konsep pendidikan karakter menurut sunan kalijaga

advertisement
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER
MENURUT SUNAN KALIJAGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
MUCH AULIA ESA SETYAWAN
NIM 11112225
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2016
i
ii
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER
MENURUT SUNAN KALIJAGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
MUCH AULIA ESA SETYAWAN
NIM 11112225
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2016
iii
iv
v
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
    
Artinya:
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
(Q.S Al-Qalam : 4)
PERSEMBAHAN
1. Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai Bapak Much Baiat
Abidin dan Ibu Muti‟ah Setyawati, S.Ag yang telah mendoakanku. Semoga
selalu dalam limpahan kasih sayang Allah dan selalu menjadi orang tua terbaik
bagi anak-anaknya dunia dan akhirat.
2. Adik-adikku M. Rafi Naufal, Ahmad Mauludin Zulfikar Rohman, Abdina
Dzatun Nitaqoini dan Afra Tsaniatul Wada yang aku sayangi serta telah
memberikan canda tawa.
3. Kakek Nenekku H. Abdul Majid, H. Mudjahid Nur Chamidi (alm), H. Nur
Syahid, Sutarni, Hj. Siti Qomariah serta Pakde, Bude, Paklek, Bulek, seluruh
keluarga besar Bani Kartowidjojo yang selalu memberikan arahan, bimbingan
dan dukungannya.
4. Yanuar Kusumawardani yang sabar, setia, dan membantu proses penyusunan
skripsi ini.
5. Sahabat-sahabatku kelas bahasa MAN Salatiga angkatan 2012, PAI G dan PAI
angkatan 2012 semuanya yang selalu memberikan semangat dan motivasi.
6. Keluarga besar SMP Negeri 1 Tengaran dan keluarga besar Dusun Pujan yang
telah memberikan pelajaran hidup dalam bermasyarakat.
7. Serta seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah, atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan
dalam penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Agung Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
4. Ibu Maslikhah, S.Ag., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang
senantiasa membimbing dan memotivasi dari awal masuk perkuliahan hingga
akhir perkuliahan.
viii
ix
ABSTRAK
Setyawan, Much Aulia Esa. 2016. Konsep Pendidikan Karakter Menurut Sunan
Kalijaga. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs.
Bahroni, M.Pd.
Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Sunan Kalijaga.
Sekarang ini banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan moral dan akhlak
yang dilakukan peserta didik akibat pengaruh negatif pergaulan bebas karena
perkembangan zaman. Para siswa berani berkata kasar, membolos, tawuran antar
pelajar, balapan liar, aksi corat-coret baju sekolah dilanjutkan konvoi saat
kelulusan, berpacaran hingga kadang sampai hamil dan lain sebagainya.
Pendidikan karakter merupakan salah satu cara efektif sebagai penanggulangan
krisis moral dan akhlak peserta didik tersebut. Pertanyaan utama yang ingin
dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana keunikan cara penyebaran
nilai-nilai luhur yang dilakukan Sunan Kalijaga di pulau Jawa. (2) Bagaimana
konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga. (3) Bagaimana relevansi
konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga yang terkandung dalam
karya-karya dan ajarannya di era globalisasi.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif karena berusaha
mengumpulkan data, menganalisa, dan membuat interpretasi secara mendalam
tentang pemikiran tokoh Sunan Kalijaga. Jenis penelitian ini merupakan penelitian
etnografis karena mendeskripsikan suatu kebudayaaan yang bersumber dari karyakarya dan ajaran Sunan Kalijaga. Metodenya menggunakan telaah kepustakaan,
yaitu penelitian yang dilakukan di perpustakaan yang objek penelitiannya dicari
lewat beragam informasi kepustakaan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
menganalisis proses dan makna dari sudut pandang peneliti mengenai konsep dan
pemikiran pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga, serta relevansinya
dengan masa kini dengan menggunakan teori yang telah ada.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sunan Kalijaga merupakan tokoh yang
unik, karena mampu membuat strategi dakwah yang berbeda dari pendakwah
lainnya. Keunikan beliau tergambar pada saat para pendakwah lain hanya
menggunakan media ceramah saja, tetapi Sunan Kalijaga mampu berdakwah
dengan media seni suara, menjadi dalang, membuat gamelan dan lain sebagainya.
Implementasi karya dan ajaran beliau terbukti sangat efektif dalam meyakinkan
orang-orang untuk memeluk Islam dengan segala aturannya termasuk dalam
berperilaku. Sunan Kalijaga mampu memasukkan nilai-nilai agama Islam dari AlQur‟an dan Hadis pada budaya dan adat yang sudah berlaku sebelumnya dengan
cara mengikuti sambil mempengaruhi sedikit demi sedikit. Oleh karena itu,
strategi beliau bisa relevan di zaman sekarang dengan cara mampu berinovasi,
kreatif dan mentransformasikan nilai-nilai Islam dari karya dan ajaran Sunan
Kalijaga secara efektif untuk menanamkan karakter terpuji yang berimbas kepada
perilaku dan moral peserta didik yang berorientasi pada nilai kebaikan hidup
sesuai ajaran Islam.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i
HALAMAN BERLOGO ........................................................................................ ii
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ..............................................................................v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
ABSTRAK ...............................................................................................................x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................5
C. Tujuan Penelitian...................................................................................6
D. Kegunaan Penelitian ..............................................................................6
E. Metode Penelitian ..................................................................................7
1. Pendekatan Penelitian .......................................................................7
2. Sumber Data .....................................................................................7
3. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................8
4. Teknik Analisis Data ......................................................................10
F. Penegasan Istilah .................................................................................10
G. Sistematika Penulisan..........................................................................12
xi
BAB II : BIOGRAFI SUNAN KALIJAGA
A. Riwayat Hidup Sunan Kalijaga ...........................................................13
1. Lahir ...............................................................................................13
2. Silsilah ............................................................................................14
3. Masa Muda .....................................................................................16
4. Masa Dewasa ..................................................................................19
5. Perkawinan .....................................................................................21
6. Masa Pendidikan ............................................................................22
7. Sebagai Guru ..................................................................................24
8. Wafat ..............................................................................................24
B. Sunan Kalijaga Sebagai Seniman dan Budayawan .............................25
BAB III : DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Peran dan Jasa Sunan Kalijaga ............................................................28
1. Peran di Dewan Walisanga .............................................................28
2. Jasa-Jasa Sunan Kalijaga ................................................................29
B. Peran dan Ajaran Sunan Kalijaga........................................................30
1. Sebagai Budayawan........................................................................30
2. Sebagai Ahli Tata Kota ..................................................................48
3. Ajaran Lima Landasan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar.......................49
4. Ajaran Narima Ing Pandum ...........................................................50
5. Astabrata dalam Cupu Manik Astagina .........................................51
BAB IV : PEMBAHASAN
A. Definisi Pendidikan Karakter ..............................................................55
xii
B. Landasan Pendidikan Karakter............................................................62
C. Tujuan Pendidikan Karakter................................................................65
D. Dimensi Pendidikan Karakter .............................................................67
E. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter ..................................................68
F. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter ...................................................70
G. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter..........................................................73
H. Urgensi Pendidikan Karakter ..............................................................77
I. Realitas Pendidikan Karakter Bagi Peserta Didik ...............................80
J. Strategi Pendidikan Karakter ..............................................................82
K. Peran Pendidikan Agama dalam Pendidikan Karakter .......................83
L. Relevansi Pemikiran Pendidikan Karakter Sunan Kalijaga di Era
Globalisasi ...........................................................................................84
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................88
B. Saran-Saran .........................................................................................89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia,
sebab pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Manusia senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan
terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri (Sukardjo dan Ukim,
2009:1). Proses pendidikan inilah yang membuat lebih tinggi derajat dan
kedudukan manusia dibandingkan makhluk-makhluk Allah yang lain. Melalui
pendidikan itu, harapannya mampu menghasilkan manusia-manusia yang
profesional dan kompeten dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Menurut Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (1)
disebutkan : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-undang RI
No. 20 tahun 2003:2). Dari pengertian tersebut dapat dimengerti bahwa
pendidikan bertujuan membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam
berbagai aspek baik intelektual, emosional maupun spiritual, terampil serta
berkepribadian yang berakhlak mulia. Ini berarti pendidikan diharapkan dapat
menghasilkan sumber daya manusia secara tepat sesuai bidangnya, yang
nantinya mampu diaktualisasikan pada kehidupan masing-masing individu
1
dengan tujuan menjadi pribadi yang aktif, produktif serta berinovasi bagi
kepentingan diri dan bisa berkontribusi penuh di masyarakat.
Sejalan dengan itu, fungsi pendidikan yang tertuang pada Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20, tahun 2003, Pasal 3 disebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa (Damayanti, 2014:9). Hal ini mengartikan berkembangnya
potensi peserta didik dibarengi dengan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Upaya pengembangan
pendidikan mencakup tiga hal yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ranah kognitif menyangkut tumbuh dan berkembangnya kecerdasan dan
kemampuan intelektual. Ranah afektif menyangkut terbentuknya karakter
kepribadian, dan ranah psikomotorik menyangkut keterampilan vokasional dan
perilaku.
Dalam dunia pendidikan menuntut adanya kurikulum. Kurikulum yang
terbaru sekarang ini di Indonesia lebih menekankan pada ranah afektif yakni
untuk membentuk karakter dari pribadi seseorang. Karakter memberikan arah
bagaimana suatu bangsa mampu membangun sebuah peradaban besar yang
kemudian mempengaruhi perkembangan dunia. Implementasi pendidikan
karakter bisa dilakukan secara integrasi dalam pembelajaran. Artinya
pengenalan dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta
didik mampu diterapkan melalui proses pembelajaran baik di dalam maupun di
2
luar kelas pada semua mata pelajaran. Maka dari itu, kegiatan pembelajaran
selain untuk menguasai materi yang ditargetkan, juga bisa dirancang untuk
mengenal, menyadari, dan menjadikan nilai-nilai karakter pada peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari. Materi pendidikan karakter tidak lain adalah
nilai-nilai moral, baik yang bersifat universal maupun lokal kultural, baik
moral kesusilaan maupun kesopanan.
Dewasa ini berbagai persoalan muncul karena arus modernitas yang
membuat perkembangan dunia seperti tanpa batas yang berakibat pada sisi
negatifnya terjadi penyimpangan moral dan perilaku masyarakat. Budaya
semacam ini ternyata menjadikan proses pendangkalan kehidupan spiritual dan
sosial umat manusia. Generasi mudanya pun sudah banyak yang terjerumus ke
dalam perilaku-perilaku amoral dari akibat hilangnya nilai-nilai karakter, yang
seharusnya menjadi pegangan dalam berperilaku yang sesuai dengan budi
pekerti luhur. Sebagai contoh, sekarang banyak siswa-siswa yang berani
membolos hanya karena ingin bermain game online, play station, atau pergi ke
tempat wisata disaat jam sekolah. Selain itu sering terjadi tawuran antar
pelajar, balapan liar sepeda motor, aksi corat-coret baju sekolah dilanjutkan
konvoi saat kelulusan, berpacaran hingga kadang sampai hamil, dan masih
banyak lagi permasalahan yang timbul pada siswa di zaman modern ini. Dalam
hal ini, pendidikan karakter mempunyai posisi penting, dengan harapan
menjadi sebuah solusi dalam memberi pengarahan dan pengaruh positif untuk
menanamkan dan membangun karakter mulia khususnya pada generasi muda
agar lebih baik perilakunya di masyarakat.
3
Salah satu upaya menanamkan pendidikan karakter yakni dengan media
budaya. Karena nilai-nilai pendidikan karakter merupakan nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sejak dahulu. Dalam kebudayaan
itulah terdapat beragam nilai-nilai luhur yang akan membentuk suatu karakter
yang kuat serta baik untuk dijadikan teladan. Kebudayaan sendiri menyangkut
adanya karya sastra dan seni yang bisa dijadikan sebagai sumber pendidikan
karakter. Secara langsung maupun tidak, dalam sebuah karya banyak
terkandung berbagai narasi yang berisi teladan, hikmah, nasihat, ganjaran dan
hukuman yang berkaitan dengan pembentukan karakter (Indianto, 2015:4).
Melalui karya sastra dan seni seseorang dapat menangkap makna dan maksud
dari setiap pernyataan atau pementasan, yaitu berupa nilai. Sebagaimana cerita
yang biasanya sarat akan nilai dapat menjadi sumber nilai edukatif dalam
membangun karakter diri manusia.
Di Indonesia, khususnya di Jawa, penanaman pendidikan karakter
melalui karya seni sastra dan budaya diperkenalkan oleh walisanga, yakni
sembilan wali yang berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu wali
yang paling populer bagi masyarakat Jawa adalah Sunan Kalijaga. Beliau
banyak berdakwah menyebarkan agama Islam di Jawa khususnya daerah Jawa
Tengah dan Jawa Barat dengan media kesenian. Sunan Kalijaga lebih populer
dicitrakan sebagai “Sunannya rakyat” karena dalam berbagai cerita Sunan
Kalijaga dikisahkan selalu dekat dengan rakyat, salah satunya memilih untuk
berpakaian sama dengan orang awam meski ia sebenarnya berasal dari
keluarga pejabat pada masa itu.
4
Sunan Kalijaga disebut sebagai tokoh sukses dalam menyebarkan agama
Islam dengan kesenian terkenalnya yaitu wayang kulit. Sunan Kalijaga
mengambil cerita-cerita dari tanah India yang dimodifikasi sesuai dengan
ajaran-ajaran Islam. Dakwah Sunan Kalijaga dilakukan dengan menjaga
kebiasaan setempat, dan tidak bersikap anti terhadap pola tingkah laku
masyarakat kala itu. Jika dilihat lebih dalam sebenarnya Sunan Kalijaga
mempunyai konsep dakwah yang bisa dikatakan unik, contohnya saat
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dalam acara Sekaten, beliau
memainkan wayang sesuai dengan keinginan masyarakat dan dibayar dengan
pembacaan syahadat sebagai kesediaan untuk memeluk agama Islam.
Kepopuleran nama Sunan Kalijaga juga dipengaruhi oleh beberapa karya sastra
ciptaannya. Beberapa karya sastra yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga adalah
Tembang Lir-ilir, Gundul-Gundul Pacul, dan Dandang Gula. Maka dengan
media sastra, kiranya sangat efektif dilakukan beliau karena mudahnya
menanamkan nilai-nilai karakter yang luhur kepada masyarakat saat itu.
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji nilai-nilai
pendidikan karakter yang diterapkan oleh Sunan Kalijaga dari berbagai warisan
budaya, karya seni sastra dan ajarannya
dengan judul “KONSEP
PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT SUNAN KALIJAGA”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keunikan cara penyebaran nilai-nilai luhur yang dilakukan
Sunan Kalijaga di pulau Jawa?
5
2. Bagaimana konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga?
3. Bagaimana relevansi konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga
yang terkandung dalam karya-karya dan ajarannya di era globalisasi?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian
ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan keunikan cara penyebaran nilai-nilai luhur yang
dilakukan Sunan Kalijaga di pulau Jawa.
2. Untuk mendeskripsikan konsep pendidikan karakter menurut Sunan
Kalijaga.
3. Untuk mendeskripsikan relevansi konsep pendidikan karakter menurut
Sunan Kalijaga dalam karya-karya dan ajarannya di era globalisasi.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi semua
kalangan masyarakat serta kalangan para pendidik secara teoritik dan praktik
antara lain sebagai berikut :
1. Secara Teoritik
Dapat memberikan sumbangan pengembangan konsep pendidikan
karakter dari Sunan Kalijaga yang dapat memperkaya khasanah dunia
pendidikan Islam untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
2. Secara Praktik
a. Bagi mahasiswa, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber informasi belajar pendidikan karakter khususnya mahasiswa
6
keguruan atau tarbiyah sebagai salah satu cara penguasaan dalam
mendidik karakter peserta didik secara efektif.
b. Bagi dosen dan institut, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
informasi untuk menambah partisipasi dan kepedulian terhadap konsepkonsep pendidikan karakter dalam pembelajaran khususnya di lembaga
pendidikan Islam.
c. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut
sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan Islam dengan pendidikan
karakter dalam membangun peradaban Islam melalui individu-individu
yang berkualitas, profesional dan kompeten sesuai bidangnya.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan Penelitian ini adalah pendekatan kualitatif karena
berusaha mengumpulkan data, menganalisa, dan membuat interpretasi
secara mendalam tentang pemikiran tokoh Sunan Kalijaga. Jenis penelitian
ini merupakan penelitian etnografis karena mendeskripsikan suatu
kebudayaaan yang bersumber dari karya-karya dan ajaran Sunan Kalijaga.
Metodenya menggunakan telaah kepustakaan, yaitu penelitian yang dicari
lewat beragam informasi kepustakaan. Penelitian ini bersifat deskriptif
dengan menganalisis proses dan makna dari sudut pandang peneliti
mengenai konsep dan pemikiran pendidikan karakter menurut Sunan
Kalijaga, serta relevansinya dengan masa kini dengan menggunakan teori
yang telah ada.
7
2. Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan yakni pengumpulan data-data dengan cara mempelajari,
mendalami dan mengutip teori-teori dan konsep-konsep dari sejumlah
literatur baik buku, jurnal, majalah, ataupun karya tulis lainnya yang relevan
dengan topik penelitian. Penelitian ini sumber data yang dibutuhkan
meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku Menggali dan
Meneladani Ajaran Sunan Kalijaga (Kajian Sejarah dan Budaya Berbasis
Pendidikan Karakter) yang ditulis oleh Agus Hermawan, M.A dan buku
Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa yang ditulis oleh Munawar J.
Khaelany.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data informasi yang diperoleh dari sumbersumber
lain
selain
data
primer,
yang
secara
tidak
langsung
bersinggungan dengan tema penelitian yang peneliti lakukan. Sumber
data sekunder dalam penelitian ini adalah literatur yang sesuai dengan
objek penelitian, baik itu teks buku, majalah, jurnal ilmiah, artikel,
rekaman atau kaset, arsip, dokumen pribadi, dokumen resmi lembagalembaga dan lain sebagainya serta hasil wawancara yang terkait dengan
penelitian ini.
8
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik Pustaka
Teknik pustaka ini menggunakan teknik library research
(kepustakaan), sehingga penelitian ini menggunakan kajian terhadap
buku-buku yang ada kaitannya dengan judul skripsi ini. Peneliti
mengumpulkan berbagai sumber data dengan mencari data mengenai halhal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010:274).
Cara menghimpun data dari berbagai literatur tersebut, diharapkan
bisa melengkapi seluruh unit kajian data yang akan diteliti dan dianalisa
lebih lanjut. Penelitian dilakukan dengan metode observasi non partisipan
dengan mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah
buku-buku, artikel atau lainnya yang berkaitan. Selain itu penelitian ini
termasuk jenis penelitian bibliografi, yakni dilakukan dengan mencari,
menganalisis, membuat interpretasi, serta generalisasi dari fakta-fakta
hasil pemikiran, ide-ide yang telah ditulis oleh pemikir dan ahli (Nazir,
1998:62).
b. Teknik Wawancara Mendalam
Teknik wawancara mendalam dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan kepada informan yang mengarah pada kedalaman informasi
serta dilakukan dengan tidak formal, tidak terstruktur guna menggali
informasi yang lebih jauh dan mendalam (Sutopo, 2002:56-60). Teknik
ini bertujuan untuk memperoleh informasi secara lengkap tentang
9
pendidikan karakter dari keturunan Sunan Kalijaga yang masih hidup
atau para peneliti yang sudah meneliti sebelumnya.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi
ini adalah :
a. Deduktif
Metode deduktif adalah metode berfikir yang berdasarkan pada
pengetahuan umum dimana kita hendak menilai suatu kejadian yang
khusus (Hadi, 1981:42). Metode ini digunakan untuk menjelaskan
konsep pendidikan karakter yang merupakan salah satu isi dari kurikulum
pendidikan terbaru di Indonesia.
b. Induktif
Metode Induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari faktafakta peristiwa khusus dan konkret, kemudian ditarik generalisasigeneralisasi yang bersifat umum (Hadi, 1981:42). Metode ini digunakan
untuk membahas data tentang konsep pendidikan karakter menurut
Sunan Kalijaga guna ditarik kesimpulan dan dicari relevansinya dengan
dunia pendidikan nasional pada masa kini.
