Efektivitas Penggunaan Media Audio Visual (VCD Pembelajaran

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Media Audio Visual (VCD Pembelajaran)
2.1.1.1
Media
Dalam Hamdani (2011:243) Kata Media berasal dari bahasa Latin, yaitu
medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Selain itu
kata media juga berasal dari bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah
berarti perantara atau pengantar. Dari pengertian diatas adalah perantara atau
pengantar sumber pesan dengan penerima pesan.
Menurut Briggs dan Leslie (1979) dalam Hamdani (2011:243) media
pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi
materi pengajaran yang terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video kamera, video
recorder, film, slide (gambar),foto, gambar, grafik, televisi dan komputer.
Menurut Gerlach dan Ely (1971) dalam Hamdani (2011:243) mengatakan
bahwa media apabila dipahami secara garis besar, media adalah manusia, materi
atau kejadian yang membangun kondisi agara siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan atau sikap. Dengan kata lain media adalah komponen
sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi di lingkungan siswa
yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
Menurut Wijaya dan Rusyan (1992:137), ”media adalah alat yang dapat
membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna-pesan
yang disampaikan sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan sempurna”.
Menurut Sudjana (1990: 2), penggunaan media pembelajaran dalam setiap proses
belajar mengajar mempunyai manfaat antara lain:
a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian bagi siswa
b. Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga mudah dipahami oleh
siswa.
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru.
7
8
d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar seperti mengamati,
melakukan dan mendemonstrasikan.
Menurut
Sudjana
(1990:4),
dalam
memilih
media
sebaiknya
memperhatikan kriteria- kriteria sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Ketepatannya dengan tujuan pengajaran.
Dukungannya terhadap isi bahan pelajaran.
Kemudahan memperoleh media.
Keterampilan guru dalam menggunakannya.
Tersedia waktu untuk menggunakannya.
Sesuai dengan taraf berfikir siswa.
Menurut Margareth (1992:215) dalam Hamdani (2011:254) ada tiga ciri
media yang merupakan petunjuk penggunaan media, yaitu :
a.
Ciri fiksatif, yaitu menggambarkan kemampuan media dalam merekam,
menyimpan, melestarikan suatu peristiwa atau objek tanpa mengenal
waktu ( dapat di putar kapanpun sesuai kebutuhan).
b.
Ciri manipulasi, media harus mampu memanipulasi atau mengubah suatu
objek yakni kejadian dapat di percepat dan di perlambat dengan cara
mengedit
hasil rekaman sehingga dapat
menghemat waktu saat
pembelajaran di kelas.
c.
Ciri distributif, media dapat ditransformasikan melalui ruang dan secara
bersamaan dan kejadian tersebut di sajikan kepada sejumlah besar siswa.
Dari beberapa definisi para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa
media merupakan perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan
terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide
(gambar),foto, gambar, grafik, televisi dan komputer yang berisi kejadian yang
membangun kondisi agar siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan
atau sikap sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan sempurna.
Agar
pemilihan media
pembelajaran tersebut
tepat,
maka
perlu
dipertimbangkan faktor/kriteria-kriteria dan langkah-langkah pemilihan media.
Kriteria yang perlu dipertimbangkan guru atau tenaga pendidik dalam memilih
media pembelajaran menurut Nana Sudjana (1990: 4) yakni 1) ketepatan media
dengan tujuan pengajaran; 2) dukungan terhadap isi bahan pelajaran; 3)
kemudahan memperoleh media; 4) keterrampilan guru dalam menggunakannya;
9
5) tersedia waktu untuk menggunakannya; dan 6) sesuai dengan taraf berfikir
anak.
2.1.1.2
Media Audio
Dalam Hamdani (2011: 248) media audio adalah media yang mengandung
pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat di dengar) yang dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan para siswa untuk mempelajari bahan
ajar.
Media audio menurut Rinanto (1982:43) yaitu ”segala jenis media yang
hanya bisa dinikmati oleh indra pendengar, dan yang mampu menggugah
imajinasi bagi para pendengarnya”. Media audio merupakan media bantu yang
digunakan dengan hanya bisa mendengar saja. Sehingga menarik dan memotivasi
siswa untuk mempelajari materi lebih banyak. Jadi media audio adalah media
yang mengandung pesan dalam bentuk auditif yang hanya bisa didengar yang
mampu menciptakan imajinasi bagi para pendengarnya. Contoh media audio
antara lain : program kaset suara dan program radio.
2.1.1.3
Media Visual
Dalam Hamdani (2011:248) “media visual adalah media yang hanya dapat
dilihat dengan menggunakan indra penglihatan”. Jenis media inilah yang sering
digunakan oleh para guru untuk membantu menyampaikan isi atau materi
pelajaran. Media visual terdiri atas media yang dapat di proyeksikan (project
visual) dan media yang tidak diproyeksikan (non-projected visual). Media yang
dapat diproyeksikan bisa berupa gambar diam (still pictures) dan gambar bergerak
( motion picture).
