komunikasi antar pribadi - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
I.
Komunikasi
I.1 Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin communis yang artinya
membuat keersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih.
Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin communico yang
artinya membagi (Cangara,2006 :18). Menurut Sugiyo, komunikasi merupakan
kegiatan manusia menjalin hubungan satu sama lain yang demikian otomatis
keadaannya, sehingga sering tidak disadari bahwa ketrampilan berkomunikasi
merupakan hasil belajar (Sugiyo, 2005: 1).
Dalam Cangara (2006: 18-19) terdapat beberapa definisi komunikasi,
seperti:
Menurut Steven komunikasi terjadi kapan saja suatu organisme memberi
reaksi terhadap suatu objek stimuli, apakah itu berasal dari seseorang atau
lingkungan sekitarnya. Sebuah definisi yang disampaikan oleh kelompok sarjana
komunikasi yang mengkhususkan diri kepada studi komunikasi antar manusia
(human communication) bahwa: Komunikasi adalah suatu transaksi, proses
simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan
membangun hubungan antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk
menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha mengubah sikap dan
tingkah laku itu.
Everrett Rogers seorang pakar sosiologi pedesaan, amerika yang telah
banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal
penyebaran inovasi membuat definisi bahwa: “Komunikasi adalah proses dimana
suatu ide dialihkan dari sumber kepada penerima atau lebih dengan maksud untuk
mengubah tingkah laku mereka”.
Definisi ini kemudian dikembangkan oleh Rogers dan D Lowrence Kincaid
(1981) yang melahirkan definisi baru bahwa komunikasi adalah suatu proses
dimana dua orang atau lebih melakukan pertukaran informasi dengan satu sama
lain, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang paling dalam.
Universitas Sumatera Utara
Rogers mencoba mendefinisikan hakikat suatu hubungan dengan suatu pertukaran
informasi dengan adanya suatu perubahan sikap dan tingkah laku serta
kebersamaan dalam menciptakan saling pengrtian dan orang-orang yang ikut serta
dalam proses komunikasi.
Proses komunikasi hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau
perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran
bisa
merupakan
gagasan,
informasi,
opini,
kepastian,
keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul
dari lubuk hati (Effendy, 1999:11).
I.2 Proses Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Proses komunikasi
ada dua tahap yaitu Primer dan Sekunder.
a. Proses Komunikasi Secara Primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan
atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang
(symbol) sebagai media, bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna, dan
sebagainya. Dalam proses komunikasi, media yang paling banyak digunakan
adalah bahasa, karena mampu menterjemahkan pikiran seseorang kepada orang
lain dalam bentuk ide, informasi atau opini.
Kata-kata mengandung dua jenis pengertian :
 Denotatif yaitu, kata-kata yang memiliki arti sebagaimana tercantum
dalam kamus atau sebenarnya (dictionary meaning)
 Konotatif yaitu, kata-kata yang memiliki arti emosional atau mengandung
penilaian tertentu / kiasan (emotional or evaluate meaning)
Bahasa memegang peranan penting dalam proses komunikasi. Wilbur
Schramm, ahli komunikasi dalam karyanya “Communication research in the
USA” menyebutkan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang
disampaikan oleh komunikator sesuai dengan kerangka acuan (frame of
reference), paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and
meanings) yang pernah diperoleh komunikan. (Effendy, 1999:11-12)
Universitas Sumatera Utara
b. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media
kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama dipakai karena relatif
jauh atau jumlahnya banyak. Sarana itu, surat, telepon, fax, koran, majalah, radio,
TV, film, e-mail, internet, dan lain-lain karena komunikan sebagai sasarnnya
berada di tempat yang relatif jauh.
Jadi, proses komunikasi sekunder merupakan sambungan dari komunikasi
primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, maka dalam menata lambanglambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus
memperhitungkan ciri-ciri atau sifat media yang akan digunakan. Penentuan
media yang akan digunakan sebagai hasil pilihan dari sekian banyak alternatif
perlu didasari pertimbangan siapa komunikan yang akan dituju. Komunikan
media surat, poster, atau papan pengumuman akan berbeda dengan komunikan
surat kabar, radio, televisi, film, atau media lainnya. Setiap media memiliki ciri
atau sifat tertentu yang efektif dan efisien untuk dipergunakan bagi penyampaian
suatu pesan tertentu pula. (Effendy, 1999:16)
Dalam model komunikasi David K.Berlo (1960), komunikasi terdiri dari 4
proses utama yaitu SMRC (Source, Message, Channel, dan Receiver) (Cangara,
2006: 22-23).
SUMBER
L
PESAN
MEDIA
PENERIMA
EFEK
UMPAN BALIK
Gambar 2
Sumber
Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat
atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bias terdiri dari
tetapi
bias juga dalam bentuk
kelompok
partai,
organisasi
satu orang,
misalnya
LINGKUNGAN
atau lembaga. Sumber juga sering dikatakan sebagai source, sender, atau encoder.
Pesan
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah suatu yang
disampaikan pengirim kepasa penerima, pesan dapat disampaikan dengan cara
tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bias berupa ilmu pengetahuan,
hibran, informasi, nasihat atau propaganda. Pesan disampaikan melalui 2 cara,
yaitu Verbal dan Nonverbal. Bisa melalui tatap muka atau melalui sebuah media
komunikasi Dalam bahasa Inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata
message, Content, atau Information.
Media
Media yang dimaksud adalah alat yang digunakan untuk memindahkan
pesan dari sumber kepada penerima. Saluran komunikasi terdiri atas 3 bagian.
