Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut UPAYA KONSERVASI EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT Antonius Fakultas pertanian Universitas Kapuas Sintang E-mail: [email protected] ABSTRAK: Menurut Puslittanak (1981) luas lahan gambut di Indonesia adalah 26,5 dan luas tersebut terus mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan, illegal logging, kebakaran dan pemukiman baru. Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang unik, dan rapuh (fragile), habitatnya terdiri dari gambut dengan kedalaman yang bervariasi mulai dari 25 cm hingga lebih dari 15 m, mempunyai kekayaan flora dan fauna yang khas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Lahan gambut mempunyai peran yang penting dalam menjaga dan memelihara keseimbangan lingkungan kehidupan, baik sebagai reservoir air, rosot dan carbon storage, perubahan iklim serta keanekaragaman hayati yang saat ini eksistensinya semakin terancam. Sehingga, pegelolaan secara bijaksana harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan budaya maupun fungsi ekologi sehingga kelestarian hutan rawa gambut dapat terjamin. Lahan gambut mempunyai karakteristik yang spesifik seperti adanya subsidensi, sifat irreversible drying, hara mineral yang sangat miskin serta sifat keasaman yang tinggi dan mudah terbakar apabila dalam keadaan kering, sehingga peran hidrologi/tata air di lahan gambut sangatlah penting. Ada beberapa tipologi di lahan rawa gambut yang perlu diketahui, sehingga dalam melakukan rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi dapat lebih berhasil. Pelestarian hutan rawa gambut dengan segala nilai kekayaan biodiversity harus segera ditindaklanjuti dengan nyata, dengan merehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi, baik hidrologi maupun revegetasi. Pemilihan jenis yang tepat, teknologi dan kelembagaan rehabilitasi perlu dikaji dan diketahui sehingga kegagalan dalam melakukan rehabilitasi dapat dihindari. Lahan sulfat masam aktual merupakan salah satu lahan konservasi yang memerlukan jenis yang spesifik untuk dapat hidup di situ, karena adanya senyawa pirit yang bersifat racun. Jenis yang dapat tumbuh antara lain : gelam (Melaleuca sp.), tanah-tanah (Combretocarpus rotundatus) dan lain-lain. Kata kunci : Ekosistem, Hutan rawa gambut, Konservasi. lemah dan kurangnya kesadaran dan I. PENDAHULUAN Kerusakan hutan alam atau lahan pengertian masyarakat akan fungsi rawa gambut di Indonesia umumnya manfaat hutan rawa gambut, masih disebabkan lemahnya beberapa hal yakni penegakan hukum (law penebangan liar, perambahan, kebakaran enforcement) serta masih lemahnya hutan dan lahan gambut, pembuatan policy dan pengelolaan hutan rawa saluran atau drainase di lahan gambut gambut. Selain itu, sifat kharakteristik yang tidak diperhitungkan dengan baik, hutan rawa gambut seperti PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016 adanya 136 Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut subsidensi lahan irreversible drying gambut, rawa gambut. Keberlangsungan lain-lain ekosistem hutan rawa gambut yang sehingga pengelolaan air merupakan hal memiliki nilai konservasi tinggi sesuai yang penting. Oleh karena itu kegiatan dengan fungsinya, karena memiliki peneltian integratif aspek-aspek tersebut keaslian perlu diteliti untuk pengelolaan hutan Hendaknya dilakukan pengelolaan yang dan lestari. tepat, tidak saja dari aspek ekologis Kawasan Hutan Wisata Baning yang semata, namun perlu mengkaji dukungan merupakan rawa publik sesuai dengan