajemen laba,
sedangkan kinerja
masa depan
berhubungan
negatif dengan
manajemen laba.
2.3. Pengembangan Hipotesis
2.3.1. Pengaruh Pergantian CEO Baru Terhadap Praktek Manajemen Laba.
Perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai
principal, dan CEO sebagai agent mereka. Pemegang saham memperkerjakan CEO untuk
bertindak sesuai dengan keinginan principal. CEO tentunya ingin memperlihatkan
kinerja yang baik demi mempertahankan posisinya. Tetapi tidak semua CEO berhasil
dalam kinerjanya untuk memegang perusahaan yang dimiliki oleh principal. Jika kinerja
CEO dinilai kurang berhasil maka principal akan memecat CEO tersebut dan
memperkerjakan CEO yang baru. Kecenderungan dalam hal ini terhadap CEO baru
adalah CEO yang baru akan melakukan manajemen laba dalam hal ini adalah taking a
bath dengan mengalihkan perkiraan biaya periode yang akan datang ke masa kini supaya
kinerja CEO baru tersebut dapat dinilai berhasil dan CEO baru memiliki peluang yang
lebih besar untuk mendapatkan laba di masa yang akan datang. Hal ini dilakukan oleh
CEO baru agar CEO baru diberi kepercayaan dari principal untuk mengelola perusahaan
yang dimiliki oleh principal. Selain itu, pendapatan yang sama dikemukakan oleh
Scoot(1997) dalam , Januarsi, Sulistiawan (2011), yaitu taking a bath tercipta atau terjadi
dalam hal perusahaan mengadakan reorganisasi atau pergantian CEO.
Hasil penelitian (Handoko,2006) menunjukkan bahwa CEO yang baru tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba karena keadaan kondisi perusahaan tersebut stabil.
Namun motivasi manajemen untuk melakukan praktek manajemen laba salah satunya
dengan cara pergantian CEO. Penulis mau menambahkan bukti empiris pergantian CEO
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI
serta mengalami pergantian dan yang tidak mengalami pergantian CEO. Sehingga
hipotesis yang pertama:
H1: Pergantian CEO berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada
perusahaan yang terdaftar di BEI.
2.3.2. Praktek manajemen laba pada perusahaan BUMN dan Non BUMN.
Di Indonesia terdapat tiga pelaku utama yang menjadi sumber kekuatan
perekonomian adalah perusahaan negara, perusahaan swasta, dan koperasi (Hidayah
(2011). Ketiga pelaku tersebut akan selalu menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi di
sistem ekonomi kerakyatan. Sebuah sistem akan berjalan secara baik apabila para pelaku
dapat saling bekerja sama dengan baik untuk mencapai tujuannya.
Perusahaan
didirikan dan dijalankan untuk tujuan memaksimalkan kesejahteraann pemilik, pemegang
saham. BUMN sebagai perusahaan milik negara yang memiliki tujuan untuk
mendapatkan keuntungan, memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian
nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khusunya. Pemerintah lebih
dominan memiliki perusahaan BUMN yang memiliki arti pemerintah lebih berperan
dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. Sedangkan perusahaan Non BUMN juga
memiliki tujuan untuk memperoleh laba yang besar dan perusahaan Non BUMN
mengandalkan kekuatan kepemilikan modal.
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa presentase saham yang ditawarkan
kepada publik pada saat IPO tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba
(Widyaningdyah, 2001). Berdasarkan uraian diatas mengenai perusahaan Non BUMN,
perusahaan BUMN belum mengetahui berpengaruh atau tidak terhadap manajemen laba.
Oleh karena itu maka hipotesis yang penulis rumuskan pada penelitian ini adalah:
H2: Terdapat perbedaan praktek manajemen laba antara perusahaan BUMN dan Non
BUMN pada saat pergantian CEO.
Dari penjelasan hipotesis diatas dapat menguji beberapa hipotesis yang berhubungan
dengan manajemn laba. Manajemen laba merupakan salah satu bentuk akibat asimetri
informasi dalam teori agensi. Pada perusahaan BUMN dan Non BUMN juga sama- sama
memiliki tujuan yang sama yaitu memperoleh keuntungan yang maksimal, namun dalam
hal ini perusahaan BUMN dan Non BUMN memiliki peraturan dan cara kerja yang tidak
sama, oleh karena itu apakah pergantian CEO berpengaruh negatif terhadap praktek
manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan terdapat perbedaan praktek
manajemen laba pada perusahaan BUMN dan NON BUMN pada saat pergantian CEO.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, maka desain penelitian ini digambarkan
sebagai berikut:
MANAJEMEN LABA
H1
BUMN
Pergantian CEO
H2
MANAJEMEN LABA
NON BUMN
Gambar 1
Desain Pemikiran
3.1. Metode Penelitian
3.1.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh melalui internet. Data
sekunder yang digunakan adalah data laporan keuangan yang bersumber dari Bursa Efek
Indonesia, Indonesia Capital Market Directory (ICMD), berbagai dari penelitian
sebelumnya, maupun dari berbagai artikel, internet, dan buku-buku.