F. Penegasan Istilah
Dalam penelitian ini penegasan istilah diperlukan untuk menghindari
penafsiran dari judul di atas, maka penulis mencoba menjelaskan istilahistilah sebagai berikut :
10
1. Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara
abstrak
suatu
objek.
Melalui
konsep,
diharapkan
akan
dapat
menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan satu istilah (Nasution,
2008:161). Dipertegas oleh Sudarminta bahwa konsep secara umum dapat
dirumuskan pengertiannya sebagai suatu representasi abstrak dan umum
(Sudarminta, 2002:87).
2. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000:263).
Definisi lain mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara (Sisdiknas, 2003:9).
3. Menurut Samani dan Hariyanto (2011:41-42), karakter adalah sebagai cara
berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja
sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
4. Pendidikan karakter dalam penelitian ini merupakan suatu usaha yang
direncanakan secara bersama yang bertujuan menciptakan generasi penerus
yang memiliki dasar-dasar pribadi yang baik, baik dalam pengetahuan,
perasaan, dan tindakan. Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan
sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengarahkan peserta didik pada
penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan
11
pada suatu nilai-nilai keluhuran. Ajaran yang berupa hal positif yang
dilakukan guru dan berpengaruh kepada peserta didik yang diajarnya
(Samani, 2012:243).
G. Sistematika Penulisan
1. Bagian Awal
Bagian awal ini, meliputi : sampul, lembar berlogo, judul (sama
dengan
sampul),
persetujuan
pembimbing,
pengesahan
kelulusan,
pernyataan keaslian tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar,
abstrak, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran.
2. Bagian Inti
BAB I
: PENDAHULUAN memuat latar belakang masalah, rumusan
masalah,
tujuan
penelitian,
kegunaan
penelitian,
metode
penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.
BAB II
: BIOGRAFI memuat riwayat hidup Sunan Kalijaga.
BAB III : DESKRIPSI PEMIKIRAN memuat pemikiran pendidikan
karakter dari karya-karya dan ajaran Sunan Kalijaga.
BAB IV : PEMBAHASAN memuat uraian definisi pendidikan karakter,
implementasi dan relevansi pemikiran Sunan Kalijaga di era
globalisasi sekarang.
BAB V
: PENUTUP memuat kesimpulan dan saran.
Bagian akhir dari skripsi ini, memuat : daftar pustaka, lampiranlampiran, kuisioner wawancara dan daftar riwayat hidup penulis.
12
BAB II
BIOGRAFI SUNAN KALIJAGA
A. Riwayat Hidup Sunan Kalijaga
1. Lahir
Sunan Kalijaga dilahirkan dari keluarga bangsawan Tuban. Ayah
beliau adalah Tumenggung Wilatikta yang menjadi Adipati Tuban,
sedangkan ibunya adalah Dewi Nawangrum. Riwayat lain menyebutkan
bahwa Tumenggung / Adipati Wilatikta ini merupakan keturunan
Ranggalawe dari kerajaan Majapahit, ia memiliki putra bernama Raden Said
dan putri bernama Dewi Rasawulan dari perkawinannya dengan Dewi
Anggraeni (Suwardono, 2007:11). Sunan Kalijaga lahir sekitar tahun 1400an M dengan memiliki nama kecil Raden Mas Said / Raden Mas Syahid.
Sejak kecil Raden Mas Said telah diperkenalkan dengan agama Islam
oleh guru agama kadipaten Tuban. Tujuannya agar nilai-nilai dasar Islam
dari Al-Qur‟an dan Hadis dapat menjadi pedoman hidup beragama yang
baik bagi Raden Mas Said. Selain itu, beliau juga memiliki jiwa
kepemimpinan yang luar biasa serta pemberani dalam menyelesaikan suatu
permasalahan yang dihadapi. Ia selalu menjadi pemimpin atau pencetus ide
saat bergaul dengan anak-anak sebayanya. Raden Said pun anak cerdas yang
sangat gesit dan lincah. Namun kelebihan yang dimilikinya itu, tidak
membuat dirinya sombong. Malah sebaliknya, ia selalu rendah hati,
sehingga disukai teman-temannya.
13
2. Silsilah
Ada tiga pendapat yang berbeda mengenai silsilah Sunan Kalijaga.
Tiga pendapat itu mengatakan bahwa Sunan Kalijaga merupakan keturunan
orang Arab, China, dan Jawa asli.
a. Keturunan Arab
Merujuk pada buku De Hadramaut et ies Colonies Arabes Dans „l
Archipel Indien yang ditulis oleh Mr. C. L. N. Van De Berg, Sunan
Kalijaga merupakan keturunan Arab asli. Bahkan semua wali di Jawa
merupakan keturunan Arab. berikut urutan silsilahnya :
Abdul Muthalib (Kakek Rasulullah), berputra Abbas, berputra
Abdul Wakhid, berputra Mudzakkir, berputra Adullah, berputra
Khasmia, berputra Abdullah, berputra Madro‟uf, berputra „Arifin,
berputra Hasanuddin, berputra Jamal, berputra Akhmad, berputra
Abdullah, berputra Abbas, berputra Kourames, berputra Abdurrakhim,
berputra (Aria Teja, Bupati Tuban), berputra Teja Laku (Bupati
Majapahit), berputra Lembu Kusuma (Bupati Tuban), berputra
Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban), berputra (Raden Mas Syahid)
Sunan Kalijaga (Khaelany, 2014:20).
b. Keturunan China
Pada buku “Kumpulan Ceritera Lama” dari Kota Wali (Demak)
yang merupakan karya S. Wardi diterbitkan Wahyu menuturkan bahwa
Sunan Kalijaga merupakan anak orang China bernama Oei Tik Too
(Bupati Tuban yang bernama Wiratikta bukan Wilatikta). Bupati inilah
14
yang kemudian mempunyai anak laki-laki bernama Oei Sam Ik, dan
kemudian dikenal dengan nama Said. Sementara catatan-catatan yang
diketemukan oleh Residen Poortman dari Klenteng Sam Poo Kong
(1928) mengatakan bahwa banyak raja Jawa pada zaman Demak dan
para wali keturunan China. Salah satunya wali keturunan China adalah
Gang Si Cang yang merupakan nama lain dari Sunan.
c. Keturunan Jawa
Dari
keterangan
Darmosugito
(Trah
Kalinjangan)
yang
disampaikan pada seorang pembantu majalah Penyebar Semangat
Surabaya yang bernama Tj M (Tjantrik Mataram) menyebutkan bahwa
Sunan Kalijaga keturunan Jawa asli. Silsilah keturunan Jawanya yaitu,
Adipati Ranggalawe (Bupati Tuban), berputra Ario Teja I (Bupati
Tuban), berputra Aria Teja II (Bupati Tuban), berputra Aria Teja III
(Bupati Tuban), berputra Raden Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban),
berputra Raden Mas Said “Sunan Kalijaga” (Khaelany, 2014:21).
Dari ketiga pendapat di atas manakah yang dianggap benar? Tidak ada
yang dapat memberikan jawaban yang tepat, karena tidak ada catatan resmi
secara lengkap yang bisa menjadi bukti konkret sebagai pegangan. Namun,
sepanjang yang penulis ketahui tokoh Sunan Kalijaga merupakan orang
Jawa Asli, karena silsilahnya kalau diurutkan ke atas penulis yakini bahwa
hanya sampai pada raja-raja dari beberapa kerajaan di Jawa kala itu serta
sumber-sumber referensi yang masyhur saat ini menyebutkan kalau Sunan
Kalijaga merupakan orang Jawa.
15
3. Masa Muda
Melihat adanya kesenjangan ekonomi dan sosial di lingkungan
kadipaten tuban dikarenakan pemberlakuan pajak yang tinggi pada
penduduk atau rakyat jelata ditambah kemarau panjang sehingga semakin
memperpuruk keadaan mereka. Gelora jiwa muda Raden Said berontak dan
terpanggil untuk membantu mereka. Walau Raden Said berasal dari
keluarga bangsawan dia lebih menyukai kehidupan bebas yang tidak terikat
adat istiadat kebangsawanan. Dia gemar bergaul dengan rakyat jelata dan
segala lapisan masyarakat, sehingga lebih mengetahui seluk beluk
kehidupan masyarakat Tuban yang sebenarnya.
Niat untuk mengurangi penderitaan penduduk sudah pernah
disampaikan kepada ayahnya. Tetapi ayahnya tidak bisa berbuat banyak
dikarenakan kesibukan dan posisi yang hanya sebagai adipati bawahan
Majapahit. Namun niat Raden Said tidak padam, di saat malam saat semua
orang Kadipaten tertidur lelap, Raden Said mengambil sebagian hasil bumi
yang telah disetorkan ke Majapahit di gudang penyimpanan. Semua itu
dibagi-bagikan
kepada
rakyat
yang
sangat
membutuhkan
tanpa
sepengetahuan mereka. Lama kelamaan penjaga gudang menyadari kalau
barang-barang hasil bumi yang hendak disetorkan ke pusat kerajaan
Majapahit semakin berkurang. Kemudian ia merencanakan ide untuk
menjebak pencuri hasil bumi di gudang dengan mengajak dua orang sebagai
saksi. Dugaannya benar, malam hari berikutnya datanglah Raden Said ke
gudang dan setelah mengambil barang, tak disangka di luar gudang sudah
16
ada tiga orang mencegat Raden Said yang telah membawa barang-barang
dari dalam gudang. Akhirnya Raden Said dibawa beserta barang bukti ke
hadapan ayahnya, dan melihat itu Adipati Wilatikta menjadi marah. Karena
ini baru perbuatan pertama kali, Raden Said hanya dihukum dengan
hukuman cambuk dua ratus kali pada tangan dan kemudian disekap selama
beberapa hari tidak boleh keluar rumah.
Sesudah hukuman itu, dia benar-benar keluar dari lingkungan istana.
Bagi Raden Said hukuman ini tidak menyurutkan dirinya untuk menjadi
seorang maling, bahkan kini ia juga merampok dan membegal semua orang
kaya yang tinggal di Kadipaten Tuban. Tak peduli apakah jalan yang
ditempuhnya benar atau keliru, yang penting orang-orang yang hidup susah
terbantu olehnya. Dalam menjalankan aksinya Raden Said menggunakan
topeng khusus dan berpakaian serba hitam. Sasaran perampokannya yaitu
orang kaya apalagi yang pelit dan para pejabat Kadipaten yang curang
dalam menggunakan jabatannya. Tapi suatu ketika perbuatannya ini ditiru
oleh orang lain dan bermaksud mencelakakannya, dia adalah seorang
pemimpin perampok sejati yang telah mengetahui aksi Raden Said menjarah
harta pejabat kaya yang seharusnya menjadi incarannya.
Pada suatu malam, Raden Said mendengar jerit tangis para penduduk
desa yang kampungnya sedang dijarah perampok. Sesampainya di tempat
kejadian itu, kawanan perampok segera berhamburan melarikan diri. Hanya
tinggal pemimpin mereka yang sedang asyik memperkosa seorang gadis
cantik. Melihat kejadian itu, Raden Said kaget karena ia melihat seseorang
17
yang berpakaian serta topeng yang serupa seperti dirinya sedang berusaha
mengenakan pakaiannya kembali. Raden Said berusaha menangkap
perampok itu, namun pemimpin rampok itu berhasil melarikan diri.
Mendadak terdengar suara kentongan dari para penduduk yang datang ke
tempat itu. Pada saat itulah si gadis yang diperkosa perampok tadi
mendekati Raden Said dan menangkap erat-erat tangannya. Raden Said pun
jadi panik dan bingung. Para warga menerobos masuk dan akhirnya Raden
Said ditangkap dan dibawa ke rumah kepala desa. Kepala desa membuka
topeng di wajah Raden Said, dan saat mengetahui siapa orang dibalik
topeng itu ia jadi terbungkam. Sang kepala desa tak menyangka bahwa
perampok itu adalah putra dari kepala Kadipaten Tuban. Raden Said
dianggap sebagai perampok dan pemerkosa (Rahimsyah, 2008:64).
Diam-diam sang kepala desa berusaha membawa Raden Said ke istana
Kadipaten Tuban tanpa diketahui orang banyak. Adipati menjadi murka
karena anaknya yang selama ini selalu disayang dan selalu dibela telah
mencoreng nama baik keluarga sendiri. Kali ini Raden Said benar-benar
diusir dan harus meninggalkan wilayah Kadipaten Tuban. Seketika itu,
Raden Said betul-betul meninggalkan Kadipaten Tuban. Sang Adipati
Wilatikta sangat terpukul atas kejadian ini karena Raden Said yang
diharapkan dapat menggantikan kedudukannya selaku Adipati Tuban sirna
sudah untuk menuju ke arah itu. Mungkin inilah ujian yang memang harus
dialami oleh Raden Said sebelum menjadi seorang Wali yang dikagumi oleh
seluruh penduduk tanah Jawa.
18
4. Masa Dewasa
Saat Raden Said meninggalkan Kadipaten Tuban, ia terus berjalan
hingga sampailah di sebuah hutan bernama hutan Jatiwangi, kawasan
Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Di hutan ini Raden Said bertemu seorang
lelaki tua berbaju putih yang membawa tongkat emas. Raden Said hanya
mengincar bekal dan tongkat emas yang dibawa lelaki tua itu untuk
dirampok. Saat Sunan Kalijaga meminta dengan paksa tongkatnya, lelaki
tua itu bersikap tenang. Setelah menerima nasehat dari Sunan Bonang,
Raden Said menjadi sadar bahwa yang selama ini yang dianggapnya baik
dan benar ternyata salah. Raden Said menyadari kepeduliannya untuk
membantu fakir miskin adalah sikap mulia, namun karena caranya dengan
mencuri dan merampok orang lain, perbuatannya menjadi keliru dan
berdosa.
Pertemuan dengan Sunan Bonang inilah yang mengubah arah hidup
Raden Said ke depan, karena memberikan pencerahan dalam hatinya.
Melihat kearifan dan dalamnya ilmu agama Sunan Bonang, membuat Raden
Said ingin berguru kepadanya. Sunan Bonang mau menerima Raden Said
sebagai muridnya dengan syarat ia diperintahkan untuk bertapa di pinggir
sebuah sungai hingga Sunan Bonang kembali lagi menemuinya.
Sekembalinya Sunan Bonang untuk menemui Sunan Kalijaga, kemudian ia
membangunkan Sunan Kalijaga dalam tapanya dengan mengumandangkan
adzan dan Sunan Kalijaga perlahan-lahan membuka matanya. Oleh Sunan
Bonang, Sunan Kalijaga dibersihkan dengan air sungai dan diberi pakaian
19
baru. Kemudian Sunan Bonang membawanya ke Ngampel Gading untuk
mendapatkan pelajaran secara mendalam mengenai agama.
Setelah berguru kepada Sunan Bonang, Raden Said juga pernah
berguru kepada Sunan Ampel dan Sunan Giri bahkan sempat pergi ke Pasai
untuk berguru serta berdakwah di Semenanjung Malaya hingga wilayah
Patani di Thailand Selatan. Lebih-lebih ia juga dikenal sebagai seorang
Tabib hebat yang salah satu pasiennya adalah Raja Patani. Maka dengan
kepopulerannya itu, ia mendapat julukan Syekh Sa‟id atau Syekh Malaya.
Di samping itu Raden Said juga dikenal sebagai Ki Dalang Kumendung di
Purbalingga, Ki Sida Brangti di Jawa Barat, dan Ki Dalang Bengkok di
Daerah Tegal (Hermawan, 2015:4).
Raden Said duduk dalam jajaran Walisanga atau sembilan wali
sebagai penyebar agama Islam di Jawa serta mempunyai gelar Sunan
Kalijaga. Kata Sunan Kalijaga ini menurut beberapa sumber berasal dari
perilaku Raden Mas Said yang telah diminta bertapa menjaga tongkat oleh
Sunan Bonang di tepi sungai atau kali sehingga beliau akhirnya disebut
Kalijaga. Namun ada juga yang menyebut istilah Kalijaga berasal dari
bahasa Arab “Qadli”, dan nama aslinya “Joko Said”, jadi frase asalnya
ialah “Qadli Joko Said” yang artinya Hakim Joko Said. Karena sejarah
mencatat bahwa saat wilayah (perwalian) Demak didirikan tahun 1478 oleh
Sunan Giri, sebagai Wali Demak waktu itu dan Sunan Kalijaga diserahi
tugas sebagai Qadli. Posisi Qadli ini menjadi bukti bahwa wilayah
pemerintahan ini telah menjalankan Syariah Islam. (Saputra, 2010:55-56).
20
5. Perkawinan
Menurut catatan sejarah, Sunan Kalijaga memiliki tiga orang Istri,
yaitu :
a. Dewi Sarah
Dewi
Sarah
merupakan
putri
Maulana
Ishak.
dan
dari
perkawinannya ini Sunan Kalijaga mempunyai 3 anak yaitu Raden Umar
Said (Sunan Muria), Dewi Rukayah dan Dewi Sofiah.
b. Siti Zaenab
Siti Zaenab adalah putri dari Sunan Gunungjati. Dari perkawinan
ini lahirlah 5 orang anak yakni, Ratu Pembayun, Nyai Ageng Panegak,
Sunan Hadi, Raden Abdurrahman, dan Nyai Ageng Ngerang.
c. Siti Khafsah
Siti Khafsah merupakan putri Sunan Ampel. Tetapi tidak ada
keterangan secara jelas mengenai jumlah dan siapa nama putra Sunan
Kalijaga dari perkawinannya dengan Siti Khafsah Ini (Khaelany,
2014:25).
6. Masa Pendidikan
Dalam sejarah pendidikan Sunan Kalijaga, disebutkan bahwa ia
memiliki banyak guru. Bahkan guru Sunan Kalijaga tidak hanya dari
Indonesia tetapi juga dari Luar Negeri. Beberapa guru Sunan Kalijaga
tersebut antara lain Sunan Bonang, Syekh Sutabris, Syekh Siti Jenar dan
Sunan Gunungjati.
21
a. Sunan Bonang
Berdasarkan beberapa sumber sejarah, Sunan Bonang sebenarnya
memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan Sunan Kalijaga.
Mengingat Sunan Ampel (Ayah Sunan Bonang) memperistri Nyi Gede
Manila, yang tidak lain adalah adik Adipati Wilatikta (Ayah Sunan
Kalijaga). Tapi dalam babad tanah Jawa berbagai versi menggambarkan
kalau Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga tidak saling kenal sebelumnya.
Inti ajaran yang diwejangkan oleh Sunan Bonang adalah sangkan
paraning dumadi, yaitu suatu ilmu yang hakikatnya menerangkan :
1) Asal-usul kejadian alam semesta dan seisinya (termasuk manusia).
2) Kepergian roh sesudah kematian ragawi.
3) Hakikat hidup dan mati.
b. Syekh Sutabris
Menurut naskah Sejarah Banten, Sunan Kalijaga pernah berguru
kepada Syekh Sutabris pada abad ke-15. Syekh Sutabris adalah guru
agama yang tinggal di pulau Upih termasuk bagian kota Malaka dan
terletak di sebelah utara sungai serta pulau yang ramai karena menjadi
pusat perdagangan waktu itu. Awalnya Sunan Kalijaga tidak ingin
berguru padanya tetapi ingin menyusul Sunan Bonang yang naik haji ke
Makkah. Di pulau tersebut, Sunan Kalijaga mendapatkan perintah dari
Syekh Maulana Maghribi agar kembali ke Jawa untuk membangun
masjid dan menjadi penggenap wali. Sekembalinya ke Jawa, Sunan
22
Kalijaga menetap di Cirebon dan bertemu Sunan Bonang. Desa tempat
bertemunya tersebut kemudian dikenal dengan nama desa Kalijaga.
c. Syekh Siti Jenar
Syekh Siti Jenar merupakan orang pertama di Pondok Giri
Amparan Jati (Cirebon). Sebuah sumber mengatakan, bahwa sewaktu
Sunan Kalijaga tinggal di Cirebon pernah belajar ilmu ilafi dari Syekh
Siti Jenar. Namun kemudian Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar sendiri
berguru tentang ilmu ma‟rifat dari Sunan Gunungjati selama empat
tahun.
d. Sunan Gunungjati
Berdasarkan Hikayat Hasanuddin, bahwa kehadiran Sunan Kalijaga
di Cirebon tidak lepas dari usahanya untuk menyebarkan agama Islam
dan sekaligus menuntuu ilmu pada Sunan Gunungjati. Disebutkan pula
bahwa Sunan Bonang Pangeran Adipati Demak dan keluarganya telah
pergi mengunjungi Sunan Gunungjati untuk berguru. Demikian pula
dengan Pangeran Kalijaga (Sunan Kalijaga) dan Pangeran Kadarajad
(Sunan Drajad). Dikisahkan melalui berbagai naskah, Sunan Kalijaga
juga diambil menantu Sunan Gunungjati. Selanjutnya Sunan Kalijaga
membuka pondok pesantren di daerah kaki bukit Gunungjati (Khaelany,
2014:26-29).