isu yang relevan banyak saat ini (Laura, et al. 2016). Sikap gangguan, seperti adanya subsidensi masyarakat memiliki implikasi besar gambut, terhadap manajemen spesies dalam hal lahan gambut gambut ekosistem telah dan sifat secara hutan mengalami kebakaran hutan, adanya dan keunikan drainase yang mempercepat lajunya air pencegahan, keluar dari kawasan dan penyerobotan keberhasilan lahan oleh masyarakat. spesies yang ada. alamnya. peringatan melindungi dan berbagai Hutan rawa gambut mempunyai peran penting dalam menjaga dan II. KONSERVASI EKOSISTEM memelihara keseimbangan lingkungan HUTAN RAWA GAMBUT hidup, baik sebagai reservoir air, rosot 2.1. Ekosistem Hutan Rawa Gambut dan carbon storage, perubahan iklim Lahan rawa gambut di daerah serta keanekaragaman hayati yang saat tropis mencakup areal seluas 38 juta ha ini eksistensinya semakin terancam dari total seluas 200 juta ha yang terdapat (Daryono, 2009). Sifat gambut yang di seluruh dunia. Luas lahan gambut di irreversibel drying akan mudah terbakar, Indonesia diperkirakan terdapat antara sehingga peran hidrologi/tata air di 13,5–26,5 juta ha. Paling sedikit ada 11 dalam lahan gambut memiliki peranan dari yang bervariasi. Berikut tabel luasan lahan sangat menentukan 137 2016 besar dan keberlangsungan sangat hutan berbagai sumber data yang gambut dari berbagai sumber. PIPER No. 23 Volume 12 Oktober Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut Tabel 2.1. Luas sebaran lahan rawa gambut di Indonesia dari berbagai sumber Penyebaran lahan gambut (Juta Total (Juta Penulis/sumber data Hektar) Papua Lainny Hektar) Total Sumatera Kalimant Data source Distribution of peat (million Driessen (1978) 9,7 6,3 0,1land -a 16,1hectare) an Puslittanak (1981 ) 8,9 6,5 hectare) 10,5 0,2 26,5 (million Euroconsult (1984) 6,84 4,93 5,46 17,2 Soekardi dan Hidayat 4,5 9,3 4,6 0,1 18,4 Dept rans (1988) 8,2 6,8 4,6 0,4 20,1 (1988) Subagyo et. al. (1990) 6,4 5,4 3,1 - 14,9 Deptrans (1990) 6,9 6,4 4,2 0,3 17,8 Nugroho et. al. (1992) Rajaguguk (1993) Dwiyono dan Rachman Wahyunto et. al. (2005) (1996) 4,8 8,2 7,16 7,21 6,1 6,79 4,34 5,79 2,5 4,62 8,40 8,0 0,1 0,4 0,1 - 13,5 20,1 20,0 21,0 Tanah gambut selalu terbentuk diikuti oleh pembentukan gambut pada tempat yang kondisinya jenuh air ombrogen di atasnya, yang tidak lagi atau tergenang, seperti pada cekungan- memperoleh pasokan hara dari air tanah cekungan daerah pelembahan, rawa maupun air sungai. Dalam pembentukan bekas danau, atau daerah depresi/basin gambut ombrogen, klimaks vegetasi pada dataran pantai diantara dua sungai bergantian tumbuh dan mati disitu, besar, dengan bahan organik dalam sehingga semakin tebal gambut, semakin jumlah dihasilkan miskin jenis vegetasi yang tumbuh di tumbuhan alami yang telah beradaptasi atasnya, karena pasokan hara semata- dengan air. mata hanya berasal dari air hujan. Penumpukan bahan organik secara terus Bergerak dari pinggiran kubah gambut, menerus menyebabkan lahan gambut dimana gambut masih dangkal, terdapat membentuk kubah (peat dome). "mixed forest" yang terdiri dari pohon- banyak Pada yang lingkungan hutan jenuh rawa gambut, pohon kayu yang besar-besar dan pembentukan kubah gambut (peat dome) tumbuhan bawah yang lebat. Berikut di bagian tengahnya mula-mula diawali adalah gambar formasi hutan rawa oleh pembentukan gambut topogen lalu gambut. PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016 138 Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut Gambar 2.1. Formasi Hutan Rawa Gambut Dari Tepi Sungai Ke Kubah Gambut