BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Media Audio Visual (VCD Pembelajaran) 2.1.1.1 Media Dalam Hamdani (2011:243) Kata Media berasal dari bahasa Latin, yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Selain itu kata media juga berasal dari bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Dari pengertian diatas adalah perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Menurut Briggs dan Leslie (1979) dalam Hamdani (2011:243) media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide (gambar),foto, gambar, grafik, televisi dan komputer. Menurut Gerlach dan Ely (1971) dalam Hamdani (2011:243) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar, media adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi agara siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Dengan kata lain media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Menurut Wijaya dan Rusyan (1992:137), ”media adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna-pesan yang disampaikan sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan sempurna”. Menurut Sudjana (1990: 2), penggunaan media pembelajaran dalam setiap proses belajar mengajar mempunyai manfaat antara lain: a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian bagi siswa b. Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga mudah dipahami oleh siswa. c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru. 7 8 d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar seperti mengamati, melakukan dan mendemonstrasikan. Menurut Sudjana (1990:4), dalam memilih media sebaiknya memperhatikan kriteria- kriteria sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran. Dukungannya terhadap isi bahan pelajaran. Kemudahan memperoleh media. Keterampilan guru dalam menggunakannya. Tersedia waktu untuk menggunakannya. Sesuai dengan taraf berfikir siswa. Menurut Margareth (1992:215) dalam Hamdani (2011:254) ada tiga ciri media yang merupakan petunjuk penggunaan media, yaitu : a. Ciri fiksatif, yaitu menggambarkan kemampuan media dalam merekam, menyimpan, melestarikan suatu peristiwa atau objek tanpa mengenal waktu ( dapat di putar kapanpun sesuai kebutuhan). b. Ciri manipulasi, media harus mampu memanipulasi atau mengubah suatu objek yakni kejadian dapat di percepat dan di perlambat dengan cara mengedit hasil rekaman sehingga dapat menghemat waktu saat pembelajaran di kelas. c. Ciri distributif, media dapat ditransformasikan melalui ruang dan secara bersamaan dan kejadian tersebut di sajikan kepada sejumlah besar siswa. Dari beberapa definisi para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa media merupakan perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide (gambar),foto, gambar, grafik, televisi dan komputer yang berisi kejadian yang membangun kondisi agar siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan sempurna. Agar pemilihan media pembelajaran tersebut tepat, maka perlu dipertimbangkan faktor/kriteria-kriteria dan langkah-langkah pemilihan media. Kriteria yang perlu dipertimbangkan guru atau tenaga pendidik dalam memilih media pembelajaran menurut Nana Sudjana (1990: 4) yakni 1) ketepatan media dengan tujuan pengajaran; 2) dukungan terhadap isi bahan pelajaran; 3) kemudahan memperoleh media; 4) keterrampilan guru dalam menggunakannya; 9 5) tersedia waktu untuk menggunakannya; dan 6) sesuai dengan taraf berfikir anak. 2.1.1.2 Media Audio Dalam Hamdani (2011: 248) media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat di dengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan para siswa untuk mempelajari bahan ajar. Media audio menurut Rinanto (1982:43) yaitu ”segala jenis media yang hanya bisa dinikmati oleh indra pendengar, dan yang mampu menggugah imajinasi bagi para pendengarnya”. Media audio merupakan media bantu yang digunakan dengan hanya bisa mendengar saja. Sehingga menarik dan memotivasi siswa untuk mempelajari materi lebih banyak. Jadi media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif yang hanya bisa didengar yang mampu menciptakan imajinasi bagi para pendengarnya. Contoh media audio antara lain : program kaset suara dan program radio. 2.1.1.3 Media Visual Dalam Hamdani (2011:248) “media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan”. Jenis media inilah yang sering digunakan oleh para guru untuk membantu menyampaikan isi atau materi pelajaran. Media visual terdiri atas media yang dapat di proyeksikan (project visual) dan media yang tidak diproyeksikan (non-projected visual). Media yang dapat diproyeksikan bisa berupa gambar diam (still pictures) dan gambar bergerak ( motion picture). Menurut Rinanto (1982:2) yang dimaksud dengan media visual adalah semua media yang bisa dinikmati oleh indra mata dan mampu menumbulkan rangsangan untuk berefleksi. Misalkan: gambar/lukisan, foto-foto, slide, poster, cergam, dan sebagainya. Arsyad (2008:91) berpendapat bahwa : Media visual memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi), memperkuat ingatan, dan juga dapat menumbuhkan minat siswa serta dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. 