7. Sebagai Guru
Sunan Kalijaga adalah penganut paham sufistik yang berbasis salaf. Ia
mempunyai banyak murid antara lain, Sunan Bayat, Sunan Geseng, Ki
23
Ageng Sela, Empu Supa, dan masih banyak lagi. Dalam memberikan
pengajaran, Sunan Kalijaga selalu memilih kesenian dan kebudayaan Jawa
sebagai sarana.
8. Wafat
Sunan Kalijaga meninggal pada tahun 1586, dalam usia lebih dari 100
tahun dan dimakamkan di Kadilangu Demak. Anak keturunan beliau yang
masih hidup dari Trah Pangeran Wijil juga rata-rata berumur panjang
sampai 100 tahun. Ini menunjukkan bahwa masa hidup kanjeng Sunan
Kalijaga itu mulai masa akhir kekuasaan Majapahit pada 1478, Kesultanan
Demak, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Banten, bahkan hingga Kerajaan
Pajang (lahir pada 1546) serta awal kehadiran Kerajaan Mataram.
B. Sunan Kalijaga Sebagai Seniman dan Budayawan
Pada zaman dahulu Sunan Kalijaga dalam berdakwah menyebarkan
agama Islam mempunyai cara dan strategi yang terbilang unik dan berbeda.
Karena disamping bertujuan mengislamkan masyarakat jawa kala itu yang
kebanyakan masih menganut kepercayaan nenek moyang, beliau mampu
berpikir cerdas dengan menggunakan cara menyusupkan nilai-nilai Islam
secara bertahap pada budaya yang telah berkembang saat itu. Jadi keyakinan
akan sendi-sendi agama Islam bisa mudah diterima tanpa menghilangkan
budaya yang telah melekat di hati masyarakat. Salah satu caranya, beliau
menciptakan beberapa tembang atau suluk antara lain :
1. Lir-Ilir
Lir-Ilir Lir Ilir Tandure Wus Sumilir
Tak Ijo Royo-Royo Tak Sengguh Temanten Anyar
24
Cah Angon Cah Angon Penekno Blimbing Kuwi
Lunyu-Lunyu Penekno Kanggo Mbasuh Dodotiro
Dodotiro-Dodotiro Kumitir Bedhah Ing Pinggir
Dondomono Jlumatono Kanggo Seba Mengko Sore
Mumpung Padhang Rembulane Mumpung Jembar Kalangane
Yo Surako Surak Hiyo
2. Gundul-Gundul Pacul
Gundul-Gundul Pacul Cul, Gembelengan
Nyunggi Nyunggi Wakul Kul, Gembelengan
Wakul Ngglempang Segane Dadi Sak Latar
Wakul Ngglempang Segane Dadi Sak Latar
Setiap tembang mempunyai arti yang sarat akan pesan religius dan
bernilai dakwah tentang keberadaan Islam. Selain menciptakan tembang, beliau
juga berdakwah dengan memadukan seni budaya yang melekat di masyarakat.
Seni tersebut diwujudkan dalam bentuk seni ukir, seni gamelan, wayang kulit,
perayaan Sekaten dan Grebeg (Saputra, 2010:19). Jasa-jasa dari Sunan
Kalijaga tersebut sampai sekarang masih dijaga dan dilestarikan. Salah satunya
sering diadakannya pementasan wayang kulit di berbagai daerah sebagai sarana
hiburan bagi masyarakat dan melestarikan agar tidak hilang tergerus zaman.
Cerita pada wayang kulit yang awalnya mengisahkan lakon Ramayana dan
Mahabarata, diganti lakonnya oleh Sunan Kalijaga menjadi lakon Dewa Ruci,
dan Jimat Kalimasada. Dewa Ruci ditafsirkan sebagai kisah Nabi Khidir,
Sedangkan Jimat Kalimasada melambangkan kalimat syahadat. Maka dari itu,
Sunan Kalijaga juga menjadi pandai mendalang. Beliau sering keluar masuk
kampung hanya untuk menggelar pertunjukan wayang kulit. Orang-orang yang
menyaksikan pementasan wayang tidak dimintai bayaran sepeserpun, mereka
hanya diminta mengucap dua kalimat syahadat. Melalui pendekatan yang
25
bertahap seperti itu, Sunan Kalijaga berpendapat masyarakat akan sedikit demi
sedikit mengerti agama Islam. Pertama memeluk Islam dulu dengan syahadat
selanjutnya bisa berkembang pengetahuan yang mendalam tentang Islam
dengan memahami cerita yang dibawakan saat mementaskan wayang.
Peninggalan karya dan ajaran Sunan Kalijaga lainnya seperti :
1. Seni Pakaian
2. Seni Suara
3. Seni dalam pembuatan Bedug atau Jidor
4. Perayaan Sekaten dan Grebeg
5. Ahli Tata Kota
6. Ahli Kenegaraan dan Strategi
Sunan Kalijaga memiliki jasa besar dalam pengembangan agama Islam di
Jawa. Metode dakwahnya yang menyesuaikan budaya atau kearifan lokal dapat
disandingkan
secara
bersama-sama
dengan
akidah
agama
Islam.
Berkembangnya agama Islam mampu menyebar secara luas tanpa adanya
konflik dan anarkisme. Masyarakat bisa menjalani hidup secara Islam seperti
halnya menjalankan tradisi dan budaya yang telah dahulu melekat sebelum
datangnya Islam. Ini semua merupakan hasil inovasi dan olah pikir Sunan
Kalijaga yang piawai meramu pengetahuan Jawa dengan ketauhidan Islam.
Popularitas beliau tak hanya dikenal di Jawa tetapi sampai dikenal oleh seluruh
masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Meski ajaran beliau
telah berumur lebih dari lima abad lamanya, namun masih mampu menjadi
inspirasi bagi semua orang sampai kini.
26
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Peran dan Jasa Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga mensyiarkan agama Islam menggunakan media kesenian
dan kebudayaan Jawa. Oleh karena itu, beliau dikenal sebagai seorang seniman
atau budayawan selain menjadi mubaligh atau pendakwah. Sebagai seorang
Wali yang tersohor di Jawa, Sunan Kalijaga memiliki peran besar di dalam
menyebarkan agama Islam karena beliau berjasa besar dalam strategi
perjuangan, pembangunan Masjid Agung Demak, dan dunia kesenian atau
kebudayaan. Serta banyak peninggalan dalam bentuk karya sastra, benda-benda
pusaka, dan lain sebagainya.
1. Peran di Dewan Walisanga
Seluruh anggota Dewan Walisanga yang kebanyakan sudah berusia
lanjut, mereka tetap senantiasa berjuang menyebarkan agama Islam. Hal
inilah yang memacu semangat Sunan Kalijaga sebagai anggota yang
terbilang masih muda, untuk terus mensyiarkan agama Islam sampai ke
pelosok desa. Karena dalam hal ini, ada Wali yang hanya berdakwah di
daerahnya saja dengan mendirikan padepokan atau pesantren. Sungguh luar
biasa kecerdasan Sunan Kalijaga sehingga mampu mencapai hasil optimal
dalam syiar agama. Sunan Ampel dan Sunan Bonang merasa sangat puas
atas usaha Sunan Kalijaga melaksanakan syiar Islam dengan menggunakan
media kesenian dan kebudayaan Jawa sehingga bisa berjalan efektif dan
relatif lebih mudah.
27
Melalui dakwah keliling sampai ke pelosok desa tersebut, membuat
Sunan
Kalijaga
mampu
memahami
berbagai
lapisan
masyarakat,
menyesuaikan diri dan menyelami lika-liku kehidupan rakyat kecil.
Kehadirannya di tengah-tengah masyarakat baik rakyat jelata maupun
kalangan menengah ke atas, menjadikannya dikenal sebagai mubaligh anti
kasta. Beliau merupakan wali yang kritis, dan mempunyai toleransi tinggi
dalam pergaulan, berpandangan luas dan memiliki budi pekerti yang luhur.
Kepandaian Sunan Kalijaga berdakwah bersama-sama Wali lainnya telah
berhasil menarik perhatian kawan atau lawan Islam. Walaupun Islam
dipeluk dalam bentuk apa pun, tetapi beliau telah berhasil mengislamkan
lebih dari 75% orang Jawa saat itu.
Sunan Kalijaga sangat toleran pada budaya lokal, karena menurutnya
masyarakat akan menjauh bila diserang pendiriannya. Masyarakat harus
didekati secara bertahap atau mengikuti sambil mempengaruhi yang
merupakan langkah bijak dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Kalijaga
berprinsip apabila agama Islam sudah dipahami masyarakat, dengan
sendirinya kebiasaan lama akan hilang sedikit demi sedikit (Khaelany,
2014:34-35).
2. Jasa-Jasa Sunan Kalijaga
Sebagai salah satu anggota Dewan Walisanga, Sunan Kalijaga banyak
berjasa dalam strategi perjuangan dakwah Islam. Jasa-jasa beliau bisa dilihat
sampai sekarang karena dipelihara dan dilestarikan, seperti masjid agung
Demak yang didirikan pada tahun 1477. Salah satu tiang penyangga masjid
28
merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga, yang berasal dari beberapa
balok yang diikat menjadi satu. Peranan Sunan Kalijaga dalam
pembangunan masjid agung Demak juga sangat penting karena berjasa
membetulkan arah kiblat masjid agar mengarah ke Makkah. Masjid ini
mempunyai peran penting karena dulu sebagai pusat Islamisasi di Jawa
termasuk daerah-daerah pedalaman. Masjid agung Demak tidak hanya
berfungsi sebagai pusat ibadah, melainkan juga sebagai tempat pendidikan.
Mengingat lembaga pendidikan pesantren pada masa awal ini belum
menemukan bentuknya yang final atau belum sepenuhnya terorganisir
dengan baik.
Warisan kesenian dan budaya yang diyakini ciptaan Sunan Kalijaga
diantaranya Lagu Lir-Ilir, Gamelan, Bedug atau Jidor di Masjid, Grebeg
Maulud, Gong Sekaten, Wayang Kulit Purwa dan sebagainya. Warisan ini
tentu saja digunakan Sunan Kalijaga sebagai sarana dan media dalam
berdakwah di pulau Jawa pada abad XV dan XVI masehi. Ini mengartikan
Sunan Kalijaga hidup di saat kebanyakan masyarakat beragama Hindu dan
Budha waktu itu. Pada akhirnya banyak juga yang mau berpindah ke agama
Islam dengan ada yang menjadi murid beliau mulai dari rakyat jelata hingga
bangsawan kerajaan (Hermawan, 2015:1-2).
B. Peran dan Ajaran Sunan Kalijaga
1. Sebagai Budayawan
Sunan Kalijaga menggunakan budaya sebagai strategi dalam
menyebarkan agama Islam di tengah masyarakat yang heterogen. Beliau
29
berhasil menerapkan beberapa jenis kebudayaan sebagai media dakwahnya,
antara lain :
a. Seni Suara/Suluk
1) Lir-Ilir
Lir-Ilir Lir Ilir Tandure Wus Sumilir
Tak Ijo Royo-Royo Tak Sengguh Temanten Anyar
Cah Angon Cah Angon Penekno Blimbing Kuwi
Lunyu-Lunyu Penekno Kanggo Mbasuh Dodotiro
Dodotiro-Dodotiro Kumitir Bedhah Ing Pinggir
Dondomono Jlumatono Kanggo Seba Mengko Sore
Mumpung Padhang Rembulane Mumpung Jembar Kalangane
Yo Surako Surak Hiyo
Terjemahan bahasa Indonesia tembang di atas kira-kira
demikian :
Ayo bangun (dari tidur) tanam-tanaman sudah mulai bersemi
Demikian menghijau terlihat bagaikan pengantin baru
Wahai gembala ambillah belimbing itu
Walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian
Pakaian-pakaian yang telah koyak sisihkanlah
Jahit dan benahilah untuk menghadap nanti sore
Mumpung sedang terang bulan mumpung sedang banyak waktu luang
Mari bersorak-sorak ayo (Hermawan, 2015:6).
Bahasa tembang Lir-Ilir tempak sederhana, kosakata yang
digunakan hampir semuanya ada dalam kehidupan sehari-hari. Seolaholah tembang Lir-Ilir ini membuat pendengar merasa nikmat, karena
mampu memberikan rasa kesejukan dan menghibur duka lara.
30
Bahasanya yang lugas memiliki daya pesona kuat dan menyentuh
lubuk hati terdalam sehingga yang mendengarkannya merasa tentram.
Terdapat keselarasan dalam pilihan kata, bunyi, struktur kalimat,
pembaitan, dan makna filosofi pada tembang ini. Sampai kini tembang
Lir-Ilir dapat didendangkan dengan berbagai cara, model, gaya, atau
cangkok dengan iringan alat musik modern ataupun tradisional. Tetapi
kebanyakan sekarang dalam mendendangkan tembang Lir-Ilir dengan
irama qasidah atau gaya musik Arab. Di kalangan pondok pesantren
tembang Lir-Ilir biasanya dipadukan dengan salawat badar dan
diiringi oleh alat musik rebana. Kebanyakan penyanyi Jawa juga bisa
mendendangkan dengan iringan alat musik seperti siter, piano, biola,
angklung, gendang, suling, ataupun gitar. Beberapa kelompok seni
banyak yang bisa mengaransemen nada dengan gaya kontemporer
yang memikat pendengar (Khaelany, 2014:183-185).
Sunan Kalijaga dalam menciptakan tembang Lir-Ilir (abad 1516 M) pasti memiliki nilai adiluhung sebagai kearifan budaya.
Masyarakat Jawa yang umumnya masih dipengaruhi oleh budaya dari
kepercayaan lama seperti Animisme, Dinamisme, Hindu, dan Budha,
maka tembang dolanan anak-anak Lir-Ilir ini digubah oleh Sunan
Kalijaga agar lebih jelas makna filosofis yang mengandung nilai
luhur, moral, budi pekerti sesuai ajaran Islam. Berikut makna tiap bait
dari tembang Lir-Ilir :
31
a) Lir-Ilir Lir Ilir Tandure Wus Sumilir
Kata lir-ilir mempunyai makna bangun, bangun, bangunlah
atau dapat diartikan sadar, sadar, sadarlah yang menggambarkan
ajakan kepada manusia untuk selalu bangun (sadar) dari lelapnya
tidur. Tidur ini diartikan mengurus duniawi saja, setelah bangun
dan sadar segeralah mencari dan menemukan petunjuk Tuhan.
Setiap orang harus senantiasa menyadari akan tugas dan kewajiban
hidupnya di dunia. Hidup di dunia tidak hanya mencari kebutuhan
diri seperti bekerja cari uang, bersaing menduduki jabatan, berfoyafoya pergi kemanapun atau apapun itu, tetapi kewajiban untuk
beribadah harus juga dikerjakan sesuai petunjuk agama. Artinya
manusia haruslah beriman, bertakwa dan berbakti kepada Allah
semata. Caranya dengan melakukan salat tepat waktu, berdzikir,
sedekah, tolong-menolong atau melakukan hal baik yang lainnya.
Hidup di dunia terasa seimbang bilamana dunia bisa didapatkan
tapi tujuan ke akhirat juga tak lupa dengan selalu ingat dan dekat
kepada Allah Sang Maha Pencipta.
Kemudian kata tandure wus sumilir memiliki makna
tanamannya sudah bersemi, yang menggambarkan tanaman padi di
sawah dimana kebanyakan orang Jawa menanamnya. Ibarat
tanaman padi yang sudah bersemi mengartikan keimanan,
ketakwaan, dan kebaktian manusia kepada Tuhan sudah mulai
tumbuh dan bersemi. Semua itu harus dijaga dan dipelihara oleh
32
setiap individu agar tetap menyala semakin lama semakin
bercahaya sebagai pedoman jalan hidup dari dunia ke akhirat. Kata
tandure wus sumilir ini juga bisa diartikan bahwasannya sudah
tersiarlah atau tersebarlah agama Islam dari para wali ke seluruh
pelosok daerah di Jawa serta makin banyaknya orang yang
berpindah keyakinan dengan memeluk Islam secara penuh dari hati
nurani.
b) Tak Ijo Royo-Royo Tak Sengguh Temanten Anyar
Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar secara harfiah
mengartikan warna hijau adalah lambang agama Islam yang saat
kemunculannya bagaikan pengantin baru. Sebagai pengantin baru
tentunya akan merasa bahagia dan tampak berseri-seri wajahnya
menarik hati. Warna hijau juga berarti pertumbuhan dan kemudaan
agama Islam yang baru dikenal masyarakat kala itu, tetapi menarik
perhatian dan disambut dengan suka cita atau tidak adanya paksaan
atau kekerasan. Potongan tembang ini melukiskan bahwa seorang
yang telah sadar dan penuh kebaktian kepada Tuhan, hidupnya
senantiasa akan bahagia dengan tampak berbinar-binar wajahnya
(Khaelany, 2014:187).
c) Cah Angon Cah Angon Penekno Blimbing Kuwi
Istilah cah angon cah angon penekno blimbing kuwi
mempunyai makna anak-anak gembala yang disuruh untuk
memanjat atau memetik buah belimbing. Tembang ini tidak
33
menuliskan wahai raja, ulama, jenderal, intelektual atau apapun
lainnya, melainkan bocah angon (anak gembala). Ini menunjukkan
bahwa tembang ini ditujukan secara lebih kepada orang kecil
sebagai kebanyakan orang di Jawa. Dari sini bisa diartikan bahwa
Sunan Kalijaga tidak melihat jabatan atau pangkat seseorang untuk
diajak masuk Islam, padahal beliau adalah orang besar kala itu.
Setiap orang termasuk pemimpin pada awalnya juga dari rakyat
kecil tapi karena bekerja keras, tekun, sabar dan diridhoi Allah
kemudian bisa memiliki jabatan tinggi. Pemilihan kata yang
dilakukan Sunan Kalijaga ini ditujukan pada orang kecil agar disaat
menjadi pemimpin nanti bisa berlaku adil, amanah, jujur dan
bertanggung jawab dalam memimpin rakyatnya.
Kemudian maksud dari kata penekno blimbing kuwi secara
harfiah berarti menyuruh memanjat pohon belimbing. Buah
belimbing pada umumnya memiliki lima segi. Dari lima segi inilah
yang menjadi simbol lima ajaran Islam pada rukun Islam. Ini
mengartikan bahwa baik dalam diri individu dan bila ia menjadi
seorang pemimpin, wajib baginya untuk menjalankan ajaran agama
sesuai rukun Islam. Sebenarnya dari semua profesi dan jabatan baik
yang pada umumnya terlihat rendah hingga yang tinggi tidak
menjamin ia akan dapat pahala yang lebih di mata Allah. Tetapi
kemuliaan diri setiap manusia bisa di dapat dengan keimanan dan
ketakwaan yang sungguh-sungguh penuh keikhlasan hati kepada
34
Allah. Belum tentu orang yang mempunyai jabatan dan pangkat
tinggi bisa dipastikan berkelakuan baik untuk dijadikan panutan,
bisa saja orang kecil yang kerjanya tidak pasti, menjadi sosok yang
pantas untuk ditiru atau contoh semua orang karena perangainya
baik, suka menolong, jujur, dermawan, dan sifat-sifat baik lainnya.