Ke arah pusat kubah, sejalan dengan permukaan gambut yang menaik, permukaan tanah hanya beberapa centimeter untuk setiap jarak 100 meter. terdapat "deep peat forests" dimana vegetasinya semakin jarang dan kurang jenis-jenis tumbuhannya disebabkan karena gambut semakin tebal dan tidak lagi memperoleh hara dari air tanah/sungai. Di pusat kubah di mana gambut paling tebal, terdapat "padang forests" terdiri dari pohon-pohon kayu kecil dan jarang, pandan dan semaksemak. Perubahan dari "mixed forests" ke arah "deep peat forests" terdapat pada kedalaman gambut sekitar 3 m (Widjaya, Adhi, 1986). Di lapangan, kenaikan permukaan kearah pusat kubah seringkali tidak terasa, ini disebabkan oleh karena diameter kubah gambut dapat mencapai sedangkan 139 2016 3-10 kenaikan kilometer, ketinggian 2.4. Keanekaragaman Hayati Ekosistem Hutan Rawa Gambut Dari hasil penelitian yang dilakukan baik di Pulau Sumatera maupun di Kalimantan, habitat rawa gambut mengandung kekayaan keanekaragaman yang tinggi untuk jenis flora dan fauna, reservoir/simpanan air, dan simpanan karbon. Kekayaan flora yang berisi bermacam-macam jenis pohon yang kayunya mempunyai nilai komersial tinggi untuk keperluan bahan industri meubel dan konstruksi. Selain itu juga terdapat berbagai jenis pohon yang mempunyai nilai komersial dari hasil hutan non kayu baik berupa getah, lateks, kulit pohon, bahkan mempunyai PIPER No. 23 Volume 12 Oktober Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut kandungan zat ekstraksi yang berguna (Palaquium gutta), Jelutung (Dyera untuk lowii), Pulai (Alstonia pnematophora), kepentingan obat-obatan (medicinal plants). Jenis-jenis pohon Bintangur (Calophyllum spp) dan rawa gambut yang memiliki potensi Bintangur (Calophyllum spp). strategis seperti bintangur (Calophyllum Fauna yang spesifik yang ada di lanigerum) yang mempunyai zat bioaktif hutan rawa gambut di antaranya adalah untuk anti virus HIV. Jenis bintangur orang utan (Pongo pygmaeus), bakantan lainnya adalah Calophyllum cannum (Nasalis dan C.dioscorii yang mempunyai zat (Helarctos malayanus), owa (Hylobates bioaktif anti kanker dan masih ada lagi agilis), burung rangkong (hornbills), beberapa jenis prospektif lainnya. Di macan daun, monyet ekor panjang masa depan, nilai ekonomi zat bioaktif (Macaca fascicularis) dan lain-lain. Di ini akan jauh lebih tinggi dari pada hutan rawa gambut yang ketebalan nilai kayunya. Beberapa pohon penting gambutnya sangat dalam, terdapat suatu yang ekosistem air hitam dengan biota yang kayunya komersial mempunyai tinggi, seperti nilai Ramin spesifik larvatus), yakni beruang adanya madu fitoplankton (Gonydtylus bancanus), Pulai Rawa Cosmarium sp, dan Peridium sp yang (Alstonia Prupuk hanya ada di ekosistem air hitam. Katiau Laporan dari Britain Royal Society yang (Ganua motleyana), Sonte (Palaquium dipublikasikan pada akhir Januari 2006, leicocarpum), Meranti bunga (Shorea melaporkan bahwa, telah diketemukan teysmanniana), Meranti rawa (Shorea seekor ikan dewasa yang terkecil di dunia pauchiflora), Jelutung rawa (Dyera berukuran panjang 1/3 inch (8,5 mm) dan lowii), (Campnosperma saat ini spesimennya berada di National auriculata), dan banyak lagi jenis History Museum, yang diperoleh dari lainnya. Sedangkan jenis-jenis pohon hutan rawa gambut bekas terbakar di yang mempunyai nilai penting yang Sumatera. Hal ini bukan saja ikan terkecil menghasilkan hasil hutan non kayu (non tetapi juga vertebrata dewasa terkecil di wood forest products) antara lain Gimor dunia. pnematophora), (lLopopethalum