10 Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa media visual adalah media yang dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan yang mampu menumbuhkan rangsangan untuk berefleksi, memperlancar pemahaman, memperkuat ingatan, dan menumbuhkan minat siswa, serta dapat memberikan hubungan antara isi materi dengan dunia nyata. Bentuk media visual misalnya gambar representasi, foto-foto, slide, poster, diagram, peta, cergram, dan sebagainya. 2.1.1.4 Media Audio Visual Dalam Hamdani (2011: 249) “Media Audio visual merupakan kombinasi audio dan visual atau bisa disebut media pandang dan dengar”. Penyajian materi bisa di ganti oleh media dan guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar. Contoh media audio visual, diantaranya program video atau televisi, dan program slide suara (soundslide). Menurut Rinanto (1982 : 21) “audio visual adalah suatu media yang terdiri dari media visual yang disingkronkan dengan media audio yang sangat memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara guru dan anak didik di dalam proses PBM”. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa media audio visual merupakan kombinasi audio dan visual atau bisa disebut media pandang dan dengar yang memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar sehingga sangat memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara guru dan anak didik di dalam proses PBM. Contoh media audio visual, diantaranya program video atau televisi, dan program slide suara (soundslide). Menurut Syaiful dan Azwan (2002:141) Media ini dibagi lagi ke dalam dua kategori, yaitu: 1. Audio-visual diam yaitu: media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti: film bingkai suara, film rangkai suara, dan cetak suara. 2. Audio-visual gerak yaitu: media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti: film suara dan video-cassette, televisi, OHP, dan komputer. 11 Menurut Suprijanto (2007:173) Ada beberapa manfaat alat bantu audiovisual dalam pengajaran, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Membantu memberikan konsep pertama atau kesan yang benar. Mendorong minat. Meningkatkan pengertian yang lebih baik. Melengkapi sumber belajar yang lain. Menambah variasi metode mengajar. Meningkatkan keingintahuan intelektual. Cenderung mengurangi ucapan dan pengulangan kata yang tidak perlu. Membuat ingatan terhadap pelajaran lebih lama. Dapat memberikan konsep baru dari sesuatu di luar pengalaman biasa. Menurut Syaiful dan Aswan (2002:154) Adapun langkah-langkah penggunaan audio-visual adalah: 1. Merumuskan tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media audiovisual sebagai media pembelajaran. Dimaksudkan bahwa penggunaan media audio visual ditulis dalam tujuan pembelajaran yang akan disampaikan oleh guru kepada siswa. 2. Persiapan guru. Pada fase ini guru memilih dan menetapkan media yang akan dipakai guna mencapai tujuan. Media yang dipilih harus patut diperhatikan dan sesuai dengan materi atau konsep mata pelajaran yang akan disampaikan. 3. Persiapan kelas. Pada fase ini siswa atau kelas harus mempunyai persiapan sebelum mereka menerima pelajaran dengan menggunakan media ini. Persiapan tersebut meliputi kondisi fisik dan psikis siswa serta segala sesuatu yang akan di butuhkan oleh siswa misalnya alat- alat tulis. 4. Langkah penyajian pelajaran dan pemanfaatan media. Penyajian bahan pelajaran dengan memanfaatkan media pengajaran akan berjalan lancar apabila guru telah memiliki keahlian dalam menggunakan media pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai tanpa ada hambatan dari guru. 5. Langkah kegiatan belajar siswa. Pada fase ini siswa belajar dengan memanfaatkan media pengajaran yang ada. Sebagai contoh siswa 12 mempraktekkan mengenai isi dari media sesuai dengan kegiatan pengajaran atau siswa dilatih cara mengerjakan soal latihan dengan media yang ada dengan bimbingan guru. 6. Langkah evaluasi pengajaran. Pada langkah ini siswa dievaluasi oleh guru mengenai sampai sejauh mana tujuan pengajaran yang dicapai, sekaligus dapat dinilai sejauh mana pengaruh media sebagai alat bantu dapat menunjang keberhasilan proses belajar siswa. 