Lisan, Tertulis, dan Elektronik. Misal secara personal (komunikasi interpersonal),
maka media komunikasi yang digunakan adalah panca indra atau bisa memakai
Universitas Sumatera Utara
media telepon, telegram, telepon genggam, yang bersifat pribadi. Sedangkan
komunikasi yang bersifat massa (komunikasi massa), dapat menggunakan media
cetak (koran, suratkabar, majalah, dll) , dan media elektornik (TV, Radio). Untuk
Internet, termasuk media yang fleksibel, karena bisa bersifat pribadi dan bisa
bersifat massa.
Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirm oleh
sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk
kelompok, partai atau Negara. Penerima adalah elemen yang penting dalam
menjalankan sebuah proses komunikasi. Karena, penerima menjadi sasaran dari
komunikasi tersebut. Penerima dapat juga disebut sebagai publik, khalayak,
masyarakat, dll.
Efek
Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.
Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang baik
itu negatif atau positif (De Fleur, 1982). Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan
perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan
seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.
Umpan Balik
Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu
bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya
umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski
pesan belum sampai pada penerima. Misal, kita sebagai seorang penulis
mengirimkan sebuah artikel kepada suatu media massa. Lalu, bisa saja kita artikel
kita ternyata bagus, namun ada beberapa hal yang harus di edit. Sehingga, pihak
media mengembalikan artikel kita untuk di edit ulang.
Lingkungan
Adalah sebuah situasi yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu
komunikasi. Situasi Lingkungan terjadi karena adanya 4 faktor :
 Lingkungan Fisik(Letak Geografis dan Jarak)
 Lingkungan Sosial Budaya (Adat istiadat, bahasa, budaya, status sosial)
 Lingkungan Psikologis ( Pertimbangan Kejiwaan seseorang ketika
menerima pesan)
 Dimensi Waktu (Musim, Pagi, Siang, dan Malam)
I.3 Fungsi Komunikasi
Menurut Effendy (1999:8) fungsi komunikasi secara garis besar dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
- Menyampaikan Informasi (to inform)
- Mengajarkan (to educate)
- Memperoleh hiburan (to entertain)
- Membujuk (to persuade)
Pada fungsi komunikasi to inform (menyampaikan informasi), ditujukan
untuk menyampaikan informasi kepada khalayak atau publik yang di lakukan oleh
komunikator guna menjadikan khalayak atau publik atau komunikan dapat
menambah wawasan dan pengetahuan. Sedangkan fungsi to educate (mendidik),
dilakukan oleh komunikator untuk memberikan pendidikan dan pengetahuan yang
bermanfaat baik secara formal, non formal maupun informal sehingga mendorong
pembentukan watak dan pendidikan keterampilan serta kemahiran yang
diperlukan pada semua bidang kehidupan. Fungsi komunikasi to entertain
(menghibur), yaitu fungsi yang dilakukan oleh komunikator untuk memberikan
hiburan kepada khalayak atau publik atau komunikan. Dan fungsi terakhir adalah
To influence (mempengaruhi) yaitu membujuk, mempengaruhi atau membentuk
suatu opini seseorang maupun publik, meyakinkan tentang informasi-informasi
yang diberikannya sehingga benar-benar mengetahui situasi yang terjadi di
lingkungannnya.
I.4 Tujuan Komunikasi
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek, tujuan komunikasi adalah sebagai berikut :
1. Perubahan sikap (Attitude Change). Memberikan informasi pada
komunikan dengan tujuan agar komunikan akan berubah sikapnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Perubahan pendapat (Opinion Change). Memberikan berbagai informasi
pada komunikan agar komunikan merubah pendapat dan persepsinya
terhadap tujuan informasi yang disampaikan.
3. Perubahan perilaku (Behaviour Change). Memberikan berbagai informasi
pada komunikan dengan tujuan agar komunikan berubah perilakunya.
4. Perubahan sosial (Social Change / Social Participation). Memberikan
berbagai informasi pada komunikan/khalayak dengan tujuan agar khalayak
mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang
disampaikan.
II.
Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan
interaktif antara seorang individu dan individu lain dimana lambang-lambang
pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa. Penggunaan
lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan didalam kenyataan
kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body
language), seperti senyuman, menggeleng atau menganggukkan kepala.
Komunikasi antar pribadi pada umumnya dipahami lebih bersifat pribadi (private)
dan berlangsung secara tatap muka (face to face)
II.1 Pengertian Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi sebenarnya merupakan proses sosial dimana
orang-orang yang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana
diungkapkan oleh De Vito (1976) dalam Liliweri (1991:12) bahwa, komunikasi
antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seorang dan diterima oleh
orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.
Effendy (1986b) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang
komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah
sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.
Sifat dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan
yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui
tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti
apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif
atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan member kesempatan
seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya.
Pendapat lain dari Dean C. Barnlund (1968) mengemukakan bahwa
komunikasi antar pribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua
Universitas Sumatera Utara
orang, atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat
spontan dan tidak berstruktur. Menurut Rogers dalam Depari (1988)
mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari
mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.