Menurut Rinanto (1982:2) yang dimaksud dengan media visual adalah
semua media yang bisa dinikmati oleh indra mata dan mampu menumbulkan
rangsangan untuk berefleksi. Misalkan: gambar/lukisan, foto-foto, slide, poster,
cergam, dan sebagainya. Arsyad (2008:91) berpendapat bahwa : Media visual
memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat
memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi),
memperkuat ingatan, dan juga dapat menumbuhkan minat siswa serta dapat
memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.
10
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa media visual
adalah media yang dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan yang
mampu menumbuhkan rangsangan untuk berefleksi, memperlancar pemahaman,
memperkuat ingatan, dan menumbuhkan minat siswa, serta dapat memberikan
hubungan antara isi materi dengan dunia nyata. Bentuk media visual misalnya
gambar representasi, foto-foto, slide, poster, diagram, peta, cergram, dan
sebagainya.
2.1.1.4
Media Audio Visual
Dalam Hamdani (2011: 249) “Media Audio visual merupakan kombinasi
audio dan visual atau bisa disebut media pandang dan dengar”. Penyajian materi
bisa di ganti oleh media dan guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu
memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar. Contoh media audio
visual, diantaranya program video atau televisi, dan program slide suara
(soundslide).
Menurut Rinanto (1982 : 21) “audio visual adalah suatu media yang terdiri
dari media visual yang disingkronkan dengan media audio yang sangat
memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara guru dan anak didik di
dalam proses PBM”.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa media audio visual
merupakan kombinasi audio dan visual atau bisa disebut media pandang dan
dengar yang memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar sehingga
sangat memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara guru dan anak didik
di dalam proses PBM. Contoh media audio visual, diantaranya program video
atau televisi, dan program slide suara (soundslide).
Menurut Syaiful dan Azwan (2002:141) Media ini dibagi lagi ke dalam
dua kategori, yaitu:
1. Audio-visual diam yaitu: media yang menampilkan suara dan gambar
diam seperti: film bingkai suara, film rangkai suara, dan cetak suara.
2. Audio-visual gerak yaitu: media yang dapat menampilkan unsur suara dan
gambar yang bergerak seperti: film suara dan video-cassette, televisi,
OHP, dan komputer.
11
Menurut Suprijanto (2007:173) Ada beberapa manfaat alat bantu audiovisual dalam pengajaran, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Membantu memberikan konsep pertama atau kesan yang benar.
Mendorong minat.
Meningkatkan pengertian yang lebih baik.
Melengkapi sumber belajar yang lain.
Menambah variasi metode mengajar.
Meningkatkan keingintahuan intelektual.
Cenderung mengurangi ucapan dan pengulangan kata yang tidak
perlu.
Membuat ingatan terhadap pelajaran lebih lama.
Dapat memberikan konsep baru dari sesuatu di luar
pengalaman biasa.
Menurut Syaiful dan Aswan (2002:154) Adapun langkah-langkah
penggunaan audio-visual adalah:
1. Merumuskan tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media audiovisual sebagai media pembelajaran. Dimaksudkan bahwa penggunaan media
audio visual ditulis dalam tujuan pembelajaran yang akan disampaikan oleh
guru kepada siswa.
2. Persiapan guru. Pada fase ini guru memilih dan menetapkan media yang
akan dipakai guna mencapai tujuan. Media yang dipilih harus patut
diperhatikan dan sesuai dengan materi atau konsep mata pelajaran yang akan
disampaikan.
3. Persiapan kelas. Pada fase ini siswa atau kelas harus mempunyai
persiapan sebelum mereka menerima pelajaran dengan menggunakan
media ini. Persiapan tersebut meliputi kondisi fisik dan psikis siswa serta
segala sesuatu yang akan di butuhkan oleh siswa misalnya alat- alat tulis.
4. Langkah penyajian pelajaran dan pemanfaatan media. Penyajian bahan
pelajaran dengan memanfaatkan media pengajaran akan berjalan lancar
apabila
guru
telah
memiliki
keahlian
dalam
menggunakan
media
pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai tanpa ada
hambatan dari guru.
5. Langkah kegiatan belajar siswa. Pada fase ini siswa belajar dengan
memanfaatkan media pengajaran yang ada.
Sebagai contoh siswa
12
mempraktekkan mengenai isi dari media sesuai dengan kegiatan pengajaran
atau siswa dilatih cara mengerjakan soal latihan dengan media yang ada
dengan bimbingan guru.
6. Langkah evaluasi pengajaran. Pada langkah ini siswa dievaluasi oleh guru
mengenai sampai sejauh mana tujuan pengajaran yang dicapai, sekaligus
dapat dinilai sejauh mana pengaruh media sebagai alat bantu dapat
menunjang keberhasilan proses belajar siswa.
2.1.1.5
VCD Pembelajaran.
Penggunaan komputer sebagai media pengajaran dikenal dengan nama
pengajaran dengan bantuan komputer (Computer Assisted Instruction/CAI). Salah
satu aplikasi CAI dalam dunia pendidikan adalah VCD pembelajaran. Bentuk
VCD (Video Compact Disk) pembelajaran tersebut berbentuk VCD pembelajaran
interaktif. Kata Video berasal dari bahasa latin” I See” yang artinya saya lihat.