2.1.1.5 VCD Pembelajaran. Penggunaan komputer sebagai media pengajaran dikenal dengan nama pengajaran dengan bantuan komputer (Computer Assisted Instruction/CAI). Salah satu aplikasi CAI dalam dunia pendidikan adalah VCD pembelajaran. Bentuk VCD (Video Compact Disk) pembelajaran tersebut berbentuk VCD pembelajaran interaktif. Kata Video berasal dari bahasa latin” I See” yang artinya saya lihat. Menurut Hermana (2007:20) dikutip dari Karmila (2011:37) Video adalah penampilan gambar (visual) dengan bantuan alat elektronik. Lagi menurut Hermana (2007:20) dikutip dari Karmila (2011:37) Video adalah tehnologi pemrosesan sinyal elektronik menjadi gambar bergerak. Sependapat dengan pendapat diatas, Listiawati (2007) dalam Karmila (2011:37) media VCD merupakan media yang menyajikan pesan audio visual dan karakteristik gerak. Sehingga program tersebut memungkinkan peserta didik mencerna materi pelajaran secara lebih mudah dan menarik. Media Video Compact Disk (VCD) adalah media dengan sistem penyimpanan dan perekaman video dimana signal audio visual direkam pada disk plastik bukan pada pita magnetik yang dikemukakan oleh Arsyad (2004:36). Menurut Supriyadi dalam Listiawati (2007) yang dikutip dalam Karmila (2011:40) VCD pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari media VCD yaitu memberikan pesan yang dapat diterima secara lebih merata oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sangat bagus untuk menerangkan suatu proses misalnya proses terbentuknya bangun ruang, mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, lebih realistis maksudnya dapat diulang dan dihentikan sesuai 13 dengan kebutuhan, memberikan kesan mendalam yang mempengaruhi sikap siswa. Selain itu VCD pembelajaran juga mempunyai kelemahan sebagaimana yang diungkapkan Arsyad (2000:49) yang dikutip dalam Karmila (2011:42) antara lain: pengadaan film atau video umumnya memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang cukup lama, pada saat film atau video ditayangkan gambar bergerak terus sehingga tidak semua siswa dapat mengikuti informasi yang disampaikan, film atau video tidak selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa VCD pembelajaran merupakan media yang menampilan gambar (visual) dengan bantuan alat elektronik yang menyajikan pesan audio visual dan karakteristik gerak. Hal tersebut memungkinkan peserta didik mencerna materi pelajaran secara lebih mudah dan menarik dimana direkam pada disk plastik bukan pada pita magnetik. Dalam pembuatan atau mengembangkan video kedalam bentuk VCD pembelajaran akan efektif apabila sudah memenuhi kriteria-kriteria VCD/ Video pembelajaran. Menurut Cheppy Riyana (2007:11) pengembangan media video pembelajaran harus mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut: 1. Tipe materi (tidak semua materi pelajaran cocok menggunakan video. Media video cocok untuk menggambarkan sebuah proses tertentu misalnya proses terbentuknya bangun ruang). 2. Durasi waktu (pada umumnya durasi lebih singkat antara 20-40 menit. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan daya ingat manusia terutama usia SD dan konsentrasi cukup terbatas). 3. Format sajian (format sajian lebih mengutamakan kejelasan dan penguasaan materi diantaranya naratif, wawancara, presenter, gabungan). 4. Ketentuan teknis yaitu efek kamera, tehnik pengambilan gambar (angel), tehnik pencahayaan, editing dan suara (sound). Pembelajaran lebih menekankan pada kejelasan pesan, dengan demikian sajian-sajian yang 14 komunikatif perlu dukungan tehnis. Misalnya: penggunaan tulisan/ text dibuat dengan ukuran proposional. 5. Penggunaan musik dan sound efect (video pembelajaran akan lebih menarik dan bermakna jika sajian sound mendukung dan tepat. Musik dan sound efect disesuaikan dengan perkembangan anak usia SD). 2.1.2 Teori Pembelajaran Bruner 2.1.2.1 Definisi Teori Bruner Dalam Sagala (2010:34) “Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner (1960) seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif”. Beliau merupakan ahli psikologi dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, yang mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. “Bruner tidak mengembangkan suatu teori belajar yang sistematis, yang penting baginya ialah cara- cara bagaiman orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasi informasi secara efektif, inilah menurut Bruner inti dari belajar” dalam Sagala (2010:35). Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemeroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Menurut Bruner (1960) dalam Sagala (2010:35) dalam proses belajar kognitif dapat dibedakan pada tiga fase, yaitu: 1) Proses informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan, adapula yang memperdalam pengetahuan. 2) Proses transformasi, informasi tersebut harus di analisis,diubah atau ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal- hal yang lebih luas. 3) Proses evaluasi, proses ini kita menilai sampai manakah pengetahuan yang kita proleh dan transformasi itu dapat di manfaatkan untuk memahami gejala- gejala lain. Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau 15 mendengarkan audiovisual dan lain-lain. Informasi ini mungkin bersifat penghalusan dari informasi sebelumnya yang telah dimiliki. Sedangkan proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak, kemudian kita menilai sampai manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu dapat di manfaatkan untuk memahami gejala- gejala lain atau penemuan informasi baru yang lain. Menurut Bruner dalam Hudoyo (1990:48) yang dikutip dari Siti Hawa (2012) mengemukakan bahwa “belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur- struktur matematika itu”. Dari pernyatan tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa harus dapat menemukan bahan-bahan yang berhubungan dengan permasalahan yang diberikan kepada siswa. Dengan demikian siswa dalam belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Dengan demikian agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak dalam mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika), maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif/ pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat diproses dalam pikiran (struktur kognitif) anak tersebut. Proses mengolah pengetahuan akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara 16 optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu model tahap enaktif, model ikonik dan model tahap simbolik yang disajikan ke dalam bentuk VCD Pembelajaran. Bruner (1960) dalam Sagala (2010:36) melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa “belajar merupakan pengembangan kategori- kategori dan pengembangan suatu sistem pengkodean”. Sistem kategori kita dapat mengenal dan menemukan objek- objek baru. Oleh karena itu dengan sistem kode kita dapat memberikan ciri- ciri tertentu pada benda dan gagasan baru. Dalam teori Jerome Bruner Siswa sebagai sosok yang mampu memecahkan masalah sendiri secara aktif dan harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas. Maka dari itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebut Discovery Learning. 2.1.2.2 Teorema atau Dalil Teori Bruner Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan pengajaran matematika. Yang dikutip dalam Siti Hawa (2012), berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney, pada tahun 1963 kedua pakar tersebut mengemukakan empat teorema/dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai ”teorema atau dalil”. Ke empat Dalil tersebut antara lain : a. Dalil Penyusunan (Contruction Theorem) Cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam Matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Pada langkah-langkah permulaan belajar konsep pengertian akan lebih melekat apabila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi konsep itu dilakukan oleh siswa sendiri. b. Dalil Notasi (Notation Theorem) Pada permualan sesuatu materi matematika sebaiknya digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. c. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem) Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep Matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep 17 itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain dan disajikan dengan berbagai contoh. d. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem) Di dalam setiap konsep berhubungan dengan konsep-konsep yang lain. Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilanketrampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi jelas. Oleh karena itu agar siswa berhasil dalam belajar matematika siswa harus diberi banyak kesempatan dalam memahami hubungan antara konsep tersebut. Berdasarkan dalil-dalil tersebut Bruner terkenal dengan metode penemuannya karena dia lebih peduli terhadap proses belajar dari pada hasil belajar. Menemukan disini diartikan sebagai penemuan kembali ( Discovery) bukan menemukan sesuatu yang baru (invention). Oleh karena itu, materi yang disajikan kepada siswa tidak diberitahukan bentuk akhirnya ataupun proses solusinya karena bentuk akhir tersebut akan ditemukan oleh siswa itu sendiri dalam proses pembelajaran. 2.1.2.3 Tahap -Tahap Pembelajaran Teori Bruner. Menurut Bruner (1960) dalam Sagala (2010:35) proses belajar dapat dibedakan menjadi tiga fase. Ketiga fase tersebut dikenal dengan teori Belajar Bruner, dapat diuraikan sebagai berikut: a. Tahap Enaktif Dalam tahap ini anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Maksudnya pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata sehingga mudah memahami sesuatu. b. Tahap Ikonik Dalam tahap pembelajaran ikonik ini menjelaskan pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan 18 kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas (butir a). Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir. Penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan ke penyajian simbolik yang didasarkan pada berpikir abstrak. c. Tahap Simbolis Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbolsimbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain. 2.1.2.4 Discovery Learning Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner yang dikutip dari Siti Hawa (2012) adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum. Untuk itu dalam proses belajar discovery memiliki prinsip-prinsip menurut Abdul hamid (2007) dalam Zulfikar Ali (2010) sebagai berikut: 1. Semakain tinggi tingkat perkembangan intelektual seseorang, makin meningkat pula ketidak tergantungan individu terhadap stimulus yang diberikan. 