Juga Tan (1981) mengemukakan bahwa interpersonal communication
(komunikasi antar pribadi) adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau
lebih. (Liliweri, 1991:12)
II.2 Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi
Adapun ciri-ciri komunikasi antar pribadi (Liliweri, 1991:14-19) adalah:
1. Komunikasi antar pribadi biasanya terjadi spontan dan sambil lalu.
2. Komunikasi antar pribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu
3. Komunikasi antar pribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang
tidak mempunyai identitas yang jelas
4. Komunikasi antar pribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun yang
tidak disengaja
5. Komunikasi antar pribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan
6. Komunikasi antar pribadi menghendakii paling sedikit melibatkan
hubungan dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya
keterpengaruhan
7. Komunikasi antar pribadi tidak dikatakan tidak sukses jika tidak
membuahkan hasil
8. Komunikasi antar pribadi menggunakan lambang-lambang bermakna.
II.3 Tujuan Komunikasi Antar Pribadi
Adapun tujuan dari komunikasi antar pribadi adalah sebagai berikut :
1. Mengenal diri sendiri dan orang lain
Salah satu cara mengenal diri sendiri adalah melalui komunikasi antar
pribadi. Komunikasi antar pribadi memberikan kesempatan bagi kita untuk
memperbincangkan diri kita sendiri, dengan membicarakan tentang diri kita
sendiri pada orang lain. Kita akan mendapatkan perspektif baru tentang diri kita
sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita. Pada
kenyataanya, persepsi-persepsi diri kita sebagian besar merupakan hasil dari apa
yang kita pelajari tentang diri kita sendiri dari orang lain melalui komunikasi antar
pribadi.
2. Mengetahui dunia luar
Komunikasi antar pribadi juga memungkinkan kita untuk memahami
lingkungan kita secara baik yakni tentang objek, kejadian-kejadian dan orang lain.
Banyak informasi yang kita miliki dengan interaksi antar pribadi.
3. Menciptakan dan memelihara hubungan
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, hingga dalam kehidupan
sehari-hari orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan
orang lain. Dengan demikian banyak waktu yang digunakan dalam komunikasi
antar pribadi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial
Universitas Sumatera Utara
dengan orang lain. Hubungan demikian mengurangi kesepian dan ketegangan
serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri.
4. Mengubah sikap dan perilaku
Dalam komunikasi antar pribadi sering kita berupaya menggunakan sikap
dan perilaku orang lain. Keinginan memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan
baru, membaca buku, berfikir dalam cara tertentu, dan sebagainya. Singkatnya
banyak yang kita gunakan untuk mempersuasikan orang lain melalui komunikasi
antar pribadi.
5. Bermain dan mencari hiburan
Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan.
Pembicaraan-pembicaraan lain yang hampir ama merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk memperoleh hiburan. Seringkali hal tersebut tidak dianggap
penting, tapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan, karena
memberi suasan lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya.
6. Membantu orang lain
Kita sering memberikan berbagai nasehat dan saran pada teman-teman
yang sedang menghadapi masalah atau suatu persoalan dan berusaha untuk
menyelesaikannya. Hal ini memperlihatkan bahwa tujuan dari proses komunikasi
antar pribadi adalah membantu orang lain (Widjaja, 2000 :12)
II.4 Faktor-faktor yang menumbuhkan hubungan antarpribadi
Pola-pola komunikasi antarpribadi (interpersonal) mempunyai efek yang
berlainan pada hubungan antarpribadi. Tidak benar anggapan orang bahwa makin
sering orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan orang lain, makin baik
hubungan mereka. Bila diantara komunikator dan komunikan berkembang sikap
curiga, maka makin sering mereka berkomunikasi makin jauh jarak yang timbul.
Yang menjadi soal bukanlah intensitas melainkan kualitas dari komunikasi terjadi.
Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan hubungan antarpribadi yang baik,
yaitu: sikap percaya, sikap suportif dan keterbukaan.
a. Sikap percaya (trust)
Secara ilmiah percaya didefinisikan sebagai mengandalkan perilaku orang
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan
dalam situasi yang penuh resiko (Griffin, 1967:224-234 dalam Rakhmat,
Universitas Sumatera Utara
2005:130). Menurut Johnson (1981), mempercayai meliputi membuka diri dan
rela menunjukkan penerimaan dan dukungan kepada orang lain.
Keuntungan mempercayai orang lain di paparkan oleh Rakhmat
(2004:130). Pertama, rasa percaya meningkatkan komunikasi interpersonal karena
membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan
informasi, serta memperluas pengiriman peluang komunikan untuk mencapai
maksudnya. Kedua, hilangnya kepercayaan pada orang lain akan menghambat
perkembangan hubungan interpersonal yang akrab. Bila anda merasa kawan anda
tidak jujur dan tebuka, anda pun akan memberikan respon yang sama. Akibatnya
hubungan akan berlangsung secara dangkal dan tidak mendalam.
Sejauhmana kita percaya kepada orang lain dipengaruhi oleh faktor
personal dan situasional. Menurut Deutsch (1958), harga diri dan otoritarianisme
mempengaruhi percaya. Orang yang harga dirinya positif akan cenderung
mempercayai orang lain, sebaliknya orang yang mempunyai kepribadian otoriter
cenderung sukar mempercayai orang lain.
Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau
mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu:
menerima, empati, dan kejujuran.
Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa
menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap yang terlihat
orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai.
Sikap menerima tidaklah semudah yang dikatakan. Kita selalu cenderung
menilai dan sukar menerima. Akibatnya, hubungan antarpribadi tidak akan
berlangsung seperti apa yang kita harapkan. Bila kita tidak bersikap menerima,
kita akan mengkritik, mengecam atau menilai. Sikap seperti ini akan
menghancurkan rasa percaya. Orang enggan pula menerima kita karena takut pada
akibat-akibat buruk yang akan timbul dari reaksi kita. Sikap menerima
menggerakkan percaya, karena tidak akan merugikan orang lain.