3.1.2. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar
dalam Bursa Efek Indonesia (BEI). Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini
digunakan metode teknik purposive sampling penentuan sampel berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu yang didasarkan pada tujuan penelitian. Sampel
yang diambil dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan yang periode laporan keuangan berakhir per 31 Desember. Kriteria ini
dimaksudkan untuk menjamin bahwa dalam sampel tidak terdapat laporan keuangan
parsial serta laporan keuangannya sudah diaudit, sehingga dapat lebih dipercaya.
2. Perusahaan yang digunakan perusahaan BUMN dan Non BUMN yang memiliki
laporan keuangan secara berturut-turut dan mengalami pergantian CEO tahun 2008.
3. Data-data perusahaan tersebut lengkap.
Berdasarkan kriteria di atas, terdapat sampel yang didapat sebesar 129 untuk tahun 2008
dan perusahaan yang mengalami pergantian CEO untuk tahun 2008 sebesar 23
perusahaan dan yang tidak mengalami pergantian CEO 106 perusahaan.
3.1.3.1 Manajemen Laba
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah earnings management yang diukur dengan
proxy discretionary accruals (DA). Manajemen laba yang menggunakan model Modified
Jones (Jones Modifikasi) yang dikembangkan oleh Dechow (1995). Model ini dipilih
karena dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan model-model
yang lainnya (Andyana dan Gerianta, 2008 dalam Wangi, 2010) dan DA dapat diperoleh
dari perhitungan error term (Reichelt dan Francis, 2002) dengan model perhitungan
manajemen laba sebagai berikut:
TAit =
Ait-1
0
1
+
Ait-1
1
REVit
Ait-1
+
2
PPEit + it
Ait-1
Total akrual untuk periode t dinyatakan dalam persamaan :
TAit = NIit – OCF it
TAit
= Total Accruals perusahaan i pada tahun t.
REVit
= Penjualan bersih perusahaan i pada tahun ke t dikurangi penjualan
bersih pada tahun t-1.
PPEit
= Aktiva tetap (gross) perusahaan i pada tahun t.
Ait-1
= Total assets (total aktiva) perusahaan i pada tahun t-1.
= Error term perusahaan i pada tahun t.
it
NIit
= Laba bersih (Net Income) perusahaan i pada tahun t.
OCFit
= Arus kas operasi (Operating Cash Flow) perusahaan i pada tahun t.
Setelah tahap perhitungan TAit telah ditempuh maka mencari nilai NDAit dapat
ditentukan dengan cara penilaian dibawah ini:
TAit =
Ait-1
0
1
+
Ait-1
1
REVit
Ait-1
+
2
PPEit
Ait-1
+ it
TAit
NDAit
DAit
Nilai NDAit didapat dari hasil perhitungan regresi dan penambahan, maka akan
didapat nilai NDAit. Penilaian DAit dapat dicari dari perhitungan nilai error term,dan
sebelumnya perhitungan DAit karena model Disreationary Accruals yang dilakukan oleh
setiap perusahaan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
DAit=TAit – NDAit…………………………………………………………(1)
TAit= NDAit + DAit…………………………………………………………(2)
Dalam hal ini peneliti menggunakan dengan cara ke-2 untuk melihat praktek
manajemen laba.
Keterangan:
TAit
= Total akrual.
NDAit
= Non Discreationary Accruals perusahaan i pada tahun t.
DAit
= Discreationary Accruals i pada tahun t.
Secara empiris, nilai Discreationary Accruals dapat bernilai nol, positif, negative.
Nilai nol menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan pola perataan laba (income
smoothing) . Sedangkan nilai positif menunjukkan adanya manajemen laba dengan
peningkatan laba (income increasing) dan nilai negative menunjukkan manajemen laba
dengan pola penurunan laba (income decreasing) (Sulistyanto, 2008).