2. Pertumbuhan seseorang tergantung pada perkembangan kemampuan internal untuk menyimpan dan memproses informasi. Data yang diterima orang dari luar perlu diolah secara mental. 3. Perkembangan intelektual meliputi peningkatan kemampuan untuk mengutarakan pendapat dan gagasan melalui simbol. 4. Untuk mengembangkan kognitif seseorang diperlukan interaksi yang sistematik antara pengajar dan yang peserta didik. 19 5. Perkembangan kognitif meningkatkan kemampuan seseorang untuk memikirkan beberapa alternative secara serentak, memberikan perhatian kepada beberapa stimulus dan situasi serta melakukan kegiatan-kegiatan. Prinsip-prinsip di atas dapat terlihat jelas bahwa teori discovery atau belajar penemuan sangat memberi perhatian tinggi terhadap perkembangan kognitif peserta didik. Baik secara teori mupun apilikasi yang hendak dikerjakan di dalam kelas atau lingkungan. Dalam Hamdani (2011: 267) Discovery learning memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain: 1. Kelebihan discovery learning a. Membangkitkan kegairahan belajar pada diri siswa. b. Memberikan kesempatan pada diri siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing- masing. c. Membantu siswa mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif atau pengarahan siswa. d. Siswa memperoleh pengetahuan yang sangat pribadi atau individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. 2. Kekurangan discovery learning 1. Proses mental ini terlalu meningkatkan proses pengertian saja. 2. Tidak memberikan kesempatan berfikir secara kreatif. 3. Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental. 4. Apabila kelas terlalu besar, penggunaan tehnik ini kurang berhasil. 5. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional akan kecewa apabila diganti dengan tehnik penemuan. Solusi untuk mengatasi kekurangan dari metode discovery learning maka perlu dilakukan beberapa hal antara lain : 1. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah sendiri agar materi pembelajaran mudah dipahami dan lebih tahan lama. 20 2. Guru dan siswa perlu melakukan latihan dalam mengimplementasikan tehnik penemuan agar memiliki kesiapan dan kematangan mental. 3. Untuk mengatasi jumlah siswa yang terlalu banyak perlu dibagi menjadi beberapa kelompok sehingga guru lebih mudah mengontrol dan mengawasi jalannya proses penemuan. Adapun langkah- langkah Penerapan Belajar dengan Discovery learning atau Penemuan sebagai berikut : 1. Stimulus ( pemberian perangsang/simuli) yaitu kegiatan belajar di mulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. 2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah) yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah tersebut). 3. Data collecton ( pengumpulan data) yaitu memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis tersebut. 4. Data Prosessing (pengolahan data) yaitu mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan. 5. Verifikasi, yaitu mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing. 6. Generalisasi, yaitu mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi. (Muhibbin Syah(1995)) dalam Paulina Panen (2003: 3.16) dikutip dari Siti Hawa (2012). 21 2.1.3 Pembelajaran Matematika 2.1.3.1 Pengertian Belajar Menurut Santrock dan Yussen (1994) dalam Sugiharto (2007:74) mendefinisikan “belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman”. Sedangkan menurut Reber (1988) dalam Sugiharto (2007:74) mendefinisikan “belajar dalam dua pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat”. Menurut Sudjana (1989:5), Belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari proses belajar ditunjukkan dengan berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, penalaran, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspekaspek lain yang ada pada diri individu yang belajar. Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa Belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman memperoleh pengetahuan, kemampuan bereaksi, penalaran, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang belajar. Menurut Sugiharto (2007:74) belajar memiliki ciri- ciri sebagai berikut: 1. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar. Misalnya menyadari pengetahuannya bertambah. 2. Perubahan bersifat kontinyu dan fungsional yakni berlangsung secara berkesinambungan. 3. Perubahan bersifat positif dan aktif yaitu perilaku bertambah dan untuk sesuatu yang lebih baik. 4. Perubahan bersifat permanen, belajar bersifat menetap atau tidak akan hilang apabila trus dilatih. 