Menerima tidaklah berarti menyetujui semua perilaku orang lain atau rela
menanggung akibat-akibat perilakunya. Menerima berarti tidak menilai orang
berdasarkan perilakunya yang tidak kita senangi. Betapapun jeleknya perilakunya
kita tetap berkomunikasi dengannya sebagai personal, bukan sebagai objek
(Rakhmat, 2005: 131-132)
Empati adalah faktor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri
orang lain. Empati telah didefinisikan bermacam-macam. Empati dianggap
sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita
(Freud, 1921) ; sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional
karena ia menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi
(Scotland, et al, 1978:12) ; sebagai “imaginative intellectual and emotional
participation in another person’s experience” (Bennet, 1979).
Definisi terakhir dikontraskan dengan pengertian simpati. Dalam simpati
kita menempatkan diri kita secara imaginatif pada posisi orang lain. Dalam
empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain; kita ikut serta
secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Berempati artinya
Universitas Sumatera Utara
membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati
kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain
merasakan.
Kejujuran adalah faktor yang ketiga yang menumbuhkan sikap percaya.
Menerima dan empati mungkin saja dipersepsi salah oleh orang lain. Sikap
menerima dapat ditanggapi sebagai sikap acuh tak acuh, dingin dan tak
bersahabat; empati dapat ditanggapi sebagai pura-pura. Supaya ditanggapi
sebenarnya, kita harus jujur mengungkapkan diri kita kepada orang lain. Kita
harus menghindari terlalu banyak melakukan “penopengan” atau “pengelolahan
kesan”. Kita tidak menaruh kepercayaan kepada orang yang tidak jujur atau sering
menyembunyikan isi hatinya atau membungkus pendapat dan sikapnya dengan
lambang-lambang verbal dan non verbal. Kejujuran menyebabkan perilaku kita
dapat diduga. Ini mendorong orang lain untuk percaya kepada kita (Rakhmat,
2005:133)
b. Sikap suportif
Sikap suportif merupakan upaya mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi. Orang defensif cenderung tidak menerima, tidak jujur dan tidak
empatis. Hal ini haruslah dihindari agar komunikasi antar pribadi dapat
berlangsung efektif. Dalam penelitian Gibb (Rakhmat,2004:134) diungkapkan
perilaku defensif antara lain:
1. Evaluasi, artinya penilaian terhadap orang lain; memuji dan mengancam.
Dalam mengevaluasi kita menyebutkan kelemahan orang lain,
mengungkapkan betapa jelek perilakunya, meruntuhkan harga dirinya, kita
akan melahirkan sikap defensif.
2. Control, perilaku control artinya berusaha untuk mengubah orang lain,
mengendalikan perilakunya, mengubah sikap, pendapat dan tindakannya.
Melakukan control juga berarti mengevaluasi orang lain sebagai orang
yang jelek sehingga perlu diubah. Setiap orang tidak ingin didominasi
orang lain. Kita ingin menentukan perilaku yang kita senangi. Karena itu
control orang lain akan kita tolak.
3. Strategi, yaitu penggunaan tipuan-tipuan atau manipulasi untuk
mempengaruhi orang lain. Anda akan menggunakan strategi bila orang
menduga anda mempunyai motif-motif tersembunyi.
4. Netralitas, merupakan sikap impersonal – memperlakukan orang lain tidak
sebagai objek. Bersikap netral bukan berarti objektif, melainkan
menunjukkan sikap tak acuh, tidak menghiraukan perasaan dan
pengalaman orang lain.
5. Superioritas artinya sikap menunjukkan anda lebih tinggi atau lebih baik
daripada orang lain karena status, kekuasaan, kemampuan intelektual,
kekayaan, atau kecantikan. Superioritas akan melahirkan sikap defensif.
Universitas Sumatera Utara
6. Kepastian. Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin
menang sendiri dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang
tidak dapat diganggu-gugat.
c. Sikap terbuka
Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam
menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap terbuka
adalah dogmatism; sehingga untuk memahami sikap terbuka, kita harus
mengidentifikasikan terlebih dahulu karakteristik orang dogmatis (Rakhmat,
2004: 136).
1. Menilai pesan berdasarkan motif pribadi. Orang dogmatis tidak akan
memperhatikan logika suatu proposisi, ia lebih banyak melihat
sejauhmana proposisi itu sesuai dengan dirinya.
2. Berfikir simplistis. Bagi orang dogmatis, dunia ini hanya hitam dan putih,
tidak ada kelabu. Baginya jika tidak salah maka benar.
3. Berorientasi pada sumber. Orang dogmatis mementingkan siapa yang
berbicara bukan apa yang dibicarakan. Ia tunduk pada otoritas, karena seperti umumnya orang dogmatis- ia cenderung lebih cemas dan
mempunyai rasa tidak aman yang tinggi.
4. Mencari informasi dari sumber sendiri. Orang-orang dogmatis hanya
mempercayai sumber informasi mereka sendiri.
5. Secara kaku mempertahankan dan membela sistem kepercayaannya. Ia
akan mempertahankan setiap jengkal dari wilayah kepercayaan sampai
titik darah penghabisan.
6. Tidak mampu membiarkan inkonsistensi. Orang dogmatis tidak tahan
hidup dalam suasana inkosisten. Informasi yang tidak konsisten dengan
desakan dari dalam dirinya akan ditolak, distorsi atau tidak dihiraukan
sama sekali.
Agar komunikasi interpersonal yang kita lakukan melahirkan hubungan
interpersonal yang efektif, dogmatism harus digantikan dengan sikap terbuka.
III.
Self Disclosure
Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada
saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada
kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih
terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru,
lebih cenderung menghindari sikap defensif dan lebih cermat memandang diri
kita dan orang lain (Rakhmat, 2005:107).