javanicum), Terentang (Alseodaphne (Palaquium hellophylla), Sonte leicocar pum), Nyatoh PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016 2.5. Pembentukan Tanah Gambut 140 Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut Secara umum, tanah gambut dengan tingkat dekomposisi awal yaitu adalah tanah-tanah yang tersusun dari kandungan serat tumbuhan lebih dari bahan tanah organik yang jenuh air 75%, atau masih lebih dari tiga dengan ketebalan 50 cm atau lebih. perempat Dikaitkan dengan ketebalan bahan Sedang hemik adalah gambut dengan organik, maka tanah mineral yang tingkat dekomposisi tengahan, yaitu mempunyai kandungan serat 17-75% atau tinggal lapisan gambut di bagian antara tanah mineral bergambut (peaty soil). Saprik adalah gambut dengan tingkat Dikatakan sebagai tanah mineral murni dekomposisinya apabila lapisan gambut dipermukaaan < kandungan seratnya kurang dari 17% 20 cm. Dalam klasifikasi tanah lama, atau tinggal kurang dari 1/6 bagian dari tanah organosol. volumenya. Gambut saprik biasanya atau berwarna kelabu sangat gelap hitam. pelapukan/perombakan bahan organik Sifat- sifatnya (sifat fisik maupun gambut, dibagi menjadi 3 tingkatan, kimianya) relatif sudah stabil. Berikut yaitu fibrik (awal), hemik (tengah) dan adalah warna tanah gambut berdasarkan saprik (lanjut). Fibrik adalah gambut tingkat kematangannya. Tingkat disebut dekomposisi bagian volumenya. permukaan 20 - 50 cm disebut sebagai gambut 1/6-3/4 dari volumenya. yang lanjut, yaitu Gambar 2.2. Berturut-turut gambut fibrik, hemic dan saprik Dari hasil pengamatan, pada Hutan rawa gambut yang mengalami umumnya degradasi hutan rawa gambut kerusakan tegakan karena pembalakan dapat dilihat dari kerusakan tegakannya berlebihan, pembalakan liar, peram- maupun kondisi subsidensi gambutnya. bahan maupun mengalami kebakaran 141 2016 PIPER No. 23 Volume 12 Oktober Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut akan mengubah ekosistem hutan rawa Untuk dapat dimanfaatkan, lahan gambut tersebut menjadi belukar, semak gambut harus dilakukan reklamasi yang atau bahkan terbuka (open area). Hal ini diawali dengan drainase dan land akan menentukan model restorasi atau clearing. Seperti telah disebutkan di rehabilitasi lahan tersebut. Demikian atas, salah satu sifat gambut yang juga pada hutan rawa gambut yang telah menyebabkan sulitnya pengelolaan dan dilakukan eksploitasi menurut kaidah rehabilitasi lahan adalah irreversible yang benar, pada tegakan tinggal dapat drying atau non re wetable. Oleh karena dilakukan dengan pembinaan regenerasi itu, sekali mengalami kekeringan sampai alam tingkat tertentu maka gambut tidak bisa atau dengan penanaman pengkayaan. Berdasarkan terbasahkan lingkungan pem- kembali. Hal ini mengakibatkan volume gambut akan bentukannya, tanah gambut dibedakan menyusut, sehingga akan menjadi : (a) tanah gambut ombrogen, ngakibatkan terbentuk pada lingkungan yang hanya tanah gambut (subsidence/subsiden). penurunan me- permukaan bergantung pada air hujan, tidak terkena Kecepatan subsiden dipengaruhi pengaruh air pasang, membentuk suatu oleh banyak faktor, antara lain tingkat kubah (dome) dan umumnya tebal, dan kematangan (b) tanah gambut topogen, terbentuk kecepatan dekomposisi, kepadatan dan pada bagian pedalaman dari dataran ketebalan gambut, kedalaman drainase, pantai/sungai yang dipengaruhi oleh iklim, serta tipe penggunaan lahan limpasan air pasang/banjir yang banyak (Wösten et al., 1997). Dradjat et al mengandung mineral, sehingga relatif (1986) dalam Rina et al. (2008) lebih subur, dan tidak terlalu tebal. melaporkan Tanah gambut topogen dikenal sebagai cm/bulan pada tanah gambut saprik di gambut eutropik, sedangkan tanah Barambai (Kalimantan Selatan) selama gambut ombrogen dikenal sebagai 12-21 bulan setelah reklamasi, sedang tanah gambut oligotrofik dan mesotrofik. untuk gambut, laju gambut tipe gambut, amblesan saprik di 0,36 Talio (Kalimantan Tengah) lajunya 0,178 2.6. Hidrologi Hutan Rawa Gambut cm/bulan dan bahan gambut hemik 0,9 cm/bulan. Penurunan muka lahan di PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016 142 Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut Desa Babat Raya dan Kolam Kanan dalam masa 18 tahun (April 1978- Kecamatan September 1996) (Noorginayuwati et al. Barambai Kalimantan Selatan mencapai antara 75-100 cm 2006). Gambar 2.3. Perakaran Pohon Menggantung Akibat Subsidensi Tanah Gambut Menurut Agus dan Subiksa 3. Dekomposisi/oksidasi yaitu me- (2008), proses subsiden gambut dapat nyusutnya massa gambut akibat dibagi menjadi empat komponen: terjadinya dekomposisi gambut yang 1. Konsolidasi yaitu pemadatan gambut berada dalam keadaan aerobik. karena pengaruh drainase. Penurunan muka air tanah menyebabkan 4. Kebakaran yang menyebabkan menurunnya volume gambut. terjadinya peningkatan tekanan dari lapisan gambut di atas permukaan air tanah terhadap gambut yang berada di 2.7. Simpanan Karbon Di Hutan bawah muka air tanah sehingga Rawa Gambut gambut Dalam keadaan hutan alami yang terkonsolidasi (menjadi padat). 2. Pengkerutan tidak yaitu pengurangan terganggu, merupakan lahan penyerap (sink) gambut CO2. volume gambut di atas muka air Menurut Agus (2008), simpanan karbon tanah karena proses terbesar pada lahan gambut adalah pada pengeringan. drainase / gambut itu sendiri dan yang kedua adalah pada jaringan tanaman dan pada 143 2016 PIPER No. 23 Volume 12 Oktober Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut serasah. Masing-masing simpanan karbon tersebut dapat bertambah atau perubahan karbon tersimpan pada tanah gambut. berkurang tergantung pada faktor alam dan campur tangan manusia. Kemarau 2.8 Konsep Pelestarian Hutan Rawa panjang berakibat pada penurunan muka Gambut air tanah yang selanjutnya mempercepat Menurut emisi CO2. Kebakaran dapat Keppres No.32/1990 tentang Kawasan Lindung dan Undang- di undang No. 26 tahun 2007 tentang jaringan tanaman dan di dalam gambut. Penataan Ruang (UUTR), serta petunjuk Pemupukan dapat meningkatkan emisi. penyusunan Sebaliknya, pada lahan gambut yang Wilayah Nasional RTRWN, kawasan sudah terlanjur didrainase, peningkatan tanah gambut dengan ketebalan 3 m atau muka air tanah, misalnya melalui lebih, yang terdapat di bagian hulu pemasangan sungai dan rawa, ditetapkan sebagai menurunkan simpanan karbon empang pada saluran Rencana Tata (canal blocking) dapat memperlambat kawasan emisi. Perlindungan terhadap kawasan ini Apabila hutan gambut terganggu, lindung Ruang dilakukan untuk bergambut. mengendalikan maka lahan gambut berubah fungsi dari hidrologi wilayah, berfungsi sebagai penyerap menjadi sumber emisi gas penambat air dan pencegah banjir, serta rumah kaca (Agus dan Subiksa, 2008). melindungi ekosistem yang khas di Gas yang kawasan tersebut. Kubah gambut dengan dikeluarkan (diemisikan) lahan gambut ketebalan lebih dari 3 m merupakan satu adalah CO2, CH4 (metan), dan N2O. kesatuan dengan bagian tepinya yang Di antara ketiga gas tersebut CO2 dangkal (ketebalan kurang dari 3 m). merupakan GRK terpenting karena