3.1.3.2 Pergantian CEO
Variabel ini diukur dengan perbandingan antara CEO periode yang lalu dengan CEO
pada periode yang sekarang. Variable ini merupakan variable dummy, dimana skala
pengukuran datanya menggunakan skala nominal dengan kriteria:
•
Jika terjadi pergantian CEO maka diberi nilai 1.
•
Jika tidak terjadi pergantian CEO maka diberi nilai 0.
Analisis Regresi Berganda
Alat analisis yang digunakan untuk menguji H1 adalah metode analisis regresi
berganda karena analisis regresi digunakan untuk meneliti pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat serta menunjukkan arah hubungan variabel-variabel tersebut.
Berdasarkan pembahasan teori, data penelitian, variabel-variabel penelitian, dan
penelitian terdahulu maka bentuk persamaan regresi berganda penelitian ini
menggunakan model sebagai berikut:
Y = a + b1.X1 + e
Keterangan:
Y = Discreationary Accruals
X1 = Pergantian CEO
a
= Konstanta
b = Koefisien regresi
e
= error
Persamaan di atas kemudian dianalisis dengan SPSS 18 dengan tingkat signifikansi 5% (
= 0,05).
IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif menggambaran atau deskripsi tentang suatu data yang dilihat
melalui nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,
kurtosis, dan skewness (Priyatno, 2010). Dan hasil deskriptif dapat dilihat di Tabel 4.1.
Tabel 4.1.
sebagai berikut:
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
DAit
129
-.50225
0.46943
932.4015288
1.05901524E4
CEO
129
.0
1.0
.178
.3843
Valid N (listwise)
129
Dari output di atas dapat dilihat bahwa variable DAit dengan jumlah data (N) sebanyak
129 mempunyai rata- rata 932.4015288 dengan DAit minimal -.50225 dan maksimal
DAit 0.46943dengan standar deviasinya sebesar 1.05901524E4. Variable CEO dengan
jumlah data (N) sebanyak 129 mempunyai rata- rata .178 dengan CEO minimal .0 dan
maksimal CEO 1.0 sedangkan standar deviasinya sebesar .3843 dan hasil descriptive
nilai minimal dari perusahaan PT Krakatau Steel memiliki nilai DAit -.50225 pada saat
pergantian CEO dan nilai maksimal dari perusahaan PT Adira Dinamika Multi Finance.
Dengan nilai DAit 0.46943 tidak mengalami pergantian CEO.
4.2. Pengujian Hipotesis
4.2.1. Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal dan dari hasil perhitungan peneliti
dapat dilihat dari table 4.2.1. sebagai berikut
Tabel 4.2.1.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
DAit
.527
129
.000
.062
129
.000
CEO
.500
129
.000
.464
129
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Dari hasil perhitungan peneliti dari data di atas maka menunjukkan bahwa data yang mau
diteliti tidak lolos uji normalitas karena penerimaan atau penolakan hipotesis akan
didasarkan pada nilai p-value dengan signifikan
= 0,05, hasil pengujian normalitas
p(.000)< . Dengan demikian peneliti tidak dapat melanjutkan pengujian hipotesis
menggunakan analisis regresi berganda. Untuk mengatasi hal tersebut peneliti
selanjutnya menggunakan alat uji non-parametrik dengan Uji Independent sampel t-test.
4.2.2. Uji Hipotesis 1
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pada perusahaan yang telah melakukan
pergantian CEO dengan perusahaan yang tidak mengalami pergantian CEO dalam
tindakan praktek manajemen laba pada tahun 2008 dengan Uji independent sample ttest.
Hipotesis:
H1: Pergantian CEO berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada
perusahaan yang terdaftar di BEI:
Tabel 4.2.2.
Test Statisticsa
DAit
Mann-Whitney U
1143.000
Wilcoxon W
1419.000
Z
-.468
Asymp. Sig. (2-tailed)
.640
a. Grouping Variable: JP
Dalam hipotesis ini peneliti menguji nilai DAit pada perusahaan yang mengalami
pergantian CEO dan tidak mengalami pergantian CEO pada tahun 2008. kreteria
penerimaan atau penolakan hipotesis akan didasarkan pada nilai p-value dengan
signifikan
= 0,05. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan p (0,640) > .
Berdasarkan hasil tersebut maka H1 ditolak.
4.2.3. Uji Hipotesis 2
Untuk mengetahui terdapat perbedaan pada perusahaan BUMN dan Non BUMN,
karena perusahaan BUMN selalu dibawah pengawasan pemerintah di bandingkan dengan
perusahaan Non BUMN dalam dugaan praktek manajemen laba dengan alat pegujian Uji
independent sample t-test.