Menurut Johnson (1981), beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri terhadap
hubungan antar pribadi adalah sebagai berikut:
1. Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua
orang.
2. Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, maka semakin orang lain
tersebut akan menyukai diri kita. Akibatnya, ia akan semakin membuka
diri kepada kita.
3. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung
memiliki sifat-sifat kompeten, terbuka, ekstrover, fleksibel, adaptif dan
inteligen.
4. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang
memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri maupun
dengan orang lain.
5. Membuka diri berarti bersikap realistis. Maka, pembukaan diri kita
haruslah jujur, tulus dan autentik (Supratiknya, 2003:16).
Pembukaan diri atau self-disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau
tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan
informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami
tanggapan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau
perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan (Johnson,
1981 dalam Supratiknya, 2003:14)
Johnson (1981), menyatakan pembukaan diri memiliki dua sisi, yaitu
bersikap terbuka kepada yang lain dan bersikap terbuka bagi yang lain. Kedua
proses yang dapat berlangsung secara serentak itu apabila terjadi kedua belah
Universitas Sumatera Utara
pihak akan membuahkan relasi yang terbuka antara kita dan orang lain,
sebagaimana tampak dalam skema berikut:
Menyadari diri sendiri,
siapa saya,
seperti apa diri saya
+
Menerima diri sendiri,
menyadari aneka kekuatan dan
dan
kemampuan saya
+
Mempercayai anda untuk
menerima dan mendukung saya,
anda,
bekerja sama dengan saya
=
Bersikap terbuka kepada anda,
membagikan aneka gagasan dan
perasaan saya dan membiarkan
anda tahu siapa saya
Menyadari orang lain,
siapa anda,
seperti apa diri anda
+
Menerima diri anda,
menyadari aneka kekuatan
kemampuan anda
+
Dapat dipercaya dengan cara
menerima dan mendukung
bekerja sama dengan anda,
=
Bersikap terbuka bagi anda,
menunjukkan perhatian pada
aneka gagasan dan perasaan
anda serta siapa diri anda
Pada Johari Window terdapat 4 bagan yaitu daerah terbuka, daerah buta,
daerah tersembunyi dan daerah tak sadar. Diasumsikan, banyak yang harus
dikeluarkan untuk menyembunyikan informasi terhadap diri kita sendiri maupun
orang lain. Semakin banyak informasi yang diketahui maka komunikasi pun akan
menjadi semakin jelas. Hal itu berarti, akan memperluas daerah terbuka serta
mengurangi daerah buta dan daerah tersembunyi kita masing-masing. Daerah buta
dapat dikurangi dengan meminta orang lain agar mau semakin terbuka terhadap
diri kita. Kita mengurangi daerah tersembunyi dengan memberikan informasi
kepada orang lain agar mereka bereaksi atau menganggapi, sehingga secara tidak
langsung akan mengurangi daerah buta kita.
Universitas Sumatera Utara
IV.
Remaja
IV.1 Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi
yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Pandangan ini
diungkapkan oleh Piaget dalam Hurlock (2004:206) dengan menyatakan:
Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi
dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat
orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama,
sekurang-kurangnya dalam masalah hak…Integrasi dalam masyarakat (dewasa)
mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa
puber…Termasuk juga perubahan intelektual yang khas dari cara berfikir remaja
ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang
dewasa, yang kenyataannya merupakan cirri khas yang umum dari periode
perkembangan ini.
Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak
termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Menurut Sri
Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak
dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek / fungsi untuk
memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai
dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Sedangkan menurut Darajat (1995: 23) remaja adalah masa peralihan diantara
masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa
pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya.
Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau
bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Universitas Sumatera Utara
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12
hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga,
yaitu 12 – 15 tahun adalah masa remaja awal, 15 – 18 tahun adalah masa remaja
pertengahan, dan 18 – 21 tahun adalah masa remaja akhir. Tetapi Monks
membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12
tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun,
dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Monks, 2004: 264).
Definisi yang dipaparkan oleh para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa
dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses
pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.
IV.2 Ciri-ciri Remaja
Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2004:207), antara lain :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan
yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada
individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan
selanjutnya. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan
cepatnya perkembangan mental, terutama pada awal masa remaja. Semua
perkembangan itu menimbulkan perlunya membentuk sikap, nilai, dan
minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan. Dalam periode ini, status individu
tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan.
Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang
dewasa. Dilain pihak, status remaja yang tidak jelas juga menguntungkan
karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang
berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang paling sesuai
bagi dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Ada empat perubahan yang sama
yang hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi yang
intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang
terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh
kelompok sosial, menimbulkan masalah baru. Remaja akan tetap merasa
ditimbun masalah sampai ia sendiri menyelesaikannya menurut
kepuasannya. Ketiga, dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-
Universitas Sumatera Utara
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Ketidakmampuan mereka untuk
mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakini, maka
banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannnya tidak selalu
sesuai dengan harapan mereka.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Identitas diri yang dicari
remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya
dalam masyarakat.
f. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan
demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal
ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut. Hal ini membuat
banyak pertentangan dengan orangtua dan antara orangtua dan anak terjadi
jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orangtua untuk
mengatasi berbagai masalahnya.
g. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung
memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu. Ia melihat
dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan
sebagaimana adanya, terlebih dalam cita-cita.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Remaja mengalami
kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada
usia sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir
atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras,
menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka
menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka
inginkan.
Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja,
kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan
lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan
dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.
Karakteristik remaja dan perkembangan remaja mencakup perubahan
transisi biologis, transisi kognitif, dan transisi sosial.