5. Perubahan bersifat terarah, adanya tujuan yang akan di capai dan terarah kepada perubahan tingkah laku. 6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, belajar akan menghasilkan perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dsb. Seperti yang dikemukakan oleh Muhibbinsyah (1997) dalam Sugiharto (2007:77)) , Faktor- faktor yang mempengaruhi belajar ada tiga, antara lain: 22 1. Faktor Internal, meliputi keadaan jasmani dan rohani siswa. 2. Faktor Eksternal, meliputi kondisi lingkungan siswa. 3. Faktor pendekatan belajar, meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa. 2.1.3.2 Hakekat Pembelajaran Pembelajaran menurut Sudjana (2000) dalam Sugiharto (2007:80) merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyababkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Menurut Sagala (2010:61) pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, yakni mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Konsep pembelajaran menurut Corey (1986: 195) dalam Sagala (2010: 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Menurut Biggs (1985) dalam Sugiharto (2007:80) membagi konsep pembelajaran dalam tiga pengertian, yaitu: a. Pembelajaran dalam pengertian kuantitatif, berarti penularan pengetahuan dari guru kepada murid. b. Pembelajaran dalam pengertian institusional, berarti penataan segala kemampuan mengajar sehingga dapat berjalan efisien. c. Pembelajaran dalam pengertian kualitatif, berarti upaya guru untuk memudahkan kegiatan belajar siswa. Dalam UUSPN No.20 tahun 2003 yang dikutip dari Sugiharto (2007:80) menyatakan “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Yang di maksudkan 23 adalah pembelajaran tersebut sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk menegmbangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terdapat materi pelajaran. Pendapat ini sejalan dengan Jerome Bruner (1960) dalam Siti hawa (2012) mengemukakan bahwa perlu adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Dari berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola menghasilkan respon membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu pertama dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktifitas siswa dalam proses berfikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. 2.1.3.3 Hakekat Matematika Menurut Ruseffendi (1991) dalam Heruman (2008:1) mengemukakan bahwa matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (2000) dalam Heruman (2008:1) yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif. Konsep yang abstrak dalam pembelajaran matematika yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. 24 Untuk keperluan inilah, maka diperluan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa. Pepatah Cina mengatakan, “Saya mendengar maka saya lupa, saya melihat maka saya tahu, saya berbuat maka saya mengerti”. Adapun tujuan matematika sekolah, khusus di Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidiyah (MI) dikutip dari Permendiknas (2006) agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 2.1.3.4 Pembelajaran Matematika Heruman (2007:4) menyatakan bahwa pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan pembelajaran spiral sebagai dalil teori bruner. Dalam matematika setiap konsep berkaitan dengan konsep lain. Oleh karena itu siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut. Berdasarkan dimensi keterkaitan antar konsep dalam teori belajar Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi. Pertama, berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Kedua, menyangkut cara bagaimana 25 siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada (telah dimiliki dan diingat siswa tersebut). Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran matematika yang ditekankan pada konsep matematika: 1. Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep) yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika. Hal ini merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkretdengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa. 2. Pemahaman Konsep yaitu agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri dari dua pengertian. Pertama, kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Kedua, pembelajaran penanaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda. Penanaman konsep dianggap sudah disampaikan di pertemuan sebelumnya, di semester atau di kelas sebelumnya. 3. Pembinaan keterampilan yaitu agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Pembelajaran Matematika dikatakan efektif apabila adanya peningkatan mengenai hasil belajar siswa. Hasil belajar tersebut merupakan hasil setelah mengikuti kegiatan belajar mengenai suatu materi tertentu. 2.1.3.5 Hasil Belajar Menurut Nana Sudjana (2004:14) “hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan”. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar dapat dilihat dari hasil 26 nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (Sub sumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif). Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan psikomotor. Menurut Benyamin Bloom dalam Sudjana (2010) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni : 1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, amplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. 2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internasional. 3. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Hasil belajar menurut Sudjana (2004: 22) dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan yang meliputi ranah kognitif (keterampilan), ranah afektif (pengetahuan), dan psikomotor (sikap) yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. 2.1.3.6 Hasil Belajar Matematika Istilah Hasil belajar menunjuk pada akibat atau keberhasilan dalam upaya mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya melalui suatu proses belajar yang diikutinya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan siswa akan menghasilkan perubahan-perubahan pada dirinya. Hasil-hasil yang diperoleh siswa dapat diukur atau diketahui berdasarkan perbedaan perilaku sebelum dan sesudah dilakukan kegiatan belajar mengajar. Jadi hasil belajar matematika 27 merupakan keberhasilan siswa dalam mengoptimalkan kemampuannya dalam rangka mencapai hasil belajar pada matematika. 2.1.4 Efektivitas Pembelajaran Matematika Menurut Eggen dan Kauchak (dalam Fauzi:2002) yang dikutip dari (http://tips-belajar-internet.blogspot.com) mengemukakan bahwa: ”Pembelajaran yang efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penentuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru.hasil belajar ini tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan keterampilan berfikir siswa.” Keefektifan pembelajaran matematika yang dimaksud di sini adalah sejauh mana pembelajaran matematika berhasil menjadikan siswa mencapai tujuan pembelajaran yang dapat dilihat dari ketuntasan belajar. 2.1.5 Media Gambar Dalam pembelajaran Pemanfaatan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar perlu direncanakan dan dirancang secara sistematik agar media pembelajaran itu efektif untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Salah satunya adalah media gambar atau foto. Media gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan atau pikiran menurut Oemar Hamalik dalam Iwan (2011:11). Media gambar dalam Hamdani (2011:250) berfungsi “menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan”. Saluran yang dimaksud adalah indra penglihatan. Pemanfaatan media ini disebabkan karena media ini relatif mudah dalam penyampaiannya. media ini kadang membosankan, maka dalam pelaksanaanya memerlukan ketrampilan tertentu agar penyajiannya tidak membosankan. Secara khusus gambar berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian yang mengilustrasikan fakta yang mungkin akan cepat dilupakan. Diantara Media pendidikan, dalam Hamdani (2011: 250) media gambar atau foto adalah media yang paling umum di pakai. Dalam menerapkan media gambar memiliki kelebihan yakni sebagai berikut : 1. Sifat konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata. 28 2. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan para siswa tidak selalu bisa dibawa ke objek atau peristiwa tersebut. Gambar atau foto dapat mengatasi hal tersebut. 3. Media gambar atau foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel atau penampang daun yang tidak mungkun kita lihat dengan mata telanjang dapat di sajikan dengan jelas dalam bentuk gambar atau foto. Selain kelebihan- kelebihan tersebut gambar atau foto memiliki beberapa kelemahan, yaitu : 1. Gambar atau foto hanya menekankan pada persepsi pada indra mata. 2. Gambar atau foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran. 3. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar. Untuk memilih media gambar perlu memperhatikan kriteria atau syarat agar dapat digunakan dengan baik dan efektif. Menurut Hamdani (2011: 251) ada enam syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar atau foto sebagai media pendidikan antara lain sebagai berikut: 1. Autentik yaitu gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti benda sebenarnya. 2. Sederhana, yaitu komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin-poin dalam gambar. 3. Ukuran relatif, yaitu dapat memperbesarkan atau memperkecil objek atau benda sebenarnya. 4. Gambar atau foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. 5. Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Walaupun dari segi mutu kurang gambar atau foto karya siswa sering lebih baik. 6. Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, guru hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dicapai. 