Sesungguhnya setiap orang mempunyai amanah yang diembannya
sendiri-sendiri saat di dunia dan harus dipertanggungjawabkan
semuanya kelak di akhirat.
d) Lunyu-Lunyu Penekno Kanggo Mbasuh Dodotiro
Lirik ini merupakan lanjutan lirik sebelumnya yang bermakna
saat memanjat pohon belimbing tadi ada hambatan karena
pohonnya licin. Pohon belimbing sendiri sebenarnya termasuk
pohon yang terbilang licin bila dipanjat. Pada zaman dulu buah
belimbing terkadang digunakan juga untuk mencuci pakaian karena
mengandung sifat asam kuat sehingga pakaian bisa menjadi bersih
kembali seperti baru. Licin melambangkan rintangan atau
tantangan yang harus dihadapi setiap individu saat merealisasikan
rukun Islam tersebut. Karena dalam mempertahankan dan
menyebarkan ajaran agama banyak kendala yang dihadapi apalagi
dulu Islam baru lahir atau mulai berkembang, tetapi dengan
keyakinan yang teguh, kesabaran dan konsisten berdakwah pasti
tujuan akhir mudah diraih. Bisa dilihat sekarang mayoritas
penduduk Jawa banyak yang beragama Islam dan hampir setiap
35
desa pasti ada masjidnya, itu tidak lepas dari perjuangan para Wali
yang dulu berdakwah.
Kemudian dodot adalah sejenis pakaian tradisional yang
digunakan pembesar zaman dahulu. Pakaian digunakan untuk
menutupi tubuh agar terlihat sopan, indah dan menarik bila dilihat
orang. Pakaian juga berarti rasa malu, harga diri, kepribadian dan
tanggung jawab setiap individu. Makna simbolis pakaian di sini
bisa diartikan sebagai hati manusia yang harus bersih dan suci.
Bersih dan sucinya hati dinilai dari ketakwaan manusia kepada
Allah dan melaksanakan lima watak utama yakni rela, tawakal,
jujur, sabar dan berbudi luhur. Kebalikan dari watak tadi adalah
angkara murka, malas, dengki, iri, tamak dan loba yang harus
dijauhi (Khaelany, 2014:188).
e) Dodotiro-Dodotiro Kumitir Bedhah Ing Pinggir, Dondomono
Jlumatono Kanggo Seba Mengko Sore
Selain ibarat hati, arti dodot di sini juga sebagai agama atau
akhlak seseorang. Perumpamaan agama sebagai pakaian itu telah
rusak di pinggirannya artinya tidak rusak total, tetapi kurang
sempurna. Jadi penggalan lirik tembang ini mengisyaratkan bahwa
kita dituntun untuk menyempurnakan agama atau akhlak dengan
keimanan dan ketakwaan. Pandangan Sunan Kalijaga ini sejalan
dengan pendapat Sri Susuhunan Mangkunegara IV yang tertuang
dalam kitab Wulangreh, di mana beliau menyatakan bahwa agama
ageming aji (agama merupakan pakaian yang harus dirawat).
36
Dengan demikian, pakaian yang robek harus dijahit atau disulam
agar utuh kembali. Ini mengandung makna bahwa iman atau agama
Islam harus tetap utuh dan hendaknya dijaga agar tidak sampai
rusak atau hilang dari diri setiap individu sebagai bekal menghadap
Allah Yang Maha Sempurna (Khaelany, 2014:189).
Sesungguhnya keimanan dan ketakwaan seseorang kepada
Allah bisa menjadi guncang, menipis, dan berkurang sedikit demi
sedikit. Kata Dondomono Jlumatono ini berarti seseorang harus
merajut, menyulam apa yang telah rusak tersebut untuk segera
diperbaiki agar sempurna. Sekarang banyak orang yang mengaku
Islam tetapi hanya berucap di mulut saja, tidak bersumber dari
keyakinan hati dan diwujudkan dalam tingkah laku. Bila terjadi
demikian, harus ada kesadaran dan upaya menegakkan harkat
martabat diri manusia sesuai tuntunan ajaran Islam. Setiap orang
harus selalu mengingat Allah melaksanakan perintahnya dan
menjauhi segala yang dilarang dengan penuh konsisten dan
tanggung jawab agar kehidupan di dunia bisa berjalan baik menuju
akhirat yang abadi. Kata mengko sore menyiratkan sebagai waktu
hidup kita di dunia yang sebentar. Selagi masih diberi waktu
bernafas dan masih ada kesempatan bertaubat, harus dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya dan optimis meraih hidayah Allah sebelum
ajal menjemput sewaktu-waktu tanpa kita ketahui kapan datangnya.
37
f) Mumpung Padhang Rembulane Mumpung Jembar Kalangane
Penggalan lanjutan tembang ini memuat pesan agar setiap
manusia jangan menunda-nunda waktu selagi muda dan sehat.
Disaat masih ada kesempatan dan waktu yang panjang untuk
mendekatkan diri dengan beribadah kepada Allah, teruslah lakukan
dan dijaga semaksimal mungkin. Sebab jika sudah terlanjur tua,
sakit-sakitan, pikun atau mengidap penyakit lainnya, mustahil
untuk bisa dekat dengan Allah dengan baik. Maka dari itu,
gunakanlah waktu di dunia dengan baik dan benar dengan menjaga
kesucian diri, berbakti, beriman dan bertakwa untuk melaksanakan
tugas serta kewajiban sebagai hamba Allah yang taat.
g) Yo Surako Surak Hiyo
Yo surako surak hiyo menggambarkan perasaan seseorang
yang sedang senang, bahagia serta rasa syukur kepada Allah.
Melalui Islam semua perasaan itu dapat terwujud beriringan dalam
melaksanakan lima watak di atas tadi yakni rela, tawakal, jujur,
sabar dan berbudi pekerti luhur dengan ikhlas mengharap ridho
Allah.
2) Gundul-Gundul Pacul
Gundul-Gundul Pacul Cul, Gembelengan
Nyunggi Nyunggi Wakul Kul, Gembelengan
Wakul Ngglempang Segane Dadi Sak Latar
Wakul Ngglempang Segane Dadi Sak Latar
Orang jawa mengartikan pacul adalah papat kang ucul (empat
yang lepas) dari diri setiap orang khususnya sebagai pemimpin.
38
Artinya kemuliaan seseorang bergantung pada empat hal, yaitu
bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulut. Mata
digunakan untuk melihat kesulitan rakyat. Hidung digunakan untuk
mencium wewangian kebaikan dan memisahkan yang baik dan buruk.
Telinga digunakan untuk mendengar nasehat atau keluhan rakyat. Dan
mulut digunakan untuk berkata-kata yang baik serta tidak asal bicara
menyakiti rakyat. Jika keempat hal ini lepas, maka lepaslah
kehormatan sebagai pemimpin.
Konon tembang ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga yang
memiliki arti filosofis tinggi dan mulia. Gundul adalah kepala tanpa
rambut yang mengartikan bahwa kepala merupakan lambang
kehormatan atau kemuliaan seseorang dan rambut adalah mahkota
sebagai lambang keindahan. Jadi kepala tanpa rambut merupakan
lambang meraih kehormatan yang tidak perlu adanya mahkota.
Kemudian pacul diibaratkan lambang rakyat kecil dimana seorang
pemimpin seharusnya mempunyai sikap dan sifat layaknya orang kecil
yang mencangkul di sawah dan ladang. Yaitu seseorang yang wajib
mengupayakan kesejahteraan, kemakmuran serta keadilan bagi
rakyatnya.
Kata gembelengan berarti besar kepala atau sombong, congkak,
arogan tidak mau mendengarkan suara rakyat. Maunya menang
sendiri dengan menghalalkan segala cara yang bertujuan agar ia serta
kelompoknya aman berkuasa sampai akhir hayat. Atau kata lain
39
menyepelekan kepercayaan yang sudah diserahkan kepadanya sebagai
pemimpin. Nyunggi wakul artinya menjunjung tinggi amanah yang
dipercayakan rakyat di atas kepalanya. Amanah ini menjadi tanggung
jawabnya dengan tidak bermain-main seenaknya sendiri. Akhirnya
wakul ngglimpang atau amanah itu jatuh karena tidak seimbang, tidak
adil dalam merealisasikannya. Segane dadi sak latar atau istilahnya
nasi itu tumpah jadi tidak berguna. Jadi sia-sia amanah yang telah
dipercayakan rakyat kepada pemimpin karena tidak bermanfaat bagi
kesejahteraan semua orang khususnya orang kecil (Hermawan,
2015:8-9). Secara keseluruhan tembang ini menunjukkan sikap kritik
rakyat kepada pemimpin yang tidak adil, sombong, dan semaunya
sendiri dengan amanah yang telah diembannya dari rakyat.
b. Seni Gamelan, Kenthongan dan Bedhug
Menurut kebanyakan ahli kebudayaan, gamelan merupakan ciptaan
Sunan Kalijaga. Nama alat-alat dalam seni gamelan banyak sekali mulai
dari gong, kenong, kempul, kendang, genjur dan lainnya. Dahulu
gamelan ini dipertunjukkan saat ada perayaan mauludan di halaman
masjid agung Demak, yang bertujuan untuk mengundang orang-orang
supaya bersama-sama datang mendengarkan ceramah Sunan Kalijaga.
Adapun falsafah dari nama alat-alat gamelan antara lain yaitu :
1) Kenong, berbunyi nong...nong…nong, sekarang ditambah saron yang
berbunyi ning…ning.
2) Kempul, suaranya pung…pung…pung.
40
3) Kendang, berbunyi tak ndang…tak ndang…tak ndang.
4) Genjur, yang berbunyi Nggurrr.
Kesemua bunyi itu bila diurutkan mempunyai arti yang menjadi
serangkaian ajakan untuk memeluk Islam. Nong ning nong ning yang
berarti nong kana nong kene (di sana, di sini), pung pung berarti
mumpung-mumpung masih hidup atau ada waktu, dihubungkan dengan
pul pul pul berarti kumpul-kumpul, ndang ndang ndang berarti endang
endang (cepat cepat) dan terakhir berbunyi nggurrr yang berarti jegur
atau supaya lekas masuk ke Masjid atau masuk Islam.
Sejarah pembuatan bedhug dan kenthongan berawal dari Sunan
Kalijaga yang menyuruh Sunan Pandanaran (Bupati Semarang) agar
membuat bedhug untuk mengundang orang-orang salat berjamaah.
Falsafah bedhug berasal dari bunyinya dheng dheng dheng memiliki
makna sedheng atau masjid masih muat untuk menampung para jamaah.
Sedangkan kenthongan yang berbunyi thong thong thong bermakna
kothong atau masjid masih kosong dan harus dipenuhi (Hermawan,
2015:10-12).
c. Sekaten dan Grebeg
Sesuai adat kebiasaan tiap tahun, di serambi masjid agung Demak
diadakan perayaan maulid Nabi Muhammad yang diramaikan dengan
rebana. Dahulu perayaan ini menggunakan gamelan yang ditempatkan di
sebuah tarub di depan masjid. Gapura masjid juga dihiasi dengan bungabunga yang indah sehingga banyak yang tertarik untuk berkunjung. Para
41
wali bergantian memberikan wejangan atau nasehat yang dikemas secara
menarik agar orang-orang semakin banyak masuk masjid. Akan tetapi,
sebelum masuk orang-orang disuruh untuk berwudhu melalui gapura
masjid. Ini mengandung simbol bahwa barang siapa yang telah berwudhu
melewati gapura (berasal dari bahasa Arab Ghafur) akan diampuni segala
dosanya dan dilanjutkan mengucap dua kalimat syahadat. Sekaten berasal
dari kata syahadatain (dua syahadat) yang sebenarnya adalah nama dari
dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga, yang sekarang bernama Kyai
Sekati dan Nyai Sekati yang ditabuh pada hari tertentu. Adapun kata
grebeg berasal dari kata gerebeg yang berarti mengikuti (bahasa Jawa,
ndereake). Yakni mengikuti atau Sri Paduka Sultan keluar keraton
menuju Masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi. Dan istilah
grebeg diberikan setelah perayaan diselenggarakan di Surakarta dan
Yogyakarta (Hermawan, 2015:12-13).
d. Seni Wayang
Sunan Kalijaga dalam berdakwah selalu menyesuaikan budaya
lokal yang telah ada. Salah satunya menggunakan media wayang yang
pada awalnya adalah wayang beber kuno yang mencitrakan gambar
manusia secara detail, tetapi wayang tersebut diubahnya menjadi wayang
kulit yang tidak terlalu mirip dengan manusia. Sunan Kalijaga sering
keluar masuk perkampungan hanya untuk menggelar pertunjukan
wayang dan beliau sendiri yang menjadi dalangnya. Dalang berasal dari
bahasa Arab “Dalla” yang artinya menunjukkan. Ini mengartikan bahwa
42
seorang dalang sebenarnya menunjukkan kebenaran kepada para
penonton. Orang-orang yang ingin menyaksikan pagelarannya tidak
dipungut biaya sedikitpun, tetapi hanya disuruh mengucap mengucap dua
kalimat syahadat. Lakon-lakon wayangnya yang awalnya dari lakon
agama Hindu seperti Mahabarata, Ramayana dan lainnya, diganti beliau
dengan lakon-lakon yang namanya mengandung makna filosofis ajaran
Islam. Karakter-karakter wayangnya pun ditambah dengan memilih
karakter yang bernafaskan Islam misalnya lakon punakawan. Dalam
lakon punakawan tersebut terdiri dari empat tokoh yang memiliki makna
sebagai berikut :
1) Semar, diambil dari bahasa Arab Simaar yang artinya paku. Maka
seorang muslim harus memiliki pendirian dan iman yang kokoh bagai
paku yang tertancap.
2) Petruk, berasal dari bahasa Arab Fat-ruuk yang berarti tinggalkan.
Maksudnya seorang muslim wajib meninggalkan segala penyembahan
kepada selain Allah atau menjauhi segala yang dilarang.
3) Gareng, diambil dari bahasa Arab Qariin yang artinya teman. Ini
berarti seorang muslim harus selalu berusaha mencari teman
sebanyak-banyaknya untuk diarahkan pada kebaikan.
4) Bagong, berasal dari bahasa Arab Baghaa yang artinya berontak.
Maksudnya seorang muslim selalu berontak saat melihat kezaliman
(Hermawan, 2015:15).
43
Dalam seni wayang Sunan Kalijaga selalu memanfaatkannya
sebagai sarana pendidikan kepada masyarakat. Sebagai dalang, Sunan
Kalijaga sering memberikan pesan sebagai berikut :
Sing sapa ora gelem gawe becik marang liyan, aja sira ngareparep yen bakal oleh pitulungan ing liyan.
Wong ala samangsa kuwasa aja dicedhaki, sebab mbilaheni, saya
mundhak angkara murkane, lan meneh bakal dienggo srana menangake
kang ala mau.
Wong ala iku lamun kuwasa banjur sawiyah-wiyah nguja hawa
napsune, lan uga ngagung-ngagungake penguwasane, mula aja nganti
wong ala bisa nyekel penguwasa.
Wong kang rumangsa nindakake panggawe kang kurang prayoga,
nanging emoh mareni, iku aja dicedhaki, mundhak nulari.
Wong ala yen bisa kuwasa, kang ala iku diarani becik, kosok
baline yen wong becik kang kuwasa, kang becik iku kang ditindakake.
Terjemahannya :
Barang siapa tidak mau berbuat baik terhadap orang lain, janganlah
mengharap akan mendapat pertolongan orang lain.
Orang jahat kalau berkuasa jangan didekati, sebab berbahaya; ia
akan tambah angkara murkanya, lagi pula engkau akan dipakai sebagai
sarana untuk memenangkan kejahatan itu.
Orang jahat kalau berkuasa akan bertindak sewenang-wenang,
melampiaskan hawa nafsunya dan membanggakan kekuasaannya. Oleh
karena itu, jangan sampai ada orang jahat memegang kekuasaan.
Orang
yang
merasa
menjalankan
pekerjaan
yang
tidak
sepantasnya, tetapi tidak mau mengakhiri, jangan didekati, agar tidak
ketularan.
44
Orang yang jahat kalau dapat berkuasa, segala yang jelek dikatakan
baik, sebaliknya kalau orang baik-baik yang berkuasa, maka hal-hal yang
baiklah yang dijalankan (Sulistiono, tt:42-44).
e. Filosofi Ketupat
Sunan Kalijaga adalah orang yang pertama kali memperkenalkan
ketupat pada masyarakat Jawa. Beliau membudayakan dua kali perayaan
yang disebut bakda, yaitu bakda lebaran dan bakda kupat. Sekarang
umumnya masih terlihat ketupat bakda lebaran yang biasa dibuat sehari
sebelum hari raya idul fitri. Kemudian istilah bakda kupat sendiri
dilakukan masyarakat pada waktu itu hampir setiap rumah menganyam
ketupat dari daun kelapa muda. Setelah dimasak, ketupat itu diantarkan
ke rumah-rumah kerabat yang lebih tua, sebagai lambang kebersamaan
dan kehormatan. Ketupat sendiri memiliki beberapa arti, diantaranya
pertama mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia dilihat dari
rumitnya anyaman. Arti kedua, mencerminkan kebersihan dan kesucian
hati dilihat dari warna putih ketupat jika dibelah dua. Ketiga,
mencerminkan kesempurnaan karena dalam hubungan pembuatannya
yang dilakukan menjelang hari raya idul fitri menuju sempurnanya atau
kemenangan umat muslim setelah sebulan berpuasa.
Bentuk persegi pada ketupat juga mengartikan sebagai perwujudan
kiblat papat limo pancer. Istilah kiblat papat limo pancer ini ada yang
memaknai sebagai keseimbangan alam yakni empat arah mata angin
utama timur, selatan, barat dan utara yang betumpu pada satu pusat
45
(kiblat). Seperti manusia, bila ia bisa pergi kemanapun hendaknya jangan
pernah melupakan pancer (tujuan) yaitu Allah Yang Maha Esa. Makna
selanjutnya dari kiblat papat limo pancer bisa diartikan juga sebagai
empat macam nafsu manusia dalam tradisi Jawa yaitu marah (emosi),
aluamah (nafsu lapar), supiah (memiliki sesuatu yang bagus) dan
mutmainah (memaksa diri). Keempat nafsu ini adalah hal yang harus
ditaklukkan selama puasa, jadi dengan memakan ketupat disimbolkan
bahwa kita sudah mampu melawan dan menaklukkan empat nafsu
tersebut. Kemudian ada yang mengartikan ketupat atau kupat ini sebagai
akronim dari ngaku lepat (mengakui kesalahan). Itulah mengapa dalam
lebaran selalu ada tradisi saling memaafkan.
Berkenaan dengan arti ngaku lepat pada hari idul fitri atau lebaran
di atas, istilah lain yang juga dekat adalah kata luberan, leburan dan
laburan. Pertama, kata lebaran yang asalnya dari kata le‟ bar (selesai)
mengartikan bahwa telah selesai menjalani ibadah puasa Ramadhan.
Kedua, luberan berasal dari kata luber (meluap/melimpah) yang
berkaitan dengan pemberian sesuatu kepada sesama terutama kepada
orang yang tidak punya. Kurang lebih mengajak untuk bersedekah secara
ikhlas
yang
bila
dikaitkan
dengan
bulan
puasa
biasanya
diselenggarakannya zakat fitrah dan infaq untuk diberikan kepada yang
berhak. Ketiga, leburan (melebur/menghilangkan) maksudnya dengan
mengakui kesalahan pada saat sungkeman untuk memohon maaf dari
yang muda kepada yang tua atau dari anak kepada orang tuanya. Dimana
46
kesalahan yang telah dilakukan dapat melebur atau menghilang dengan
adanya prosesi sungkeman tersebut. Keempat, laburan berasal dari kata
labur atau sejenis kapur sebagai bahan untuk memutihkan dinding.
Kebiasaan orang Jawa sebelum lebaran biasanya melabur atau
memutihkan dinding agar terlihat bersih. Hal ini memberikan pesan agar
manusia senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin. Jadi setelah
melaksanakan proses saling memaafkan, diharapkan untuk kembali
menjaga sikap dan tindakan sehingga mencerminkan budi pekerti yang
baik pula (Hermawan, 2015:17-19).