Menurut Hermana (2007:20) dikutip dari Karmila (2011:37) Video adalah
penampilan gambar (visual) dengan bantuan alat elektronik. Lagi menurut
Hermana (2007:20) dikutip dari Karmila (2011:37) Video adalah tehnologi
pemrosesan sinyal elektronik menjadi gambar bergerak.
Sependapat dengan pendapat diatas, Listiawati (2007) dalam Karmila
(2011:37) media VCD merupakan media yang menyajikan pesan audio visual dan
karakteristik gerak. Sehingga program tersebut memungkinkan peserta didik
mencerna materi pelajaran secara lebih mudah dan menarik.
Media Video Compact Disk (VCD) adalah media dengan sistem
penyimpanan dan perekaman video dimana signal audio visual direkam pada disk
plastik bukan pada pita magnetik yang dikemukakan oleh Arsyad (2004:36).
Menurut Supriyadi dalam Listiawati (2007) yang dikutip dalam Karmila
(2011:40) VCD pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari
media VCD yaitu memberikan pesan yang dapat diterima secara lebih merata oleh
siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sangat bagus untuk menerangkan
suatu proses misalnya proses terbentuknya bangun ruang, mengatasi keterbatasan
ruang dan waktu, lebih realistis maksudnya dapat diulang dan dihentikan sesuai
13
dengan kebutuhan, memberikan kesan mendalam yang mempengaruhi sikap
siswa.
Selain itu VCD pembelajaran juga mempunyai kelemahan sebagaimana
yang diungkapkan Arsyad (2000:49) yang dikutip dalam Karmila (2011:42)
antara lain: pengadaan film atau video umumnya memerlukan biaya yang mahal
dan waktu yang cukup lama, pada saat film atau video ditayangkan gambar
bergerak terus sehingga tidak semua siswa dapat mengikuti informasi yang
disampaikan, film atau video tidak selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan belajar yang diinginkan.
Dari beberapa pendapat
diatas dapat
disimpulkan bahwa VCD
pembelajaran merupakan media yang menampilan gambar (visual) dengan
bantuan alat elektronik yang menyajikan pesan audio visual dan karakteristik
gerak. Hal tersebut memungkinkan peserta didik mencerna materi pelajaran secara
lebih mudah dan menarik dimana direkam pada disk plastik bukan pada pita
magnetik.
Dalam pembuatan atau mengembangkan video kedalam bentuk VCD
pembelajaran akan efektif apabila sudah memenuhi kriteria-kriteria VCD/ Video
pembelajaran. Menurut Cheppy Riyana (2007:11) pengembangan media video
pembelajaran harus mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut:
1.
Tipe materi (tidak semua materi pelajaran cocok menggunakan video. Media
video cocok untuk menggambarkan sebuah proses tertentu misalnya proses
terbentuknya bangun ruang).
2.
Durasi waktu (pada umumnya durasi lebih singkat antara 20-40 menit. Hal ini
dikaitkan dengan kemampuan daya ingat manusia terutama usia SD dan
konsentrasi cukup terbatas).
3.
Format sajian (format sajian lebih mengutamakan kejelasan dan penguasaan
materi diantaranya naratif, wawancara, presenter, gabungan).
4.
Ketentuan teknis yaitu efek kamera, tehnik pengambilan gambar (angel),
tehnik pencahayaan, editing dan suara (sound). Pembelajaran lebih
menekankan pada kejelasan pesan, dengan demikian sajian-sajian yang
14
komunikatif perlu dukungan tehnis. Misalnya: penggunaan tulisan/ text dibuat
dengan ukuran proposional.
5.
Penggunaan musik dan sound efect (video pembelajaran akan lebih menarik
dan bermakna jika sajian sound mendukung dan tepat. Musik dan sound efect
disesuaikan dengan perkembangan anak usia SD).
2.1.2
Teori Pembelajaran Bruner
2.1.2.1
Definisi Teori Bruner
Dalam Sagala (2010:34) “Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome
S.Bruner (1960) seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif”. Beliau merupakan ahli psikologi dari Universitas Harvard, Amerika
Serikat, yang mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar
pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir.
“Bruner tidak mengembangkan suatu teori belajar yang sistematis, yang penting
baginya ialah cara- cara bagaiman orang memilih, mempertahankan, dan
mentransformasi informasi secara efektif, inilah menurut Bruner inti dari belajar”
dalam Sagala (2010:35). Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia
sebagai pemeroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan
hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Menurut Bruner (1960) dalam Sagala (2010:35) dalam proses belajar
kognitif dapat dibedakan pada tiga fase, yaitu:
1) Proses informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada
yang menambah pengetahuan, adapula yang memperdalam pengetahuan.
2) Proses transformasi, informasi tersebut harus di analisis,diubah atau
ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar
dapat digunakan untuk hal- hal yang lebih luas.
3) Proses evaluasi, proses ini kita menilai sampai manakah pengetahuan yang
kita proleh dan transformasi itu dapat di manfaatkan untuk memahami
gejala- gejala lain.
Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca,
mendengarkan
penjelasan
guru
mengenai
materi
yang
diajarkan
atau
15
mendengarkan audiovisual dan lain-lain. Informasi ini mungkin bersifat
penghalusan dari informasi sebelumnya yang telah dimiliki. Sedangkan proses
transformasi
pengetahuan
merupakan
suatu
proses
bagaimana
kita
memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan.
Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang
lebih abstrak, kemudian kita menilai sampai manakah pengetahuan yang kita
peroleh dan transformasi itu dapat di manfaatkan untuk memahami gejala- gejala
lain atau penemuan informasi baru yang lain.
Menurut Bruner dalam Hudoyo (1990:48) yang dikutip dari Siti Hawa
(2012) mengemukakan bahwa “belajar matematika adalah belajar mengenai
konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi
yang dipelajari, serta mencari
hubungan antara konsep-konsep dan struktur-
struktur matematika itu”. Dari pernyatan tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa
harus dapat menemukan bahan-bahan yang berhubungan dengan permasalahan
yang diberikan kepada siswa. Dengan demikian siswa dalam belajar, haruslah
terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup
dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus
dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau
struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak. Dalam setiap
kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan
masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai
konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah
diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer,
alat peraga, atau media lainnya.
Dengan demikian agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan
intelektual anak dalam mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep
matematika), maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap
perkembangan kognitif/ pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat diproses
dalam pikiran (struktur kognitif) anak tersebut. Proses mengolah pengetahuan
akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara
16
optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga model tahapan
yaitu model tahap enaktif, model ikonik dan model tahap simbolik yang disajikan
ke dalam bentuk VCD Pembelajaran.
Bruner
(1960)
dalam
Sagala
(2010:36)
melalui
teorinya
itu,
mengungkapkan bahwa “belajar merupakan pengembangan kategori- kategori dan
pengembangan suatu sistem pengkodean”. Sistem kategori kita dapat mengenal
dan menemukan objek- objek baru. Oleh karena itu dengan sistem kode kita dapat
memberikan ciri- ciri tertentu pada benda dan gagasan baru. Dalam teori Jerome
Bruner Siswa sebagai sosok yang mampu memecahkan masalah sendiri secara
aktif dan harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas. Maka dari itu Bruner
memakai cara dengan apa yang disebut Discovery Learning.
2.1.2.2
Teorema atau Dalil Teori Bruner
Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan pengajaran
matematika. Yang dikutip dalam Siti Hawa (2012), berdasarkan hasil-hasil
eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney, pada tahun
1963 kedua pakar tersebut mengemukakan empat teorema/dalil-dalil berkaitan
dengan pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai
”teorema atau dalil”. Ke empat Dalil tersebut antara lain :
a. Dalil Penyusunan (Contruction Theorem)
Cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau
prinsip dalam Matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan
penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut.
Pada langkah-langkah permulaan belajar konsep pengertian akan lebih
melekat apabila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi konsep
itu dilakukan oleh siswa sendiri.
b. Dalil Notasi (Notation Theorem)
Pada permualan sesuatu materi matematika sebaiknya digunakan notasi
yang sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa.
c. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)
Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu
konsep Matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep
17
itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain dan disajikan dengan
berbagai contoh.
d. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)
Di dalam setiap konsep berhubungan dengan konsep-konsep yang lain.
Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilanketrampilan itu menyebabkan struktur dari
setiap cabang matematika
menjadi jelas. Oleh karena itu agar siswa berhasil dalam belajar
matematika siswa harus diberi banyak kesempatan dalam memahami
hubungan antara konsep tersebut.
Berdasarkan
dalil-dalil
tersebut
Bruner
terkenal
dengan
metode
penemuannya karena dia lebih peduli terhadap proses belajar dari pada hasil
belajar. Menemukan disini diartikan sebagai penemuan kembali ( Discovery)
bukan menemukan sesuatu yang baru (invention). Oleh karena itu, materi yang
disajikan kepada siswa tidak diberitahukan bentuk akhirnya ataupun proses
solusinya karena bentuk akhir tersebut akan ditemukan oleh siswa itu sendiri
dalam proses pembelajaran.
2.1.2.3
Tahap -Tahap Pembelajaran Teori Bruner.
Menurut Bruner (1960) dalam Sagala (2010:35) proses belajar dapat
dibedakan menjadi tiga fase. Ketiga fase tersebut dikenal dengan teori Belajar
Bruner, dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tahap Enaktif
Dalam tahap ini anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi
(mengotak-atik) objek. Maksudnya pada tahap ini anak belajar sesuatu
pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan
menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata,
pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata
sehingga mudah memahami sesuatu.
b. Tahap Ikonik
Dalam tahap pembelajaran ikonik ini menjelaskan pengetahuan di mana
pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan
visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan
18
kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif
tersebut di atas (butir a). Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu
media berpikir. Penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan ke
penyajian simbolik yang didasarkan pada berpikir abstrak.
c. Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi
simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Pada tahap simbolik
ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak
(abstract symbols), yaitu simbol-simbol yang dipakai berdasarkan
kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbolsimbol
verbal
(misalnya
huruf-huruf,
kata-kata,
kalimat-kalimat),
lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang
lain.
2.1.2.4
Discovery Learning
Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner yang dikutip dari
Siti Hawa (2012) adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan
pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum. Untuk itu dalam
proses belajar discovery memiliki prinsip-prinsip menurut Abdul hamid (2007)
dalam Zulfikar Ali (2010) sebagai berikut:
1.