2.2 Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang model pembelajaran dengan vcd pembelajaran dan teori Bruner, telah dilakukan peneliti lain. Penelitian tersebut berbentuk skripsi, yang dilakukan oleh: 29 Iwan Setiyono, FKIP UKSW (2011) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan CD Pembelajaran Matematika Terhadap Hasil Belajar Pokok Bahasan Bangun Ruang Kelas IV Semester II Tahun 2010/ 2011 SD Sidorejo Lor 01 Salatiga”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan CD pembelajaran Matematika terhadap hasil belajar pokok bahasan bangun ruang kelas IV semester II tahun 2010/2011 SD Sidorejo Lor 1 Salatiga. Dari hasil analisis data yang dilakukan dengan Independent sample T-Test dari penelitian ini menunjukkan nilai t sebesar 6,956 dengan probabilitas sig. ( 2-tailed ) 0,000 < 0,05 yang berarti sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan CD pembelajaran matematika berpengaruh terhadap hasil belajar di SD Sidorejo lor 1 Salatiga. Jumanto, FKIP UKSW (2011) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Berdasarkan Tahap-Tahap Bruner Terhadap hasil Evaluasi Pada Pembelajaran Matematika Bangun Datar Kelas V SD N 03 Kalimanggis Temanggung Semester II Tahun Ajaran 2010/ 2011”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetaahui pengaruh penggunaan alat peraga berdasarkan tahap-tahap teori Bruner terhadap hasil evaluasi siswa pada mata pelajaran matematika kelas V di SD N 03 Kalimanggis Temanggung. Dari hasil observasi yaitu siswa sulit memahami materi yang disampaikan karena dalam penyampaiannya menggunakan metode ceramah. Oleh karena itu hal tersebut diikuti dengan meningkatnya hasil eksperimen secara signifikan setelah di lakukan pembelajaran dengan menggunakan tahap-tahap teori Bruner dibandingkan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Dari hasil analisis data yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan alat peraga berdasarkan tahap-tahap teori Bruner dapat berpengaruh terhadap hasil evaluasi siswa kelas V di SD N 03 Kalimanggis. Hasil t-tes sig. ( 2-tailed ) 0,000 yang berarti sangat signifikan hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh dalam penggunaan alat peraga berdasarkan tahap-tahap teori Bruner. 30 2.3 Kerangka Berfikir Untuk meningkatkan ketrampilan dan ilmu pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya yaitu melalui pembelajaran, dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditunjuk untuk membelajarkan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran yang efektif dapat dilihat dari hasil belajarnya. Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal diperlukan berbagai faktor yang mendukung. Diantaranya kurikulum, ketrampilan guru dalam menyampaikan materi belajar, media belajar yang digunakan, serta sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar mengajar di sekolah. Pembelajaran yang menggunakan media akan mengurangi kondisi yang monoton dan pembelajaran ini menarik bagi siswa. Salah satu media yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran matematika adalah dengan media audio visual (VCD pembelajaran). Pembelajaran akan lebih efektif apabila teori Bruner diaplikasikan ke dalam media audio visual tersebut, karena teori Bruner merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu dalam mengkonkritkan konsep dalam matematika. Dengan menggunakan media gambar juga diharapkan dapat meningkatkan minat serta gairah belajar pada siswa. Sehingga dalam kegiatan belajar tidak hanya monoton di dalam kelas saja, tetapi siswa yang dengan di bimbing guru dapat belajar langsung pada obyek/benda nyatanya. Dengan demikian pemahaman terhadap materi pelajaran dapat secara optimal, sehingga hasil belajar siswa pun menjadi optimal. Berikut bagan kerangka berfikir efektivitas penggunaan media audio visual (VCD pembelajaran) berdasarkan teori Bruner dalam pembelajaran matematika Siswa SD N 1 Mojowetan 31 Populasi Siswa Kelas IV Kelas Kelas SD Negeri 1 Mojowetan Kontrol Eksperimen TES HOMOGENITAS TES HOMOGENITAS Uji Normalitas dan Uji Homogenitas MEDIA MEDIA AUDIO VISUAL GAMBAR VCD Bruner TES TES ANALISIS DATA Uji Normalitas, Analisis Deskriptif dan Uji Beda UJI HIPOTESIS Kesimpulan 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka, kajian hasil penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis: OX1 = OX2 maka Ho diterima dan Ha ditolak OX1 ≠ OX2 maka Ho ditolak dan Ha diterima Dimana: Ho adalah tidak ada perbedaan efektivitas antara penggunaan media audio visual (VCD Pembelajaran) berdasarkan teori Bruner dengan penggunaan media gambar dalam pembelajaran matematika siswa kelas IV SD Negeri 1 Mojowetan Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Semester II tahun pelajaran 2011/2012. Ha adalah ada perbedaan efektivitas antara penggunaan media audio visual (VCD Pembelajaran) berdasarkan teori Bruner dengan penggunaan media gambar dalam pembelajaran matematika siswa kelas IV SD Negeri 1 Mojowetan Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Semester II tahun pelajaran 2011/2012.