2. Sebagai Ahli Tata Kota
Seni bangunan tata kota di Jawa biasanya sama. Sunan Kalijaga selalu
menata dengan ada istana atau kabupaten, alun-alun, satu atau dua pohon
beringin dan masjid yang biasanya terletak teratur di sebelah barat alunalun. Penempatan letak tata kota tersebut mempunyai makna filosofis yaitu :
a. Istana Atau Kantor Kabupaten
Letak istana atau kantor kabupaten biasanya berhadapan dengan
alun-alun dan pohon beringin. Kantor kabupaten pemerintahan tersebut
kebanyakan menghadap ke laut dan membelakangi gunung. Ini bermakna
bahwa para pemimpin harus menjauhi kesombongan, sedang menghadap
ke laut artinya seorang pemimpin hendaknya berhati pemurah dan
pemaaf seperti luasnya laut.
47
b. Alun-Alun
Alun-alun berasal dari kata Allaun yang berarti banyak macam atau
warna. Diucapkan dua kali Allaun-Allaun, ini bermaksud bahwa alunalun merupakan tempat bersama sebagai simbol ratanya segenap
pemimpin dan rakyatnya dalam satu tempat di pusat kota. Alun-alun
biasanya berbentuk segi empat yang dimaksudkan dalam menjalankan
ibadah, seseorang harus berpedoman lengkap yaitu dengan syariat,
haqiqat, thariqat dan ma‟rifat.
c. Pohon Beringin
Pohon beringin atau waringin ini berasal dari kata waraa‟in artinya
orang yang sangat berhati-hati. Orang-orang yang berkumpul di alunalun itu harus berhati-hati dalam menjaga hukum atau undang-undang
yang berlaku dengan memelihara dirinya sebaik mungkin. Baik itu
undang-undang negara ataupun agama yang dilambangkan dengan dua
pohon beringin (Hermawan, 2015:20-21).
3. Ajaran Lima Landasan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Pada hakikatnya Amar Ma‟ruf Nahi Munkar berarti menyuruh yang
baik dan melarang yang buruk. Menurut Dr. Ali Hasbullah mendefinisikan
secara bahasa, Amar ialah suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih
tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya
(Umam, 1998:97). Ma‟ruf berarti semua kebaikan yang dikenal oleh jiwa
manusia dan membuat hatinya tentram. Nahi menurut bahasa larangan,
menurut istilah yaitu suatu lafadz yang digunakan untuk meninggalkan
48
suatu perbuatan. Sedangkan Munkar adalah lawan dari Ma‟ruf yaitu
durhaka, perbuatan munkar adalah perbuatan yang menyuruh kepada
kedurhakaan (Mundhur, tt:239).
Secara terminologis Salman Al-Audah mengemukakan Bahwa Amar
Ma‟ruf adalah segala sesuatu yang diketahui oleh hati dan jiwa tentram
kepadanya atau segala sesuatu yang dicintai oleh Allah SWT. Sedangkan
Nahi Munkar adalah yang dibenci oleh jiwa, tidak disukai serta sesuatu
yang dikenal keburukannya secara syar‟i dan akal. Sedangkan imam besar
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa Amar Ma‟ruf Nahi Munkar adalah
tuntunan yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabnya, disampaikan kepada
Rasul-rasulnya, dan merupakan bagian dari syariat Islam. Adapun
pengertian Amar Ma‟ruf berarti menghalalkan semua yang baik, sedangkan
Nahi Munkar adalah mengharamkan segala bentuk kekejian (Taimiyah,
1995:17).
Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa Amar Ma‟ruf
Nahi Munkar adalah suatu ajaran agama Islam yang bersumber dari AlQur‟an
untuk
menyuruh
melakukan
segala
perbuatan
baik
dan
meninggalkan segala perbuatan yang buruk. Sebagaimana tertuang pada
firman Allah berikut :
         
           
   
49
Artinya : “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orangorang yang fasik”. (Q.S Ali Imran : 110)
Ayat di atas menggambarkan kepada manusia bahwasannya manusia
adalah umat yang terbaik yang diciptakan Allah. Kebaikan manusia dapat
dilihat dari saling memberi manfaat kepada manusia yang lain. Contohnya,
ketika seseorang membantu orang tua yang pikun untuk menyeberang,
berarti orang tersebut telah melakukaan Amar Ma‟ruf. Contoh lain, ketika
seorang pemimpin ingin memberantas korupsi, maka pemimpin tersebut
telah ber-Nahi Munkar. Begitu pentingnya manusia harus Melakukan Amar
Ma‟ruf Nahi Munkar karena makna yang terkandung sangat rasional agar
kita terus melakukan yang baik serta menghindari semua yang buruk dalam
perbuatan.
Berawal dari penjelasan yang bersumber dari Al-Qur‟an di atas, Sunan
Kalijaga mengembangkan makna Amar Ma‟ruf Nahi Munkar menjadi lima
landasan yang terdiri dari prasaja, prayoga, pranata, prasetya dan prayitna.
Pengembangan ini dilakukan beliau pada saat berdakwah menyebarkan
ajaran Islam kepada masyarakat Jawa agar mudah memahaminya. Pertama,
prasaja yaitu hidup sederhana atau hidup selayaknya saja tidak kekurangan
dan tidak berlebihan. Kedua, prayoga adalah mengamalkan yang baik-baik
bisa menjadi contoh oleh masyarakat dan teladan hidup konsep
kepemimpinannya. Ketiga, pranata yakni menghormati peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku. Keempat, prasetya merupakan tanggung
50
jawab, konsisten, setia, menepati janji dan mempunyai tekad kuat terhadap
sesuatu. Prinsipnya adalah kedisiplinan, jadwal dan rencana yang tersusun
rapi harus ditepati dan dipenuhi. Dengan kata lain, mampu menghargai
kesempatan yang telah diberikan dan waktu yang tersedia. Kelima, prayitna
adalah sikap berhati-hati dalam melaksanakan tugas. Kehati-hatian dan
kewaspadaan adalah sesuatu yang mutlak harus dimiliki manusia sebagai
upaya meminimalisir datangnya bencana atau kerugian. Semua landasan itu
menurut penulis dapat dilakukan apabila kita mampu melatih diri melalui
olahraga, olah pikir dan olah rasa dengan keyakinan yang sungguh-sungguh.
4. Ajaran Narima Ing Pandum
Sikap narima ing pandum merupakan sikap yang khas pada budaya
Indonesia. Sikap narima ing pandum diuraikan menjadi narima/nerimo
yang berarti menerima. pandum/pandom/pendulum artinya takdir. Jadi
narima ing pandum adalah sikap menerima takdir atau ketentuan Allah.
Sebagaimana firman Allah :
            
      
Artinya : “Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak,
dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-(Nya), dan Dia
menciptakan segala sesuatu, lalu menentukan keadaan makhlukmakhluk itu dengan ketentuan takdir yang tepat”. (Q.S Al-Furqan : 2)
Ayat di atas menggambarkan secara jelas bahawa tiap-tiap makhluk
ciptaan Allah sudah mempunyai takdirnya sendiri-sendiri. Sebagai manusia
hendaknya selalu bersyukur dari apa yang dimiliki diri sendiri, dengan tidak
51
ingin mempunyai segala sesuatu dari apa yang dimiliki orang lain. Semua
yang diturunkan kepada tiap-tiap makhluk sudah ada kadar dan batasnya
masing-masing dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ajaran
Walisanga terutama dari Sunan Kalijaga yang menjelaskan sikap narima ing
pandum tercermin dalam lima sikap. Pertama, rela artinya melakukan
sesuatu dengan tidak mengharapkan imbalan apapun dari orang lain. Firman
Allah :
             
     
Artinya : “Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam(162)
Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri
(kepada Allah)(163)”. (Q.S Al-An‟am : 162-163)
Sikap rela atau ikhlas di ayat tersebut memberikan pengertian kepada
manusia agar mau berserah diri kepada Allah dari apa yang sudah
ditakdirkan. Keikhlasan diri dapat tercermin pada perilaku yang selalu
menerima apapun keadaannya, meski tidak sempurna baik dari segi fisik,
kejiwaan, intelektual dan lain sebagainya dan tidak mengharap imbalan dari
sikap ikhlasnya itu kepada orang lain.
Kedua, narima, artinya merasa cukup dan bersyukur dengan apa yang
di dapat serta tidak mengharapkan sesuatu milik orang lain. Firman Allah :
      
Artinya : “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu.
Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku”. (Q.S Al-Baqarah : 152)
52
Bersyukur merupakan sifat penting tetapi sering disepelekan karena
sebagian orang selalu merasa ingin lebih dari siapapun. Keinginan seperti
hendaknya dijauhi agar hubungan sesama manusia dapat hidup harmonis
saling membantu dan saling membutuhkan. Keahlian tiap-tiap manusia pasti
berbeda, maka dengan perbedaan ini seharusnya disikapi dengan bijaksana
tanpa adanya permusuhan.
Ketiga, temen maksudnya bertanggung jawab dari amanah yang sudah
diberikan Allah dengan segala sesuatu yang dikerjakan atau diucapkan.
Firman Allah :
            
              
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di
antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil.
Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Q.S AlBaqarah : 58)
Ayat di atas mengartikan kepada manusia terutama seorang pemimpin
untuk selalu mengedepankan amanah yang diembannya. Sikap tanggung
jawab dengan setia pada ucapannya dan memperjuangkan hak-hak secara
adil akan membuahkan hasil merata antar sesama. Oleh karena itu, amanah
masing-masing individu, akan dipertanggungjawabkan sesuai perbuatan
yang dilakukan semasa hidupnya di akhirat kelak.
Keempat, sabar artinya memiliki hati yang lapang atau menerima
dengan sepenuh hati apapun yang terjadi. Sikap sabar dalam realisasinya
53
masih sulit dilakukan setiap manusia karena kebanyakan orang tidak mau
mengalah kepada orang lain dan selalu mengedepankan emosi dahulu
daripada berpikir untuk menahannya. Selama hidup di dunia manusia sudah
ditakdirkan akan mengalami manis dan pahitnya kehidupan dengan berbagai
cobaan. Firman Allah :
        
    
Artinya : “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Q.S
Al-Baqarah : 155)
Ayat di atas menggambarkan cobaan yang akan dialami setiap
manusia baik itu ketakutan, kelaparan, kurangnya harta, makanan dan
apapun itu. Kesabaran dapat diibaratkan sebagai jamu yang pahit dan hanya
kuat diminum oleh orang yang kokoh pribadinya serta akan membuat
dirinya semakin kuat dan sehat. Maka dari itu, individu seharusnya mampu
menjunjung tinggi sikap sabar dalam menerima takdir Allah.
Kelima, budi luhur artinya memiliki sikap bijaksana dalam
berperilaku. Sebagaimana akhlak Nabi Muhammad yang harus dijadikan
contoh suri tauladan bagi seluruh umat manusia. Firman Allah :
    
Artinya : “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi
pekerti yang agung”. (Q.S Al-Qalam : 4)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa pada diri Rasulullah telah ada
contoh-contoh perilaku yang sesuai ajaran Islam. Berbagai perilaku
54
Rasulullah telah banyak disebutkan dalam Al-Qur‟an dan Hadis yang
menyadarkan kepada kita bahwa seharusnya kita wajib meniru perilaku
yang terpuji dan meninggalkan perilaku yang tercela tersebut. Semua itu
menurut penulis sebagai hasil atas ketentuan takdir yang telah ditetapkan
Allah sejak lama, namun harus ada juga usaha setiap individu untuk
mengubah dan selalu menjunjung tinggi perilaku yang berlandaskan Islam.
Sebenarnya lima sifat itu bersumber dari ajaran agama Islam yaitu rela dari
ridha atau ikhlas, narima dari qanaah, temen dari sifat amanah, sabar dari
kata shabar dan budi luhur adalah akhlaqul karimah (Hermawan, 2015:2425).
5. Astabrata dalam Cupu Manik Astagina
Astabrata merupakan pedoman hidup dari zaman dulu yang bertujuan
agar masyarakat hidup sejahtera. Asta berarti delapan dan Brata berarti
tindakan. Jadi Astabrata dapat diartikan sebagai delapan macam tindakan.
Astabrata ini diambil dari inti sari wasiat Cupu Manik Asta Gina atau
merupakan pegangan hukum bagi para dewa pada zaman nenek moyang
dahulu. Banyak orang atau pemimpin yang salah paham, dengan berusaha
mempunyai
delapan
rupa
dalam
wujud
asli
astabrata
tersebut.
Sesungguhnya delapan hal tersebut sekedar kiasan, dimana seseorang harus
mengetahui dan mengambil makna filosofis yang terkandung pada
astabrata. Penjelasan tentang astabrata ini secara mudah dijelaskan dan
digambarkan dalam wujud sebagai berikut :
55
a. Wanita
Wanita artinya seorang perempuan yang elok, cantik dan siapapun
ingin memilikinya. Maka yang dimaksud dengan wanita ini adalah suatu
keindahan dan sebuah cita-cita yang tinggi. Agar cita-cita itu tercapai,
maka orang itu perlu berusaha sekuat tenaga dengan belajar, tirakat dan
lainnya. Sebagaimana seorang pemuda yang ingin memiliki seorang
gadis yang cantik.
b. Garwa
Garwa adalah jodoh, suami istri atau sehati. Garwa sering diartikan
sebagai sigaraning nyawa atau belahan jiwa. Jadi dalam hal ini garwa
mengandung arti bahwa setiap orang harus dapat menyesuaikan diri, bisa
bergaul dengan siapapun. Semua dianggap kawan, mencintai sesama
dengan tidak membeda-bedakan orang. Orang lain dianggap garwa atau
teman sehidup semati sehingga hidup di dunia akan menjadi rukun dan
damai.
c. Wisma
Wisma artinya rumah atau tempat berlindung. Rumah adalah
tempat yang berisi aneka barang dengan ruangan yang luas berpetakpetak. Demikianlah, setiap orang hendaknya bersifat seperti rumah. Yaitu
dapat menerima siapapun dan membutuhkan perlindungan, sanggup
menyimpan dan mengatur segala sesuatu sesuai porsinya.
56
d. Turangga
Turangga adalah kuda tunggangan yang kuat dan bagus. Kuda ini
biasanya bisa berlari cepat, pelan dan bisa berjalan sambil menari-nari.
Sebaliknya kuda tunggangan juga bisa berlari tak menentu karena
bergantung dengan orang yang memegang talinya. Demikian halnya
manusia, bila jiwa dapat menguasai dan mengatur diri, maka pergaulan
hidup kita akan teratur dengan baik atau dapat menyesuaikan dengan
lingkungan sekitar.
e. Curiga
Curiga artinya keris atau sejenis senjata tajam. Maka perlu setiap
orang terutama pemimpin harus memiliki persenjataan hidup yang
lengkap. Senjata tersebut adalah kepandaian, keuletan, ketangkasan dan
yang lain. Begitu pula dengan pikiran, yang harus tajam dan mampu
berpikir tepat agar dapat bertindak tepat pula kepada masyarakat yang
dipimpinnya.
f. Kukila
Kukila artinya burung atau burung perkutut yang biasanya
dipelihara oleh masyarakat Jawa untuk didengarkan suaranya yang
merdu menentramkan sanubari. Demikian pula dengan perkataan yang
keluar dari mulut hendaknya enak didengar, lemah lembut, dan
menentramkan orang lain yang mendengarkannya. Setiap kata yang
keluar harus tegas dan bersifat memperbaiki serta membangun agar orang
yang mendengar dapat terpikat.
57
g. Waranggana
Waranggana adalah penari ronggeng, dimana penari ini menari di
tengah kerumunan orang bersama seorang lelaki. Ada empat penari lelaki
lainnya di setiap penjuru yang seakan-akan ikut menggoda waranggana
ini agar memalingkan wajahnya dari lelaki yang di tengah. Makna yang
tersirat dari tarian ini adalah apabila dalam usaha meraih cita-cita yang
mulia (waranggana), pasti akan banyak dijumpai godaan yang mencoba
menghalang-halangi pencapaian cita-cita tersebut.
h. Pradangga
Pradangga artinya gamelan, bunyi-bunyian yang lengkap. Terdiri
dari kendang, gender, gambang, penerus, rebab, suling, kenong, kempul
dan gong dimana bunyinya berbeda-beda. Alat gamelan tersebut kalau
dipukul akan selaras bunyinya, terdengar merdu, enak didengar dan dapat
menentramkan jiwa. Tetapi sebaliknya kalau semua dipukul tanpa
menggunakan aturan akan menjadi bising. Demikianlah diibaratkan suatu
masyarakat yang jumlahnya sangat banyak dengan bermacam-macam
sifat dan budi perangainya. Bila mereka bertindak sendiri-sendiri
menurut kehendaknya masing akan menjadi kacau. Tetapi kalau dapat
diatur, masing-masing individu dengan perannya yang beda-beda akan
mampu mewujudkan simbiosis mutualisme atau saling membutuhkan
satu sama lain. Dengan begitu kehidupan akan selaras, harmonis dan
bermanfaat bagi kesejahteraan bersama (Purwadi, 2015:191-197).
58
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Definisi Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk
mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma yang
dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat. Proses pemindahannya dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :
1. Melalui Pengajaran
Yaitu proses pemindahan nilai dan norma berupa (ilmu) pengetahuan
dari seorang guru kepada murid dari suatu generasi ke generasi selanjutnya.
2. Melalui Pelatihan
Yakni pelaksanaan dengan jalan membiasakan seseorang melakukan
pekerjaan tertentu untuk memperoleh keterampilan mengerjakan suatu
pekerjaan (Ali, 2003:180).
Melalui dua cara di atas, biasanya proses mendidik di rasa mudah dan
efektif untuk diajarkan dari seseorang kepada orang lain. Merujuk pada proses
pendidikan tersebut, lembaga pendidikan Indonesia sekarang ini menerapkan
pendidikan karakter yang lebih ditekankan dalam kurikulum terbaru.
Kurikulum terbaru yang mulai dilaksanakan pada tahun 2013, pendidikan
karakternya diimplementasikan melalui proses pengajaran pada lembaga
pendidikan. Proses pengajaran tersebut dirasa efektif karena sekolah
merupakan lingkungan yang ideal kedua dalam menanamkan karakter dari
pendidik kepada peserta didik.
59
Pendidikan karakter dari karya dan ajaran Sunan Kalijaga juga
menggunakan proses pengajaran karena pada masa itu dakwah Islam beliau
mengarah pada pengajaran agama dengan menggunakan berbagai media, yang
merupakan interpretasi dari proses pendidikan seorang guru kepada muridnya.
Meskipun tidak terlihat seperti cara mengajar guru di kelas, tetapi lingkungan
belajarnya langsung berada di sebuah area umum dan terbuka seperti halaman
masjid, misalnya saat berdakwah melalui pertunjukan wayang.
Realita di masyarakat sekarang, kebanyakan terjadi krisis moral yang
mengkhawatirkan seperti mengkonsumsi narkoba, seks bebas, tawuran,
balapan liar, dan sebagainya. Harus ada solusi yang efektif dan efisien untuk
menuntaskan jumlah kasus dari kenakalan remaja. Salah satunya dengan
mendidik karakter anak atau siswa pada setiap lembaga pendidikan dengan
syarat harus ada peran aktif dari berbagai pihak baik orang tua, guru dan
lingkungan. Sejarah Islam sekitar 1400 tahun lalu, Nabi Muhammad juga
menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk
menyempurnakan akhlak dan mengupayakan pembentukan karakter yang baik
(Majid & Andayani, 2013:2). Di tahun 1990-an, Thomas Lickona melalui
karyanya The Return of Character Education memberikan kesadaran di dunia
pendidikan secara umum tentang konsep pendidikan karakter sebagai konsep
yang harus digunakan dalam dunia pendidikan. Inilah awal kebangkitan
pendidikan karakter menjadi lebih dikembangkan oleh banyak orang di dunia.