Semakain tinggi tingkat perkembangan intelektual seseorang, makin
meningkat pula ketidak tergantungan individu terhadap stimulus yang
diberikan.
2.
Pertumbuhan seseorang tergantung pada perkembangan kemampuan
internal untuk menyimpan dan memproses informasi. Data yang diterima
orang dari luar perlu diolah secara mental.
3.
Perkembangan intelektual meliputi peningkatan kemampuan untuk
mengutarakan pendapat dan gagasan melalui simbol.
4.
Untuk mengembangkan kognitif seseorang diperlukan interaksi yang
sistematik antara pengajar dan yang peserta didik.
19
5.
Perkembangan kognitif meningkatkan kemampuan seseorang untuk
memikirkan beberapa alternative secara serentak, memberikan perhatian
kepada beberapa stimulus dan situasi serta melakukan kegiatan-kegiatan.
Prinsip-prinsip di atas dapat terlihat jelas bahwa teori discovery atau
belajar penemuan sangat memberi perhatian tinggi terhadap perkembangan
kognitif peserta didik. Baik secara teori mupun apilikasi yang hendak dikerjakan
di dalam kelas atau lingkungan.
Dalam Hamdani (2011: 267) Discovery learning memiliki kelebihan dan
kekurangan antara lain:
1. Kelebihan discovery learning
a. Membangkitkan kegairahan belajar pada diri siswa.
b. Memberikan kesempatan pada diri siswa untuk berkembang dan
maju sesuai dengan kemampuan masing- masing.
c. Membantu siswa mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta
penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif atau pengarahan
siswa.
d. Siswa memperoleh pengetahuan yang sangat pribadi atau
individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam
jiwa siswa tersebut.
2. Kekurangan discovery learning
1. Proses mental ini terlalu meningkatkan proses pengertian saja.
2. Tidak memberikan kesempatan berfikir secara kreatif.
3. Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental.
4. Apabila kelas terlalu besar, penggunaan tehnik ini kurang berhasil.
5. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan
pengajaran tradisional akan kecewa apabila diganti dengan tehnik
penemuan.
Solusi untuk mengatasi kekurangan dari metode discovery learning maka
perlu dilakukan beberapa hal antara lain :
1.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah
sendiri agar materi pembelajaran mudah dipahami dan lebih tahan lama.
20
2.
Guru dan siswa perlu melakukan latihan dalam mengimplementasikan
tehnik penemuan agar memiliki kesiapan dan kematangan mental.
3.
Untuk mengatasi jumlah siswa yang terlalu banyak perlu dibagi menjadi
beberapa kelompok sehingga guru lebih mudah mengontrol dan
mengawasi jalannya proses penemuan.
Adapun langkah- langkah Penerapan Belajar dengan Discovery learning
atau Penemuan sebagai berikut :
1.
Stimulus ( pemberian perangsang/simuli) yaitu kegiatan belajar di mulai
dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa,
menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas
belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2.
Problem Statement (mengidentifikasi masalah) yaitu memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan
merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah
tersebut).
3.
Data collecton ( pengumpulan data) yaitu memberikan kesempatan
kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan
sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
tersebut.
4.
Data Prosessing (pengolahan data) yaitu mengolah data yang telah
diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dll. Kemudian
data tersebut ditafsirkan.
5.
Verifikasi, yaitu mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan
dengan hasil dan processing.
6.
Generalisasi, yaitu mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang
sama dengan memperhatikan hasil verifikasi. (Muhibbin Syah(1995))
dalam Paulina Panen (2003: 3.16) dikutip dari Siti Hawa (2012).
21
2.1.3
Pembelajaran Matematika
2.1.3.1
Pengertian Belajar
Menurut Santrock dan Yussen (1994) dalam Sugiharto (2007:74)
mendefinisikan “belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya
pengalaman”. Sedangkan menurut Reber (1988) dalam Sugiharto (2007:74)
mendefinisikan “belajar dalam dua pengertian. Pertama, belajar sebagai proses
memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan
bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat”.
Menurut Sudjana (1989:5), Belajar adalah proses perubahan tingkah laku
seseorang berkat adanya pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang ditandai
adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari proses belajar
ditunjukkan dengan berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, penalaran,
sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspekaspek lain yang ada pada diri individu yang belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif permanen karena adanya
pengalaman memperoleh pengetahuan, kemampuan bereaksi, penalaran, sikap dan
tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain
yang ada pada diri individu yang belajar.
Menurut Sugiharto (2007:74) belajar memiliki ciri- ciri sebagai berikut:
1. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar. Misalnya menyadari
pengetahuannya bertambah.
2. Perubahan bersifat kontinyu dan fungsional yakni berlangsung
secara berkesinambungan.
3. Perubahan bersifat positif dan aktif yaitu perilaku bertambah dan
untuk sesuatu yang lebih baik.
4. Perubahan bersifat permanen, belajar bersifat menetap atau tidak
akan hilang apabila trus dilatih.
5. Perubahan bersifat terarah, adanya tujuan yang akan di capai dan
terarah kepada perubahan tingkah laku.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, belajar akan
menghasilkan perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam
sikap, keterampilan, pengetahuan, dsb.