Hipotesis:
H2: Terdapat perbedaan praktek manajemen laba antara perusahaan BUMN dan Non
BUMN pada saat pergantian CEO.
Pada perusahaan BUMN yang mengalami pergantian CEO sebanyak 8 perusahaan dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.2.3.
Perusahaan BUMN
Test Statistics
a
DAit
Mann-Whitney U
283.000
Wilcoxon W
319.000
Z
-1.564
Asymp. Sig. (2-tailed)
.118
a. Grouping Variable: JP
Hasil pengujian pada perusahaan BUMN menunjukkan p (0.118) > . Berdasarkan hasil
tersebut maka H2 ditolak. Pada perusahaan NON BUMN yang mengalami pergantian
CEO sebanyak 15 perusahaan dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.2.3.
Perusahaan Non BUMN
Test Statistics
MannWhitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig.
(2-tailed)
a
DAit
730,000
6401,000
-,511
,609
Hasil pengujian pada perusahaan Non BUMN menunjukkan p (0,609) > . Berdasarkan
hasil tersebur maka H2 ditolak.
4.3. Pembahasan
4.3.1 Hipotesis 1
Hasil uji hipotesis ini menggambarkan bahwa pergantian CEO tidak berpengaruh
negatif terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI dengan
hasil pengujian menunjukkan p (0,640) > , hal ini menyatakan bahwa masuknya CEO
baru tidak di ikuti tindakan praktek manajemen laba. Peneliti menduga CEO baru tidak
dapat memperoleh Bonus maksimal di karenakan CEO yang lama sudah menaikkan laba
hingga di titik maksimal bonus sehingga CEO baru cenderung akan melakukan tindakan
Taking a bath, dengan tujuan akan mendapatkan laba yang maksimal pada periode
tertentu. Fenomena ini sejalan dengan Bonus schema Healy yang dikemukakan oleh
Healy(1985) . Selain itu asumsi dasar yang harus terpenuhi adalah perusahaan berada
dalam kondisi keuangan yang stabil. Pergantian CEO dapat dilihat pada 23 perusahaan
yang terdiri dari 8 perusahaan BUMN dan 15 perusahaan Non BUM, berdasarkan hasil
tersebut maka H1 ditolak dan hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Handoko
(2006) namun menurut penelitian Yasa dan Novialy(2012) menyatakan bahwa praktek
manajemen laba terbukti dilakukan oleh CEO baru.
4.3.2 Hipotesis 2
Hasil pengujian hipotesis menyatakan bahwa tidak terdapat praktek manajemen laba
antara perusahaan BUMN dan Non BUMN meskipun kedua jenis perusahaan tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda dalam pemilihan/pemberhentian CEO. Peneliti
menduga hal ini disebabkan oleh penghasilan nilai laba sebagai satu-satunya dasar
penilaian kinerja CEO baik BUMN dan Non BUMN. Sehingga hal ini memotivasi CEO
BUMN dan Non BUMN berlomba-lomba mengahasilkan laba yang maksimal pada tiap
tahunnya walaupun harus melakukan praktek manajemen laba. Hasil pengujian pada
perusahaan BUMN menunjukkan p (0.118) >
, maka H2 ditolak dan hasil pengujian
pada perusahaan Non BUMN menunjukkan p (0,609) > , H2 ditolak . Dari kedua
pengujian hipotesis 2 menggunakan Uji independent sample t-test pada perusahaan
BUMN dan Non BUMN bahwa dari ke-2 hasil penelitian tidak ada yang signifikan dan
dinyakan H2 ditolak.
V. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan atas pergantian CEO diduga melakukan
tindakan praktek manajemen laba pada perusahaan BUMN dan Non BUMN, maka
penulis mengambil kesimpulan bahwa:
1. Pergantian CEO tidak berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada
perusahaan yang terdaftar di BEI.
2. Tidak terdapat perbedaan praktek manajemen laba antara perusahaan BUMN dan
Non BUMN pada saat pergantian CEO.
5.2 Saran
Dari kesimpulan yang telah diberikan oleh penulis, penulis memberikan saran yang
mungkin bisa dipertimbangkan bagi pembaca yang akan melakukan penelitian
selanjutnya mengenai pergantian CEO diduga melakukan tindakan praktek manajemen
laba pada perusahaan BUMN dan Non BUMN, supaya penelitian memperoleh hasil yang
lebih baik maka:
1. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan sampel penelitian untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat secara statistik.