Husen, dkk. (2010:9-10) dalam Suwardi (2011:24) telah mengidentifikasi
pengertian karakter dari beberapa bahasa. Pengertian karakter dalam bahasa
60
latin disebut character yang berarti instrument of marking, kemudian dalam
bahasa Perancis disebut charessein yang berarti to engrove yang artinya
mengukir, sedangkan dalam bahasa Jawa disebut watek yang berarti ciri wanci.
Dalam bahasa Indonesia disebut watak yang berarti sifat pembawaan yang
mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat dan perangai. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, menyebut istilah “karakter” yang artinya sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain:
tabiat, watak. Menurut Suyanto sebagaimana dikutip oleh Zubaedi, (2011:11),
karakter adalah “cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara”. Secara lengkap karakter dapat dimaknai
sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena
pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya
dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari (Samani & Hariyanto, 2014:43). Dengan demikian
penanaman karakter merupakan keharusan yang dilakukan pendidik dengan
cara mengarahkan peserta didik kepada hal positif yang dapat berpengaruh
pada perilakunya.
Sebagaimana didefinisikan Ryan dan Bohlin dalam Majid (2013:11)
bahwasannya karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui
kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good) dan
melakukan kebaikan (doing the good). Ketiga unsur ini sering dirangkum
dalam pendidikan karakter sebagai sederet sifat-sifat baik yang harus
61
ditanamkan dengan optimal. Pendidikan karakter telah menjadi gerakan
pendidikan untuk mendukung pengembangan sosial, emosional, dan etik para
siswa. Upaya ini harus dilakukan proaktif baik oleh sekolah, masyarakat
maupun pemerintah sebagai cara menyadarkan dan mengembangkan inti pokok
dari nilai-nilai etik seperti kepedulian, kejujuran, kerajinan, tanggung jawab,
menghargai diri sendiri dan orang lain.
Berkaitan dengan karakter ada beberapa istilah yang sering disebut,
seperti nilai, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika yang menjadi bagian tak
terpisahkan dengan istilah karakter. Masing-masing istilah tersebut memiliki
sumber dan maknanya sendiri. Ada persamaan dan perbedaan antara nilai, budi
pekerti, akhlak, moral dan etika.
1. Nilai
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia nilai berarti sifat-sifat (hal-hal)
yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Menurut Richard Eyre &
Linda (1995:xxiv) nilai yang benar dan diterima secara universal adalah
nilai yang menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif
bagi yang menjalankannya maupun orang lain. Lebih lanjut Richard
menjelaskan bahwa nilai adalah suatu kualitas yang dibedakan menurut : a.
kemampuannya untuk berlipat ganda atau bertambah meskipun sering
diberikan kepada orang lain; dan b. kenyataan atau (hukum) bahwa makin
banyak nilai diberikan kepada orang lain, makin banyak pula nilai serupa
yang dikembalikan dan diterima dari orang lain. Richard 1995 (dalam Majid
2013:43-44) mengelompokkan nilai-nilai universal ke dalam dua kategori,
62
yaitu nilai nurani dan nilai memberi. Masing–masing nilai tersebut terdiri
dari enam unsur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1
Kategori Nilai
Nilai-Nilai Nurani
Nilai-Nilai Memberi
(Siapa Kita)
(Yang Kita Berikan)
Kejujuran
Keberanian
Cinta Damai
Keandalan Diri, Potensi
Kemurnian, Kesucian
Setia, Dapat Dipercaya
Hormat, Sopan
Cinta, Kasih Sayang
Peka, Tidak Egois
Baik Hati, Ramah
Adil, Murah Hati
Tiap nilai di atas diwujudkan dengan sikap yang menunjukkan siapa
kita atau yang kita berikan. Dua hal tersebut saling mengisi, saling
mendukung, dan saling memperkuat. Menunjukan siapa kita dan tindakan
memberi bukan hanya menguji nilai-nilai kita, tetapi juga suatu cara untuk
mengajarkan dan menularkan semua itu kepada orang lain.
2. Budi Pekerti
Secara etimologis budi pekerti dapat dimaknai sebagai penampilan
diri yang berbudi. Budi berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat
kesadaran, dan pekerti berarti kelakuan. Secara operasional, budi pekerti
dapat dimaknai sebagai perilaku yang tercermin dalam kata, perbuatan,
pikiran, sikap dan perasaan, keinginan dan hasil karya. Dalam hal ini budi
pekerti diartikan sebagai sikap atau perilaku sehari-hari, baik individu,
keluarga maupun masyarakat yang mengandung nilai-nilai untuk dilakukan
63
dan dianut dalam bentuk jadi diri, nilai persatuan dan kesatuan, integritas
dan berkesinambungan dalam suatu sistem nilai moral yang menjadi
pedoman perilaku manusia untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Akhlak
Secara etimologis akhlak berasal dari bahasa Arab jama‟ dari
khuluqun yang menurut logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku
atau tabiat (Ya‟qub, 1983:11). Secara terminologis akhlak adalah suatu
keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan
tanpa intervensi akal/pikiran. Pengertian lainnya akhlak ialah keadaan batin
seseorang yang menjadi sumber lahirnya perbuatan di mana perbuatan itu
lahir dengan mudah tanpa memikirkan untung dan rugi. Jadi bila orang yang
berakhlak baik akan melakukan kebaikan secara spontan tanpa pamrih.
Begitupun sebaliknya, bila orang berakhlak buruk akan melakukan
keburukan dengan spontan tanpa memikirkan akibat bagi dirinya maupun
yang dijahati. Dari penjelasan akhlak di atas, maka akhlak terbagi menjadi
dua bagian. Pertama adalah akhlak yang baik atau mulia yang dinamakan
akhlaq al-karimah/akhlaq al-mahmudah dan akhlak yang buruk disebut
akhlaq al-mazmumah.
4. Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni „mores‟, kata jamak dari „mos‟
yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia moral diartikan
dengan susila. Ajaran moral adalah ajaran tentang bagaimana manusia harus
hidup dan berbuat agar menjadi manusia yang baik. Moral merupakan
64
sistem nilai atau konsensus sosial tentang motivasi, perilaku dan perbuatan
tertentu dinilai baik atau buruk (Budiningsih, 2004:24). Moral harus sesuai
dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia yang baik
dan yang wajar. Istilah moral senantiasa mengacu kepada baik buruknya
perbuatan manusia. Intinya moral adalah perbuatan manusia dengan ukuran
baik buruk, dengan tujuan membentuk karakter diri manusia.
5. Etika
Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos
yang berarti adat atau kebiasaan baik yang tetap. Etika adalah adat,
kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu atau
ilmu tentang kajian formal tentang moralitas. Teori etika adalah gambaran
rasional mengenai hakikat, dasar perbuatan serta keputusan yang benar
dalam menentukan prinsip dari perbuatan dan keputusan tersebut secara
moral diperintahkan dan dilarang (Fakhry, 1996:15). Intinya, etika
merupakan objek perilaku manusia dengan ukuran baik dan buruk dari
persepsi manusia dengan tujuan pembentukan karakter manusia.
Memperhatikan definisi di atas, dapat disimpulkan persamaan dan
perbedaan antara nilai, budi pekerti, akhlak, moral dan etika dalam tabel
berikut :
Tabel 4.2
Perbedaan dan Persamaan Nilai, Budi Pekerti, Akhlak, Moral dan Etika
ISTILAH
Nilai
PERBEDAAN
SUMBER
Persepsi
Manusia
UKURAN
Perilaku Baik
dan Buruk
65
PERSAMAAN
TUJUAN
Membentuk
Karakter
Budi Pekerti
Akhlak
Moral
Etika
Persepsi
Manusia
Al-Qur‟an dan
As-Sunnah/
Wahyu
Persepsi
Manusia
Persepsi
Manusia
Menurut Adat
dan Kebiasaan
Perilaku Baik
Baik dan
Buruk
Menurut Allah
Baik dan
Buruk
Baik dan
Buruk
Menurut Adat
dan Kebiasaan
Dari paparan yang sudah banyak diuraikan di atas, menurut Megawangi
(2004:95) pendidikan karakter dapat diartikan sebuah usaha untuk mendidik
anak-anak
agar
dapat
mengambil
keputusan
dengan
bijak
dan
mempratikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi positif kepada lingkungannya. Pengertian lain dari
Gaffar (2010:1) sebagaimana dikutip Rukhayati (2011:60) menyatakan bahwa
pendidikan karakter adalah sebuah transformasi nilai-nilai kehidupan untuk
ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu
dalam perilaku kehidupan orang itu. Jadi bisa disimpulkan bahwa definisi
pendidikan karakter ialah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik
untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati,
pikiran, dan perbuatan untuk memberikan keputusan baik atau buruk.
Penanaman karakter hendaknya dilaksanakan secara efektif tidak hanya kepada
peserta didik, tetapi juga para guru, pegawai, orang tua hingga masyarakat
sekitar untuk menjadi insan kamil.
66
B. Landasan Pendidikan Karakter
Landasan pendidikan karakter, diantaranya ada landasan filsafat manusia,
landasan filsafat pancasila, landasan filsafat pendidikan, landasan filsafat
religius, landasan filsafat sosiologis, landasan filsafat psikologis dan landasan
filsafat teoritik pendidikan karakter.
1. Landasan Filsafat Manusia
Secara filosofis landasan filsafat manusia diciptakan oleh Allah dalam
keadaan belum selesai atau dilahirkan dalam keadaan belum jadi. Manusia
ketika dilahirkan berwujud anak manusia tetapi belum tentu dalam proses
perkembangannya menjadi manusia yang sesungguhnya. Manusia dalam
proses perkembangan dan pertumbuhannya memerlukan bantuan agar
menjadi insan kamil.
2. Landasan Filsafat Pancasila
Landasan filsafat pancasila menyebutkan manusia yang ideal adalah
manusia pancasilais, yaitu menghargai nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Nilai-nilai Pancasila tersebut
yang seharusnya menjadi pedoman dalam pendidikan karakter di Indonesia.
3. Landasan Filsafat Pendidikan
Landasan filsafat pendidikan menyatakan bahwa pendidikan pada
dasarnya bertujuan mengembangkan kepribadian utuh dan mencetak warga
negara yang baik. Seseorang yang kepribadian utuh digambarkan dengan
terinternalisasikannya nilai-nilai dari berbagai dunia makna (nilai), yaitu
67
simbolik (ritual keagamaan dan matematika), empirik (ilmu pengetahuan
alam dan sosial), estetik (kesenian), etik (pendidikan moral, budi pekerti,
adab dan akhlak), sinoptik (pendidikan agama, sejarah dan filsafat) dan
sinnoetik (pengalaman personal). Nilai-nilai tersebut diyakini dapat
menjadikan seseorang berkarakter baik.
4. Landasan Religius
Landasan religius menjelaskan bahwa manusia adalah ciptaan Allah
dalam agama dan sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia.
Manusia baik adalah manusia yang secara jasmani dan rohani sehat dan
dapat melaksanakan berbagai aktivitas hidup yang berkaitan dengan
peribadatannya kepada Allah. Manusia yang baik adalah manusia yang
bertakwa dengan menghambakan diri kepada Allah dengan jalan patuh
terhadap ajaran-ajaran-Nya.
5. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis menjelaskan dimana manusia Indonesia hidup
dalam masyarakat heterogen yang terus berkembang. Manusia berada di
tengah-tengah masyarakat dengan suku, etnis, agama, golongan, status
sosial dan ekonomi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, bangsa Indonesia
harus hidup berdampingan dan bergaul menyesuaikan diri dengan bangsabangsa lain. Upaya pengembangan karakter dilakukan dengan cara saling
menghargai dan toleran tanpa adanya diskriminasi atau tidak membedakan
satu sama lain sebagai hal mendasar.
68
6. Landasan Psikologis
Penjelasan dari landasan psikologis di sini memaparkan bahwa
karakter
dapat
interpersonal
dan
dideskripsikan
dari
dimensi-dimensi
interaktif.
Dimensi
intrapersonal
intrapersonal,
terfokus
pada
kemampuan atau upaya manusia untuk memahami diri sendiri. Dimensi
interpersonal secara umum dibangun atas kemampuan diri untuk mengenali
perbedaan dalam suasana hati, temperamen, motivasi dan kehendak pada
semua orang di sekitarnya. Dimensi interaktif adalah kemampuan manusia
dalam berinteraksi sosial dengan sesama secara bermakna.
7. Landasan Teoritik Pendidikan Karakter
Landasan teoritik pendidikan karakter menyebutkan teori-teori yang
berorientasi pada Behavioristik atau dapat dikatakan perilaku seseorang
sangat ditentukan oleh kekuatan eksternal, yang mana perubahan perilaku
tersebut bersifat mekanistik. Deskripsi landasan teoritik pendidikan karakter
dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter pada dasarnya merupakan
proses menghadirkan nilai-nilai dari berbagai dunia nilai (simbolik, empirik,
etik, estetik, etik, sinnoetik dan sinoptik) sehingga dengan nilai-nilai
tersebut pada diri peserta didik akan mengarahkan, mengendalikan dan
mengembangkan kepribadian secara utuh yang terwujud dengan ciri-ciri
karakter pribadi yang baik (Wiyani, 2013:32).
C. Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
69
mencerdaskan kehidupan bangsa, berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sesuai tujuan pendidikan
nasional tersebut pada intinya pendidikan karakter bertujuan membentuk
bangsa yang berakhlak mulia, tangguh, toleran, berilmu pengetahuan,
kompetitif, berkembang dinamis dan lainnya dengan penuh keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan pancasila.
Tujuan pendidikan karakter adalah :
1. Memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga
terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah
proses sekolah (setelah lulus dari sekolah).
2. Mengoreksi perilaku anak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan
karakter yang diajarkan.
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam
memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama
(Narwanti, 2011:17).
Zubaedi (2012:18) berpendapat bahwa pendidikan karakter secara
terperinci memiliki lima tujuan, yaitu :
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia
dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa.
2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
70
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai
generasi penerus bangsa.
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri,
kreatif dan berwawasan kebangsaan.
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar
yang aman, jujur, penuh kreativitas, persahabatan dan dengan rasa
kebangsaan yang tinggi penuh kekuatan.
Pendidikan karakter bertujuan meningkatkan mutu penyelenggara dan
hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter anak
secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan norma dan nilai yang ada.
Melalui pendidikan karakter diharapkan anak mampu secara mandiri
menggunakan
dan
meningkatkan
pengetahuannya,
mengkaji
dan
menginternalisasi karakter serta akhlak mulia yang terwujud dalam perilaku
sehari-hari. Adanya pendidikan karakter ini harus diwujudkan dalam tindakan
nyata, di sini ada unsur proses pembentukan nilai dan sikap yang didasari pada
pengetahuan.
Pada dasarnya, pendidikan sebagai proses alih nilai mempunyai tiga
sasaran yaitu :
1. Pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang mempunyai
keseimbangan antara kemampuan kognitif dan psikomotorik di satu pihak
serta kemampuan afektif di pihak lain. Dalam hal ini pendidikan dapat
diartikan
bahwa
pendidikan
akan
71
menghasilkan
manusia
yang
berkepribadian, tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang luhur, serta
mempunyai wawasan, sikap kebangsaan dan memupuk jati dirinya.
2. Menjadikan manusia tunduk dan memancarkan nilai-nilai keimanan dan
ketakwaan untuk melaksanakan ibadah menurut keyakinan dan kepercayaan
masing-masing, berakhlak mulia, serta senantiasa menjaga harmoni
hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam.
3. Dapat mentransformasikan tata nilai yang mendukung proses industrialisasi
dan penerapan teknologi, seperti penghargaan atas waktu, etos kerja tinggi,
disiplin, kemandirian, kewirausahaan dan (Muslich, 2011:137).
Dengan demikian tujuan pendidikan karakter pada intinya harus menjadi
fasilitas penguatan dan pengembangan nilai-nilai yang terwujud dalam perilaku
anak baik ketika proses sekolah maupun setelahnya. Pendidikan karakter di
lembaga pendidikan jangan sampai hanya menjadi dogmatisasi nilai, tetapi
mampu menjadi sebuah proses yang membawa peserta didik untuk paham dan
merefleksi suatu nilai menjadi penting sebagai perwujudan perilaku sehari-hari.
D. Dimensi Pendidikan Karakter
Setiap manusia dalam hidupnya pasti mengalami perubahan atau
perkembangan, baik perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut
perubahan fisik, maupun perubahan yang berhubungan dengan aspek psikologi.
Perubahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam
manusia (internal) atau yang berasal dari luar (eksternal). Faktor-faktor tersebut
akan menentukan apakah proses perubahan manusia mengarah pada hal-hal
yang bersifat positif ataukah sebaliknya. Perubahan ini bergantung bagaimana
72
proses interaksi antara potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia dengan
kondisi lingkungan, sosial budaya, pendidikan dan alam.
Kementerian pendidikan nasional pada tahun ajaran 2010/2011 telah
merintis penyelenggaraan pendidikan karakter pada 125 satuan pendidikan
yang tersebar di 16 kabupaten/kota pada 16 provinsi di Indonesia. Pendidikan
karakter diterapkan pemerintah, mengingat perkembangan karakter pada setiap
individu berbeda. Pengaruh perbedaannya disebabkan oleh faktor bawaan dan
faktor lingkungan. Sebagai contoh bila ada anak yang dari kecil sudah
ditanamkan sifat dan sikap kebaikan, maka ke depannya akan menjadi orang
yang memiliki nilai-nilai kebajikan dalam hidup dan begitupun sebaliknya.
Pendidikan karakter mengemban misi untuk mengembangkan watak-watak
dasar yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik. Di Indonesia pendidikan
karakter didasarkan pada sembilan pilar karakter dasar yaitu (1) cinta kepada
Allah dan semesta beserta isinya; (2) tanggung jawab, disiplin dan mandiri; (3)
jujur; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, peduli dan kerja sama; (6)
percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah; (7) keadilan dan
kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati; (9) toleransi, cinta damai dan
persatuan (Zubaedi, 2012:72).
E. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter
Fathurrohman (2013:124) mengemukakan beberapa batasan atau
deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter antara lain :
73
1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Allah, meliputi Pikiran,
perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada
nilai-nilai ketuhanan dan ajaran agamanya.
2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri, meliputi sikap jujur,
bertanggung jawab, sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa
wirausaha, berpikir logis, mandiri, dan cinta ilmu.
3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama, meliputi :
a. Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain yaitu sikap tahu,
mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban diri
atau orang lain.
b. Patuh pada aturan-aturan sosial atau yang berkenaan dengan masyarakat
dan kepentingan umum.
c. Menghargai karya dan prestasi orang lain yaitu sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
d. Santun yaitu sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa
maupun tata perilakunya ke semua orang.
e. Demokratis yaitu cara berpikir, bersikap dan menghargai hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, meliputi sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam
sekitar, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan
74
alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain
dan masyarakat yang membutuhkan.
5. Nilai kebangsaan, meliputi cara berpikir, bertindak dan wawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan
kelompoknya.
F. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter tidak dapat dikembangkan secara cepat, tetapi harus
melewati suatu proses yang panjang, cermat dan sistematis. Pendidikan
karakter harus dilakukan bertahap atau dari anak sejak dini hingga dewasa.
Terlebih pada dunia pendidikan perlu adanya persiapan-persiapan seperti
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta dibutuhkan pendidikpendidik yang berkompeten, profesional dan berkepribadian baik. Setidaknya,
berdasarkan pemikiran psikolog Kohlberg (1992) dan ahli pendidikan dasar
Marlene Lockheed (1990), terdapat empat tahap pendidikan karakter yang
perlu dilakukan, yakni (a) tahap “pembiasaan” sebagai awal perkembangan
karakter anak, (b) tahap pemahaman dan penalaran terhadap nilai, sikap,
perilaku dan karakter siswa; (c) tahap penerapan berbagai perilaku dan
tindakan siswa dalam kenyataan sehari-hari; dan (d) tahap pemaknaan yaitu
suatu tahap refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap
dan perilaku yang telah mereka pahami dan lakukan dan bagaimana dampak
dan kemanfaatannya dalam kehidupan baik bagi dirinya maupun orang lain.
Jika seluruh tahap ini telah dilalui, pengaruh pembentukan karakter peserta
75
didik akan berdampak secara berkelanjutan (Majid & Andayani, 2013:108109).