Seperti yang dikemukakan oleh Muhibbinsyah (1997) dalam Sugiharto
(2007:77)) , Faktor- faktor yang mempengaruhi belajar ada tiga, antara lain:
22
1. Faktor Internal, meliputi keadaan jasmani dan rohani siswa.
2. Faktor Eksternal, meliputi kondisi lingkungan siswa.
3. Faktor pendekatan belajar, meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa.
2.1.3.2
Hakekat Pembelajaran
Pembelajaran menurut Sudjana (2000) dalam Sugiharto (2007:80)
merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat
menyababkan peserta didik melakukan kegiatan belajar.
Menurut Sagala (2010:61) pembelajaran ialah membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah,
yakni mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan oleh peserta didik atau murid.
Konsep pembelajaran menurut Corey (1986: 195) dalam Sagala (2010: 61)
adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi
khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran
merupakan subset khusus dari pendidikan. Pembelajaran menurut Dimyati dan
Mudjiono (1999:297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar.
Menurut Biggs (1985) dalam Sugiharto (2007:80) membagi konsep
pembelajaran dalam tiga pengertian, yaitu:
a. Pembelajaran dalam pengertian kuantitatif, berarti penularan pengetahuan
dari guru kepada murid.
b. Pembelajaran dalam pengertian institusional, berarti penataan segala
kemampuan mengajar sehingga dapat berjalan efisien.
c. Pembelajaran dalam pengertian kualitatif, berarti upaya guru untuk
memudahkan kegiatan belajar siswa.
Dalam UUSPN No.20 tahun 2003 yang dikutip dari Sugiharto (2007:80)
menyatakan “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Yang di maksudkan
23
adalah pembelajaran tersebut sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru
untuk menegmbangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan
berfikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan
baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terdapat materi
pelajaran. Pendapat ini sejalan dengan Jerome Bruner (1960) dalam Siti hawa
(2012) mengemukakan bahwa perlu adanya teori pembelajaran yang akan
menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas.
Dari berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa
setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk membelajarkan
siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar dimana lingkungan
seseorang secara sengaja dikelola menghasilkan respon membuat siswa belajar
secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu pertama dalam proses
pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya
menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktifitas
siswa dalam proses berfikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana
dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki
dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan
berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka
konstruksi sendiri.
2.1.3.3
Hakekat Matematika
Menurut Ruseffendi (1991) dalam Heruman (2008:1) mengemukakan
bahwa matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima
pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang
terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang
didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.Sedangkan hakikat
matematika menurut Soedjadi (2000) dalam Heruman (2008:1) yaitu memiliki
objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif.
Konsep yang abstrak dalam pembelajaran matematika yang baru dipahami
siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam
memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya.
24
Untuk keperluan inilah, maka diperluan adanya pembelajaran melalui perbuatan
dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal
ini akan mudah dilupakan siswa. Pepatah Cina mengatakan, “Saya mendengar
maka saya lupa, saya melihat maka saya tahu, saya berbuat maka saya mengerti”.
Adapun tujuan matematika sekolah, khusus di Sekolah Dasar (SD) atau
Madrasah Ibtidiyah (MI) dikutip dari Permendiknas (2006) agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2.
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4.
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.1.3.4
Pembelajaran Matematika
Heruman (2007:4) menyatakan bahwa pada pembelajaran matematika
harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan
konsep yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan pembelajaran spiral sebagai
dalil teori bruner. Dalam matematika setiap konsep berkaitan dengan konsep lain.
Oleh karena itu siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan
keterkaitan tersebut. Berdasarkan dimensi keterkaitan antar konsep dalam teori
belajar Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi. Pertama,
berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang disajikan pada
siswa melalui penerimaan atau penemuan. Kedua, menyangkut cara bagaimana
25
siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada (telah
dimiliki dan diingat siswa tersebut). Berikut merupakan langkah-langkah
pembelajaran matematika yang ditekankan pada konsep matematika:
1.
Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep) yaitu pembelajaran suatu
konsep baru matematika. Hal ini merupakan jembatan yang harus dapat
menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkretdengan konsep baru
matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran ini, media atau alat
peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir
siswa.
2.
Pemahaman Konsep yaitu agar siswa lebih memahami suatu konsep
matematika. Pemahaman konsep terdiri dari dua pengertian. Pertama,
kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan.
Kedua, pembelajaran penanaman konsep dilakukan pada pertemuan yang
berbeda. Penanaman konsep dianggap sudah disampaikan di pertemuan
sebelumnya, di semester atau di kelas sebelumnya.
3.
Pembinaan keterampilan yaitu agar siswa lebih terampil dalam menggunakan
berbagai konsep matematika.
Pembelajaran Matematika dikatakan efektif apabila adanya peningkatan
mengenai hasil belajar siswa. Hasil belajar tersebut merupakan hasil setelah
mengikuti kegiatan belajar mengenai suatu materi tertentu.
2.1.3.5
Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana (2004:14) “hasil belajar adalah suatu akibat dari
proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang
disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan”. Hasil
belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu
dari mata pelajaran. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian
terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai
suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang
dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin
tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar dapat dilihat dari hasil
26
nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (Sub sumatif), dan
nilai ulangan semester (sumatif).
Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah
yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan psikomotor. Menurut Benyamin
Bloom dalam Sudjana (2010) yang secara garis besar membaginya menjadi
tiga ranah, yakni :
1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, amplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap terdiri dari lima aspek yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internasional.
3. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni
gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,
keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan kompleks dan
gerakan ekspresif dan interpretatif.
Hasil belajar menurut Sudjana (2004: 22) dibagi menjadi tiga macam hasil
belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian;
(c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan
yang ada pada kurikulum sekolah.
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu
berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes
perbuatan yang meliputi ranah
kognitif (keterampilan),
ranah
afektif
(pengetahuan), dan psikomotor (sikap) yang masing-masing golongan dapat diisi
dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.
2.1.3.6
Hasil Belajar Matematika
Istilah Hasil belajar menunjuk pada akibat atau keberhasilan dalam
upaya mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya melalui suatu proses
belajar yang diikutinya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan siswa akan
menghasilkan perubahan-perubahan pada dirinya. Hasil-hasil yang diperoleh
siswa dapat diukur atau diketahui berdasarkan perbedaan perilaku sebelum
dan sesudah dilakukan kegiatan belajar mengajar. Jadi hasil belajar matematika
27
merupakan keberhasilan siswa dalam mengoptimalkan kemampuannya dalam
rangka mencapai hasil belajar pada matematika.
2.1.4
Efektivitas Pembelajaran Matematika
Menurut Eggen dan Kauchak (dalam Fauzi:2002) yang dikutip dari
(http://tips-belajar-internet.blogspot.com) mengemukakan bahwa:
”Pembelajaran yang efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam
pengorganisasian dan penentuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak
hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru.hasil belajar ini
tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga
meningkatkan keterampilan berfikir siswa.”
Keefektifan pembelajaran matematika yang dimaksud di sini adalah sejauh
mana pembelajaran matematika berhasil menjadikan siswa mencapai tujuan
pembelajaran yang dapat dilihat dari ketuntasan belajar.
2.1.5
Media Gambar
Dalam pembelajaran Pemanfaatan media pembelajaran dalam proses
belajar mengajar perlu direncanakan dan dirancang secara sistematik agar media
pembelajaran itu efektif untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Salah
satunya adalah media gambar atau foto. Media gambar adalah segala sesuatu
yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan
perasaan atau pikiran menurut Oemar Hamalik dalam Iwan (2011:11). Media
gambar dalam Hamdani (2011:250) berfungsi “menyalurkan pesan dari sumber ke
penerima pesan”. Saluran yang dimaksud adalah indra penglihatan. Pemanfaatan
media ini disebabkan karena media ini relatif mudah dalam penyampaiannya.
media ini kadang membosankan, maka dalam pelaksanaanya memerlukan
ketrampilan tertentu agar penyajiannya tidak membosankan. Secara khusus
gambar
berfungsi
untuk
menarik
perhatian,
memperjelas
sajian
yang
mengilustrasikan fakta yang mungkin akan cepat dilupakan.
Diantara Media pendidikan, dalam Hamdani (2011: 250) media gambar
atau foto adalah media yang paling umum di pakai. Dalam menerapkan media
gambar memiliki kelebihan yakni sebagai berikut :
1. Sifat konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah
dibandingkan dengan media verbal semata.
28
2. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek
atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan para siswa tidak selalu bisa dibawa
ke objek atau peristiwa tersebut. Gambar atau foto dapat mengatasi hal
tersebut.
3. Media gambar atau foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel
atau penampang daun yang tidak mungkun kita lihat dengan mata telanjang
dapat di sajikan dengan jelas dalam bentuk gambar atau foto.
Selain kelebihan- kelebihan tersebut gambar atau foto memiliki beberapa
kelemahan, yaitu :
1. Gambar atau foto hanya menekankan pada persepsi pada indra mata.
2. Gambar atau foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan
pembelajaran.
3. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
Untuk memilih media gambar perlu memperhatikan kriteria atau syarat
agar dapat digunakan dengan baik dan efektif. Menurut Hamdani (2011: 251) ada
enam syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar atau foto sebagai media pendidikan
antara lain sebagai berikut:
1. Autentik yaitu gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi
seperti benda sebenarnya.
2. Sederhana, yaitu komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan
poin-poin dalam gambar.
3. Ukuran relatif, yaitu dapat memperbesarkan atau memperkecil objek atau
benda sebenarnya.
4. Gambar atau foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan.
5. Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Walaupun dari segi mutu kurang gambar atau foto karya
siswa sering lebih baik.
6. Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai
media yang baik, guru hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang dicapai.