1.
Transisi Biologis
Menurut Santrock (2003: 91) perubahan fisik yang terjadi pada remaja
terlihat nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat
Universitas Sumatera Utara
badan serta kematangan sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar
pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan
menjadi semakin panjang dan tinggi).
2.
Transisi Kognitif
Menurut Piaget (Santrock, 2003:15) pemikiran operasional formal
berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Piaget menekankan bahwa bahwa
remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya
penyesuaian diri biologis. Secara lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu
gagasan dengan gagasan lain. Piaget (Santrock, 2003:110) menyatakan secara
lebih nyata pemikiran opersional formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis.
Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan dengan anak-anak. Remaja juga lebih
idealistis dalam berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri,
orang lain dan dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti
ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan secara
sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan. Dalam perkembangan
kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini menekankan
pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif remaja
3.
Transisi Sosial
Santrock (2003:24) mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja
mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam
emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam
perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya,
perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta
peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional
dalam perkembangan remaja. John Flavell (Santrock, 2003:125) juga
menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau kognisi sosial mereka
secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan
kompetensi sosial mereka.
Hubungan sosial anak pertama-tama masing sangat terbatas dengan
orang tuanya dalam kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang
semakin meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan akan terus
berkembang. Berikut ini akan dijelaskan mengenai hubungan remaja dengan
teman sebaya dan orang tua:
1) Hubungan dengan Teman Sebaya
Menurut Santrock (2003:219) teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau
remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Jean Piaget dan
Harry Stack Sullivan (Santrock, 2003:220) mengemukakan bahwa anak-anak dan
remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara
dengan melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk
mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk
memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang
sedang berlangsung. Sullivan beranggapan bahwa teman memainkan peran yang
penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja.
Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan bahwa semua orang memiliki sejumlah
kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih sayang (ikatan yang
Universitas Sumatera Utara
aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial, dan
keakraban.
Ada beberapa dampak apabila terjadi penolakan pada teman sebaya.
Menurut Hurlock (2002: 307) dampak negatif dari penolakan tersebut adalah :
1. Akan merasa kesepian karena kebutuhan sosial mereka tidak terpenuhi.
2. Anak merasa tidak bahagia dan tidak aman.
3. Anak mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan, yang dapat
menimbulkan penyimpangan kepribadian.
4. Kurang mmemiliki pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk menjalani
proses sosialisasi.
5. Akan merasa sangat sedih karena tidak memperoleh kegembiraan yang
dimiliki teman sebaya mereka.
6. Sering mencoba memaksakan diri untuk memasuki kelompok dan ini akan
meningkatkan penolakan kelompok terhadap mereka semakin
memperkecil peluang mereka untuk mempelajari berbagai keterampilan
sosial.
7. Akan hidup dalam ketidakpastian tentang reaksi social terhadap mereka,
dan ini akan menyebabkan mereka cemas, takut, dan sangat peka.
8. Sering melakukan penyesuaian diri secara berlebihan, dengan harapan
akan meningkatkan penerimaan sosial mereka.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa proses
perkembangan remaja meliputi masa transisi biologis yaitu pertumbuhan dan
perkembangan fisik. Transisi kognitif yaitu perkembangan kognitif remaja pada
lingkungan sosial dan juga proses sosioemosional dan yang terakhir adalah masa
transisi sosial yang meliputi hubungan dengan orang tua, teman sebaya, serta
masyarakat sekitar.
IV.3 Tugas Perkembangan
Havigrust (Ali, 2008:171) mendefinisikan tugas perkembangan adalah
tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan
individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa
keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi kalau gagal
akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugastugas berikutnya. Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai
kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas
perkembangan remaja menurut Hurlock (Ali, 2008:10) adalah :
1. Mampu menerima keadaan fisiknya
2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa
3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis
4. Mencapai kemandirian emosional
5. Mencapai kemandirian ekonomi
6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat
7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang
tua
8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa
9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga
Hal senada diungkapkan oleh Zulkifli (2005:76) tentang tugas
perkembangan masa remaja adalah :
1. Bergaul dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin
2. Mencapai peranan social sebagai pria atau wanita
3. Menerima keadaan fisik sendiri
4. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
5. Memilih pasangan dan mempersiapkan diri untuk berkeluarga
Berdasarkan pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa tugastugas perkembangan remaja adalah sikap dan perilaku dirinya sendiri dalam
menyikapi lingkungan di sekitarnya. Perubahan yang terjadi pada fisik maupun
psikologisnya menuntut anak untuk dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan
dan tantangan hidup yang ada dihadapannya.
V.
Proses Belajar dan Keterampilan Berbahasa Siswa
V.1 Proses Belajar
Dalam tahap perkembangannya, siswa SMP berada pada tahap periode
perkembangan yang sangat pesat, dari segala aspek. Perkembangan ini sangat erat
Universitas Sumatera Utara
kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan pada aspek kognitif,
psikomotor, dan afektif.
1. Perkembangan Aspek Kognitif
Menurut Piaget (1970), periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu
yang lebih kurang sama dengan usia siswa SMP, merupakan ‘period of formal
operation’. Pada usia ini, yang berkembang pada siswa adalah kemampuan
berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna
(meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang
visual. Siswa telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif. Implikasinya
dalam pengajaran Bahasa Inggris adalah bahwa belajar akan bermakna kalau input
(materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat siswa. Pengajaran Bahasa
Inggris akan berhasil kalau penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan
tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik siswa
sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal. Pada tahap
perkembangan ini juga berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple
Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (1993), yaitu:
1)
Kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional)
2)
Kecerdasan logis-matematis (kemampuan berfikir runtut)
3)
Kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada
dan irama)
4)
Kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mentaltentang realitas)
5)
Kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik
yang halus)
6)
Kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan
mengembangkan rasa jati diri)
7)
Kecerdasan antarpribadi (kemampuan memahami orang lain).