Character education quality standards merekomendasikan 11 prinsip
untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebagai berikut :
1.
Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
2.
Mengidentifikasi
karakter
secara
komprehensif
supaya
mencakup
pemikiran, perasaan, dan perilaku.
3.
Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk
membangun karakter.
4.
Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
5.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang
baik.
6.
Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang
yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka, dan
membantu mereka untuk sukses.
7.
Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri dari para siswa.
8.
Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi
tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar
yang sama.
9.
Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter.
10. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
usaha membangun karakter.
76
11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa (Majid &
Andayani, 2013:109).
Koesoema (2011:145) berpandangan bahwa prinsip pendidikan karakter
adalah :
1. Karaktermu ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu
katakan atau kamu yakini.
2. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam
apa dirimu.
3. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan
dengan cara-cara yang baik.
4. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain
sebagai patokan bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan sendiri yang
lebih baik bagi mereka.
5. Bayaran bagi mereka yang mempunyai karakter baik adalah kamu menjadi
pribadi yang lebih baik. Ini akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih
baik untuk dihuni.
Dalam Islam ada beberapa tindakan Rasulullah yang bisa dijadikan
prinsip teladan oleh pendidik untuk menanamkan rasa keimanan dan akhlak
kepada anak, antara lain :
1.
Fokus.
2.
Pembicaraan yang tidak terlalu cepat.
77
3.
Senantiasa mengulang dari ucapan-ucapannya bila lawan bicaranya belum
paham.
4.
Mengajak untuk mengasah otak dan menggerakkan potensi pikiran.
5.
Memahami perbedaan.
6.
Memperhatikan kognitif, emosional dan kinetik.
7.
Memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak.
8.
Menumbuhkan kreatifitas anak.
9.
Mau berbaur dengan semua lapisan masyarakat bahkan makan bersama.
10. Aplikatif (Majid & Andayani, 2013:111).
G. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia
diidentifikasi berasal dari empat sumber yaitu :
1. Agama
Bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang beragama. Oleh karena
itu, kehidupan individu, masyarakat dan bangsa selalu didasari pada ajaran
agama dan kepercayaan masing-masing. Secara politis, kehidupan
kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama.
Karenanya, nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada nilai-nilai
dan kaidah yang berasal dari agama.
2. Pancasila
Negara Indonesia berdiri atas prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan
bernegara yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD
1945 yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam pasal-pasal yang terdapat dalam
78
UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi
nilai-nilai yang mengatur berbagai bidang kehidupan seperti politik, hukum,
ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan budaya dan
karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga
negara yang baik yaitu negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan
menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara
Indonesia.
3. Budaya
Sebagai
manusia
yang
hidup
bermasyarakat
tidak
menutup
kemungkinan pasti kehidupannya didasari nilai-nilai budaya yang diakui di
masyarakat tersebut. Nilai budaya ini dijadikan dasar dalam pemberian
makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota
masyarakat. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan
masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa khususnya di Indonesia.
4. Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadi dasar dalam mengembangkan
pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “ Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
79
mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab” (Zubaedi, 2012:73-74). Tujuan
pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus
dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan
nasional adalah sumber yang paling operasional dalam mengembangkan
pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Pada buku desain pendidikan karakter konsepsi dan aplikasinya dalam
lembaga pendidikan karya Zubaedi (2012:74-76) menyebutkan bahwa dalam
pendidikan karakter ada 18 indikator nilai yang terkandung, berikut
penjelasannya :
Tabel 4.3
Indikator Nilai Karakter
NO
NILAI
DESKRIPSI
Sikap
dan
perilaku
yang
patuh
dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
1
Religius
toleran terhadap pelaksanaan ibadah dan hidup
rukun dengan agama lain.
Perilaku
yang
didasarkan
pada
upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
2
Jujur
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
3
Toleransi
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
80
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan
4
Disiplin
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-
5
Kerja Keras
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
Berpikir
6
Kreatif
dan
melakukan
sesuatu
untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki.
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
7
Mandiri
pada orang lain dalam menyelesaikan tugastugas.
Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang
8
Demokrasi
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan
orang lain.
Sikap dan perilaku yang selalu berupaya untuk
9
Rasa Ingin
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
Tahu
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang
10
Semangat
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
Kebangsaan
atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11
Cinta Tanah
Air
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukan
81
kesetiaan,
kepedulian
dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa.
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
12
Menghargai
Prestasi
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat
dan
mengakuinya,
serta
menghormati keberhasilan orang lain.
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
13
Bersahabat/
berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan
Komunikatif
orang lain.
Sikap,
14
Cinta Damai
perkataan
dan
tindakan
yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan
aman atas kehadiran dirinya.
Kebiasan menyediakan waktu untuk membaca
15
Gemar
berbagai bacaan yang memberikan kebijakan
Membaca
bagi dirinya.
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah
16
Peduli
kerusakan
lingkungan
alam
di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
Lingkungan
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi.
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
17
Peduli Sosial
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
82
membutuhkan.
Sikap
dan
perilaku
seseorang
untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
18
Tanggung
seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri,
jawab
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.
H. Urgensi Pendidikan Karakter
Pentingnya pendidikan karakter ini merupakan persoalan yang harus
dilakukan yang bagi sebuah bangsa dan Negara khususnya di Indonesia dalam
meningkatkan kualitas hidup manusia dari dulu, sekarang dan masa yang akan
datang. Fakta-fakta sejarah telah banyak memperlihatkan bukti bahwa
kekuatan dan kebesaran suatu bangsa pada hakikatnya berpangkal pada
kekuatan karakter yang menjadi tulang punggung bagi setiap bentuk kemajuan
bangsa tersebut. Oleh karena itu, usaha mendidik karakter sangat diperlukan,
karena dapat menahan kemerosotan karakter setiap individu. Pendidikan
karakter akan membuat seorang anak mempunyai akhlak mulia, meningkatkan
kualitas akademiknya dan juga dapat meningkatkan mutu karakter generasi
sekarang dan yang akan datang. Hubungan antara keberhasilan pendidikan
karakter dengan keberhasilan akademik dapat menumbuhkan suasana sekolah
yang menyenangkan dan proses belajar mengajar yang kondusif.
Fathurrohman (2013:117) mengemukakan yang perlu dilakukan dalam
kaitan pentingnya pendidikan karakter bagi anak didik adalah dengan
pembinaan akhlak. Akhlak terpuji merupakan nilai ibadah dan sekaligus
83
merupakan tujuan yang sangat mendasar dalam hidup manusia sehari-hari,
berikut penjelasannya :
1. Akhlak Adil
Adil adalah memberikan setiap hak kepada pemiliknya tanpa
memihak, membeda-bedakan di antara mereka atau bercampur tangan yang
diiringi hawa nafsu.
2. Akhlak Ihsan
Ihsan adalah berbuat baik dengan ikhlas dalam beramal dan tanpa
diiringi riya‟. Sedangkan ihsan dalam pergaulan maksudnya adalah bergaul
yang baik dengan semua orang.
3. Akhlak Kasih Sayang
Kasih sayang merupakan akhlak terpuji yang berasal dari kelembutan
hati seseorang. Kelembutan dalam hati tersebut dihubungkan untuk
melemahkan rasa sakit ketika terasa oleh indra. Kasih sayang dapat
diwujudkan dari diri individu ke sikap tubuh dengan bentuk yang nyata.
Kasih sayang itu tidak terbatas kepada manusia saja, tetapi kepada seluruh
alam, misalnya binatang, tanaman, maupun benda-benda mati.
4. Akhlak Malu
Malu merupakan akhlak yang paling menonjol dan yang paling
berperan dalam menjaga diri dari segala keburukan. Adapun manfaat sikap
malu adalah dapat mengajak kepada kebaikan dan menjauhkan dari
keburukan. Sikap malu tak akan menghambat seseorang untuk berkata
benar, menyuruh kebaikan dan melarang keburukan.
84
5. Akhlak Jujur
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya atau sesuai kenyataan.
Pentingnya kejujuran dalam pendidikan karakter diri seseorang, berakibat
banyak manfaat yang bisa diperoleh, antara lain :
a. Peserta didik mampu mengatasi masalah pribadinya sendiri.
b. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain.
c. Dapat
memotivasi
peserta
didik
dalam
meningkatkan
prestasi
akademiknya.
d. Meningkatkan suasana sekolah yang aman, nyaman, menyenangkan serta
kondusif untuk proses belajar mengajar yang efektif.
I. Realitas Pendidikan Karakter Bagi Peserta Didik
Pendidikan karakter sekarang ini masih belum menunjukkan tanda-tanda
kualitasnya dan belum bisa memperkuat moralitas anak. Selain itu pendidikan
karakter juga belum dapat dilaksanakan secara optimal, baik oleh pemerintah
maupun lembaga dan pelaku pendidikan. Secara umum, ada empat kelemahan
yang menyebabkan pendidikan karakter belum optimal yaitu :
1. Guru belum memahami sepenuhnya bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai
karakter pada masing-masing materi pelajaran. Ketika mencantumkan nilai
karakter saat penyusunan silabus dan RPP terkesan asal-asalan yang penting
bunyi nilai karakter atau formalitas semata.
2. Silabus dan RPP hanya sebagai formalitas, maka dalam proses pembelajaran
tetap menjalankan secara konvensional sesuai gaya guru masing-masing dan
tidak mencerminkan pelaksanaan dari silabus dan RPP, sehingga pesan
85
untuk menanamkan nilai karakter tidak terealisasikan dengan baik dan
optimal.
3. Masih kuatnya orientasi pendidikan hanya pada dimensi pengetahuan
(kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan sikap. Hal ini
menyebabkan peserta didik mengetahui banyak hal, namun kurang memiliki
sistem nilai, sikap, minat maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang
diketahuinya.
4. Kuatnya asumsi bahwa jika aspek perkembangan kognitif dikembangkan
secara benar maka aspek afektif akan ikut berkembang juga. Asumsi ini
salah, maka agar pengembangan afektif bisa secepat perkembangan
kognitif, pengalaman pembelajaran afektif harus diberikan sama banyaknya
dengan pengalaman pembelajaran kognitif (Nur, 2015:43-44).
Empat kelemahan dalam pendidikan karakter di atas dapat disimpulkan
bahwa karakter peserta didik belum dikembangkan secara optimal dalam
proses pembelajaran di sekolah. Karakter peserta didik belum bisa dikatakan
baik jika dalam proses belajar mengajarnya tidak baik. Sebagai guru
seharusnya menjadikan peserta didik memiliki budi pekerti yang baik tetapi
realitasnya peserta didik tidak diperlakukan dengan baik. Misalnya, seorang
guru hanya memberi pembelajaran dari segi kognitif saja, sehingga anak didik
belum mampu mengerti seperti apa harus bersikap dan bertindak dari
pengetahuan yang didapat tersebut. Peserta didik menjadi kurang terarah, jadi
lebih sering melakukan hal-hal yang negatif daripada hal yang positif.
86
Selain dari pihak guru, pihak orang tua atau keluarga juga berperan
penting dalam menjadikan karakter peserta didik terutama di rumah. Misalnya
menanamkan dengan memberi contoh nyata sikap-sikap yang baik dalam
berinteraksi dengan ayah, ibu, kakek, nenek dan sebagainya. Faktor lingkungan
peserta didik juga bisa sangat berpengaruh dalam membentuk karakter.
Lingkungan yang baik akan berpengaruh baik dan lingkungan yang buruk akan
berpengaruh buruk. Maka sebagai orang tua atau siapapun yang mempunyai
tanggung jawab menjaga dan mengawasi pergaulan anak, harus selalu
memperhatikan tingkah laku anak setiap hari. Harus berani mendekati dan
bicara kepada anak, meskipun itu hanya basa-basi. Tetapi dengan sikap
perhatian orang tua pada anaknya misalnya dengan mendengarkan curhat, akan
menjalin hubungan harmonis dan kebahagiaan antar anggota keluarga bisa
dicapai. Perkembangan zaman yang semakin maju, harus disikapi dengan
kehati-hatian dan selektif dalam membangun karakter anak. Berbagai kegiatan
anak terutama dengan fasilitas yang mendukung seperti HP dan Laptop, setiap
hari harus dicek agar hal-hal negatif dari barang tersebut bisa diatasi. Anak
yang sudah terbiasa memahami moralitas dan mengedepankan akhlak atau budi
pekerti sesuai dengan aturan dan norma, kehidupannya akan berjalan dengan
baik, damai, sejahtera dan bahkan bisa menjadi teladan bagi anak lainnya.
J. Strategi Pendidikan Karakter
Ada tiga tahapan strategi yang harus dilalui dalam pendidikan karakter,
yaitu :
87
1. Moral Knowing / Learning To Know
Langkah pertama ini ada beberapa tujuan yang harus dicapai dalam
penguasaan pengetahuan teantang nilai-nilai. Antara lain siswa harus
mampu :
a. Membedakan nilai-nilai akhlak mulia dan akhlak tercela serta nilai-nilai
universal.
b. Memahami secara logis dan rasional.
c. Mengenal sosok Nabi Muhammad sebagai figur teladan akhlak mulia.
2. Moral Loving / Moral Feeling
Tahapan ini akan menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap
nilai-nilai akhlak mulia. Sasaran seorang guru adalah dimensi emosional,
hati atau jiwa, bukan lagi akal atau logika. Untuk mencapai tahapan ini guru
bisa memasukinya dengan kiah-kisah yang menyentuh hati, atau modelling.
Dengan tahap ini siswa diharapkan mampu menilai diri sendiri
(muhasabah).
3. Moral Doing / Learning To Do
Tahapan terakhir ini merupakan puncak untuk mempraktikkan nilainilai akhlak mulia dalam perilaku sehari-hari. Siswa menjadi penyayang,
sopan, ramah, hormat, jujur, disiplin, adil dan seterusnya. Nilai-nilai
tersebut harus dijaga dan dievaluasi karena akan berjalan terus dengan
pembiasaan dan pemotivasian (Majid & Andayani, 2013:112-113).
88
K. Peran Pendidikan Agama dalam Pembentukan Karakter
Hakikat pendidikan dari kacamata Islam adalah menumbuhkan dan
membentuk kepribadian agar menjadi manusia yang sempurna, berbudi luhur
dan berakhlak mulia. Bagi seorang muslim pendidikan harus didasarkan pada
Al-Qur‟an yang telah berisi segala macam peraturan dan perintah, baik
perbuatan yang harus dijalankan atau ditaati maupun perbuatan yang harus
dijauhi. Sebagaimana firman Allah :
          
      
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang
(melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran”. (Q.S An-Nahl : 90)
Pada ayat di atas sudah jelas tertulis bahwasannya manusia disuruh untuk
berbuat kebaikan dan melarang perbuatan yang keji atau keburukan. Ayat
tersebut juga bisa dihubungkan dalam ranah pendidikan, dimana manusia harus
mengambil pelajaran dari hal baik dan buruk. Meski agama memiliki pola
hubungan vertikal sedangkan pola hubungan pendidikan adalah horizontal,
tetapi itu tidak menjadi halangan dalam menyatukan konsep pendidikan dari
segi agama. Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan pengajaran nilainilai dasar yang dapat diterima oleh masyarakat yang beradab atau beragama
apapun. Sesungguhnya pendidikan karakter bukan sekedar hubungan
horizontal antara individu dengan individu tetapi juga hubungan vertikal
89
dengan Allah yang dipercaya dan diimani. Integrasi pendidikan agama dan
pendidikan karakter merupakan suatu keharusan yang sesuai pancasila sebagai
dasar hidup bersama dalam masyarakat yang beranekaragam seperti Indonesia.
Nilai-nilai agama dan nilai demokrasi bukanlah sesuatu yang harus
dipertentangkan. Jika pemahaman secara utuh dalam integrasi nilai-nilai
tersebut, dapat memberikan sumbangan yang efektif bagi penciptaan
masyarakat adil, sejahtera menuju impian bersama. Pendidikan agama
merupakan dukungan dasar bagi keutuhan pendidikan karakter yang
mengandung nilai-nilai luhur dan mutlak kebaikan dan kebenarannya
(Rukhayati, 2011:66-69).
L. Relevansi Pemikiran Pendidikan Karakter Sunan Kalijaga di Era
Globalisasi
Berbagai macam karya dan ajaran Sunan Kalijaga yang telah dijelaskan
di bab III. Berikut akan diuraikan secara ringkas makna filosofis yang
terkandung dari karya dan ajaran beliau tentang pendidikan karakter yang
relevan untuk diterapkan di era globalisasi sekarang ini khususnya di
Indonesia. Dalam wawancara penulis dengan narasumber Bapak Agus
Hermawan, ada beberapa penjelasan singkat yang penulis kemukakan
mengenai pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga yang ada pada karya
dan ajarannya.
Tembang Lir-Ilir bermakna sebagai ajaran syariat untuk menjalankan
ajaran Islam sesuai isi dari rukun Islam. Pelaksanaan pendidikan karakter
sesuai tembang Lir-Ilir pada intinya menyuruh untuk beriman, religius, berbudi
90
pekerti luhur, sabar, ikhlas, rela dan lainnya sebagai orientasi melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan Allah. Kemudian pada tembang GundulGundul Pacul mempunyai makna khususnya bagi para pemimpin hendaknya
melaksanakan tugas dengan adil, amanah, tanggung jawab serta dapat
mengayomi rakyat yang dipimpinnya.
Karya seni gamelan, kenthongan dan bedhug mempunyai falsafah agama
yang tinggi dengan tujuan mengimani Allah tanpa menyekutukan-Nya.
Perayaan sekaten dan grebeg juga berorientasi untuk mengajak kepada
kebaikan yakni memeluk Islam dengan ikhlas, sadar sepenuh hati. Kemudian
seni wayang menggambarkan sikap dan sifat seseorang untuk mempunyai
pendirian yang kuat, beriman, memperbanyak teman dengan jalan kebaikan
serta berontak jika ada kezaliman. Kemudian karya Sunan Kalijaga pada
Ketupat mengandung filosofi untuk selalu sedekah atau membantu orang lain.
Ketupat juga mengartikan pada diri untuk sadar, bahwa manusia mempunyai
dosa atau kesalahan dan senantiasa memohon maaf kepada Allah setiap waktu.
Sunan Kalijaga membuat bidang tata kota sedemikian rupa sangat dalam
makna filosofisnya. Penataan masjid yang biasanya di sebelah barat alun-alun
mendiskripsikan bahwa manusia harus ingat Allah. Penataan kantor
pemerintahan mengajarkan diri untuk bersikap pemurah, pemaaf dan menjauhi
kesombongan.
Adanya
alun-alun
menandakan
bahwa
manusia
harus
berpedoman lengkap yaitu dengan syariat, haqiqat, thariqat dan ma‟rifat.
Ditanamnya pohon beringin bermaksud untuk selalu berhati-hati dalam
menjaga hukum atau undang-undang yang berlaku. Kemudian ajaran Amar
91
Ma‟ruf Nahi Munkar mempunyai makna bahwa segala perbuatan yang baik
harus ditegakkan dan yang buruk ditinggalkan dengan berpedoman pada lima
istilah prasaja, prayoga, pranata, prasetya dan prayitna. Ajaran Narima Ing
Pandum bermakna sikap ikhlas, menerima, amanah, sabar dan berbudi luhur
dengan didasari ketakwaan menerima takdir Allah baik atau buruk.
Ajaran Astabrata Cupu Manik Astagina, Sunan Kalijaga mengajarkan
untuk berpedoman pada delapan ajaran yang terkandung. Ajaran tersebut berisi
tindakan yang harus diingat serta diterapkan dengan sungguh-sungguh untuk
mengetahui baik buruk kehidupan di dunia ini. Inti dari Astabrata Cupu Manik
Astagina berisi tentang godaan hawa nafsu yang digambarkan seorang wanita,
persatuan dan kesatuan antar individu tanpa membeda-bedakan, mampu
mengatur dan memiliki sesuatu sesuai porsinya, mempunyai pegangan hidup
yang kuat, mempunyai keahlian atau bakat yang harus dimanfaatkan dengan
baik dan ditularkan, berkata lemah lembut tanpa emosi, harus bertekad kuat
dalam meraih cita-cita, serta saling mengisi kehidupan dunia dengan selaras,
harmonis menuju kehidupan kekal di akhirat. Ini semua dapat dijadikan
referensi sifat dan sikap hidup teladan bagi manusia khususnya umat Islam di
Indonesia di masa kini dan mendatang.