2. Penelitian ini hanya menggunakan variabel pergantian CEO sebagai variabel
independen yang diperkirakan mempengaruhi tindakan praktek manajemen laba
dan diharapkan penelitian selanjutnya bisa mengidentifikasikan manajemen laba
pada sebelum, saat, dan setelah mengalami pergantian CEO untuk lebih
membuktikan terjadinya manajemen laba dengan memotivasi pergantian CEO.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Komarudin, Imam Subekti, dan Sari Atmini. 2007. “Investigasi Motivasi dan
Strategi Manajemen Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Simposium Nasional
Akuntansi 10. Makassar.
Andayani T.D.2010. “Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Independen Terhadap
Manajemen Laba”. Tesis Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.Semarang.
Alvia, Januarsi, Sulistiawan.2011.”Creative Accounting, mengungkap manajemen laba dan
skandal akuntansi”.Jakarta:Salemba Empat.
Chtourou, Sonda Marrakchi, Jean Bedard and Lucie Courteau. 2001. “Corporate Governance
and Earnings Management”. www.ssrn.com
Halim, Julia, Carmel Meiden, dan Rudolf Lumban Tobing. 2005. “Pengaruh Manajemen
Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang
Termasuk dalam Indeks LQ-45”. Simposium Nasional Akuntansi 8. Solo
Handoko jimmy.2006. “Analisis atas hubungan motivasi pergantian CEO dan motivasi pajak
penghasilan terhadap earning managemen pada industri manufaktur
food&beverages”.Skripsi Fakultas Ekonomi, universitas Petra.
Herawati, Nurul dan Zaki Baridwan. 2007. “Manajemen Laba pada Perusahaan yang
Melanggar Hutang”. Simposium Nasional Akuntansi 10. Makassar.
Hidayah Ningrum.2011.“Pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan pada
perusahaan BUMN dan Non BUMN di BEI”.Skripsi Fakultas Ekonomi.UNILA.
Indriani, yohana. 2010. Pengaruh kualitas auditor, corporate governance, leverage dan kinerja
keuangan terhadap manajemen laba. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.
Semarang.
Lindrianasari. 2010. Pergantian CEO Dunia.
Kanisiusmedia,http://books.google.co.id/books?id=hYqM7wfmU5UC&printsec=frontcov
er&hl=id#v=onepage&q&f=false. Diakses 11 Februari 2012.
Mulford dan comiskey.2010.Deteksi Kecurangan Akuntansi.Jakarta:PPM.
Nasution, Marihot dan Doddy Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance Terhadap
Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi 10.
Makassar .
Ningsaptiti restie. 2010. Analisi pengaruh ukuran perusahaandan mekanisme corporate
governance terhadap manajemen laba. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.
Semarang.
Nuryaman. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Mekanisme
Corporate Governance terhadap Manajemen Laba”. Simposium Nasional Akuntansi 11.
Pontianak.
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor : PER01/MBU/2012 tanggal 20 Januari 2012 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan
dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik
Negara.http//www.google.com.Diakses 16 Maret 2012.
Peraturan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP- 45/PM/2004 tentang
Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal. http//www.google.com.Diakses 16 Maret 2012.
Priyatno Duwi.2010. “Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS”.Yogyakarta:MediaKom.
Reichelt Ken, Francis Jere R.2002.” The Effect of Fee Dependence on Non-Big 5 Clients’ Accruals”.
University of Missouri.Columbia.
Sugiyono. metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.2007.
Sulistyanto, H. Sri. 2008. “Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris”. Jakarta: Grasindo.
Suryani Dewi I.2010.” Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Ukuran
Perusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di
BEI”. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.Semarang
Tarjo. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage Terhadap
Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham serta Cost of Equity Capital”. Simposium
Nasional Akuntansi 11. Pontianak.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 Tentang
BUMN.http//www.google.com.Diakses 9 Maret 2012.
Yasa G.W, Novialy yulia.2012.Indikasi manajemen laba oleh CEO baru pada perusahaan
yang terdaftar di pasar modal Indonesia.Jurnal Fakultas Ekonomi, Univ.Udayana.
Wangi C. M. A. 2010. Analisi manajemen laba dan kinerja keuangan perusahaan
pengakuisisi sebelum dan sesudah merger dan akuisisi yang terdaftar di BEI. Jurnal
Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang.
Watts, R, L., and Zimmerman, J, L. (1986). Positive Accounting Theory. New York, Prentice
Hall.
Widyaningdyah, Agnes Utari. 2001. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Earnings Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Vol. 3, No. 2, hal. 89-101.
www.idx.co.id
www.ICMD.com
www.google.com
Download