Ketujuh macam kecerdasan ini berkembang pesat dan bila dapat
dimanfaatkan oleh guru Bahasa Inggris, akan sangat membantu siswa dalam
menguasai kemampuan berbahasa Inggris.
2. Perkembangan Aspek Psikomotor
Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk
diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa
tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain:
a. Tahap kognitif
Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan
lambat. Ini terjadi karena siswa masih dalam taraf belajar untuk
mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum
melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini siswa sering membuat kesalahan
dan kadang-kadang terjadi tingkat frustasi yang tinggi.
b. Tahap asosiatif
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap ini, seorang siswa membutuhkan waktu yang lebih
pendek untuk memikirkan tentang gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat
mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang
sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam
perkembangan psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap
ini belum merupakan gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis. Pada tahap
ini, seorang siswa masih menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu
gerakan tetapi waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih sedikit
dibanding pada waktu dia berada pada tahap kognitif. Dan karena waktu
yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakan-gerakannya sudah
mulai tidak kaku.
c. Tahap otonomi
Pada tahap ini, seorang siswa telah mencapai tingkat autonomi
yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap
dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut
tahap autonomi karena siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur
untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah
dilakukan secara spontan dan oleh karenanya gerakan-gerakan yang
dilakukan juga tidak mengharuskan pembelajar untuk memikirkan tentang
gerakannya.
3. Perkembangan Aspek Afektif
Keberhasilan proses pengajaran Bahasa Inggris juga ditentukan oleh
pemahaman tentang perkembangan aspek afektif siswa. Ranah afektif tersebut
mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Bloom
(Brown, 2000) memberikan definisi tentang ranah afektif yang terbagi atas lima
tataran afektif yang implikasinya dalam siswa SMP lebih kurang sebagai berikut:
1) Sadar akan situasi, fenomena, masyarakat, dan objek di sekitar
2) Responsif terhadap stimulus-stimulus yang ada di lingkungan mereka
3) Bisa menilai
4) Sudah mulai bisa mengorganisir nilai-nilai dalam suatu sistem, dan
menentukan hubungan di antara nilai-nilai yang ada
5) Sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut
dalam bentuk sistem nilai. Pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan
direspon, dan apa yang diyakini dan diapresiasi merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam teori pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing.
(Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006,
www.http//guru.blogdetik.com/.../panduan_pengembangan_silabus_b_inggris_mts.pdf)
V.2 Keterampilan Berbahasa Siswa
Aspek-aspek Keterampilan berbahasa Sehubungan dengan penggunaan
bahasa, terdapat empat keterampilan dasar berbahasa yaitu, menyimak, berbicara,
Universitas Sumatera Utara
menulis, dan membaca. Keempat keterampilan tersebut saling terkait antara yang
satu dengan yang lain.
1. Hubungan Menyimak dengan Berbicara
Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang
langsung. Menyimak bersifat reseptif, sedangkan berbicara bersifat produktif.
Misalnya, komunikasi yang terjadi antar teman, antara pembeli dan penjual atau
dalam suatu diskusi di kelas. Dalam hal ini A berbicara dan B mendengarkan.
Setelah itu giliran B yang berbicara dan A mendengarkan. Namun ada pula
komunikasi yang terjadi dalam situasi satu arah, yaitu satu pihak saja yang
berbicara dan pihak lain hanya mendengarkan seperti komunikasi massa.
Terkait dengan kegiatan pembelajaran, guru dituntut untuk mampu
memodifikasi aktivitas pembelajaran agar siswa mampu untuk melaksanakan
kegiatan komunikasi baik satu arah, dua arah, maupun multi arah. Aktivitas yang
dapat dilakukan adalah dengan metode diskusi kelompok, Tanya jawab, dan
sebagainya.
2. Hubungan Menyimak dan Membaca
Menyimak dan membaca sama-sama merupakan keterampilan berbahasa
yang bersifat reseptif. Menyimak berkaitan dengan penggunaan bahasa ragam
lisan, sedangkan membaca merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Penyimak
maupun pembaca malakukan aktivitas pengidentifikasian terhadap unsur-unsur
bahasa yang berupa suara (menyimak), maupun berupa tulisan (membaca) yang
selanjutnya diikuti dengan proses decoding guna memperoleh pesan yang berupa
konsep, ide, atau informasi.
Keterampilan menyimak merupakan kegiatan yang paling awal dilakukan
oleh manusia bila dilihat dari proses pemerolehan bahasa. Secara berturut-turut
pemerolehan keterampilan berbahasa itu pada umumnya dimulai dari menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Kegiatan menyimak diawali dengan
mendengarkan, dan pada akhirnya memahami apa yang disimak. Untuk
memahami isi bahan, diperlukan suatu proses: mendengarkan, mengidentifikasi,
menginterpretasi atau menafsirkan, memahami, menilai, dan yang terakhir
menanggapi apa yang disimak. Dalam hal ini menyimak memiliki tujuan yang
berbeda-beda. Bisa untuk mendapatkan fakta, menganalisa fakta, mengevaluasi
fakta, mendapat inspirasi, menghibur diri, dan meningkatkan kemampuan
berbicara.