Pengelolaan lahan rawa gambut perlu jumlahnya yang relatif besar, terutama menerapkan dari lahan gambut yang sudah berubah yang fungsi lahan pengawetan, dan peningkatan fungsi dan pertanian dan pemukiman. Jumlah emisi manfaat. Oleh karena itu, berdasarkan dari tanah gambut untuk selang waktu fungsinya wilayah rawa dibedakan ke tertentu dapat dihitung berdasarkan dalam: (1) kawasan lindung, (2) kawasan rumah dari kaca hutan (GRK) menjadi PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016 pendekatan meliputi konservasi, perlindungan, 144 Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut pengawetan, dan (3) kawasan reklamasi 3. Undang-undang untuk peningkatan fungsi dan manfaat. tentang Kawasan pengelolaan LH lindung dan pengawetan disebut juga kawasan nonbudi daya, berbasis sedangkan kawasan reklamasi disebut dukung, dan kawasan budi daya. Wilayah rawa yang lingkungan hidup sebagai kawasan lindung 5. adalah: (1) kawasan gambut sangat dalam, lebih dari 3 m; (2) sempadan pantai; (3) sempadan sungai; kawasan daya Pengendalian daya tampung kebakaran 6. Penurunan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) sebesar 26 % 7. Inpres No. 1 th 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Kawasan pengawetan atau kawasan Pembangunan Nasional tahun 2010. alam berhutan KLHS, bakau. suaka pantai dan hutan/lahan (gambut) (4) kawasan sekitar danau rawa; dan (5) 32/2009 perlindungan RTRW termasuk 4. No. adalah kawasan yang 8. Permentan No. memiliki ekosistem yang khas dan 14/Permentan/PL.110/2/2009 merupakan habitat alami bagi fauna Tentang dan/atau flora tertentu yang langka serta Lahan Gambut Untuk Budidaya untuk Kelapa Sawit. melindungi keanekaragaman hayati. Kawasan ini diusulkan untuk 9. Pedoman Pemanfaatan Inpres No. 10 Tahun 2011 Tentang dipertahankan tetap seperti aslinya atau Penundaan Pemberian Izin Baru dan dipreservasi sebagai Penyempurnaan Tata Kelola Hutan kawasan non budidaya. Dasar hukum Alam Primer dan Lahan Gambut, dan kebijakan pemerintah dalam upaya yang saat ini telah mengalami revisi pelestarian hutan rawa gambut adalah hingga revisi ke 8. dengan status sebagaimana tertera pada kalimat berikut ini: 1. Rencana Aksi Nasional Penurunan Keppres 32/1990 Pengelolaan Kawasan Lindung 2. 10. Perpres No. 61 Tahun 2011 Tentang PP 26 Thn 2008 Tentang RTRWN Emisi GRK. 11. Perpres No.71 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Inventerisasi GRK Nasional. 145 2016 PIPER No. 23 Volume 12 Oktober Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut 12. Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Gambut . 13. RPP Perlindungan dan Pengelolan Ekosistem Gambut. DAFTAR PUSTAKA Agus, F., dan Subiksa, IGM. 2008. Lahan Gambut: Potensi Untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Ashton P.S. 2009. Conservation of Borneo biodiversity: do small lowland parks have a role, or are big inland sanctuaries sufficient? Brunei as an example. Biodiversity and Conservation: P 1. 343-356. BAPPENAS-PHPA-The World Bank. 3. The World Bank. 1997. Investing in Biodiversity: A Review of Indonesia’s Integrated Conservation and Development Projects. The World Bank Indonesia and Pacific Islands Development Departement. Bismark M. 2014. Model pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Ekosistem, Jakarta. Indonesia. Catherine M. Y and Lalita N. Gomez. 2009. Leaf Litter Decomposition In A Tropical Peat Swamp Forest In Peninsular Malaysia. Wetland Ecol Manage. 17: 231-241. PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016 146