2.2
Penelitian Yang Relevan
Penelitian tentang model pembelajaran dengan vcd pembelajaran dan teori
Bruner, telah dilakukan peneliti lain. Penelitian tersebut berbentuk skripsi, yang
dilakukan oleh:
29
Iwan Setiyono, FKIP UKSW (2011) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan
CD Pembelajaran Matematika Terhadap Hasil Belajar Pokok Bahasan Bangun
Ruang Kelas IV Semester II Tahun 2010/ 2011 SD Sidorejo Lor 01 Salatiga”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan CD
pembelajaran Matematika terhadap hasil belajar pokok bahasan bangun ruang
kelas IV semester II tahun 2010/2011 SD Sidorejo Lor 1 Salatiga. Dari hasil
analisis data yang dilakukan dengan Independent sample T-Test dari penelitian ini
menunjukkan nilai t sebesar 6,956 dengan probabilitas sig. ( 2-tailed ) 0,000 <
0,05 yang berarti sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan CD
pembelajaran matematika berpengaruh terhadap hasil belajar di SD Sidorejo lor 1
Salatiga.
Jumanto, FKIP UKSW (2011) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Alat
Peraga Berdasarkan Tahap-Tahap Bruner Terhadap hasil Evaluasi Pada
Pembelajaran Matematika Bangun Datar Kelas V SD N 03 Kalimanggis
Temanggung Semester II Tahun Ajaran 2010/ 2011”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetaahui pengaruh penggunaan alat peraga berdasarkan tahap-tahap
teori Bruner terhadap hasil evaluasi siswa pada mata pelajaran matematika kelas
V di SD N 03 Kalimanggis Temanggung. Dari hasil observasi yaitu siswa sulit
memahami
materi
yang
disampaikan
karena
dalam
penyampaiannya
menggunakan metode ceramah. Oleh karena itu hal tersebut diikuti dengan
meningkatnya hasil eksperimen secara signifikan setelah di lakukan pembelajaran
dengan menggunakan tahap-tahap teori Bruner dibandingkan kelas kontrol dengan
pembelajaran konvensional. Dari hasil analisis data yang dilakukan dapat
diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan alat peraga berdasarkan tahap-tahap
teori Bruner dapat berpengaruh terhadap hasil evaluasi siswa kelas V di SD N 03
Kalimanggis. Hasil t-tes sig. ( 2-tailed ) 0,000 yang berarti sangat signifikan hal
ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh dalam penggunaan alat peraga
berdasarkan tahap-tahap teori Bruner.
30
2.3
Kerangka Berfikir
Untuk meningkatkan ketrampilan dan ilmu pengetahuan dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Salah satunya yaitu melalui pembelajaran, dimana
pembelajaran
dapat
diartikan
sebagai
kegiatan
yang
ditunjuk
untuk
membelajarkan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran yang efektif dapat
dilihat dari hasil belajarnya. Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal
diperlukan berbagai faktor yang mendukung. Diantaranya kurikulum, ketrampilan
guru dalam menyampaikan materi belajar, media belajar yang digunakan, serta
sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar mengajar di sekolah.
Pembelajaran yang menggunakan media akan mengurangi kondisi yang
monoton dan pembelajaran ini menarik bagi siswa. Salah satu media yang dapat
digunakan oleh guru dalam pembelajaran matematika adalah dengan media audio
visual (VCD pembelajaran). Pembelajaran akan lebih efektif apabila teori Bruner
diaplikasikan ke dalam media audio visual tersebut, karena teori Bruner
merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu dalam mengkonkritkan
konsep dalam matematika.
Dengan menggunakan media gambar juga diharapkan dapat meningkatkan
minat serta gairah belajar pada siswa. Sehingga dalam kegiatan belajar tidak
hanya monoton di dalam kelas saja, tetapi siswa yang dengan di bimbing guru
dapat belajar langsung pada obyek/benda nyatanya. Dengan demikian pemahaman
terhadap materi pelajaran dapat secara optimal, sehingga hasil belajar siswa pun
menjadi optimal.
Berikut bagan kerangka berfikir efektivitas penggunaan media audio
visual (VCD pembelajaran) berdasarkan teori Bruner dalam pembelajaran
matematika Siswa SD N 1 Mojowetan
31
Populasi Siswa Kelas IV
Kelas
Kelas
SD Negeri 1 Mojowetan
Kontrol
Eksperimen
TES HOMOGENITAS
TES HOMOGENITAS
Uji Normalitas dan
Uji Homogenitas
MEDIA
MEDIA AUDIO VISUAL
GAMBAR
VCD Bruner
TES
TES
ANALISIS DATA
Uji Normalitas, Analisis Deskriptif dan Uji Beda
UJI HIPOTESIS
Kesimpulan
2.4
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka, kajian hasil penelitian yang relevan, dan
kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis:
OX1 = OX2 maka Ho diterima dan Ha ditolak
OX1 ≠ OX2 maka Ho ditolak dan Ha diterima
Dimana:
Ho adalah tidak ada perbedaan efektivitas antara penggunaan media audio visual
(VCD Pembelajaran) berdasarkan teori Bruner dengan penggunaan media gambar
dalam pembelajaran matematika siswa kelas IV SD Negeri 1 Mojowetan
Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Semester II tahun pelajaran 2011/2012.
Ha adalah ada perbedaan efektivitas antara penggunaan media audio visual (VCD
Pembelajaran) berdasarkan teori Bruner dengan penggunaan media gambar dalam
pembelajaran matematika siswa kelas IV SD Negeri 1 Mojowetan Kecamatan
Banjarejo Kabupaten Blora Semester II tahun pelajaran 2011/2012.
Download