Menyimak memiliki jenis-jenis sebagai berikut:
1. Menyimak kreatif: menyimak yang bertujuan untuk mengembangkan daya
imajinasi dan kreativitas pembelajar.
2. Menyimak kritis: menyimak yang dilakukan dengan sungguh-sungguh
untuk memberikan penilaian secara objektif.
3. Menyimak ekstrinsik: menyimak yang berhubungan dengan hal-hal yang
tidak umum dan lebih bebas.
4. Menyimak selektif: menyimak yang dilakukan secara sungguh-sungguh,
dan memilih untuk mencari yang terbaik.
5. Menyimak sosial: menyimak yang dilakukan dalam situasi-situasi sosial.
Universitas Sumatera Utara
6. Menyimak estetik: menyimak yang apresiatif, menikmati keindahan cerita,
puisi, dll.
7. Menyimak konsentratif: menyimak yang merupakan sejenis telaah atau
menyimak untuk mengikuti petunjuk-petunjuk.
3. Hubungan Membaca dan Menulis
Membaca dan menulis merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis.
Menulis adalah kegiatan berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan membaca
adalah kegiatan yang bersifat reseptif. Seorang penulis menyampaikan gagasan,
perasaan, atau informasi dalam bentuk tulisan. Sebaliknya seorang pembaca
mencoba memahami gagsan, perasaan atau informasi yang disajikan dalam bentuk
tulisan tersebut.
Membaca adalah suatu proses kegiatan yang ditempuh oleh pembaca
yang mengarah pada tujuan melalui tahap-tahap tertentu. Proses tersebut berupa
penyandian kembali dan penafsiran sandi. Kegiatan dimulai dari mengenali huruf,
kata, ungkapan, frasa, kalimat, dan wacana, serta menghubungkannya dengan
bunyi dan maknanya (Anderson, 1986). Lebih dari itu, pembaca
menghubungkannya dengan kemungkinan maksud penulis berdasarkan
pengalamannya. Sejalan dengan hal tersebut, Kridalaksana (1993) menyatakan
bahwa membaca adalah keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam
bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya menjadi bicara
bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras.
Kegiatan membaca dapat bersuara nyaring dan dapat pula tidak bersuara (dalam
hati).
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis
yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang
lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut (Bryne, 1983). Lebih lanjut
Bryne menyatakan bahwa mengarang pada hakikatnya bukan sekedar menulis
simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata tersusun menjadi
kalimat menurut peraturan tertentu, akan tetapi mengarang adalah menuangkan
buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara
utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan
kepada pembaca.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan karangmengarang, pengarang menggunakan bahasa tulis untuk menyatakan isi hati dan
buah pikirannya secara menarik kepada pembaca. Oleh karena itu, di samping
harus menguasai topik dan permasalahannya yang akan ditulis, penulis dituntut
menguasai komponen: grafologi, struktur, kosakata, dan kelancaran. Aktivitas
menulis mengikuti alur proses yang terdiri atas beberapa tahap. Mckey
mengemukakan tujuh tahap yaitu:
1. Pemilihan dan pembatasan masalah
2. Pengumpulan bahan
3. Penyusunan bahan
4. Pembuatan kerangka karangan
5. Penulisan naskah awal
6. Revisi
Universitas Sumatera Utara
7. Penulisan naskah akhir.
4. Hubungan Menulis dengan Berbicara
Berbicara dan menulis merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat
produktif. Berbicara merupakan kegiatan ragam lisan, sedangkan menulis
merupakan kegiatan berbahasa ragam tulis. Menulis pada umumnya merupakan
kegiatan berbahasa tak langsung, sedangkan berbicara merupakan kegiatan
berbahasa yang bersifat langsung.
Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi yang
dalam proses itu terjadi pemindahan pesan dari satu pihak (komunikator) ke pihak
lain (komunikan). Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu
diubah ke dalam symbol-simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak (Abd.
Gofur, 6 : 2009)
Aspek-aspek yang dinilai pada kegiatan berbicara terdiri atas aspek
kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek kebahasaan terdiri atas; ucapan atau lafal,
tekanan kata, nada dan irama, persendian, kosakata atau ungkapan, dan variasi
kalimat atau struktur kalimat. Aspek nonkebahsaan terdiri atas; kelancaran,
penguasaan materi, keberanian, keramahan, ketertiban, semangat, dan sikap.
Langkah-langkah yang harus dikuasai oleh seorang pembicara yang baik
adalah:
1. Memilih topik, minat pembicara, kemampuan berbicara, minat pendengar,
kemampuan mendengar, waktu yang disediakan.
2. Memahami dan menguji topik, memahami pendengar, situasi, latar belakang
pendengar, tingkat kemampuan, sarana.
3. Menyusun kerangka pembicaraan, pendahuluan, isi dan penutup.
(http://fusliyanto.wordpress.com/2009/10/12/keterampilan-berbahasa/)
V.3 Karakteristik Siswa
Faktor pribadi yang lebih spesifik dalam tingkah laku siswa yang sangat
penting dalam penguasaan berbagai materi pembelajaran, yang meliputi:
1.
Self-esteem, yaitu penghargaan yang diberikan seseorang kepada dirinya
sendiri.
2.
Inhibition, yaitu sikap mempertahankan diri atau melindungi ego.
3. Anxiety (kecemasan), yang meliputi rasa frustrasi, khawatir, tegang,
dsbnya.
4. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan suatu kegiatan.
5. Risk-taking, yaitu keberanian mengambil risiko.
Universitas Sumatera Utara
6. Empati, yaitu sifat yangberkaitan dengan pelibatan diri individu pada
perasaan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Download