Implementasi ajaran Sunan Kalijaga sarat dengan nilai dakwah yang
bersumber kepada Al-Qur‟an dan Hadis, sehingga bisa relevan dalam
menerapkan nilai-nilai moral dan akhlak. Penerapan pendidikan karakter dari
karya dan ajaran Sunan Kalijaga dapat berjalan efektif, jika dalam mendidik
bisa mengemas, memodifikasi dan menstranformasikan nilai-nilai ajaran beliau
92
yang sesuai dengan kondisi sekarang. Pada dasarnya ajaran Sunan Kalijaga
memuat ajaran tasawuf akhlaki, maka dakwahnya lebih menekankan pada
akhlak seorang sufi untuk memperbaiki perilaku dalam mendekatkan diri
kepada Allah. Hikmah dan teladan yang dapat diambil dari kehidupan Sunan
Kalijaga antara lain, harus berpikir kreatif, sabar, inspiratif dan jenius. Menjadi
orang harus amanah terutama sebagai pemimpin. Saat menjadi dai atau
pendakwah harus mempunyai sikat ulet, tangguh dan ikhlas. Terakhir, tidak
langsung menerima jabatan sebagai raja atau kepala pemerintahan meskipun
berasal dari keluarga pejabat tinggi tetapi harus melalui musyawarah bersama.
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka
kesimpulan penelitian ini adalah :
1. Keunikan nilai-nilai luhur Sunan Kalijaga tergambar pada saat mensyiarkan
agama Islam kala itu, dimana para pendakwah lain hanya menggunakan
media verbal atau dengan ceramah saja, tetapi Sunan Kalijaga mampu
menggunakan media dakwah Islam seperti seni suara/tembang, menjadi
dalang, ahli tata kota, membuat gamelan, kenthongan, bedhug dan lain
sebagainya. Media beliau tersebut terbukti sangat efektif dalam meyakinkan
orang-orang untuk memeluk Islam termasuk peraturan dalam berperilaku.
Sunan Kalijaga mampu merubah semua bentuk kehidupan masyarakat kala
itu karena konsep dakwahnya menyesuaikan budaya dan adat yang sudah
berlaku sebelumnya, atau bisa dibilang mengikuti permintaan masyarakat
yakni dengan cara mengikuti sambil mempengaruhi sedikit demi sedikit.
Keunikan konsep pendidikan Islam beliau lainnya tercermin pada saat
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dalam acara Sekaten, dimana
beliau memainkan wayang sesuai dengan keinginan masyarakat dan dibayar
dengan pembacaan syahadat sebagai kesediaan untuk memeluk agama Islam
tanpa minta bayaran uang.
2. Konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga terdapat pada makna
karya dan ajarannya. Melalui proses pengajaran, Sunan Kalijaga mencoba
94
menanamkan pendidikan karakter kepada masyarakat bersamaan dengan
berdakwah menyebarkan agama Islam. Tujuan Sunan Kalijaga selain
merubah keyakinan masyarakat untuk memeluk Islam, beliau juga
menyusupkan nilai-nilai terpuji yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadis
untuk mendidik karakter seorang muslim. Nilai-nilai terpuji tersebut
terdapat pada ajaran beliau, misalnya dalam ajaran Amar Ma‟ruf Nahi
Munkar. Beliau mengembangkan ajaran tersebut dengan yang mengajak
untuk selalu hidup sederhana, berbuat baik dengan sesama, menaati
peraturan, tanggung jawab dan berhati-hati. Ajaran Narima ing Pandum
juga bermakna untuk menerima takdir Allah baik atau buruk, bersikap
ikhlas, bersyukur, amanah, adil, sabar, kerja keras, dan bijaksana. Tembang
Lir-Ilir juga bernilai religius karena akan menunjukkan sikap yang patuh
terhadap agama yang dianut. Tembang Gundul-Gundul Pacul mengajarkan
untuk peduli sosial karena sebagai pemimpin itu harus peduli kepada
rakyatnya dan masih banyak lagi karya dan ajaran beliau yang bernilai
karakter baik.
3. Konsep pendidikan karakter menurut Sunan Kalijaga yang terkandung
dalam karya-karya dan ajarannya bisa relevan di era globalisasi.
Implementasi pendidikan karakter tersebut terdapat dari makna nilai-nilai
karya
dan
ajaran
beliau
harus
bisa
dikemas,
dimodifikasi
dan
ditransformasikan sesuai dengan kondisi sekarang. Sunan Kalijaga
mengambil ajaran tasawuf akhlaki yang lebih menekankan pembentukan
akhlak seseorang sebagai bentuk perbaikan perilaku dalam mendekatkan
95
diri kepada Allah. Sebagai contoh ajaran Sunan Kalijaga tentang filosofi
ketupat sebagai simbol permohonan maaf, misalnya ada peserta didik yang
berkelahi dengan temannya. Sebagai guru harus mampu melerai serta
memberi contoh langsung, misalnya menyuruh berjabat tangan serta
bergantian minta maaf dengan ikhlas agar tidak ada dendam. Perbuatan
seperti itulah terkandung nilai yang terpuji yaitu menyadari kesalahan dan
memohon maaf kepada orang lain agar hidup rukun cinta damai. Selain itu,
nilai-nilai pendidikan karakter dari karya dan ajaran Sunan Kalijaga sangat
banyak antara lain adanya sikap religius, kerja keras, toleransi, komunikatif,
mampu berpikir kreatif, peduli sosial, sabar, dan bertanggung jawab
terutama sebagai pemimpin. Pembelajaran dari hidup Sunan Kalijaga sangat
banyak yang dapat dijadikan teladan khususnya oleh generasi muda penerus
bangsa Indonesia. Karakter Sunan Kalijaga tersebut menunjukkan bahwa ia
merupakan seorang pendakwah, budayawan, pendidik dan ahli politik yang
patut untuk diteladani semua orang.
B. Saran-saran
1. Untuk lingkungan keluarga, yang merupakan tahap pertama bagi pendidikan
seorang anak membuat keluarga menjadi sarana yang paling tepat untuk
memberikan penanaman karakter-karakter baik dengan optimal. Karena
sebagian besar waktu anak dihabiskan dalam lingkungan keluarga, sehingga
sebagai orang tua hendaknya lebih peka untuk memahami, mau
mendengarkan curhat dan membantu memberi solusi terbaik terhadap
persoalan anak. Pendidikan karakter orang tua kepada anak ini penting,
96
mengingat perilaku dan perkataan orang tua merupakan hal pertama yang
dilihat dan dicontoh anak. Oleh karena itu, pengoptimalan dan keefektifan
mendidik karakter anak seharusnya dimulai dari keluarga dengan cara
bijaksana dan sikap konsisten kepedulian orang tua.
2. Untuk lembaga pendidikan, yang menjadi tempat pendidikan kedua
mempunyai peran yang besar dalam proses menanamkan karakter pada anak
dengan tidak hanya secara teoritis namun secara aplikatif. Penanaman
karakter pada peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan
sekolah baik dalam kegiatan akademik maupun ekstrakurikuler. Cara ini
akan lebih efektif dan bermanfaat bagi kehidupan peserta didik dalam
menghadapi tantangan di luar sekolah ke depannya.
3. Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan nyata, dimana anak harus
menghadapi berbagai perbedaan dan permasalahan yang terjadi serta harus
mampu mencari solusinya secara mandiri. Perlu adanya kerja sama antar
anggota masyarakat dalam memberikan pembelajaran hidup bermasyarakat
kepada anak. Dengan adanya kerja sama akan tercipta kehidupan
masyarakat yang aman, nyaman dan kondusif, sehingga berbagai
pelanggaran dan tindakan-tindakan negatif dapat ditangani bahkan dapat
dicegah dengan baik.
97
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud. 2003. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Budiningsih, Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta : Asdi Mahasatya.
Damayanti, Deni. 2014. Panduan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogyakarta : Araska.
Eyre, Richard & Linda. 1995. Mengajar Nilai-Nilai Kepada Anak. Jakarta :
Gramedia.
Fakhry, Majid. 1996. Etika dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Fathurrohman, Pupuh, AA Suryana, & Fenny Fatriany. 2013. Pengembangan
Pendidikan Karakter. Bandung : PT Refika Aditama.
Gaffar. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Islam. Makalah Pada Workshop
Pendidikan Karakter Berbasis Islam. Yogyakarta.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan
Fakultas Psikologi UGM Jogjakarta.
Hermawan, Agus. 2015. Menggali dan Meneladani Ajaran Sunan Kalijaga
(Kajian Sejarah dan Budaya Berbasis Pendidikan Karakter). Kudus : LPSK
Kudus.
Hidayah, Nur. 2015. Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan
Islam. Skripsi Tidak Diterbitkan. Salatiga : Jurusan Pendidikan Agama
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.
Husen, Achmad, dkk. 2010. Model Pendidikan Karakter Bangsa : Sebuah
Pendekatan Pembelajaran Monolitik di Universitas Negeri Jakarta. Jakarta
: UNJ.
Indianto, Dimas. 2015. Pendidikan Karakter Menurut Sunan Kalijaga. Tesis
Tidak Diterbitkan. Yogyakarta : Program Studi Pendidikan Islam Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
98
Khaelany, Munawar J. 2014. Sunan Kalijaga Guru Orang Jawa. Yogyakarta :
Araska.
Koesoema, Doni. 2011. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta : Grasindo.
Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter, Solusi Yang Tepat Untuk
Membangun Bangsa. Bogor : Indonesia Heritage Foundation.
Mundhur, Ibnu. tt. Lisan al Arab Jilid XI. Beirut : dar al Shodir.
Muslich, Mansur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta : Bumi Aksara.
Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter Pengintegrasian 18 Nilai Dalam Mata
Pelajaran. Yogyakarta : Familia.
Nasution, 2008. Teknologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara.
Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Purwadi. 2015. Sufisme Sunan Kalijaga. Yogyakarta : Araska.
Rahimsyah. 2008. Kisah Walisongo. Surabaya : Mulia Jaya.
Rukhayati, Siti. 2011. Internalisasi Pendidikan Karakter. AtTarbiyah, 21(4):58.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
2014. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Saputra, Jhoni Hadi. 2010. Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga. Demak :
Pustaka Media.
Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar. Jakarta : Gramedia.
Sukardjo dan Ukim. 2009. Landasan Pendidikan : Konsep dan Aplikasinya.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
99
Sulistiono. tt. Kanjeng Sunan Kalijaga. Demak : Pelangi Publishing.
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press.
Suwardi. 2011. Metode Evaluasi Pendidikan Karakter. AtTarbiyah, 21(2):20.
Suwardono. 2007. Kisah Sunan Kalijaga. Bandung : CV. Nuansa Aulia.
Taimiyah, Ibnu. 1995. Etika Beramar Ma‟ruf Nahi Munkar. Jakarta : Gema Insani
Press.
Tim Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Umam, Khairul dan A Ahyar Aminuddin. 1998. Usul Fiqih II. Bandung : Pustaka
Setia.
Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) Beserta Penjelasannya. 2003. Bandung : Citra Umbara.
Wiyani, Novan Ardy. 2013. Membumikan Pendidikan Karakter di SD.
Yogyakarta : AR-Ruzz Media.
Ya‟qub, Hamzah. 1983. Etika Islam. Bandung : CV. Diponegoro.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
2012. Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya Dalam
Lembaga Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Zuchdi, Darmiyati, dkk. 2013. Pendidikan Karakter Konsep Dasar dan
Implementasi di Perguruan Tinggi. Yogyakarta : UNY Press.
100
101
102
103
PERTANYAAN WAWANCARA
MENGENAI KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER
MENURUT SUNAN KALIJAGA
P : Apa pengertian budaya secara lengkap? Dan apakah budaya bisa menjadi
media mendidik karakter seseorang?
N : Menurut Prof. Koentjaraningrat bahwa budaya adalah hasil cipta, rasa dan
karya manusia. Budaya tentu saja bisa menjadi media untuk mendidik
karakter karena hasil budaya seperti lagu, puisi, pidato/ceramah, cerita,
pakaian dan lain sebagainya. Hasil budaya tersebut tentunya mudah
diterapkan melalui beberapa tahapan dan proses dari sosialisasi berlanjut
internalisasi kemudian invitasi.
P : Apa saja karya dan ajaran Sunan Kalijaga yang berisikan pendidikan karakter?
N : sepengetahuan narasumber yang telah menelaah dan meneliti dari berbagai
sumber referensi yang masyhur, karya Sunan Kalijaga yang berisikan
pendidikan karakter adalah Tembang Lir-Ilir tentang ajaran syariat rukun
Islam, Tembang Gundul-Gundul Pacul tentang kepemimpinan. Kemudian
ajaran Sunan Kalijaga seperti filosofi Kupat, Gamelan, Wayang, Bedhug, dan
lainnya merupakan sebuah bentuk pengajaran yang memuat ajaran bermakna
akhlak.
P : Apa saja makna dari karya dan ajaran Sunan Kalijaga yang relevan untuk
menerapkan pendidikan karakter sekarang ini?
N : karya Sunan Kalijaga yang relevan dan bermakna dalam menerapkan
pendidikan karakter misalnya Tembang Lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul
yang mengajarkan bagaimana menjalankan syariat rukun Islam dengan baik
serta menjadi pemimpin yang baik. Nilai ajaran Sunan Kalijaga sarat akan
nilai dakwah yang isinya lebih banyak fokus pada perilaku manusia.
Implementasi ajaran Sunan Kalijaga untuk sekarang ini dilakukan dengan
cara mentransformasikan sesuai perkembangan zaman yang tetap bersumber
kepada Al-Qur‟an dan Hadis sehingga sudah relevan.
P : Apakah bisa efektif untuk menerapkan pendidikan karakter melalui karya dan
ajaran Sunan Kalijaga sekarang ini?
N : saya kira bisa efektif, tinggal bagaimana kita mengemas, memodifikasi dan
mentransformasikan nilai ajaran Sunan Kalijaga sesuai dengan kondisi
sekarang. Misalnya Tembang Lir-ILir sekarang ini yang sering dibawakan
oleh Kyai Kanjeng tetap diminati masyarakat. Masyarakat sekarang suka
media sosial berbasis internet, jadi bisa memasukkan pendidikan karakter
lewat itu.
104
P : Bagaimana implikasi pendidikan karakter dari Sunan Kalijaga di era
globalisasi?
N : Al-Qur‟an dan Sunah Nabi sebagai sumber utamanya dapat diafiliasikan
dengan budaya lokal / setempat. Ajaran Sunan Kalijaga yang memuat ajaran
Tasawuf Akhlaki, secara pelan-pelan akan masuk dan diamalkan sehingga
sedikit mengurangi degradasi moral bangsa.
P : Apakah ada ajaran Sunan Kalijaga yang tertulis di teks/buku asli? dan masih
ada sampai sekarang? Beliau benar-benar membuat atau hanya mengubahnya
sebagai media dakwah?
N : Masih ada, tetapi berhubung bertuliskan Jawa kuno dan hanya bisa dilihat oleh
ahli waris saja atau orang tertentu. Sunan Kalijaga adalah wali yang kreatif,
inovatif dan kaya akan ide mencipta. Rata-rata karyanya yang terkenal
sekarang beliau sendiri yang menciptakan.
P : Apa penjelasan rinci mengenai Dewan Walisanga? Sebuah komunitas / apa?
kalau iya kenapa berganti-ganti orang yang kalau dijumlah sebenarnya lebih
dari 9 orang? Dan apakah benar kesembilan wali itu pernah bertemu dlm 1
waktu?
N : Sebutan dewan wali asalnya dari kita sendiri yang menyebutnya. Ada empat
periode wali yang komposisi 9 orang secara bergantian dipertanyakan karena
wafat, kembali ke Arab dll. Bisa saja bertemu jika ada yang usianya panjang
dan masih 1 periode. Poster-poster yang menggambarkan Walisanga
sekarang ini hanya yang tokoh-tokoh Wali termasyhur.
P : Apakah waktu itu ada syarat khusus bila ingin menjadi Wali? Mengingat
sebenarnya para Wali itu saling bergantian pada tiap-tiap generasi?
N : Ya pasti ada, menjadi Nabi / Rasul adalah hak prerogatif Allah yang tidak bisa
diikhtiari, tetapi untuk menjadi Wali bisa diikhtiari dengan menempuh jalan
ketakwaan, riyadhoh dan berakhlak mulia. Untuk penggantian Wali,
diputuskan lewat sidang Walisanga apakah layak atau tidak.
P : Apa saja Karomah yang konon pernah ditunjukkan secara langsung oleh Sunan
Kalijaga?
N : 1. Membaca Al-Qur‟an di Demak tetapi bisa didengar di Tuban.
2. Membuat Soko Tatal tiang masjid agung Demak.
3. Menentukan arah kiblat masjid Demak.
P : Dimana saja penyebaran agama Islam yang dilakukan Sunan Kalijaga semasa
hidupnya?
N : Sunan Kalijaga disebut juga sebagai syekh Malaya / berkelana, jadi sebagian
besar daerah di pulau Jawa khususnya di Jawa Tengah dan Barat pernah
disinggahi beliau. Tempat persinggahan Sunan Kalijaga tersebut, sekarang
biasa disebut Petilasan yang jumlahnya banyak tersebar.
105
P : Mengapa strategi penyebaran ajaran Islam harus dilakukan Sunan Kalijaga
sedikit demi sedikit? Apa tidak berdosa bila masyarakat kala itu bisa
memeluk Islam tetapi masih melakukan adat / kebiasaan lama dari agama
hindu/budha?
N : Adanya sinkretisme dan akulturasi budaya sengaja dilakukan Sunan Kalijaga,
mengingat agama Hindu-Budha sudah ada. Sunan Kalijaga berprinsip bahwa
seiring bertambah iman dan pahamnya masyarakat tentang Islam, maka
bid‟ah, khurafat lama-kelamaan akan ditinggalkan dan nyatanya itu berhasil.
P : Bagaimana keunikan cara penyebaran nilai-nilai luhur yang dilakukan Sunan
Kalijaga di pulau Jawa? Bisa berikan contoh keunikannya?
N : Ibarat seorang guru / dosen, Sunan Kalijaga dapat berperan sebagai apa saja
mulai dari Dalang, Mubaligh, Tukang Pencari Rumput dan lain-lain. Peran
yang banyak itulah dipakai berbagai media seni budaya seperti Wayang,
Gamelan atau lainnya di saat yang lain hanya berceramah.
P : Apakah foto Sunan Kalijaga yang sekarang ini di buku-buku dan internet
merupakan foto asli beliau? Kalau iya apa bukti otentik yang dapat
menguatkan bahwa itu foto asli?
N : Foto yang terdapat pada poster-poster sekarang ini hanyalah ilustrasi gambar
Walisanga, karena di abad itu belum ada foto termasuk Wali yang lain.
P : Apa saja teladan yang dapat dipetik dari kehidupan Sunan Kalijaga untuk
dijadikan pedoman hidup masyarakat Jawa khususnya orang Islam?
N : Teladan yang dapat diambil dari seorang Tokoh Sunan Kalijaga, antara lain :
1. Seorang yang kreatif, sabar, inspiratif dan jenius.
2. Seorang yang amanah dengan menjaga tongkat selama 3 tahun.
3. Seorang Da‟i yang ulet, tangguh dan ikhlas.
4. Seorang Wali besar, meskipun berasal dari keluarga bangsawan tetapi tidak
mau menggantikan ayahnya menjadi bupati.
Keterangan : P = Penanya
N = Narasumber (Bapak Agus Hermawan, M.A.)
106
Proses Wawancara dengan Bapak Agus Hermawan, S.Pd.I.,M.A.
Foto Bersama dengan Bapak Agus Hermawan, S.Pd.I.,M.A., Selaku Narasumber
107
DAFTAR NILAI SKK
Nama
: Much Aulia Esa Setyawan
NIM
: 111-12-225
Dosen PA
: Maslikhah, S.Ag., M.Si.
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
108
109
110
111
Download